Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 10

Kajian Dampak Perubahan Iklim Terhadap...... (Nanin Anggraini et al.

KAJIAN DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP


KEBAKARAN HUTAN DAN DEFORESTASI
DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT
Nanin Anggraini dan Bambang Trisakti
Peneliti PUSFATJA, LAPAN
e-mail: nanin_rain@yahoo.com

ABSTRACT

Increasing or decreasing of rainfall intensity, due to the climate change, affects


the enviroment condition in many Indonesia areas. For instance: low rainfall intensity
causes high number of forest fire occurrence in Kalimantan Island. The impact of
climate change is studied by analyizing the correlation among rainfall intensity, number
of forest fire occurrence and forest area change in West Kalimantan Province. The
rainfall is extracted using Tropical Rainfall Measurement Mission (TRMM) data for
2001- 2008. The number of forest fire occurrence is identified by the number of hotspot
extracted from thermal sensor of satellite data MODIS for 2001 - 2008. The forest area
is calculated from MODIS data for 2003, 2005, 2007 and 2009. Pixel which has
Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) value more than 0,7 along a year round
is assumed as forest pixel. The NDVI value is obtained by doing training sample in
forest area. The result shows that the rainfall has slightly upward trend in Kalimantan.
The rainfall has negatif correlation with the number of hotspot. When the rainfall was
the lowest and the number of hotspot was the highest in 2004, the forest area between
2003 and 2005 decreased (deforestation) significantly. On the other hand, when the
rainfall was high and the hotspot was low in 2008, no decreasing in forest area
otherwise we found the increasing of forest area. It is probably due to reforestation and
expansion of plantation area (such as oil palm).
Keywords: Rainfall, Climate change, Forest area, Hotspot, NDVI

ABSTRAK

Perubahan iklim telah mempengaruhi peningkatan dan penurunan intensitas


curah hujan sehingga mempengaruhi kondisi lingkungan di Indonesia. Sebagai contoh:
intensitas curah hujan yang rendah menyebabkan tingginya kejadian kebakaran hutan
di Pulau Kalimantan. Dampak perubahan iklim ini dikaji dengan melakukan korelasi
antara intensitas curah hujan, jumlah kejadian kebakaran hutan, dan perubahan
kawasan hutan di Provinsi Kalimantan Barat. Curah hujan diekstraksi dengan
menggunakan data Tropical Rainfall Measurement Mission (TRMM) untuk tahun 2001-
2008. Jumlah kejadian kebakaran hutan diidentifikasi dengan jumlah hotspot yang
diekstrak dari sensor termal dari data satelit MODIS tahun 2001-2008. Kawasan hutan
dihitung dari data MODIS untuk tahun 2003, 2005, 2007 dan 2009. Pixel yang
memiliki nilai Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) lebih dari 0,7 sepanjang
tahun diasumsikan sebagai pixel hutan. Besarnya nilai NDVI tersebut diperoleh
dengan melakukan pengambilan sampel piksel di kawasan hutan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa curah hujan di wilayah Kalimantan Barat selama periode 2001-
2008 mempunyai tren yang sedikit meningkat. Curah hujan berbanding terbalik
dengan jumlah hotspot. Ketika curah hujan rendah dan jumlah hotspot tertinggi pada
tahun 2004, terpantau adanya penurunan luasan hutan (Deforestasi) secara signifikan
antara tahun 2003 dan 2005. Tetapi ketika curah hujan tinggi dan hotspot rendah
pada tahun 2008, tidak terpantau adanya penurunan bahkan sebaliknya terlihat
adanya penambahan luasan hutan. Hal ini diperkirakan karena reforestasi dan
perluasan areal perkebunan (seperti kelapa sawit).
Kata kunci: Curah hujan, Perubahan iklim, Wilayah hutan, Hotspot, NDVI
11
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 8, 2011 : 11-20

1 PENDAHULUAN melakukan kegiatan monitoring kejadian


kebakaran dan melakukan pemetaan
Perubahan iklim memberikan
luasan hutan secara berkala untuk
dampak terhadap berbagai sektor yang
melihat distribusi dan perubahan luasan
terkait dengan kehidupan masyarakat.
hutan akibat terjadinya kebakaran hutan.
Dampak perubahan iklim dirasakan
Teknologi satelit penginderaan
pada sektor perikanan, kelautan, per-
jauh dapat digunakan untuk melakukan
tanian, kehutanan, kesehatan, lingkungan,
pemantauan curah hujan, kebakaran
sumber daya air, dan banyak lainnya.
dan perubahan luas hutan, karena
Dampak yang paling ekstrim dari
teknologi ini mempunyai kemampuan
perubahan iklim adalah terjadinya
resolusi temporal yang relatif cepat
kenaikan temperatur serta terjadinya sehingga dapat memberikan informasi
pergeseran musim (http:// iklim. dirgan- permukaan Bumi secara terus menerus.
tara-lapan.or.id/). Salah satu dampak Salah satu sensor satelit yang digunakan
nyata dari perubahan iklim terhadap untuk monitoring permukaan Bumi
sektor kehutanan adalah bencana adalah Moderate Resolution Imaging
kebakaran hutan yang diakibatkan oleh Spectroradiometer (MODIS). MODIS
terjadinya cuaca panas dan curah hujan merupakan sensor yang terdapat pada
yang kurang. Pada kurun waktu 1997- satelit Terra (EOS AM-1), yang
1998, Indonesia mengalami kebakaran diluncurkan pada 18 Desember 1999
hutan yang sangat parah sebagai akibat dan Aqua (EOS PM-1) yang diluncurkan
berubahnya karakter gejala alam El- pada 4 Mei 2002. MODIS merekam
Nino yang menjadi lebih sering. permukaan Bumi setiap hari dengan
Hutan merupakan sumberdaya lebar cakupan wilayah 2330 km dan
alam yang tidak ternilai karena menggunakan 36 spektral band.
didalamnya terkandung keanekaragaman Banyaknya jumlah band membuat Data
hayati sebagai sumber plasma nutfah, MODIS dapat digunakan untuk meng-
sumber hasil hutan kayu dan non-kayu, amati temperatur permukaan samudera
pengatur tata air, pencegah banjir dan dan daratan, tutupan permukaan daratan,
erosi serta kesuburan tanah, per- kualitas air, awan, aerosol, uap air dan
lindungan alam hayati untuk kepentingan berbagai manfaat lainnya. Pemanfaatan
ilmu pengetahuan, kebudayaan, rekreasi, data MODIS untuk memantau perubahan
pariwisata, dan sebagainya. Oleh karena lahan dan kebakaran hutan telah banyak
dilakukan (Suwarsono et al., 2009;
itu perlu dilakukan upaya untuk
Cassanova et al., 2004).
pencegahan dan perlindungan dari
Satelit penginderaan jauh yang
kebakaran hutan. Dampak negatif yang
digunakan untuk memonitor potensi
ditimbulkan oleh kebakaran hutan
curah hujan adalah satelit Tropical
cukup besar mencakup kerusakan
Rainfall Measurement Mission (TRMM)
ekologis, menurunnya keanekaragaman
(Kidder dan Vonder Haar, 1995). TRMM
hayati, merosotnya nilai ekonomi hutan
merupakan misi kerjasama antara NASA
dan produktivitas tanah, perubahan
dan Japan Aerospace Exploration Agency
iklim mikro maupun global, dan asapnya (JAXA) dalam memantau dan mem-
mengganggu kesehatan masyarakat pelajari curah hujan di wilayah tropik.
serta mengganggu transportasi baik TRMM diluncurkan pada tanggal 28
darat, sungai, danau, laut dan udara. November 1997 pada ketinggian 403 km,
Salah satu upaya untuk mengurangi dan dapat memantau permukaan Bumi
kebakaran hutan adalah dengan wilayah tropik (50LU–50LS) sebanyak
12
Kajian Dampak Perubahan Iklim Terhadap...... (Nanin Anggraini et al.)

16 kali sehari setiap 92.5 menit dengan hujan data TRMM dilakukan untuk
resolusi spasial 0.25 x 0.25. Berbagai mengetahui fluktuasi curah hujan, data
penelitian TRMM untuk penurunan hotspot (titik panas) diturunkan dari
curah hujan, analisis perubahan iklim data MODIS pada periode waktu yang
dan validasi data telah banyak sama. Selanjutnya perubahan luasan
kawasan hutan dari tahun ke tahun
dilakukan oleh banyak peneliti (Orbita
dianalisis berbasiskan perubahan dari
et al., 2009; Yokoyama et al., 2008;
nilai NDVI MODIS 8 harian.
Heymsfield et al., 2000; Nesbitt et al.,
2005). Produk data TRMM dapat diakses 2 METODE
melalui website Goddard Space Flight
2.1 Lokasi Penelitian
Center NASA (GSFC NASA) di http://
trmm.gsfc.nasa.gov serta website Earth Lokasi yang menjadi area kajian
Observation Research Center JAXA adalah Provinsi Kalimantan Barat
(EORC) di http://www. eorc. jaxa. jp/ (Gambar 2-1). Kalimantan Barat secara
TRMM/index_e.htm. geografis terletak pada 3 20' LS-2 30' LU
Penelitian ini bertujuan untuk dan 107 40' - 114 30' BT dengan batas
menganalisis dampak perubahan iklim administrasi sebelah utara: Serawak,
terhadap kebakaran hutan dan luas selatan: Laut Jawa, barat: Laut Natuna,
kawasan hutan di wilayah Kalimantan Selat Karimata, dan Samudra Pasifik,
Barat, dengan cara melakukan korelasi dan sebelah timur berbatasan dengan
antara intensitas curah hujan, jumlah Provinsi Kalimantan Timur dan
kejadian kebakaran hutan dan Kalimantan Tengah. Daerah ini sering
perubahan luasan hutan berbasiskan mengalami kejadian kebakaran hutan
data satelit penginderaan jauh pada dan mempunyai luasan hutan yang
periode 2001-2008. Ekstraksi curah cukup besar.

Gambar 2-1: Lokasi Provinsi Kalimantan Barat (warna merah)

13
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 8, 2011 : 11-20

2.2 Data  Identifikasi Hotspot


Data yang digunakan adalah: Data satelit yang digunakan untuk
identifikasi titik kebakaran hutan
 Data curah hujan resolusi spasial 27 km adalah data MODIS. MODIS mempunyai
yang diekstraksi dari TRMM tahun sensor termal yang mampu menangkap
2001 – 2008, energi panas dari gelombang elektro-
 Data hotspot 2001-2008 yang diperoleh magnetik yang dipancarkan oleh
dari data MODIS. permukaan Bumi, Sehingga dapat
 Data NDVI MODIS 8 harian resolusi digunakan untuk mendeteksi adanya
spasial 250 m tahun 2003, 2005, 2007, titik panas (hotspot) di areal kebakaran
dan 2009 hutan dimana suhunya relatif panas
 Batas Administrasi dari Bakosurtanal dibandingkan dengan daerah yang
tidak terbakar. Data hotspot diturunkan
tahun 2008
dari data MODIS dan diakumulasi
2.3 Metodologi sehingga diperoleh data hotspot
bulanan dari tahun 2001-2008. Proses
Metode kegiatan dibagi menjadi 3 selanjutnya yaitu melakukan overlay
tahap, yaitu: ekstraksi data curah hujan, antara data hotspot dengan poligon
identifikasi hotspot, dan identifikasi batas wilayah Provinsi Kalimantan
perubahan vegetasi. Secara detail Barat sehingga diperoleh distribusi
dijelaskan sebagai berikut: hotspot di wilayah tersebut. Distribusi
hotspot ini akan dikorelasikan dengan
 Ekstraksi potensi curah hujan
data curah hujan pada periode yang
Koreksi geometrik dilakukan terhadap
sama untuk melihat pengaruh intensitas
data TRMM sehingga sesuai dengan
curah hujan terhadap jumlah kejadian
koordinat sebenarnya. Koreksi dilakukan hotspot di wilayah Kalimantan Barat.
dengan memasukan nilai koordinat 4 Informasi hotspot selama periode
titik sudut yang terdapat pada header 2001-2008 diperoleh dari Bidang
data. Selanjutnya melakukan tumpang Lingkungan dan Mitigasi Bencana
susun seluruh data TRMM bulanan (LMB) – LAPAN.
selama periode 2001-2008, dan
 Identifikasi perubahan vegetasi
menyimpannya menjadi satu file. Nilai Tahap awal dari proses ini adalah
piksel setiap data TRMM bulanan pengumpulan data MODIS 8 harian
merupakan nilai akumulasi potensi yang relatif bersih awan untuk setiap
curah hujan bulanan dengan satuan mm. bulan selama tahun 2003, 2005, 2007,
Tahap berikutnya adalah melakukan dan 2009. Contoh citra MODIS 8
ekstraksi nilai rata-rata curah hujan harian yang relatif bersih diperlihatkan
untuk wilayah Kalimantan Barat pada Gambar 2-2. Awan menjadi
dengan melakukan tumpang susun kendala utama untuk data MODIS,
batas wilayah dengan data curah karena pada umumnya data MODIS
hujan, dan melakukan perhitungan yang 100% bebas mempunyai tutupan
rata-rata curah hujan bulanan selama awan yang tinggi. Setiap tahun
terdapat 12 data MODIS sehingga total
periode tahun 2001-2008.
data yang digunakan selama 4 tahun
adalah 48 data MODIS.

14
Kajian Dampak Perubahan Iklim Terhadap...... (Nanin Anggraini et al.)

3 HASIL DAN PEMBAHASAN


Distribusi curah hujan dan
kejadian hotspot pada periode 2001-
2008 di Provinsi Kalimantan Barat
diperlihatkan pada Gambar 2-3. Curah
hujan ditampilkan dengan grafik garis
berwarna biru, sedangkan hotspot
dengan grafik garis berwarna merah.
Curah hujan di Kalimantan Barat cukup
tinggi yang mencapai maksimum sekitar
500 mm/bulan, curah hujan terendah
diatas 100 mm/bulan, dan curah hujan
rata-rata 289 mm/tahun. Pada periode
bulan Oktober – April, curah hujan di
Gambar 2-2: Contoh data MODIS yang Kalimantan Barat selalu tinggi di atas
digunakan untuk bulan 200 mm/bulan. Sedangkan pada
Agustus 2009
periode bulan April – Oktober, kondisi
curah hujan di wilayah ini sangat
Untuk mendapatkan informasi
dipengaruhi oleh fenomena El Nino dan
luas hutan dari data MODIS digunakan
La Nina (Gambar 2-4).
indikator nilai NDVI pada nilai tertentu
Fenomena El Nino disebabkan
yang relatif tidak berubah selama karena suhu permukaan laut di wilayah
setahun. Tahapan proses pengolahan Pasifik lebih tinggi dibandingkan suhu
adalah: melakukan penghilangan awan permukaan laut di perairan Indonesia
(dengan rasio band merah/inframerah) sehingga mengakibatkan rendahnya
dan penurunan nilai NDVI dengan intensitas hujan di wilayah Indonesia,
menggunakan rumus dibawah: sedangkan fenomena La Nina adalah
NDVI = (NIR-Red)/(NIR+Red) kebalikan dari El Nino. Semakin tinggi
nilai indek Nino 3,4 maka semakin
Penurunan nilai NDVI dilakukan tinggi intensitas El Nino, sedangkan
untuk setiap citra MODIS sehingga semakin rendah nilai indek Nino 3,4
diperoleh citra NDVI setiap bulan yang maka semakin tinggi intensitas La Nina
bebas awan. Selanjutnya melakukan yang terjadi. Saat kondisi El Nino tahun
identifikasi piksel vegetasi yang diasum- 2004, curah hujan di Kalimantan Barat
sikan sebagai hutan (Vegetasi dihitung cukup rendah terutama di bulan
dengan menentukan piksel dengan nilai Agustus yang hanya mencapai 58 mm.
NDVI > 0,7 untuk setiap bulan, sehingga Begitu juga saat El Nino tahun 2006,
curah hujan terendah terjadi pada
diperoleh vegetasi yang tetap hijau
bulan Juli sebesar 75 mm. Tetapi saat
sepanjang tahun. Vegetasi inilah yang
kondisi La Nina pada tahun 2007 dan
kemudian diidentifikasikan sebagai hutan).
2008, curah hujan terendah berkisar
Setelah melakukan identifikasi hutan 200 mm. Bahkan pada bulan Desember,
untuk setiap tahun, kemudian dilakukan curah hujan mencapai 554 mm. Secara
perhitungan luasan untuk tahun 2003, umum curah hujan di wilayah
2005, 2007 dan 2009. Kalimantan Barat selama periode 2001-
2008 memperlihatkan tren yang sedikit
meningkat (garis hitam).

15
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 8, 2011 : 11-20

Curah Hujan TRMM vs Hotspot


CH (mm) Hotspot
600 3000

2750

500 2500

2250

400 2000

1750

300 1500

1250

200 1000

750

100 500

250

0 0
1 6 11 16 21 26 31 36 41 46 51 56 61 66 71 76 81 86 91 96
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

ch hotspots
Linear (ch) Bulan

Gambar 2-3: Distribusi curah hujan (biru) dan jumlah kejadian hotspot (merah) periode
2001-2008

Gambar 2-4: Kejadian El Nino (merah) dan La Nina (biru) selama periode 1982-2009

Tinggi rendahnya intensitas pembukaan lahan hutan menjadi per-


curah hujan berpengaruh pada jumlah kebunan dan sawah, selain itu juga
kejadian kebakaran yang diidentifikasi karena kebakaran alami. Analisis lebih
dengan adanya hotspot (Gambar 2-3). lanjut memperlihatkan bahwa kejadian
Semakin rendahnya intensitas curah El Nino dan La Nina dalam kurun waktu
hujan semakin meningkatnya jumlah 2001-2008, mempengaruhi intensitas
hotspot yang terjadi, begitu juga curah hujan dan kejadian kebakaran
sebaliknya. Kejadian hotspot umumnya hutan di wilayah Kalimantan Barat. Hal
terjadi pada musim-musim kering, yaitu ini terlihat jelas pada saat El Nino terjadi
pada bulan Agustus dan September. Hal (tahun 2004, dan 2006) maka curah
ini diperkirakan karena terjadinya hujan berkurang dan jumlah kejadian
pembakaran yang dilakukan untuk hotspot tertinggi dalam setahun meningkat

16
Kajian Dampak Perubahan Iklim Terhadap...... (Nanin Anggraini et al.)

(tahun 2004: 2957 kejadian, tahun hutan yang tersebar di Kalimantan


2006: 1993 kejadian), sedangkan pada Barat. Berdasarkan hasil tersebut, hutan
saat La Nina (tahun 2007 dan 2008) mempunyai nilai NDVI yang relatif tidak
maka curah hujan meningkat dan berubah sepanjang tahun dengan nilai
jumlah kejadian hotspot tertinggi dalam NDVI berkisar atau lebih besar dari 0,7.
setahun berkurang signifikan (kurang Oleh karena itu pada penelitian ini
dari 250 kejadian). piksel dengan nilai NDVI > 0,7 sepanjang
Untuk mengkaji pengaruh kejadian tahun diasumsikan sebagai hutan.
kebakaran hutan terhadap kondisi Metode ini mempunyai kelemahan
hutan, maka dilakukan pemantauan karena diperkirakan adanya piksel
luasan hutan dengan menggunakan hutan yang mempunyai nilai NDVI
data MODIS bulanan. Berdasarkan kurang dari 0,7 karena tutupan
kejadian hotspot tertinggi dan terendah kanopinya yang tidak rapat, dan adanya
pada periode 2001-2008, maka peman-
piksel wilayah perkebunan (seperti:
tauan luasan hutan dilakukan antara
perkebunan sawit) yang mempunyai
2003 dan 2005 untuk melihat perubahan
nilai NDVI lebih tinggi dari 0,7 karena
luasan hutan akibat kejadian hotspot
yang sangat tinggi (tahun 2004), serta tingkat kehijauan kanopinya yang tinggi.
pemantauan luasan hutan antara 2007 Oleh karena itu piksel hutan pada
dan 2009 untuk melihat akibat kejadian kajian ini adalah gabungan piksel hutan
hotspot yang rendah (hotspot 2008). dan piksel perkebunan dengan nilai
Luasan hutan dihitung dengan melakukan NDVI lebih besar dari 0,7. Walaupun
identifikasi piksel-piksel yang diasumsikan luasan hutan tidak mencerminkan luasan
sebagai piksel hutan. Untuk mengiden- hutan yang sesungguhnya, tetapi metode
tifikasi piksel hutan diperlukan indeks ini dapat menghasilkan piksel hutan
kehijauan seperti NDVI, karena NDVI (hutan dan perkebunan) dengan keper-
yang tinggi mengindikasikan adanya cayaan yang tinggi sehingga dapat
kondisi tutupan vegetasi di permukaan digunakan untuk menganalisis secara
Bumi. Gambar 2-5 memperlihatkan
kualitatif perubahan luasan hutan yang
perubahan rata-rata nilai NDVI setiap
terjadi.
bulan untuk piksel-piksel wilayah hutan.
Sampel diambil dari 10 lokasi wilayah

0.8
NDVI (-)

0.6

0.4
)

0.2

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Bulan tahun 2003

Gambar 2-5: Rata-rata NDVI bulanan untuk piksel-piksel hutan sepanjang tahun 2003
(Tidak ada data pada bulan Desember karena adanya tutupan awan)

17
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 8, 2011 : 11-20

Gambar 2-6 memperlihatkan piksel pada periode 2005-2007 dan semakin


hutan untuk tahun 2003, 2005, 2007, bertambah secara signifikan pada periode
dan 2009, sedangkan luasan seluruh 2007-2008. Luasan hutan mempunyai
piksel tersebut diperlihatkan pada tren yang sama karena luas hutan
Gambar 2-7. Hasil memperlihatkan dihitung dari perkalian antara jumlah
bahwa jumlah piksel hutan mengalami piksel hutan dengan luasan untuk
pengurangan yang sifnifikan pada setiap piksel pada data MODIS (250 m x
periode 2003-2005, selanjutnya jumlah 250 m).
piksel hutan mengalami pertambahan

Tahun 2003 Tahun 2005

Tahun 2007 Tahun 2009


Gambar 2-6: Piksel hutan untuk tahun 2003, 2005, 2007 dan 2009

18
Kajian Dampak Perubahan Iklim Terhadap...... (Nanin Anggraini et al.)

2500

2000

Luas (Ribu Ha)


1500
Ha)
1000

500

0
2003 2005 2007 2009
Tahun

Gambar 2-7: Luasan hutan untuk tahun 2003, 2005, 2007 dan 2009

Bila hasil ini dikorelasikan dengan lahan perkebunan mulai ditanami pada
jumlah kejadian hospot pada Gambar 2-3 tahun 2006, sehingga terjadi peningkatan
maka terlihat bahwa kejadian hotspot luasan hutan pada periode 2005-2006.
mempengaruhi perubahan luasan hutan Tahun 2007 dan 2008, curah hujan
di wilayah Kalimantan Barat. Tingginya sangat tinggi setiap bulannya sehingga
jumlah hotspot yang terjadi pada tahun kejadian hotspot sangat rendah dan hal
2004, telah mengakibatkan terjadinya ini mendukung pertumbuhan tanaman,
pengu-rangan luasan hutan (deforestasi) sehingga luasan hutan semakin ber-
secara signifikan dari sebesar 1.647 ribu tambah. Pada tahun 2009 luasan hutan
hektar pada tahun 2003 menjadi 771 meningkat secara signifikan yang
ribu hektar pada tahun 2005. Sedangkan diperkirakan karena gabungan antara
rendahnya jumlah hotspot pada tahun luasan hutan yang sudah tumbuh
2008, tidak mengakibatkan terjadinya kembali (reforestasi) dan luas per-
pengurangan luasan hutan bahkan ter- kebunan yang sudah dewasa dengan
lihat adanya penambahan luasan hutan kehijauan tinggi.
(reforestasi) yang signifikan, yaitu luas
hutan sebesar 1.235 ribu hektar pada 3 KESIMPULAN
tahun 2007 menjadi 2.354 hektar pada
Kajian perubahan curah hujan di
tahun 2009.
wilayah Indonesia dan dampak perubahan
Perubahan berkurang dan me-
iklim terhadap kebakaran hutan di
ningkatnya luasan hutan dapat dianalisis
Kalimantan Barat dilakukan berbasis
sebagai berikut: Kebakaran hutan pada
data satelit penginderaan jauh. Beberapa
tahun 2004 diperkirakan karena ke-
hal yang dapat disimpulkan dari studi
bakaran secara alami dan kebakaran
ini adalah:
karena pembukaan lahan untuk area
perkebunan, sehingga luasan hutan  Rendahnya curah hujan di wilayah
berkurang secara signifikan. Pembukaan Kalimantan Barat berpengaruh terhadap
lahan untuk perkebunan masih terus peningkatan jumlah hotspot yang
berlangsung pada tahun 2005 dan 2006 terjadi dan kejadian deforestasi.
yang dapat diindikasikan dengan masih  Rendahnya intensitas curah hujan dan
tingginya jumlah kejadian hotspot pada tingginya jumlah kejadian hotspot
tahun tersebut. Lahan habis terbakar (tahun 2004), diperkirakan berdampak
masih dibiarkan dan belum ditanami pada pengurangan luasan hutan
pada tahun 2005. Kemudian lahan (deforestasi) yang cukup signifikan
hutan mulai ditumbuhi pepohonan dan antara tahun 2003 dan 2005.

19
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 8, 2011 : 11-20

 Tingginya intensitas curah hujan dan Indonesia. Berita Inderaja. Vol. 8,


sedikitnya kejadian hotspot (tahun 2008) No.14: 29-34.
tidak mengakibatkan pengurangan Suwarsono, Parwati, dan Totok S., 2009.
hutan bahkan sebaliknya terjadi Pemanfaatan Data TRMM Dalam
penambahan hutan antara tahun Mendukung Pemantauan dan
2007 dan 2009 yang diperkirakan Prediksi Curah Hujan Di Indonesia.
karena adanya reforestasi dan penam- Berita Inderaja. Vol. 8, No.14: 35-39.
bahan lahan perkebunan. Soemarsono, 1997. Kebakaran Lahan,
Semak Belukar dan Hutan di
DAFTAR RUJUKAN Indonesia (Penyebab, Upaya dan
Perspektif Upaya di Masa Depan).
Casanova, J.L., A. Calle, A. Romo, J. A.
Prosiding Simposium: “Dampak
Sanz, 2004. Forest Fire Detection
Kebakaran Hutan Terhadap
And Monitoring By Means Of An
Sumberdaya Alam dan
Integrated Modis-Msg System.
Lingkungan”. Tanggal 16
Symposium of Satellite-based fire
Desember 1997 di Yogyakarta.
monitoring network in Northern
hal:1-14.
Eurasia: Methods, Data Products,
Soeriaatmadja, R. E., 1997. Dampak
Applications. Moskow. 2004.
Kebakaran Hutan Serta Daya
Heymsfield. G. M., B. Geerts, L. Tian,
Tanggap Pengelolaan Lingkungan
2000. TRMM Precipitation Radar
Hidup dan Sumberdaya Alam
Reflectivity Profiles as Compared
Terhadapnya. Prosiding Simpo-
with High-Resolution Airborne and
sium: “Dampak Kebakaran Hutan
Ground-Based Radar Measurements,
Terhadap Sumberdaya Alam dan
Journal Of Applied Meteorology,
Lingkungan”. Tanggal 16 Desember
Vol. 39, 2080-2102.
1997 di Yogyakarta. hal: 36-39.
Kidder, S.Q. and Vonder Haar, T.H.,
Saharjo dan Husaeni, 1998. East
1995. Satellite Meteorology: An
Kalimantan Burns. Wildfire 7
Introduction. Academic Press.
(7):19-21.
Nesbitt. Stephen W., Robert Cifelli,
Tjasyono, Bayong, 2004. Klimatologi.
Steven A. Rutledge, 2006. Storm
Cetakan Ke-2. IPB Press. Bandung.
Morphology and Rainfall Charac-
Yokoyama. Chie, Yukari N. Takayabu,
teristics of TRMM Precipitation
2008. A Statistical Study on Rain
Features. Mon. Wea. Rev.. Vol.
Characteristics of Tropical
134, 2702–2721.
Cyclones Using TRMM Satellite
Roswintiarti, O., Parwati, S., dan Any, Z.,
Data. Mon. Wea. Rev.. Vol. 136,
2009. Pemanfaatan Data TRMM
3848–3862.
Dalam Mendukung Pemantauan
Dan Prediksi Curah Hujan Di

20

You might also like