Artikel Kepentingan Publik Dan Media Massa

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 28

M E D IA M ASSA, K E P E N T IN G A N P U B L IK D A N

K EK ER A SA N ATAS N A M A AGAM A

N y a r w i A hm ad
Ju ru sa n Iim u K om unikasi F IS IP O L U G M Y ogyakarta
Em ail: gloryasia2008@ gm ail.com

Abstract*
One o f the most dynamic tension in Indonesian contemporary public’sawareness is the relationship
among mass media, public interest and violence act in the name o f relegion. Here, three crucial issues
will be disucced: 1) how is the changing and challenging in the relationship among mass media, public
interest and violence in the name o f relegion in Indonesian context; 2) how did the religious values
dominated public lives and constucted their public interest; and 3) how did the public interest and
expectation o f mass media’s rules in the public minds tend be constructed unperfectly, Based on
qualitative method, I propose that the dynamic domination o f religious values will construct the public
interest and it tend to navigate the mass media performance as well as their consumer’s expectations,
but it will raise the unfinished dilemma in defining and searching o f the bestformula o f mass media
berformance and theirpublic responsibilities.

II Ljj\JLo ^a7y-a .LjdL gj J o j ^EoYl (jlSua * «■<'*»■»


4jLAE>V1
JlxS Lo j j L j a ' i < U g jJI 3 j|jU a Ax Xas* J

^Lalscll Ujfii .LfoijC* ljj^+eu Ojfii La 4jl ^ALwVi SLuiEw (jj*


I 3jLaYI 3JgjJI jlfi-t jolg: .(Y • • A) 4jLallllj £jtall 4j-ai J LyAxj3 j iAEU
i—ij^ ll J yALwYI ijjjc li tjO jA J SJjjJI

Zeywords: M edia M assa, K epentingan Publik d an K ekerasan A tas N a m a A gam a


352 Millah VoL X I, No. 2, Februari 2012

A. P e n d a h u lu a n
A da tiga hal utam a yang tam paknya terns m enjadi perhatian d a n persoala
publik terkait dengan m edia m assadankekerasan atas nam a agams
Periama,ba.g im a.na fenom ana kekerasan atas nam a agam a m enjadi obye
2

pem beritaan yang selalu m enarik dan dianggap penting oleh medi
massaJC(dW,sikap kritis publik terkait dengan bagaim ana m edia m enghadirka
dan menyajikan peliputan terhadap fenom ena kekerasan atas nam a agam;
Ketiga,bagaim ana fenom ena kekerasan atas nam a agam a dilakukan terhada
pekerja m edia ataupun institusi/organisasi m e d ia K etiga hal ini selam
beberapa kurun w aktu Pasca Reform asi tam pak terns m enim bulkan keteganga
di kalangan pelaku dan korban kekerasan atas nam a, term asuk m edia massa.
Tiga hal ini seakan seperti seberan fenom ena yang terpisah. A kan tetap
akar dari persoalan ini sesungguhnya bersum ber d a d m ata rantai yang sam;
yaitu bagaim ana konstruksi kepentingan publik tam pak dilakukan baik ole
m edia m aupun publik yang m engatasnam akan nilai-nilai dan identic
keagamaan. Padahal, baik m edia massa dan agama, dua-duanya m erupaka
institusi sosial yang memiliki nilai-nilai dim ana sem uanya berkepentinga
terhadap kehidupan publik. D alam realitasnya, keduanya justru m enim bulka
arus benturan yang luar biasa yang senantiasa dan m enim bulkan persoalan yan
sulit terselesaikan dengan sem pum a.
Sebagai realitas sosial, kekerasan atas nam a agam a m erupakan salah satu is
publik yang m enjadi obyek pem beritaan media. Pasca reform asi, di tenga
berbagai persoalan keagam aan dan penduduk yang m enganut agam a sen
keyakinan beragam , isu agam a senantiasa m uncul ke perm ukaan. Seperti gayun
bersam but, m edia m assa p u n m elihat bahw a isu keagam aan selalu m em iliki nil
newsworthy yang cukup k u a t
Beberapa kejadian yang dapat dicatat di sini, misalnya aksi kerusuhan <
seputar K a n to r Pengadilan N egri K abupaten Tem anggung (8 /2 /2 0 1 1
Sebelumnya, pada tahun 2008 d an 2009 lalu. Tercatat, aksi penyerangan m ass
terhadap aksi dam ai Aliansi K ebangsaan u n tu k K ebebasan B eragam a da
Berkeyakinan (AKKBB) oleh Laskar Pem bela Islam , sayap organisasi Froi
Pem bela Islam (FPI), di M onas, Jakarta (1 /6 /2 0 0 8 ). K em udian p ad a tahu
MediaMassa, KepentinganVublik, Dan Kekerasan ... 353

2011, m ata rantai tindakan kekerasan atas nam a agam a juga terjadi di wilayah
K ab u p aten Bekasi. T indak kekerasan berlangsung terhadap seorang pendeta
dan jem aat H uria K risten B atak P rotestan (H K B P) di P o n d o k T im ur Indah,
Ciketing, Bekasi-Peristiwa lainnya adalah tragedy penyerangan jam aah
A hm adiyah di Cikeusik, K a b u p aten Pandegelang (6 /2 /2 0 1 1 ). Peristiwa ini pun
kem udian disusul dengan aksi penyerangan P o n d o k P esantren Al- M a’hadul
Islam ,Y A PI, Bangil-Pasuruan (1 5 /2 /2 0 1 1 ),
F enom ena kekerasan atas nam a A gam a atau yang berlatarbelakang agama,
berlangsung pada berbagai daerah di Indonesia. Selam a 2010 —m e n u m t K apolri
di dep an Kom isi V III D P R R I (9 /2 /2 0 1 1 ) —telah terjadi 16 kali kekerasan atas
nam a agam a. H asil riser dari Setara .Institute yang dirilis sebulan lalu bahkan
m enyebutkan baliwa pada 2009 terjadi 33 kasus kekerasan terhadap A hm adiyah
dan pada 2010 m enjadi 50 kasus. Sedangkan selam a 2010 telah terjadi 286
ben tu k pelanggaran kebebasan beragam a d an keyakinan.K em udian,ada 119
tindakan pidana yang terjadi, tindakan provokasi oleh to k o h publik sebanyak 12
tindakan, dan intoleransi ada 52 kejadian.
M araknya fenom ena kekerasan atas nam a agam a p u n m engundang daya
tarik m edia. Space m edia terhadap dalam m em beritakan kasus-kasus kekerasan
atas nam a agam a p u n terns m e n in g k a t Layaknya seperti “ tukang cerita” , m edia
m assa p u n seringkaii kam buh dengan sejum lah penyakit lamanya. M edia m assa
seringkali sulit keluar dari bias peliputan d an juga lekat dengan dramatisasi.
T a k pelak, m edia m assa p u n m endapatkan kritik dan sorotan tajam dari
publik. A da yang m en u d u h m edia m assa cenderung tak akurat d an terlalu
bom bastis dalam m em beritakan fenonem a konflik dan kekerasan atas nam a
agama. A d a juga yang m en u d u h m edia m assa justru m em ancing peningkatan
eksalasi konflik d an kekerasan atas nam a agama.
F enom ena yang lain adalah ketika m edia m assa m enjadi obyek sasaran
“kem arahan publik” . Sebut saja misalnya, kasus pem uatan kartun N abi
M uham m ad yang dilansir harian D e n m ark Jyllands P o ste n yang m elibatkan tdga
media: Rakyat M erdeka O nline (Jakarta), T abloid P eta (Bekasi) dan T abloid
G loria (Surabaya) yang terjadi seldtar bulan S eptem ber 2006. K em udian kasus
lainnya seperti K elom pok m asyarakat yang m enam akan dirinya G A SA K
354 Millah VoL X I, No. 2, Februari 2012

(G abungan A nti Sekularisme dan A nti K om pas) m elakukan dem onstrasi ke


kantor K om pas yang terjadi bulan Ju n i 2006. Lagi-lagi hal ini dilakukan atas
nam a agama.
D i sini m edia m assa tam paknya serba salah. D i satu sisi, adalah tugas m edia
untuk m em beritakan fenom ena penting yang m enjadi persoalan publik, dalam
hal ini fenom ena kekerasan d an konflik atas nam a agama. D i sisi lain, ekspektasi
publik terhadap pem beritaan tersebut juga beragam dan kadangkala cendem ng
m enyalahkan m edia massa.
A rtikel ini hendak m endiskusikan bagaim ana m edia m assa dan kekerasan
atas nam a agam a bukan sekedar bedangsung satu arah saja, akan tetapi
cenderung kom pleks terkait dengan kepentingan publik.

B . D in am ik a M ed ia M a ssa dan K ep en tin gan P u b lik


Perkem bangan m edia m assa Pasca O rde B arn kian didom inasi oleh peran
m edia kom ersial/private. D i tengah m elem ahnya m edia publik, m edia kom ersial
p u n telah m enjadi referensi utam a bagi publik dalam m em peroleh inform asi.
D engan sejum lah inovasi yang dilahirkannya, jum alism e m edia kom ersial pun
kian m am pu m em ukau m ata publik. Isu-isu krusial dengan cepat dihadirkan
oleh m edia kom ersial setiap saat. Publik p u n kian tergantung pada pem beritaan
m edia komersial.
W atak m edia kom ersial ditandai dan dipengaruhi oleh entitasnya sebagai
institusi bisnis. D a p a t kita saksikan bagaim ana arus kepentingan kekuasaan
politik dan ekonom i terus m erubah w atak jum alism e tidak hanya pada m edia
komersial, akan tetapi juga m enjadi referensi bagi style trend jum alism e di
Indonesia. Pertama, dom inasi arus kepentingan kekuasaan dan m odal pada
akhim ya berdam pak pada logika kinerja m edia (media logic) dalam proses news
gathering dan news producing. Kedua, komersialisasi inform asi/pem beritaan m edia
juga kian m enjadikan m edia terjebak dalam dram atisasi fakta. Fakta yang
dihadirkan kian bias karena konstruksi realitas dram atis terns dilakukan akibat
tu ntutan kom petisi pasar. Fakta yang dihadirkan di sini sem ata-m ata
dim aksudkan u n tu k m em enuhi kebutuhan pasar/k o n su m en , bukan untuk
kepentingan publik.
MediaMassa, Kepentingan Publik, Dan Kekerasan ... 355

D alam keseluruhan proses pem beritaan, m edia seharusnya m am pu


m engedepankan em p at hal.1 Pertama, aspek akurasi (accurate). Kedua, m edia ham s
m am pu m enyam paikan pem beritaan secara lengkap (completeness). Ketiga, m edia
dalam pem beritaan ham s m am pu menyajikan hal-hal yang relevan (relevance).
Keempat, m edia dalam pem beritaan h am s m am pu m enyajikan realitas secara
obyektif (impartiality). O leh karena itu, m edia ham s m am pu m enghindari bias
dalam setiap fram ing pem beritaan yang dilakukannya.
Bagaim ana secara ideal m edia m assa m enyajikan realitas kekerasan atas
nam a agam a, atau m enyajikan realitas yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai
keagam aan di Indonesia? Bagi institusi d an pekerja m edia, pertanyaan ini tentu
tidak m u d ah u n tu k dijawab d a n diw ujudkan.Secara norm ative, m edia d ituntut
m am pu m enyajikan realitas yang lengkap dan obyektif. M edia m assa dengan
kerangka norm ative ini te n tu cen d eran g berasum si bahw a setiap realitas adalah
setara di m ata m edia dan bebas nilai. A kan tetapi, dalam kenyataanya tidak
seperti im.
K o n se p ideal-norm atif ini antara lain dianut oleh pakar kom unikasi dan
m edia seperti D ennis M cQuaiL M en u m t M cQ uail (2005) dalam keseluruhan
proses pem beritaan, m edia m estinya m estinya m am pu m engedepankan em pat
hal. Pertama, aspek akurasi (accurate). Kedua, m edia h am s m am p u m enyam paikan
p em beritaan secara lengkap (completeness). Ketiga, m edia dalam p em beritaan ham s
m am pu m enyajikan hal-hal yang relevan (relevance). Keempat, m edia dalam
p em beritaan h am s m am pu m enyajikan realitas secara obyektif (impartiality).
O leh karena itu, m edia h am s m am pu m enghindari bias dalam setiap fram ing
p em beritaan yang dilakukannya.12
Selain itu, M cQ uail (2005) juga m enjelaskan bagaim ana interaksi m edia
terkait dengan aspek internal d a n m tem al.Pertam a, in d iv id u / p e ra n kom unikator
dalam kom unikasi m assa. Kedua, organisasi m edia im sendiri. Ketiga,

1 D enis McQuail, M a ss C om m unication Theory, Fifth Edition, (London, Sage Publications,


2005), haL 355-357
2 I b id
356 Millah Vo/. X I, No. 2, Februari2012

m edium /industri/institusi. Keempat, m asyarakat (societal).Kelima, insritusi publik


intem asional.3
M edia juga memiliki lima ragam relasi. Pertama, relasi organisasi m edia
dengan m asyarakat Kedua, relasi organisasi m edia dengan kelom pok penekan
(pressure groups). Ketiga, relasi organisasi m edia dengan pemilik, klients dan
suppliers. Keempat, relasi organisasi media. Kelima, relasi organisasi m edia
dengan audiences. Kelima, relasi organisasi m edia dengan internal organisasi.
M edia juga memiliki lima jenis tujuan utam a; pertam a, m em peroleh
keuntungan; kedua, tujuan pengaruh sosial dan prestis; keriga, mem aksim alkan
pengaruh terhadap audiens. keem pat, tujuan politik, agama, budaya d ll/; kelima,
m elayani kepentingan publik.4* M engutip pendapat (Shoem aker dan Reese,
1991), M cQ uail (2005) m erum uskan beberapa konsep norm ative m edia yang
m encerm inkan perform ance m edia dalam berbagai kem ungkinan interaksi
kekuiLSza.n.Pertama, isi m edia m erefleksikan realitas social (mass media as mirror o f
society).Kedua, isi m edia dipengaruhi oleh proses sosialisasi dan sikap pekerja
m edia (a-communicator-centred approach). Ketiga, isi m edia dipengaruhi oleh rutinitas
organisasi m edia .Keempat, isi m edia dipengaruhi oleh institusi social dan
kekuasaan di luar media..Kelima, isi m edia m erupakan fungsi dari pem apanan
ideology dan status quo (the hegemonic approach) /
P ada m edia cetak, tantangan terbesar barangkali pada aspek peliputan
pem beritaan d an godaan kepentingan politik jangka pendek— baik dari luar
m aupun dari dalam /ow ner. B erbeda dengan m edia cetak, m edia elektronik—
terutam a televisi— justru m emiliki kerentanan yang sangat besar. Logika kerja
televisi tidak hanya sekedar b ertum pu pada jum alism e televisi semata. N am u n
yang terdepan adalah presentasi yang m ew ujud dalam bentuk program atau
tayangan. Pada aspek ini, genre program akan m enjadi penentu bagaim ana
presentasi peliputan kam panye dan pem beritaan pem ilu dilakukan oleh m asing-
m asing televisi te rse b u t

3 Ib id , hal. 280
4 Ib id , baL 2 8 4
s Ib id , haL 278
Media Massa, Kepentzngan Publik, Dan Kekerasan ... 357

Secara ideal, m edia juga harus menyajikan pem beritaannya secara


m endalam sesuai dengan dasar nilai-nilai d an ideologi yang d ian u t oleh
jum alisnya m aupun oleh media. Bagi kalangan ini, adalah m ustahil jika m edia
harus m enyajikan pem beritaan yang benar-benar o byektif d an bebas nilai (value
free). K arena secara hakiki, realitas yang m enjadi obyek pem beritaan m edia itu
sendiri tidak p e m a h bebas nilai. B ahkan realitas yang m enjadi obyek liputan
m edia itu sendiri rentan dengan beragam m uatan ideologi— baik yang
bersum ber dari institusi sosial keagam aan, institusi negara, institusi bisnis
m aupun institusi publik lainnya. K arena itu, m edia juga harus m enunjukkan
keberpihakkannya dalam m em bela nilai-nilai ideal yang diyakininya dan
m enurutnya juga diyakini oleh m asyarakat luas.
P en g an u t aliran ini misalnya adalah Bill K ovack67 d a n T o m R osentiel
melalui bukunya dengan judul The Elem ents o fJournalism, W hat Newspeople Should
Know and the Public Should E xp eci. K edua pakar terseb u t m enyebutkan ada
sem bilan elem en d an kem udian ditam bah satu elem en— sehingga m enjadi
sepuluh— prinsip-prinsip jum alism e. Pertam a, kew ajiban pertam a jum alism e
adalah pada kebenaran. K ebenaran m enjadi penting bagi kerja jum alism e
agarm asyarakat bisa m em peroleh inform asi yang m ereka b u tuhkan untuk
berdaulat.D alam hal ini, bentuk “kebenaran jum alistik” yang ingin dicapai
bukan sekadar akurasi, nam u n m erupakan b en tu k kebenaran yang praktis dan
fungsionaLPertaannya kem udian adalah, bagaim ana kebenaran tersebut dapat
diw ujudkan oleh mediaPDalam praktekknya, hal ini m enjadi dilematis.

6 Bill Kovack yang dikenal sebagai wartawan nyaris tanpa cacat selama pengabdiannya di
dalam dunia jumalistik itu mcmulai karimya sebagai wartawan pada 1959 di sebuah suratkabar
kedl sebelum bergabung dengan The N ew York Times, salah satu suratkabar kesohor Amerika
Serikat, dan membangun karimya selama 18 tahun di sana. Ia mundur dari koran bergengsi, The
N ew York Times, setelah ditawari menjadi pemimpin redaksi harian Atlanta Journal-
Constitution. Kovach membuat harian ini mendapatkan dua Pulitzer Prize, penghargaan
bergengsi dalam jumalisme Amerika. Kovach menugaskan dan menyunting lima laporan yang
mendapatkan Pulitzer Prize. Pada 1989-2000 Kovach jadi kurator N iem an Foundation for
Journalism di Universitas Harvard dan bersama Rosentiel menggagas Sembilan Elemen
Jumalismeyang tujuarmya meningkatkan mutu jumalisme. Sedangkan T om Rosentiel' adalah
mantan wartawan harian The Los Angeles Times spesialis media dan jumalisme.
7 Lihat Bill Kovack dan Tom Rosentiel. T he E lem en ts o f Jou rn alism , W b a t N ew speople S h ou ld
(N ew York: Crown Publi shers, 2001)
K n ow a n d th e P u blic S h o u ld E x p e ct.
358 Millah Vol X I, No. 2, Februari 2012

Kedua, loyalitas pertam am edia dan jum alism e adalah kepada warga
(citizens). D alam hal ini, m edia secara ideal dituntut melayani berbagai
kepentingan konstituennya: lem baga kom unitas, kelom pok kepentingan lokal,
perusahaan induk, pemilik saham , pengiklan, dan banyak kepentingan lain.
N am un, kesetiaan pertam a haras diberikan kepada warga (citizens). Pertanyaan
yang sulit diw ujudkan di sini adalah, public seperti apa yang dim aksudkan?
Seringkali hal ini menjadi sulit dan paradoks diw ujudkan ketika eksistensi public
itu sendiri tidak p em ah hom ogeny —dan cenderung heterogen - dan memiliki
ragam kepentingan yang terus berkontestasi.
Ketiga, esensi jum alism e adalah disiplin verifikasi. M enurut m ereka, karakter
yang m em bedakan antara jum alism e dengan hiburan (entertainm ent),
propaganda, fik ji, atau seni, adalah disiplin verifikasi. M enurut m ereka, apa yang
sering disebut sebagai “obyektivita’s” dalam jum alism e, sebenam ya bukanlah
pada obyek liputan pem beritaannya, akan tetapi m etode yang digunakannya
dalam m eliput berita. Pada titik ini, kedua pem ikir tersebut tam pak berbeda
dengan M cQ uail (1992;2005). Kalau M cQuail (1992;2005) m em aham i
obyektivitas lebih pada bagaim ana jumalis m elihat realitas secara obyektif dan
m enghadirkan/m enyajikan realitas tersebut dalam liputannya secara obyektif
juga. M enurut Bill K ovack dan T o m Rosentiel, hal tersebut m ustahil dilakukan
oleh jum alis.Yang bisa dilakukan oleh jurnalis adalah m enerapkan m etode
peliputan yang obyektif dengan m enganut sejum lah prinsip intelektual dalam
peliputan8.
H asil kerja jum alistik idealnya ham s berfokus utam a pada apa yang terjadi,
seperti apa adanya. D alam kenyataanya, berita saat ini hadir dihadapan public
kian m engaburkan aspek verikasi dan terseret dalam arus hiburan dan
propaganda. Selain itu, public p u n kadangkala kurang tertarik dengan m odel
penyajian berita yang dinilai “kurang atraktif.D ilem a aspek ketiga ini
sesungguhnya tidak hanya bersum ber dari dalam institusi m edia saja, nam un
juga dipengaruhi oleh kecenderungan public dalam m engkonsum si media.

8 Menurut mereka, ada lima prinsip intelektual dalam ilmu peliputan: 1) Tidak menambah-
nambahkan sesuatu yang tidak ada; 2) Tidak mengecoh audiens; 3) Bersikap transparan sedapat
mungkin tentang m otif dan metode Anda; 4) Lebih mengandalkan pada liputan orisinal yang
dilakukan sendiri; 5) Bersikap rendah had, tidak menganggap diri paling tahu.
Media Massa, Kepentingan Vublik, Dan Kekerasan ... 359

Keempat, m edia d an jum alis h am s tetap independen dari pihak yang m ereka
lip u tA sp e k ini m em pakan hal yang sulit bagi jurnalis u n tu k tetap independen.
B enar bahw a secara form al, jurnalis bisa tetap m enjaga independensi sem angat
dan pikirannya, akan tetapi, seringkali jum alis sulit keluar dari jebakan em pati
dan sim pati terhadap realitas yang dilipum ya. Apalagi jika realitas tersebut sarat
dengan nilai-nilai social, m o ral dan ideology yang dekat dengan dirinya.
KeUma, m edia d an jum alis h am s melayani sebagai pem antau independen
terhadapkekuasaan.D alam hal ini, m edia d an jum alis h am s bertindak sebagai
pem antau independen terhadap kekuasaan. H al yang susah dirum uskan adalah
terkait dengan skala independensi m edia d an jum alis terhadap institusi
kekuasaan. A dalah m ustahil bagi m edia dan jum alis benar-benar sepenuhnya
in dependen terhadap institusi kekuasaan, kendatipun m edia dan jumalis' juga
sulit sepenuhnya benar-benar m endukung atau m enjadi bagian dari kekuasaan.
Keenam, jum alism e h am s m enyediakan fo m m bagi kritik m au p u n kom entar
dari public.Idealnya, m edia d an para jum alis senantiasa m enyediakan fo m m bagi
public u n tu k m enyam paikan gagasan dan inform asi yang dimilikinya. A kan
tetapi, kinerja m edia dan jum alis secara teknis seringkali terjebak dalam
pem ilihan narasum ber yang m ayoritas diantaranya m enjadi bagian dari elit yang
dekat dengan kekuasaan atau mem iliki kekuasaan baik secara structural m aupun
cultural. A kibatnya, suara elit m enjadi preferensi lebih dom inan sebagai nara
sum ber m edia dibandingkan suara public.
Ketujuh, journalism d an m edia h am s berupaya m em b u at hal yang penting
itu m enarik dan relevan.H al yang penting dan relevan ini m uncul tidak lepas
dari dinam ika dan konstruksi kekuasaan.K eberadaan m edia dalam
m endefinisikan h al yang m enarik dan relevan di sini juga senantiasa dipengaruhi
oleh dinam ika ekonom i-politik instim si m edia dan juga kecendem ngan yang
berlangsung dalam am s kekuasaan d an public.D isinilah dilem m a serius bagi
m edia, ketika berhadapan dengan realitas m ana saja yang dianggap m enarik dan
relevan.
Kedelapan, m edia dan jum alis h am s m enjaga agar beritanya kom prehensif
dan proporsionaL U kuran d an definisi kom prehensi d a n proporsional di sini
ren tan dengan tafsir subyektif jum alis dan juga public. K endatipun yang
360 Millah V ol X I, No. 2, Februari 2012

dim aksudkan oleh Bill K ovack dan T o m R osentiel indicator kom prehensif dan
proporsional tersebut adalah kewajiban media dan jumalis, akan tetapi media
juga tidak bisa m elepaskan diri dari indicator kom prehensif dan proporsional
yang ada di m ata public.
Kesembilan, jurnalis memiliki kewajiban untuk mengikuri suara nurani
m ereka.N urani jurnalis m em pakan sesuatu yang sulit untuk diperdebatkan.A da
beragam karakter jumalis dengan kecendem ngan orientasi nilai-nilasi social,
m oral dan ideology yang berbeda. Jum alis tentu bukan malaikat yang senantiasa
lepas dari nasfu, hasrat dan kepentingan akan kekuasaan. K arena itu, m enjadi
dilematis di sini, bagaim ana suara nurani jumalis tersebut benar-benar ideal
terjaga dalam m engawal kepentingan public.
Y-esepuluh, w arga juga memiliki hak dan tanggung jawab dalam hal-hal yang
terkait dengan berita.A spek yang terakhir ini secara teknis sangat
m em ungkinkan u n tu k difasilitasi jurnalis dan m edia.D engan berbagai
perkem bangan teknologi inform asi, khususnya internet, warga tidak lagi sekadar
konsum en pasif dari media, tetapi m ereka juga m enciptakan media
sendiri.Melalui blog, jurnalisme online, jurnalisme warga (citizen journalistn),
jurnalisme kom unitas (community journalism j dan m edia alternative, warga sangat
m em ungkinkan untuk senantiasa • menyam paikan pem ikiran, opini, dan
berita.D ilem a yang kem udian m uncul adalah bagaim ana jumalis d an media
m am pu m em fasilitas hal dan tanggung jawab warga terkait dengan representasi
suaranya sebagai public.Tidak m udah tentunya bagi jumalis dan institusi m edia
untuk m elakukan itu.

C. K onstu ksi K ep en tin gan P u b lik d an K ekerasan A tas N a m a A gam a


Pola hubungan antara ’’kepentingan publik” di sam sisi dengan m edia di
sisi yang lain m enjadi akar persoalan dibalik relasi antara m edia m assa dan
perilaku kekerasan atas nam a agama. M cQ uail m endefinisikan bagaim ana pola
hubungan ini dengan istilah ’’akuntabilitas m edia” . D ari berbagai kasus sengketa
sengketa yang terjadi antara publik dengan m edia kita bisa m elihat bagaim ana
para pihak (stake holder) selama ini m em aham i kebebasan pers dan aturan
perundang-undangan yang m enjam in kebebasan pers. A pakah m asing-m asing
MediaMassa, 'Kepentingan Publik, Dan Kekerasan ... 361

pihak m em punyai titik acu yang sam a, balk dalam m em andang kebebasan pers
m aupun upaya penyelesaian sengketa ketidakpuasan publik dengan isi m edia.910
Secara um um , ada tiga teori tentang kepentingan publik: kepentingan
publik sebagai penjum lahan kepentingan pribadi (preponderance theory),
kepentingan um um (common interest theory) dan kesatuan (unitary theory)™. Pertama,
kepentingan publik sebagai penjum lahan kepentingan pribadi (preponderance
theory). T e o ri ini didasarkan pada asum si bahw a kepentingan publik adalah
penjum lahan dari kepentingan-kepentingan individu.K epentingan publik
karenanya tidak bertentangan dengan kepentingan individu, karena kepentingan
publik pada dasam ya adalah agregat dari berbagai m acam kepentingan-
kepentingan perseorangan. T eo ri ini kerap juga disebut teori m ayoritarian,
karena kepentingan publik digam barkan sebagai kum pulan p en d ap at dari
banyak orang.
K epentingan publik di sini m enekankan pada “ apa yang diinginkan oleh
orang banyak” . K epentingan publik di sini bisa dicerm inkan d an diketahui dari
hasil polling, rating d an berbagai data lain yang m enunjukkan apa yang
diinginkan oleh banyak orang. K ririk terhadap teori ini berkaitan dengan hak
dari kelom pok m inirotas. K haiayak pem irsa televisi yang m enyukai program
acara kesenian tradisional (wayang, ketoprak) tidak akan m endapatkan tayangan
tersebut, karena acara kesenian tradisional tersebut dinilai bu k an acara yang
berhubungan kepentingan publik— disukai banyak orang.
Kedua, kepentingan publik sebagai kepentingan bersam a (common interest).
T eori ini didasarkan p ad a gagasan-gagasan J.J. R ousseau m engenai kehendak
um um . D alam teori ini, kepentingan publik dikaitkan dengan kepentingan
bersam a. Selain kepentingan pribadi, setiap orang p a d a dasam ya m em punyai
kepentingan bersam a. Sistem keuangan, listrik, transportasi adalah co n to h -

9 D enis McQuail, M a ss C om m unication Theory, Fifth Edition, (London, Sage Publications,


2005).
10 Penjelasan mengenai teori-teori kepentingan publik ini, dikutip dari Dennis McQuail,
(London, Sage Publication, 1992),
M ed ia Perform ance: M a ss C om m unication a n d T he P u blic In terest,
hal. 22-23; Everette M. D ennis,” The Press and the Public Interest A Definitional Dilemma”
dalam D ennis McQuail (ed), 'Reader in M a ss C om m unication T h eoty, (London, sage Publication,
1996), hal. 163-165.
362 Millah Vol. X I, No. 2, Febntari 2012

co n to h kepentingan bersam a. T eori ini m enekankan adanya barang-barang


publik (publicgood), yang tidak dimiliki oleh pribadi atau individu.
K epentingan publik bukanlah penjum lahan dari pendapat individu, karens
posisi dari kepentingan um um itu sendiri berbeda dengan kepentingan pribadi
A cara sinetron atau hiburan di suatu televisi, bukanlah program yang berkaitar
dengan kepentingan publik dalam teori ini. A cara ini meski d ito n to n olefc
banyak orang hanya m encerm inkan selera atau keinginan orang. Sebaliknya
acara yang berkaitan dengan inform asi politik, berita m engenai kom psi yang
dilakukan oleh pejabat negara, adalah contoh dari program yang berkaitar
dengan kepentingan publik. Acara-acara ini berkaitan dengan maasalah-masalah
bersam a warga atau kom unitas.
T eori ini tidak m elihat kepentingan um um dalam konsepsi mayoritarian.
T eori ini percaya bahw a ada kepentingan bersam a (common interest), dan ini tidak
berkaitan dengan selera atau pendapat dari individu-individu. Salah satu ilustrasi
dari penerapan teori ini adalah adanya aturan m engenai kewajiban m edia (dalam
m asa kam panye Pemilu) untuk m em berikan kesem patan yang sam a kepada
partai politik. A tau kewajiban agar m edia m em berikan perhatian lebih kepada
kelom pok m inoritas dan marjinal— perem puan, b uruh dan penyandang cacat.
D alam konsepsi teori penjum lahan preponderance theory), upaya ini tidak
berkaitan sam a sekali dengan kepentingan publik. Jika konsum en media
(dibuktikan lew at survei atau rating televisi) m em ang tidak m enginginkan
m en o n to n berita-berita tersebut, tidak ada kewajiban m edia untuk
m em beritakan kelom pok te rse b u t Tetapi dalam konsepsi teori kepentingan
bersam a (common interest), m asalah yang berkaitan dengan kelom pok m inoritas
atau m arjinal adalah m asalah bersam a sebagai warga. M edia ham s m em beri
tem pat kepada mereka, biarkan p u n berita m engenai kelom pok ini tidak disukai
oleh khalayak penonton.
Ketiga, kepentingan publik sebagai kesatuan (unitary theory). D alam teori ini,
kepentingan publik dikaitkan dengan standar nilai atau m oral atau nilai tertenm
dan m oral yang m enjadi rezim yang berkuasa di dalam kehidupan publik.D alam
m asa m odem , kepentingan publik dari teori ini berkaitan dengan sistem politik
d an hukum dari suatu m asyarakat atau negara. K epentingan publik dipaham i
Media Massa, Kepentingan Publik, Dan Kekerasan ... 363

sebagai bagian d a ti sistem politik, sistem inilah yang m enentukan m ana yang
iianggap sebagai kepentingan p u blik dan m ana yang tidak. T eo ri ini
nem bedakan an tara pilihan (preferensi) dengan kepentingan. Pilihan
jpreferensi) berkaitan dengan “apa yang diinginkan oleh orang banyak” ,
sem entara kepentingan berkaitan dengan apa yang d iten tu k an oleh stan d ar
m oral, hukum dan sistem sebagai kepentingan publik.
D alam m em aham i, m endefinisikan d an m enafsirkan kepentingan pu b lik
ini, baik N egara, m edia m assa, in stitu si keagam aan dan pu b lik seringkali
tnenjalankan tiga hal. Pertama, seriap ak to r dalam kehidupan publik akan
senantiasa m engidentifikasi kepentingan publik berdasarkan nilai-nilai dasar
p n g dianutnya atau rezim nilai yang m enguasai alam pikirannya. Kedua, m asing-
m asing ak to r dalam kehidupan p u blik ada kecenderungan sulit terh in d ar dari
konflik nilai dalam m enafsirkan apa itu kepentingan publik. Ketiga, m asing-
m asing ak to r dalam kehidupan publik juga cenderung m em iliki m akna yang
beragam , berbeda, bahkan berseberangan ten tan g apa yang d iseb u t sebagai
“publik” .
A spek p ertam a adalah bagaim ana kepentingan publik terseb u t diidentifikasi
oleh publik. M cQ uail (2005) m em buat suatu kerangka yang m enarik u n tu k
m engidentifikasi kepentingan p u blik dalam m edia.nM cQ uail (2005)
m enggam barkan ad a banyak agen kepentingan publik— -kelom pok yang
m etnpunyai kepentingan sendiri d a n m engklaim kepentingan m ereka sebagai
kepentingan p u b lik A g en kelom pok kepentingan te rseb u t m em b u at klaim
kepentingan pu b lik dalam suatu sistem kom unikasi dan p em erintahan te rte n tu
(Lihat G am b ar 1).
A da em pat elem en p en tin g dari m odel kepentingan p u b lik m en u ru t
M cQ uail (2005).

uLihat Dennis McQuail, Media Performance: Mass Communication and The Public Interest,
(London, Sage Publication, 1992), haL 26-29.
364 Millah V ol X I, No. 2, Februari 2012

KEBIJAKAN (POLITY)

N IL A I-N IL A ) K O M U N tK A S I
Berkaitan dengan kebebasan, persam aan,
koragaman, objektifitas, dan sebagainya

PILIHAN IDE K E PE N TIN G A N PU B L IK ( PU B L IC


IN T E R E S T ) ISAoyorltarlan, k e p e n t l n g a n u m u m ( c o m m o n
in te re s t), k e s a t u a n ( u n ita r y )

AGEN W " --------- L A ir

I
Kelompok kepentingan
( partai, kelompok agama,
suku, dsb)

D a fta r
p lllh sm

K r lte r la
p e n c a p a la n

G am bar 1: Identifikasi K epentingan P ublik (Public Interest) D alam


M edia12

K ebijakan (polity), m erujuk pada forum atau lokus p em buatan kebijakan


dim ana klaim m engenai kepentingan publik dibuat. U m um nya hal in i m enunjuk
pada sistem hukum , sistem m edia, kebijakan dan p eratu ran perundang-
undangan d i bidang m edia dan sebagainya. K laim m engenai kepentingan publik
m ungkin d ibuat dalam suatu forum atau kelom pok kepentingan (seperti
organisasi profesional, dew an pers dan sebagainya) tetap i klaim itu d ib u at dalam
suatu aturan m ain bersam a {rule o f game). A turan m ain itu yang m enentukan
bagaim ana klaim kepentingan um um d ibuat d an disuarakan o leh m asing-m asing
kelom pok kepentingan m edia.
N ilai-nilai fundam ental kom unikasi berkaitan dengan prinsip-prinsip um um
yang disepakati bersam a. K om unitas atau m asyarakat m elihat prinisp
kom unikasi in i sebagai barang bersam a (public good) yang harus dihorm ati.

i2Ib id , haL 28.


Media Massa, Kepentingan Publik, Dan Kekerasan ... 365

entuk d ari p rin sip kom unikasi ini berm acam -m acam , m ulai d a n pentingnya
ebebasan p e ts, pendidikan, keragam an in fo n n a si, p an isip asi sosial dan
jbagainya.
A gen kepentingan um um m erujuk pada kelom pok yang p o ten sial m em b u at
laim ten tan g kepentingan publik. K elom pok k epentingan in i b eru sah a
leyakinkan bahw a kepentingan m ereka yang paling p e n d n g d a n layak m enjadi
spentdngan bersam a. A da banyak agen kepentingan um um , d ari organisasi
ledia, kelom pok keagatnaan, kelom pok suku, organisasi pro fesi d an
;bagainya.K laim , m erujuk pada elem en atau gagasan yang d itekankan m enjadi
jp entingan um um .
M odel yang d ib u a t oleh M cQ uail (2005) in i m enggam barkan kepentingan
mum dalam suatu sistem . M asing-m asing pihak (agen) b isa m engklaim
m d ap at kelom poknya sebagai kepentingan publik. B erbagai klaim ini berada
dam nilai-nilai fundam ental kom unikasi d an kebijakan te rte n tu . Sebagai
rstrasi m isalnya p erd eb atan m engenai larangan m edia p o m o g rafi. A da banyak
$en d engan klaim kepentingan pu b lik yang berbeda-beda. A d a p ihak yang
lenyatakan m edia po m o g rafi perlu dilarang karena m em sak m oral. T e ta p i ada
ihak lain yang b erp en d ap at, m edia p o m o g rafi tidak p e d u dilarang. Y ang perlu
lakukan hanyalah pem batasan—distrib u si m edia te rseb u t dib atasi sehingga
ing bisa m engaksesnya hanya o ran g dew asa saja. K laim yang d ib u at m asing-
tasing agen klaim te rse b u t dilengkapi dengan detil pilih an rencana.
Saling klaim atau p ertantangan d i an tara agen k ek epentingan p u b lik ini,
dam k onsepsi M cQ uail (2005), tid ak m asalah. H al in i m erupakan p roses yang
am iah, asalkan berbagai p erd eb atan itu b erad a dalam sistem yang sarna.
’.rtama, p erd eb atan atau k o n flik berada dalam b atas-b atas ru an g lingkung nilai
sm unikasi fundam ental yang sam a— sep erti keragam an in fo n n a si, hak
asyarakat u n tu k ta h u d an kebebasan pers. D en g an kata lain, p erd eb atan
engenai p e d u fidaknya pelarangan m edia p o m o g rafi itu haru slah berada dalam
:m aham an yang sam a d i an tara m asing-m asing agen m engenai pentingnya
:bebasan pers. M isalnya, tidak ada usulan b erk aitan d en g an p e rd eb atan soal
edia p o m o g rafi itu soal h ak d ari dep artem en p em erin tah u n tu k m elarang
:nerbitan m edia (breidel)— m eski itu dikenakan p ad a m edia p o m o g rafi. Kedua,
366 Millah Vol. X I, No. 2, Februari 2012

perdebatan dan konflik itu juga masih berada dalam aturan main (rule o f game
yang sama. Misalnya Undang-Undang Pers yang dijadikan sebagai aturan mail
bersama, sehingga berbagai usulan, tindakan didasarkan pada semangat dan is
dad Undang-Undang Pers tersebut.
kedua adalah potensi konflik kepentingan dalam menafsirkai
kepentingan publik dan bagaimana hal tersebut diselesaikan. Ada kemungkinai
terjadi konflik antara kepentingan kelompok ( yang mengatasnamakan publik
dengan media. Gambar 2 menyajikan kemungkinan konflik yang terjadi.

Gambar 2: Sistem Kepentingan Publik dan Kepentingan Media13

Everet E. Dennis (1998) menyebut ada tiga level penyelesaian sengkett


antara kepentingan publik dengan media. Pertama, level primer. Di sin:
penyelesaian kasus diselesaikan secara internal misalnya dengan menggunaar
mekanisme yang diatur dalam kode etik, peraturan perusahaan, perjanjian
pribadi, dan sebagainya. Kedua, level sekunder. Di sini penyelesaian kasus13

13 Everette M Dennis, ”The Press and the Public Interest A Definitional Dilemma” dalam
Dennis McQuail (ed), R eader’s in M a ss C om m unication Theory, (London, Sage Publication, 1998),
haL 171
M edia Massa, Kepentingati Publik, Dan Kekerasan .. . 367

nelibatkan D ew an P ers, organisasi p rofesi, kelom pok kepentingan, dan


;ebagainya. K etiga, klevel tersier. Penyelesaian sengketa dalam level ini
nenggunakan jalur pengadilan.

L E V E L P R IM E R
H u b u n g a n in f o r m a l, p e r ja n jia n p r ib a d i,
k o d e e t ik , la t a r b e la k a n g p r o fe s io n a l,
lin g k u n g a n k e r ja , p e r a tu r a n p e ru s a h a a n ,
d a n s e b a g a in y a

LEVEL SEKUNDER
A g e n k e p e n t in g a n u m u m , k e lo m p o k
k e p e n t in g a n , d e w a n p e rs , m a s y a ra k a t
p r o f e s io n a l m e d ia , o r g a n is a s i p r o fe s i, d a n
s e b a g a in y a

L E V E L T E R S IE R
P r o s e s h u k u m , p e n g a d ila n , le g is la s i,
k e p o lis ia n , d a n s e b a g a in y a

G am bar 3: K onflik kepentingan publik14

A spek yang ketiga adalah, bagaim ana kelom pok yang ada di m asyarakat
lem aham i dan m em aknai “pu b lik ” . B agaim ana kelom pok-kelom pok yang ada
alam m asyarakat m em perj uangkan d an m enyalurkan aspirasi kepentingan
ublik dalam p en g ertian m ereka.Secara teo ritis, ada tiga definisi publik— yaitu
ublik dalam p engertian m ayoritatian, kepentingan bersam a (com m on interest)
an kesatuan (unitary).
A da kecenderungan k uat dim ana agen kelom pok kepentingan d i In d o n esia
lasih m engacu pada definisi p u b lik dalam k onsep “m ay o ritatian ” . P ublik d i sini
ipaham i dan d ipersepsi sebagai penjum lahan p en d ap at d ad o ran g p er
cang.Dalam benak sejum lah kelom pok (seperti F P I, M M I, H T I, organisasi

14 Ib id , hal. 168.
368 Millah V ol X I, No. 2, Februari 2012

pem uda pada p artai politik dan sebagainya), m asih m endefinisikan kepentingar
publik sebagai “apa yang diinginkan oleh m ayoritas orang’M su seperti agam a
bisa dltarik sebagai isu publik karena dikaitkan dengan m ayoritas pendudui
Indonesia yang beragam a Islam —b etapapun isu te rseb u t sebetulnya bukan ist
pen tin g . Pandangan ini juga m engakibatkan, agen kepentingan public tertentx
itu (seperti F P I, M M I, H T I,dsb) bisa m engklaim sebagai perw akilan atau
representasi dari publik m ayoritas Islam , sehingga suaranya harus didengar olefc
m edia.
Pem aham an akan “publik” seperti ini, dalam konteks m edia, bisa berakibal
pada dua aspek. Pertama, m asalah-m asalah yang sebenam ya berkaitan dengan
kepentingan suatu kelom pok (atau organisasi) bisa ditarik seolah-olah m enjadi
m asalah khalayak \m m m .Kedua, kelom pok atau organisasi yang
m em perjuangkan kepentingan m ereka bisa m engklaim diri sebagai representasi
atau w akil dari m asyarakatllustrasi yang paling m udah adalah dalam kasusrkasu
syang berkaitan dengan pem beritan terhadap Islam .A gen kelom pok
kepentingan bisa m engklaim protes atau ketidakpuasan m ereka sebagai suara
publik, karena m ereka m em perjuangkan kepentingan pem eluk Islam — agama
m ayoritas d i Indonesia.M isalnya dalam kasus p ro tes G A SA K pada H arian
K om pas.P em eberitaan harian K om pas yang kritis pada R ancangan U ndang-
U ndang A nti Pom ografi, dinilai oleh G A SA K (G abungan A nti Sekularism e dan
A n ti K om pas) sebagai bukti bahw a K om pas “m em usuhi”Islam .Para aktivis
G A SA K m enilai tindakan dan p ro tes m ereka pada K om pas adalah dalam
rangka m em perjuangkan kepentingan um at Islam .
A kibat lebih lanjut, kerap kali p ro tes atau ketidakpuasan dihubungkan atau
dikaitkan dengan Islam —agar pro tes m ereka m endapat dukungan lebih luas
dari m asyarakat. C ontohnya dalam kasus p en erb itan M ajalah Playboy.A gen
kelom pok kepentingan publik m engaitkan p enerbitan m ajalah ini sebagai
m elaw an Islam , tidak sem ata pada persoalan pom ografi itu sendiri.
M asing-m asing stake ho ld er ( baik m edia, pengam at dan agen kepentingan
publik) m em punyai persepsi yang berbeda m engenai “kepentingan publik” dan
bagaim ana “kepentingan publik” itu disalurkan. A danya perbedaanini
Media Massa, Kepentingan Publik., Dan Kekerasan ... 369

menyebabkan kemungkinan sengketa media denganmengatasnamakan


kepentingan publik bisa terns terjadi.

Tabel 1
Definisi Kepentingan Publik dan Agen Kepentingan Publik15
Definisi Publik Agen kepentingan Pengamat Media
publik
Definisi kepentingan Mayoritarian. Publik Comm on interest Mayoritarian.
publik adalah kelompok Kepentingan publik Umumnya dilihat
mayoritas (misalnya berkaitan dengan dari seberapa banyak
agama Isiam). kepentingan sebuah program atau
khalayak banyak. berita ditonton /
dibaca oleh khalayak.

Bagaimana Media harus Media harus Program disesuaikan


KepentinganPublik melayani menyuarakan dengan apa yang
Diperjuangkan? kepentingan kepentingan diinginkan oleh
kelompok mayoritas khalayak banyak khalayak.
(misalnya agama
Islam)

D . A g a m a d a n K o n s tru k s i K e p e n tin g a n P u b lik


R ezim O rd e B aru m em pakan salah satu co n to h sebuah rezim polirik yang
secara cerdas m em bangun konstruksi social budaya harm oni dan kekeluargaan
untuk m enjaga stabilitas dan kepentingan politiknya. K arena itu , R ezim O rd e
B am sangat tak u t dengan p o ten si ap ap u n di dal am m asyarakat yang bisa
m ereproduksi resistensi, perlaw anan, d an konflik atas nam a kelas, etnis, agam a
dan budaya yang berm uara p ad a kekerasan. K arena itu , R ezim O rd e B am tan p a
lelah m ereproduksi konstruksi budaya social harm oni dan kekeluargaan u ntuk
m elaw an arus k o nstruksi budaya kekerasan yang bersum ber d ari m anapun.

15 Nyarwi dan Eriyanto. K e p e n tin g a n P u b lik d a n K e b eb a sa n P e n : S tu d i K a su s S e n g k e ta P u b lik d a n


d i In d o n e sia . (Jakarta: Laporan Penelitian. Lingkaran Survei Indonesia (LS1)-DRSP-
M e d ia
USAID. Novem ber, 2007).
370 Millah VoL X I, No. 2, Februari 2012

K endatipun paradox R ezim O rde B arn adalah m elaw an konstruksi budaya


kekerasan dengan m etode yang penuh dengan keketasan.
Pasca O rd e B aru, kontestasi para elit yang b ere b u t kekuasaan senantiasa
b ertarung ke puncak inri kekuasaan. M odal politik, m odal social dan m odal
kultural yang digunakan adalah daya dukung legitim asi social, politik, dan
budaya yang ada pada m asyarakat local. M asyarakat local yang berakar dari
ideology, budaya etnis, agam a, dan kelas social terten tu in i kem bali m enjadi
obyek kostruksi social dalam tagam identitas yang ditem pelkan dari iu ar dirinya.
R agam konstruksi social ini dibangun bisa m elalui nilai-nilai yang
disebarkan, interaksi d an jejaring para elit local dengan elit nasional hingga
m ew ujud d an m engental dalam identitas organisasi m asyarakat d an keagam aan.
R agam konstruksi social yang dibangun oleh para elit in i p u n direproduksi oleh
m asyarakat local secara intens. K esadaran keberbedaan identitas antara
kelom pok p u n terns m enerus m enguat secara h o rizo n tal di tengah-tengab
m asyarakat. M aka tidak h eran tiba-tiba ledakan kekerasan h o rizo n tal atas nama
A gam a terjadi d i Pandegelang, Tem anggung dan Pasuruan. M ereka adalah
obyek konstruksi social dari am bisi para elit d i panggung kekuasaan.
K onstruksi social yang m enggiring pada logika kekerasan, pada mulanya
m erupakan kekerasan cultural. P ada arena kekerasan cultural ini, identitai
keberbedaan tern s dipergunjingkan secara negative dari fase halus hingga kasar
E kspresi d ari ucapan hingga tindakan dalam m encacim aki keberbedaan in
kem udian m ew ujud m enjadi kekerasan psikologis. K ehadiran elit dan N egarj
dengan m em aksakan sejum lah regulasi yang m em inggirkan kelom pol
keagam aan m erupakan b en tu k kekerasan structural. D asar legitim asi regulas
N egara dan juga legitim asi teologis dari para elit agam a yang m endom inasi in
pada akhim ya m em icu ekspresi b en tu k kekerasan langsung. P ada fase inilal
kem udian ledakan kekerasan horizo n tal antas p en g an u t agam a Islam dengar
A ham diah d i Pandegelang, antara Islam dan K risten d i T em anggung dai
m asyarakat yang m enyerang pesan tren Y A PI P asuruan tak d apat dibendung.
B arangkali banyak elit yang tid ak m enyadari bahw a arus k o nstruksi socia
yang dibangunnya dalam rangka m em perkuat iden titas agam a dan ideolog]
keagam aannya dalam jangka panjang terns m enyim pan bahaya besat
MediaMassa, Kepentingan Publik, Dan Kekerasan ... 371

K o n struksi social para elit yang m am pu m endom inasi ta fsir dan ideology
keagam aan (term asuk dalam agam a Islam ) kian m enjadikan m asyarakat
terk o tak -k o tak secara sem pit dalam jejaring social yang kian eksklusif.
A kibatnya, m asyarakat local seperri m enjadi obyek perm ain catu r d ari jejaring
kuasa elit dalam panggung konstruksi sosialnya u n tu k m enopang legitim asi
kekuasaan.
A gam a m erupakan nilai-nilai yang h id u p dalam ruang publik. Sebagai nilai
universal, dom inasi nilai-nilai keagam aan tu m b u h , berkem bang d an m enguat
secara beragam dalam ruang publik. A dakalanya, nilai-nilai agam a m am pu
m endom inasi nilai-nilai budaya dalam m asyarakatnya. B ahkan karena dom inasi
nilai-nilai agam a te rte n tu ini pada akhim ya susah m em bedakan antara nilai-nilai
budaya d an agam a. T idak hanya itu nilai-nilai agam a in i bahkan m am pu
m enggantikan atau m engisi atau b ah k an m engkonstruksikan nilai-nilai budaya
terten tu .
Sebagai co n to h selam a b eb erap a abad terakhir, kita su lit sekali
m em bedakan antara budaya m elayu dengan nilai-nilai Islam . Perkem bangan
budaya m elayu baik di Indonesia, m au p u n d i negara-negara A sia T enggara
tam pak diw am ai dengan budaya Islam . H al in i b erb ed a dengan budaya Jaw a
dim ana nilai-nilai Islam tak m am pu sepenuhnya m enggantikan dan m enggeser
budaya tersebut.
N ilai-nilai agam a juga m am pu m endom inasi sistem sosial d an sistem
politik. P ad a sistem sosial, nilai-nilai agam a h ad ir d an ik u t b erp eran p en tin g
dalam m em bentuk stru k tu r sosial, dim ana to k o h -to k o h atau pem im pin agam a
m endapatkan tem p at te rte n tu yang m em iliki kekuasaan dalam sistem sosial.
D alam sistem politik, nilai-nilai agam a ik u t m en d o ro n g lahim ya p artai politik
yang berbasis agam a. T idak hanya itu , bahkan dalam sistem p o litik , nilai-nilai
agam a adakalanya m endom inasi sistem ketatanegaraan sebuah negara-bangsa.
D o m in asi nilai-nilai agam a in i p ad a akhim ya ik u t m endefinisikan dan
m engkonstruksikan apa itu kepentingan p u b lik (public in terest). Sejak tah u n
2006 lalu setidaknya te rc atat enam kasus dim ana m edia m assa m enjadi obyek
kem arahan publik karena m em u at p em beritaan yang cenderung
m endiskreditkan agam a terten tu . E n am kasus in i terjad i pada ta h u n 2006-2008,
372 Millah Vol. X I, No. 2, Februari 2012

dan terbagi atas 3 kasus yang m ellbatkan suratkabar dan 3 kasus yang
m elibatkan m edia televisi. K asus-kasus terseb u t m elibakan ’’kepentingan
publik” di satu sisi dengan m edia di sisi lain.
T abel 2
G am baran singkat kasus-kasus
Kasus Waktu U raian Singkat K asus
Pemuatan kartun September Kasus bermula dari pemuatan kartun karya Kurt
Nabi Muhammad 2006 Westergaad di harian Denmark Jyllands Posten.
yang dilansir harian Kartun ini menuai protes dari masyarakat Muslim di
Denmark Jyllands seluruh penjum dunia, karena kartun itu dipandang
Posten. Kasus ini menghina Nabi Muhammad. Tiga media di Indonesia
melibatkan tiga (Rakyat Merdeka Online, Tabloid Peta dan Tabloid
media: Rakyat Gloria) memuat ulang beberapa kartun tersebut di
Merdeka Online halaman mercka. Pemuatan kasus ini menuai protes
(Jakarta) , Tabloid dari kelompok Islam— diantaranya yang' paling
Peta (Bekasi) dan kencang adalah Front Pembela Islam (FPI) yang
Tabloid Gloria melakukan demonstrasi ke masing-masing media.
(Surabaya)
Protes GASAK Juni 2006 Kelompok masyarakat yang menamakan dirinya
pada Harian GASAK (Gabungan Anti Sekularisme dan Anti
Kompas Kompas) melakukan demonstrasi ke kantor Kompas.
GASAK adalah gabungan dari 80 organisasi massa
diantaranya FPI, FBR, D D II, dan TPI. Mereka
menilai berita Kompas menyudutkan Islam. Berita
Kompas yang dinilai memojokkan itu diantaranya
adalah berita soal R UU Pomografi dan Pomoaksi.
Penerbitan Majalah April 2006 Kasus ini bermula dari penerbitan majalah Playboy
Playboy yang terbit perdana April 2006. Penerbitan majalah
ini memancing protes dan demonstrasi yang
dilakukan oleh sejumlah organisasi massa Islam—
seperti FPI, FUI dan sebagainya. Demonstrasi ini
juga terjadi di beberapa kota seperti Jakarta, Bandung,
Semarang, Makasar dan Yogyakarta. Menurut
mereka, penerbitan Playboy sama saja dengan
memberi ijin terhadap subumya praktek pomografi.
MediaMassa, Kepentingan Publik, Dan Kekerasan ... 373

D i negara dem okrasi, kelom pok kepentingan bisa saling m engajukan klaim
dan gagasan, tetap i sem ua pihak m em punyai pem aham an yang sam a akan
prinsip kom unikasi. M isalnya, adanya pem aham an yang sam a m em genai
pentingnya kebebasan pers, pentdngnya tidak ada sen so r dan breidel pada
m edia, d an sebagainya. D i sini, m asing-m asing kelom pok bisa berbeda p en d ap at
dan pandangan. T etap i m enyangkut prinsip kom unikasi yang p enting, sem ua
pihak m em punyai kesam aan pandangan. Sem ua pihak m enyadari pentingnya
kebebasan p ers, pers yang independen, d an sebagainya.

MASALAH 1

MASALAH 2

MASALAH 3

D ilem a m edia dan kekerasan atas nam a agam a jelas sekali terk ait dengan
definisi d an konstruksi atas kepentingan publik. H al in i dibarengi dengan
kontestasi klaim atas nam a kepentingan publik. K o ndisi in i m enim bulkan tiga
dilem a sekaligus. Perfama,tid ak ada kesam aan dalam h al pilihan kepentingan
publik yang diperjuangkan. A da kecenderungan K elom pok kepentingan di
In donesia m asih m engacu pada definisi pu b lik dalam k onsep “m ayoritarian” .
Kedua, tid ak adanya prin sip kom unikasi yang dipaham i d an disepakati bersam a
oleh agen kelom pok kepentingan, m edia dan stake h o ld e r yang lain. D i negara
dem okrasi, kelom pok kepentingan bisa saling m engajukan klaim dan gagasan,
374 M ilkb V ol X I, No. 2, Februari 2012

tetap i sem ua pihak m em punyai pem aham an yang sam a akan prinsip
kom unikasi. M isalnya, adanya pem aham an yang sam a m em genai pendngnya
kebebasan pers, pentingnya tidak ada sensor d an breidel pada m edia, dan
sebagainya. KetigOjU&ak adanya pem aham an yang sam a terhadap polity
(kebijakan atau p eraturan perundang-undangan) yang ada.
D i negara B arat, sem ua kelom pok kepentingan m engacu pada aturan
p e rundang-undangan yang sam a d an disepakati (dipaham i) secara bersam a-sam a
pula. A tu ran perundang-undanga ini m enjadi a tu ran m ain bersam a di antara
berbagai kelom pok yang ada dalam m asyarakat, term asuk ketika berhubungan
dengan m edia.Indonesia sudah m em punyai aturan perundangan-undangan yang
re la tif baik—yakni U U P ers dan U U Penyiaran.M asalahnya, berbagai aturan
perundangan terseb u t belum m enjadi aturan m ain bersam a di antara berbagai
pihak P em aham an dan ritik pijak yang berbeda in i yang m enyebabkan kerapkali
rindakan yang dilakukan ketika ada sengketa dengan m edia, tidak m engacu pada
U U P ers atau U U Penyiaran.

E . P en u tu p
D ilem a m edia m assa dan fenom ena kekerasan atas nam a agam a di
In donesia bersum ber dari satu h al yaim bagaim ana kepentingan pu b lik tersebut
dikonstruksikan d an dim aterialisasikan oleh m asing-m asing aktor, agen dan
in stitusi sosial dalam kehidupan publik. Seperti apa dan b agaim ana konstruksi
kepentingan p u b lik terseb u t berlangsung pada akhim ya m em buka tiga
kecenderungan, apakah kepentingan publik dim aknai sebagai kepentingan
m ayoritas (m ajoritarian), kepentingan bersam a (common interest) atau kepentingan
bersam a-sam a (unitatian).
N egara cenderung leb ih m udah m endefinisikan d an m engkonstruksikan
kepentingan pu b lik sebagai kepentingan bersam a (unitatian). K endatipun dalam
krisis p o litik terten m m asih terus dipersoalkan o leh sejum lah kelom pok politik,
negara m em iliki dasar legitim asi konstitusi dasar sebagai fondasi utam a. A kan
tetap i h al in i berbeda bagi sejum lah ak to r d an agen dalam kehidupan publik
dim ana kepentingan pu b lik cenderung dim aknai sebagai kepentingan m ayoritas
Media Massa, Kepentingan Vublik, Dan Kekerasan ... 375

(m ajoritarian). Sisi lain, m edia cenderung m em aknainya sebagai kepentingan


bersam a (common interest) yang m enjadi k o n sen utam a bagi k ehidupan publik.
P etb ed aan arus konstruksi in i m enim bulkan p erso alan dalam kehidupan
nyata, ketika kepentingan pu b lik terseb u t dim aterialisasikan. K etika berhadapan
dengan negara atas d asar kepentinga bersam a-sam a (unitarian), negara m em iliki
dasar legitim asi yang k uat karena h al te rseb u t telah digariskan dalam konstitusi
kenegaraan. N egara juga punya in stru m en kekuasaan d an aparatus yang b ersifat
legal dalam m enegakkan kepentingan publik. A tas nam a penegakan hukum ,
negara bahkan bisa m engam bil tindakan hukum sesuai d engan p eratu ran dalam
undang-undang.
A kan tetap i h al in i berbeda dengan m edia m assa, dim ana d asar n o rm a tif
legitim asi m edia m assa sebenam ya tidaklah seluas N egara. M eskipun atu ran
yang m elekat dalam in stitusi m edia m assa sebenam ya ada dalam payung hukum
negara. Selain sejum lah atu ran n o rm a tif m edia m asih m em iliki celah-celah yang
terbuka, di m ata ak to r d an agen sosial-keagam aan te rte n tu , dasar legitim asi
m edia m assa in i cenderung m asih terb u k a u n tu k diperdebatkan. H al in i pada
akhim ya m enim bulkan arus k onstestasi yang p e rm a n en t an tara m edia m assa
dan publik. K etika publik m elakukan tindakan kekerasan atas nam a agam a baik
terhadap publik yang lain m aupun terh ad ap m edia m assa, m aka p ro b lem
konstruksi kepentingan publik kem bali m eledak ke perm ukaan. M edia m assa
dengan m udah d itu d u h te rlib a t p ad a aspek m endefinisikan, m elip u t hingga
m erepresentasikan realitas hingga m em pengaruhi (atau m enyebabkan
peningkatan) inten sitas konflik d an kekerasan.
A kar persoalannya adalah karena b aik m edia m assa dan p u b lik m em iliki
basis identifikasi yang berbeda terh ad ap kepentingan publik. P ublik dengan
fram e m ajoritarian dengan m udah m engidentifikasi k epentingan publiknya di
tengah dom inasi nilai-nilai agam a. A tas d asar itu , kepentingan pu b lik
dikonstruksikan d ari konsep te o ri m ajoritarian. K o n d isi in i juga m endapatkan
arus legitim asi nilai-nilai dem oktasi (yang cen d eru n g b ersifat elektoral) yang
berbasis m ajoritarian.
376 Millab Vol. X I, No. 2, Februari 2012

D i tengah lem ahnya konsensus dalam m endefinisikan kepentingan publik


dan p eran m edia dalam m em enuhi kepentingan publik sebagaim ana dalam U U
P ers dan U U P enyiaran, dilem a ini akhim ya terns terbuka di m asa m endatang.

D A F T A R PU STA K A

A liansi Jum alis In d ep en d en (AJ1), Position Paper R U U K U H P, M akalah, T idak


D iterbitkan, N ovem ber 2006.
C urran, Jam es. 1996. Capitalism and the Control o f the Press, dalam M edia and
Pow er. L ondon: R outledge.
C urran, Jam es. 2000. M ass M edia and D em ocracy: A R eappraisal” dalam jam es
C urran an d M ichael G urevitch (ed), M ass M edia and Society, T hird
E d itio n , L ondon, A rnold.
D ennis, E v erette M. 2002. ” T he Press and th e P ublic Interest: A D efinitional
D ilem m a” dalam D ennis M cQ uail (ed), Reader’s in M ass Communication
Theory, L ondon, Sage Publication.
G riffin, EM . 2004. A F irst Look a t Communication Theory, F ifth E d itio n , B oston,
M cG raw H ills.
K ovack, Bill dan R osentiel, T om . 2001. The Elem ents o f Journalism, W hat
Newspeople Should Know and the Public Should Expect. N ew Y ork: C row n
Publishers.
L ichtenberg, Ju d ith . 2002. “F o undation and Lim its o f F reedom o f th e Press”,
dalam D enis M cQ uail (ed), Reader’s in M ass Communication Theory,
L on d o n , Sage P ublication.
M cM anus J o h n H . 1994. M arket-D riven Journalism : L et T h e C itizen Beware?.
T housand O aks, L o n don, N ew D elhi: Sage Publications.
M e N air, B rian. 1995. The Political M edia dalam , A n In tro d u ctio n to Political
C om m unication. L ondon: R outledge.
M cQ uail, D enis. 2005. M ass Communication Theory, F ifth E d itio n , L ondon, Sage
Publications.
Media Massa, Kepentingan Publik, Dan Kekerasan ... 377

------------------------ . 1992. M edia Performance: M ass Communication and The Public


Interest; L o n d o n , Sage P ublication.
------------------------ . 2000. ’’M ass M edia in th e P ublic In terest: T o w ard a
F ram ew ork o f N o rm s fo r M edia P erform ance” dalam Jam es C urran
and M ichael G u rev itch (ed), M ass M edia and Society, T h ird E d itio n ,
L o n d o n , A rnold.
-------------------------y an d Sven W indahl. 1996. Communication Models:fo r the Study o f
M ass Communications, S econd E d itio n , L o n d o n , L ongm an, 1996.
M. Schm idt, T hom as. 1999. “R eligious P luralism and D em ocratic Society:
P olitical L iberalism an d th e R easonableness o f R eligious B eliefs,”
Philosophy and Social Criticism, Sage P u blication, V ol. 25, N o . 4,
N yarw i. 2011. K ebebasan P ers d an K epentingan Publik. Ju m al Ilm u
K om unikasi. V o l 9, N o .l, Januari-A pril 2011. D iterb itk an oleh Ju ru san
Ilm u K om unikasi, F IS IP U P N V eteran, Y ogyakarta.
N yarw i d an E riyanto. 2007. Kepentingan P ublik dan Kebebasan Pers:Studi Kasus
Sengketa P ublik dan M edia d i Indonesia. L ap o ran P enelitian. L ingkaran
) Survei In d o n esia (L SI)-D R SP-U SA ID . Jakarta: N ovem ber, 2007
Peran Agam a di Eropa Tim ur A la m i Tekanan Berat, dalam K O M PA S, S abtu, 29
M ei 2010
Priyono,A .E . 2011. N a la r EundamentaHsme Agam a d i Ruang-Publik. D isam paikan
pada Sem inar N asional “ K ebebasan B eragam a dan B erkeyakinan T anpa
K ekerasan d an D isktim inasi,” L em baga P ers M ahasisw a K eadilan,
F akultas H ukum , U niversitas Islam In d o n esia, Y ogyakarta, 9 M aret
2011.
Schudson, M ichael. 1996. The Power o f News. H arvard: T h e P resid en t and
Fellow s o f H arv ard C ollege.
Severin, W em er J a n d Jam es W . T an k ard J r. 2004. C om m utation Theories:
Origins, M etbids, and Uses in the M ass M edia, F ifth E d itio n , A ddsiosn
W estley, L ongm an.
Y ulianto, T . 2006. Ormas dan Banalitas Kekerasan. dalam Siran H arap an , 18 M ei
2006.
378 Millah Vol. X I, No. 2, Februari 2012

You might also like