Professional Documents
Culture Documents
Pengaruh Pemupukan KCL Kedua Dan Pemberian Jerami Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Ubi JALAR (Ipomoea Batatas L. Lam) KLON AYAMURASHAKE
Pengaruh Pemupukan KCL Kedua Dan Pemberian Jerami Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Ubi JALAR (Ipomoea Batatas L. Lam) KLON AYAMURASHAKE
WAHYUDI
A24061613
Effect of Second KCl Fertilizer and Rice Straw Application on Growth and
Production of Sweet Potato (Ipomoea batatas L. Lam) Clones Ayamurashake
Wahyudi1, Suwarto2
1
Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura Faperta IPB, A24061613
2
Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura Faperta IPB, M.Si
Abstract
The objective of this study were to know the effect of second KCl fertilizer
and rice straw on growth and production of sweet potato clones Ayamurashake.
The experiment was conducted in farmers' fields Cikarawang Village, Dramaga
District, Bogor Regency is located at an altitude of 300 m above sea level. This
research used Completely Randomized Design Group (RKLT) with two factors,
with continue test Duncan Multiple Range Test (DMRT) at level 5 %. The first
factor is the dose of KCl in the second fertilization with two levels: without KCl
(K0) and with KCl 100 kg / ha (K1). The second factor is aplication of rice straw
with two levels: without rice straw (J0) and rice straw 7 tons / ha (J1). The results
showed the second KCl fertilization with 100 kg / ha no longer can increase the
growth and production of sweet potatoes because the content of K in the soil is
already quite high. Rice straw with a dose of 7 000 kg / ha not been able to
increase growth and sweet potato production significantly, although there is a
tendency to increase.The second of fertilization KCl and / or rice straw to reduce
the weight of diseased tubers.
RINGKASAN
pemberian pupuk KCL dan jerami juga tidak memberikan pengaruh yang nyata
terhadap peubah produksi diameter umbi, panjang umbi, jumlah umbi, bobot umbi
pertanaman. Untuk peubah produksi bobot basah brangkasan pemberian KCl
kedua menujukan berbeda nyata pada umur 8 MST kemudian tidak berbeda nyata
pada umur 12 MST serta 16 MST .
Perlakuan pemberian pupuk KCl kedua dan jerami tidak memberikan
pengaruh nyata pada peubah panen per meter dan petak percobaan seperti bobot
total umbi, bobot umbi yang terserang penyakit, bobot umbi sehat, bobot umbi
afkir, dan bobot umbi dapat dipasarkan. Pada komponen panen petak percobaan
bobot umbi terserang penyakit, interaksi antara KCl kedua dan jerami memberikan
pengaruh yang nyata.
Pemupukan KCl kedua dengan dosis 100 kg/ha tidak dapat meningkatkan
pertumbuhan dan produksi ubi jalar karena kandungan K dalam tanah sudah cukup
tinggi. Pemberian jerami dengan dosis 7 000 kg/ha tidak mampu meningkatkan
pertumbuhan dan produksi ubi jalar secara nyata, karena belum terdekomposisi
selama pembentukan dan pembesaran umbi.
Pemberian jerami pada tanaman yang tidak dipupuk KCl kedua nyata dapat
menurunkan bobot umbi yang terserang penyakit. Pemberian pupuk KCl kedua
nyata menurunkan bobot umbi yang terserang penyakit.
iv
WAHYUDI
A24061613
Judul : PENGARUH
: PEMUPUKAN KCL KEDUA DAN
PEMBERIAN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN
DAN PRODUKSI UBI JALAR (Ipomoea batatas L. Lam)
KLON AYAMURASHAKE
Nama : WAHYUDI
NIM : A24061613
Menyetujui
Dosen Pembimbing
Mengetahui
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Fakultas Pertanian IPB
Tanggal Lulus:…………………
vi
RIWAYAT HIDUP
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat ALLAH SWT karena atas rahmat
dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini
disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program sarjana pada
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan untuk
melihat pengaruh pempukan KCl kedua dan pemberian jerami terhadap
pertumbuhan dan produksi ubi jalar (Ipomoea batatas L. Lam) klon
Ayamurashake. Penelitian ini dilaksanakan di kebun petani Carang Pulang
Bubulak desa Cikarawang Dramaga, Bogor.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada
Dr. Ir. Suwarto, M.Si sebagai dosen pembimbing yang telah banyak memberikan
masukan dan saran dari awal sampai terselesaikannya skripsi ini. Terima Kasih
juga disampaikan kepada Ir. Abdul Qodir, M.Si sebagai pembimbing akademik
yang telah banyak memberikan saran dan nasihat selama berada di AGH. Terima
kasih selanjutnya disampaikan kepada Bapak Hadi Suprapto, Ibu Muryatin yang
telah memberikan doa dan dorongan yang tulus baik moril maupun materiil,
kepada petani Desa Cikarawang yang telah banyak membantu selama penelitian,
teman-teman AGH43 atas kebersamaannya selama menempuh pendidikan di
Departemen Agronomi dan Hortikultura serta teman-teman Laboratory of
Ecotoxycology Waste and Bioagents Departemen Agronomi dan Hortikultura.
Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada yang memerlukan.
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL…………………………………...…………………………. ix
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………... x
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………….... xi
PENDAHULUAN……………………………………………………………… 1
Latar Belakang………………………………………………………….. 1
Tujuan…………………………………………………………………... 2
Hipotesis……………………………………………………………...… 2
TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………………... 3
Ekologi Ubi Jalar……………………………………………………….. 3
Kebutuhan Hara Ubi Jalar……………………………………………… 4
Pemupukan Ubi Jalar…………………………………………………… 5
Jerami…………………………………………………………………... 7
BAHAN DAN METODE……………………………………………………… 8
Waktu dan Tempat…………………………………………………….. 8
Alat dan Bahan…………………………………………………………. 8
Metode………………………………………………………………….. 8
Pelaksanaan Percobaan…………………………………………………. 9
Pengamatan……………………………………………………………... 10
HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………………… 13
Kondisi Umum…………………………………………………………. 13
Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam………………………………………... 14
Pertumbuhan Ubi Jalar (Ipomoea batatas)………………………...…… 16
Produksi per Tanaman Ubi Jalar……………………………………...... 21
Produksi Ubi Jalar………...……………………………………………. 30
KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………………… 36
Kesimpulan……………………………………………………………... 36
Saran……………………………………………………………………. 36
DAFTAR PUSTAKA ……….…………...………………………………….… 37
LAMPIRAN………………………………………………………………….… 40
ix
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Status Hara Daun Ubi Jalar…………………………………………...……. 6
2. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Pemberian Pupuk KCl dan Jerami
terhadap Pertumbuhan dan Produksi Ubi Jalar …………………………... 15
3. Panjang Batang Utama Ubi Jalar pada Perlakuan Pupuk KCl Kedua dan
Jerami……………………………………………………………………... 18
4. Jumlah Daun Ubi Jalar pada Perlakuan Pupuk KCl Kedua dan Jerami…... 19
5. Jumlah Cabang Ubi Jalar pada Perlakuan Pupuk KCl Kedua dan Jerami… 20
6. Jumlah Umbi per Tanaman pada Perlakuan Pupuk KCl Kedua dan
Jerami……………………………………………………………………… 22
7. Diameter Umbi per Tanaman pada Perlakuan Pupuk KCl Kedua
dan Jerami…………………………………………………………………. 23
8. Panjang Umbi per Tanaman pada Perlakuan Pupuk KCl Kedua
dan Jerami…………………………………………………………………. 24
9. Bobot Brangkasan Basah per Tanaman pada Perlakuan Pupuk KCl Kedua
dan Jerami…………………………………………………………………. 25
10. Bobot Brangkasan Kering per Tanaman pada Perlakuan Pupuk KCl
Kedua dan Jerami………………………………………………………….. 26
11. Bobot Umbi Total per Tanaman pada Perlakuan Pupuk KCl Kedua
dan Jerami…………………………………………………………………. 29
12. Bobot Umbi Kering per Tanaman pada Perlakuan Pupuk KCl Kedua
dan Jerami…………………………………………………………………. 30
13. Bobot Umbi per meter persegi pada Perlakuan Pupuk KCl Kedua
dan Jerami…………………………………………………………………. 31
14. Bobot umbi per Hektar Perlakuan Pupuk KCl Kedua dan Jerami………… 32
15. Bobot Umbi per Guludan pada Perlakuan Pupuk KCl Kedua
dan Jerami…………………………………………………………………. 34
16. Pengaruh Interaksi Pupuk KCl dengan Jerami terhadap Umbi Terserang
Penyakit per Guludan Berdasarkan Bobot Total Umbi …………………... 35
x
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Pertumbuhan Panjang Batang Utama Ubi Jalar Klon Ayamurashake..…….. 17
2. Panjang Batang Utama Ubi Jalar dengan Jerami dan Tanpa Jerami………... 18
3. Bobot Basah dan Kering Brangkasan Ubi Jalar…………………………….. 25
4. Bobot Basah dan Bobot Kering Brangaksan per Tanaman dengan
Jerami dan Tanpa Jerami…………………………………………………... 27
5. Pertumbuhan Bobot Basah Brangkasan dan Bobot Umbi Total…………… 29
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Deskripsi Ubi Jalar Klon Ayamurashake……………...…………………..... 41
2. Denah Letak Penelitian……………………………………………………… 42
3. Data Curah Hujan dan Kelembaban Wilayah Dramaga…………………….. 43
4. Data Analisis Tanah awal…………………………………………………… 43
5. Data Analisis Jerami Terhadap contoh kering 105oC……………………….. 43
6. Data Analisis Tanah Setelah Penelitian……………………………………... 44
7. Pertumbuhan Ubi Jalar...…………………………………………………….. 45
8. Pembalikan dan Pemberian Jerami………………………………………….. 46
9. Panen Ubi Jalar………………………………………………………………. 46
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Hipotesis
TINJAUAN PUSTAKA
dijadikan guludan lahan diolah terlebih dahulu agar kondisi tanah menjadi
gembur, tidak terlalu basah, dan tidak terlalu lengket. Selain itu, pengolahan lahan
juga bertujuan untuk mengurangi jumlah gulma yang terdapat dilahan. Menurut
Rukmana (1997) tinggi bedengan seharusnya tidak melebihi 40 cm agar ubi yang
terbentuk tidak terlalu panjang. Selain itu bedengan yang terlalu dangkal akan
mengakibatkann pertumbuhan umbi terganggu dan memudahkan serangan hama
boleng.
Tahap berikutnya setelah bedengan siap adalah penanaman bibit. Bibit
yang digunakan berukuran panjang rata-rata 20 – 25 cm. Bibit harus berasal dari
tanaman yang sehat berumur lebih dari 2 bulan mempunyai buku-buku yang rapat
dan tidak berakar (Rukmana, 1997). Bibit dipotong kemudian disimpan ditempat
teduh 1 – 7 hari. Penyimpanan ini bertujuan untuk menghilangkan getah yang ada
pada luka bekas pemotongan. Stek yang digunakan dapat berupa stek pucuk
ataupun stek batang. Penanaman bibit di guludan dilakukan dengan membuat
larik-larik dangkal arah memanjang guludan sedalam 10 cm. Jarak antar lubang
tanam 25 - 30 cm. Bibit ditanam ke lubang sebanyak 1/2 - 2/3 bagian panjang
bibit kemudian tanah dipadatkan. Pembuatan larikan sejauh 7 - 10 cm di kanan
atau kiri lubang tanam untuk alur pupuk. Pemberian pupuk dasar berupa unsur N,
P, dan K hanya sebesar 1/3 dosis anjuran.
Fosfor berperan penting dalam transfer energi di dalam sel tanaman dan
pembentukan membran sel. Fosfor memiliki pengaruh terhadap struktur K +, Ca2+,
Mg2+, dan Mn2+, terutama terhadap fungsi unsur-unsur tersebut serta stabilitas
struktur dan konformasi makro molekul. Dengan demikian fosfor dapat
mempengaruhi penyerapan dan penggunaan unsur K+, Ca2+, Mg2+, dan Mn2+ oleh
tanaman menjadi lebih efektif. Agustina (2004) menambahkan fosfor juga
memliki peran untuk meningkatkan efisiensi, fungsi dan penggunaan N.
Kalium mempunyai fungsi dalam pengaturan mekanisme atau bersifat
katalisator seperti fotosintesis, translokasi karbohidrat, dan sintesis protein. Selain
itu, kalium juga beperan dalam metabolisme N, metabolisme karbohidrat,
pengaturan pemanfaatan berbagai unsur hara utama, dan aktivasi berbagai enzim.
Unsur kalsium (Ca) mempunyai fungsi sebagai komponen dinding sel
dalam pembentukan struktur dan permeabilitas membrane sel serta
mempertahankan integritas sel. Unsur magnesium (Mg) mempunyai fungsi
sebagai penyusun klorofil dan sebagai aktivator enzim. Selain itu, magnesium
(Mg) juga berperan sebagai metabolisme N dan sebagai katalisator reaksi
fosforilasi (Hanafiah, 2005).
Ubi jalar sangat membutuhkan tambahan unsur N, P, dan K untuk
mencapai produksi yang maskimal. Kebutuhan unsur lain yang dapat disediakan
oleh alam tidak perlu ditambahkan untuk efisiensi biaya pemupukan. Unsur
tersebut umumnya unsur S, Mg, dan Fe yang dibutuhkan tanaman relatif sedikit
(Sarwono, 2007).
Nitrogen sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan tajuk dan umbi agar
menjadi lebih baik serta unsur kalium dibutuhkan untuk perkembangan umbi.
Menurut Sarwono (2007), unsur K sangat membantu pembentukan umbi.
Semakin banyak unsur K yang digunakan akan memacu fotosintesis yang pada
akhirnya akan meningkatkan pembesaran umbi melalui penyimpanan karbohidrat.
Unsur P berperan dalam memproduksi akar lumbung tempat menyimpan
cadangan makanan.
jalar dapat tumbuh secara normal pada lingkungan yang kurang mendukung
dengan pemberian pupuk yang minimum. Menurut Sarwono (2007) pada lahan
yang subur, ubi jalar tidak memerlukan tambahan pemupukan. Namun tidak
semua kondisi dapat menghasilkan produksi yang maksimal.
Ubi jalar termasuk ke dalam tanaman yang boros hara. Penyerapan unsur
hara pada kondisi normal mencapai kecepatan tinggi pada umur 6 – 12 minggu
setelah tanam. Hal tersebut berhubungan dengan fase pertumbuhan ubi jalar yang
mulai pembentukan umbi pada umur 1 bulan setelah tanam, sehingga diperlukan
pemupukan K kedua saat tanaman berumur 1 bulan setelah tanam. Bailey,
Ramakrisna, dan Kirchhof (2009) menjelaskan bahwa tanaman ubi jalar
memerlukan jumlah unsur minimum selama satu siklus rata-rata 130 - 180 kg
K/ha, unsur N sebanyak 80 - 115 kg/ha, dan unsur P sebanyak 15 - 25 Kg/ha.
Penyerapan hara tanaman dapat juga dilihat dari analisis jaringan daun.
Menurut O’Sullivan, Asher, dan Blamey (1997) status hara daun dapat digunakan
untuk mengetahui kebutuhan rata-rata, konsentrasi kritis defisiensi unsur, dan
konsentrasi kritis keracunan unsur pada tanaman ubi jalar. Konsentrasi unsur
dalam daun tanaman dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan cekaman air.
Adbege (2010) menambahkan beberapa unsur makro seperti N, P, dan K
umumnya ketika mendapatkan pengaruh lingkungan akan mentranslokasikan
unsurnya dari daun tua ke daun muda. Berdasarkan penelitian O’Sullivan et al
(1997) status hara daun ubi jalar mengandung N sekitar 4.2 - 5.0 %, P rata-rata
0.26 - 0.45 %, dan K rata-rata 2.8 - 6.0 % (Tabel 1).
Jerami
Budidaya ubi jalar yang dilakukan oleh petani umumnya berotasi dengan
penanaman padi. Hasil sampingan dari tanaman padi setelah panen salah satunya
ialah jerami. Sebagai hasil sampingan terkadang masyarakat tidak memperdulikan
manfaat dari jerami. Perbandingan produksi gabah dengan jerami rata-rata per
hektar adalah 2:3. Hasil panen sebanyak 5 ton padi (gabah) akan menyerap dari
dalam tanah sebanyak 150 kg N, 20 kg P, dan 20 kg S. Pada jerami mengandung
sepertiga unsur N, P, S, dan hampir semua K yang diserap oleh tanaman dari
dalam tanah (Sutanto, 2002). Berdasarkan data tersebut jerami merupakan sumber
hara makro yang baik.
Jerami merupakan sumber tidak langsung dari unsur N dan karbon. Faktor
lain yang menguntungkan dari penggunaan jerami sebagai sumber pupuk organik
adalah tersedia langsung di lahan usaha tani, yang bervariasi dari 2 – 10
ton/ha/musim sekaligus mengatasi masalah limbah. Karena kandungan senyawa N
dan C, maka jerami dapat berfungsi sebagai substrat metabolisme mikroba tanah,
termasuk gula, pati, selulose, hemiselulose, pektin, lignin, lemak dan protein.
Senyawa tersebut menduduki 40 % (sebagai C) berat kering jerami. Pembenaman
jerami ke dalam lapisan olah tanah sawah akan mendorong kegiatan bakteri
pengikat N yang heterotropik dan fototropik (Matsuguchi dalam Sutanto, 2002).
Kandungan unsur K dalam jerami padi berkisar 1.0 % - 3.7 % dari bobot
total jerami. Tanah yang kahat akan unsur K dapat dikembalikan pasokannya
dengan memberikan abu bakaran jerami (Amarasiri dan Wickremasinge dalam
Sutanto, 2002). Menurut Sutanto (2002) keuntungan dari pembenaman jerami
tidak hanya meningkatkan K tanah tetapi juga meningkatkan penyerapan K oleh
tanaman.
8
Metode
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan
Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan dua faktor. Faktor pertama adalah
dosis pupuk KCl pada pemupukan kedua dengan dua taraf yaitu tanpa pupuk KCl
(K0) dan dengan KCl 100 kg/ha (K1). Faktor kedua adalah pemberian jerami
dengan dua taraf yaitu tanpa pemberian jerami (J0) dan pemberian jerami 7 000
kg/ha (J1). Setiap perlakuan diulang tiga kali sehingga terdapat 12 satuan
percobaan. Tiap satuan percobaan terdiri atas 1 baris tanaman dengan panjang
rata-rata 13 m atau seluas 13 m2. Tata letak percobaan disampaikan pada
Lampiran 2.
Model statistika untuk rancangan yang digunakan adalah
Yijk = µ + Ui + αj + βk + (α x β)jk + εijk
Keterangan :
Y ijk = hasil pengamatan setiap perlakuan
µ = rataan umum
Ui = pengaruh ulangan ke – i (1, 2, 3)
αj = pengaruh perlakuan pupuk KCl ke – j (0, 1)
9
Pelaksanaan Percobaan
Persiapan Tanam. Persiapan tanam dimulai dengan mengolah tanah.
Pengolahan tanah dilakukan secara manual dengan menggunakan peralatan
budidaya pertanian. Pengolahan tanah diawali dengan membersihkan gulma yang
ada di lahan. Pembuatan guludan bertujuan agar media tumbuh gembur, berareasi
baik, dan tidak tergenang. Guludan dibuat dengan lebar dasar 60 cm, tinggi 40 cm,
jarak antar guludan dari pusat ke pusat 100 cm, dan panjang guludan 13 m pada
masing-masing percobaan. Jarak tanam yang digunakan adalah 100 cm x 25 cm.
Penanaman dan pemupukan. Bahan tanam ubi jalar berupa stek pucuk
sepanjang 20 - 25 cm. Stek ubi jalar ditanam pada tengah guludan dengan jarak
antar tanaman 25 cm. Stek ditanam sedikit miring di atas guludan dengan cara 1/2
bagian dari bibit dibenam dalam tanah. Setelah stek ditanam, tanah di sekitarnya
agak dipadatkan. Pemupukan dasar dilakukan dengan pemberian pupuk Urea 50
kg/ha, SP-18 150 kg/ha, KCl 60 kg/ha. Perlakuan pemupukan dilakukan saat
pemupukan kedua atau 4 MST dengan dosis KCl 100 kg/ha dan jerami 7 000
kg/ha. Pemupukan kedua ini dilaksanakan setelah pembongkaran guludan yaitu
dengan cara memotong bagian lereng guludan. Hal ini salah satunya untuk
mempermudah pemupukan, penyiangan gulma, dan memperbaiki aerasi tanah.
Pemupukan KCl dilakukan dengan cara dialur di setiap guludan menggunakan
takaran yang telah disiapkan yaitu 12,5 gram/meter guludan. Pemberian jerami
dilakukan dengan cara dialur mengikuti guludan dengan dosis setiap meternya
700 gr/meter. Jerami yang digunakan untuk percobaan sudah kering dan melapuk
6 – 7 minggu. Setelah pemupukan dan pemberian jerami kemudian guludan
ditutup kembali atau dinaikkan tanahnya (pembubunan).
10
Pengamatan
Pengamatan peubah vegetatif dilakukan terhadap 5 tanaman contoh pada
tiap satuan percobaan. Peubah yang diamati adalah :
1. Jumlah daun dihitung pada 5 MST ( minggu setelah tanam) sampai 12 MST
yaitu jumlah helaian daun yang masih aktif (warna daun hijau)
2. Jumlah cabang dihitung pada 5 MST sampai 12 MST yaitu banyaknya cabang
yang tumbuh dari setiap batang utama.
3. Panjang batang utama diukur pada 5 MST sampai 12 MST, yaitu panjang
batang utama mulai dari permukaan tanah sampai ujung batang.
Pengamatan peubah produksi dilakukan pada saat 8 MST, 12 MST, dan 16
MST. Pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil tiga tanaman secara
acak dari setiap satuan percobaan di luar tanaman sampel untuk pertumbuhan
vegetatif. Pengambilan sampel untuk produksi per tanaman ini dilakukan dengan
cara membongkar tanaman untuk melihat jumlah umbi, diameter umbi, panjang
umbi, bobot brangkasan dan bobot umbi. Peubah diamati pada tiga tanaman
contoh yang meliputi :
11
1. Diameter umbi per tanaman, diukur menggunakan jangka sorong pada tiga titik
berbeda yaitu ¼ panjang umbi, ½ panjang umbi, dan ¾ panjang umbi
kemudian dirata-rata. Umbi yang terbentuk merupakan modifikasi akar sebagai
tempat penyimpanan karbohidrat hasil fotosintesis dengan ditandai mulai
membesarnya bagian akar. Kriteria umbi yang diamati memiliki diameter
modifikasi akar rata-rata diatas 0.3 cm.
2. Jumlah umbi per tanaman, dihitung dari umbi yang sudah terbentuk pada
masing-masing tanaman contoh.
3. Panjang umbi per tanaman, diukur dengan menggunakan penggaris mulai
pangkal sampai ujung umbi yang sudah membesar
4. Bobot umbi total per tanaman, diperoleh dari rata-rata bobot umbi tiga tanaman
contoh.
5. Bobot kering umbi total per tanaman, diperoleh dari perhitungan sebagai
berikut :
Bobot Kering umbi total
Bobot kering sampel umbi diperoleh dari hasil oven bobot basah sampel umbi
selama tiga hari dengan suhu 60oC.
6. Bobot kering brangkasan total, diperoleh dari hasil perhitungan bobot basah
brangkasan yang di oven selama tiga hari dengan suhu 60oC.
Bobot Kering Brangkasan
= per tanaman
Bobot brangkasan basah diperoleh dari rata-rata bobot brangkasan tiga tanaman
sampel. Brangkasan merupakan bagian tanaman yang berada di atas permukaan
tanah
2. Bobot umbi sehat, adalah bobot umbi dari bobot umbi total yang tidak terserang
boleng, jamur, atau busuk umbi.
3. Bobot umbi terserang hama penyakit, yaitu bobot umbi dari bobot umbi total
yang umbinya membusuk karena terserang penyakit busuk umbi, boleng,
ataupun jamur.
4. Bobot umbi afkir dengan kriteria bobot umbi < 100 gr dan bobot umbi yang
dapat dipasarkan dengan kriteria berat umbi ≥ 100 gr serta tidak terserang
hama penyakit umbi. Bobot umbi afkir dan bobot umbi yang dipasarkan
dihitung dari bobot umbi sehat yang masuk kriteria bobot yang sudah
ditentukan di atas.
13
Kondisi Umum
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Desember 2009 sampai dengan
April 2010 di Carang Pulang Bubulak, Desa Cikarawang, Dramaga Bogor dengan
ketinggian 300 m dpl. Curah hujan rata-rata 258.2 mm/bulan dengan kelembaban
udara rata-rata 85 % (Lampiran 3). Menurut Juanda dan Bambang (2002) curah
hujan yang baik untuk tanaman ubi jalar ialah 750 - 1500 mm/tahun. Rubatzky
dan Yamaguci (1998) menambahkan kelembaban yang sesuai untuk tanaman ubi
jalar adalah 50-60 % dan temperatur antara 21o – 27oC serta pH tanah 6.0 – 7.5.
Kondisi lahan sebelum penanaman menunjukkan bahwa tanah termasuk
pH agak masam (pH = 6.3) (Eviati dan Sulaeman, 2009). Tekstur tanah
mengandung pasir 6.04 %, debu 27.91%, dan liat 66.04 %. Lahan percobaan yang
digunakan mempunyai bahan organik rendah (C-organik) 1.70 %, kandungan N
total rendah (0.17 %), kandungan P sedang yaitu 11.5 ppm, dan kandungan K
tinggi yaitu 163.8 ppm (Lampiran 4). Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa
pH, kandungan unsur P, dan unsur K sudah sesuai untuk pertumbuhan ubi jalar.
Hal tersebut dapat dilihat dari nilai unsur P yang sedang dan unsur K yang tinggi.
Pertumbuhan ubi jalar cukup baik hingga satu bulan setelah tanam. Hal
ini ditunjukkan oleh pertumbuhan ubi jalar yang seragam. Penanaman ubi jalar
berada pada bulan yang cukup tinggi intensitas curah hujannya yaitu 260.2
mm/bulan sehingga diperlukan adanya pengawasan lebih mengenai drainase lahan
agar tanaman dapat tumbuh lebih baik. Selain itu perlu pembalikan tanaman setiap
dua kali seminggu agar akar dari buku-buku pada cabang tidak berkembang.
Gulma yang terdapat di petak percobaan umumnya adalah rumput-
rumputan (Setaria picata dan Axonopus compressus) dan beberapa gulma berdaun
lebar (Ageratum conyzoides dan Phylantus niruri). Penyiangan gulma dilakukan
rutin secara manual. Penyiangan intensif dilakukan terutama menjelang aplikasi
pemupukan kedua dan awal pertumbuhan tanaman ubi jalar. Penyiangan gulma
setelah umur lebih dari satu bulan tidak terlalu rutin karena tajuk dari ubi jalar
sudah menutupi areal pertanaman, sehingga gulma yang tumbuh lebih sedikit.
14
Hama yang menyerang tanaman ubi jalar adalah belalang (Oxya japonica),
ulat penggerek daun, dan ulat penggerek batang. Pada awal pertanaman serangan
hama tidak terlalu merugikan karena populasinya sedikit. Serangan ulat pengerek
daun menyebabkan daun berlubang dan rontok, sedangkan serangan ulat
penggerek batang menyebabkan batang ubi jalar patah. Saat umur 5 MST dan 8
MST serangan ulat penggerek daun dan batang mulai bertambah, untuk
mengantisipasi kerugian dilakukan penyemprotan pestisida berbahan aktif
difenokonasol dan fipronil dengan konsentrasi 0.5 ml/liter dan 1 ml/liter.
Hama lain yang dijumpai menjelang panen atau umur 14 MST ialah hama
Cylas formicarius. Hama ini merupakan hama utama ubi jalar yang
mengakibatkan umbi membusuk dan rasanya pahit. Pengendalian hama ini ketika
populasinya masih sedikit dilakukan dengan menyemprotkan insektisida sistemik
namun ketika sudah menyebar luas dan umur tanaman ubi jalar sudah mendekati
panen dilakukan panen lebih awal untuk mengantisipasi kerugian yang lebih
besar.
pertumbuhan vegetatif ubi jalar. Ismunadji et al. (1976) menyatakan bahwa unsur
K lebih banyak digunakan untuk pembentukan organ penyimpanan terutama
pembetukan umbi dibandingkan pembentukan organ vegetatif.
Dengan demikian hasil analisis tanah awal pada Lampiran 4 menunjukkan
bahwa kandungan unsur K tinggi dan P sedang diduga sudah mencukupi dan
tambahan K melalui pemberian pupuk KCl kedua dan jerami tetap tidak
memberikan pengaruh yang nyata terhadap panjang batang utama. Rata-rata
panjang batang utama 12 MST adalah 205.21 cm dengan pertumbuhan panjang
batang utama seperti disampaikan pada grafik Gambar 1.
250
200
150
100
50
0
5 6 7 8 9 10 11 12
MST
Tabel 3. Panjang Batang Utama Ubi Jalar pada Perlakuan Pupuk KCl Kedua
dan Jerami
Perlakuan 5 6 7 8 9 10 11 12
MST MST
MST MST MST MST MST MST
Pupuk K -------------- cm ---------
K0 129.88 157.25 177.85 183.22 186.37 192.80 202.92 205.20
K1 125.93 153.98 175.93 180.18 185.73 190.97 200.37 205.22
Jerami
J0 123.07 150.88 172.68 177.73 181.20 186.37 198.10 200.57
J1 132.75 160.35 181.10 185.67 190.90 197.40 205.18 209.85
Rata-rata 127.91 155.61 176.89 181.70 186.05 191.88 201.64 205.21
Keterangan : K0 = Tanpa pemupukan KCl kedua
K1 = Pemupukan KCl kedua
J0 = Tanpa pemberian Jerami
J1 = Pemberian Jerami
250
200
Batang Utama
150
(cm)
Tanpa Jerami
100 Jerami
50
0
5 6 7 8 9 10 11 12
MST
Gambar 2. Panjang Batang Utama Ubi Jalar dengan Jerami dan Tanpa
Jerami.
19
Jumlah Daun
Pertumbuhan jumlah daun merupakan salah satu tolok ukur untuk
pertumbuhan vegetatif. Daun merupakan organ untuk proses fotosintesis tanaman.
Hasil fotosintesis tanaman yang berupa fotosintat dapat dimanfaatkan tanaman
untuk berkembang. Perlakuan pemberian pupuk KCl kedua dan perlakuan
pemberian jerami serta interaksi keduanya tidak menunjukkan pengaruh yang
nyata terhadap jumlah daun yang dihasilkan oleh tanaman (Tabel 4).
Lingkungan yang mempunyai perubahan ekstrim dengan curah hujan yang
tinggi serta kelembaban yang tinggi pada bulan-bulan penanaman mengakibatkan
banyaknya daun-daun membusuk. Cuaca yang tidak dapat diprediksi juga
meningkatkan intensitas serangan penyakit seperti busuk batang dan timbulnya
jamur. Untuk mengatasinya pada saat curah hujan yang tinggi dilakukan
pembalikan tanaman setiap hari yang bertujuan untuk mengurangi kelembaban
tanaman.
Tabel 4. Jumlah Daun Ubi Jalar pada Perlakuan Pupuk KCl Kedua dan
Jerami
Jumlah Cabang
Pemberian pupuk KCl kedua tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap
pertumbuhan cabang. Tabel 5 memperlihatkan bahwa mulai umur 5 MST sampai
12 MST baik yang diberikan pupuk KCl kedua (K1) dan tanpa pupuk KCl kedua
(K0) memiliki rata-rata jumlah cabang yang hampir sama. Jumlah cabang
menunjukkan peningkatan dengan pertumbuhan umur tanaman. Sampai dengan
12 MST rata-rata jumlah cabang adalah 12.51 (Tabel 5).
Tabel 5. Jumlah Cabang Ubi Jalar pada Perlakuan Pupuk KCl Kedua dan
Jerami
Perlakuan 5 6 7 8 9 10 11 12
MST MST MST MST MST MST MST MST
Pupuk K -------------- cabang ---------
K0 6.27 7.30 7.63 8.67 9.83 10.63 12.20 12.43
K1 6.40 7.73 8.17 8.63 9.40 10.30 11.60 12.60
Jerami
J0 6.27 7.67 7.93 8.70 9.67 10.47 11.47 b 12.23
J1 6.40 7.37 7.87 8.60 9.57 10.47 12.33 a 12.80
Rata-rata 6.33 7.51 7.90 8.65 9.62 10.47 11.90 12.51
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama
menunjukkan berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5 %
Tabel 6. Jumlah Umbi per Tanaman pada Perlakuan Pupuk KCl Kedua dan
Jerami
16 MST
Perlakuan 8 MST 12 MST
(Panen)
Pupuk K -------------- buah ---------------
K0 2.23 2.07 2.23
K1 2.10 2.48 2.61
Jerami
J0 2.38 2.33 2.40
J1 1.95 2.21 2.45
Rata-rata 2.17 2.27 2.42
Hal tersebut diduga karena tanah sebelum ubi jalar ditanam sudah
memiliki kandungan unsur K yang cukup untuk pertumbuhan ubi jalar (Lampiran
4). Selain itu, semua petak percobaan diberikan pupuk dasar KCl sebanyak 60
kg/ha sebelum tanam dan SP-18 sebanyak 150 kg/ha. Ignatief dan Page (1958)
menyatakan bahwa pemupukan fosfor lebih meningkatkan jumlah dan bobot umbi
per tanaman. Sarwono (2007) menambahkan unsur K sangat membantu
pembentukan umbi.
Semakin banyak unsur K yang digunakan akan memacu fotosintesis yang
pada akhirnya akan meningkatkan pembesaran umbi melalui penyimpanan
karbohidrat. Hal tersebut juga tercermin dari jumlah umbi yang terbentuk saat
umur 16 MST pada perlakuan pemberian jerami dan pemupukan KCl kedua yang
lebih tinggi meskipun tidak berbeda nyata (Tabel 6).
Hasil dari rekapitulasi sidik ragam (Tabel 2) menunjukkan bahwa
perlakuan pemupukan KCl kedua, perlakuan pemberian jerami, dan interaksi
keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap diameter umbi per tanaman. Sampai
umur 16 MST rata-rata diameter umbi mencapai 5.23 cm (Tabel 7). Hal ini diduga
karena tanaman yang diambil relatif masih muda dan belum mengarahkan hasil
fotosintesisnya untuk pembesaran umbi pada umur 8 - 12 MST. Menurut
Wargiono (1980) pertumbuhan umbi optimal pada tanaman umur 2 - 3 minggu
sebelum panen atau berumur 13 - 14 MST. Dengan demikian umbi yang diamati
pada umur 8 MST dan 12 MST cenderung masih relatif kecil dan tidak berbeda
23
Tabel 7. Diameter Umbi per Tanaman pada Perlakuan Pupuk KCl Kedua
dan Jerami
16 MST
Perlakuan 8 MST 12 MST
(Panen)
Pupuk K -------------- cm ---------------
K0 0.99 3.71 5.47
K1 1.17 3.51 5.00
Jerami
J0 1.17 3.48 4.91
J1 0.98 3.75 5.55
Rata-rata 1.08 3.61 5.23
16 MST
Perlakuan 8 MST 12 MST
(Panen)
Pupuk K -------------- cm ---------------
K0 8.53 10.33 11.08
K1 8.60 9.47 9.97
Jerami
J0 9.03 9.13 10.28
J1 8.10 10.67 10.77
Rata-rata 8.56 9.90 10.52
vegetatif tanaman sehingga sel-sel tersebut menebal dari pada sel-sel meristem
tersebut berkembang menjadi organ vegetatif (Leiwakabessy et al., 2003).
Tabel 9. Bobot Brangkasan Basah per Tanaman pada Perlakuan Pupuk KCl
Kedua dan Jerami
16 MST
Perlakuan 8 MST 12 MST
(Panen)
Pupuk K -------------- gram ---------------
K0 313.70 a 413.47 350.65
b
K1 252.10 311.12 266.08
Jerami
J0 280.90 305.52 260.72
J1 284.90 419.07 356.02
Rata-rata 282.90 362.29 308.36
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama
menunjukkan berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5 %.
400
Bobot Basah, Bobot Kering
350
300
250
(gram)
200
Bobot Basah (BB)
150 Bobot Kering (BK)
100
50
0
8 12 16
MST
penyimpanan yaitu umbi. Wargiono (1980) menyebutkan bahwa tanaman ubi jalar
mulai pengisian umbi secara sempurna saat umur 2 – 4 minggu sebelum panen.
Hal tersebut sesuai dengan penurunan bobot brangkasan setelah umur 12 MST
karena panen dilakukan pada umur 16 MST.
Perlakuan jerami tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap bobot
brangkasan basah dan kering. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Widodo
(1987) yang menyatakan bahwa pemberian jerami pada tanaman ubi jalar tidak
memberikan pengaruh berarti pada berat brangkasan ubi jalar karena jerami belum
terdekomposisi secara sempurna, sehingga jerami belum berperan sebagai
penyedia unsur hara tanaman.
Tabel 10. Bobot Brangkasan Kering per Tanaman pada Perlakuan Pupuk
KCl Kedua dan Jerami
16 MST
Perlakuan 8 MST 12 MST
(Panen)
Pupuk K -------------- gram ---------------
K0 34.25 50.67 43.00
K1 29.58 35.61 30.55
Jerami
J0 31.40 36.67 31.35
J1 32.43 49.61 42.20
Rata-rata 31.91 43.14 36.77
450
Gambar 4. Bobot Basah dan Bobot Kering Brangaksan per Tanaman dengan
Jerami dan Tanpa Jerami
Jerami tidak hanya berperan menyediakan tambahan unsur hara makro dan
mikro, jerami juga memiliki peran sebagai bahan organik pembenah struktur/fisik
tanah. Menurut Atmojo (2003) bahan organik tidak hanya berperan dalam
penyediaan hara tanaman saja, namun yang jauh lebih penting adalah perbaikan
sifat fisik, biologi dan sifat kimia tanah lainnya. Keadaan fisik dan struktur tanah
yang baik akan menjamin pertumbuhan akar tanaman dan mampu sebagai tempat
aerasi. Hal tersebut yang diduga menjadi penyebab bobot brangkasan tanaman
yang diberi jerami (J1) relatif lebih tinggi dari pada tanpa pemberian jerami (J0)
(Gambar 4).
tersedia yaitu 0.17 %, 11.5 ppm, dan 163.8 ppm, hal tersebut setara dengan 68 kg
N/ha, 23 kg P/ha, dan 327.6 kg K/ha.
Perhitungan :
a. Unsur N = 0.17 %
Bobot tanah = 2 x 106 kg/ha
= 0.17/100 kg/kg x 2 x 106 kg/ha
= 3.4 x 103 kg N/ha
Dalam tanah N-anorganik hanya terdapat 2 % (Hanafiah, 2005)
2/100 x 3.4 x 103 = 68 kg N/ha
b. Unsur P = 11.5 ppm
Bobot tanah = 2 x 106 kg/ha
11.5 ppm = 11.5 mg/kg
= 11.5 mg/kg x 2 x 106 kg/ha
= 23 x 106 mg P/ha = 23 kg P/ha
c. Unsur K = 163.8 ppm
Bobot tanah = 2 x 106 kg/ha
163.8 ppm = 163.8 mg/kg
= 163.8 mg/kg x 2 x 106 kg/ha
= 327.6 x 106 mg K/ha = 327.6 kg K/ha
Semakin banyak unsur K yang terdapat dalam tanah maka semakin banyak
pula unsur K yang akan diserap oleh tanaman. Data analisis tanah awal
menunjukkan kondisi ketersedian unsur N yang tidak mencukupi yaitu sebanyak
68 kg/ha untuk kebutuhan tanaman ubi jalar sampai panen. Hal tersebut
ditunjukkan dari data analisis tanah setelah panen yang turun drastis menjadi 32
kg/ha.
Peningkatan bobot umbi total dapat dilihat mulai dari 8 MST sampai 16
MST (Tabel 11). Namun hal tersebut tidak menunjukkan perbedaan nyata dengan
tanaman yang diberi perlakuan. Bobot umbi total per tanaman sampai umur 16
MST rata-rata 382.63 g. Pemberian KCl kedua pada 16 MST memberikan hasil
yang tidak berbeda nyata dengan tanpa pupuk KCl kedua. Pemberian jerami
relatif memberikan hasil yang lebih baik terhadap bobot umbi yaitu 414.88 g,
apabila dibandingkan dengan tanpa jerami yaitu 350.38 g (Tabel 11).
29
Tabel 11. Rata-rata Bobot Umbi Total per Tanaman pada Perlakuan Pupuk
KCl Kedua dan Jerami
Hal ini diduga karena pemberian jerami dapat menambah unsur N, P, dan
K (Lampiran 5) pada tanaman sehingga terjadi keseimbangan antara unsur N dan
K dalam tanah. Keseimbangan unsur makro dapat menyebabkan penyerapan
unsur makro tersebut lebih optimal sehingga pertumbuhan umbi lebih maksimal
(Junaedi, 2005). Tsuno (1972) menambahkan bahwa pemupukan kalium
mempunyai interaksi dengan pemupukan nitrogen pada ubi jalar. Pemberian salah
satu unsur yang berlebihan dapat menghambat kinerja unsur lainnya.
Pertumbuhan bobot umbi per tanaman berbeda dengan bobot brangkasan.
Rata-rata bobot umbi total per tanaman semakin meningkat dari umur 8 MST
sampai 16 MST. Hal tersebut karena tanaman pada umur 16 MST sudah masuk
fase pembesaran umbi. Hal ini berbanding terbalik dengan bobot brangkasan
tanaman yang menurun pada umur 16 MST (Gambar 5). Hal tersebut sesuai
dengan Rubatzky dan Yamaguci (1998) yang menyatakan pertumbuhan tajuk
berkorelasi negatif dengan hasil umbi.
500
Bobot Umbi, Bobot
400
Brangkasan
300
(gram)
0
8 12 16
MST
Bobot kering umbi dapat digunakan sebagai salah satu kriteria yang
menentukan kualitas umbi. Selain itu, bobot umbi kering dapat digunakan sebagai
indikator efisiensi translokasi fotosintat saat fase produksi. Perlakuan pemupukan
KCl kedua dan perlakuan pemberian jerami serta interakasi keduanya tidak
menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap bobot umbi kering.
Bobot kering umbi per tanaman pada umur 16 MST (Tabel 12) yang
dipupuk KCl kedua (K1) tidak berbeda nyata dengan tanpa dipupuk KCl kedua
(K0). Pemberian jerami (J1) memberikan hasil bobot kering umbi per tanaman
yang relatif baik yaitu 100.42 g dibandingkan dengan tanpa jerami (J0) yaitu
90.68 g (Tabel 12). Pemberian jerami mampu menyediakan tambahan unsur
makro seperti N dan K, sehingga terjadi keseimbangan antara unsur makro
tersebut meskipun tidak terlalu besar (Atmojo, 2003). Pemberian jerami juga
mengakibatkan jumlah nitrat dalam tanah akan bertambah meskipun sedikit. Hal
ini akan mengakibatkan penyerapan unsur makro baik N, P, dan K oleh tanaman
lebih efektif (Hanafiah, 2007). Menurut Junaedi (2005) produksi ubi jalar dapat
meningkat jika nilai rata-rata konsentrasi nitrat dan nilai rata-rata jumlah kalium
tajuk terendah. Nielson and Donald (1978) menambahkan bahwa penambahan
pupuk N pada tanah akan meningkatkan serapan N-total serta meningkatkan
serapan P-total dan K-total.
Tabel 12. Bobot Umbi Kering per Tanaman pada Perlakuan Pupuk KCl
Kedua dan Jerami
dihasilkan dari tanaman. Umbi merupakan hasil modifikasi akar sebagai tempat
penyimpanan hasil fotosintat. Jumlah populasi per meter rata-rata mencapai empat
tanaman. Tabel 13 memperlihatkan bahwa perlakuan pemupukan KCl kedua dan
perlakuan pemberian jerami serta interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh
yang nyata terhadap hasil panen. Hal ini disebabkan jumlah kandungan unsur K
yang berfungsi dalam translokasi fotosintat tanaman ubi jalar sudah tersedia
cukup untuk pertumbuhan dan perkembangan umbi. Hasil penelitian ini sesuai
hasil penelitian Widodo (1987) bahwa pembenaman jerami kedalam guludan
tanaman ubi jalar ternyata belum mampu untuk meningkatkan hasil ubi jalar.
Tabel 13. Produksi Umbi pada Perlakuan Pupuk KCl Kedua dan Jerami
Bobot Umbi
Perlakuan Dapat Afkir
Sehat Berpenyakit Total (<100g)
Dipasarkan
Pupuk K -------------- gram/meter ---------------
K0 1 411.6 178.4 1 596.0 809.3 731.0
K1 1 427.7 147.2 1 574.9 696.6 602.3
Jerami
J0 1 344.7 144.7 1 495.3 631.8 712.8
J1 1 494.6 181.0 1 675.6 874.1 620.4
Rata-rata 1419.6 162.8 1585.5 752.9 666.6
Tabel 14. Bobot Umbi* per Hektar Perlakuan Pupuk KCl Kedua dan Jerami
Bobot Umbi
Perlakuan
Sehat Total Dapat Dipasarkan
Pupuk K ---------------- kg/ha ------------------
K0 14 116 15 960 8 093
K1 14 277 15 749 6 966
Jerami
J0 13 447 14 953 6 318
J1 14 946 16 756 8 741
Rata-rata 14 196 15 855 7 529
Keterangan : *) Hasil konversi dari bobot produksi/ 1 m2 menjadi 10 000 m2
Hasil panen total dengan dan tanpa pemupukan KCl kedua tidak berbeda
nyata rata-rata 1 585.5 g atau 15 855 kg/ha (Tabel 13 dan Tabel 14). Sebaliknya
bobot umbi total panen dengan pemberian jerami (J1) memberikan hasil relatif
33
lebih baik yaitu 1 675.6 g atau 16 756 kg/ha apabila dibandingkan dengan tanpa
jerami (J0) yaitu 1 495.3 g atau 14 953 kg/ha (Tabel 13 dan Tabel 14). Bobot
total umbi dengan menggunakan jerami ternyata relatif lebih tinggi bila
dibandingkan dengan yang lain. Meskipun tidak berbeda nyata pembenaman
jerami dapat meningkatkan kandungan unsur N, selain itu juga meningkatkan
kandungan bahan organik tanah yang mampu memperbaiki sifat fisik tanah.
Menurut Widodo (1987) kehilangan unsur hara tanah baik itu N maupun K pada
tanaman yang tidak diberi jerami lebih tinggi dibanding dengan pembenaman
jerami. Hal inilah yang diduga mengakibatkan penggunaan unsur K pada
perlakuan pemberian jerami lebih efektif dan berdampak pada peningkatan hasil.
Menurut Sutanto (2002) keuntungan dari pembenaman jerami tidak hanya
meningkatkan K tanah tetapi juga meningkatkan penyerapan unsur hara oleh
tanaman. Perlakuan pemupukan KCl kedua dan pemberian jerami tidak
menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap total bobot umbi yang dipasarkan.
Perlakuan dengan pemberian jerami (J1) relatif lebih besar yaitu 874.1 g atau
8 741 kg/ha apabila dibandingkan perlakuan yang lain (Tabel 13 dan Tabel 14).
Menurut Widodo (1987) pembentukan dan pembesaran umbi sangat diperlukan
ketersediaan unsur hara terutama kalium yang cukup. Pemberian jerami diduga
mampu menambahkan unsur hara K sebesar 9.8 kg/ha yang dapat dimanfaatkan
oleh tanaman sehingga jumlah umbi yang dipasarkan lebih besar. Selain itu,
jerami diduga mampu memperbaiki struktur tanah sehingga menyebabkan
pertumbuhan umbi relatif lebih baik.
Hal tersebut berbanding terbalik dengan panen per guludan. Meskipun
tidak berbeda nyata hasil bobot total yang relatif baik justru diperlihatkan oleh
tanpa pemupukan KCl kedua dan tanpa pemberian jerami (Tabel 15).
Bobot umbi sehat paling banyak diperoleh tanpa pupuk KCl kedua
sebanyak 9 429 g. Bobot umbi sehat paling banyak diperoleh tanpa pupuk KCl
kedua sebanyak 5 750.3 g. Sedangkan bobot umbi afkir paling banyak ditunjukkan
oleh perlakuan tanpa pemberian jerami sebanyak 4 244.2 g (Tabel 15). Hal ini
diduga karena perbedaan jumlah populasi tanaman yang ada dalam guludan,
karena ada beberapa tanaman dalam guludan yang mati akibat terserang penyakit.
34
Tabel 15. Bobot Umbi per Guludan* pada Perlakuan Pupuk KCl Kedua dan
Jerami
Bobot Umbi
Perlakuan Dapat Afkir
Sehat Berpenyakit Total
Dipasarkan (<100g)
Pupuk K ----------------- gram/13 m2 ---------------
K0 9 429.4 1 728.0 11 211.5 5 750.3 3 679.1
K1 8 294.3 1 713.3 10 007.7 4 291.8 4 002.5
Jerami
J0 8 891.1 1 823.8 10 714.9 4 646.9 4 244.2
J1 8 832.7 1 671.6 10 504.3 5 395.3 3 437.4
Rata-rata 8 861.8 1 747.7 10 609.6 5 021.1 3 840.8
Keterangan : *) Panjang guludan = 13 m
Tabel 16. Pengaruh Interaksi Pupuk KCl dengan Jerami terhadap Umbi
Terserang Penyakit per Guludan Berdasarkan Bobot Total Umbi
Jerami
Perlakuan J0 J1
g % g %
Pupuk KCl
K0 2 340.3a 22.06 1 223.8b 11.53
K1 1 307.2b 12.30 2 119.4ab 19.98
Keterangan: - Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata
menurut uji DMRT pada taraf 1 %
- Persen (%) penyakit terhadap bobot total umbi pada produksi umbi per
guludan
Interaksi K0J1 dan K1J0 sama-sama memiliki persentase yang kecil yaitu
11.53 % dan 12.30 %, sedangkan paling besar terdapat pada interaksi tanpa
pemupukan KCl kedua dan tanpa pemberian jerami (K0J0) sebesar 22.06 %
(Tabel 16). Hal ini menunjukkan ketika ada penambahan pupuk KCl kedua atau
pemberian jerami nyata menurunkan bobot umbi yang terserang penyakit.
36
Kesimpulan
Pemupukan KCl kedua dengan dosis 100 kg/ha tidak dapat meningkatkan
pertumbuhan dan produksi ubi jalar karena kandungan K dalam tanah sudah
cukup tinggi. Pemberian jerami dengan dosis 7 000 kg/ha tidak mampu
meningkatkan pertumbuhan dan produksi ubi jalar secara nyata, karena belum
terdekomposisi selama pembentukan dan pembesaran umbi.
Pemberian jerami pada tanaman yang tidak dipupuk KCl kedua nyata
dapat menurunkan bobot umbi yang terserang penyakit. Pemberian pupuk KCl
kedua nyata menurunkan bobot umbi yang terserang penyakit.
Saran
Pertanaman ubi jalar bekas padi sawah di Desa Cikarawang tidak perlu
dilakukan pemberian jerami sebagai sumber kalium, tetapi tetap diperlukan
sebagai sumber bahan organik tanah dan perbaikan struktur tanah.
37
DAFTAR PUSTAKA
Abas, M.Y.P.P.R. 2006. Pengaruh Klon dan Dosis Pupuk terhadap Pertumbuhan
dan Produksi Ubi jalar. Skripsi. Program Studi Agronomi, Fakultas
Pertanian Institut Pertanian Bogor. 60 hal.
Agbede, T. M. 2010. Tillage and fertilizer effects on some soil properties, leaf
nutrients concentrations , growth, and sweet potato yield on an Alfisol in
Southwestern Nigeria. Soil and Tillage Research. 110:25-32.
Badan Pusat Statistik. 2009. Data Tahun 2009 Angka Ramalan III.
[www.bps.go.id][akses 25 Desember 2009].
Edmond, J.B. and Sefick, H.J. 1938. A Description of certain nutrient deficiency
symptoms of Porto Rico sweetpotato Proc. Amer Soc. Hort Sci. 36 : 544 –
549.
Eviati dan Sulaeman. 2009. Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk.
Balai Penelitian Tanah. Bogor.
Ignatief, V and H.J. Page. 1958. Efficient Use of Fertilizer. FAO. Rome.
Jacob, A. and H.V. Uexkull. 1960. Fertilizer Use. Nutrition and Manuaring of
Tropical Crops. Verlagsgesellschaft fur Ackerbau mbH. Hannover. 491p.
Juanda, D.J.S. dan B. Cahyono. 2002. Ubi jalar : Budidaya dan Analisis Usaha
Tani. Kanisius. Yogyakarta. 92 hal.
Junaedi, E. 2005. Pengaruh Pupuk N-P-K terhadap Status Nitrat dan Kalium
Tajuk serta Pertumbuhan dan Produksi Ubi jalar (Ipomoea batatas).
Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. 55 hal.
Lingga, P. 2007. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta. 165 hal.
Marsono dan P. Sigit. 2002. Pupuk Akar : Jenis dan Aplikasi. Penebar Swadaya.
Jakarta. 96 hal.
O’Sullivan J. N., C.J. Asher and F.P.C. Blamey.1997. Nutrient Disorders of Sweet
Potato. Australian Centre for International Agricultural Research
Monograph No 48. Canberra. 136p.
Priangani, H.A. 2007. Pengaruh Klon dan Sumber Pupuk terhadap Pertumbuhan
dan Produksi Ubi jalar (Ipomoea batatas L. Lam). Skripsi. Program Studi
Agronomi, Fakultas Pertanian,Institut Pertanian Bogor. Bogor. 56 hal.
Purwono dan Heni P. 2008. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul. Penebar
Swadaya. Jakarta. 144 hal.
Rinsema. 1983. Pupuk dan Cara Pemupukan. Bhatara Karya Aksara. Jakarta.
Rubatzky, V.E dan M. Yamaguci. 1998. Sayuran Dunia I Prinsip Produksi dan
Gizi. Edisi Kedua. Terjemahan : Catur Herison ITB, Bandung. 313 hal.
39
Sarwono, B. 2005. Ubi jalar : Cara Budidaya yang Tepat, Efisien, dan Ekonomis.
Penebar Swadaya. Jakarta. 85 hal.
Steinbauer, C.B. and L.J. Kushman. 1971. Sweetpotato Culture and Disease.
Agric. Res. Service. USDA. Washington. 74 p.
Sumarno. 1985. Pengaruh Dosis dan Waktu Pemberian Pupuk Urea pada Tanah
Aluvial dan Mediteran terhadap Pertumbuhan dan Produksi Ubi jalar
Varietas Lokal Grompol dan Unggul Daya. Univ. Brawijaya. Malang.74
hal.
Tisdale, S.I. and Nelson, W.L. 1965. Soil Fertility and Fertilizer. The Mac Millan
C., New York. 430p.
Wargiono, J. 1980. Ubi jalar dan Cara Bercocok Tanamnya. Buletin Teknik. No 5.
Lembaga Pusat Penelitian Bogor. 37 hal.
Winarto, A., Yudi W., Sri S.A., Hanudji P., dan Sumarsono. 1994. Risalah
Seminar Penerapan Teknologi Produksi dan Pasca Panen Ubi jalar
Mendukung Agroindustri. Balai Penelitian Tanaman Pangan. Malang.
No.3.
40
LAMPIRAN
41
Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3
Keterangan:
K0J0 = Tanpa pemupukan KCl kedua dan tanpa pemberian jerami
K1J0 = Pemupukan KCl kedua tanpa pemberian jerami
K0J1 = Tanpa pemupukan KCl kedua tetapi diberikan jerami
K1J1 = Pemupukan KCl kedua dan pemberian jerami
43
Unsur Kandungan*
N 0.41 %
K 0.14 %
P 0.06 %
Sumber : *) Laboratorium Tanah Balai Penelitian Tanah Departemen Pertanian Tahun
2010.
44