Professional Documents
Culture Documents
Jurnal Kedelai
Jurnal Kedelai
ISSN 1412-5838
Atman
Peneliti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Barat
Abstract
Soybean development at lowland in West Sumatra. Soybean represent one of the high
nutritious food commodity at the price of reached. This commodity will increasing from year to
year, but domestic product capacities tend to downhill from year to year, including in West
Sumatra. Productivity at farmer level about 1.2 t / ha while its potency reach 2 t / ha. Even if
when conducting in fertile environment can yield 2.5-3.0 t / ha. Province West Sumatra have
potency to develop soy after rice field paddy in wet rice field (50,688 ha), country side
irrigation rice field farm (50,858), and simple irrigation rice field farm (43,790 ha). this Farm
exploiting for the conducting of soy can improve planting index from 170% becoming 200-
250% per year with planting pattern rice–soybean–soybean. Besides also can add earnings
around Rp.380,160-456,192 billion per year (before lessened by the expense of farm if
soybean cost at just wet rice field dependant to rain field . To get optimum soybean production
require to be paid attention technological component of soybean conducting, covering: season
plant, variety, requirement of seed, preparation of farm, cultivation, rhizobium inoculation,
weed eradication, irrigating, fertilization, management of pest, management of disease,
harvest and post harvest management. Besides, criterion according to soil compatibility has to
guidance.
KeycP
288
Atman: Pengembangan Kedelai pada Lahan Masam di Sumatera Barat ISSN 1412-5838
t/tahun dan 478 t/tahun (BPS, 2004). Selain pada lahan kering, Sumatera
Produksi di tingkat petani rata-rata baru 1,2 Barat sebenarnya berpotensi besar untuk
t/ha sedangkan potensi hasilnya bisa mengembangkan kedelai di lahan sawah.
mencapai 2 t/ha. Bahkan, bila dibudidayakan Pada Tabel 2 terlihat bahwa seluas 50.688 ha
di lingkungan yang subur mampu lahan sawah tadah hujan, 50.858 ha lahan
menghasilkan 2,5-3 t/ha. sawah irigasi desa, dan 43.790 lahan sawah
irigasi sederhana berpotensi untuk budidaya
Tabel 1. Perkembangan produksi kedelai kedelai setelah padi sawah. Biasanya,
tahun 1996-2004 di Sumatera sebagian besar lahan ini dibiarkan bera
Barat. setelah panen padi untuk waktu cukup lama
(1-3 bulan). Pemanfaatan lahan ini untuk
Tahun Produksi Produktivitas budidaya kedelai dapat meningkatkan indeks
(t/th) (t/ha) pertanaman yang hanya 170% menjadi 200-
1996 13.408 1,10 250% per tahun, dengan pola tanam padi-
1997 13.126 1,13 kedelai-padi.
1998 10.094 1,20
Menurut Hilman, et al. (2004),
1999 8.874 1,15
keberagaman hasil kedelai antara lain
2000 12.686 1,23
disebabkan: (1) kurangnya minat petani
2001 7.614 1,15
bertanam kedelai, (2) produktivitas kedelai
2002 4.937 1,20 masih rendah, (3) implementasi inovatif yang
2003 2.122 1,31 sangat lamban, dan (4) kemitraan agribisnis
2004 1.575 1,30 yang belum berkembang.
Sumber: BPS, 1999, 2003 dan 2004.
Tabel 2. Sebaran luas areal sawah (ha) menurut jenis irigasi pada setiap kabupaten/kota di
Sumatera Barat, 2003.
Kabupaten/Kota Teknis Semi Seder Irigasi Tadah Jumlah
teknis desa hujan
hana
Mentawai - - - 12 2.729 2.741
Pesisir Selatan 520 8.327 4.465 6.339 7.847 27.709
Solok 7.240 9.145 6.017 9.618 1.844 33.864
Sawahlunto/Sijunjung 4.240 1.592 2.902 2.746 7.444 18.924
Tanah Datar - 3.395 8.101 5.919 5.767 23.182
Padang Pariaman 4.803 4.265 4.649 4.748 4.989 23.454
Agam 1.620 13.226 4.656 5.145 3.128 27.775
50 Kota 499 4.728 6.616 2.848 9.159 23.850
Pasaman 9.703 11.356 2.743 11.338 7.755 42.895
Padang 4.173 218 543 1.588 291 6.813
Solok - 575 393 - 286 1.254
Sawahlunto - 35 379 157 1.395 1.966
Padang Panjang - - 695 - - 695
Bukittinggi - 181 173 45 54 453
Payakumbuh 956 885 806 293 120 3.060
Pariaman - 1.339 652 74 609 2.674
Jumlah 33.754 59.267 43.790 50.858 50.688 238.357
Rata-rata hasil (t/ha) 4,5-5,0 4,0-4,5 3,5-4,5 3,0-3,5 2,5-3,5 4,40
Sumber: BPS (2003).
289
Jurnal Ilmiah Tambua, Vol. V, No. 3, September-Desember 2006: 288-296 hlm. ISSN 1412-5838
cukup selama pertumbuhan dan berkurang yang ditanam sesudah padi sawah tanpa olah
saat pembungaan dan menjelang pemasakan tanah lebih baik dibandingkan dengan yang
biji akan meningkatkan hasil kedelai. tanahnya diolah karena pada tanah yang
diolah air menguap lebih cepat sehingga
PEMILIHAN VARIETAS persediaan air tanah tidak mencukupi untuk
pertumbuhan tanaman. Selain itu,
Varietas unggul yang memiliki pengolahan tanah menyebabkan tertundanya
produktivitas tinggi dan mempunyai sifat waktu tanam sehingga tanaman akan
ketahanan terhadap cekaman biotik dan mengalami kekeringan pada stadia
abiotik serta karakteristik yang sesuai dengan perkembangan dan pengisian biji, khususnya
permintaan pasar merupakan modal utama di musim kemarau (Hamzah, et al., 1987).
dalam upaya meningkatkan produksi dan
pendapatan petani. Hasil penelitian Penanaman kedelai di lahan sawah
Puslitbangtan, untuk lahan sawah pada MK I sesudah panen padi sangat besar artinya
dianjurkan penggunaan varietas berumur dalam meningkatkan efisiensi pemanfaatan
sedang (85-90 hari), seperti: Wilis, Kerinci, sawah tadah hujan atau yang beririgasi
Tampomas, Krakatau, dan Jayawijaya. Pada sederhana dan irigasi desa sehingga dapat
MK II dianjurkan penanaman varietas meningkatkan Indeks Pertanaman (IP). Di
berumur genjah (70-75 hari), seperti: Lokon, Sumatera Barat luas lahan tersebut mencapai
Tidar, Malabar, Lawu, Dieng, Tengger, 145.336 ha, yang terdiri dari sawah tadah
Petek, dan Lumajang Bewok. Menurut hujan 50.688 ha, sawah beririgasi sederhana
Hilman, et al. (2004), varietas unggul baru 43.790 ha, dan sawah beririgasi desa 50.858
yang dianjurkan pada lahan sawah adalah ha (Tabel 2). Hasil penelitian menunjukkan
Kaba, Sinabung, Bromo, Agromulyo, bahwa usahatani kedelai pada lahan sawah
Mahameru, dan Anjasmoro. mempunyai prospek yang baik karena selain
kedelai berumur pendek (2,5-3 bulan) juga
TEKNIK BUDIDAYA produksinya di lahan sawah lebih tinggi
dibanding di lahan kering, yaitu 2,5-3,0 t/ha.
Teknik budidaya kedelai yang sesuai Keuntungan lain yang didapat adalah
setelah padi sawah adalah tanpa olah tanah putusnya siklus hidup hama dan penyakit
(TOT) atau dikenal juga dengan nama “zero padi serta dapat melaksanakan usaha
tillage”. Teknologi ini sesuai dikembangkan optimasi pola tanam di lahan sawah. Jika
sebagai antisipasi terbatasnya tenaga kerja di seluruh lahan sawah tadah hujan saja yang
Sumatera Barat dan sekaligus memanfaatkan dimanfaatkan untuk pertanaman kedelai,
sisa ketersediaan air tanah pada saat panen maka Propinsi Sumatera Barat akan dapat
padi, terutama di daerah-daerah yang menghasilkan kedelai sebanyak 126.720-
beririgasi sederhana atau lahan sawah tadah 152.064 ton per tahun. Jika harga kedelai
hujan. Diketahui bahwa pada lahan sawah di sebesar Rp.3.000 per kg maka akan didapat
bawah lapisan olah terdapat lapisan berkadar tambahan pendapatan sebesar Rp. 380,160-
besi dan mangan yang tinggi (Koenings, 456,192 milyar per tahun sebelum dikurangi
1950). Hal ini menyebabkan persediaan air biaya usahatani. Pendapatan ini akan
tanah terbatas pada lapisan atas saja. Bila meningkat lagi jika lahan sawah beririgasi
penanaman kedelai sesudah padi dilakukan sederhana dan irigasi desa yang tidak
pengolahan tanah menyebabkan air tanah ditanami pada saat musim kemarau juga
akan menguap sehingga tanah cepat menjadi dimanfaatkan untuk pertanaman kedelai.
kering dan kedelai yang ditanam akan Untuk mencapai produksi kedelai
terhalang pertumbuhannya serta juga akan yang optimum di lahan sawah setelah tanam
menyebabkan tertundanya waktu tanam. padi, maka dibawah ini disajikan teknik
Hasil penelitian di Indonesia dan budidayanya (Tabel 4).
Filipina menunjukkan bahwa hasil kedelai
291
Jurnal Ilmiah Tambua, Vol. V, No. 3, September-Desember 2006: 288-296 hlm. ISSN 1412-5838
296