Professional Documents
Culture Documents
769 2076 1 SM
769 2076 1 SM
769 2076 1 SM
a
The Student of Department of Animal Husbandry Faculty of Agriculture Lampung University
b
The Lecture of Department of Animal Husbandry Faculty of Agriculture Lampung University
Department of Animal Husbandry, Faculty of Agriculture Lampung University
Soemantri Brojonegoro No.1 Gedung Meneng Bandar Lampung 35145
Telp (0721) 701583. e-mail: kajur-jptfp@unila.ac.id. Fax (0721)770347
ABSTRACT
The research was conducted at the Technical Service Unit Area - Regional Artificial Insemenation
Center of Lampung, Terbanggi Besar District, Central Lampung Regency, Lampung Province on
July 25th to 30th 2014, aims to: 1) determine the effect of different glycerol doses in yolk tris-sitrat
diluent on Brahman’s frozen semen quality; 2) determine the best glycerol dose which can improve
the Brahman bull’s frozen semen quality. The design used a completely randomized design with 5
treatments with glycerol doses in the yolk tris-sitrat diluent (5%, 6%, 7%, 8%, 9%) and 3 repetitions.
The measured parameters were the percentage of sperm motility and live spermatozoa. The data
were analyzed by analysis of variance with the real level 5% or 1% and continued with
Orthogonal Polynomials test at significance level 5% or 1%. The results showed the different
glycerol doses did not significantly effect (P>0.01) against the percentage of sperm motility and live
spermatozoa post equilibration, but provides a significant influence (P<0.01) against the
percentage of sperm motility and live spermatozoa post thawing. Orthogonal polynomials test
also showed the different doses of glycerol gives a significant influence (P<0.01) against the
percentage of sperm motility and live spermatozoa post-thawing. The Effect of different glycerol
doses (5%, 6%, 7%, 8%, 9%) of the percentage sperm motility are 35.00%, 37.32%, 32.54%,
20.66%, 1.68% and the percentage of live spermatozoa post-thawing are 44.37%, 55.52%,
50.32%, 38.07%, 9.84%. Based on research results, it proved that 6% glycerol dose is the best dose
to maintain the percentage of motility and live spermatozoa post-thawing.
(Keywords: Brahman bull, Glycerol dose, Frozen semen quality, Yolk tris sitrat)
61
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 3(2): 61-69, Mei 2015 Nano Setiono et al.
62
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 3(2): 61-69, Mei 2015 Nano Setiono et al.
motilitas spermatozoa dan persentase Selain itu kebanyakan pejantan yang fertil
spermatozoa hidup setelah thawing. mempunyai 50 -- 80% spermatozoa yang
motil aktif progresif. Hal tersebut sesuai
dengan hasil evaluasi motilitas sebesar 70%
HASIL DAN PEMBAHASAN yang menunjukkan semen segar dalam kondisi
yang baik.
Penilaian Kualitas Semen Segar Sapi Hasil penilaian gerakan masa adalah
(++). Kondisi tersebut dalam keadaan baik
Berdasarkan evaluasi semen segar karena menurut Toilehere (1993), penilaian
,Sapi Brahman dinyatakan dalam kondisi yang gerakan masa (++) menunjukkan bahwa
baik sehingga dapat dilakukan pengolahan spermatozoa dalam keadaan baik karena
semen lebih lanjut. Hasil evaluasi semen terlihat gelombang-gelombang kecil, tipis,
segar disajikan pada Tabel 1. jarang, kurang jelas dan agak lamban.
Spermatozoa dalam suatu kelompok
Tabel 1. Evaluasi semen segar Sapi Brahman mempunyai kecenderungan untuk bergerak
bersama-sama ke suatu arah merupakan
Sifat Nilai gelombang yang tebal atau tipis, bergerak
Volume (ml) 11,4 cepat atau lambat tergantung dari konsentrasi
Warna Putih Susu sperma hidup di dalamnya gerakan massa
Bau Khas spermatozoa yang normal berkisar antara (++)
Konsistensi Kental dan (+++).
Konsentrasi sperma 1.613 Jumlah perhitungan persentase
(juta/ml) spermatozoa hidup adalah 81,33%. Artinya di
Motilitas masa ++ dalam semen segar yang ditampung terdapat
Motilitas individu (%) 70 81,33% spermatozoa yang hidup. Kondisi
Spermatozoa hidup (%) 81,33 tersebut menunjukkan semen segar dalam
kondisi yang baik karena persentase hidup
Hasil evaluasi menunjukkan bahwa semen sapi segar yang baik sebesar 60--80%
volume semen segar yang diperoleh dari hasil (Hafez, 2000). Selain itu Bearden dan Fuquay
penampungan adalah 11,4 ml. Hasil ini (2000) menambahkan bahwa persentase
menunjukkan bahwa angka yang dihasilkan spermatozoa hidup akan selalu lebih tinggi
dalam kondisi yang normal, artinya volume daripada motilitas spermatozoa.
semen tersebut dalam kondisi yang baik. Hal
tersebut didukung oleh pendapat Toelihere Pengaruh Berbagai Dosis Gliserol
(1993) yang menyatakan bahwa volume Terhadap Motilitas Spermatozoa
semen sapi jantan berkisar 1--15 ml.
Semen segar yang dihasilkan berwarna Motilitas spermatozoa merupakan
putih susu, konsistensi kental dengan bau penentuan kelayakan kualitas spermatozoa
yang khas. Kondisi tersebut dalam keadaan setelah pembekuan karena sangat
normal dan sesuai dengan pendapat Toelihere mempengaruhi kemampuan pembuahan sel
(1993) yang menyatakan bahwa secara normal telur. Nugroho (2003) berpendapat bahwa
semen sapi berwarna seperti susu atau krem motilitas atau daya gerak dapat dijadikan
keputih-putihan dan keruh. Semen yang patokan dalam menilai kualitas semen.
memiliki bau khas menunjukkan bahwa dalam Widiastuti (2001) mengatakan bahwa
keadaan normal tanpa adanya kontaminasi motilitas atau daya gerak spermatozoa
akibat bakteri atau penyakit yang digunakan sebagai penilaian kemampuan
menyebabkan bau busuk. spermatozoa untuk membuahi sel telur, oleh
Konsentrasi spermatozoa semen segar karenanya motilitas mempunyai peranan yang
adalah 1.613 juta/ml. Hal tersebut sesuai penting dalam proses fertilisasi. Pada
dengan pendapat Partodihardjo (1992) bahwa penilitian ini penilaian motilitas spermatozoa
spermatozoa per ejakulasi adalah 6 milyar selama pembekuan meliputi penilaian setelah
atau konsentrasi per ml adalah 1.200 x 106. ekuilibrasi, prefreezing, dan post thawing
Toelihere (1993) menyatakan bahwa semen motility (PTM). Hasil penelitian disajikan
sapi dengan konsistensi krem mempunyai pada Tabel 2.
konsentrasi 1000--2000 juta sel/ml atau lebih.
63
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 3(2): 61-69, Mei 2015 Nano Setiono et al.
Penilaian
Perlakuan
Gliserol Setelah Ekuilibrasi Setelah Prefreezing Post Thawing Motility
------------------%------------------
5% 53,33 ± 2,89 33,33 ± 2,89 33,33 ± 2,89
6% 58,33 ± 2,89 43,33 ± 2,89 40,00 ± 0,00
7% 56,67 ± 5,00 38,33 ± 2,89 35,00 ± 0,00
8% 51,67 ± 2,89 21,67 ± 2,89 15,00 ± 0,00
9% 46,67 ± 5,77 6,67 ± 2,89 4,33 ± 1,15
64
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 3(2): 61-69, Mei 2015 Nano Setiono et al.
pengumpulan molekul H2O dan mencegah melaporkan bahwa, penggunaan gliserol yang
kristalisasi es pada daerah titik beku larutan dianjurkan 6--8%, jika kurang dari itu maka
(Mazur, 1980). Selama proses prefreezing gliserol tidak akan memberikan efek yang
spermatozoa mengalami proses adaptasi berarti, sedangkan jika lebih tinggi maka akan
terhadap cekaman yang ditimbulkan oleh menimbulkan efek toksik pada spermatozoa.
perubahan suhu yang sangat rendah. Pada Toksik dapat berupa kerusakan organel sel,
dosis 5% gliserol tidak memberikan pengaruh gangguan metabolisme, dan kematian sel
yang optimal terhadap motilitas spermatozoa. spermatozoa. Efek toksik diduga
Hal tersebut disebabkan penggunaan dosis menyebabkan respirasi di dalam mitokondria
yang belum optimal menyebabkan penurunan sel menjadi terganggu. Apabila kondisi
kualitas spermatozoa. Pada dosis 7%, 8% dan tersebut terjadi organel sel tersebut akan
9% gliserol dalam bahan pengencer tris mengalami kerusakan dan menyebabkan
memberikan pengaruh negatif terhadap pergerakan sel spermatozoa terganggu karena
motilitas spermatozoa. Penurunan motilitas akibat dari terganggunya metabolisme energi.
spermatozoa yang digambarkan pada Gambar Pada PTM hasil analisis ragam
1 menunjukkan bahwa dosis gliserol 7%, 8% menunjukkan pengaruh sangat nyata (P<0,01).
dan 9% diduga menyebabkan penurunan Uji Polinomial Ortogonal penambahan dosis
motilitas spermatozoa selama pembekuan. gliserol 6% memberikan pengaruh optimum
Pada dosis gliserol 7% dan 8% pengaruh terhadap persentae motilitas spermatoza
perlakuan menunjukkan motilitas sebesar sebesar 40,00%. Hasil ini lebih tinggi jika
37,61% dan 24,88%, namun jika dibandingkan penambahan glierol sebanyak
dibandingkan dengan dosis gliserol 9 % 5%, 7%, 8%, dan 9% dengan persentase
menunjukkan penurunan motilitas yang sangat motilitas 33,33%, 35,00%, 15,00%, dan
ekstrim yaitu berada pada motilitas 2,67 %. 4,33%. Hasil penelitian digambarkan pada
Kondisi tersebut berarti bahwa dosis gliserol Gambar 2.
9% memberikan efek toksik bagi
spermatozoa.
Efek toksik yang ditimbulkan berupa
perubahan tekanan osmotik larutan di dalam
pengencer seiring bertambahnya dosis
gliserol. Selama proses pengolahan semen
beku dosis gliserol yang berlebih di dalam
bahan pengencer diduga menyebabkan
perubahan konsentrasi larutan yang
menyebabkan perubahan osmolaritas larutan.
Akibatnya, terjadi peningkatan tekanan
osmotik di dalam sel yang menyebabkan
kerusakan membran plasma sel. Tekanan
osmotik harus dipertahankan selama proses
pembekuan semen karena bila tidak
dipertahankan akan mengakibatkan tekanan Gambar 2. Hubungan antara dosis gliserol
osmotik di dalam dan di luar sel berbeda dengan persentase motilitas
sehingga air akan mengalir ke daerah yang spermatozoa Sapi Brahman setelah
bertekanan osmotik tinggi (Siswanto, 2006). thawing
Jika proses tersebut terjadi sel akan
mengalami dehidrasi dan menyebabkan
kematian sel karena air di dalam sel akan Uji Polinomial Ortogonal
keluar sebagai dampak dari sifat gliserol yang menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan
mengikat air serta perubahan osmolaritas terhadap spermatozoa hidup setelah
larutan. Selain itu, perubahan tekanan prefreezing berpola kuadratik dengan
osmotik ditandai dengan adanya peningkatan persamaan regresi Ŷ = -83,10+41,37x-3,55x2
kejadian spermatozoa dengan ekor melingkar, dan memiliki koefisien korelasi (R) sebesar
menurunkan viabilitas dan integritas membran 95% serta koefisien determinan (R2) sebesar
plasma spermatozoa (Siswanto, 2006). 90%. Nilai R menunjukkan bahwa antara
Kondisi tersebut tentunya menyebabkan motilitas dengan dosis gliserol memiliki
gangguan pergerakan sel spermatozoa yang hubungan yang erat sebesar 95%, sedangkan
berdampak pada penurunan motilitas. nilai R2 menunjukkan pada dosis gliserol yang
Hal tersebut bersesuaian dengan bervariasi memberikan pengaruh sebesar 90%
pendapat Evan dan Maxwel (1987) yang terhadap motilitas setelah thawing dan sisanya
65
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 3(2): 61-69, Mei 2015 Nano Setiono et al.
oleh faktor di luar perlakuan. Berdasarkan uji (1992) yang mengatakan bahwa efek toksisitas
tersebut dosis 5% memiliki nilai motilitas dari gliserol adalah memodifikasi struktur
35% , kemudian meningkat pada dosis 6% membran plasma dan pada konsentrasi yang
dengan nilai motilitas 37,32% namun tinggi dapat menghambat metabolisme energi.
mengalami penurunan yang sangat rendah Akibat dari terganggunya mekanisme ini
pada dosis 8% dengan nilai motilitas 20,66% spermatozoa akan mengalami kekurangan
dan kembali terjadi penurunan yang sangat energi sehingga viabilitas dan motilitasnya
tajam pada dosis 9% dengan nilai motilitas menurun.
1,68%.
Dosis 6% memberikan pengaruh Pengaruh berbagai dosis gliserol terhadap
optimum terhadap persentae motilitas spermatozoa hidup selama pembekuan
spermatozoa jika dibandingkan dengan
perlakuan lainnya. Hal tersebut sesuai dengan Hasil analisis ragam menunjukkan
pendapat Sinha et al., (1992), tingkatan tidak adanya pengaruh dosis gliserol terhadap
gliserol sebesar 6% dalam pengencer motilitas spermatozoa (P>0,05) pada waktu
memberikan persentase motilitas yang lebih ekuilibrasi. Dari perlakuan tersebut rataan
tinggi (58,10%) sesudah thawing pada motilitas dalam keadaan cukup baik
dibandingkan dengan penambahan gliserol meskipun terjadi penurunan selama proses
sebesar 5% (57,93%) dan 7% (57,93%). ekuilibrasi. Persentase motilitas spermatozoa
Dosis gliserol yang optimum akan berada dalam kisaran 52,01--63,41%. Selama
memberikan perlindungan yang efektif pada proses ekuilibrasi semen diadaptasikan dengan
speratozoa. Pada proses pembekuan semen, perubahan kondisi lingkungan yang dingin
gliserol di dalam bahan pengecer tris sitrat selama 4 jam pada suhu 5 oC.
kuning telur mampu mempertahan kondisi Selama proses adaptasi tersebut
spermatozoa terhadap cekaman dingin dan spermatozoa masih tetap dapat beradaptasi
perubahan tekanan osmotik. Selama proses dengan dosis gliserol yang beragam sehingga
pembekuan peranan gliserol memberikan kerusakan sel spermatozoa masih dapat
perlindungan terhadap sel sehingga organel- dicegah. Hal tersebut didukung pendapat
organel di dalam sel dapat terhindar dari Sharma dan Tomar (1984) yang menyatakan
kerusakan sel selama proses pendinginan. penambahan gliserol sebanyak 5%, 7,5% dan
Siswanto (2006) menyatakan peranan lain dari 10% ke dalam bahan pengencer susu-glukosa-
gliserol adalah mencegah terjadinya dehidrasi, kuning telur dan susu-glisin-kuning telur
karena memiliki daya pengikat air yang kuat. tidak berbeda nyata terhadap lama hidup
Sifat demikian mempengaruhi tekanan uap spermatozoa sapi yang disimpan pada suhu 5
o
sehingga titik beku medium menurun, C.
akibatnya sel spermatozoa akan memperoleh Hasil analisis ragam setelah
kesempatan lebih lama untuk mengeluarkan prefreezing menunjukkan dosis gliserol yang
air. berbeda memberikan pengaruh yang sangat
Rendahnya motilitas spermatozoa nyata (P<0,01) terhadap persentase hidup
setelah thawing pada dosis gliserol 7%, 8% spermatozoa. Berdasarkan rataan persentase
dan 9% diduga disebabkan efek toksik spermatozoa hidup berada pada kisaran 12,71-
gliserol. Rizal et al., (2002) berpendapat -60,78%. Hasil uji Polinomial Ortogonal
bahwa konsentrasi gliserol yang berlebihan menunjukkan (Gambar 3) adanya hubungan
akan menimbulkan efek toksik pada yang digambarkan dalam grafik pola
spermatozoa, sebaliknya apabila kurang, persamaan regresi berpola kuadratik.
gliserol tidak akan memberikan efek yang Uji Polinomial Ortogonal
optimal. Dosis yang tidak optimum ataupun menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan
terlalu tinggi menyebabkan gliserol yang terhadap spermatozoa hidup setelah
seharusnya dapat melindungi spermatozoa prefreezing berpola kuadratik dengan
selama proses pembekuan menyebabkan persamaan regresi Ŷ = -187,93+77,17x-
kerusakan sel. Chatterjee et al., (2001) 6,13x2 memiliki koefisien korelasi (R) sebesar
menyatakan pembekuan spermatozoa juga 97% serta koefisien determinan (R2) sebesar
dapat menurunkan viabilitas spermatozoa 94%. Nilai R menunjukkan bahwa antara
maupun group sulfidril yang terkandung motilitas dengan dosis gliserol memiliki
dalam membran protein spermatozoa sehingga hubungan yang erat sebesar 97%, sedangkan
menimbulkan stress fisik dan kimia pada nilai R2 menunjukkan pada dosis gliserol yang
membran spermatozoa yang dapat bervariasi memberikan pengaruh sebesar 94%
menurunkan viabilitas dan kemampuan terhadap spermatozoa hidup setelah thawing
fertilitasnya. Pendapat McLaughlin et al., dan sisanya oleh faktor di luar perlakuan.
66
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 3(2): 61-69, Mei 2015 Nano Setiono et al.
Penilaian
Perlakuan
Gliserol Setelah Ekuilibrasi Setelah Prefreezing Post Thawing
Motility
------------------%------------------
5% 54,20 ± 6,03 45,49 ± 2,81 44,37 ± 5,68
6% 63,41 ± 1,92 60,78 ± 4,82 55,52 ± 3,08
7% 61,34 ± 6,92 52,41 ± 7,52 50,32 ± 8,06
8% 53,03 ± 5,16 41,34 ± 2,40 38,07 ± 1,23
9% 52,01 ± 2,20 12,71 ± 1,99 9,84 ± 1,61
Penambahan dosis gliserol 6% yang tersebut disebabkan dosis gliserol yang tidak
optimal memberikan pengaruh terhadap optimal di dalam bahan pengencer yang
persentase spermatoza hidup sebesar 57,46%. menyebabkan penurunan kualitas
Hasil ini lebih tinggi jika dibandingkan spermatozoa. Selain itu penambahan dosis
penambahan gliserol sebanyak 5%, 7%, 8%, gliserol yang semakin tinggi cenderung
dan 9% dengan motilitas 46,58%, 55,4%, menyebabkan efek toksik. Penurunan kualitas
40,4%, dan 12,46%. Perubahan lingkungan spermatozoa dapat dilihat pada pola
yang sangat ekstrim selama proses prefreezing penurunan grafik (Gambar 3) pada dosis 7%,
diduga menyebabkan penurunan persentase 8% dan 9%. Rendahnya spermatozoa hidup
spermatozoa hidup. Selama prefreezing dosis pada dosis tersebut diduga disebabkan efek
gliserol 6% memberikan hasil optimal, hal ini toksik yang ditimbulkan gliserol. Efek negatif
di duga karena dosis gliserol mampu yang dapat ditimbulkan gliserol adalah
memberikan perlindungan yang efektif menghambat metabolisme energi dan
terhadap cold shock jika dibandingkan dengan meningkatnya tekanan osmotik pada
dosis gliserol lainnya. Selama proses tersebut pengencer seiring bertambahnya dosis gliserol
spermatozoa di bekukan selama 9 menit dalam pada konsentrasi yang tinggi. Perubahan
suhu -140 OC, gliserol didalam pengencer tekanan osmotik menyebabkan adanya
mampu memberikan perlindungan terhadap perubahan osmolaritas larutan, sehingga
efek cold shock. Gliserol akan memberikan terjadi perpindahan air di dalam sel kedalam
perlindungan yang efektif terhadap bahan pengencer karena konsentrasinya yang
spermatozoa pada dosis yang optimal tinggi. Jika kondisi tersebut berlangsung sel
sedangkan apabila tidak tepat penggunaannya akan mengalami dehidrasi dan mengalami
akan menyebabkan efek yang kurang baik kerusakan membran plasma yang dapat
karena dapat bersifat toksik. menyebabkan kematian sel. Menurut
Toelihere, (1993) gliserol juga dapat merusak
struktur membran spermatozoa selama proses
pembekuan, menyebabkan cekaman osmotik
dan menimbulkan efek negatif terhadap
antibiotik di dalam pengencer.
Rataan persentase spermatozoa hidup
terhadap dosis gliserol pada (PTM) berada
pada kisaran 9,84--55,52%. Hasil analisis
ragam menunjukkan bahwa penambahan dosis
gliserol memberikan pengaruh yang sangat
nyata (P<0.01) terhadap persentase
spermatozoa hidup. Dosis gliserol memiliki
hubungan terhadap spermatozoa hidup setelah
thawing yang digambarkan (Gambar 4) pada
grafik regresi kuadratik.
Gambar 3. Hubungan antara dosis gliserol Uji Polinomial Ortogonal
dengan persentase spermatozoa menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan
hidup Sapi Brahman setelah terhadap spermatozoa hidup setelah thawing
prefreezing berpola kuadratik dengan persamaan regresi Ŷ
= -187,93+77,17x-6,13x2 memiliki koefisien
Pada dosis 5% menunjukkan hasil yang korelasi (R) sebesar 97% serta koefisien
rendah jika dibandingkan pada dosis 6%, hal determinan (R2) sebesar 94%. Nilai R
menunjukkan bahwa antara motilitas dengan
67
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 3(2): 61-69, Mei 2015 Nano Setiono et al.
dosis gliserol memiliki hubungan yang erat yang tidak optimal menyebabkan efek negatif
sebesar 97%. Sedangkan nilai R2 terhadap antibiotik di dalam pengencer
menunjukkan pada dosis gliserol yang (Toilehere, 1993).
bervariasi memberikan pengaruh sebesar 94%
terhadap spermatozoa hidup setelah thawing
dan sisanya oleh faktor di luar perlakuan. SIMPULAN
68
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 3(2): 61-69, Mei 2015 Nano Setiono et al.
Mumu, M.I. 2009. Viabilitas semen Siswanto, 2006. Kualitas Semen di dalam
Sapi Simental yang dibekukan Pengencer Tris dan Natrium Sitrat
menggunakan krioprotektan gliserol. dengan Berbagai Sumber Karbohidrat
Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian dan Level Gliserol Pada Proses
Universitas Tadulako J. Agroland 16 Kriopreservasi Semen Rusa Timor
(2) : 172--179. (Cervus timorensis). Tesis. Sekolah
Nugroho, W. E. 2003. Efektivitas konsentrasi Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
kuning telur dan plasma semen pada Bogor.
bahan pengencer tris terhadap kualitas SNI 4896.1. 2008. Semen Beku Sapi. Badan
semen beku Saenen. Skripsi. Fakultas Standarisai Nasional (BSN) : Jakarta.
Kedokteran Hewan. Institut Pertanian sisni.bsn.go.id/index.php?/sni_main/sni
Bogor. Bogor. /detail_sni/7026. Diakses pada 5
Pane, I. 1990. Upaya Peningkatan Mutu Maret 2014.
Genetik Sapi Bali. Proceeding Seminar Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1993. Prinsip
Nasional Sapi Bali. Bali. 20--22 dan Prosedur Statistika. Edisi II
September 1990. Sumantri B, Penerjemah. Gramedia
Partodihardjo, S. 1992. Ilmu Reproduksi Pustaka Utama. Jakarta.
Hewan. Sumber Widya. Jakarta. Sugiarti, T., E. Triwulanningsih, P.
Rizal, M., Toelihere. M.R., Yusuf. T.L., Situmorang, R. G. Sianturi dan D. A.
Purwantara. B., dan Situmorang. 2002. Kusumaningrum. 2004. Penggunaan
Kaulitas semen beku domba Garut Katalase dalam Produksi Semen
dalam berbagai dosis gliserol. J. Vet. 7 Dingin Sapi. Puslitbang Peternakan.
(3): 194-199. Bogor
Sharma, K.B. and N.S. Tomar. 1984. Studies Susilawati, T. 2011. Spermatozoatology.
on the effect of glycerol on the keeping Universitas Brawijaya Press. Malang.
quality of bovine semen at 5 oC. Indian Toelihere, M.R. 1981. Fisiologi Reproduksi
Vet. J., 61: 496--500. pada Ternak. Bandung : Angkasa.
Sinha, S., B.C. Deka, M.K. Tamulu, dan B.N. . 1993. Inseminasi Buatan
Borgohain. 1992. Effect of Pada Ternak. cetakan ke-3. Penerbit
equilibration period and glicerol level Angkasa.. Bandung.
in tris extender of quality of frozen Widiastuti, E. 2001. Kualitas semen beku sapi
goat semen. Indian Vet. J. 69: 1107-- FH dengan penambahan antioksidan
1110. vitamin C dan E. Skripsi. Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
69