Professional Documents
Culture Documents
Media Sosial Sebagai Sarana Pendidikan Politik Untuk Mengembangkan Literasi Digital Warga Negara
Media Sosial Sebagai Sarana Pendidikan Politik Untuk Mengembangkan Literasi Digital Warga Negara
1, 2, 3
PPKn, FKIP, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Serang, Indonesia
E-mail : ron_roju@untirta.ac.id
Abstract
The background of this research is based on the problems that occur among students as potential
voters in the 2019 Election. This is evidenced by the existence of social media (Twitter, Instagram) as
a mass communication network that is in demand by the younger generation. But it seems that social
media has acted as a means of digital political education because it contains campaign narratives or
invitations to participate in the 2019 Election. Besides discourse on politics, there are still some
hoaxes that meet the timeline on social media. This is the problem of how ideally the position of social
media as a means of adequate political education for citizens. Problem formulation is how the role of
social media as a means of political education to improve digital literacy of citizens. This study uses a
descriptive qualitative approach. Data collection techniques used using literature studies, interviews
and observations. The data analysis technique used is source triangulation and methods. The results
showed that social media has a role as a means of digital political education for citizens even though
it is still in the exploration phase of data regarding candidates and candidates to be elected in the
2019 election constituency. This shows that the existence of social media is able to attract young
people as citizens who participated in the 2019 election.
Abstrak
Latar belakang dilakukannya penelitian ini adalah atas dasar permasalahan yang terjadi di kalangan
mahasiswa sebagai calon pemilih dalam Pemilu 2019. Hal ini dibuktikan dengan eksistensi media
sosial (Twitter,Instagram) sebagai jejaring komunikasi massa yang diminati oleh generasi muda.
Namun tampaknya media sosial sudah berperan sebagai sarana pendidikan politik digital karena di
dalamnya sudah berisi narasi kampanye ataupun ajakan untuk berpartisipasi dalam Pemilu 2019.
Selain diskursus tentang politik, masih ditemukan beberapa berita bohong (hoax) yang memenuhi
linimasa di media sosial. Hal inlah yang menjadi permasalahan bagaimana idealnya posisi media
sosial sebagai sarana pendidikan politik yang memadai bagi warga negara. Rumusan masalah yaitu
bagaimana peran media sosial sebagai sarana pendidikan politik untuk meningkatkan literasi digital
warga negara. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data
yang digunakan menggunakan studi literatur, wawancara serta observasi. Teknik analisis data yang
digunakan adalah triangulasi sumber dan metode. Hasil penelitian menunjukan bahwa media sosial
memiliki peran sebagai sarana pendidikan politik digital bagi warga negara sekalipun masih dalam
tahap eksplorasi data mengenai kandidat dan para calon yang akan dipilih dalam konstestasi pemilu
2019. Hal ini menunjukkan eksistensi media sosial mampu menarik minat para generasi muda
sebagai warga negara yang ikut berpartisipasi dalam pemilu 2019.
369
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan FKIP Untirta
Vol. 2, No. 1, 2019, hal 369-378
370
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan FKIP Untirta
Vol. 2, No. 1, 2019, hal 369-378
hal inilah salah satunya mempengaruhi penyampaian ide. Hal tersebut juga tercermin
bagaimana melek politik mahasiswa sebagai dalam Pemilihan Presiden 2014 dimana
salah satu pengguna media sosial menjadi tidak banyak akun-akun yang berafiliasi dengan
maksimal sehingga kebutuhan melek politik partai politik atau menjadi sarana penyampaian
bagi pengembangan kehidupan sosial gagasan politik. Selain itu dewasa ini banyak
kemasyarakatan terhambat. juga tokoh politik yang memiliki akun media
Media sosial menjadi fenomena yang sosial Facebook ataupun Twitter, seperti
makin mengglobal dan mengakar. anggota DPR bahkan Presiden, petinggi partai
Keberadaannya makin tidak bisa dipisahkan politik, dan pejabat publik lainnya.
dari cara berkomunikasi antarmanusia. Begitu Digunakannya media sosial sebagai sarana
pesatnya perkembangan media sosial di berpolitik tentu dapat memberikan peranan
Indonesia, setiap tahunnya terjadi peningkatan bagi pengembangan literasi politik masyarakat,
penggunaan media sosial. khususnya dalam hal ini adalah mahasiswa.
Berdasarkan data Asosiasi Mahasiswa sebagai bagian dari masyarakat
Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tentu tidak asing dengan penggunaan media
(2016), statistik pengguna internet Indonesia sosial, baik itu sifatnya untuk hiburan,
tahun 2016 adalah 132,7 juta, hal ini ekonomi, bahkan untuk kepentingan politik.
mengindikasikan kenaikan 51,8%dibandingkan Penggunaan media sosial untuk kepentingan
jumlah pengguna internet pada 2014. APJII kegiatan politik dapat dilakukan oleh
juga menyebutkan jenis konten yang diakses mahasiswa sebagai sarana untuk menambah
sebanyak 97,4% adalah media sosial, dengan pengetahuan tentang kegiatan politik yang
penggunaan terbanyak adalah jejaring terjadi, melihat jalannya kegiatan politik dan
Facebook sebanyak 71,6 juta (54%), dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan politik
Twitter sebanyak 7,2 juta (5,5%). APJII juga . Pengembangan literasi politik yang
melansir bagaimana perilaku pengguna internet baik menjadi vital keberadaannya dalam
yang berhubungan dengan kegiatan berpolitik konteks pembangunan kualitas hidup secara
yakni sebanyak 75,6% setuju media sosial demokratis dalam berbangsa dan bernegara.
digunakan untuk aktivitas berpolitik. Pengembangan literasi politik melalui struktur
Berdasarkan gambaran di atas terlihat pembentukan dan pengembangan sosialisasi
bagaimana aktivitas media sosial dapat dan edukasi yang memadai dalam konteks
digunakan sebagai sarana berpolitik. sosial politik maka warga negara secara literal
Terlebih sejak tahun 2012, penggunaan dan komprehensif akan memahami
media sosial khususnya dalam jejaring kedudukannya sebagai warga negara yang
Facebook dan Twitter sering digunakan untuk sadar akan hak dan kewajibannya. Hal tersebut
kegiatan politik seperti kampanye atau akan berimplikasi terhadap timbulnya
371
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan FKIP Untirta
Vol. 2, No. 1, 2019, hal 369-378
kesadaran yang otonom dalam partisipasi Metode kualitatif dalam penelitian ini
pembangunan sistem politik dan demokrasi dipilih karena dua alasan. Pertama,
yang bermutu. Rumusan masalah yang permasalahan yang dikaji dalam penelitian
ditetapkan adalah tingkat penggunaan media tentang peran media sosial sebagai sarana
sosial oleh mahasiswa, tingkat kesadaran pendidikan politik ini membutuhkan sejumlah
politik mahasiswa, dan peran media sosial data lapangan yang sifatnya aktual dan
dalam pengembangan pendidikan politik kontekstual. Kedua, pemilihan ini didasarkan
mahasiswa. Batasan penelitian hanya mengkaji pada keterkaitan masalah yang dikaji dengan
bagaimana tingkat penggunaan media sosial sejumlah data primer dari subjek penelitian
oleh mahasiswa dan hanya mengkaji yang tidak dapat dipisahkan dari latar
bagaimana tingkat kesadaran politik belakang alamiahnya. Disamping itu, metode
mahasiswa yang didapatkan melalui peran kualitatif mempunyai adaptabilitas yang tinggi,
pendidikan politik untuk mengembangkan sehingga memungkinkan penulis untuk
literasi digital para penggunanya. senantiasa menyesuaikan diri dengan situasi
yang berubah-ubah yang dihadapi dalam
METODOLOGI PENELITIAN penelitian ini.
Desain yang digunakan dalam
Metodologi adalah proses, prinsip, dan
penelitian ini adalah studi kasus. Menurut
prosedur yang digunakan untuk mendekati
Arikunto (2002:215), ditinjau dari lingkup
problem dan mencari jawaban (David
wilayahnya, maka penelitian kasus hanya
Siverman dalam Deddy Mulyana, 2002: 145) .
meliputi daerah atau subjek yang sangat
Atau metodologi adalah untuk mengkaji topik
sempit, tetapi ditinjau dari sifat penelitian,
penelitian. (Bognan dan Taylor dalam Deddy
penelitian kasus lebih mendalam dan
Mulyana, 2002: 145). Mendasarkan pada
membicarakan kemungkinan untuk
pengertian ini, pada penelitian yang dilakukan
memecahkan masalah yang aktual dengan
oleh penulis menggunakan Pendekatan
mengumpulkan data, menyusun dan
Kualitatif. Moleong (2000:3), mengemukan :
mengaplikasikannya melalui teknik yang
Penelitian kualitatif adalah tradisi sesuai dengan objek penelitian serta
tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial menginterpretasikannya dalam analisis data.
yang secara fundamental bergentung
Dengan menggunkan desian ini
pada pengamatan manusis pada
diharapkan peneliti dapat memperoleh
kawasan sendiri dan berhubungan
infomasi yang mendalam tentang peran media
dengan orang-orang tersebut dlam
sosial untuk mengembangkan literasi digital
bahasanya dan dalam peristilahannya.
melalui sarana pendidikan politik warga
\
negara. Penelitian yang dilakukan secara
372
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan FKIP Untirta
Vol. 2, No. 1, 2019, hal 369-378
373
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan FKIP Untirta
Vol. 2, No. 1, 2019, hal 369-378
Pengaruh media sosial dalam dunia kepentingan dan sebagai sarana penyaluran
politik khususnya dalam hal komunikasi opini.
politik, terutama dalam kampanye Pemilu
Penting bagi institusi politik untuk 2. Pendidikan politik berbasis media sosial
berpartisipasi aktif dalam komunikasi politik untuk mengembangkan literasi digital
yang berbasiskan media sosial, terutama dalam warga negara
kampanye Pemilu. Media sosial selanjutnya Analisis data penelitian menunjukkan
menggambarkan sebagai sarana ideal dan bahwa proses pendidikan politik yang
basis informasi untuk mengetahui opini publik didapatkan warga negara melalui eksistensi
tentang kebijakan dan posisi politik, selain media sosial berupa narasi kampanye dan
untuk membangun dukungan komunitas ajakan untuk ikut berpartisipasi dalam proses
kepada politisi yang tengah berkampanye. pemungutan suara. Hal ini dapat
Sejumlah penelitian menunjukkan politisi di mengembangkan kemampuan warga negara
seluruh dunia telah mengadopsi media sosial dalam berpartisipasi sekalipun dalam konteks
untuk menjalin hubungan dengan konstituen, yang minimal. Pendidikan politik virtual bisa
berdialog langsung dengan masyarakat dan dijadikan sebagai sarana mengembangkan
membentuk diskusi politik. Kemampuan literasi digital warga negara sebagai substitusi
menciptakan ruang dialog antara politisi pendidikan politik secara formal. Bahkan
dengan publik serta menarik minat pemilih keberhasilan menggunakan media sosial
pemula/pemilih muda membuat media sosial dipandang sebagai salah satu faktor kesuksesan
semakin penting bagi politisi Sebelum Barack Obama memenangi pemilihan presiden
menggunakan media sosial para politisi sudah Amerika Serikat. Sekitar 30 persen pesan-
menggunakan internet untuk berkampanye. pesan kampanye Obama disampaikan melalui
Internet bisa menjadi cara yang potensial media baru. Beberapa tahun sebelum
dalam mendobrak politik demokrasi massa Obama, terdapat nama Howard Dean yang
yang opresif yang menyuarakan suara dari mampu memanfaatkan internet untuk meraih
bawah ke atas, yang kerap dengan power atensi publik AS. Namun saat itu Dean kandas
yang dimiliki, dimanfaatkan oleh penguasa di konvensi nasional Partai Demokrat (Chavez,
untuk kepentingan golongannya. Internet 2012). Di Inggris, makin banyak anggota
diharapkan bisa menjadi media bagi parlemen menggunakan blog dan Yahoo
mengalirnya informasi dua arah yang interaktif Groups untuk mengkomunikasikan ide mereka
antara politisi dan pendukungnya. Internet dan mendengarkan ide orang lain
menjanjikan memberikan forum yang seluas- (Gurevitch, et.al. 2009). Bagaimana dengan di
luasnya bagi pengembangan kelompok Indonesia? Media sosial memang mulai dilirik
dalam kurun waktu sekitar dua tahun terakhir.
374
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan FKIP Untirta
Vol. 2, No. 1, 2019, hal 369-378
Para pendukung Joko Widodo dan Basuki tersebut merupakan sikap resmi atau hanya
Tjahja Purnama dalam kampanye pemilihan ungkapan pemikiran atau perasaan dia sebagai
gubernur DKI Jakarta memanfaatkan YouTube pribadi. Sikap resmi atau institutional rhetoric
untuk memposting video kampanye kreatif dan ungkapan pribadi atau everyday talk sering
mereka. Bahkan sempat ada game online tumpang tindih .
yang memiliki alur cerita seperti game Seseorang akan salah persepsi apakah
Angry Birds, dengan tokoh utama Jokowi. curhat yang dilakukan oleh aktor politik di
media sosial merupakan ungkapan dirinya
Tantangan Media Sosial bagi Aktor sebagai pribadi atau mewakili institusinya.
Politik Persoalannya aktor politik di Indonesia masih
Di bagian sebelumnya sudah belum menyadari bahwa dalam berkomunikasi
dipaparkan bahwa media sosial masih di media sosial memerlukan kemampuan
belum dimanfaatkan dengan baik oleh tersendiri.
para aktor politik di Indonesia. Tantangan Kemampuan di sini tentu tidak hanya
pertama adalah hilangnya batas-batas kemampuan teknis, tetapi mentalitas.
status sosial di dunia media sosial. Kehadiran media sosial menuntut para
Menurut Coutts & Gruman (2005: 254) pelaku politik untuk beradaptasi. Namun
dalam komunikasi yang termediasi para pelaku politik tersebut sering
dengan komputer, maka para peserta kesulitan dalam fase adaptasi ini (Chavez,
komunikasi akan mendapatkan kesetaraan 2012). Ada beberapa hal yang berkaitan
partisipasi yang lebih luas daripada tatap dengan “mentalitas lama” (old mentalities)
muka. Pendapat tersebut memang mengacu seperti yang disebutkan di atas – dan hal ini
pada aktivitas komunikasi dalam organisasi. umumnya dialami oleh organisasi yang
Namun relevan apabila dibawa ke dalam menggunakan media sosial.
konteks komunikasi politik di era media sosial. Salah satunya adalah mengabaikan
Dengan adanya media sosial, maka para aktor sifat interaktif yang ada di media sosial. Dalam
politik pun harus menyadari meskipun dia era politik kontemporer, politisi harus
secara riil adalah pejabat tinggi atau partai memikirkan audiens interaktif dan kapasitas
politik yang berkuasa, tetapi posisinya di mereka untuk menjawab, menanggapi,
media sosial akan setara dengan user lain. mendistribusikan dan memodifikasi pesan
Maka dari itu para aktor politik harus siap-siap yang mereka terima. Penelitian Asih (2011)
saja menghadapi kritik (bahkan beberapa di mengungkapkan bahwa partai politik di
antaranya cenderung pedas) user lain. Indonesia mayoritas belum memaksimalkan
Media sosial telah mengaburkan media sosial dan media baru. Faktor
pemahaman orang, apakah yang dikatakan interaktifitas diabaikan. Dari 34 parpol peserta
375
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan FKIP Untirta
Vol. 2, No. 1, 2019, hal 369-378
376
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan FKIP Untirta
Vol. 2, No. 1, 2019, hal 369-378
377
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan FKIP Untirta
Vol. 2, No. 1, 2019, hal 369-378
378