Professional Documents
Culture Documents
Kandungan Gizi Keong Ipong-Ipong (Fasciolaria Salmo) AKIBAT METODE PENGOLAHAN
Kandungan Gizi Keong Ipong-Ipong (Fasciolaria Salmo) AKIBAT METODE PENGOLAHAN
Abstract
Ipong-Ipong (Fasciolaria salmo) snail is a local name of marine mollusc from gastropod class in Cirebon,
West Java, which is consumed by public and believed to improve health. The purpose of this research was
to find out effect of processing (boiling, steaming, and boiling with 3% salt water) methods on the nutrition
content, such as proximate, fatty acids, and cholesterol in F. salmo. The data were analysed using the analysis
of variance test (ANOVA). The Duncan test was used to compare means when a significant variation was
highlighted by the ANOVA. The results showed nutrition content of fresh F. salmo was: 72.10% water (wet
matter basis); protein 62.72% (dry matter basis), ash 7.80% (dry matter basis), cholesterol (0.045%) and
1.71% fat (dry matter basis), monounsaturated fatty acid (11.75%), polyunsaturated fatty acids (7.31%),
polyunsaturated fatty acid long chain (5.34%), and saturated fatty acids (long-chain) (4.03%). Acid insoluble
ash content was 0.72%. The results of statistical analysis showed that processing method impact the
nutritional value of F. salmo. The results of duncan test showed that decreassing content of proximate dan
fatty acids caused by steaming method was lower than the boiling and boiling with 3% salt water method.
From the research results recommended that the best treatment method is steaming.
kandungan kolesterol dalam darah tersebut timbangan analitik, oven, desikator, cawan
dapat dicegah dengan mengonsumsi pangan porselen, tabung reaksi, tabung Erlenmeyer,
rendah kolesterol dan mengandung asam tabung Kjeldahl, tabung sokhlet, destilator,
lemak tak jenuh yaitu pangan hasil laut yang buret, kertas saring Whatman, syringe, pipet
terkenal kaya akan asam lemak tak jenuh. mikro, gas kromatografi Supelco TM 37,
Biota laut banyak mengandung asam lemak vortek, sentrifuse, dan spektrofotometri.
tak jenuh majemuk atau lebih dikenal dengan
polyunsaturated fatty acids (PUFA). Omega Metode Penelitian
3 PUFA, eicosapentaenoic acid (20:5) (EPA) Tahap penelitian meliputi pengambilan
dan docosahexaenoic acid (20:6) (DHA) sampel bahan baku berupa keong Ipong-
memegang peranan penting terhadap penyakit ipong (F. salmo) dari daerah Cirebon untuk
kardiovaskular, meningkatkan kemampuan dilakukan pengukuran, penimbangan
belajar dan peningkatan sistem imun tubuh sampel, dan perhitungan rendemen. Langkah
(Freije dan Awadh 2010). selanjutnya adalah penelitian pendahuluan
Salah satu hasil laut kelas gastropoda yang bertujuan menentukan konsentrasi
adalah keong ipong-ipong (Fasciolaria salmo) garam yang akan digunakan pada pengolahan
banyak dikonsumsi oleh masyarakat Cirebon, dengan uji hedonik (parameter rasa).
karena diyakini bisa meningkatkan kesehatan. Penelitian utama dilakukan pengolahan
Keong jenis ini hanya dimanfaatkan sebagai keong ipong-ipong (perebusan, pengukusan
bahan pangan yang diolah dengan cara dan perebusan dalam air garam konsentrasi
perebusan oleh masyarakat. Pengolahan terpilih). Analisis yang dilakukan meliputi
dengan pemberian panas pada keong ipong- kandungan proksimat dan asam lemak
ipong akan mempengaruhi komposisi gizi ditentukan dengan metode AOAC (1995),
sehingga perlu dilakukan penelitian tentang kolesterol ditentukan dengan metode
perubahan kandungan gizi keong tersebut Liebermann-Burchards (Cook 1958), dan abu
setelah proses pengolahan. tidak larut asam dengan metode SNI (BSN
Tujuan penelitian ini adalah untuk 2010). Penentuan konsentrasi garam yang
menentukan perubahan kandungan gizi digunakan untuk penelitian pendahuluan
akibat metode pengolahan (perebusan, dilakukan uji hedonik menggunakan score
pengukusan, dan perebusan dengan air sheet menurut BSN (2006). Rancangan
garam) terhadap kandungan gizi (proksimat, percobaan yang digunakan untuk penelitian
asam lemak, dan kolesterol), serta kadar abu utama adalah rancangan acak lengkap
tidak larut asam pada F. salmo akibat proses (RAL) dengan satu faktor dan 4 taraf (segar,
pengolahan sehingga dapat menentukan pengukusan, perebusan, dan perebusan
metode pengolahan terbaik. garam) dan uji lanjut Duncan (Steel dan
Torrie 1993).
MATERIAL DAN METODE
Bahan dan Alat HASIL DAN PEMBAHASAN
Bahan-bahan yang digunakan pada Karakteristik Keong Ipong-ipong
penelitian ini meliputi keong ipong-ipong Nilai rata-rata panjang keong ipong-
(F. salmo), etanol, isooktana, alkohol, larutan ipong adalah 10,04 cm, lebar rata-rata 4,11
standar internal asam lemak dan kolesterol, cm, tinggi rata-rata 3,29 cm, dan berat rata-
akuades, n-heksana, petroleum eter, rata adalah 41,03 gram. Semakin besar nilai
kloroform, NaCl, AgNO3, H2SO4, BF3, Na2SO4 panjang, lebar serta tinggi keong, maka
anhidrat, H3BO3, HCl, dan asetat anhidrat. semakin berat keong ipong-ipong, hal ini
Alat yang digunakan antara lain dipengaruhi oleh umur dan pertumbuhan
kompor listrik, tanur pengabuan, pipet tetes, dari keong ipong-ipong. Jacoeb et al. (2008)
Tabel 1 Ukuran dan bobot keong ipong-ipong 2,5%; dan 3% tidak memberikan pengaruh
(F. salmo) yang berbeda nyata (p<0,05) terhadap
Parameter Nilai kesukaan panelis terhadap parameter rasa
Panjang (cm) 10,04 ± 0,60 keong rebus yang dihasilkan. Penambahan
Lebar (cm) 4,11 ± 0,32 garam konsentrasi 1-3% berfungsi sebagai
Tinggi (cm) 3,29 ± 0,28 bumbu yang akan memberi cita rasa gurih
Berat (gram) 41,03 ± 7,49 pada bahan pangan yang ditambahkan
(Zaitsev et al. 1969). Penambahan garam yang
digunakan pada penelitian selanjutnya adalah
menyatakan bahwa pertumbuhan binatang 3%, karena berdasarkan hasil uji hedonik
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya untuk parameter rasa daging keong yang
jenis, umur, musim dan jenis makanan yang direbus pada air dengan konsentrasi garam
tersedia. Ukuran dan bobot dari keong ipong- 3% mempunyai nilai rata-rata tertinggi.
ipong disajikan pada Tabel 1.
Komposisi Kimia Keong Ipong-ipong
Rendemen Keong Ipong-ipong Hasil analisis komposisi kimia (basis
Rendemen cangkang keong ipong-ipong kering) dari daging keong ipong-ipong
sebesar 61,98%, daging segar 28,35%, dan segar, setelah perebusan, pengukusan, dan
jeroan 9,67%. Persentase terbesar adalah perebusan menggunakan garam disajikan
bagian cangkang keong, hal ini karena pada Tabel 2.
tebalnya kandungan cangkang keong yang Hasil analisis ragam diketahui bahwa
mengandung CaCO3. metode pengolahan memberikan pengaruh
Cangkang dari keong terdiri atas 3 lapisan (p<0,05) terhadap kadar air daging keong
yang berbeda, yaitu lapisan nacre, lapisan paling ipong-ipong. Hasil uji Duncan menunjukkan
dalam yang tipis dan mengandung CaCO3, kadar air keong segar berbeda dengan daging
lapisan prismatik, yaitu lapisan yang mengisi setelah mengalami pengukusan dan perebusan
90% dari cangkang yang mengandung CaCO3 dengan air garam. Penambahan garam dapat
dan lapisan periostrakum, yaitu lapisan yang menurunkan kadar air, hal ini disebabkan
tersusun atas zat tanduk (Suwignyo et al. 2005). garam bersifat higroskopis sehingga dapat
menyerap air dari bahan makanan. Penelitian
Hasil Hedonik Larsen et al. (2010) menyatakan bahwa
Uji hedonik parameter rasa ini kadar air ikan king salmon (Oncorhynchus
dilakukan oleh 30 orang panelis semi tshawytscha) mengalami penyusutan sebesar
terlatih menggunakan score sheet menurut 3,15% (basis basah) akibat proses pengukusan.
BSN (2006). Hasil uji menunjukkan bahwa Penelitian lain yang dilakukan Gladyshev et al.
penambahan garam konsentrasi 1%; 1,5%; 2%; (2007) menunjukkan bahwa terjadi kenaikan
kadar air sebesar 0,5% (basis basah) pada ipong-ipong. Hasil uji Duncan menunjukkan
proses perebusan ikan trout (Salmo trutta). kadar lemak keong segar berbeda dengan
Hasil analisis ragam diketahui bahwa daging setelah mengalami proses pengolahan.
metode pengolahan memberikan pengaruh Kandungan lemak keong menurun setelah
(p<0,05) terhadap kadar abu daging keong mengalami proses pengolahan, hal ini
ipong-ipong. Hasil uji Duncan menunjukkan disebabkan proses pengolahan dengan
kadar abu keong yang direbus dalam larutan pemanasan akan memecah komponen-
garam berbeda dengan metode pengolahan komponen lemak menjadi produk volatil
lain, hal ini disebabkan oleh perebusan seperti aldehid, keton, alkohol, asam, dan
dengan penambahan garam mengakibatkan hidrokarbon yang sangat berpengaruh
peningkatan kadar dari ion Cl dan mineral terhadap pembentukan flavor. Pendapat dari
pengotor yang biasanya terdapat pada garam Prabandari et al. (2005) menyatakan bahwa
(misalnya Mg) ikut meresap ke dalam daging pemanasan dapat menyebabkan lemak
keong ipong-ipong pada saat perebusan, mencair menjadi senyawa volatil seperti
sehingga kadar abu daging keong ipong- aldehid, keton, alkohol, asam dan hidrokarbon
ipong ikut meningkat. Hasil ini didukung oleh yang akan menguap saat pemanasan.
penelitian yang dilakukan oleh Ünlüsayın Penurunan kadar lemak terjadi pada
et al. (2010) bahwa kadar abu udang Penaeus silver catfish (Rhamdia quelen) sebesar
semisulcatus segar (7,63% bk) meningkat 0,06% akibat proses perebusan (Weber et al.
setelah dilakukan perebusan garam (9,40% bk). 2008), sedangkan menurut penelitian yang
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa dilakukan oleh Bakar et al. (2007) adalah
metode pengolahan memberikan pengaruh terjadi penurunan kadar lemak pada king
(p<0,05) terhadap kadar protein daging keong mackerel (Scomberomorous guttatus) sebesar
ipong-ipong. Hasil uji Duncan menunjukkan 0,05% akibat proses pengukusan.
kadar protein keong segar menurun Kadar abu tak larut asam daging keong
setelah proses perebusan, pengukusan, dan segar mengalami peningkatan setelah
perebusan dengan penambahan garam. perebusan dan perebusan garam. Peningkatan
Perebusan menyebabkan komponen protein kadar abu tak larut asam ini diduga akibat air
akan terbawa keluar dari daging dan protein yang digunakan sebagai media perebusan
akan terdenaturasi, serta membentuk agregat- mengandung zat-zat pengotor sehingga
agregat (gel, endapan dan sebagainya). terukur sebagai kandungan kadar abu tak
Georgiev et al. (2008) menyatakan bahwa larut asam. Berdasarkan hasil analisis kualitas
protein daging bersifat tidak stabil dan air pada penelitian ini diketahui bahwa air
mempunyai sifat dapat berubah (denaturasi) yang digunakan sebagai media perebusan
dengan berubahnya kondisi lingkungan. mengandung beberapa jenis pengotor seperti
Hal lain yang menyebabkan turunnya besi 0,089 mg/L dan krom < 0,001 mg/L, serta
kandungan protein setelah proses perebusan kesadahan air sebesar 61,26 mg CaCO3/L.
menggunakan larutan garam adalah karena Basmal et al. (2003) menyatakan bahwa kadar
protein yang larut pada garam ikut terbawa ke abu tidak larut asam merupakan salah satu
air. Penelitian Desniar et al. (2009) menyatakan kriteria dalam menentukan tingkat kebersihan
bahwa garam dapat mengabsorbsi air dari dalam proses pengolahan.
jaringan daging ikan karena mempunyai sifat
higroskopis dan garam merupakan elektrolit Kandungan Asam Lemak
kuat yang mampu melarutkan protein. Jumlah asam lemak terbanyak pada
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa daging keong ipong-ipong segar adalah asam
metode pengolahan memberikan pengaruh lemak tak jenuh tunggal (11,75%), kemudian
(p<0,05) terhadap kadar lemak daging keong diikuti oleh asam lemak tak jenuh majemuk
(7,31%), asam lemak tak jenuh majemuk rantai (O. tshawytscha) terbesar adalah asam lemak
panjang (5,34%) dan jumlah total asam lemak tak jenuh tunggal dan asam lemak yang paling
yang paling sedikit asam lemak jenuh (4,03%) sedikit adalah asam lemak jenuh. Penelitian
(Tabel 3). Kandungan asam lemak jenuh yang Ozogul dan Ozogul (2005) menunjukkan
banyak ditemukan pada daging keong ipong- bahwa kandungan asam lemak makhluk hidup
ipong adalah asam stearat dan asam palmitat. dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
Penelitian Coelho et al. (2011) menyatakan iklim, ketersediaan pakan, umur, serta ukuran
bahwa asam lemak jenuh terbanyak pada spesies. Celik et al. (2005) menyatakan bahwa
jenis gastropoda Hydrobia ulvae adalah asam ikan zander (Sander lucioperca) yang hidup
stearat dan palmitat. di daerah beriklim dingin mengandung asam
Kandungan asam lemak keong ipong- lemak tak jenuh majemuk yang lebih tinggi
ipong termasuk dalam kelompok asam lemak dibandingkan ikan dengan jenis sama yang
jenuh, asam lemak tidak jenuh tunggal, asam hidup di daerah beriklim panas.
lemak tidak jenuh majemuk dan asam lemak Kandungan asam palmitat pada keong
tidak jenuh majemuk rantai panjang. Hasil ipong-ipong mengalami penurunan setelah
penelitian Larsen et al. (2010) menunjukkan proses pengolahan. Penyusutan asam palmitat
bahwa kandungan asam lemak king salmon terbanyak adalah setelah proses pengukusan,
yaitu sebesar 0,94%, hal ini tidak berbeda jauh merupakan sumber bau tengik pada produk.
dengan hasil penelitian Larsen et al. (2010) yang Asam linoleat adalah salah satu jenis
menyatakan bahwa penyusutan asam palmitat PUFA yang banyak ditemukan pada jaringan
pada ikan king salmon (O. tshawytscha) setelah kulit manusia yang memiliki peranan
pengukusan adalah sebesar 0,60%. penting untuk memelihara water barrier
Asam lemak arakidat (C20:0) dan dari epidermal. Defisiensi dari asam lemak
lignoserat (C24:0) mengalami penyusutan linoleat adalah kulit bersisik serta kehilangan
yang kecil setelah proses pengolahan, hal terlalu banyak cairan dari tubuh melalui kulit
ini disebabkan jumlah atom karbon dari (Marichamy et al. 2009)
kedua asam lemak tersebut lebih banyak Penurunan akibat proses perebusan pada
dibandingkan asam lemak laurat (C12:0), asam linoleat lebih besar dibandingkan dengan
miristat (C14:0), palmitat (C16:0), stearat penurunan yang diakibatkan oleh proses
(C18:0), sehingga titik lelehnya lebih pengukusan, diduga pada proses perebusan
besar dan kelarutannya dalam air semakin daging keong juga mengalami proses hidrolisis
kecil. Semakin panjang rantai karbon yang lemak sehingga terjadi kerusakan asam lemak
menyusun asam lemak maka semakin besar lebih besar. Reaksi hidrolisis lemak dapat
titik lelehnya dan semakin rendah kelarutan terjadi bila ada air dan pemanasan.
asam lemak tersebut di dalam air. Penurunan asam lemak linolenat
Asam oleat (C18:1 cis) menyusut sebesar (C18:3) adalah sebesar 0,06% setelah proses
9,33%-10% setelah pengolahan. Asam oleat pengukusan dan 0,1% setelah proses perebusan.
(C18:1 cis) merupakan asam lemak tak jenuh Perebusan dengan penambahan garam
tunggal yang paling mendominasi pada keong menurunkan kadar asam lemak linolenat
ipong-ipong. Kandungan asam oleat keong sebesar 0,25%. Penurunan ini diduga akibat
ipong-ipong ini tidak jauh berbeda dengan hasil reaksi oksidasi lemak sehingga kandungan
penelitian Go et al. (2002) yang menyebutkan asam lemak linolenat (C18:3) menjadi rusak.
kandungan asam oleat gastropoda laut Reaksi oksidasi lemak dipengaruhi oleh derajat
Monodonta turbinata adalah sebesar 13,09%, ketidakjenuhan lemak, konfigurasi dari ikatan
Gibula cineraria sebesar 10,62% dan Littorina rangkap, derajat esterifikasi, katalis, oksigen,
neritoides sebesar 13,16%. serta suhu. Asam lemak linolenat (C18:3)
Asam oleat (C18:1 cis) merupakan lebih mudah teroksidasi dibandingkan dengan
asam lemak tidak jenuh yang banyak dalam asam lemak linoleat (C18:2) karena memiliki
trigliserida dan memiliki satu ikatan rangkap ikatan rangkap yang lebih banyak.
(Winarno 2008). Hidrolisis asam oleat terjadi Asam arakidonat (C20:4) daging keong
pada saat pemanasan dan asam oleat tersebut ipong-ipong mengalami penurunan setelah
kemungkinan pecah menjadi fragmen rantai proses perebusan sebesar 0,53%, setelah proses
pendek dan terbuang bersama-sama dengan pengukusan sebesar 0,03%, dan setelah proses
hasil kondensasi menguap (Ketaren 2008). perebusan garam sebesar 1,3%, hal ini terjadi
Kandungan asam lemak linoleat (C18:2) karena reaksi oksidasi sehingga asam lemak
pada keong ipong-ipong menurun setelah arakidonat (C20:4) mengalami kerusakan.
mengalami proses pengolahan. Penurunan Berdasarkan penelitian Marichamy et al. (2009)
asam lemak ini disebabkan oleh pemanasan asam arakidonat (C20:4) berperan sebagai
yang mengakibatkan kerusakan pada asam prekursor prostaglandin dan tromboksan
lemak yang terkandung dalam daging keong. yang akan mempengaruhi pembekuan darah
Penelitian Dolezal et al. (2009) menunjukkan dan sangat berperan selama penyembuhan
bahwa penurunan asam lemak linoleat luka pada jaringan endotel.
disebabkan oleh adanya proses oksidasi Eicosapentaenoic acid (EPA C20:5 n-3)
yang menghasilkan asam lemak bebas dan dan docosahexaenoic acid (DHA C22:6 n-3)
merupakan asam lemak tak jenuh majemuk 0,042%, pengukusan menjadi 0,044% dan
rantai panjang yang berperan penting dalam setelah perebusan garam menjadi 0,037%.
kesehatan tubuh manusia serta merupakan Perubahan terhadap komponen lemak
komponen struktural terbesar dalam membran terjadi selama proses pemanasan atau
fosfolipid yang mengatur fluiditas membran pengolahan, yaitu asam lemak dan kolesterol
dan transport ion (Chapkin et al. 2008). Keong pada daging keong melalui proses hidrolisis.
ipong-ipong segar mengandung EPA (C20:5 Penelitian Riyanto et al. (2007) menunjukkan
n-3) lebih banyak dibandingkan dengan DHA kandungan kolesterol mengalami penurunan
(C22:6 n-3). Kandungan EPA (C20:5 n-3) akibat pemberian panas sehingga menyebabkan
keong ipong-ipong mengalami penurunan kolesterol larut bersamaan dengan terlepasnya
setelah proses perebusan sebesar 1,85%, air dari bahan dan menguapnya senyawa
pengukusan 2,07%, dan perebusan garam volatil yang dihasilkan meliputi alkohol dan
2,55%. Kandungan DHA (C22:6 n-3) keong hidrokarbon. Kandungan kolesterol keong
ipong-ipong juga mengalami penurunan setelah ipong-ipong cukup rendah dapat dijadikan
proses perebusan sebesar 0,78%, pengukusan salah satu sumber bahan pangan alternatif
0,11%, dan perebusan garam 0,98%. rendah kolesterol bagi orang-orang yang
Penurunan kandungan EPA dan DHA bermasalah dengan tingginya kadar kolesterol
setelah proses pengolahan terjadi karena dalam darah.
asam lemak tak jenuh majemuk akan mudah
teroksidasi dan laju oksidasi akan meningkat KESIMPULAN
sejalan dengan lamanya pemanasan. Penelitian Persentase rendemen cangkang keong
Barrow et al. (2009) menyatakan bahwa ipong-ipong sebesar 61,98%, daging 28,35%,
EPA dan DHA sangat mudah teroksidasi dan jeroan 9,67%. Hasil uji secara organoleptik
oleh cahaya dan oksigen dan menghasilkan ditentukan bahwa konsentrasi garam yang
produk-produk degradasi. Salah satu produk digunakan untuk penelitian adalah 3%.
degradasi dari asam lemak ini adalah aldehid Metode pengolahan dengan perebusan,
yang mengakibatkan bau tengik. pengukusan, dan perebusan dengan air garam
Penelitian Gladyshev et al. (2007) mempengaruhi kadar air, kadar abu, kadar
menyatakan bahwa EPA dan DHA dapat abu tak larut asam, lemak, dan protein dari
diperoleh dengan mengonsumsi hewan laut, keong ipong-ipong, namun proses pengolahan
namun kandungan asam lemak tak jenuh yang tidak mempengaruhi kandungan kolesterol
terkandung di dalamnya akan menurun akibat keong ipong-ipong. Total asam lemak jenuh
oksidasi selama pengolahan atau pemasakan yang terkandung dalam daging keong lebih
dan penyimpanan. Sidhu (2003) menyatakan sedikit dibandingkan asam lemak tak jenuh.
bahwa mengonsumsi pangan hasil laut yang Penurunan asam lemak terbanyak adalah pada
kaya akan asam lemak tak jenuh majemuk daging keong yang direbus menggunakan
seperti EPA dan DHA dapat menurunkan air garam dan penurunan asam lemak yang
risiko penyakit jantung koroner, menurunkan paling sedikit adalah pada daging keong yang
hipertensi, penyakit diabetes, dan meredakan diolah dengan pengukusan, dengan demikian
gejala radang sendi (rheumatoid arthritis). metode pengolahan terbaik adalah dengan
cara pengukusan.
Kandungan Kolesterol Keong Ipong-ipong
Pengolahan memberikan pengaruh yang DAFTAR PUSTAKA
tidak berbeda nyata terhadap kadar kolesterol [AOAC] Associaton of Official Analytical
daging keong ipong-ipong. Kandungan Chemist. 1995. Official Method of Analysis
kolesterol keong ipong-ipong segar sebesar of The Association of Official Analytical
0,045% dan setelah proses perebusan menjadi of Chemist. Arlington, Virginia, USA: