Professional Documents
Culture Documents
No. 1, Mei 2020 Halaman 77-95
No. 1, Mei 2020 Halaman 77-95
No. 1, Mei 2020 Halaman 77-95
KANDAI
Volume 16 No. 1, Mei 2020 Halaman 77-95
Abstract
Despite the growing number of Indonesian academia using ecofeminism approach in
their literary criticism, some misunderstandings on ecofeminism still exist. This article
provides a reference on ecofeminism perspective and gives an example how ecofeminism
perspective from Warren and Cheney is applied in literary criticism. A well-known poem
entitled “Isteri” (Wife) written by a Javanese poet, Darmanto Jatman, is chosen. Close
reading is used to gather data which is relevant to ecofeminism issues. Textual analysis is
then used in the analysis. The Javanese men see their wives as their source of power,
blessing, wealth, and life. Nature and women, for Javanese men, are parts of men’s
existence and cosmic balance. It shows evidence of how ecofeminism criticism, which
emphasises diversities on the relation and issues between humans, their environment, and
their social contexts, in Javanese context should be applied differently to Western context.
The poem displays a gender relation between husband and wife in Javanese household life
which is different to the West. The implication of this finding may give a reference and
direction towards the possibilities of Javanese ecofeminism further discussions and
renegotiation of gender relation between men and women in Javanese society. To have a
more comprehensive view of how Javanese patriarchy works, further research on other
Javanese literary works is needed.
Keywords: ecofeminism, Javanese patriarchy, subjectification, subordination,
domestification
Abstrak
Pendekatan ekofeminisme di dunia akademia Indonesia sudah mulai marak digunakan
oleh beberapa akademisi, tetapi masih terdapat sedikit kerancuan di dalam penggunaannya
di dalam kajian sastra. Artikel ini menyuguhkan pembacaan berperspektif ekofeminisme
yang menekankan pada kebergantungan konteks dan menolak adanya narasi tunggal ala
Warren dan Cheney. Karya sastra yang dipilih adalah sajak “Isteri” karya Darmanto
Jatman. Data dikumpulkan dengan pembacaan cermat dan analisis dilakukan menggunakan
analisis tekstual. Temuan dari penelitian ini adalah pandangan hidup Jawa yang
menempatkan istri sebagai sakti, sumber berkah, sumber rezeki, dan sumber hidup. Di
dalam kerangka berpikir patriarkis Jawa, perempuan (istri) dan alam menjadi bagian
penting dari eksistensi laki-laki. Konteks sosial dan budaya Jawa yang terdapati di dalam
sajak menunjukkan deskripsi relasi gender dalam kehidupan domestik yang berbeda dengan
apa yang berlaku di Barat. Temuan penelitian ini memberi pijakan arah bagaimana
gerakan ekofeminisme bisa lebih tepat menyesuaikan konteks sistem patriarki Jawa yang
berbeda dengan Barat dan kemungkinan bagaimana wacana bangun ulang relasi gender
antara laki-laki dan perempuan Jawa dapat digugah jika diinginkan. Temuan penelitian ini
menjadi pembuka jalan bagi penelitian lanjutan atas karya-karya sastra pengarang Jawa
lainnya.
Kata-kata kunci: ekofeminisme, patriarki Jawa, subjektifikasi, subordinasi, domestifikasi
DOI: 10.26499/jk.v16i1.1758
How to cite: Nugraha, D., Suwondo, Suyitno (2020). Pembacaan berprespektif ekofeminisme atas sajak “isteri”
karya Darmanto Jatman. Kandai, 16(1), 77-95 (DOI: 10.26499/jk.v16i1.1758)
78
Nugraha, Suwondo, Suyitno: Pembacaan Berprespektif ....
79
Kandai Vol. 16, No. 1, Mei 2020; 77-95
rumah tangga dan ibu yang mengurus menampilkan karakter aku, seorang
anak. Sajak ini juga menggambarkan petani laki-laki Jawa yang
bagaimana mulianya seorang istri dalam membicarakan figur subjektif istri di
pandangan hidup Darmanto yang dalam kehidupannya serta bagaimana
termaktub di dalam sajaknya sebagai seorang laki-laki Jawa memproyeksikan
seseorang yang “menyimpan benih dominasi patriarki di dalam situasi status
percintaan dengan rapi, memelihara anak sosial petani. Di dalam sajak ini, istri
dengan baik, melayani suami dengan dibicarakan bersama perbandingannya
penuh kesabaran, dan mengatur dengan aset yang dimiliki seorang petani
kehidupan rumah tangga penuh dengan dan alam yang menjadi lahan
rasa tanggung jawab dan pengorbanan”. penghidupan kegiatan bertaninya. Oleh
Sementara itu, dengan pendekatan sebab itulah, sajak ini menjadi relevan
kritik mitos, beberapa ungkapan Jawa di dengan pembacaan berperspektif
dalam sajak “Isteri” dan karakter- ekofeminisme.
karakter wayang Jawa di dalamnya
menjadi pengukuh “ideologi LANDASAN TEORI
[Jawanisme] tentang sosok ideal istri ...
[dan] fungsi istri bagi suami” lewat Beberapa rujukan mengenai
ekspresi idiomatik di dalam bahasa Jawa ekofeminisme mengarah kepada esai
mengenai peran istri di dalam hubungan karya Karen Warren berjudul “The
suami istri (Zaidan et al., 2002). Sajak Power and Promise of Ecological
ini adalah ekspresi kreatif Darmanto di Feminism” yang terbit tahun 1990. Jika
dalam menggunakan mitos Jawa di Françoise d’Eaubonne memulakan
dalam karyanya lewat adaptasi kreatif kesadaran feminis terhadap isu ekologis
aktualisasi mitos di dalam cerita wayang di dalam tulisannya yang terbit tahun
Jawa di dalam sajak “Isteri.” Mitos ini 1974, Warren lewat esainya itu dianggap
terkait dengan pandangan hidup, acuan sebagai pemberi kejelasan definitif
moral, dan sumber tata nilai budaya di karakter dari gerakan ekofeminisme
dalam masyarakat Jawa yang (Cuomo, 2002; Mayer, 1994). Di dalam
mempengaruhi penyair Jawa seperti esai ini dinyatakan bahwa ada
Darmanto (Zaidan et al., 2002). Adanya keterhubungan historis, eksperensial,
diskrepansi teori dengan praktik kritik simbolis, dan teoretis yang penting di
dengan pendekatan ekofeminisme di dalam praktik dominasi perempuan dan
Indonesia dan belum adanya kajian dominasi alam yang harus dipahami oleh
ekofeminisme di dalam karya sastra feminis dan pejuang lingkungan
Indonesia modern dengan latar budaya (Warren, 1990).
Jawa, artikel ini menyajikan bagaimana Ekofeminisme memiliki asumsi
ekofeminisme menjadi sebuah dasar adanya logika dominasi yang
pendekatan di dalam pembacaan karya menimbulkan opresi terhadap
sastra yang dapat memberikan perspektif perempuan dan alam. Ada tiga hal yang
lain berkenaan dengan sistem patriarki, menjadi pembicaraan di dalam logika
dinamika relasi gender, dan relasi dominasi oleh ekofeminis (Warren,
manusia dengan alam yang berdasarkan 1990). Pertama, asumsi adanya
pandangan hidup manusia Jawa. keunggulan moral manusia dibandingkan
Sajak “Isteri” adalah satu sajak nonmanusia menjadikan justifikasi
yang terikat pada konteks manusia Jawa bahwa keunggulan manusia
dengan alam lingkungannya, laki-laki meniscayakan subordinasi terhadap
Jawa dengan perempuan Jawa. Sajak ini alam. Kedua, asumsi bahwa di dalam
80
Nugraha, Suwondo, Suyitno: Pembacaan Berprespektif ....
81
Kandai Vol. 16, No. 1, Mei 2020; 77-95
82
Nugraha, Suwondo, Suyitno: Pembacaan Berprespektif ....
83
Kandai Vol. 16, No. 1, Mei 2020; 77-95
dan ngeroki kita kalau kita masuk Seperti Subadra bagi Arjuna
angin makin jelita ia di antara maru-
Ya. Isteri sangat penting untuk kita. marunya;
Seperti Arimbi bagi Bima
Ia sisihan kita Jadilah ia Jelita ketika melahirkan
kalau kita pergi kondangan jabang Tetuka;
la tetimbangan kita Seperti Sawitri bagi Setyawan
kalau kita mau jual palawija la memelihara nyawa kita dari
la teman belakang kita malapetaka.
kalau kita lapar dan mau makan
la sigaraning nyawa kita Ah. Ah. Ah.
kalau kita Alangkah pentingnya isteri ketika kita
la sakti kita! mulai melupakannya.
84
Nugraha, Suwondo, Suyitno: Pembacaan Berprespektif ....
tokoh Dewi Sri, dewi kesuburan.” keistrian berikutnya adalah karakter istri
(Santosa, 2006) Meskipun demikian, Arimbi di hadapan suaminya Bima.
Santosa di dalam pembacaannya tidak Arimbi adalah istri dari Raden Aria
menjelaskan kualitas keistrian apakah Werkudara atau Bima dari kerajaan
yang menjadikan Darmanto, yang Pringgandani. Keistimewaan Arimbi
dipengaruhi pandangan dunia Jawa-nya, diletakkan oleh Darmanto pada momen
memilih tiga karakter tersebut. Santosa ia berhasil melahirkan Jabang Tetuka.
juga belum memberi kejelasan ketika Jabang Tetuka adalah bayi yang
membandingkan penghormatan kepada dilahirkan sangat istimewa sebab ari-
istri berciri ideal tersebut sebagaimana arinya hanya bisa diputus oleh senjata
penghormatan kepada Dewi Sri (dewi Dewa Batara Narada, panah Konta
kesuburan). Wijayadanu. Selepas ari-arinya berhasil
Karakter-karakter unggul istri di diputus, Jabang Tetuka kemudian
dalam dunia wayang Jawa ditampilkan dijadikan para Dewa sebagai panglima
oleh Darmanto di dalam sajaknya perang melawan Naga Percona (atau
“Isteri”. Yang pertama adalah karakter Prabu Pracona), karakter jahat yang
istri Subadra bagi suami Arjuna memporak-porandakan dunia para Dewa
ditekankan pada baris penjelas “makin sebab ingin memperistri bidadari
jelita ia di antara maru-marunya.” kahyangan Dewi Supraba. Jabang
Subadra adalah istri pertama Arjuna. Ia Tetuka yang masih bayi tersebut sempat
adalah anak Prabu Basudewa dengan meninggal kemudian berhasil
Dewi Badrahini dari kerajaan Mandura. dihidupkan kembali setelah direbus di
Subadra (atau Sembadra) digambarkan kawah Candradimuka oleh para Dewa.
sebagai perempuan yang memiliki wajah Bangkit dari kematian yang belum
cantik, tutur kata lembut, dan senyum waktunya itu, Jabang Tetuka berubah
manis. Subadra diceritakan sebagai istri menjadi pemuda yang gagah dan
yang nerimo (ikhlas menerima) hidup mendapatkan nama baru Gatotkaca dari
sederhana semenjak menikah meski ia para Dewa untuk kemudian berhasil
berasal dari keluarga kerajaan yang membunuh Naga Percona. Arimbi
kaya, tidak protes kepada Arjuna yang disebut menjadi “jelita ketika melahirkan
memadunya berulang kali, dan tidak Jabang Tetuka”. Darmanto, dipengaruhi
merusuhi madu-madu suaminya. Ketika oleh kisah wayang Jawa, mengidealkan
Burisrawa hendak menculiknya karena keistrian dari kemampuannya
tergiur kecantikannya, Subadra melahirkan keturunan yang tidak hanya
dikisahkan berani melawan Burisrawa kuat secara fisik, tetapi juga berhasil
untuk mempertahankan kehormatannya. melahirkan anak pilihan para Dewa
Subadra rela mati tertikam senjata untuk diikhlaskan melaksanakan tugas
Burisrawa daripada diculik oleh melawan kejahatan dan angkara murka.
Burisrawa. Kata maru mengandung arti Karakter keistrian ketiga di dalam
“perempuan lain yang menjadi istri.” idealisasi Darmanto di dalam pandangan
Sesuai konteks sajak, Darmanto dunianya yang dipengaruhi oleh kisah
mengambil kata ini merujuk kepada laku wayang Jawa adalah karakter istri
karakter Subadra yang seperti itulah Sawitri bagi suami Setyawan. Sawitri di
yang menjadikan ia sebagai istri yang dalam pewayangan Jawa adalah putri
jelita di antara maru-marunya Arjuna. dari Prabu Aswapati dari kerajaan
Karakter istri dari dunia wayang Madra. Ia digambarkan cantik, berbadan
Jawa yang diambil oleh Darmanto di menggiurkan, dan bermata indah. Ketika
dalam pandangan idealnya mengenai ia telah dewasa, ayahnya menginginkan
85
Kandai Vol. 16, No. 1, Mei 2020; 77-95
agar Sawitri segera menikah. Singkat yang demikian adalah norma yang lazim
cerita, Sawitri pamit kepada ayahnya berlaku di dalam pandangan dunia Jawa-
untuk mencari calon suami yang pantas nya Darmanto dalam perhubungan suami
untuk dirinya. Ia bertemu dengan istri. Di dalam dunia wayang Jawa, Dewi
pemuda tampan, Setyawan, yang Sri adalah Dewi Padi dan Dewi
merupakan anak dari Prabu Jumatsena. Kesuburan. Ajakan “makan” di dalam
Prabu Jumatsena dulunya adalah raja bait terakhir yang diasosiasikan pada
dari negeri Syalwa sebelum akhirnya penghormatan kepada Dewi Sri di dalam
tersingkir dari tahtanya untuk kemudian konteks simbolisme Jawa merujuk
hidup menjadi pertapa di hutan. Pilihan kepada padi sebagai makanan pokok
Sawitri kepada Setyawan adalah pilihan orang Jawa yang relasional dengan peran
yang baik mengingat Setyawan selain domestik istri di dapur dan kesuburan
tampan juga luhur budinya. Akan tetapi sebagai bagian dari fungsi seksual dan
seorang Dewa, Batara Narada, reproduksi istri di dalam perkawinan.
mengabarkan kepada Sawitri bahwa Dengan demikian, penghormatan kepada
kelemahan Setyawan adalah takdirnya istri lewat asosiasi Dewi Sri mewakili
yang hanya akan hidup satu tahun lagi. peran yang dijabarkan di bait pertama
Sawitri tetap pada pendiriannya untuk sajak “Isteri” mengenai pembagian peran
menikahi Setyawan dan mendampingi domestik istri sebagai orang yang
Setyawan di dalam kehidupan yang memasak di dapur dan mengirim
sederhana di hutan. Sawitri digambarkan makanan di dalam rantang ke sawah
setia dan berbakti kepada suaminya tempat bekerja suami serta teman tidur
dalam kesederhanaan hidup di hutan. yang tidak pernah mengeluh melayani
Lebih dari itu, tubuhnya makin kurus kebutuhan biologis suami serta
sebab ia terus berpuasa sembari melahirkan anak dari benih yang
memikirkan perkataan Batara Narada. diberikan oleh suami, di samping peran-
Pada hari nyawa Setyawan akan peran domestik dan publik lainnya yang
direnggut Batara Yama, Dewa Alam relasional dengan kegiatan suami.
Akhirat dalam tradisi Hindu, Sawitri Titik berangkat pembacaan
berhasil membujuk Batara Yama agar ia berperspektif ekofeminisme adalah
bisa mendampingi nyawa suaminya. perlawanan atau kritik terhadap
Batara Yama melarangnya dan kerangka berpikir logika dominasi di
menawarkan permintaan apapun kepada dalam sistem patriarkis yang
Sawitri. Sawitri yang pandai dan sangat menempatkan alam dan perempuan
mencintai Setyawan memohon agar sebagai objek yang inferior di hadapan
Setyawan yang sudah meninggal bisa superioritas laki-laki dan bukan sekedar
dihidupkan lagi. Melihat kesetiaan pertautan kepedulian ekologis oleh
Sawitri, Batara Yama memberikan perempuan (Mayer, 1994; Puleo, 2017;
waktu seratus tahun kehidupan dunia Warren & Cheney, 1991). Di dalam
bagi pasangan Sawitri dan Setyawan. sajak “Isteri” terefleksikan subjektifikasi
Kepandaian dan kesetiaan Sawitri yang istri di dalam hubungan suami istri yang
menyebabkan ia dapat “memelihara muncul di dalam ungkapan idiomatik di
nyawa” suaminya dari malapetaka dalam bahasa Jawa seperti “sisihan kita,”
kematian. “tetimbangan kita,” “sigaraning nyawa
Di bait terakhir, Darmanto kita,” dan “teman belakang kita”.
menuliskan ajakan kepada para suami Subjektifikasi adalah pembentukan
untuk menghormati Dewi Sri, sumber subjek di dalam kaitannya ketundukan
hidup, dan ajakan untuk “makan” karena atau kepasrahannya di dalam sistem
86
Nugraha, Suwondo, Suyitno: Pembacaan Berprespektif ....
87
Kandai Vol. 16, No. 1, Mei 2020; 77-95
88
Nugraha, Suwondo, Suyitno: Pembacaan Berprespektif ....
89
Kandai Vol. 16, No. 1, Mei 2020; 77-95
enam seperti juga terefleksi pada bait Mazmur, berlanjut pada pemberian bumi
tiga sajak. Suami yang “mandiri, (alam) oleh Tuhan untuk menjadi milik
perkasa, dan pintar ngatur hidup” di bait men (laki-laki) sebagai sumber
enam dengan istri yang “tak pernah kemakmuran. Sumber kemakmuran di
mengeluh” dan “tahu terima kasih.” sini mempunyai arti eksploitasi dan
Walau pembicaraan mengenai mempunyai arti berbeda dengan
beberapa bait di dalam sajak “Isteri” menopang kebutuhan hidup atau
memberikan ruang kritik ekofeminisme mencukupi kebutuhan hidup.
yang merujuk kepada konteks Barat, Di dalam pandangan hidup Jawa
pernyataan bahwa “isteri mesti yang kuat dipengaruhi tradisi Islam,
digemateni [sebab] ia sumber berkah dan narasinya berbeda. Eve atau Hawa di
rezeki” di bait kutipan beratas nama dalam tradisi Islam, tradisi yang
tokoh aku-nya sajak, Towikromo dari memengaruhi tradisi Jawa di dalam
Bantul, yang terletak di bawah judul penciptaan manusia, tidak pernah disebut
sajak dan pernyataan di bait terakhir sebagai penyebab manusia dikeluarkan
(bait sembilan) sajak bahwa istri harus dari surga sebagaimana tersebut di dalam
dihormati sebab ia sumber hidup seperti Kitab Kejadian 3: 4—19 (Chand, 1998)
Dewi Sri menjadikan pandangan hidup yang memengaruhi label buruk atas
Jawa-nya Darmanto kemudian bisa perempuan seperti di dalam tradisi
dibandingkan dengan konsep the Angel Kristen Barat (Eropa). Begitu juga
in the House istri ideal-nya zaman dengan tidak adanya dosa yang
Victoria di abad sembilan belasnya diturunkan kepada manusia atas
Inggris. Berbeda dengan the Angel in the perbuatan tersebut yang memberikan
House, konsep keseimbangan turut stigma keburukan dan keterusiran dari
muncul antara laki-laki dan perempuan surga atas diri perempuan. Selain konsep
di dalam kehidupan rumah tangga. Di dosa dibebankan atas diri masing-
dalam pandangan hidup masyarakat masing, kekhilafan apa pun yang
Jawa, eksistensi suami atau laki-laki di dilakukan oleh Adam dan Hawa sudah
dalam kehidupan rumah tangga diampuni sebagaimana tercantum dalam
ditujukan kepada senengnya anak bojo Alquran Surah Al-baqarah ayat 37.
(kebahagiaan anak dan istri) agar Kejadian terusirnya manusia dan
kehidupan berjalan baik (Haryanto, konsep dosa turunan (original sin) atas
2013). Meski ada subjektifikasi istri setiap manusia yang hadir di dunia
sebagai figur domestik, suami sebagaimana ada di dalam tradisi Barat
mempunyai tujuan hidup untuk membuat tidak hanya menempatkan Hawa sebagai
istri bahagia. penyebab tragedi sekaligus representasi
Di dalam kritik ekofeminisme perempuan sebagai objek pembicaraan
terhadap kerangka berpikir sistem dan pembicaraan mengenai tubuh yang
patriarki Barat, kutukan kepada kotor dan tidak abadi, tetapi juga beban
perempuan disandarkan kepada tragedi dan krisis bagi eksistensi manusia Barat
terusirnya manusia dari surga mengikuti yang kuat tercelupi tradisi Kristen
tradisi biblikal (Kassian, 1990). Di (Andrews, 2006; Melville & Ruta,
dalam tradisi Barat yang terpengaruhi 2015). Inilah yang membuat basis
tradisi Kristen, Eve sebagai representasi metafisika kebudayaan Barat mengenai
dari perempuan disebut sebagai eksistensi manusia di bumi serta status
penyebab Adam dan Eve dikeluarkan laki-laki dan perempuan harus
dari surga. Kemudian narasi biblikal ditempatkan berbeda dengan metafisika
seperti dapat ditemui di dalam kitab di dalam tradisi lain. Jawa tidak terkena
90
Nugraha, Suwondo, Suyitno: Pembacaan Berprespektif ....
91
Kandai Vol. 16, No. 1, Mei 2020; 77-95
Tampak juga anomali di dalam pada alam. Oleh karena itulah, meski
subjektifikasi istri di dalam hubungannya mempunyai hak-hak istimewa
dengan suami di dalam pandangan hidup sebagaimana kerangka berpikir di dalam
Jawa-nya Darmanto. Kisah Sumbadra lazimnya sistem patriarki, laki-laki,
menegaskan eksistensi istri yang tercipta tidak boleh sewenang-wenang dan
sebagai figur yang nerima (ikhlas, patuh) merusak keduanya kecuali ia hendak
di hadapan suami. Kisah Jabang Tetuka hilang sakti dan perkasa serta mendapati
menunjukkan bagaimana Arimbi malapetaka di dalam pandangan hidup
menjadi istri yang jelita hanya ketika ia Jawa.
berhasil membuktikan di hadapan suami
sebagai istri yang berhasil menyimpan PENUTUP
benih dari Bima dan menghasilkan anak
yang luar biasa. Akan tetapi, walaupun Eksistensi laki-laki di dalam sistem
Sawitri diglorifikasi lewat laku prihatin patriarki Jawa di dalam pandangan Jawa
dan setia dunia akhirat terhadap yang terefleksikan lewat sajak “Isteri”
Setyawan suaminya, kisah Sawitri karya Darmanto Jatman dengan
mempertontonkan bagaimana Setyawan demikian tidak ditekankan pada
bergantung pada istrinya untuk bisa superioritas dan penaklukkan kepada
terhindar dari malapetaka kematian. perempuan dan alam lewat aktivitas
Meski beberapa hal seperti suami produksi dan prokreasi sebab keduanya
dan istri saling bekerja sama dan dianggap sebagai sumber kehidupan.
pemujaan suami kepada istri adalah Kemaskulinan laki-laki Jawa juga
seperti pemujaan kepada dewi kesuburan ditekankan pada sikap yang gemati,
terdapati di dalam tradisi Hindu namun nastiti, dan ngati-ngati. Ada peringatan
ada yang berbeda dalam pandangan bagi laki-laki untuk tidak lepas kendali.
dunia Jawa. Di dalam tradisi Hindu, Meski subjektifikasi dan
suami adalah dewa bagi kehidupan istri. subordinasi istri di dalam hubungan
Ritual Patiparmeshwar di dalam tradisi suami istri dalam pandangan hidup Jawa
Hindu menempatkan suami sebagai bisa dikritisi pada stereotip sifat pasif tak
dewa bagi istri (Sharma, Pandit, Pathak, pernah mengeluh walau lelah ketika
& Sharma, 2013) sebagaimana dicangkul dan selalu rapi menyimpan
representasi inkarnasi Dewa Wisnu atas ketika diberi benih atas perempuan yang
Rama di dalam hubungan suami istri memberikan petunjuk berlakunya logika
terhadap istrinya Sinta dan panduan dominasi perempuan yang asosiatif
hidup hubungan suami istri Hindu di dengan alam, tetapi pandangan hidup
dalam pasal V Kitab Manu (1991). Jawa yang mengajarkan perlunya
Pandangan dunia Jawa, seperti keharmonisan antara manusia dan dunia
terefleksikan di dalam sajak “Isteri”, nonmanusia dalam konsep menjaga
justru menempatkan istri sebagai sakti kelestarian atau keindahan alam semesta
atas kehidupan suami. memahu hayuning buwono. Hal ini
Di dalam sajak “Isteri” dinyatakan terlihat dalam status perempuan dan
bahwa istri adalah sakti, sumber berkah, alam di dalam pandangan hidup Jawa
sumber rezeki, dan sumber hidup. Ada dalam sajak “Isteri”. Istri adalah seperti
kebergantungan kehidupan, harkat, dan Dewi Sri yang menjadi sumber
perkasa laki-laki (atau suami) pada kehidupan, sumber rezeki, yang lebih
perempuan (istri) sebagaimana dari sekadar peran prokreasi. Di dalam
keberlangsungan dan sumber hidupnya pandangan hidup Jawa, suami yang
manusia (laki-laki) sangat bergantung semena-mena dan tidak menghormati
92
Nugraha, Suwondo, Suyitno: Pembacaan Berprespektif ....
istrinya akan kehilangan sakti; sumber dalam sajak “Isteri” tetapi juga
kehidupannya. Seperti juga dengan alam, mengandung implikasi praktis kepada
yang menjadi bagian dari eksistensi laki- praktik kritik ekofeminisme maupun
laki di dalam kosmologi Jawa, harus feminisme yang menyandarkan diri
dirawat dan diruwat. Sehingga padanan kepada prinsip non-universalisme.
perempuan dengan dewi dan alam Temuan penelitian ini menunjukkan
(bumi) sebagai ibu sebagai bagian dari bahwa pengalaman perempuan Barat
diri laki-laki di dalam pandangan hidup yang berada dalam sistem patriarki yang
Jawa berbeda dengan pandangan hidup berbeda di dalam gerakan ekofeminisme
Barat mengenai bumi sebagai sumber belum tentu kongruen dan relevan
kemakmuran duniawi. dengan isu ekofeminisme di dalam
Keluwesan juga menjadi ciri khas masyarakat Jawa. Walaupun demikian
laki-laki Jawa. Kemenangan dan masih perlu dilakukan penelitian
kemampuan menguasai itu penting lanjutan atas pandangan hidup Jawa di
namun keharmonisan demi dalam sistem patriarki yang berkenaan
keberlangsungan bersama lebih penting dengan isu perempuan dan alam.
bagi orang Jawa. Hal ini meniscayakan
adanya perbedaan pembicaraan isu DAFTAR PUSTAKA
gender dan ekologi dalam ekofeminisme
antara masyarakat Barat dengan Jawa. Andrews, N. J. (2006). Socialism’s
Oleh sebab itulah segregasi ruang Muse: Gender in the Intellectual
domestik lewat masak, macak, manak, Landscape of French Romantic
mapak, dan manut di dalam masyarakat Socialism. Oxford, UK:
Jawa sebagai bukti berlakunya sistem Lexington Books.
patriarkis di masa lalu, kini ketika Aveling, H. (2003). Rahasia
perempuan Jawa terlibat aktivitas di membutuhkan kata: puisi
ruang publik bisa berubah menjadi Indonesia 1966-1998.
masak (memasak), mijet (memijat), Yogyakarta: IndonesiaTera.
momong (mengasuh anak), methuk
(mengantar jemput istri bekerja), dan Bauer, M. W., Süerdem, A. K., &
meme (menjemur pakaian) yang Bicquelet, A. (2014). Text
diatributkan kepada peran laki-laki analysis—An introductory
dalam kehidupan domestik demi manifesto. In M. W. Bauer, A.
keharmonisan. Keluwesan demi Bicquelet, & A. K. Süerdem
keharmonisan sebagai pandangan hidup (Eds.), Textual analysis (pp. xxi–
orang Jawa menyebabkan kompromi xlvii). London: Sage.
peran gender ini jelas berbeda dengan Chand, M. U. (1998). Halal & haram :
kegelisahan maskulin seperti yang the prohibited & the permitted
terjadi di Barat. Tidak hanya laki-laki foods & drinks according to
Jawa bisa memberikan ruang bagi Jewish, Christian & Muslim
perempuan sebagai teman berpikir dan scriptures. Kuala Lumpur: A.S.
mengambil keputusan sebagaimana Noordeen.
terdapati di dalam sajak “Isteri”.
Artikel ini tidak sekadar Cuomo, C. (2002). On Ecofeminist
menyajikan contoh pembacaan karya Philosophy. Ethics & the
sastra berperspektif ekofeminisme Environment, 7, 1–11.
bahwa sistem patriarki dan pandangan https://doi.org/10.1353/een.2002.
dunia Jawa berbeda dengan Barat di 0016
93
Kandai Vol. 16, No. 1, Mei 2020; 77-95
Darmoko, D. (2016). Moralitas Jawa Jänicke, S., Franzini, G., Cheema, M. F.,
dalam Wayang Kulit Purwa: & Scheuermann, G. (2015). On
Tinjauan pada Lakon Laire Close and Distant Reading in
Semar. Paradigma: Jurnal Digital Humanities: A Survey
Kajian Budaya; Vol 5, No 2 and Future Challenges. EuroVis
(2015)DO - (STARs), 83–103.
10.17510/Paradigma.V5i2.52 . Kassian, M. A. (1990). Women, creation,
Retrieved from and the fall. Illinois: Crossway
http://paradigma.ui.ac.id/index.ph Books.
p/paradigma/article/view/52
Kühl, S. (2016). The Angel In The
Flick, U. (2014). Mapping the Field. In House and Fallen Women:
U. Flick (Ed.), The SAGE Assigning Women Their Places
handbook of qualitative data In Victorian Society. Open
analysis. London, California, Educational Resources,
New Delhi, Singapore: Sage. University of Oxford, 4, 171–178.
Gaard, G. (2010). New Directions for Retrieved from
Ecofeminism: Toward a More https://open.conted.ox.ac.uk/serie
Feminist Ecocriticism. ISLE: s/mla-vides-2016
Interdisciplinary Studies in Magnis-Suseno, F. (1984). Etika Jawa:
Literature and Environment, Sebuah analisa falsafi tentang
17(4), 643–665. kebijaksanaan hidup Jawa.
https://doi.org/10.1093/isle/isq10 Jakarta: PT Gramedia.
8
Manu. (1991). The Laws of Manu
Gunansyah, L. L. (2017). Aku, (Translated; W. Doniger & Brian
Perempuan. Yogyakarta: Stiletto K. Smith, Eds.). London, NY,
Book. Victoria, Auckland, Toronto:
Hardiningtyas, P. R. (2016). Resistansi Penguin Books.
Perempuan Papua di Mayer, E. (1994). The Power and the
Lingkungannya dalam Roman Promise of Ecofeminism,
Isinga Karya Dorothea Rosa Reconsidered. Illinois Wesleyan
Herliany. Aksara, 28(2), 143– University.
153.
Melville, G., & Ruta, C. (2015).
Haryanto, S. (2013). Dunia simbol orang Thinking the body as a basis,
Jawa. Yogyakarta: Kepel Press. provocation and burden of life:
Haryati, T. A. (2018). Kosmologi Jawa Studies in intercultural and
sebagai Landasan Filosofis Etika historical contexts. Berlin: De
Lingkungan. RELIGIA; Vol 20 Gruyter Oldenbourg.
No 2: Oktober 2017DO -
10.28918/Religia.V20i2.1026.
Retrieved from http://e-
journal.iainpekalongan.ac.id/inde
x.php/Religia/article/view/1026
94
Nugraha, Suwondo, Suyitno: Pembacaan Berprespektif ....
95