Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 10

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)

Volume 5, Nomor 4, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)


http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

FAKTOR RISIKO KEJADIAN GIZI KURANG PADA BALITA (Studi


Kasus di Wilayah Kerja Puskesmas Bandarharjo Kota Semarang)

Billy Suyatman, Siti Fatimah, Dharminto


Peminatan Kesehatan Ibu dan Anak, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Diponegoro
Email: jerysandy@gmail.com

ABSTRACT

Malnutrition have a direct impact to cognitive and development impediment in


toddlers. Bandarharjo Health Center have the highest prevalence of malnutrition
in 2015 in Semarang City which reached 10.82%. The aim of this research was to
analyze the risk factors of malnutrition in toddlers in Bandarharjo Health Center
Working Area, Semarang City. This was a quantitative research with case control
design. Population of this research were toddlers with malnutrition and normal
nutrition in Bandarharjo Health Center Working Area, Semarang City in total of
3865 toddlers. The subject of this research were 146 toddlers consisting of 73
case samples (malnutrition) and 73 control samples (normal nutrition) whom
selected by proportional random sampling technique. The result of this research
showed that the variables is the risk factors of malnutrition in toddlers are mother
with basic education level (OR = 28.2 ; 95% CI : 6.4 -123.6), family members > 4
people (OR = 12.1 ; 95% CI : 7.3 – 103.9), bad eating habbits (OR = 20.2 ; 95%
CI : 9.5 – 97.8), bad health behaviour (OR = 35 ; 95% CI : 11.4 – 107.3), lack of
energy adequacy (OR = 25.2 ; 95% CI : 5.7 – 110.7), lack of protein adequacy
(OR = 35.7 ; 95% CI : 6,9 – 220.9). Advice for Bandarharjo Health Center to give
counseling for mother to train their child to wash their hands before eat, to give
exclusive breastfeeding to their baby until age 6 months and also to give animal
protein to their child.

Keyword : Malnutrition, Toddlers, Risk Factors, Bandarharjo, Semarang


Bibiliography : 79, 1986 - 2016

PENDAHULUAN balita dapat mempengaruhi


Gizi kurang merupakan salah kecerdasan anak, menurunnya
satu masalah kesehatan yang produktivitas anak serta rendahnya
berkontribusi terhadap rendahnya kemampuan kognitif.1
kualitas sumber daya manusia Menurut data Riskesdas tahun
(SDM) di Indonesia. Asupan gizi 2013, prevalensi gizi buruk-kurang
dengan kualitas dan kuantitas yang secara nasional cenderung fluktuatif,
baik sangat dibutuhkan terutama mengalami penurunan sebesar 0,5%
pada usia balita karena dari tahun 2007 yaitu sebesar 18,4%
pertumbuhan dan perkembangan menjadi 17,9% pada tahun 2010 dan
fisik serta kognitif sedang tumbuh kembali mengalami peningkatan
dengan pesat pada tahap usia pada tahun 2013 sebesar 1,7%
tersebut. Gizi kurang pada anak menjadi 19,6%. Perubahan

778
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 4, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

signifikan terjadi pada prevalensi gizi 10,82% diikuti oleh Puskesmas


buruk yaitu 5,4% pada tahun 2007, Poncol dengan prevalensi kejadian
mengalami penurunan pada tahun gizi kurang sebesar 8,23% serta
2010 yaitu sebesar 4,9% dan Puskesmas Ngaliyan dengan
kembali mengalami peningkatan 6,55%16
pada tahun 2013 yaitu sebesar Wilayah kerja Puskesmas
5,7%. Sementara prevalensi gizi Bandarharjo memiliki luas 761,1 Km2
kurang mengalami peningkatan yang terdiri dari 4 kelurahan binaan,
sebesar 0,9% dari tahun 2007 yaitu: Kelurahan Tanjung Mas,
hingga tahun 2013.12 Menurut data Kelurahan Bandarharjo, Kelurahan
Bappenas tahun 2011, untuk Kuningan serta Kelurahan
mencapai sasaran MDG’s tahun Dadapsari. Wilayah kerja
2015 yaitu 15,5% maka prevalensi Puskesmas Bandarharjo merupakan
nasional gizi buruk-kurang harus salah satu wilayah pesisir di Kota
diturunkan sebesar 4,1% dalam Semarang. Berdasarkan data yang
periode 2013 sampai 2015.13 didapatkan dari Profil Puskesmas
Berdasarkan data Riskesdas Bandarharjo Tahun 2016 terdapat
tahun 2013, terdapat tiga provinsi 458 kepala keluarga yang masuk
yang sudah mencapai target MDG’s dalam kategori sangat miskin. Hal ini
2015, yaitu: (1) Provinsi Bali, (2) berpengaruh terhadap karakteristik
Provinsi DKI Jakarta,(3) Provinsi ibu balita, seperti: tingkat pendidikan
Bangka Belitung. Di Provinsi Jateng ibu yang rendah, pola asuh gizi serta
sendiri, menurut data riskesdas pola asuh kesehatan yang diberikan
menempati peringkat ke-10 dari 33 ibu terhadap balita.17
provinsi di Indonesia, yang berarti METODE PENELITIAN
belum mencapai target MDG’s 2015 Penelitian ini merupakan
untuk prevalensi gizi buruk-kurang. penelitian kuantitatif dengan desain
Provinsi Jateng memiliki prevalensi studi case control. Analisis data
nasional gizi buruk-kurang yaitu yang dilakukan yaitu analisis
berkisar 15% hingga 19% dari tahun univariat dan analisis bivariat.
2007 hingga 2013.12 HASIL
Menurut data yang diperoleh A. Analisis Univariat
dari hasil pemantauan status gizi 1. Tingkat Pendidikan Ibu
(PSG) Dinas Kesehatan Kota
Semarang pada tahun 2013
prevalensi balita yang mengalami
gizi kurang sebesar 0,9%14 dan
mengalami peningkatan pada tahun
2014 yaitu sebesar 2,73%.15
Sementara, pada tahun 2015
kembali mengalami peningkatan
prevalensi gizi kurang pada balita
yaitu sebesar 3,54%.Berdasarkan
data yang didapatkan dari Dinas
Kesehatan Kota Semarang Tahun
2015 Wilayah Kerja Puskesmas
Bandarharjo merupakan wilayah
puskesmas yang memiliki prevalensi
kejadian gizi kurang yang tertinggi di
Kota Semarang yaitu mencapai

779
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 4, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

Gambar 2 menunjukkan
bahwa persentase responden
dengan jumlah anggota
keluarga besar > 4 orang pada
kelompok kasus lebih besar
(87,7%) dibandingkan dengan
kelompok kontrol (38,4%),
sedangkan responden dengan
jumlah anggota keluarga kecil ≤
Gambar 1 Proporsi Responden 4 orang pada kelompok kontrol
Menurut Tingkat Pendidikan lebih besar (61,6%)
dibandingkan dengan kelompok
Ibu
kasus (12,3%).
Gambar 1 menunjukkan
bahwa persentase responden 3. Pola Pemberian Makan
dengan tingkat pendidikan dasar
pada kelompok kasus lebih besar
(94,5%) dibandingkan dengan
kelompok kontrol (2,7%),
sedangkan responden dengan
tingkat pendidikan lanjut pada
kelompok kontrol lebih besar
(97,1%) dibandingkan dengan
kelompok kasus (5,5%).

2. Jumlah Anggota Keluarga

Gambar 3 Proporsi
Responden Menurut Pola
Pemberian Makan
Gambar 3 menunjukkan
bahwa persentase responden
dengan pola pemberian makan
buruk pada kelompok kasus
lebih besar (94,5%)
dibandingkan dengan kelompok
kontrol (4,1%), sedangkan
responden dengan pola
pemberian makan baik pada
kelompok kontrol lebih besar
(95,9%) dibandingkan dengan
Gambar 2 Proporsi kelompok kasus (5,5%).
Responden Menurut Jumlah
Anggota Keluarga

780
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 4, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

4. Pola Asuh Kesehatan

Gambar 4 Proporsi Gambar 5 Proporsi Responden


Responden Menurut Pola Menurut Tingkat Kecukupan
Asuh Kesehatan Energi
Gambar 5 menunjukkan
bahwa responden dengan tingkat
Gambar 4 menunjukkan kecukupan energi kurang pada
bahwa persentase responden kelompok kasus lebih besar
(97,3%) dibandingkan dengan
dengan pola asuh kesehatan
kelompok kontrol (54,8%),
buruk pada kelompok kasus lebih sedangkan responden dengan
besar (91,8%) dibandingkan tingkat kecukupan energi baik
dengan kelompok kontrol (2,7%), pada kelompok kontrol lebih
sedangkan responden dengan besar (45,2%) dibandingkan
pola asuh kesehatan baik pada dengan kelompok kasus (2,7%).
kelompok kontrol lebih besar 6. Tingkat Kecukupan Protein
(97,3%) dibandingkan dengan
kelompok kasus (8,2%).
5. Tingkat Kecukupan Energi

781
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 4, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

Status Gizi Status Gizi


Anggota Pendidika
Keluarga Kasus Kontrol Kasus Kontrol
F % F %
n
F % F %
Besar > 4 6 94,
64 87,7 28 38,4
orang Dasar 2 2,7
Kecil ≤ 4 9 5
9 12,3 45 61,6 7 97,
orang
Lanjut 4 5,5
Jumlah 73 100 73 100 1 3
7 7
Jumlah 100 100
3 3
Gambar 6 Proporsi Responden P = 0,001; OR = 28,2; 95% CI = 6,4 –
123,6
Menurut Tingkat Kecukupan
Protein 2. Faktor Risiko Jumlah Anggota
Gambar 6 menunjukkan Keluarga terhadap Kejadian
bahwa persentase responden Gizi Kurang
dengan tingkat kecukupan protein Tabel 2 menunjukkan
kurang pada kelompok kasus bahwa sebagian besar keluarga
lebih besar (89%) dibandingkan dengan jumlah anggota
dengan kelompok kontrol (4,1%), keluarga yang besar > 4 orang
sedangkan responden dengan berpeluang untuk memiliki anak
dengan status gizi kurang
Pola Status Gizi (87,7%) lebih besar
Pemberian Kasus Kontrol
Makan
dibandingkan dengan memiliki
F % F %
Buruk 69 94,5 3 4,1
anak dengan status gizi baik
(38,4%).
Baik 4 5,5 70 95,9
Jumlah 73 100 73 100
Tabel 2 Tabulasi silang jumlah
tingkat kecukupan protein baik
anggota keluarga terhadap
pada kelompok kontrol lebih
kejadian gizi kurang
besar (95,9%) dibandingkan P = 0,001; OR = 12,1; 95% CI = 7,3 –
dengan kelompok kasus (11%). 103,9
B. Analisis Bivarait
1. Faktor Risiko Tingkat 3. Faktor Risiko Pola Pemberian
Makan terhadap Kejadian Gizi
Pendidikan Ibu terhadap
Kurang
Kejadian Gizi Kurang Gambar 3 menunjukkan
Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar ibu yang
bahwa sebagian besar ibu memberikan pola pemberian
dengan tingkat pendidikan makan yang buruk berpeluang
dasar berpeluang untuk memiliki balita dengan status gizi
memiliki anak dengan status kurang (94,5%) lebih besar
gizi kurang (94,5%) lebih besar dibandingkan dengan memiliki
dibandingkan dengan memiliki balita dengan status gizi baik
anak dengan status gizi baik (4,1%).
(2,7%).
Tabel 3 Tabulasi silang pola
Tabel 1 Tabulasi silang pemberian makan terhadap
tingkat pendidikan ibu kejadian gizi kurang
terhadap kejadian gizi kurang P = 0,001; OR = 20,2; 95% CI = 9,5 –
97,8

782
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 4, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

4. Faktor Risiko Pola Asuh Tabel 6 Tabulasi silang


Kesehatan terhadap Kejadian
Gizi Kurang Tingkat Status Gizi
Gambar 4 menunjukkan Kecukupan Kasus Kontrol
Energi F % F %
bahwa sebagian besar ibu yang
Kurang 71 97,3 40 54,8
memberikan pola asuh kesehatan
Baik 2 2,7 33 45,2
yang buruk berpeluang memiliki
Jumlah 73 100 73 100
balita dengan status gizi kurang
(91,8%) lebih besar dibandingkan tingkat kecukupan protein
dengan memiliki balita dengan terhadap kejadian gizi
status gizi baik (2,7%) kurang
P = 0,001; OR = 25,2; 95% CI = 5,7
Tabel 4 Tabulasi silang pola – 110,7
asuh kesehatan terhadap PEMBAHASAN
kejadian gizi kurang A. Hubungan Tingkat Pendidikan
P = 0,001; OR = 35; 95% CI = 11,4 – Ibu dengan Status Gizi
107,3
5. Faktor Risiko Tingkat Pendidikan memiliki peranan
Kecukupuan Energi terhadap penting dalam menentukan sikap
Kejadian Gizi Kurang seseorang untuk menerima suatu
Gambar 5 menunjukkan informasi. Semakin tinggi tingkat
bahwa sebagian besar balita pendidikan seseorang maka akan
dengan tingkat kecukupan energi dengan mudah bagi orang tersebut
kurang berpeluang untuk memiliki Tingkat Status Gizi
status gizi kurang (97,3%) lebih Kecukupan Kasus Kontrol
besar dibandingkan dengan Protein F % F %
memiliki status gizi baik (54,8%). Kurang 65 89% 3 4,1%
Tabel 5 Tabulasi silang Baik 8 11% 70 95,9%
tingkat kecukupan energi Jumlah 73 100 73 100
terhadap kejadian gizi untuk mendapatkan dan memahami
kurang informasi baru yang didapatkannya.
P = 0,001; OR = 25,2; 95% CI = 5,7 – Sebaliknya, semakin rendah tingkat
110,7 pendidikan seseorang maka akan
6. Faktor Risiko Tingkat semakin sulit bagi orang tersebut
Konsumsi Protein terhadap untuk mendapatkan dan menerima
Kejadian Gizi Kurang informasi baru dari media massa
Tabel 6 menunjukkan maupun orang lain yang
bahwa sebagian besar balita bertentangan dengan pemikirannya
dengan tingkat kecukupan selama ini.61
protein kurang berpeluang Hasil uji statistic dengan
menggunakan chi-square diperoleh
Status Gizi nilai p sebesar 0,001 karena p <
Pola Asuh
Kesehatan Kasus Kontrol 0,05 maka tingkat pendidikan ibu
F % F %
yang rendah merupakan faktor risiko
Buruk 67 91,8 2 2,7
gizi kurang pada balita. Hasil
Baik 6 8,2 71 97,3
perhitungan odds Ratio (OR)
Jumlah 73 100 73 100
diperoleh nilai 28,2 (CI 95% =6,4 –
untuk memiliki status gizi
123,6) menunjukkan bahwa balita
kurang (89%) lebih besar
yang memiliki ibu dengan tingkat
dibandingkan dengan memiliki
pendidikan yang rendah berisiko
status gizi baik (4,1%).
28,2 kali lebih besar untuk
mengalami gizi kurang dibandingkan

783
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 4, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

dengan balita yang memiliki ibu kurang dibandingkan dengan balita


dengan tingkat pendidikan lanjut. yang memiliki jumlah anggota
Hasil penelitian ini sejalan dengan keluarga kecil ≤4 orang.
penelitian Damping yang meneliti Hasil penelitian ini sejalan
tentang hubungan tingkat pendidikan dengan penelitian Monica yang
ibu dengan status gizi anak balita meneliti tentang faktor-faktor yang
didapatkan bahwa ada hubungan berhubungan dengan kejadian gizi
yang bermakna antara tingkat kurang di Puskesmas Cengkareng
pendidikan ibu dengan status gizi didapatkan bahwa ada hubungan
anak balita dengan ρ-value 0,032. yang bermakna antara besar
Ibu dengan tingkat pendidikan yang anggota keluarga dengan kejadian
rendah akan meningkatkan risiko gizi kurang dengan ρ-value 0,032.63
untuk memiliki balita dengan status
gizi kurang dibandingkan dengan ibu C. Hubungan Pola Pemberian
yang memiliki tingkat pendidikan Makan dengan Status Gizi
menengah yang cenderung Pola pemberian makan
mempunyai status gizi yang baik.62 merupakan suatu aturan dalam
menentukan variasi dan kuantitas
B. Hubungan Jumlah Anggota makanan yang dikonsumsi dalam
Keluarga dengan Status Gizi tiap harinya bagi individu, kelompok
Jumlah anggota keluarga yang maupun keluarga yang memiliki ciri
banyak berbanding lurus dengan khas yang berbeda antar keluarga
kejadian gizi kurang yang tinggi di atau kelompok. Pola pemberian
tingkat keluarga. Keluarga miskin makan pada usia balita merupakan
akan memiliki beban yang lebih keberlanjutan dari pola atau cara
besar untuk memenuhi kebutuhan makan yang sudah ditetapkan sejak
makanan jika jumlah anggota usia bayi. Maka dari itu,
keluarga banyak. Besar keluarga membiasakan anak untuk
mempengaruhi distribusi makanan mengonsumsi makanan yang
dalam keluarga. Jika jumlah anggota bervariasi dan memiliki zat gizi yang
keluarga bertambah tentunya porsi cukup harus dimulai sejak usia
makan untuk tiap anggota keluarga bayi.40
berkurang. Hal ini tentunya akan Hasil uji statistic dengan
menyebabkan anggota keluarga menggunakan chi-square diperoleh
yang masuk dalam kelompok umur nilai p sebesar 0,001 karena p <
balita akan menjadi lebih rentan 0,05 maka pola pemberian makan
terhadap gizi kurang.31 yang buruk merupakan faktor risiko
Hasil uji statistic dengan gizi kurang pada balita. Hasil
menggunakan chi-square diperoleh perhitungan odds Ratio (OR)
nilai p sebesar 0,001 karena p < diperoleh nilai 20,2 (CI 95% =9,5 –
0,05 maka jumlah anggota keluarga 97,8) menunjukkan bahwa balita
yang besar >4 orang merupakan yang memiliki pola pemberian
faktor risiko gizi kurang pada balita. makan yang buruk berisiko 20,2 kali
Hasil perhitungan odds Ratio (OR) lebih besar untuk mengalami gizi
diperoleh nilai 12,133 (CI 95% =7,3 kurang dibandingkan dengan balita
– 103,9) menunjukkan bahwa yang memiliki pola pemberian
menunjukkan bahwa balita yang makan yang baik.
memiliki jumlah anggota keluarga Hasil penelitian ini sejalan
yang besar >4 orang berisiko 12,1 dengan penelitian Anas yang
kali lebih besar untuk mengalami gizi meneliti tentang pengaruh

784
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 4, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

karakteristik keluarga dan pola asuh didapatkan bahwa terdapat


terhadap status gizi balita pada ibu hubungan yang bermakna antara
yang menikah dini didapatkan pola asuh kesehatan dengan status
bahwa ada pengaruh antara pola gizi balita dengan dengan ρ-value
asuh makan terhadap status gizi 0,001.66 Hasil penelitian ini juga
balita usia 0-59 bulan dengan ρ- sejalan dengan penelitian Yulia, dkk
value 0,001. Dalam penelitian ini mengenai pola asuh makan dan
pola asuh makan merupakan kesehatan pada anak balita keluarga
variabel dominan dengan nilai Exp pemetik teh di Pengalengan
(B) 27,420 yang artinya balita yang didapatkan bahwa terdapat
memiliki pola asuh makan yang hubungan yang bermakna antara
buruk memiliki risiko 27 kali lebih pola asuh kesehatan dengan status
besar untuk mengalami gizi kurang gizi balita.67
dibandingkan dengan balita yang
memiliki pola asuh makan yang E. Hubungan Tingkat Kecukupan
baik.65 Energi dengan Status Gizi
Energi memiliki peranan utama
D. Hubungan Pola Asuh sebagai pemasok utama tenaga
Kesehatan dengan Status Gizi yang berfungsi untuk metabolisme
Pola asuh kesehatan pertumbuhan. Sumber utama energi
merupakan sikap dan perilaku didapatkan dari zat gizi protein,
keluarga terutama ibu dalam karbohidrat dan lemak. Protein dan
merawat dan menjaga balita, seperti: karbohidrat memberikan energi
memantau gizi balita secara rutin di sebesar 4 kkal bagi tubuh
posyandu, melengkapi imunisasi sedangkan lemak memberikan
wajib untuk usia balita, menjaga energi yang lebih tinggi yaitu 9
kebersihan tempat tinggal dan kkal.68
sanitasi lingkungan untuk balita serta Hasil uji statistic dengan
bagaimana ibu menghadapi balita menggunakan chi-square diperoleh
yang terserang penyakit.39 nilai p sebesar 0,001 karena p <
Hasil uji statistic dengan 0,05 maka tingkat kecukupan energi
menggunakan chi-square diperoleh yang kurang merupakan faktor risiko
nilai p sebesar 0,001 karena p < gizi kurang. Hasil perhitungan odds
0,05 maka pola asuh kesehatan Ratio (OR) diperoleh nilai 25,2 (CI
yang buruk merupakan faktor risiko 95%=5,7 – 110,7) menunjukkan
gizi kurang pada balita. Hasil bahwa balita yang memiliki tingkat
perhitungan odds Ratio (OR) kecukupan energi yang kurang
diperoleh nilai 35, (CI 95% =11,4 – berisiko 25,2 kali lebih besar untuk
107,3) menunjukkan bahwa balita mengalami gizi kurang dibandingkan
yang memiliki pola asuh kesehatan dengan balita yang memiliki tingkat
yang buruk berisiko 35, kali lebih kecukupan energi baik.
besar untuk mengalami gizi kurang Hasil penelitian ini sejalan
dibandingkan dengan balita yang dengan penelitian Lutviana dan
memiliki pola asuh kesehatan yang Budiono mengenai prevalensi dan
baik. determinan kejadian gizi kurang
Hasil penelitian ini sejalan pada balita keluarga nelayan di
dengan penelitian Lubis mengenai Desa Bajomulyo Kecamatan Juwana
hubungan pola asuh ibu dengan Kabupaten Pati didapatkan bahwa
status gizi balita di Puskesmas terdapat hubungan yang bermakna
Pantai Cermin Sumatera Utara antara tingkat kecukupan energi

785
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 4, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

dengan status gizi balita dengan ρ- KESIMPULAN


value 0,001.69 Faktor risiko kejadian gizi kurang
pada balita di Wilayah Kerja
F. Hubungan Tingkat Kecukupan Puskesmas Bandarharjo adalah:
Protein dengan Status Gizi 1. Tingkat pendidikan ibu yang
Protein merupakan bagian dari rendah (OR = 28.2 ; 95% CI :
semua sel hidup dan bagian 6.4 – 123.6 ; p-value = 0.001).
terbesar dari tubuh sesudah air. 2. Jumlah anggota keluarga > 4
Protein terdapat diberbagai fungsi orang (OR = 12.1 ; 95% CI : 7.3
jaringan tubuh, setengahnya ada di – 103.9 ; p-value = 0.001).
dalam otot, seperlima ada di tulang 3. Pola pemberian makan yang
rawan, sepersepuluh di dalam kulit buruk (OR = 20.2 ; 95% CI : 9.5
dan sisanya di jaringan dan cairan – 97.8 ; p-value = 0.001).
tubuh. Protein dapat ditemukan pada 4. Pola asuh kesehatan yang
sumber makanan hewani maupun buruk (OR = 35 ; 95% CI : 11.4
nabati. Sumber bahan makanan – 107.3 ; p-value = 0.001).
hewani yang mengandung protein, 5. Tingkat kecukupan energi yang
antara lain: susu, telur, ikan, unggas, kurang (OR = 25.2 ; 95% CI :
daging, kerang, keju dan lain-lain. 5.7 – 110.7 ; p-value = 0.001).
Sementara, sumber bahan makanan 6. Tingkat kecukupan protein yang
nabati yang mengandung protein, kurang (OR = 35.7 ; 95% CI :
diantaranya: tahu dan tempe, 6.9 – 220.9 ; p-value = 0.001).
kacang-kacangan dan lain-lain.21
Hasil uji statistic dengan DAFTAR PUSTAKA
menggunakan chi-square diperoleh 1. Depkes RI, 2014. Enam Provinsi
nilai p sebesar 0,001 karena p < Sulit Keluar Dari Permasalahan
0,05 maka ada hubungan yang Kemiskinan Dan Prevalensi Gizi
bermakna antara tingkat kecukupan Kurang. Available from:
protein dengan status gizi. Hasil http://gizi.depkes.go.id/enampro
perhitungan odds Ratio (OR) vinsi-sulit-keluar-dari-
diperoleh nilai 35,7 (CI 95%=6,9 – permasalahan-kemiskinan-dan-
220,9) menunjukkan bahwa balita prevalensi-gizikurang.Diakses
yang memiliki tingkat kecukupan tanggal: 25 Maret 2017.
protein kurang berisiko 35,7 kali 2. BAPPENAS, 2011. Rencana
lebih besar untuk mengalami gizi Aksi Nasional Pangan Dan Gizi
kurang dibandingkan dengan balita 2011-2015. Available
yang memiliki tingkat kecukupan from:https://extranet.who.int/nutr
protein baik. ition/gina/sites/default/files/IDN
Hasil penelitian ini sejalan %202011%20Rencana%20Aksi
dengan penelitian Haryanti tentang %20Nasional%20Pangan%20da
faktor status gizi dan perilaku n%20Gizi.pdf Diakses pada : 20
sebagai determinan gizi buruk balita Maret 2017.
di Kelurahan Karangroto Kecamatan 3. Balitbang Kemenkes RI. 2013.
Genuk Semarang yang Riset Kesehatan Dasar;
mendapatkan bahwa ada hubungan RISKESDAS. Jakarta: Balitbang
yang bermakna antara asupan Kemenkes RI.
protein dengan gizi buruk dengan 4. DKK semarang. 2016.Profil
nilai ρ-value 0,003.71 Kesehatan Kota Semarang
2015. Semarang: Dinas
Kesehatan Kota Semarang.

786
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 4, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

5. Puskesmas Bandarharjo. 2016. Kecamatan Tanjung Pura


Profil Kesehatan Puskesmas Kabupaten Langkat Tahun
Bandarharjo Tahun 2016. 2008. Medan: Fakultas
Semarang:Bagian Tata Usaha Kesehatan Masyarakat
Puskesmas Bandarharjo. Universitas Sumatera Utara.
6. Wawan, A dan Dewi, M. 2010. 14. Yulia C, Sunarti E, Roosita K.
Teori dan Pengukuran 2008. Pola asuh makan dan
Pengetahuan, Sikap, dan kesehatan anak balita pada
Perilaku Manusia. Yogyakarta: keluarga wanita pemetik teh di
Nuha Medika. PTPN VII Pangalengan(tesis).
7. Damping, Henry. 2011. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Hubungan Tingkat Pendidikan 15. Almatsier S, Soetardjo S,
Ibu dengan Status Gizi Anak Soekatri M. 2011. Gizi
Balita di Kelurahan Sumompo Seimbang Dalam Daur
Kecamatan Tuminting Kota Kehidupan. Jakarta: PT.
Medan. Manado: Skripsi Gramedia Pustaka Utama.
Jurusan keperawatan poltekes 16. Lutviana dan Budiono. 2010.
Kemenkes Manado. Prevalensi dan determinan
8. Notoatmodjo, S. 2007. kejadian gizi kurang Pada balita
Kesehatan Masyarakat Ilmu dan (studi kasus pada keluarga
Seni. Jakarta : Rineka Cipta. nelayan di Desa bajomulyo
9. Monica, R.L. 2014. Faktor- kecamatan juwana kabupaten
Faktor yang Berhubungan pati). J Kesmas. 2010;(2)::165-
dengan Kejadian Gizi Kurang 172.
Pada Balita di Puskesmas 17. Almatsier, Sunita. 2009. Prinsip
Kecamatan Cengkareng Jakarta Dasar Ilmu Gizi. Jakarta:
Barat. Jakarta: Skripsi. Jurusan Gramedia Cetakan IX.
Ilmu Keperawatan Stikes Sint 18. Haryanti D. 2004. Faktor status
Carolus. gizi dan perilaku sebagai
10. Widjaja., 2007. Gizi Tepat untuk determinan gizi buruk balita usia
Perkembangan Otak dan 12-60 bulan di Kelurahan
Kesehatan Balita. Jakarta: Karangroto Kecamatan Genuk
Kawan Pustaka. Semarang. Semarang:
11. Anas, U. K. 2013. Pengaruh Politeknik Kesehatan Jurusan
Karakteristik Keluarga dan Pola Gizi.
Asuh terhadap Status Gizi
Balita pada Ibu Menikah Dini di
Wilayah Kerja Puskesmas
Keude Geureubak Kecamatan
Banda Alam Kabupaten Aceh
Timur Tahun 2013. Medan:
Universitas Sumatra Utara.
12. Notoatmodjo, Soekidjo. 2012.
Promosi kesehatan dan
Perilaku Kesehatan. Jakarta :
Rineka cipta.
13. Lubis, R. 2008. Hubungan pola
asuh dengan status gizi anak
balita di wilayah kerja
Puskesmas Pantai Cermin

787

You might also like