Professional Documents
Culture Documents
Efektivitas Pelatihan Pengelolaan Kecemasan Terhadap Kecemasan Berkompetisi Pada Atlet Bulu Tangkis Remaja
Efektivitas Pelatihan Pengelolaan Kecemasan Terhadap Kecemasan Berkompetisi Pada Atlet Bulu Tangkis Remaja
Efektivitas Pelatihan Pengelolaan Kecemasan Terhadap Kecemasan Berkompetisi Pada Atlet Bulu Tangkis Remaja
ABSTRACT
Badminton is one of popular sports and has resulted many achievements in Indonesia. The effort of
Indonesian Badminton Union (Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia) to regenerate young talented
players is the shuttletime program in which they collaborate with schools to teach badminton.
Competition anxiety has become a psychological factor that hinders players’ performance. Amateur
athletes are more easily feel anxious compare with professionals’ athletes because of the lack of
experiences in competition and emotion management. Anxiety reduction training sometimes is not a
priority as happened at UNJ badminton club. The aime of this research is to identify the effectivity of
anxiety management training towards competition anxiety among UNJ adolescents’ athletes. Anxiety
training that gave to them was relaxation technique and self talk. This research was experimental
research which is one group design. The treatment was anxiety training, the anxiety tes was given before
and after training. The results revealed t score= 0.201 with sig 0.842 > 0.05, mean the anxiety treatment
still could not decreased anxiety. The intensity for practicing anxiety management whereas there were
participants did not do the technique that had been taught and the lack encouragement from the coach to
the team before competition were some of variables that made the training was not effective for the
badminton athletes.
ABSTRAK
Olahraga bulutangkis merupakan salah satu cabang olahraga yang populer dan telah menorehkan prestasi
yang tidak sedikit di Indonesia. Usaha-usaha dari Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) untuk
regenerasi para pemain muda yang berbakat adalah dengan program shuttletime yaitu bekerjasama
dengan sekolah-sekolah untuk mengajarkan permainan bulutangkis. Kecemasan saat bertanding menjadi
faktor psikologis yang dapat menghambat performa pemain. Pada atlet yang amatir lebih mudah
mengalami kecemasan dibandingkan atlet professional, karena kurangnya pengalaman dalam
berkompetisi dan mengelola emosi. Pemberian pelatihan pengurangan kecemasan kadangkala tidak
menjadi prioritas, salah satunya adalah pada klub bulutangkis UNJ. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui efektifitas pelatihan pengelolaan kecemasan terhadap kecemasan berkompetisi pada
atlet remaja UNJ. Pelatihan kecemasan yang diberikan adalah teknik relaksasi dan self talk. Penelitian ini
adalah penelitian eksperimental, dengan desain satu kelompok. Perlakuan yang diberikan adalah pelatihan
kecemasan, tes kecemasan berkompetisi diukur sebelum dan sesudah pelatihan. Hasil penelitian diperoleh
nilai t= 0.201 dengan sig 0.842 >0.05, berarti pelatihan kecemasan diberikan belum dapat mengurangi
kecemasan. Intesitas atlet untuk mempraktekkan pengelolaan kecemasan dimana ada peserta tidak
melakukan teknik yang telah diajarkan, dan kurangnya dorongan dari pelatih pada timnya sebelum
bertanding untuk mengelola kecemasan menjadi faktor belum berhasilnya pelatihan kecemasan pada atlet
bulutangkis.
Kata Kunci: pengelolaan kecemasan; kecemasan berkompetisi; atlet bulu tangkis; remaja
102
Jurnal Psikologi Psibernetika
Vol. 9 No. 2 Oktober 2016
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang merupaka atlet muda yang sedang diasah
Olahraga bulu tangkis merupakan kemampuannya secara kompetensi dan
olahraga yang terkenal di dunia termasuk di mental agar dapat meraih pretasi. Tidak
Indonesia. Pada awalnya, olahraga bulu jarang seorang atlet meskipun ia telah
tangkis ditmukan oleh tentara Britania di mempelajari teknik bermain bulutangkis
Pune India pada abad ke 19 dengan namun merasakan stress dan pikiran-pikiran
menambahkan jarring atau net dan mencemaskan dalam kompetisi. Peningkatan
dimainkan secara berlawanan. Kemuan pada stress dan pikiran-pikiran cemas lainnya
tahun 1877 pertama kalinya rancangan dapat membuat para atlet bereaksi baik
peraturan ditulis oleh klub badminton Bath, secara fisik maupun mental. Jones (Jarvis,
di Inggris. Pada tahun 1940 cabang olahraga 2006) menjelaskan bahwa kemampuan
bulu tangkis banyak digemari oleh seluruh dalam menghadapi kecemasan dan stress
lapisan masyarakat di seluruh negeri, namun menentukan siapa yang menang dan kalah.
untuk di Indonesia sendiri olahraga bulu Kecemasan sendiri didefinisikan sebagai
tangkis memiliki organisasi pada 5 Mei situasi yang tidak menyenangkan. Weinberg
1951, yaitu Persatuan Bulu Tangkis Seluruh dan Gould (Jarvis, 2013) kecemasan adalah
Indonesia (PBSI) (“Sejarah Terciptanya keadaan emosional yang diikuti dengan
Olahraga”, 2015). Pada tahun 1960-an perasaan tegang, kuatir dan ketakutan yang
hingga 1970-an merupakan era kejayaan diasosiasikan dengan aktivasi peningkatan
bulutangkis Indonesia, yang berhasil meraih gairah dari tubuh.
juara di kancah internasional. Kemudian, di Beberapa tipe atlet lebih mudah
tahun 1990-an hingga 2000-an, Indonesia mengalami dampak kecemasan saat
kembal bangkit dengan mempersebahkan melakukan permainan. Atlet-atlet amatir
piala-piala Thomas dan Uber (“Sejarah lebih mudah mengalami kecemasan
Bulutangkis di Indonesia”, n.d). dibandingkan atlet professional, hal ini
Akan tetapi, setelah itu bulu tangkis dikarenakan kurangnya pengalaman mereka
Indonesia mengalami kejatuhan. Seiring dalam berkompetisi dan mengelola emosi
dengan kejatuhan di cabang bulu tangkis, (Kar, 2013). Lebih lanjut lagi, sumber-
Kepala Bidang Pembinaan Prestasi (Kabid sumber kecemasan sebelum bertanding
Binpres) PBSI, Rexy Mainaky menyatakan meliputi ketakutan akan kegagalan, berpikir
mulai banyak perubahan di dunia bulu terlalu banyak mengenai apa yang orang-
tangkis saat ini dan hal ini tidak lepas dari orang katakan tentang permainan mereka,
perkembangan kesejahteraan para dan kurang percaya diri. Kecemasan
pemainnya. Ketertarikan untuk menekuni sebelum bertanding juga dipengaruhi oleh
bidang olahraga bulutangkis tidak diragukan faktor-faktor seperti tingkat keterampilan,
karena lebih baik dari sebelumnya. Namun, pengalaman, dan tingkat gairah dalam
perkembangan tersbut belum seimbang aktivitas sehari-hari (Kar, 2013).
dengan prestasi yang dicapai generasi baru. Hal ini dirasakan oleh para atlet
Ia menyatakan dalam rangka regenerasi para muda bulu tangkis yang dalam mulai
pemain bulu tangkis, PBSI melakukan bertanding di usia remaja mereka. Para atlet
berbagai cara untuk mencari bibit pemain remaja ini tergolong atlet amatir yang masih
atau mengembangkan para atlet yang kurang dalam hal pengalaman dan
berbakat. Program shuttletime adalah keterampilan. Penelitian ini akan dilakukan
program PBSI dengan bekerjasama ke kepada sejumlah atlet remaja klub
sekolah-sekolah dan memberikan materi bulutangkis di UNJ yang berada dalam
bulutangkis yang lebih baik. Kemudian binaan PBSI Jakarta Utara. Secara umum,
penyelenggaraan Sirkuit Nasional dan dari hasil wawancara diketahui atlet-atlet
kejuaraan swasta untuk diikutkan dalam muda ini berusia 18- 22 tahun, telah mulai
kejuaraan Junior Masters (Halim, 2015). bermain bulu tangkis selama lebih dari 5
Dalam bidang olahraga setiap atlet tahun, dan saat ini mereka sering diikutkan
dipersiapkan untuk menghadapi kompetisi. dalam kompetisi tingkat kotamadya.
Pemain-pemain bulutangkis remaja
103
Jurnal Psikologi Psibernetika
Vol. 9 No. 2 Oktober 2016
104
Jurnal Psikologi Psibernetika
Vol. 9 No. 2 Oktober 2016
kecemasan kognitif meningkat lebih cepat setiap kelompok otot sebelum bersantai, hal
namun tergantung pada bagaimana acara ini membantu mereka untuk menghargai
pertandingan berlangsung. perbedaan sensasi antara otot tegang dan
Simptom-simptom dari kecemasan otot rileks. Sebuah sesi latihan berlangsung
meliputi rasa cemas verbal- subjetif, sekitar 30 menit. Setelah atlet telah
menghindar (perilaku motorik) dan menguasai teknik PMR mereka dapat
ketegangan otot (Craske, Rauch, Ursano, menginduksi relaksasi jauh lebih cepat.
dkk, 2009). Menurut Gunarsa (2004), gejala- Ada banyak bentuk terapi kognitif-
gejala kecemasan dapat dibedakan atas perilaku yang dapat diterapkan untuk
gejala fisik dan gejala psikis. Gejala fisik mengendalikan kecemasan kompetitif dalam
meliputi: 1). Adanya perubahan yang bertanding. Pendekatan lain yang penting
dramatis pada tingkah laku, gelisah atau dalam psikologi olahraga adalah goal setting
tidak tenang dan sulit tidur; 2). Terjadi theory. Menurut goal setting theory, pemain
peregangan pada otot-otot pundak, leher, pertama harus mengidentifikasi satu atau
perut; 3). Terjadi perubahan irama dua aspek tertentu dari permainan mereka
pernapasan; 4). Terjadi kontraksi otot untuk diperbaiki. Mereka kemudian harus
setempat; pada dagu, sekitar mata dan menetapkan sendiri tujuan kecil untuk
rahang. Pada gejala psikis meliputi: 1). diperbaiki.
Gangguan pada perhatian dan konsentrasi; Pedoman menetapkan tujuan yang
2). Perubahan emosi; 3). Menurunnya rasa efektif (dalam Jarvis, 2013):
percaya diri; 4) Timbul obsesi; 5) Tiada 1. tujuan yang spesifik lebih baik dari
motivasi pada tujuan umum.
Gunarsa (2004) juga menjelaskan 2. Tujuan harus dapat diukur.
bahwa seseorang yang mengalami 3. Tujuan sulit lebih baik daripada
kecemasan cenderung untuk terus menerus tujuan yang mudah.
merasa khawatir akan keadaan yang buruk, 4. Tujuan jangka pendek dapat
yang akan menimpa dirinya atau diri orang berguna dalam mencapai tujuan
lain yang dikenalnya dengan baik. Biasanya jangka panjang.
seseorang yang mengalami kecemasan 5. Performance goal lebih baik
cenderung tidak sabar, mudah tersinggung, daripada outcome goal.
sering mengeluh, sulit konsentrasi, dan 6. Tujuan harus ditulis dan diawasi.
mudah terganggu tidurnya atau mengalami 7. Goal harus diterima oleh atlet.
kesulitan untuk tidur.
Penderita kecemasan mengalami
gejala-gejala seperti; berkeringat berlebihan Teknik lain yaitu imagery. Imagery
(walaupun udara tidak panas dan bukan dapat digunakan dalam berbagai cara untuk
setelah berolahraga), jantung berdegup membantu relaksasi dan fokus. Psikolog
ekstra cepat atau telalu keras, dingin pada olahraga membedakan antara imagery
tangan atau kaki, mengalami gangguan eksternal, di mana atlet melihat diri mereka
pencernaan, merasa mulut kering, tampak dari luar performa, dan imagery internal di
pucat, sering buang air kecil melebihi batas mana atlet melihat diri mereka melakukan
kewajaran, dan lain-lain. hal itu dari dalam tubuh mereka sendiri.
Teknik-teknik mengatasi kecemasan Vealey dan Walter (1993) telah
terdiri dari relaksasi, cognitive behavioral menggambarkan penggunaan imagery
techniques, imagery and self-talk techniques. dengan Tim Soviet Olimpiade Union di
Pada teknik relaksasi, sebuah metode yang tahun 1976. Tim, yang tidak pernah melihat
cukup sering digunakan adalah relaksasi otot stadion Montreal, diberi foto-foto berbagai
progresif (progressive muscle relaxation stadiun itu sehingga mereka bisa
atau PMR). PMR versi modern dari PMR, membayangkan diri mereka tampil di
empat bagian dari tubuh akan di relaksasi stadiun tersebut. Ini telah membantu tim
yaitu wajah, leher, bahu dan punggung atas; Soviet menjadi tidak terpengaruh dengan
perut dan punggung bawah; dan pinggul dan lingkungan baru ketika mereka berada
kaki. Peserta diajarkan untuk menegangkan disana.
105
Jurnal Psikologi Psibernetika
Vol. 9 No. 2 Oktober 2016
106
Jurnal Psikologi Psibernetika
Vol. 9 No. 2 Oktober 2016
yang tergabung dalam klub bulutangkis; (b) Tabel 2. Gambaran subjek menurut usia
mengikuti lomba bulutangkis di tingkat Usia Frekuensi Persentase
daerah maupun nasional. 18 tahun 7 24
Instrumen yang digunakan dalam 19 tahun 8 27.6
penelitian adalah skala kecemasan olahraga 20 tahun 5 17.2
atau Sport Anxiety Scale (SAS) versi 21 tahun 4 14
Indonesia, yang diadaptasi dari Smith, Smoll 22 tahun 5 17.2
dan Schutz (1990). Instrumen SAS versi Total 29 100
Indonesia dalam penelitian ini diadaptasi
dari Amir (2012). Jumlah butir pada SAS Dari data diperoleh subjek berada
adalah 22 butir yang terbagi menjadi 4 aspek pada rentang usia 18-22 tahun. Subjek
kecemasan yaitu: kecemasan motorik, berusia 18 tahun sebanyak 7 orang (24%),
afektif, somatik dan kognitif yang dialami usia 19 tahun sebanyak 8 orang (27.6%),
atlet saat menghadapi pertandingan. Uji usia 20 tahun sebanyak 5 orang (17.2%),
coba yang dilakukan dalam penelitian ini usia 21 tahun sebanyak 4 orang (14%), dan
adalah uji coba terpakai, dikarenakan usia 22 tahun sebanyak 5 orang (17.2%).
terbatasnya jumlah responden dan
ketersediaan subjek. Penghitungan validitas Nilai rata-rata butir per aspek sebelum
butir dilakukan dengan batasan uji korelasi dan sesudah pelatihan
antar butir dengan skor butir yang digunakan
adalah 0.2. Hasil yang diperoleh adalah dari Tabel 3. Nilai rata-rata butir aspek somatik
22 butir sebanyak 3 butir gugur, sehingga Aspek Pernyataan Nilai Nila
terdapat 19 butir pernyataan yang valid. butir rata- i
Rentang validitas diperoleh yaitu 0.245 – rata pra rata
0.667 dengan koefisien alpha sebesar 0.876. uji -
Teknik analisis data yang digunakan adalah rata
uji beda mean dari pra uji dan pasca uji pas
dengan teknik sampel berpasangan atau ka
paired sample t-test. Sampel berpasangan uji
atau paired sample t-test adalah analisis Jantung saya 2.55 2.27
dengan melibatkan dua pengukuran pada berdebar-debar
suatu subjek yang sama terhadap suatu keras saat
pengaruh atau perlakuan tertentu. menghadapi
pertandingan
Saya sukar 2.06 1.96
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN tidur saat
4.1. Hasil Penelitian menghadapi
pertandingan
Tabel 1. Gambaran subjek menurut jenis Saya 2.55 1.96
kelamin mengalami
Jender Frekuensi Persentase Somatik ketegangan saat
(%) menghadapi
Laki-laki 19 65.5 pertandingan
Perempuan 10 34.5 Saya 1.82 1.96
Total 29 100 berkeringat
dingin saat
Dari data di atas diketahui jumlah menghadapi
subjek laki-laki sebanyak 19 orang dengan pertandingan
presentase 65.5%. Jumlah subjek perempuan Saya selalu 2.17 1.96
sebanyak 10 orang dengan presentase ingin buang air
34.5%. kecil saat
menghadapi
107
Jurnal Psikologi Psibernetika
Vol. 9 No. 2 Oktober 2016
pertandingan pertandingan
Pernafasan 1.86 1.89 Saya sering 1.65 1.58
saya tidak menggaruk-
teratur saat garuk kepala
menghadapi saat
pertandingan menghadapi
Total 2.17 1.96 pertandingan
Badan saya 1.68 1.79
Dari hasil diperoleh bahwa lesu saat
kecemasan somatik yang dirasakan oleh para menghadapi
atlet pada butir pra uji dengan tiga nili rata- pertandingan
rata tertinggi yaitu jantung berdebar-debar Otot-otot 1.41 2.06
dengan nilai rata-rata 2.55 dan nilai pasca uji saya sakit
turun menjadi 2.27. Ketegangan saat saat
menghadapi pertandingan, dengan nilai rata- menghadapi
rata 2.55 dan nilai pasca uji menjadi 1.96 pertandingan
dan ingin buang kecil, dengan nilai rata-rata Raut muka 1.58 1.86
2.17 dan nilai pasca uji menjadi 1.96. secara dan dahi saya
keseluruhan dapat disimpulkan ada berkerut saat
penurunan kecemasan yang dirasakan di menghadapi
aspek somatik. pertandingan
1.72 1.92
Tabel 4. Nilai rata-rata butir aspek motorik
Aspek Pernyataan Nilai Nilai Dari hasil uji nilai rata-rata aspek
butir rata- rata- motorik diketahui tiga nilai rata-rata
rata rata tertinggi. Para atlet saat pra uji merasakan
Pra uji Pasca gemetar saat menghadapi pertandingan
uji dengan nilai rata-rata 2.06 dan pasca uji
Tubuh saya 1.62 2.00 tetap 2.06. Kedua, kaki terasa berat saat
kaku saat pertandingan, nilai rata-rata pra uji sebesar
menghadapi 1.96 dan pasca uji sebesar 2.1. Ketiga, sering
pertandingan jalan mondar-mandir saat menghadapi
Kaki saya 1.96 2.1 pertandingan, nilai rata-rata pra uji sebesar
berat saat 1.89 dan pasca uji sebesar 2.00. Secara
menghadapi umum, dari data yang diperoleh pada aspek
pertandingn motorik, para responden tidak mengalami
Saya gemetar 2.06 2.06 penurunan kecemasan.
saat
menghadapi
Motori Tabel 4. Nilai rata-rata butir aspek kognitif
pertandingan
k
Saya 1.65 1.86 Aspek Pernyataan Nilai Nilai
mengalami butir rata- rata-
ketegangan rata rata
otot (kram) pra pasca
saat uji uji
pertandingan Pikiran- 2.51 2.13
Saya sering 1.89 2.00 pikiran negatif
jalan mengganggu
Kognitif
mondar- konsentrasi
mandir saat saya saat
menghadapi pertandingan
108
Jurnal Psikologi Psibernetika
Vol. 9 No. 2 Oktober 2016
109
Jurnal Psikologi Psibernetika
Vol. 9 No. 2 Oktober 2016
pemain menjadi semakin kuat dan para berpikir lebih positif, dan sebagai stimulus
pemain kurang dapat mengontrol kecemasan agar saat bertanding dapat mengeluarkan
yang dirasakan. Teknik relaksasi yang semua kemampuan.
dipraktekkan oleh atlet adalah Progressive Materi teknik yang diberikan dalam
Muscles Relaxation (PMR). Penelitian yang pelatihan kecemasan ini adalah pengenalan
dilakukan oleh Hashim dan Hanafi (2011) tentang kecemasan, penelusuran gejala
mengenai efektivitas relaksasi PMR kepada kecemasan yang dihadapi para atlet,
pemain sepakbola remaja ditemukan bahwa kemudian dijabarkan pula intervensi
teknik relaksasi PMR memberikan dampak kecemasan yang dapat dilakukan sendiri
penurunan pada aspek mood yaitu depresi, oleh para atlet seperti self talk, relaksasi,
kebingungan, kelelahan dan ketegangan. goal-setting, mental rehearsal dan imagery.
Beberapa atlet dan pelatih di klub bulu Dalam pelatihan ini para atlet
tangkis mengakui bahwa mereka melakukan mempraktekkan relaksasi dan self-talk,
apa yang diajarkan dalam pelatihan dan sedangkan untuk teknik imagery lebih
adapula yang tidak melakukan. Dari hasil berupa penjelasan bagaimana melakukan
laporan diri, sebanyak 25 orang menyatakan teknik goal setting dan imagery. Adanya
mempraktekkan latihan yang diajarkan saat kemungkinan bahwa teknik relaksasi dan
pelatihan dan 4 orang tidak self talk belum cukup efektif untuk
mempraktekkannya. Atlet yang melakukan mengurangi kecemasan berkompetisi.
teknik relaksasi yang diajarkan mengakui Hasil penelitian menunjukkan
bahwa teknik relaksasi membantu mereka pelatihan kecemasan tidak efektif dalam
untuk menjadi tenang, menikmati menghadapi kecemasan berkompetisi dapat
pertandingan dengan emosi terkontrol, disebabkan oleh memiliki keterbatasan yang
melepas ketegangan dan lebih dapat mana masih perlu diperhatikan untuk yaitu
berkonsentrasi. kontrol penelitian. Pada saat pelatihan para
Teknik kedua yang diberikan atlet diberikan kuesioner kecemasan yang
praktek dan dilakukan oleh para atlet yaitu dihadapi saat akan menghadapi pertandingan
self talk. Teknik self-talk merupakan teknik kemudian kuesioner diberikan kembali dua
yang berdasarkan prinsip apa yang dikatakan minggu setelah para atlet selesai
oleh seseorang mempengaruhi cara mereka menghadapi kompetisi. Kemudian,
berperilaku. Dari penelitian yang dilakukan kurangnya dukungan dari pelatih untuk
oleh Theodorakis, Hatzigeorgiadis, dan mempraktekkan pelatihan yang telah
Chroni (dalam Zourbanos, Mpoumpaki dan diajarkan. Jarak pemberian kuesioner setelah
Theodorakis, 2009) kepada para atlet, pelatihan cukup lama dikarenakan para atlet
menemukan lima fungsi dari self talk yaitu berfokus untuk berlatih menghadapi
meningkatkan fokus, meningkatkan pertandingan. Keterbatasan untuk
kepercayaan diri, regulasi usaha yang mengontrol seberapa sering para peserta
dilakukan, mengontrol reaksi kognisi dan mempraktekkan dan bagaimana praktek
emosi, dan memicu pelaksanaan dilakukan serta pengambilan data post-test
performance secara otomatis. Lebih lanjut dapat menyebabkan adanya kemungkinan
lagi, self-talk menjadi strategi yang efektif pelatihan kecemasan tidak efektif.
untuk meningkatkan performansi tugas dan
motivational self-talk dianjurkan untuk
tugas-tugas kasar yang memerlukan V. SIMPULAN DAN SARAN
kekuatan dan ketahanan dan instructional Dari penelitian ini dapat
self-talk dianjurkan untuk tugas-tugas yang disimpulkan bahwa pemberian pelatihan
lebih melibatkan motorik halus dan kecemasan tidak efektif dalam membantu
keakuratan (Theodorakis et al dalam mengurangi kecemasan para atlet remaja
Zourbanos, Mpoumpaki dan Theodorakis, klub bulutangkis. Dari hasil temuan ini
2009). Dari pernyataan para atlet klub bulu menunjukkan bahwa setelah pelatihan
tangkis UNJ, mereka mengungkapkan teknik diperlukan monitoring beberapa variabel
self-talk dilakukan untuk menenangkan diri, mengenai apakah teknik pengelolaan
lebih berkonsentrasi, optimis, percaya diri, kecemasan dilakukan, bagaimana dukungan
110
Jurnal Psikologi Psibernetika
Vol. 9 No. 2 Oktober 2016
dari pelatih dan sejauh mana keterampilan Gunarsa, D. S. (2004). Psikologi Olahraga
bermain dari para atlet. Prestasi. Jakarta: PT BPK Gunung
Saran bagi penelitian selanjutnya Mulia.
perlu memperhatikan jumlah responden,
dimana dalam penelitian ini jumlah Halim, K. (2015). Rexy: Perkembangan
responden yang mengikuti pelatihan Bulu Tangkis Indonesia Tidak
tergolong sedikit. Kemudian, kontrol Seperti Negara Lain. Retrieved
penelitian eksperimen yang lebih ketat March 3, 2016 from
dengan mempertimbangkan tingkatan dan http://olahraga.metrotvnews.com/
level dari pemain, jarak pemberian read/2015/04/27/119773/rexy-
kuesioner pre test dan post test, serta perkembangan-bulu-tangkis-
program pelatihan yang diberikan. Penelitian indonesia-tidak-seperti-negara-lain
selanjutnya dapat lebih memusatkan pada
salah satu teknik pengurangan kecemasan Hashim, H. A., & Hanafi, H. (2011). The
yang diberikan secara intensif dan terkontrol effects of progressive muscle
kepada responden penelitian. relaxation and autogenic relaxation on
Saran bagi klub bulutangkisyang young soccer players’ mood states.
membina para atlet remaja perlu memahami Asian Journal of Sports Medicine,
perkembangan psikologis dari para remaja, 2(2), 99-105.
sehingga dapat berkomunikasi dan
menemukan kelemahan yang perlu Hatzigeorgiadis, A., Zourbanos, N.,
ditingkatkan untuk para atlet. Hal ini Mpoumpaki, S., & Theodorakis, S.
dikarenakan tidak jarang kondisi psikologis (2009). Mechanisms underlying the
para atlet mempengaruhi performasi di self-talk-performance relationship:
pertandingan. Selain itu juga memberikan The effects of motivational self-talk
intervensi berupa pelatihan pengurangan on self-confidence and anxiety.
kecemasan secara rutin untuk mengurangi Psychology of Sport and Exercise, 10,
dampak psikologis dari kecemasan. 186-192.
Pelatihan hendaknya juga dapat diberikan
kepada pelatih bulutangkis agar dapat Jarvis, M. (2006). Sports psychology: A
membina timnya dengan baik. students’ handbook. NY: Routledge.
Carson, H. J., & Collins, D. (2016). The Kesuma, F. F. W., & Jannah, M. (2015).
fourth dimension: A motoric Pengaruh self-talk terhadap
perspective on the anxiety- kecemasan atlet senam ritmik.
performance relationship. Character 3(2), 1-5.
International Review of Sport and
Exercise Psychology, 9 (1), 1-21. Kumar, R. (2011). Research methodology: A
step by step guide for beginners (3rd
Craske, M. G., Rauch, s. L., Ursano, R., ed). New Delhi: SAGE Publications
Prenoveau, J., Pine, D. S., Zinbarg, R. India.
E. (2009). What is an anxiety
disorder?. Depression and Anxiety, Mondy, R. W. (2008). Human resources
26, pp. 1066-1085. management. NY: Pearson.
111
Jurnal Psikologi Psibernetika
Vol. 9 No. 2 Oktober 2016
Noe, R. A. (2013). Employee training and Sejarah Terciptanya Olahraga Bulu Tangkis
development (6th ed). NY: McGraw- di Dunia. (Oktober 2015). Retrieved
Hill. from http://dikatama.com/sejarah-
bulu-tangkis/
112