Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 9

DDC: 303.

RINGKASAN DISERTASI

MENERUSKAN HIDUP SETELAH KERUSUHAN:


INGATAN KOLEKTIF DAN IDENTITAS ETNIS MADURA
PASCA-KEKERASAN ANTARETNIS DI KOTA SAMPIT,
KALIMANTAN TENGAH1
Herry Yogaswara
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
E-mail: yogaswaralipi@yahoo.com

Diterima: 9-6-2016 Direvisi: 13-6-2016 Disetujui: 17-6-2016

ABSTRACT
The Ph.D. dissertation project is about to explore Maduranese who returned to Sampit after the communal
violence of February 2001. Sampit is a small town in the district of Kotawaringin Timur of the Province Central
Kalimantan, Indonesia. The communal violence well known as kerusuhan or riot started from February 18, 2001
in the town of Sampit and spill-over to other city and districts in Central Kalimantan. Hundred peoples were killed,
mostly Maduranese and thousands Maduranese leave Central Kalimantan by forced. They became internally
displace person (IDP) in several districts and cities in Southern Kalimantan and East Java, mostly in the Madura
Island. The framework of this thesis is relationship among collective memory, historicity and identity. The thesis
would like to confirmed hypothesis which collective memory is shaping identity. Locus of study was town of
Sampit, in the district of Kotawaringin Timur. However, to have wider perspective, the researcher visited city and
other districts in Central Kalimantan; districts in South Kalimantan as neighbor province and Madura island in
East Java. Result of the research are understanding narratives of riots including waves of migration in and out of
Sampit; causes of riot; identities of Maduranese and efforts of Maduranese returned to Sampit. Collective memory
is a strategy for Maduranese returned to Sampit through mechanism of remembering and forgetting.

Keywords: collective memory, historicity, identity, communal violence, and Sampit of Central Kalimantan

ABSTRAK
Disertasi ini bertujuan mengetahui orang-orang Madura yang kembali pasca-kekerasan antaretnis di Kota
Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur, Provinsi Kalimantan Tengah. Kekerasan antaretnis yang sering disebut
kerusuhan itu terjadi pada 18 Februari 2001, dari Sampit dan menyebar ke kota dan kabupaten-kabupaten di
Kalimantan Tengah. Kerusuhan telah menyebabkan tewasnya ratusan penduduk Sampit, terutama dari kelompok
etnis Madura. Selain itu, terjadi migrasi paksa orang-orang Madura ke luar Provinsi Kalimantan Tengah. Kerangka
konseptual penelitian ini melihat keterkaitan antara ingatan kolektif, kesejarahan, dan identitas. Tesis utamanya
adalah ingatan kolektif membentuk identitas (collective memories shaping identity). Lokus studinya di Kota
Sampit, tetapi kemudian melihat-lihat situasi di kota dan kabupaten-kabupaten lain di Kalimantan Tengah; kota dan
kabupaten di Kalimantan Selatan; serta Kabupaten Sampang di Pulau Madura. Hasil penelitian menunjukkan narasi-
narasi tentang lima gelombang migrasi orang Madura masuk dan keluar dari Sampit, narasi penyebab kerusuhan,
penghilangan identitas, dan upaya kembali orang-orang Madura ke Sampit. Ingatan kolektif merupakan strategi
untuk kembali ke Sampit melalui mekanisme mengingat (remembering) dan melupakan (forgetting).
Kata Kunci: ingatan kolektif, kesejarahan, identitas, kekerasan komunal, dan Sampit Kalimantan Tengah

1
Naskah disertasi telah dinyatakan lulus dalam sidang promosi doktor Program Pascasarjana Antropologi Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia pada 11 Juli 2012.

105
PENDAHULUAN kultural (Smith & Bouvier, 2006), politik perse-
Disertasi ini membahas tentang orang-orang teruan (Klinken, 2009), perebutan ruang eksklusif
Madura di Kota Sampit, Kabupaten Kotawari- (Hastijanti, 2005), komunikasi pascakonflik
(Sukandar, 2007), serta analisis politik-ekonomi
ngin Timur (Kotim), Provinsi Kalimantan Tengah
(Usop, 2009).
(Kalteng), yang kembali dari pengungsian
pasca-kekerasan antarkelompok etnis pada Penjelasan-penjelasan akademis tersebut
Februari 2001. Kekerasan antarkelompok etnis telah memberikan berbagai jawaban terhadap
yang terjadi di Kota Sampit pada waktu itu akar, penyebab, dan penyulut kekerasan an-
merupakan salah satu dari rangkaian kekerasan tarkelompok etnis di Sampit. Namun, belum ada
komunal yang bernuansa etnis (dan agama) yang jawaban yang memuaskan bagaimana orang-
terjadi di Indonesia pada masa transisi menuju orang Madura dapat kembali ke Kota Sampit
era reformasi 1997–2001. Sebelumnya, terjadi dan meneruskan kembali hidupnya, khususnya
kekerasan antarkelompok etnis di Sanggau Ledo pengalaman traumatik dari kekerasan antaretnis
(Kalimantan Barat), Sambas (Kalimantan Barat), yang menyebabkan ratusan orang Madura tewas,
Poso (Sulawesi Tenggara), Ambon (Maluku), dan kemudian dipaksa keluar dari Kota Sampit.
Maluku Utara. Kekerasan komunal di Poso, Am- Setelah itu, dibatasinya orang-orang Madura
bon, dan Maluku Utara lebih bernuansa agama, untuk kembali ke Kota Sampit dan dikuasainya
aset-aset orang Madura oleh warga Sampit lain
khususnya antara Islam dan Kristen. Sementara
yang bukan berasal dari etnis Madura.
di Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah
lebih bernuansa etnisitas, yakni Dayak melawan Kerangka pemikiran disertasi ini terinspirasi
Madura dan Melayu melawan Madura di Kali- oleh pemikiran Halbswach (1992, 34) tentang
mantan Barat serta Dayak melawan Madura di ingatan kolektif. Konsepsi tentang masa lalu akan
Sampit, Kalimantan Tengah. berakibat pada mental image yang kita gunakan
untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi
Kekerasan antaretnis di Sampit mempunyai
pada masa sekarang. Ingatan kolektif secara men-
perbedaan dengan di tempat lain, yaitu waktu
dasar adalah sebuah rekonstruksi tentang masa
kejadian yang pendek, skala penyebaran yang
lalu dalam nuansa kekinian. Orang-orang Madura
luas, tetapi jumlah korban tewas yang lebih ba-
yang kembali ke Kota Sampit membentuk ingatan
nyak dibanding dengan tetangganya, Kalimantan
kolektifnya sendiri agar dapat melanjutkan
Barat. Selain itu, kekerasan tersebut menghasilkan
kehidupannya dengan memilah-milah berbagai
gelombang pengungsi lokal yang masif keluar dari
macam ingatan terhadap peristiwa yang pernah
Provinsi Kalimantan Tengah. Belum ada sumber
terjadi pada masa lalu. Ingatan kolektif menjadi
yang dapat dipercaya mengenai berapa jumlah ko-
pembentuk identitas.
rban tewas karena biasanya jumlah yang dikeluar-
kan oleh pemerintah undercalculated, sedangkan Kembali dan upaya meneruskan hidup bagi
yang berasal dari masyarakat sipil overcalculated. orang-orang Madura di Kota Sampit tidak dapat
Akan tetapi, angka minimal 500 orang Madura melepaskan diri dari berbagai ingatan terhadap
tampaknya diterima oleh banyak pihak. kejadian kekerasan antaretnis pada satu sisi. Na-
mun, berbagai ingatan tentang hubungan-hubung-
Kejadian kerusuhan di Sampit telah dijelas-
an yang pernah terjalin di antara sesama orang
kan, baik untuk kepentingan akademis maupun
Madura, antara orang Madura dan orang-orang
kepentingan lain, seperti untuk program-program
Dayak, serta orang Madura dengan kelompok
pemulihan ataupun rekonsiliasi. Kerusuhan terse-
etnis lain merupakan bagian dari ingatan yang
but terjadi akibat pengelolaan sumber daya alam
mendorong untuk kembali ke Kota Sampit.
yang meminggirkan masyarakat asli (Down to
Earth, 2002), peran militer yang terpinggirkan Berdasarkan pada upaya-upaya untuk meng-
setelah keruntuhan Orde Baru, ketimpangan hori- isi kekosongan penelitian-penelitian terdahulu,
zontal (Khay Jin dkk., 2005), tidak bekerjanya pengalaman personal peneliti, dan kerangka
institusi negara dan rapuhnya institusi tradisional konseptual yang dipilih, dalam disertasi ini di-
(Smith, 2005), faktor kekerasan struktural dan rumuskan tiga pertanyaan kunci: 1) Bagaimana

106 | Masyarakat Indonesia, Vol. 42 (1), Juni 2016


hubungan antarkelompok etnis Dayak dan akan mengganggu relasi dengan kelompok lain
Madura sebelum terjadinya peristiwa kekerasan cenderung akan dilupakan. Sementara berbagai
antaretnis di Kota Sampit?; 2) Bagaimanakah peristiwa yang akan menghadirkan hubungan
peristiwa kekerasan antaretnis berakibat pada positif akan cenderung diingat dan dijadikan
penghilangan identitas orang-orang Madura di referensi untuk bertindak dengan kelompok lain.
Kota Sampit?; serta 3) Bagaimanakah upaya- Oleh karena itu, penting untuk dicari tentang
upaya yang dilakukan oleh orang-orang Madura apa yang diingat serta untuk tujuan apa meng-
pasca-kekerasan antaretnis agar dapat kembali ingat sebuah peristiwa tertentu. Namun, ingatan
meneruskan kehidupannya di Kota Sampit? kolektif itu sendiri bukanlah sejarah meskipun
sesekali berasal dari sumber material yang sama.
Ingatan kolektif adalah fenomena kolektif, tetapi
KERANGKA KONSEPTUAL:
hanya dapat dimanifestasikan dalam tindakan dan
KESEJARAHAN, INGATAN, DAN
penyataan dari individu.
IDENTITAS
Ingatan kolektif ataupun individual mem-
Kesejarahan dan sejarah bukan hanya perbedaan
bentuk identitas, khususnya ingatan terhadap
semantis, melainkan mempunyai pemahaman
berbagai peristiwa yang mempunyai makna yang
yang berbeda. Misalnya, definisi oleh Arnett, penting bagi suatu komunitas. Peristiwa bermakna
“History is a linear description of events under- tersebut akan menebalkan garis batas perasaan
stood within a chronological scheme. Historicity seseorang tentang dirinya dalam hubungannya
is not chronological. Two events can be histori- dengan orang lain dan masyarakat umum (Benda
cally connected yet be years apart” (Arnett, 2002, Beckman dalam Ramsdetd & Thufail, 2010).
503). Disertasi ini melihat keterkaitan antara Peristiwa kekerasan komunal telah menciptakan
kesejarahan, identitas, dan etnisitas dalam realitas kelompok-kelompok yang menjadi pemenang
keseharian orang-orang Madura pasca-kekerasan pada satu sisi serta kelompok yang kalah pada
antaretnis. Kesejarahan adalah sebuah proses sisi lain. Rasa keterikatan yang kuat dan eksklusif
bagaimana pengalaman pada masa lalu dijadikan pada suatu kelompok bisa mengandung persepsi
referensi untuk bertindak pada masa sekarang. tentang jarak dan keterpisahan dari kelompok
Namun, tidak semua pengalaman pada masa lalu lain. Kesetiakawanan kelompok bisa memicu
tersebut dapat dijadikan referensi untuk tindakan tumbuhnya perselisihan antarkelompok, termasuk
pada masa sekarang karena adanya berbagai keterikatan etnis, keagamaan, rasial, dan keter-
peristiwa yang dianggap penting sehingga sese- ikatan selektif lain (Sen, 2006, 4).
orang harus menyeleksi ingatan-ingatan pada Terdapat pandangan yang beragam tentang
masa lalunya. identitas etnis, yaitu yang melihatnya sebagai
Meminjam pendekatan sejarah dari Bernard sentimen primordial, seperti kekerabatan, agama,
Lewis, historisitas/kesejarahan dalam kajian dan bahasa (Geertz, 1973), ras, bahasa, agama,
antropologi dapat dimanifestasikan dalam sebuah tribalitas, nasionalitas, serta kasta (Horowitz,
ragam sejarah yang disebut “sejarah sebagaimana 2005; Varshney, 2002) kategori politik, budaya,
yang diingat”, atau biasa disebut oleh para ahli dan sejarah (Hall, 1991). Misalnya, mengikuti
antropologi dan sosiologi sebagai memori kolek- pendapat Stuart Hall, pada masa kolonial, pe-
tif (Lewis, 2009, x). Sejarah, dalam pengertian nyebutan kelompok etnis Dayak adalah “etnik
memori kolektif, lebih banyak berupa pernyataan asli Borneo non-muslim” atau non-Moslem
tentang masa lalu atas dasar apa yang diingat, indigenous peoples of Borneo (Maunati, 2004).
sedangkan ingatan itu sendiri bekerja melalui Padahal, dalam kenyataannya, jumlah orang
proses seleksi atas apa yang dianggap bermakna yang mengaku sebagai orang Dayak dan ber-
dan berguna dalam tindakan kesehariannya. Oleh agama Islam mencapai jumlah yang signifikan
sebab itu, dalam proses mengingat, terjadi juga di Kalimantan Tengah. Walaupun kategori
proses melupakan (remembering and forgetting). politik, budaya, dan sejarah merupakan cara
Kejadian yang bersifat traumatik dan dianggap melihat etnisitas lebih dinamik, dalam keseharian

Herry Yogaswara | Ringkasan Disertasi Meneruskan Hidup ... | 107


pandangan primordial dan askriptif sering kali Kunjungan dilakukan khususnya di Kecamatan
lebih digunakan oleh masyarakat dalam relasi Ketapang dan Kecamatan Kedundung, yang
antaretnisnya. merupakan tempat tinggal ataupun pengungsian
orang-orang Madura-Sampit sebelum kembali ke
METODE PENELITIAN Kota Sampit pascakerusuhan.
Pengumpulan data penelitian untuk disertasi Subjek penelitian ini sebagian besar adalah
ini dilakukan melalui penelitian lapangan dan orang-orang Madura yang telah kembali ke Kota
pengumpulan data dokumen. Kunjungan lapangan Sampit dan beberapa orang Madura yang tidak
dilakukan mulai Oktober 2008 hingga Februari kembali ke Kota Sampit. Selain itu, beberapa in-
2010. Namun, peneliti tidak terus-menerus tinggal forman adalah orang-orang Dayak Sampit, Dayak
di Sampit pada waktu tersebut, tetapi pulang-pergi Ngaju, Dayak Manyaan, Dayak Bakumpai2,
pada waktu tertentu. Fokus studi lapangan dilaku- Banjar, Bugis, China, dan orang Indo-Eropa
kan di Kota Sampit, Kabupaten Kotawaringin eks-KNIL.
Timur, Provinsi Kalimantan Tengah. Ketika me- Pengumpulan data wawancara mendalam
nyebutkan Kota Sampit, secara administratif ada dilakukan pada hampir semua informan. Kepada
dalam dua wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan semua informan, saya mengungkapkan identitas
Baamang dan Mentawa Baru/Ketapang. Selain itu, saya sebagai seorang mahasiswa pascasarjana
peneliti mengunjungi kecamatan-kecamatan lain yang sedang melakukan penelitian untuk menulis
di Kabupaten Kotawaringin Timur, termasuk Kota disertasi. Namun, dalam beberapa kasus, saya
Besi, Cempaga Hulu, Cempaga Hilir, dan Samuda, tambahkan pekerjaan saya sebagai peneliti pada
untuk memahami relasi-relasi Dayak-Madura di sebuah lembaga penelitian pemerintah. Peng-
daerah-daerah tersebut. amatan semi-terlibat dilakukan untuk melihat
Kemudian, peneliti mengunjungi kabupaten- bagaimana interaksi keseharian para informan.
kabupaten dan kota di Provinsi Kalimantan Kemudian, pengamatan pada tempat-tempat
Tengah, yaitu ke Kota Palangkaraya; Kabupaten yang dianggap penting terkait dengan kerusuh-
Kotawaringin Barat, Kabupaten Katingan, Ka- an, seperti makam massal di Sampit, kuburan
bupaten Pulang Pisau, Kabupaten Kapuas, Ka- Kristen di Sampit, tugu perdamaian di Sampit,
bupaten Barito Utara, Kabupaten Barito Selatan, serta bangunan dan rumah yang hancur dan
Kabupaten Barito Timur, dan Kabupaten Murung terbakar di Sampit dan Palangkaraya. Selain
Raya. Tujuan kunjungan ke kota dan kabupaten- itu, pengamatan dilakukan pada tempat-tempat
kabupaten di Provinsi Kalimantan Tengah adalah yang menjadi penanda sejarah sebuah tempat
melihat bagaimana efek spiral kerusuhan di ataupun penanda etnis (ethnic marker), seperti
Kotawaringin Timur terhadap posisi orang-orang perumahan tepi sungai, perumahan dengan arsi-
Madura di kabupaten-kabupaten tersebut. tektur tertentu yang terkait dengan identitas etnis
Dayak, Madura, Banjar, Toraja, Bugis, China, dan
Kunjungan melebar pada kabupaten/kota
sebagainya.
tetangga Provinsi Kalimantan Tengah, yaitu Kota
Banjarmasin dan Kota Martapura di Provinsi Ka-
limantan Selatan. Kedua kota tersebut merupakan NARASI KERUSUHAN: GELOMBANG
tempat tinggal orang-orang Madura yang tidak MIGRASI, PENYEBAB KERUSUHAN,
ingin mengungsi ke Pulau Madura dan kabu- PENGHILANGAN IDENTITAS, DAN
paten/kota lain di Provinsi Jawa Timur. Beberapa UPAYA KEMBALI
orang dari kalangan “elite” Madura yang menjadi
anggota Ikatan Keluarga Madura (Ikama) tinggal 2
Konsep tentang “Dayak” di sini lebih mengacu pada
di wilayah Kalimantan Selatan. upaya untuk memahami keragaman etnis Dayak yang
ada di Kalimantan Tengah dan penggunaan konsep
Selain itu, untuk dapat memahami kondisi dalam sensus penduduk pada 2000. Tentunya banyak
dan situasi orang-orang Madura, dilakukan perdebatan mengenai penggunaan konsepsi Dayak ber-
basis data sensus penduduk karena sensus tersebut tidak
kunjungan ke Kota Surabaya dan Kabupaten memberikan petunjuk yang jelas bagi para enumerator
Sampang di Pulau Madura, Provinsi Jawa Timur. tentang apa yang disebut dengan etnis.

108 | Masyarakat Indonesia, Vol. 42 (1), Juni 2016


Hasil penelitian menunjukkan adanya narasi- pembuka jalan terbentuknya sebuah “sub-
narasi yang terkait dengan akar penyebab kultur” Madura di Sampit. Pada masa itu,
kerusuhan, situasi pasca-kerusuhan, dan upaya relasi-relasi antarkelompok etnis masih
meneruskan hidup bagi orang-orang Madura sangat terbatas karena para migran hanya
sekembali dari pengungsian. Narasi-narasi itu berasal dari Jawa, Banjar, dan orang-orang
adalah adanya lima gelombang migrasi orang- China. Dalam gelombang migrasi ini, tidak
orang Madura ke Sampit; penyebab dan penyulut ditemukan konflik-konflik antarkelompok
kerusuhan; upaya sistematis penghilangan identi- etnis yang mengarah pada hal-hal kekerasan.
tas Madura dari ruang publik Sampit khususnya Gelombang perintis ini dan hingga sekarang
dan Kalimantan Tengah pada umumnya; serta menyebut Kalimantan sebagai Jaba Daja,
upaya orang Madura kembali dan meneruskan yaitu wilayah utara lautan. Konsep ini dike-
kehidupan di Kota Sampit. mukakan oleh orang-orang Madura untuk
Berkaitan dengan “gelombang migrasi”, menyebut Pulau Kalimantan, khususnya
temuan ini menunjukkan bahwa terjadi dinamika Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah
hubungan pasang naik dan pasang surut dalam masa kini.
hal relasi antara orang-orang Dayak dan Madura (b) Generasi Brengsel atau gelombang kedua
karena berbagai penanda peristiwa penting, yaitu terjadi pasca-kemerdekaan pada 1950–1970.
dimulainya kehadiran orang-orang Madura di Brengsel adalah sebutan lokal untuk nama
Kota Sampit, relasi awal orang Madura dengan perusahaan kayu Belanda, NV Bruynzeel
Dayak Sampit; penguasaan sumber daya oleh Dayak Houtbedrijven, yang sejak 1947
orang Madura hingga terjadinya kerusuhan. membangun pabriknya di Sampit dan
Kemudian, bagaimana orang Madura terusir,
beroperasi pada akhir 1949, kemudian di-
menyusun strategi untuk kembali dan menerus-
nasionalisasi pada 1955. Dalam gelombang
kan hidupnya. Gelombang migrasi ini sebetulnya
ini, terjadi lonjakan jumlah penduduk yang
dapat menolak anggapan bahwa migrasi selalu di-
cukup besar, dan tumbuhnya ruang-ruang
tentukan oleh push and pull factors sebagaimana
permukiman yang bersifat eksklusif-etnis,
yang diyakini oleh demograf. Tetapi, dalam
tetapi konflik-konflik yang mengarah pada
banyak kasus, yang terjadi adalah dominan
kekerasan komunal antarkelompok etnis
penyebab push factor atau faktor penekan paksa
tidak terjadi.
yang membuat penduduk harus pergi dari wilayah
hidupnya. Kemiskinan dan ketakutan karena (c) Gelombang Industri Kayu terjadi pada akhir
konflik adalah dua faktor penekan yang penting 1960-an dan awal 1970-an, yang dipicu oleh
ditekankan untuk memahami mengapa pada masa perkembangan industri kehutanan, yang
lalu orang Madura harus meninggalkan kampung difasilitasi oleh UU Pokok Kehutanan No.
halamannya, dan sebaliknya meninggalkan Kota 5/1967 yang mengizinkan Hak Pengusahaan
Sampit karena situasi paksa dari kerusuhan. Hutan (HPH). Masa ini dikenal sebagai
konsepsi “banjir kap”. Sebagian besar para
Lima Gelombang Migrasi Orang pemilik HPH ini adalah kroni dari Presiden
Madura Soeharto dan juga perusahaan di bawah
kendali militer. Pada gelombang inilah
Temuan peneliti terhadap gelombang mi- konflik-konflik yang bernuansa etnis sudah
grasi orang-orang Madura di Kota Sampit dapat banyak terjadi walaupun masih dalam tataran
dijelaskan ke dalam fenomena “lima gelombang perkelahian individual dan tercatat mulai
migrasi”. 1982.
(a) Gelombang perintis terjadi sekitar 1920-an, Gelombang pertama hingga gelombang keti-
yaitu orang-orang Madura yang diangkut ga dalam ilmu kependudukan disebut migrasi
dari Pulau Madura dan dipekerjakan di swakarsa atau spontaneous migration. Pada
perkebunan karet, gambir, dan kelapa sawit migrasi jenis ini, migran mempunyai opsi
di Sampit. Inilah generasi yang menjadi untuk memilih tempat tujuan dan bagaimana

Herry Yogaswara | Ringkasan Disertasi Meneruskan Hidup ... | 109


pergi ke tempat tujuan. Namun, kemiskinan aman dan proses penerimaan kembali pada
yang ada di Pulau Madura pada masa-masa beberapa orang.
tersebut merupakan faktor penekan yang
signifikan.
Narasi Penyebab Kerusuhan
(d) Gelombang keempat adalah migrasi terpaksa
Hasil penelitian ini mengonfirmasi peranan
(forced migration), yang terjadi pada saat
anggota kelompok elite dalam menyulut ter-
kerusuhan mulai 18 Februari 2001 dan
jadinya kerusuhan seperti temuan-temuan dari
gelombang perpindahan sekitar seminggu
para penulis terdahulu. Namun, hasil penelitian
sesudahnya. Mereka yang akan pindah
tidak mempunyai opsi selain harus pindah ini lebih mendalami soal bagaimana berbagai
(push factors), minimal untuk keselamatan prasangka ihwal karakter negatif tentang orang-
jiwanya, keluarga, dan komunitasnya. Na- orang Madura diperkuat dan dimanipulasi sebagai
mun, dalam konteks relasi antarkelompok sebuah ancaman terhadap keberadaan orang-
etnis, walaupun terjadi pemindahan paksa orang Dayak sebagai penduduk asli maupun ke-
orang-orang Madura ke luar Sampit, dite- lompok etnis lain di Kota Sampit. Hasil penelitian
mukan berbagai narasi tentang perasaan telah menemukan bagaimana imajinasi tentang
kehilangan yang sangat besar bagi kalangan ancaman terhadap pendudukan Kota Sampit
masyarakat non-Madura terhadap kepergian oleh orang-orang Madura telah membangkitkan
orang-orang Madura ini. Gelombang ke- semangat untuk membela “tanah air” (petak
empat dapat dianggap sebagai kehancuran pahaga danum) yang berakibat pada pembunuhan
subkultur Madura di Sampit dalam berbagai dan pengusiran orang-orang Madura dari Kota
arti. Perumahan orang-orang Madura yang Sampit secara masif. Upaya untuk memperkuat
mencerminkan “ruang” sosial dan budaya imajinasi ini dikaitkan dengan berbagai peristiwa
banyak yang dihancurkan; makanan khas penting yang menandakan kebangkitan kembali
Madura menghilang; nama jalan bernuansa budaya Dayak yang disebut Pakat Dayak I pada
Madura diganti; kesenian Madura, seperti 1894. Setelah membangkitkan kesadaran kolek-
ronggeng dan karapan sapi, tidak bisa lagi tif tentang pentingnya menjaga tanah Dayak,
dipertunjukkan; serta organisasi Ikatan Kelu- kemudian dilanjutkan dengan penceritaan tentang
arga Madura (Ikama) harus dibubarkan. Ge- berbagai peristiwa kekerasan yang dilakukan oleh
lombang keempat ini adalah kondisi ketika orang-orang Madura terhadap orang Dayak sejak
orang-orang Madura menjadi orang-orang 1982 hingga hari-hari menjelang kerusuhan pada
kalah (the losers), kemudian orang Dayak 18 Februari 2001.
mendapuk dirinya menjadi pemenang (win- Salah satu narasi kecil yang dikembangkan
ners) yang dapat menentukan nasib orang- adalah ditemukannya spanduk yang bertulisan
orang Madura melalui perda-perda ataupun “Sampit Adalah Sampang Kedua”. Spanduk ini
kebijakan lain yang diskriminatif. Kekalahan kemudian dituliskan dalam “Buku Merah”—
orang-orang Madura Sampit ini tidak hanya kumpulan dokumen peristiwa kerusuhan
di Sampit, tetapi juga ketika ada di tempat Sampit—sebagai upaya orang-orang Madura
pengungsian karena para pengungsi ini untuk menduduki dan menguasai Kota Sampit.
dianggap sebagai orang-orang pengacau di Sementara itu, “Sampang” dimaknai sebagai
Sampit dan mempermalukan orang-orang nama kabupaten di Pulau Madura, dan banyak
Madura lain. orang Madura yang tinggal di Kota Sampit.
(e) Gelombang kelima adalah saat orang-orang Tetapi, narasi lain menyebutkan bahwa spanduk
Madura kembali dari tempat pengungsian ke tersebut dibuat oleh orang-orang Madura untuk
Sampit. Narasi-narasi yang muncul adalah memperingatkan kepolisian Sampit yang telah
bagaimana hubungan antaretnis yang sudah menangkap beberapa buruh Madura yang belum
lama terbangun antara orang-orang Madura tentu salah. Pengertian “Sampang Kedua” adalah
dan orang lokal Sampit, termasuk orang sebelumnya terjadi peristiwa demonstrasi besar-
Dayak, dapat memberikan jaminan rasa besaran di kantor Bupati Sampang, yang waktu

110 | Masyarakat Indonesia, Vol. 42 (1), Juni 2016


kejadiannya tidak terlalu lama dengan waktu kelompok etnis yang bersifat masif sesungguhnya
kerusuhan. Orang-orang Madura yang mem- terjadi mulai 20 Februari 2001, yaitu ketika bala
bawa spanduk “Sampit Adalah Sampang Kedua” bantuan untuk orang-orang Dayak di Sampit
adalah bentuk peringatan bagi kepolisian Sampit. datang dari berbagai wilayah Kalimantan Tengah
Apabila tidak mampu menyelesaikan kasus buruh dan pembunuhan yang mengakibatkan tewasnya
tersebut, peristiwa pendudukan kantor bupati ratusan orang Madura.
seperti di Kabupaten Sampang akan berulang. Kemudian, berlakunya Perda tentang Penang-
Demikian halnya dengan pengertian “Gen- gulangan Dampak Kerusuhan Etnis (PDKE),
car”, yang dianggap sebagai “Gerakan Carok ditambah dengan kesepakatan-kesepakatan dalam
Antar Pulau”, sebuah gerakan dari orang-orang Kongres Rakyat Kalimantan Tengah (KRKT),
Madura yang terlatih untuk melakukan tindakan semakin mempersempit ruang ekspresi orang-
balas dendam kepada orang-orang Dayak di orang Madura di Sampit. Poin penting dari PDKE
Sampit. Narasi lain menyebutkan bahwa Gencar adalah melakukan seleksi alamiah terhadap
adalah kependekan dari General Cargo, yaitu orang-orang Madura yang dapat diizinkan atau
salah satu bagian di pelabuhan Sampit, dan terkait ditolak kembali ke Sampit atau beberapa wilayah
dengan pembagian kerja buruh angkut pelabuhan lain di Provinsi Kalimantan Tengah.
tersebut. Identitas orang-orang Madura, termasuk hak-
hak politik, ekspresi budaya, dan memori kolektif,
Narasi Penghilangan Identitas Madura dihilangkan di ruang publik Kota Sampit. Nama
Jalan Pulau Madura di Palangkaraya telah diganti
Peristiwa kekerasan antarkelompok etnis ini menjadi Jalan Pulau Batam; kertak Madura telah
kemudian memasuki wilayah identitas dengan menjelma menjadi Jalan M.T. Haryono di Kota
pendirian berbagai “monumen” yang meneguh- Sampit; serta Ikatan Keluarga Madura (Ikama)
kan tentang siapa yang menjadi “pemenang” dan telah menjadi organisasi terlarang, yang kemudian
siapa yang “kalah” dalam konflik tersebut. Ke- anggota keluarga dari organisasi ini dicurigai.
lompok yang “menang” mempunyai klaim untuk
membuat “monumen peringatan” yang dianggap
dapat mengisahkan penyebab kerusuhan dan Memilah Ingatan: Upaya Meneruskan
akibat kekerasan antarkelompok etnis menurut Hidup di Kota Sampit
versinya. Selain itu, kelompok “pemenang” Pascakerusuhan di Kota Sampit, muncul berbagai
mempunyai klaim untuk mengatur kehidupan wacana, yaitu (1) Cara pemulangan orang-orang
yang “kalah” melalui instrumen hukum (seperti Madura ke Kota Sampit; (2) Perlindungan harta
peraturan daerah) dan penelusuran rekam jejak milik berupa tanah pertanian, perumahan dan
orang yang kembali dari pengungsian. pekarangan, serta bangunan tempat usaha; (3)
“Monumen” yang disebut sebagai “tugu per- Lapangan kerja bagi orang Madura; serta (4)
damaian”, yang terletak di bundaran jalan poros Proses rekonsiliasi antara orang-orang Madura
Sampit-Pangkalan Bun, dibuat berdasarkan pada dan orang Dayak.
kesepakatan di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Hasil Kongres Rakyat Kalimantan Tengah
(DPRD), yang pada saat pasca-kerusuhan Febru- (KRKT) hanya memberikan dua rekomendasi
ari 2001 tidak lagi diwakili oleh anggota orang- terkait dengan hal tersebut, yaitu cara pemulang-
orang Madura karena mereka telah meninggalkan an orang-orang Madura harus bersifat alamiah.
Sampit. Tugu utama terbuat dari kayu ulin dengan Kemudian, masalah rekonsiliasi disinggung,
memuat ornamen senjata khas Dayak, yaitu man- tetapi tidak ada perincian yang jelas mengenai
dau dan telawang (perisai), serta tercantum tang- langkah-langkah yang akan dilakukan. Semen-
gal 18 Februari 2001. Tanggal tersebut dikenang tara perlindungan harta milik orang Madura dan
sebagai dimulainya serangan oleh elemen Madura lapangan kerja tidak mendapatkan tempat yang
kepada keluarga orang Dayak yang menimbulkan layak untuk dibicarakan. Pengembalian alamiah
delapan korban jiwa Dayak yang tinggal pada artinya tidak dilakukan secara besar-besaran
satu rumah yang dibakar. Padahal, kekerasan serta dilakukan melalui jalur kekerabatan dan

Herry Yogaswara | Ringkasan Disertasi Meneruskan Hidup ... | 111


pertemanan; tidak ada upaya pemerintah. Namun, yang dihadapi pada masa sekarang telah terkon-
perlu ada penyaringan di pintu-pintu masuk Kota firmasi dalam penelitian ini. Hal ini dapat dilihat
Sampit untuk mencari orang-orang yang dianggap dari cara mereka kembali ke Kota Sampit dan
terlibat dalam kerusuhan pada Februari 2001. Se- membangun kembali kehidupannya berdasarkan
lain itu, masyarakat melalui ketua rukun tetangga pada pengalaman masa lalunya. Namun, pengala-
dapat menentukan persetujuan atau penolakan man masa lalu tidak bersifat statis dan linier, tetapi
terhadap keinginan kembalinya orang-orang dinamik, tidak mempunyai pola yang tetap, dan
Madura tersebut ke tempat mereka. kadang kala bersifat tidak terduga. Oleh sebab
Oleh sebab itu, orang-orang Madura yang itu, walaupun ingatan kolektif bersifat esensial
ingin dan telah kembali ke Kota Sampit harus untuk memahami mental image yang membentuk
mengambil referensi berbagai peristiwa masa tindakan pada masa kini, ingatan-ingatan yang
lalu yang akan menyebabkan dirinya diterima bersifat individual tidak dapat dinegasikan dan
kembali di Kota Sampit. Peristiwa-peristiwa dan mewarnai ingatan kolektif suatu masyarakat.
ingatan yang menyebabkan hubungan dengan Hal ini tampak dari adanya orang-orang Madura
orang-orang Dayak yang tidak bersifat harmonis yang demikian mudah kembali dan membangun
harus disingkirkan, termasuk berbagai peristiwa usahanya kembali di Kota Sampit tanpa melalui
traumatik pada saat kerusuhan, yaitu kehilangan hambatan. Tetapi, ada orang-orang lain yang
kerabat atau teman yang terbunuh, serta rumah kesulitan kembali ke Kota Sampit, mengalami
yang dibakar. penghambatan dan diskriminasi, juga pelecehan.
Dalam ranah antropologi, konsep ingatan
Ingatan-ingatan yang dipilih adalah tentang
kolektif ini menjadi penting karena inilah yang
bagaimana relasi pada masa lalu dengan orang-
menjadi pembentuk identitas. Ingatan kolektif
orang Dayak yang bersifat harmoni atau minimal
membuat orang-orang menjadi sadar tentang
tidak saling mengganggu. Bagaimana hubungan
siapa dirinya dan siapa orang lain, juga tentang
kerja sama perdagangan telah menjadi hubungan
apa yang menjadi pembeda antara kelompoknya
pertemanan dan kekerabatan yang saling melindu-
dan kelompok di luar dirinya. Rangkaian peris-
ngi. Atau, justru dengan menyalahkan organisasi
tiwa yang terjadi pada Februari 2001 di Kota
di kalangan orang Madura sendiri yang dianggap
Sampit, Kalimantan Tengah, telah menjadi sebuah
menjadi penyebab kerusuhan.
ingatan kolektif yang sekaligus menjadi pembeda
Terdapat orang-orang Madura yang dengan identitas antara orang-orang Madura dan Dayak
mudahnya masuk kembali ke Kota Sampit tanpa di kota itu; antara kelompok yang merasa menang
perlu khawatir karena mendapatkan jaminan dari dan yang merasa kalah.
orang-orang Dayak. Jaminan dari orang-orang
Kekerasan antarkelompok etnis yang terjadi
Dayak itu diperoleh atas dasar pertemanan pada
antara orang-orang Dayak dan Madura di Kota
masa sebelum kerusuhan; membayar kompensasi
Sampit dapat ditafsirkan bersifat multifaktor, ter-
dalam jumlah tertentu; atau dijadikan bagian dari
masuk peranan pemimpin-pemimpin kelompok
proyek-proyek pemerintah yang terkait dengan
etnis yang menggalang kekuatan untuk menga-
pemulihan wilayah pascakonflik. Selain itu, ada
lahkan lawannya. Kemudian, faktor eksternal
orang-orang Madura yang mendapat penolakan
adanya kekerasan etnis yang terjadi di Kaliman-
karena identitasnya sebagai orang Madura. Tetapi,
tan Barat antara orang-orang Dayak dan Madura
ada juga orang-orang yang menghindari kontak
serta orang Melayu dan Madura mempertinggi
dengan orang-orang Dayak.
saling curiga di antara pemimpin kelompok elite
sehingga mereka mempersiapkan diri apabila
PENUTUP
konflik yang sama terjadi di Kota Sampit.
Mengambil pembelajaran dari orang-orang
Penggunaan konsep historisitas dan ingatan
Madura yang mencoba meneruskan kehidupannya
kolektif dalam studi-studi antropologi menjadi
di daerah pascakonflik, terlihat bahwa konsepsi
sangat penting untuk melihat dinamika sosial
tentang masa lalu yang membentuk mental image
dan budaya pada tingkat individu dan kelompok,
dan digunakan untuk memecahkan permasalahan

112 | Masyarakat Indonesia, Vol. 42 (1), Juni 2016


tetapi dikaitkan dengan permasalahan yang lebih Horrowitz, D. L. (2005). Ethnic Group in Conflict.
luas pada tingkat negara-bangsa. Berkeley and LC, CA: California University
Press.
Dalam kaitannya dengan upaya menciptakan
Khay Jin Khoo et.al. (2005). Ethnicity and inequality
situasi damai di Kota Sampit (peace building), di Kalimantan. Paper presented at Workshop
hasil penelitian ini memberikan kontribusi pada PMB-CRISE Project. Jakarta: PMB LIPI.
sisi penggalian ingatan-ingatan. Penggalian in- Klinken, G. van. (2007). Perang kota kecil: kekerasan
gatan yang dimaksudkan adalah membayangkan komunal dan demokratisasi di Indonesia.
kembali relasi-relasi Dayak dan Madura yang Jakarta: Yayasan Obor-KITLV.
mempunyai kesinambungan sejarah yang sudah Lewis, B. (2009). Sejarah: Diingat, ditemukan kem-
lama berlangsung, khususnya situasi-situasi ke- bali, ditemuciptakan (terjemahan). Yogyakarta:
seharian ketika orang-orang Dayak dan Madura Penerbit Ombak.
serta kelompok etnis lainnya di Kota Sampit Maunati, Y. (2004). Identitas dayak: komodifikasi dan
politik kebudayaan. Yogyakarta: Penerbit LkiS.
pernah hidup berdampingan secara damai. Selain
itu, hal-hal yang membangkitkan ingatan yang Ramstedt, M., & Thufail, F. I. (Eds). (2011). Kegalauan
identitas: Agama, etnisitas, dan kewarganega-
traumatik seharusnya diminimalkan. Ingatan raan pada masa pasca-Orde Baru. Jakarta:
traumatik itu, di antaranya, terwujud dalam “tugu Pusat Penelitian Sumber Daya Regional LIPI
perdamaian”, peraturan daerah yang diskriminatif, dan Max Planck Institute for Social Anthropol-
serta rumor yang selalu datang menjelang tang- ogy dan Penerbit PT Grasindo.
gal 18 Februari. Selain itu, orang-orang Madura Sen, A. (2006). Kekerasan dan ilusi tentang identitas.
diberi kesempatan untuk kembali menggunakan Jakarta: Penerbit Marjin Kiri.
aset-asetnya tanpa dibebani kompensasi kepada Smith, G., & Bouvier, H. (Eds). (2006). Communal
siapa pun yang menduduki aset tersebut. Pihak conflicts in Kalimantan: Perspectives from the
LIPI-CNRS Conflict Studies Program. Jakarta:
pemerintah bertanggung jawab menghilangkan
PDII LIPI and Lasema France.
berbagai hal yang dapat membangkitkan ingatan
Smith, C. Q. (2005). The roots of violence and pros-
traumatik tersebut sambil mengajak organisasi
pects for reconciliation: A case study of ethnic
masyarakat sipil membuat program rekonsiliasi conflict in central Kalimantan. Washington,
di tingkat akar rumput. DC: World Bank.
Sukandar, R. (2007). Negotiating post-conflict
PUSTAKA ACUAN communication: A case of ethnic conflict in
Arnett, R. C. (2002). Paulo Freire’s revolution- Indonesia. (Disertasi USA Ohio: The School
ary pedagogy: From a story-centered to a of Communication Studies Ohio University).
Narrative-centered Communication Ethics. Usop, S. R. (2009). Analisis struktural atas konflik
Journal of Qualitative Inquiry 8, 489. dan kekerasan etnis di Sampit. (Disertasi Pro-
Down To Earth. (2002). Root and sources ethnic riot in gram Studi Ilmu Sosial Program Pascasarjana
Sampit Central Kalimantan. United Kingdom: Universitas Airlangga, Surabaya).
Doe. Varshney, A. (2002). Ethnic conflict and civic life:
Geertz, C. (1973). The integrative revolution: primor- Hindus and muslims in India. USA: Yale
dial sentiments and civil politics in the new University Press.
state. Dalam The interpretation of cultures. Surat Kabar
New York: Basic Books. Ikama: Pulangkan warga tak jelas identitasnya. (2001,
Halbwachs, M. (1992). On collective memory. USA: Maret 1). Kalteng Pos.
The University of Chicago Press. Ikrar pernyataan warga IKAMA. (2001, Maret 29).
Hall, S. (1991). Cultural identity and diaspora. Dalam Kalteng Pos.
Kathryn Woodward et al., Identity and Dias- Spanduk kerusuhan di gubernur. (2001, Juni 12).
pora. London: SAGE Publication. Kalteng Pos.
Hastijanti, R. A. R. (2005). Proses pembentukan ruang
eksklusif pada permukiman masyarakat plural.
Studi kasus konflik etnis di Sampit, Kalimantan
Tengah (Disertasi Doktor). Fakultas Teknik
Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi
Sepuluh November, Surabaya.

Herry Yogaswara | Ringkasan Disertasi Meneruskan Hidup ... | 113

You might also like