No. 1, Mei 2020 Halaman 77-95

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 19

Dwiani S.

: Proses Morfologis Verba Bahasa Waringin

KANDAI
Volume 16 No. 1, Mei 2020 Halaman 77-95

PEMBACAAN BERPERSPEKTIF EKOFEMINISME


ATAS SAJAK “ISTERI” KARYA DARMANTO JATMAN
(Ecofeminism Reading on Darmanto Jatman’s Poem “Isteri”)

Dipa Nugraha, Suwondo, & Suyitno


Universitas Muhammadiyah Surakarta
Jalan A. Yani, Pabelan, Kartasura, Sukoharjo, Indonesia
Pos-el: dipa.nugraha@ums.ac.id
(Diterima: 29 September 2019; Direvisi: 4 November 2019; Disetujui: 24 Maret 2020)

Abstract
Despite the growing number of Indonesian academia using ecofeminism approach in
their literary criticism, some misunderstandings on ecofeminism still exist. This article
provides a reference on ecofeminism perspective and gives an example how ecofeminism
perspective from Warren and Cheney is applied in literary criticism. A well-known poem
entitled “Isteri” (Wife) written by a Javanese poet, Darmanto Jatman, is chosen. Close
reading is used to gather data which is relevant to ecofeminism issues. Textual analysis is
then used in the analysis. The Javanese men see their wives as their source of power,
blessing, wealth, and life. Nature and women, for Javanese men, are parts of men’s
existence and cosmic balance. It shows evidence of how ecofeminism criticism, which
emphasises diversities on the relation and issues between humans, their environment, and
their social contexts, in Javanese context should be applied differently to Western context.
The poem displays a gender relation between husband and wife in Javanese household life
which is different to the West. The implication of this finding may give a reference and
direction towards the possibilities of Javanese ecofeminism further discussions and
renegotiation of gender relation between men and women in Javanese society. To have a
more comprehensive view of how Javanese patriarchy works, further research on other
Javanese literary works is needed.
Keywords: ecofeminism, Javanese patriarchy, subjectification, subordination,
domestification

Abstrak
Pendekatan ekofeminisme di dunia akademia Indonesia sudah mulai marak digunakan
oleh beberapa akademisi, tetapi masih terdapat sedikit kerancuan di dalam penggunaannya
di dalam kajian sastra. Artikel ini menyuguhkan pembacaan berperspektif ekofeminisme
yang menekankan pada kebergantungan konteks dan menolak adanya narasi tunggal ala
Warren dan Cheney. Karya sastra yang dipilih adalah sajak “Isteri” karya Darmanto
Jatman. Data dikumpulkan dengan pembacaan cermat dan analisis dilakukan menggunakan
analisis tekstual. Temuan dari penelitian ini adalah pandangan hidup Jawa yang
menempatkan istri sebagai sakti, sumber berkah, sumber rezeki, dan sumber hidup. Di
dalam kerangka berpikir patriarkis Jawa, perempuan (istri) dan alam menjadi bagian
penting dari eksistensi laki-laki. Konteks sosial dan budaya Jawa yang terdapati di dalam
sajak menunjukkan deskripsi relasi gender dalam kehidupan domestik yang berbeda dengan
apa yang berlaku di Barat. Temuan penelitian ini memberi pijakan arah bagaimana
gerakan ekofeminisme bisa lebih tepat menyesuaikan konteks sistem patriarki Jawa yang
berbeda dengan Barat dan kemungkinan bagaimana wacana bangun ulang relasi gender
antara laki-laki dan perempuan Jawa dapat digugah jika diinginkan. Temuan penelitian ini
menjadi pembuka jalan bagi penelitian lanjutan atas karya-karya sastra pengarang Jawa
lainnya.
Kata-kata kunci: ekofeminisme, patriarki Jawa, subjektifikasi, subordinasi, domestifikasi

©2020 Kandai, ISSN 2527-5968 (online), 1907-204X (print)


http://ojs.badanbahasa.kemdikbud.go.id/jurnal/index.php/kandai 77
This is an open access article distributed under the CC BY-NC-SA 4.0 license
Kandai Vol. 16, No. 1, Mei 2020; 77-95

DOI: 10.26499/jk.v16i1.1758
How to cite: Nugraha, D., Suwondo, Suyitno (2020). Pembacaan berprespektif ekofeminisme atas sajak “isteri”
karya Darmanto Jatman. Kandai, 16(1), 77-95 (DOI: 10.26499/jk.v16i1.1758)

PENDAHULUAN semestinya lebih tepat dibaca lewat


pendekatan ekokritik.
Beberapa tesis, disertasi, makalah Tidaklah salah jika secara
konferensi, dan artikel penelitian di sederhana dikatakan bahwa
Indonesia sudah mulai menggunakan ekofeminisme adalah titik temu antara
pendekatan ekofeminisme di dalam feminisme dan ekologi (Puleo, 2017).
penelitian karya sastra. Meski demikian, Akan tetapi, menjadi sesuatu yang keliru
karya-karya ilmiah ini masih kurang jika penggunaan istilah ekologi di dalam
tepat dalam menerapkan pendekatan ekofeminisme terletak pada definisi
ekofeminisme seperti misalnya ekologi sebagai displin ilmu yang
dilakukan oleh Solichin (2018) dan mempelajari hubungan antara organisme
Hardiningtyas (2016). Satu persamaan di dalam suatu ekosistem. Ekofeminisme
yang dimiliki oleh karya-karya tulis bukanlah sekadar gerakan peduli
tersebut adalah adanya argumen lingkungan, bahkan meski gerakan
simplistis bahwa ekofeminisme adalah tersebut dilakukan oleh perempuan, tidak
gabungan dari pendekatan ekologi dan selalu karya sastra yang ditulis oleh
feminisme di dalam pengkajian karya perempuan dan berbicara tentang
sastra. Pendekatan yang dipakai oleh pelestarian alam atau kepedulian
para akademisi tersebut tampak hanya lingkungan lantas bisa disebut sebagai
mencuplik bagian-bagian dari karya karya sastra ekofeminis. Isu ekologi di
sastra yang diteliti dari karakter-karakter dalam ekofeminisme adalah kesadaran
perempuan yang kebetulan memiliki perlawanan yang digemakan terhadap
latar belakang kehidupan tradisional kerangka berpikir bahwa manusia yang
yang memang bersinggungan dengan superior dibandingkan alam menjadi
gaya hidup alami khas desa atau fragmen justifikasi praktik dominasi dan
manakala karakter-karakter perempuan perusakan alam (Mayer, 1994).
yang ada di dalam sebuah karya sastra Kerangka berpikir inilah yang justru
berinteraksi dengan alam, hidup secara akan menyebabkan kehancuran manusia
tradisional, atau usaha mereka di dalam dan alam sehingga harus dilawan.
menghadapi perusak dari luar. Kajian Karya sastra yang dipilih dalam
seperti ini mungkin lebih tepat masuk pembacaan berperspektif ekofeminisme
kepada kajian sosiologi sastra desa di dalam artikel ini adalah sajak “Isteri”
(village prose), suatu pendekatan yang (1980) karya Darmanto Jatman dari
pernah diungkit oleh Sastrowardoyo antologi sajak yang terbit untuk
(1983) kepada fenomena rusaknya desa memperingati 60 tahun usia Darmanto
oleh pengaruh luar, tetapi kemudian berjudul Sori Gusti (Yt, et al., 2002).
kurang begitu berkembang di dalam Lahir dengan nama Soedarmanto,
kronik kritik sastra Indonesia. Di dalam Darmanto Jatman penyair kelahiran
situasi lain, beberapa akademisi terjebak Jakarta yang besar di dalam lingkungan
menggunakan kritik ekofeminisme pada keluarga priyayi Jawa Yogyakarta dan
isu ekologi yang terartikulasikan oleh tradisi Kristen Jawa adalah penulis dan
penulis perempuan atau muncul melalui akademisi yang sangat produktif semasa
agen karakter perempuan yang hidupnya. Ia menulis sejak sekolah dasar
dan mulai dikenal semenjak sajak-

78
Nugraha, Suwondo, Suyitno: Pembacaan Berprespektif ....

sajaknya dimuat di majalah kebudayaan Sajak “Isteri” menampilkan


Basis dan Horison di tahun 60-an. Selain karakter-karakter dari dunia wayang
berkesusastraan di sepanjang hidupnya, Jawa seperti Subadra, Arjuna, Arimbi,
ia adalah salah satu pengajar senior ilmu Bima, Jabang Tetuka, Sawitri, Setyawan,
Psikologi di Fakultas Psikologi UNDIP dan dewi dalam mitologi Jawa yang
Semarang dan menjadi guru besar melambangkan kesuburan, Dewi Sri.
pertama di fakultas ini. Di dalam video Darmanto bukanlah satu-satunya
yang dirilis Lontar Foundation sastrawan Indonesia dari Jawa yang
(Yampolsky, 2003), Darmanto Jatman menggunakan karakter di dalam dunia
(selanjutnya disebut Darmanto) wayang Jawa di dalam karya-karya
menjelaskan bahwa pilihannya untuk sastranya. Penelitian-penelitian
menekuni bidang ilmu Psikologi adalah sebelumnya menunjukkan bahwa cerita
agar “bisa mengetahui atau lebih dari dunia wayang Jawa memiliki fungsi
memahami manusia” sebagai bekal sebagai inspirasi, prinsip hidup,
terpentingnya sebagai penulis. Pengaruh pencarian nilai-nilai, dan memengaruhi
latar belakang dan minat Darmanto pada pandangan dunia banyak sekali
tradisi Jawa tidak hanya menghasilkan sastrawan Indonesia yang berasal dari
karya-karya sastra yang memiliki Jawa (Nurgiyantoro, 2003; Zaidan, et al.,
pandangan dunia Jawa, tetapi juga 2002). Sajak “Isteri” juga menunjukkan
tampak dari salah satu karyanya di hal yang sama.
bidang psikologi berjudul Psikologi Sajak “Isteri” mengarahkan
Jawa (Yt, 1997). pembicaraan tentang pandangan dunia
Sajak “Isteri” adalah sajak ‘world view’ seorang sastrawan Jawa,
Darmanto Jatman yang paling terkenal Darmanto, mengenai cinta (Santosa,
dan paling luas diantologikan oleh orang 2006). Pandangan dunia Darmanto
lain (Aveling, 2003). Sajak ini ditulis memberikan definisi cinta sebagai
pada tahun 1980 dan muncul di majalah “tenaga moral manusia yang mampu
Basis tahun 1983 (Zaidan, Tasai, & mendekatkan satu rasa atau perasaan
Suyatno, 2002). Sajak ini terdiri atas manusia dengan sesuatu benda atau
sembilan bait dan berisi tentang seorang makhluk yang lainnya hingga terasa
petani bernama Towikromo dari Bantul intim, dekat, dan mesra. Suasana yang
yang memberikan pengakuan betapa ada dalam cinta selalu diliputi oleh
pentingnya istri bagi para suami. Sajak perasaan kasih sayang, rindu, dan juga
ini termasuk unik sebab memberikan mabuk asmara”. Dengan merefleksikan
pesan kuat kepada para suami agar pandangan hidup pengarangnya yang
menghormati peran istri dalam dipengaruhi oleh dunia Jawa, sajak
kehidupan rumah tangga di dalam “Isteri” dapat dimaknai sebagai karya
bingkai nilai budaya Jawa (Aveling, yang berbicara tentang kasih istri yang
2003). Towikromo (atau Mbah Towi), tulus dan murni kepada suaminya di
berdasarkan wawancara dengan Abigael dalam hubungan suami istri.
Wohing Ati (komunikasi pribadi, 22-24 Sebagaimana didapati di dalam baris-
Mei 2019), salah satu puteri Darmanto baris sajak “Isteri,” istri digambarkan
Jatman, sebenarnya ada di dunia nyata. sebagai perempuan yang sangat
Ia adalah seorang petani Jawa yang istimewa. Di hadapan suaminya ia tidak
masih berkerabat dengan keluarga bapak mengeluh ketika diajak berhubungan
Darmanto. Nasihat Mbah Towi tentang intim pada malam hari walaupun ia
hubungan suami istri menginspirasi sebenarnya capai dengan pekerjaan
terciptanya sajak “Isteri”. rumah tangga sepanjang hari sebagai ibu

79
Kandai Vol. 16, No. 1, Mei 2020; 77-95

rumah tangga dan ibu yang mengurus menampilkan karakter aku, seorang
anak. Sajak ini juga menggambarkan petani laki-laki Jawa yang
bagaimana mulianya seorang istri dalam membicarakan figur subjektif istri di
pandangan hidup Darmanto yang dalam kehidupannya serta bagaimana
termaktub di dalam sajaknya sebagai seorang laki-laki Jawa memproyeksikan
seseorang yang “menyimpan benih dominasi patriarki di dalam situasi status
percintaan dengan rapi, memelihara anak sosial petani. Di dalam sajak ini, istri
dengan baik, melayani suami dengan dibicarakan bersama perbandingannya
penuh kesabaran, dan mengatur dengan aset yang dimiliki seorang petani
kehidupan rumah tangga penuh dengan dan alam yang menjadi lahan
rasa tanggung jawab dan pengorbanan”. penghidupan kegiatan bertaninya. Oleh
Sementara itu, dengan pendekatan sebab itulah, sajak ini menjadi relevan
kritik mitos, beberapa ungkapan Jawa di dengan pembacaan berperspektif
dalam sajak “Isteri” dan karakter- ekofeminisme.
karakter wayang Jawa di dalamnya
menjadi pengukuh “ideologi LANDASAN TEORI
[Jawanisme] tentang sosok ideal istri ...
[dan] fungsi istri bagi suami” lewat Beberapa rujukan mengenai
ekspresi idiomatik di dalam bahasa Jawa ekofeminisme mengarah kepada esai
mengenai peran istri di dalam hubungan karya Karen Warren berjudul “The
suami istri (Zaidan et al., 2002). Sajak Power and Promise of Ecological
ini adalah ekspresi kreatif Darmanto di Feminism” yang terbit tahun 1990. Jika
dalam menggunakan mitos Jawa di Françoise d’Eaubonne memulakan
dalam karyanya lewat adaptasi kreatif kesadaran feminis terhadap isu ekologis
aktualisasi mitos di dalam cerita wayang di dalam tulisannya yang terbit tahun
Jawa di dalam sajak “Isteri.” Mitos ini 1974, Warren lewat esainya itu dianggap
terkait dengan pandangan hidup, acuan sebagai pemberi kejelasan definitif
moral, dan sumber tata nilai budaya di karakter dari gerakan ekofeminisme
dalam masyarakat Jawa yang (Cuomo, 2002; Mayer, 1994). Di dalam
mempengaruhi penyair Jawa seperti esai ini dinyatakan bahwa ada
Darmanto (Zaidan et al., 2002). Adanya keterhubungan historis, eksperensial,
diskrepansi teori dengan praktik kritik simbolis, dan teoretis yang penting di
dengan pendekatan ekofeminisme di dalam praktik dominasi perempuan dan
Indonesia dan belum adanya kajian dominasi alam yang harus dipahami oleh
ekofeminisme di dalam karya sastra feminis dan pejuang lingkungan
Indonesia modern dengan latar budaya (Warren, 1990).
Jawa, artikel ini menyajikan bagaimana Ekofeminisme memiliki asumsi
ekofeminisme menjadi sebuah dasar adanya logika dominasi yang
pendekatan di dalam pembacaan karya menimbulkan opresi terhadap
sastra yang dapat memberikan perspektif perempuan dan alam. Ada tiga hal yang
lain berkenaan dengan sistem patriarki, menjadi pembicaraan di dalam logika
dinamika relasi gender, dan relasi dominasi oleh ekofeminis (Warren,
manusia dengan alam yang berdasarkan 1990). Pertama, asumsi adanya
pandangan hidup manusia Jawa. keunggulan moral manusia dibandingkan
Sajak “Isteri” adalah satu sajak nonmanusia menjadikan justifikasi
yang terikat pada konteks manusia Jawa bahwa keunggulan manusia
dengan alam lingkungannya, laki-laki meniscayakan subordinasi terhadap
Jawa dengan perempuan Jawa. Sajak ini alam. Kedua, asumsi bahwa di dalam

80
Nugraha, Suwondo, Suyitno: Pembacaan Berprespektif ....

tradisi dominasi kebudayaan Barat di dalam gerakan ini, ekofeminisme


konsep kerangka berpikir patriarkis sendiri tidak menjadikan logika
menempatkan laki-laki sebagai dominasi menjadi satu-satunya hal yang
“manusia” dan “mental”, sedangkan menjadi fokus perlawanan.
perempuan sebagai “alam” dan Ekofeminisme di dalam geliat
“penampilan fisik”. Di dalam kerangka wacananya telah memberikan
berpikir seperti ini, laki-laki dianggap sumbangsih pada posisi filosofis dan
lebih superior dibanding perempuan. praktik politis yang realistis serta
Oleh sebab itulah muncul justifikasi menyuguhkan alternatif terhadap
subordinasi terhadap perempuan oleh keberadaan praktik kerangka berpikir
laki-laki. Istilah subordinasi di dalam dominasi dan kerusakan yang
kajian gender terkait dengan karakter ditimbulkannya (Cuomo, 2002).
relasi antargender yang berciri pada Ekofeminisme memberikan pandangan
dominasi laki-laki dan subordinasi alternatif bahwa bentuk identitas dan
perempuan. Dalam konteks perempuan bentuk kehidupan sosial manusia saling
di dalam kehidupan rumah tangga dalam berkaitan satu sama lain dan bisa
sistem patriarki, bentuk subordinasi dikaitkan dengan kehidupan alam.
terhadap perempuan adalah tidak Dengan demikian, gerakan
sejajarnya otoritas pengambilan ekofeminisme terikat pada kesadaran
keputusan antara istri dengan suami metafisika akan ikatan manusia dengan
sebab adanya struktur hierarkis di dalam dunia nonmanusia beserta penghargaan
rumah tangga yang menempatkan suami terhadap perempuan (dan manusia secara
sebagai kepala rumah tangga. Tentu saja umum) di dalam usaha melawan segala
pada konteks sosial budaya akan penindasan lewat suara dan pengalaman
memberikan pula perbedaan bentuk dan perempuan yang masih termarjinalkan
praktik subordinasi (Whitehead, 2006). (Cuomo, 2002).
Ketiga, asumsi bahwa logika dominasi Ekofeminisme di dalam praktiknya
adalah sumber dari opresi terhadap menganalisis kaitan antara perempuan
perempuan dan karena ketiadaan suara dan alam serta menawarkan konsep
yang monolitik di dalam perjuangan alternatif mengenai cara kehidupan di
perempuan melawan logika dominasi dunia harus dilangsungkan. Manakala
tersebut, perempuan harus memperkuat kerangka berpikir di dalam sistem
solidaritas berdasar pengalaman patriarki yang jejaknya dapat dilacak
ketertindasan masing-masing. Dasar dari tradisi Barat yang berkelindan
pijakannya adalah pengalaman dengan tradisi biblikal menempatkan
perempuan di wilayah tertentu terikat laki-laki yang diberikan kemampuan
secara spesifik pada sistem sosial budaya rasional sebagai penguasa alam,
masing-masing (Gaard, 2010). Oleh sedangkan perempuan dilabeli dengan
sebab itulah feminis harus mengikatkan kemampuan emosional yang asosiatif
diri dengan perjuangan melawan logika dengan alam menjadikannya objek
dominasi karena logika dominasi dominasi laki-laki, maka alam dan
menjadi sumber acuan secara konseptual perempuan menjadi rentan terhadap
dan historis praktik penindasan ganda penindasan. Ekofeminis percaya
yang berterusan; tidak hanya terhadap penindasan terhadap perempuan akan
alam, tetapi juga kepada perempuan bisa berakhir bilamana kerangka berpikir
(Warren, 1990). yang membentuk dikotomi superioritas
Meskipun Warren sering laki-laki dibandingkan inferioritas alam
membicarakan praktik logika dominasi dan perempuan berhasil diubah (Mayer,

81
Kandai Vol. 16, No. 1, Mei 2020; 77-95

1994). Di dalam kritik ekofeminisme, Di dalam feminisme sendiri


praktik simbolisme perempuan seperti perempuan bebas untuk memilih peran
hewan dan perempuan seperti alam yang menjadi ibu atau tidak sebagaimana
memperkuat logika dominasi dalam rujukan awal gerakan ekofeminisme
oposisi biner laki-laki versus alam juga yang didasarkan atas tulisan Françoise
menjadi kajian (Gaard, 2010). d’Eaubonne yang terbit di tahun 1974
Simbolisme ini menjadi salah satu bahwa problem ekologis ledakan
bentuk representasi dari praktik logika penduduk adalah imbas dari bagaimana
dominasi. sistem patriarki membatasi hak
Tujuan gerakan ekofeminisme perempuan terhadap tubuhnya. Gerakan
adalah adanya perubahan sikap terhadap ekofeminisme malah paradoksal dan
kerangka berpikir yang menempatkan kontraproduktif ketika ia dikaitkan
alam sebagai pemuas kebutuhan manusia dengan gerakan yang berkutat kepada
(laki-laki) karena harus mulai disadari peran kodrati keibuan perempuan (Puleo,
bahwa manusia tidak bisa berlangsung 2017).
tanpa memperhatikan keberlangsungan Ekofeminisme bukanlah gerakan
alam. Ketika justifikasi dominasi yang mengaitkan kodrat perempuan
manusia (laki-laki) sudah tidak ada lagi yang lebih dekat kepada alam. Ia
dan tergantikan oleh kepedulian dan bukanlah gerakan yang menempatkan
kasih terhadap alam, perusakan terhadap perempuan sebagai representasi cinta
alam dan penindasan terhadap kasih alam dan perlambang keibuan.
perempuan juga akan berakhir. Oleh Justru kritik ekofeminisme terletak pada
karena itu perlu digarisbawahi bahwa penempatan perempuan yang asosiatif
ekofeminisme bukanlah sebuah gerakan dengan alam sementara laki-laki berada
peduli lingkungan, atau bahkan sekadar di dalam posisi superior terhadap alam
gerakan peduli lingkungan meskipun dan perempuan (Mayer, 1994).
dilakukan oleh perempuan, akan tetapi Pengkaitan perempuan yang asosiatif
sebuah gerakan yang menekankan pada dengan alam bukan bagian dari gerakan
perlawanan terhadap kerangka berpikir ekofeminisme namun masuk ke dalam
di dalam logika dominasi patriarkis yang pandangan ekofeminin (Mayer, 1994).
menempatkan laki-laki superior terhadap Di dalam perspektif ekofemininlah
alam dan perempuan sebagai sumber kualitas kefemininan berhadapan dengan
dari kerusakan dan penindasan (Mayer, kemaskulinan dan kemudian malah
1994). terjebak kembali ke dikotomi maskulin-
Secara umum, ekofeminisme feminin dalam pembagian peran gender
adalah sebuah percobaan untuk laki-laki dan perempuan di dalam sistem
menciptakan cara pandang baru yang patriarkis.
ideal yang menyorot isu-isu lingkungan Hal penting lain yang perlu dicatat
yang terkait dengan kategori-kategori bahwa kepedulian ekologi tidak serta
patriarki, androsentrisme, kepedulian, merta sama dengan ekofeminisme
seksisme, dan gender (Puleo, 2017). sebagaimana juga tidaklah selalu
Gerakan ekofeminisme lebih dari seorang feminis pastilah memiliki
sekadar gerakan feminis environtalisme kepedulian ekologis (Warren & Cheney,
yang berkutat pada ide-ide mengenai 1991). Oleh sebab itulah, diperlukan
manajemen sumber daya alam, atau kehati-hatian di dalam mencermati
identitas keperempuanan yang dikaitkan perkembangan gerakan ekofeminisme
dengan peran sebagai ibu dan terkait sehingga tidak mereduksi kekayaan arah
dengan bumi. perkembangan ekofeminisme.

82
Nugraha, Suwondo, Suyitno: Pembacaan Berprespektif ....

Ekofeminisme adalah gerakan yang Penelitian ini adalah penelitian


berkembang berkat sumbangsih aktivis kualitatif. Data yang dihadapi adalah
dari latar belakang budaya, sosio- data dalam bentuk teks (Flick, 2014).
ekonomi, dan sejarah yang berbeda. Ia Sumber data adalah sajak “Isteri” karya
adalah gerakan yang sifatnya “quilt-in- Darmanto Jatman. Data dikumpulkan
process” (rajutan dalam proses). Oleh dengan cara pembacaan cermat (close
sebab sifatnya yang berkembang dari reading) berulang (Jänicke, Franzini,
sumbangsih aktivis dari latar belakang Cheema, & Scheuermann, 2015) atas
yang berbeda itulah, harus disadari oleh sajak “Isteri” sehingga menemukan data
ekofeminis bahwa tidak ada -isme yang yang sesuai dengan isu ekofeminisme.
dominan di dalam rajutan gerakan ini. Karena di dalam pendekatan
Poin pokok dari gerakan ini adalah ekofeminisme memerlukan pengetahuan
segala gerakan yang menyorot dan konteks sosial maka penelitian-penelitian
menantang efek perusakan lingkungan sebelumnya yang membicarakan sajak
terhadap perempuan serta segala ide “Isteri” dapat dijadikan sumber rujukan
yang menyodorkan moral interaksi tambahan dalam pembicaraan yang
berperspektif pengalaman perempuan berkenaan dengan konteks sosial budaya
akan interaksi manusia dengan alam dan pandangan hidup masyarakat Jawa.
dunia nonmanusia (Warren & Cheney, Analisis dilakukan dengan textual
1991). analysis atau analisis tekstual. Analisis
Ekofeminisme bersifat context- tekstual bertujuan menyingkap makna
dependent (terikat kepada konteks). Ia laten teks sebagai artefak budaya (Bauer,
menolak narasi tunggal di dalam Süerdem, & Bicquelet, 2014). Dari hasil
mendeskripsikan fenomena ekologis, pemaknaan tersebut, kesimpulan
tetapi tetap bersandar pada perlawanan mengenai isi dari teks kemudian
terhadap sistem patriarkis yang dijabarkan untuk memberikan contoh
menempatkan perempuan dan alam bagaimana pendekatan ekofeminisme
sebagai sumber dominasi. Ia adalah diejawantahkan di dalam pembacaan
gerakan yang terpusat kepada suara sajak “Isteri”.
perempuan yang mengkritisi dan
merevisi konsep manusia akan alam dan PEMBAHASAN
hubungan manusia dengan alam (Warren
& Cheney, 1991). Berikut adalah sajak “Isteri” yang
diambil dari buku antologi puisi Sori
METODE PENELITIAN Gusti (Yt et al., 2002, hlm. 326-328):

Pendekatan ekofeminisme di ISTERI


dalam artikel ini sedikit lebih luas dari --- isteri mesti digemateni
tawaran dua opsi di dalam kritik sastra ia sumber berkah dan rezeki
feminis konvensional yaitu reading as (Towikromo, Tambran, Pundong,
woman atau kajian women’s writing Bantul)
(gynocriticism) (Showalter, 1997).
Artikel ini menggunakan pendekatan Isteri sangat penting untuk kita
ekofeminisme Warren dan Cheney Menyapu pekarangan
(1991) di dalam pembacaan kritis atas Memasak di dapur
teks atau karya sastra terkait isu Mencuci di sumur
perempuan dan alam dalam logika mengirim rantang ke sawah
dominasi patriarki.

83
Kandai Vol. 16, No. 1, Mei 2020; 77-95

dan ngeroki kita kalau kita masuk Seperti Subadra bagi Arjuna
angin makin jelita ia di antara maru-
Ya. Isteri sangat penting untuk kita. marunya;
Seperti Arimbi bagi Bima
Ia sisihan kita Jadilah ia Jelita ketika melahirkan
kalau kita pergi kondangan jabang Tetuka;
la tetimbangan kita Seperti Sawitri bagi Setyawan
kalau kita mau jual palawija la memelihara nyawa kita dari
la teman belakang kita malapetaka.
kalau kita lapar dan mau makan
la sigaraning nyawa kita Ah. Ah. Ah.
kalau kita Alangkah pentingnya isteri ketika kita
la sakti kita! mulai melupakannya.

Ah. Lihatlah. Ia menjadi sama penting Hormatilah isterimu


dengan kerbau, luku, sawah, dan Seperti kau menghormati Dewi Sri
pohon kelapa. Sumber hidupmu
Ia kita cangkul malam hari dan tak Makanlah
pernah mengeluh walau cape. Karena memang demikianlah
Ia selalu rapih menyimpan benih yang suratannya!
kita tanamkan dengan rasa syukur,
tahu terima kasih dan meninggikan — Towikromo
harkat kita sebagai laki-Iaki. 1980
Ia selalu memelihara anak-anak kita
dengan bersungguh-sungguh Karya sastra sebagai bentuk
seperti kita memelihara ayam, itik, ekspresi pengarang di dalam
kambing atau jagung. menjabarkan pandangan hidup
pribadinya berinteraksi dengan
Ah. Ya. Isteri sangat penting bagi kita kesadaran kolektif masyarakat tempat
justru ketika kita mulai munculnya sajak “Isteri”. Gambaran
melupakannya: kisah percintaan suami istri di dalam
Seperti lidah ia di mulut kita dunia wayang Jawa, dunia yang
tak terasa mempengaruhi kesadaran kolektif
Seperti jantung ia di dada kita masyarakat Jawa akan nilai-nilai
tak teraba kehidupan dan pandangan dunia,
karakter istri Subadra bagi suami Arjuna,
Ya. Ya. Isteri sangat penting bagi kita karakter istri Arimbi bagi suami Bima,
justru ketika mulai melupakannya. dan karakter istri Sawitri sebagai istri
Setyawan yang disuguhkan Darmanto di
Jadi, waspadalah! dalam puisinya tersebut adalah refleksi
Tetap, madhep, manteb dari model yang muncul dari logika
Gemati, nastiti, ngati-ati dominasi patriarki di dalam masyarakat
Supaya kita mandiri, perkasa dan Jawa akan istri-istri ideal dalam
pintar ngatur hidup perhubungan suami istri. Karakter-
Tak tergantung tengkulak, pak dukuh, karakter istri tersebut adalah model
bekel atau lurah. “istri-istri … yang pantas dihormati,
dimengerti, dipahami, dan juga
dimanusiawikan seperti menghormati

84
Nugraha, Suwondo, Suyitno: Pembacaan Berprespektif ....

tokoh Dewi Sri, dewi kesuburan.” keistrian berikutnya adalah karakter istri
(Santosa, 2006) Meskipun demikian, Arimbi di hadapan suaminya Bima.
Santosa di dalam pembacaannya tidak Arimbi adalah istri dari Raden Aria
menjelaskan kualitas keistrian apakah Werkudara atau Bima dari kerajaan
yang menjadikan Darmanto, yang Pringgandani. Keistimewaan Arimbi
dipengaruhi pandangan dunia Jawa-nya, diletakkan oleh Darmanto pada momen
memilih tiga karakter tersebut. Santosa ia berhasil melahirkan Jabang Tetuka.
juga belum memberi kejelasan ketika Jabang Tetuka adalah bayi yang
membandingkan penghormatan kepada dilahirkan sangat istimewa sebab ari-
istri berciri ideal tersebut sebagaimana arinya hanya bisa diputus oleh senjata
penghormatan kepada Dewi Sri (dewi Dewa Batara Narada, panah Konta
kesuburan). Wijayadanu. Selepas ari-arinya berhasil
Karakter-karakter unggul istri di diputus, Jabang Tetuka kemudian
dalam dunia wayang Jawa ditampilkan dijadikan para Dewa sebagai panglima
oleh Darmanto di dalam sajaknya perang melawan Naga Percona (atau
“Isteri”. Yang pertama adalah karakter Prabu Pracona), karakter jahat yang
istri Subadra bagi suami Arjuna memporak-porandakan dunia para Dewa
ditekankan pada baris penjelas “makin sebab ingin memperistri bidadari
jelita ia di antara maru-marunya.” kahyangan Dewi Supraba. Jabang
Subadra adalah istri pertama Arjuna. Ia Tetuka yang masih bayi tersebut sempat
adalah anak Prabu Basudewa dengan meninggal kemudian berhasil
Dewi Badrahini dari kerajaan Mandura. dihidupkan kembali setelah direbus di
Subadra (atau Sembadra) digambarkan kawah Candradimuka oleh para Dewa.
sebagai perempuan yang memiliki wajah Bangkit dari kematian yang belum
cantik, tutur kata lembut, dan senyum waktunya itu, Jabang Tetuka berubah
manis. Subadra diceritakan sebagai istri menjadi pemuda yang gagah dan
yang nerimo (ikhlas menerima) hidup mendapatkan nama baru Gatotkaca dari
sederhana semenjak menikah meski ia para Dewa untuk kemudian berhasil
berasal dari keluarga kerajaan yang membunuh Naga Percona. Arimbi
kaya, tidak protes kepada Arjuna yang disebut menjadi “jelita ketika melahirkan
memadunya berulang kali, dan tidak Jabang Tetuka”. Darmanto, dipengaruhi
merusuhi madu-madu suaminya. Ketika oleh kisah wayang Jawa, mengidealkan
Burisrawa hendak menculiknya karena keistrian dari kemampuannya
tergiur kecantikannya, Subadra melahirkan keturunan yang tidak hanya
dikisahkan berani melawan Burisrawa kuat secara fisik, tetapi juga berhasil
untuk mempertahankan kehormatannya. melahirkan anak pilihan para Dewa
Subadra rela mati tertikam senjata untuk diikhlaskan melaksanakan tugas
Burisrawa daripada diculik oleh melawan kejahatan dan angkara murka.
Burisrawa. Kata maru mengandung arti Karakter keistrian ketiga di dalam
“perempuan lain yang menjadi istri.” idealisasi Darmanto di dalam pandangan
Sesuai konteks sajak, Darmanto dunianya yang dipengaruhi oleh kisah
mengambil kata ini merujuk kepada laku wayang Jawa adalah karakter istri
karakter Subadra yang seperti itulah Sawitri bagi suami Setyawan. Sawitri di
yang menjadikan ia sebagai istri yang dalam pewayangan Jawa adalah putri
jelita di antara maru-marunya Arjuna. dari Prabu Aswapati dari kerajaan
Karakter istri dari dunia wayang Madra. Ia digambarkan cantik, berbadan
Jawa yang diambil oleh Darmanto di menggiurkan, dan bermata indah. Ketika
dalam pandangan idealnya mengenai ia telah dewasa, ayahnya menginginkan

85
Kandai Vol. 16, No. 1, Mei 2020; 77-95

agar Sawitri segera menikah. Singkat yang demikian adalah norma yang lazim
cerita, Sawitri pamit kepada ayahnya berlaku di dalam pandangan dunia Jawa-
untuk mencari calon suami yang pantas nya Darmanto dalam perhubungan suami
untuk dirinya. Ia bertemu dengan istri. Di dalam dunia wayang Jawa, Dewi
pemuda tampan, Setyawan, yang Sri adalah Dewi Padi dan Dewi
merupakan anak dari Prabu Jumatsena. Kesuburan. Ajakan “makan” di dalam
Prabu Jumatsena dulunya adalah raja bait terakhir yang diasosiasikan pada
dari negeri Syalwa sebelum akhirnya penghormatan kepada Dewi Sri di dalam
tersingkir dari tahtanya untuk kemudian konteks simbolisme Jawa merujuk
hidup menjadi pertapa di hutan. Pilihan kepada padi sebagai makanan pokok
Sawitri kepada Setyawan adalah pilihan orang Jawa yang relasional dengan peran
yang baik mengingat Setyawan selain domestik istri di dapur dan kesuburan
tampan juga luhur budinya. Akan tetapi sebagai bagian dari fungsi seksual dan
seorang Dewa, Batara Narada, reproduksi istri di dalam perkawinan.
mengabarkan kepada Sawitri bahwa Dengan demikian, penghormatan kepada
kelemahan Setyawan adalah takdirnya istri lewat asosiasi Dewi Sri mewakili
yang hanya akan hidup satu tahun lagi. peran yang dijabarkan di bait pertama
Sawitri tetap pada pendiriannya untuk sajak “Isteri” mengenai pembagian peran
menikahi Setyawan dan mendampingi domestik istri sebagai orang yang
Setyawan di dalam kehidupan yang memasak di dapur dan mengirim
sederhana di hutan. Sawitri digambarkan makanan di dalam rantang ke sawah
setia dan berbakti kepada suaminya tempat bekerja suami serta teman tidur
dalam kesederhanaan hidup di hutan. yang tidak pernah mengeluh melayani
Lebih dari itu, tubuhnya makin kurus kebutuhan biologis suami serta
sebab ia terus berpuasa sembari melahirkan anak dari benih yang
memikirkan perkataan Batara Narada. diberikan oleh suami, di samping peran-
Pada hari nyawa Setyawan akan peran domestik dan publik lainnya yang
direnggut Batara Yama, Dewa Alam relasional dengan kegiatan suami.
Akhirat dalam tradisi Hindu, Sawitri Titik berangkat pembacaan
berhasil membujuk Batara Yama agar ia berperspektif ekofeminisme adalah
bisa mendampingi nyawa suaminya. perlawanan atau kritik terhadap
Batara Yama melarangnya dan kerangka berpikir logika dominasi di
menawarkan permintaan apapun kepada dalam sistem patriarkis yang
Sawitri. Sawitri yang pandai dan sangat menempatkan alam dan perempuan
mencintai Setyawan memohon agar sebagai objek yang inferior di hadapan
Setyawan yang sudah meninggal bisa superioritas laki-laki dan bukan sekedar
dihidupkan lagi. Melihat kesetiaan pertautan kepedulian ekologis oleh
Sawitri, Batara Yama memberikan perempuan (Mayer, 1994; Puleo, 2017;
waktu seratus tahun kehidupan dunia Warren & Cheney, 1991). Di dalam
bagi pasangan Sawitri dan Setyawan. sajak “Isteri” terefleksikan subjektifikasi
Kepandaian dan kesetiaan Sawitri yang istri di dalam hubungan suami istri yang
menyebabkan ia dapat “memelihara muncul di dalam ungkapan idiomatik di
nyawa” suaminya dari malapetaka dalam bahasa Jawa seperti “sisihan kita,”
kematian. “tetimbangan kita,” “sigaraning nyawa
Di bait terakhir, Darmanto kita,” dan “teman belakang kita”.
menuliskan ajakan kepada para suami Subjektifikasi adalah pembentukan
untuk menghormati Dewi Sri, sumber subjek di dalam kaitannya ketundukan
hidup, dan ajakan untuk “makan” karena atau kepasrahannya di dalam sistem

86
Nugraha, Suwondo, Suyitno: Pembacaan Berprespektif ....

jejaring kekuasaan serta ketergantungan sebagai perujuk makna seseorang di


eksistensinya lewat hubungan- mana seseorang berbagi rumah; tinggal
hubungannya dengan subjek lainnya dalam satu atap. Ia bukan berasal dari
(Youdell, 2006). Subjektifikasi bisa bahasa Indonesia yang kata sisih
berlaku di dalam sistem jejaring kuasa memiliki makna “menyingkir,
apa pun. Di dalam konteks sajak “Isteri”, menghindar, menjauhkan diri”
ia bermanifestasi dalam pemberian peran melainkan kata sisih di dalam bahasa
perempuan dalam ruang domestik yang Jawa yang memiliki arti “sisi, sebelah.”
relasional terhadap suami. Begitu juga ungkapan Jawa muncul di
Subjektifikasi perempuan menurut dalam ungkapan bahwa istri adalah
narasi subjektif laki-laki dalam tata “tetimbangan kita [suami]”. Di dalam
aturan sistem patriarki meletakkan tradisi Jawa, istri diletakkan sebagai
eksistensi perempuan terikat pada figur yang bisa menjadi pemberi
relasinya dengan laki-laki yang juga pertimbangan terhadap masalah yang
menyiratkan bagaimana pembagian dihadapi dan keputusan yang akan dibuat
peran di dalam jaring kuasa sistem oleh suami. Ungkapan idiomatik
patriarki memberikan hak istimewa berikutnya, “sigaraning nyawa”, berasal
kepada laki-laki. Di dalam konteks sajak dari posisi istri sebagai belahan jiwa
“Istri”, subjektifikasi yang berlaku (nyawa) dari suami. Ungkapan ini terkait
adalah subjektifikasi di dalam ruang dengan istilah Jawa di dalam menyebut
domestik. Karakter Towikromo sebagai pasangan suami atau istri sebagai garwa
aku di dalam sajak berlaku seperti bentuk kontraksi dari (si)gar(raning)
pengkhotbah kepada bangsanya, para (nya)wa.
laki-laki (suami), tetapi juga bisa Ungkapan sebelumnya, yaitu istri
ditafsirkan sebagai representasi dari laki- sebagai “teman belakang”, merujuk
laki jamak di dalam sajak yang bicara kepada pandangan hidup Jawa yang
kebajikan hidup lewat sikap dan laku menempatkan perempuan di dalam peran
baik kepada istri sembari menceritakan domestik sekaligus segregasi ruang di
sosok ideal istri di dalam istri sesuai dalam interaksi kerumahtanggaan
moralitas yang berlaku dalam sistem dengan publik antara suami dengan istri.
budaya orang Jawa (Zaidan et al., 2002). Teman belakang adalah terjemah kata
Sosok ideal istri yang disampaikan lewat per kata Darmanto dari istilah Jawa
sajak “Istri” adalah contoh praktik konco wingking. Konco yang berarti
subjektifikasi terhadap perempuan. teman dan wingking yang mempunyai
Sebagaimana kebiasaan Darmanto arti belakang seringkali dikaitkan peran
yang bisa secara luwes menjumput dan istri di dapur untuk urusan memasak.
mengadaptasi ekspresi dari satu bahasa Akan tetapi, lebih dari itu istilah ini di
ke bahasa lainnya, atau bahkan tidak dalam masyarakat Jawa penjabarannya
segan mencampurkodekan istilah dari pada domestikasi istri di dalam rumah
satu bahasa ke dalam bahasa lainnya, tangga yang terkait dengan masak,
Darmanto menggunakan beberapa macak, manak, mapak, dan manut
ekspresi idiomatik di dalam penceritaan (Gunansyah, 2017). Ada segregasi ruang
konsep ideal istri di dalam sajaknya di dalam kerumahtanggaan yang
“Isteri.” Kata sisihan dalam istilah diberikan kepada istri terkait dengan
“sisihan kita” di dalam sajak “Isteri” masak (memasak), macak (berdandan),
bukan berasal dari bahasa Indonesia. Ia manak (melahirkan anak) yang
berasal dari bahasa Jawa yang berasal berkelindan tidak hanya dengan peran
dari istilah semah atau sisihan omah reproduksi, tetapi juga pengasuhan anak,

87
Kandai Vol. 16, No. 1, Mei 2020; 77-95

mapak (menunggu) yang menekankan Dari pembacaan awal sajak “Isteri”


kebaikan istri terletak pada setia menanti yang memberi pandangan hidup Jawa
kepulangan suami yang pergi ke luar, yang melatari pandangan dunia
dan manut (patuh) yang terkait dengan Darmanto mengenai hubungan suami
kepatuhan terhadap perintah suami. Istri istri, selanjutnya dilakukan pembacaan
menjadi sosok yang ideal dalam sajak tersebut dalam perspektif
pandangan hidup Jawa di dalam ekofeminisme. Misalkan pendekatan
hubungan suami istri ketika ia tidak yang dipakai adalah hanya feminisme
sibuk memikirkan hal-hal di luar rumah. saja, isu subordinasi perempuan di dalam
Istri mendapatkan tempat istimewanya sajak “Isteri” yang menempatkan istri
justru dalam konteks domestik dan sebagai penanggung jawab pekerjaan
dibatasi perannya di ranah publik. Di domestik dan subjektifikasi istri lewat
ruang domestik, meskipun istri figur yang ideal di dalam narasi
mempunyai banyak peran, ia hanya hubungan suami istri sudah cukup. Akan
sebagai teman tetimbangan saja di- tetapi, saat pendekatan ekofeminisme
wingking (belakang) keputusan suami yang dipakai di dalam pembacaan sajak
dan harus manut. Karakter-karakter di tersebut diterapkan, perspektif
dalam dunia mitologi wayang Jawa yang keekofeminisan harus dijadikan panduan
dipakai oleh Darmanto di dalam bait interaksi pembacaan atau analisis.
tujuh dan sembilan sajak “Isteri” Sekilas, sajak “Isteri” seolah tidak
mengukuhkan model ideal istri yang memperbincangkan isu ekologis.
dicirikan dengan banyak karakteristik di Ketidaktampakan isu ekologis akan
dalam bait tiga bait pertama. membuat pembacaan ekofeminis lugu
Beberapa peran ini mirip dengan terhadap sajak “Isteri” seolah musykil
gambaran perempuan (istri) ideal di dilakukan. Padahal, pembicaraan
zaman Victoria yang disebut dengan the kehidupan sederhana di desa tidak selalu
angel in the house. Sebuah sajak yang bernada peduli lingkungan dan
merefleksikan pandangan hidup perempuan (atau istri, sebagaimana isi
masyarakat Inggris zaman itu berjudul sajak yang sedang dibahas) tidak bisa
“the Angel in the House” karya secara serampangan dikaitkan dengan
Conventry Patmore yang terbit pada isu ekofeminisme. Basis dari pembacaan
tahun 1854 menampilkan glorifikasi ekofeminisme adalah sorotan atas logika
perempuan di dalam perannya sebagai dominasi dari kerangka berpikir sistem
istri, mengerjakan pekerjaan domestik, patriarkis yang menempatkan alam,
mengasuh anak, menunggu di dalam dunia nonmanusia, dan perempuan
rumah sementara suami pergi bekerja di secara asosiatif sebagai objek dominasi
luar rumah (Kühl, 2016). Meski dari status superioritas manusia yang
demikian, glorifikasi istri ideal yang direpresentasikan lewat laki-laki. Sekilas
rumahan di antara kedua sajak tentu hanya isu domestikasi dan subordinasi
berbeda sebab faktor latar sosial budaya, atas subjektifikasi istri di dalam
perbedaan pandangan dunia, dan kehidupan domestik di dalam sajak
ekspresi kontemplatif kreatif “Isteri” yang kentara. Dengan
pengarangnya. Di sinilah salah satu isu pembacaan berperspektif ekofeminisme
ekofeminisme menjadi relevan; bahwa akan tersingkap bagaimana sajak “Isteri”
konteks sosial budaya bahkan sejarah laten dengan isu ekofeminisme.
bakal memberikan pembacaan Di dalam bait pertama sajak
berperspektif ekofeminisme yang “Isteri” bisa dilihat peran penting istri di
berbeda. dalam rumah tangga terletak pada

88
Nugraha, Suwondo, Suyitno: Pembacaan Berprespektif ....

pekerjaan domestik (menyapu, bait ketiga sajak “tak pernah mengeluh


memasak, mencuci, menyediakan … tahu terima kasih dan meninggikan
makanan) dan perawatan anggota harkat” suami.
keluarga (ngeroki). Di bait ketiga, Pembacaan khas berperspektif
pemberian peran kepada istri sebagai ekofeminisme mulai intensif masuk
perawat anggota keluarga meliputi juga ketika pembacaan sajak “Isteri”
pemberian tanggung jawab “memelihara mendapati figur istri diletakkan “sama
anak-anak ... dengan sungguh-sungguh.” penting dengan kerbau, luku, sawah, dan
Kemudian pada bait kedua, pohon kelapa” di bait ketiga sajak bagi
terdapat praktik subordinasi istri di seorang petani dari Bantul bernama
hadapan suami. Istri diletakkan sebagai Towikromo sebagai aku dalam kita-nya
sisihan (pendamping) kalau suami ada lirik sajak. Istri mendapati posisinya
acara ke luar, tetimbangan (tempat sebagai objek penguasaan suami
menambah pandangan) pada keputusan sebagaimana benda nonmanusia (kerbau,
suami untuk menjual palawija, teman luku, sawah, pohon kelapa). Benda-
belakang (konco wingking) yang benda ini asosiatif dengan penaklukan
memasak dan menyediakan makanan dunia nonmanusia oleh manusia sebab
untuk suami. Keberadaan istri selalu manusia lebih superior dibandingkan
dikaitkan dengan situasi dan kondisi dengan hewan dan tumbuhan. Luku atau
suami. Atau dengan kata lain, istri bajak yang dipakai dengan hewan kerbau
menjadi aktor kedua atau pelengkap untuk mengolah kegemburan tanah
setelah suami di dalam konteks sawah dan pohon kelapa yang
hubungan suami istri. Ini diperkuat dimanfaatkan oleh manusia di bait tiga
dengan apa yang disampaikan di dalam diasosiasikan dengan istri sebagai tanah
bait enam bahwa ngatur hidup rumah yang diolah di dalam ungkapan “ia kita
tangga agar mandiri menjadi kuasa cangkul,” seperti tanah yang diberi benih
suami. tanaman lewat ungkapan “selalu rapih
Bait keenam sajak “Isteri” menjadi menyimpan benih,” dan menghasilkan
relevan sebagai glorifikasi istri sebagai sesuatu yang bisa meninggikan harkat
the Angel in the House menurut laki-laki laksana sawah diolah
pandangan Jawa-nya Darmanto menghasilkan padi dan pohon kelapa
manakala karakter-karakter yang buahnya dipetik yang menghasilkan
ditampilkan di dalam bait ini dipahami sesuatu yang atributif dengan suami
sesuai dengan latar belakang budaya sebagai perwujudan kuasa dan perkasa.
Jawa (kisah wayang Jawa). Subadra, Posisi dan relasi istri di dalam
Arimbi, dan Sawitri dipuji sebab hubungan suami istri dipadankan di
karakter-karakter yang diambil dari dalam sajak “Isteri” dengan
kisah wayang Jawa ini menjadi model penggambaran suami melakukan
ideal istri dengan kecantikan mereka, aktivitas penaklukan dan pengelolaan
kepatuhan dan kesetiaan mereka kepada alam atau dunia nonmanusia. Suami juga
suami, sikap nerima terhadap keinginan diberikan tugas untuk rasional dan penuh
dan keadaan suami, sikap nerima dan perhitungan di dalam mengatur hidup.
mau prihatin dengan kondisi keuangan Kerangka berpikir di dalam sistem
rumah tangga, kemampuan melahirkan patriarkis yang menempatkan laki-laki
anak yang sehat dan hebat, serta sebagai makhluk yang aktif
kemampuan untuk membela kehormatan menaklukkan dan rasional dibandingkan
dan nyawa suami. Sebuah kumpulan dengan stereotip perempuan yang pasif
kualitas ideal yang terangkum di dalam ditaklukkan terefleksi di dalam bait

89
Kandai Vol. 16, No. 1, Mei 2020; 77-95

enam seperti juga terefleksi pada bait Mazmur, berlanjut pada pemberian bumi
tiga sajak. Suami yang “mandiri, (alam) oleh Tuhan untuk menjadi milik
perkasa, dan pintar ngatur hidup” di bait men (laki-laki) sebagai sumber
enam dengan istri yang “tak pernah kemakmuran. Sumber kemakmuran di
mengeluh” dan “tahu terima kasih.” sini mempunyai arti eksploitasi dan
Walau pembicaraan mengenai mempunyai arti berbeda dengan
beberapa bait di dalam sajak “Isteri” menopang kebutuhan hidup atau
memberikan ruang kritik ekofeminisme mencukupi kebutuhan hidup.
yang merujuk kepada konteks Barat, Di dalam pandangan hidup Jawa
pernyataan bahwa “isteri mesti yang kuat dipengaruhi tradisi Islam,
digemateni [sebab] ia sumber berkah dan narasinya berbeda. Eve atau Hawa di
rezeki” di bait kutipan beratas nama dalam tradisi Islam, tradisi yang
tokoh aku-nya sajak, Towikromo dari memengaruhi tradisi Jawa di dalam
Bantul, yang terletak di bawah judul penciptaan manusia, tidak pernah disebut
sajak dan pernyataan di bait terakhir sebagai penyebab manusia dikeluarkan
(bait sembilan) sajak bahwa istri harus dari surga sebagaimana tersebut di dalam
dihormati sebab ia sumber hidup seperti Kitab Kejadian 3: 4—19 (Chand, 1998)
Dewi Sri menjadikan pandangan hidup yang memengaruhi label buruk atas
Jawa-nya Darmanto kemudian bisa perempuan seperti di dalam tradisi
dibandingkan dengan konsep the Angel Kristen Barat (Eropa). Begitu juga
in the House istri ideal-nya zaman dengan tidak adanya dosa yang
Victoria di abad sembilan belasnya diturunkan kepada manusia atas
Inggris. Berbeda dengan the Angel in the perbuatan tersebut yang memberikan
House, konsep keseimbangan turut stigma keburukan dan keterusiran dari
muncul antara laki-laki dan perempuan surga atas diri perempuan. Selain konsep
di dalam kehidupan rumah tangga. Di dosa dibebankan atas diri masing-
dalam pandangan hidup masyarakat masing, kekhilafan apa pun yang
Jawa, eksistensi suami atau laki-laki di dilakukan oleh Adam dan Hawa sudah
dalam kehidupan rumah tangga diampuni sebagaimana tercantum dalam
ditujukan kepada senengnya anak bojo Alquran Surah Al-baqarah ayat 37.
(kebahagiaan anak dan istri) agar Kejadian terusirnya manusia dan
kehidupan berjalan baik (Haryanto, konsep dosa turunan (original sin) atas
2013). Meski ada subjektifikasi istri setiap manusia yang hadir di dunia
sebagai figur domestik, suami sebagaimana ada di dalam tradisi Barat
mempunyai tujuan hidup untuk membuat tidak hanya menempatkan Hawa sebagai
istri bahagia. penyebab tragedi sekaligus representasi
Di dalam kritik ekofeminisme perempuan sebagai objek pembicaraan
terhadap kerangka berpikir sistem dan pembicaraan mengenai tubuh yang
patriarki Barat, kutukan kepada kotor dan tidak abadi, tetapi juga beban
perempuan disandarkan kepada tragedi dan krisis bagi eksistensi manusia Barat
terusirnya manusia dari surga mengikuti yang kuat tercelupi tradisi Kristen
tradisi biblikal (Kassian, 1990). Di (Andrews, 2006; Melville & Ruta,
dalam tradisi Barat yang terpengaruhi 2015). Inilah yang membuat basis
tradisi Kristen, Eve sebagai representasi metafisika kebudayaan Barat mengenai
dari perempuan disebut sebagai eksistensi manusia di bumi serta status
penyebab Adam dan Eve dikeluarkan laki-laki dan perempuan harus
dari surga. Kemudian narasi biblikal ditempatkan berbeda dengan metafisika
seperti dapat ditemui di dalam kitab di dalam tradisi lain. Jawa tidak terkena

90
Nugraha, Suwondo, Suyitno: Pembacaan Berprespektif ....

pengaruh metafisika Kristen Barat yang masyarakat Jawa. Bahwa pandangan


menempatkan Hawa, atau perempuan hidup Jawa yang terekspresikan oleh
secara umum, sebagai asal dari krisis Darmanto di dalam sajaknya bakal
eksistensi manusia. memandu laki-laki di dalam hubungan
Begitu pula ada perbedaan antara suami istri untuk tidak sewenang-
tradisi Kristen Barat yang berkenaan wenang kepada istri. Suami harus gemati
dengan penguasaan alam di dalam tradisi (sabar penuh kasih dan peduli), nastiti
Jawa. Di dalam tradisi Jawa, alam adalah (teliti di dalam melakukan perhitungan),
bagian dari kosmos manusia. Manusia dan ngati-ati (berhati-hati di dalam
hadir bersama alam. Manusia tidak boleh bertindak) agar laki-laki tidak celaka
merasa bisa menguasai dan semena- atau mencelakai dirinya dan
mena alam (dan liyan) lewat konsep keluarganya. Ini memberikan contoh lain
memahu hayuning buwono (Darmoko, di dalam kritik (eko)feminisme
2016; Haryati, 2018; Nugroho & bagaimana laki-laki di Jawa selain taking
Elviandri, 2018; Trimulyaningsih, 2017). charge, tapi bisa diberi label taking care
Oleh sebab itulah harmonisasi manusia lewat gemati dan bukan pada penekanan
(laki-laki) dengan dunia nonmanusia untuk aktivitas eksploitasi. Hal ini
sebab eksistensi manusia dipengaruhi berbeda dengan laki-laki di Barat yang
oleh dunia nonmanusia di dunia memiliki peran taking charge.
kosmologi metafisika Jawa adalah Beda dengan apa yang berlaku di
sesuatu yang inheren serta jelas berbeda logika dominasi sistem patriarkis Barat
dan harus dibedakan dengan metafisika yang menempatkan perempuan (istri)
Barat. sebagai makhluk emosional, perempuan
Pandangan dunia Jawa berbeda (istri) di dalam tradisi Jawa tidak
dengan pandangan dunia Barat yang memiliki stereotip dominan sebagai
dipengaruhi oleh tradisi Yunani dan makhluk emosional. Istri bagi laki-laki
Kristen (Magnis-Suseno, 1984). Jawa menjadi tetimbangan laki-laki. Ini
Meskipun Darmanto Jatman seorang menunjukkan bahwa stereotip
Katolik, tetapi bagaimanapun juga perempuan di Jawa sebagai makhluk
pandangan dunianya adalah pandangan yang bisa berpikir berbeda dengan
dunia orang Jawa. Pandangan dunia stereotip perempuan di Barat.
Darmanto Jatman seorang Jawa Alam dan perempuan penting bagi
dipengaruhi tradisi Hindu, sebagaimana kelangsungan hidup dan kehidupan
tampak lewat penggunaan amsal manusia (laki-laki) dan kerusakan akan
wayang, dan Islam, seperti terlihat dalam menghampiri jika keduanya tidak dijaga
konsep istri sebagai sakti dan sumber baik-baik. Ini terekspresikan lewat
rezekinya suami di dalam sajak “Isteri”. ungkapan bahwa laki-laki yang menjadi
Sumber glorifikasi istri yang hanya suami harus gemati di bait enam sajak
berkutat pada subjektifikasi mereka pada dan pernyataan bahwa istri adalah justru
kerja domestik dan reproduksi di dalam “sumber berkah dan rezeki” suami di
hubungan suami istri, di dalam sajak bait kutipan di bawah judul sajak. Di
“Isteri” tertampilkan hal lain. dalam tradisi patriarki Barat, suami tidak
Pandangan Jawa-nya Darmanto di dalam mendapat stereotip gemati dan sumber
sajak “Isteri” merepresentasikan model penghidupan rumah tangga selalu
ideal istri yang bisa menjadi bahan kritik diorientasikan pada hasil yang dibawa
feminis dan ekofeminis sedang di sisi pulang oleh aktivitas suami di luar
lain memberikan suara yang lain di rumah.
dalam konteks sistem patriarkis

91
Kandai Vol. 16, No. 1, Mei 2020; 77-95

Tampak juga anomali di dalam pada alam. Oleh karena itulah, meski
subjektifikasi istri di dalam hubungannya mempunyai hak-hak istimewa
dengan suami di dalam pandangan hidup sebagaimana kerangka berpikir di dalam
Jawa-nya Darmanto. Kisah Sumbadra lazimnya sistem patriarki, laki-laki,
menegaskan eksistensi istri yang tercipta tidak boleh sewenang-wenang dan
sebagai figur yang nerima (ikhlas, patuh) merusak keduanya kecuali ia hendak
di hadapan suami. Kisah Jabang Tetuka hilang sakti dan perkasa serta mendapati
menunjukkan bagaimana Arimbi malapetaka di dalam pandangan hidup
menjadi istri yang jelita hanya ketika ia Jawa.
berhasil membuktikan di hadapan suami
sebagai istri yang berhasil menyimpan PENUTUP
benih dari Bima dan menghasilkan anak
yang luar biasa. Akan tetapi, walaupun Eksistensi laki-laki di dalam sistem
Sawitri diglorifikasi lewat laku prihatin patriarki Jawa di dalam pandangan Jawa
dan setia dunia akhirat terhadap yang terefleksikan lewat sajak “Isteri”
Setyawan suaminya, kisah Sawitri karya Darmanto Jatman dengan
mempertontonkan bagaimana Setyawan demikian tidak ditekankan pada
bergantung pada istrinya untuk bisa superioritas dan penaklukkan kepada
terhindar dari malapetaka kematian. perempuan dan alam lewat aktivitas
Meski beberapa hal seperti suami produksi dan prokreasi sebab keduanya
dan istri saling bekerja sama dan dianggap sebagai sumber kehidupan.
pemujaan suami kepada istri adalah Kemaskulinan laki-laki Jawa juga
seperti pemujaan kepada dewi kesuburan ditekankan pada sikap yang gemati,
terdapati di dalam tradisi Hindu namun nastiti, dan ngati-ngati. Ada peringatan
ada yang berbeda dalam pandangan bagi laki-laki untuk tidak lepas kendali.
dunia Jawa. Di dalam tradisi Hindu, Meski subjektifikasi dan
suami adalah dewa bagi kehidupan istri. subordinasi istri di dalam hubungan
Ritual Patiparmeshwar di dalam tradisi suami istri dalam pandangan hidup Jawa
Hindu menempatkan suami sebagai bisa dikritisi pada stereotip sifat pasif tak
dewa bagi istri (Sharma, Pandit, Pathak, pernah mengeluh walau lelah ketika
& Sharma, 2013) sebagaimana dicangkul dan selalu rapi menyimpan
representasi inkarnasi Dewa Wisnu atas ketika diberi benih atas perempuan yang
Rama di dalam hubungan suami istri memberikan petunjuk berlakunya logika
terhadap istrinya Sinta dan panduan dominasi perempuan yang asosiatif
hidup hubungan suami istri Hindu di dengan alam, tetapi pandangan hidup
dalam pasal V Kitab Manu (1991). Jawa yang mengajarkan perlunya
Pandangan dunia Jawa, seperti keharmonisan antara manusia dan dunia
terefleksikan di dalam sajak “Isteri”, nonmanusia dalam konsep menjaga
justru menempatkan istri sebagai sakti kelestarian atau keindahan alam semesta
atas kehidupan suami. memahu hayuning buwono. Hal ini
Di dalam sajak “Isteri” dinyatakan terlihat dalam status perempuan dan
bahwa istri adalah sakti, sumber berkah, alam di dalam pandangan hidup Jawa
sumber rezeki, dan sumber hidup. Ada dalam sajak “Isteri”. Istri adalah seperti
kebergantungan kehidupan, harkat, dan Dewi Sri yang menjadi sumber
perkasa laki-laki (atau suami) pada kehidupan, sumber rezeki, yang lebih
perempuan (istri) sebagaimana dari sekadar peran prokreasi. Di dalam
keberlangsungan dan sumber hidupnya pandangan hidup Jawa, suami yang
manusia (laki-laki) sangat bergantung semena-mena dan tidak menghormati

92
Nugraha, Suwondo, Suyitno: Pembacaan Berprespektif ....

istrinya akan kehilangan sakti; sumber dalam sajak “Isteri” tetapi juga
kehidupannya. Seperti juga dengan alam, mengandung implikasi praktis kepada
yang menjadi bagian dari eksistensi laki- praktik kritik ekofeminisme maupun
laki di dalam kosmologi Jawa, harus feminisme yang menyandarkan diri
dirawat dan diruwat. Sehingga padanan kepada prinsip non-universalisme.
perempuan dengan dewi dan alam Temuan penelitian ini menunjukkan
(bumi) sebagai ibu sebagai bagian dari bahwa pengalaman perempuan Barat
diri laki-laki di dalam pandangan hidup yang berada dalam sistem patriarki yang
Jawa berbeda dengan pandangan hidup berbeda di dalam gerakan ekofeminisme
Barat mengenai bumi sebagai sumber belum tentu kongruen dan relevan
kemakmuran duniawi. dengan isu ekofeminisme di dalam
Keluwesan juga menjadi ciri khas masyarakat Jawa. Walaupun demikian
laki-laki Jawa. Kemenangan dan masih perlu dilakukan penelitian
kemampuan menguasai itu penting lanjutan atas pandangan hidup Jawa di
namun keharmonisan demi dalam sistem patriarki yang berkenaan
keberlangsungan bersama lebih penting dengan isu perempuan dan alam.
bagi orang Jawa. Hal ini meniscayakan
adanya perbedaan pembicaraan isu DAFTAR PUSTAKA
gender dan ekologi dalam ekofeminisme
antara masyarakat Barat dengan Jawa. Andrews, N. J. (2006). Socialism’s
Oleh sebab itulah segregasi ruang Muse: Gender in the Intellectual
domestik lewat masak, macak, manak, Landscape of French Romantic
mapak, dan manut di dalam masyarakat Socialism. Oxford, UK:
Jawa sebagai bukti berlakunya sistem Lexington Books.
patriarkis di masa lalu, kini ketika Aveling, H. (2003). Rahasia
perempuan Jawa terlibat aktivitas di membutuhkan kata: puisi
ruang publik bisa berubah menjadi Indonesia 1966-1998.
masak (memasak), mijet (memijat), Yogyakarta: IndonesiaTera.
momong (mengasuh anak), methuk
(mengantar jemput istri bekerja), dan Bauer, M. W., Süerdem, A. K., &
meme (menjemur pakaian) yang Bicquelet, A. (2014). Text
diatributkan kepada peran laki-laki analysis—An introductory
dalam kehidupan domestik demi manifesto. In M. W. Bauer, A.
keharmonisan. Keluwesan demi Bicquelet, & A. K. Süerdem
keharmonisan sebagai pandangan hidup (Eds.), Textual analysis (pp. xxi–
orang Jawa menyebabkan kompromi xlvii). London: Sage.
peran gender ini jelas berbeda dengan Chand, M. U. (1998). Halal & haram :
kegelisahan maskulin seperti yang the prohibited & the permitted
terjadi di Barat. Tidak hanya laki-laki foods & drinks according to
Jawa bisa memberikan ruang bagi Jewish, Christian & Muslim
perempuan sebagai teman berpikir dan scriptures. Kuala Lumpur: A.S.
mengambil keputusan sebagaimana Noordeen.
terdapati di dalam sajak “Isteri”.
Artikel ini tidak sekadar Cuomo, C. (2002). On Ecofeminist
menyajikan contoh pembacaan karya Philosophy. Ethics & the
sastra berperspektif ekofeminisme Environment, 7, 1–11.
bahwa sistem patriarki dan pandangan https://doi.org/10.1353/een.2002.
dunia Jawa berbeda dengan Barat di 0016

93
Kandai Vol. 16, No. 1, Mei 2020; 77-95

Darmoko, D. (2016). Moralitas Jawa Jänicke, S., Franzini, G., Cheema, M. F.,
dalam Wayang Kulit Purwa: & Scheuermann, G. (2015). On
Tinjauan pada Lakon Laire Close and Distant Reading in
Semar. Paradigma: Jurnal Digital Humanities: A Survey
Kajian Budaya; Vol 5, No 2 and Future Challenges. EuroVis
(2015)DO - (STARs), 83–103.
10.17510/Paradigma.V5i2.52 . Kassian, M. A. (1990). Women, creation,
Retrieved from and the fall. Illinois: Crossway
http://paradigma.ui.ac.id/index.ph Books.
p/paradigma/article/view/52
Kühl, S. (2016). The Angel In The
Flick, U. (2014). Mapping the Field. In House and Fallen Women:
U. Flick (Ed.), The SAGE Assigning Women Their Places
handbook of qualitative data In Victorian Society. Open
analysis. London, California, Educational Resources,
New Delhi, Singapore: Sage. University of Oxford, 4, 171–178.
Gaard, G. (2010). New Directions for Retrieved from
Ecofeminism: Toward a More https://open.conted.ox.ac.uk/serie
Feminist Ecocriticism. ISLE: s/mla-vides-2016
Interdisciplinary Studies in Magnis-Suseno, F. (1984). Etika Jawa:
Literature and Environment, Sebuah analisa falsafi tentang
17(4), 643–665. kebijaksanaan hidup Jawa.
https://doi.org/10.1093/isle/isq10 Jakarta: PT Gramedia.
8
Manu. (1991). The Laws of Manu
Gunansyah, L. L. (2017). Aku, (Translated; W. Doniger & Brian
Perempuan. Yogyakarta: Stiletto K. Smith, Eds.). London, NY,
Book. Victoria, Auckland, Toronto:
Hardiningtyas, P. R. (2016). Resistansi Penguin Books.
Perempuan Papua di Mayer, E. (1994). The Power and the
Lingkungannya dalam Roman Promise of Ecofeminism,
Isinga Karya Dorothea Rosa Reconsidered. Illinois Wesleyan
Herliany. Aksara, 28(2), 143– University.
153.
Melville, G., & Ruta, C. (2015).
Haryanto, S. (2013). Dunia simbol orang Thinking the body as a basis,
Jawa. Yogyakarta: Kepel Press. provocation and burden of life:
Haryati, T. A. (2018). Kosmologi Jawa Studies in intercultural and
sebagai Landasan Filosofis Etika historical contexts. Berlin: De
Lingkungan. RELIGIA; Vol 20 Gruyter Oldenbourg.
No 2: Oktober 2017DO -
10.28918/Religia.V20i2.1026.
Retrieved from http://e-
journal.iainpekalongan.ac.id/inde
x.php/Religia/article/view/1026

94
Nugraha, Suwondo, Suyitno: Pembacaan Berprespektif ....

Nugroho, S. S., & Elviandri, E. (2018). Trimulyaningsih, N. (2017). Konsep


Memayu Hayuning Bawana: Kepribadian Matang dalam
Melacak Spiritualitas Budaya Jawa-Islam: Menjawab
Transendensi Hukum Tantangan Globalisasi. Buletin
Pengelolaan Sumber Daya Alam Psikologi, 25(2), 89–98.
Berbasis Kearifan Masyarakat https://doi.org/10.22146/buletinp
Jawa. Hukum Transendental: sikologi.28728
Pengembangan Dan Penegakan Warren, K. J. (1990). The Power and the
Hukum Di Indonesia. Surakarta: Promise of Ecological Feminism.
Fakultas Hukum UMS. ENVIRONMENTAL ETHICS,
Nurgiyantoro, B. (2003). Wayang Dalam 12(2), 125–146.
Fiksi Indonesia. Humaniora, Warren, K. J., & Cheney, J. (1991).
15(1), 1–14. Ecological Feminism and
https://doi.org/10.22146/jh.v15i1. Ecosystem Ecology. Hypatia,
769 179–197.
Puleo, A. H. (2017). What is Whitehead, A. (2006). Some Preliminary
ecofeminism? Quaderns de La Notes on the Subordination of
Mediterrània, (25), 27–34. Women 1. IDS Bulletin, 37(4),
Santosa, P. (2006). Pandangan Dunia 24–27.
Darmanto Jatman. Jakarta: Pusat Yampolsky, T. R. (2003). Vol 3 -
Bahasa, Departemen Pendidikan Darmanto. Retrieved from
Nasional. https://www.youtube.com/watch?
Sastrowardoyo, S. (1983). Sastra Hindia v=syPHTuTRyXM
Belanda dan Kita. Jakarta: PN Youdell, D. (2006). Subjectivation and
Balai Pustaka. performative politics—Butler
Sharma, I., Pandit, B., Pathak, A., & thinking Althusser and Foucault:
Sharma, R. (2013). Hinduism, intelligibility, agency and the
marriage and mental illness. raced–nationed–religioned
Indian Journal of Psychiatry, subjects of education. British
55(Suppl 2), S243. Journal of Sociology of
Education, 27(4), 511–528.
Showalter, E. (1997). Twentieth Century
Literary Theory: a Reader (K. M. Yt, D. (1997). Psikologi Jawa.
Newton, Ed.). New York: Yogyakarta: Yayasan Bentang
MacMillan Education. Budaya.
Solichin, M. B. (2018). Ketika Alam dan Yt, D., Nababan, P., & Kiemas, T.
Perempuan Lembah Baliem (2002). Darmanto Jatman Bilang
Diperkosa oleh Antroposentrisme Sori Gusti. Semarang: LIMPAD.
Kapitalis: Kajian Ekofeminisme Zaidan, A. R., Tasai, S. A., & Suyatno,
dalam Novel Tanah Tabu. S. (2002). Mitologi Jawa dalam
SEMIOTIKA: Jurnal Ilmu Sastra puisi Indonesia, 1971-1990.
Dan Linguistik, 19(1), 41–50. Jakarta: Pusat Bahasa,
Departemen Pendidikan
Nasional.

95

You might also like