Professional Documents
Culture Documents
101-Article Text-193-1-10-20150921
101-Article Text-193-1-10-20150921
Ratna Indrawasih1
Abstract
This article discusses the results of research in Sumenep, East
Java Province. The purpose of the research is to understand the
community perceptions on natural conditions and symptons
related to climate change; to understand the impact of the climate
change to the coastal environmental and livelihood activities; and
to identify how the adaptations made strategy developed on the
economic activity. The study was using a qualitative approach.
Collecting data was carried out through in-depth interviews with
the help of an interview guide. Purposive selection of informants
and snowball step is then performed. The results showed that
climate change and its impacts have been felt by the people in the
District of Bluto, even though they do not understand that the time
shift transition seasons, the rainy season to the dry season is the
symptons of climate change. The impacts felt by people such as
reduced income to meet their economic needs, adding to the
reduction in yield from the sea as a fisherman, was also unable to
obtain additional land, because they can not grow tobacco. An
adaption strategy undertaken by fishermen is to do seaweed
farming and the farmers to grow herbal chilly.
Keywords: climate change, impact, strategy of adaptation,
fisherman
1
Peneliti pada Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan
(PMB-LIPI). Email: ratnapmb@yahoo.co.id
Pengantar
Sebagaimana kita ketahui perubahan iklim telah terjadi.
International Panel On Climate Change (IPCC, 2007) telah membukti-
kan gejala perubahan iklim tersebut dengan hasil observasi yang
menunjukkan terjadinya peningkatan suhu udara dan lautan secara global,
melelehnya es secara cepat dan luas, dan meningkatnya ketinggian
permukaan air laut secara global. Itu semua merupakan dampak dari
pemanasan global. Dalam laporannya IPCC (2007) menyebutkan bahwa
dampak dari pemanasan global adalah sebagai berikut:
• Terjadi kenaikan permukaan air laut antara 10 dan 20 cm selama abad
terakhir ini 90-99% ini disebabkan oleh pemanasan global. IPCC
memprediksi kenaikan permukaan air laut akan menjadi 9 cm-88 cm
pada abad mendatang.
2
Luas hutan mangrove di Indonesia terus mengalami penurunan dari
5.209.543 ha (1982) menurun menjadi 3.235.700 ha (1987) dan menurun lagi
hingga 2.496.185 ha (1993). Dalam kurun waktu 10 tahun (1982-1993), telah
terjadi penurunan hutan mangrove ± 50% dari total luasan semula.
3
Lihat http://blog.ub.ac.id/arifaza/2012/06/26/dampak-perubahan-iklim/
4
Lihat http://dkp.sumenep.go.id/ ?m=6
5
Lihat http://dkp.sumenep.go.id/?m=6).
8
Lihat http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52735/BAB%
20II%20Tinjauan%20Pustaka.pdf? sequence=4.
9
Lihat http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28074/3/Chapter%20II.pdf
Kesimpulan
Sebagaimana kita ketahui, kegiatan matapencaharian di laut
sebagai nelayan maupun di darat sebagai petani baik sawah maupun
kebun sangat bergantung pada alam, tidak hanya pada ekosistem/
lingkungan laut atau lingkungan darat (lahan/tanah), tetapi juga pada
kondisi iklim (cuaca dan angin). Dengan demikian, kondisi iklim sangat
mempengaruhi kondisi lingkungan laut termasuk keberadaan sumberdaya
yang ada di dalamnya maupun lingkungan darat (lahan/tanah) termasuk
hasil tanaman bahkan mempengaruhi kemungkinan untuk bisa ditanami.
Perubahan iklim sudah terjadi di wilayah pesisir Kecamatan
Bluto, akan tetapi perubahan iklim tersebut tampaknya kurang dipahami
oleh masyarakat. Masyarakat hanya tahu bahwa telah terjadi perubahan
musim yang tidak seperti biasanya, yang dikatakan tidak menentu.
Perubahan iklim yang terjadi diakui oleh masyarakat berdampak pada
perubahan lingkungan. Selain permasalahan lingkungan, perubahan iklim
yang oleh masyarakat dirasakan sebagai pergeseran musim, juga telah
mengacaukan pengetahuan lokal masyarakat berkaitan dengan musim
yang dipahami selama ini. Hal itu cukup mengganggu kegiatan
matapencaharian masyarakat tidak hanya pada kegiatan di laut saja,
melainkan juga kegiatan matapencaharian di darat. Padahal dengan
memiliki dua jenis kegiatan matapencaharian, yaitu sebagai nelayan dan
petani/berkebun, biasanya dapat saling membantu, dalam arti ketika
musim paceklik di laut maka masih bisa memperoleh hasil dari berkebun
dan ketika sedang tidak ada hasil dari darat, bisa memperoleh hasil dari
laut.
Namun demikian, tampaknya kendala yang dihadapi oleh
masyarakat tersebut dapat diatasi dengan berbagai strategi. Dapat
dipahami, baik nelayan maupun petani, merupakan komunitas masyarakat
yang sudah terbiasa beradaptasi dengan alam dengan segala kondisinya.
Meskipun strategi yang dilakukan masih dikatakan merupakan coping
mechanism, yang merupakan strategi jangka pendek. Oleh karena itu,
perlu perhatian para stakeholder, terutama pemerintah daerah agar
memikirkan strategi adaptasi untuk jangka panjang, bagi masyarakat
nelayan dan masyarakat di wilayah pesisir pada umumnya.
Sumber Internet
http://dkp.sumenep.go.id/ ?m=6. Diakses 11 Desember 2010.
http://www.unija.sumenep.go.id/mainx.php?smnp=Z289YmVyaXRhJnhr
ZD0xMDM1NQ%3%3D). Diakses 11 Desember 2010.