Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 59

i

PENGARUH PEMUPUKAN KCL KEDUA DAN PEMBERIAN


JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI UBI
JALAR (Ipomoea batatas L. Lam) KLON AYAMURASHAKE

WAHYUDI
A24061613

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
PENGARUH PEMUPUKAN KCL KEDUA DAN PEMBERIAN JERAMI
TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI UBIJALAR
(Ipomoea batatas L. Lam) KLON AYAMURASHAKE

Effect of Second KCl Fertilizer and Rice Straw Application on Growth and
Production of Sweet Potato (Ipomoea batatas L. Lam) Clones Ayamurashake

Wahyudi1, Suwarto2
1
Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura Faperta IPB, A24061613
2
Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura Faperta IPB, M.Si

Abstract
The objective of this study were to know the effect of second KCl fertilizer
and rice straw on growth and production of sweet potato clones Ayamurashake.
The experiment was conducted in farmers' fields Cikarawang Village, Dramaga
District, Bogor Regency is located at an altitude of 300 m above sea level. This
research used Completely Randomized Design Group (RKLT) with two factors,
with continue test Duncan Multiple Range Test (DMRT) at level 5 %. The first
factor is the dose of KCl in the second fertilization with two levels: without KCl
(K0) and with KCl 100 kg / ha (K1). The second factor is aplication of rice straw
with two levels: without rice straw (J0) and rice straw 7 tons / ha (J1). The results
showed the second KCl fertilization with 100 kg / ha no longer can increase the
growth and production of sweet potatoes because the content of K in the soil is
already quite high. Rice straw with a dose of 7 000 kg / ha not been able to
increase growth and sweet potato production significantly, although there is a
tendency to increase.The second of fertilization KCl and / or rice straw to reduce
the weight of diseased tubers.

Key word: Sweet Potato, KCl Fertilizer, Rice Straw


ii

RINGKASAN

WAHYUDI. Pengaruh Pemupukan KCl Kedua dan Pemberian Jerami


terhadap Pertumbuhan dan Produksi Ubi Jalar (Ipomoea batatas L. Lam)
Klon Ayamurashake. (Dibimbing oleh SUWARTO).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemupukan KCl kedua
dan pemberian jerami terhadap pertumbuhan dan produksi ubi jalar klon
Ayamurashake. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember sampai April
2010 di lahan petani Carang Pulang Bubulak, Desa Cikarawang, Kecamatan
Dramaga, Kabupaten Bogor yang berada pada ketinggian 300 m di atas permukaan
laut.
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan
Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan dua faktor. Faktor pertama adalah
dosis pupuk KCl pada pemupukan kedua dengan dua taraf yaitu tanpa pupuk KCl
(K0) dan dengan KCl 100 kg/ha (K1). Faktor kedua adalah pemberian jerami
dengan dua taraf yaitu tanpa pemberian jerami (J0) dan pemberian jerami 7 ton/ha
(J1). Sehingga terdapat empat perlakuan dan setiap perlakuan diulang tiga kali,
sehingga terdapat 12 satuan percobaan. Tiap satuan percobaan terdiri atas 1 baris
tanaman dengan panjang rata-rata 13 m atau seluas 13 m2.
Pengamatan peubah vegetatif dilakukan terhadap 5 tanaman contoh pada
tiap satuan percobaan mulai umur 5 MST – 12 MST. Peubah yang diamati meliputi
jumlah daun, panjang batang utama, dan jumlah cabang. Pengamatan peubah
produksi per tanaman dilakukan pada saat 8 MST dan 12 MST. Pengambilan
sampel untuk produksi per tanaman ini dilakukan dengan cara membongkar
tanaman untuk melihat jumlah umbi, diameter umbi, panjang umbi, bobot
brangkasan dan bobot umbi. Pengamatan panen (16 MST) dilakukan dengan
melihat peubah produksi 3 x 1 meter guludan yang meliputi bobot umbi total,
bobot umbi sehat, bobot umbi terserang hama penyakit, bobot umbi afkir, dan
bobot umbi yang dapat dipasarkan.
Perlakuan pemberian pupuk KCl kedua dan jerami tidak memberikan
pengaruh yang nyata terhadap panjang batang utama ubi jalar dari umur 5 MST
sampai 12 MST, jumlah daun umur 5 – 10 MST, dan jumlah cabang umur 5 – 12
MST namun jumlah cabang berbeda nyata saat umur 11 MST. Selain itu
iii

pemberian pupuk KCL dan jerami juga tidak memberikan pengaruh yang nyata
terhadap peubah produksi diameter umbi, panjang umbi, jumlah umbi, bobot umbi
pertanaman. Untuk peubah produksi bobot basah brangkasan pemberian KCl
kedua menujukan berbeda nyata pada umur 8 MST kemudian tidak berbeda nyata
pada umur 12 MST serta 16 MST .
Perlakuan pemberian pupuk KCl kedua dan jerami tidak memberikan
pengaruh nyata pada peubah panen per meter dan petak percobaan seperti bobot
total umbi, bobot umbi yang terserang penyakit, bobot umbi sehat, bobot umbi
afkir, dan bobot umbi dapat dipasarkan. Pada komponen panen petak percobaan
bobot umbi terserang penyakit, interaksi antara KCl kedua dan jerami memberikan
pengaruh yang nyata.
Pemupukan KCl kedua dengan dosis 100 kg/ha tidak dapat meningkatkan
pertumbuhan dan produksi ubi jalar karena kandungan K dalam tanah sudah cukup
tinggi. Pemberian jerami dengan dosis 7 000 kg/ha tidak mampu meningkatkan
pertumbuhan dan produksi ubi jalar secara nyata, karena belum terdekomposisi
selama pembentukan dan pembesaran umbi.
Pemberian jerami pada tanaman yang tidak dipupuk KCl kedua nyata dapat
menurunkan bobot umbi yang terserang penyakit. Pemberian pupuk KCl kedua
nyata menurunkan bobot umbi yang terserang penyakit.
iv

PENGARUH PEMUPUKAN KCL KEDUA DAN PEMBERIAN


JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI UBI
JALAR (Ipomoea batatas L. Lam) KLON AYAMURASHAKE

Skripsi sebagai salah satu syarat


untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

WAHYUDI
A24061613

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
v

Judul : PENGARUH
: PEMUPUKAN KCL KEDUA DAN
PEMBERIAN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN
DAN PRODUKSI UBI JALAR (Ipomoea batatas L. Lam)
KLON AYAMURASHAKE
Nama : WAHYUDI
NIM : A24061613

Menyetujui
Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Suwarto, M.Si


NIP. 19630212 198903 1 004

Mengetahui
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Fakultas Pertanian IPB

Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr


NIP. 19611101 198703 1 003

Tanggal Lulus:…………………
vi

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Magetan, Provinsi Jawa Timur pada 22 Oktober 1988.


Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Wagiyo
dan Ibu Muryatin.
Riwayat pendidikan penulis dimulai tahun 1994 di SD Negeri Belotan 3.
Setelah lulus tahun 2000, penulis melanjutkan studi di SLTP Negeri 1 Kawedanan
hingga tahun 2003. Penulis menyelesaikan studi di SMA Negeri 1 Magetan pada
tahun 2006.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2006. Setelah satu tahun melalui Tingkat
Persiapan Bersama (TPB), tahun 2007 penulis diterima di Departemen Agronomi
dan Hortikultura, Fakultas Pertanian. Selama di IPB penulis mengikuti organisasi
di Himpunan Mahasiswa Agronomi (HIMAGRON) pada tahun 2009. Selain itu,
penulis juga mengikuti magang di PT. Cengkeh Zanzibar Sukabumi selama satu
bulan pada tahun 2009.
vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat ALLAH SWT karena atas rahmat
dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini
disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program sarjana pada
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan untuk
melihat pengaruh pempukan KCl kedua dan pemberian jerami terhadap
pertumbuhan dan produksi ubi jalar (Ipomoea batatas L. Lam) klon
Ayamurashake. Penelitian ini dilaksanakan di kebun petani Carang Pulang
Bubulak desa Cikarawang Dramaga, Bogor.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada
Dr. Ir. Suwarto, M.Si sebagai dosen pembimbing yang telah banyak memberikan
masukan dan saran dari awal sampai terselesaikannya skripsi ini. Terima Kasih
juga disampaikan kepada Ir. Abdul Qodir, M.Si sebagai pembimbing akademik
yang telah banyak memberikan saran dan nasihat selama berada di AGH. Terima
kasih selanjutnya disampaikan kepada Bapak Hadi Suprapto, Ibu Muryatin yang
telah memberikan doa dan dorongan yang tulus baik moril maupun materiil,
kepada petani Desa Cikarawang yang telah banyak membantu selama penelitian,
teman-teman AGH43 atas kebersamaannya selama menempuh pendidikan di
Departemen Agronomi dan Hortikultura serta teman-teman Laboratory of
Ecotoxycology Waste and Bioagents Departemen Agronomi dan Hortikultura.
Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada yang memerlukan.

Bogor, Mei 2011

Penulis
viii

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL…………………………………...…………………………. ix
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………... x
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………….... xi
PENDAHULUAN……………………………………………………………… 1
Latar Belakang………………………………………………………….. 1
Tujuan…………………………………………………………………... 2
Hipotesis……………………………………………………………...… 2
TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………………... 3
Ekologi Ubi Jalar……………………………………………………….. 3
Kebutuhan Hara Ubi Jalar……………………………………………… 4
Pemupukan Ubi Jalar…………………………………………………… 5
Jerami…………………………………………………………………... 7
BAHAN DAN METODE……………………………………………………… 8
Waktu dan Tempat…………………………………………………….. 8
Alat dan Bahan…………………………………………………………. 8
Metode………………………………………………………………….. 8
Pelaksanaan Percobaan…………………………………………………. 9
Pengamatan……………………………………………………………... 10
HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………………… 13
Kondisi Umum…………………………………………………………. 13
Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam………………………………………... 14
Pertumbuhan Ubi Jalar (Ipomoea batatas)………………………...…… 16
Produksi per Tanaman Ubi Jalar……………………………………...... 21
Produksi Ubi Jalar………...……………………………………………. 30
KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………………… 36
Kesimpulan……………………………………………………………... 36
Saran……………………………………………………………………. 36
DAFTAR PUSTAKA ……….…………...………………………………….… 37
LAMPIRAN………………………………………………………………….… 40
ix

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman
1. Status Hara Daun Ubi Jalar…………………………………………...……. 6
2. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Pemberian Pupuk KCl dan Jerami
terhadap Pertumbuhan dan Produksi Ubi Jalar …………………………... 15
3. Panjang Batang Utama Ubi Jalar pada Perlakuan Pupuk KCl Kedua dan
Jerami……………………………………………………………………... 18
4. Jumlah Daun Ubi Jalar pada Perlakuan Pupuk KCl Kedua dan Jerami…... 19
5. Jumlah Cabang Ubi Jalar pada Perlakuan Pupuk KCl Kedua dan Jerami… 20
6. Jumlah Umbi per Tanaman pada Perlakuan Pupuk KCl Kedua dan
Jerami……………………………………………………………………… 22
7. Diameter Umbi per Tanaman pada Perlakuan Pupuk KCl Kedua
dan Jerami…………………………………………………………………. 23
8. Panjang Umbi per Tanaman pada Perlakuan Pupuk KCl Kedua
dan Jerami…………………………………………………………………. 24
9. Bobot Brangkasan Basah per Tanaman pada Perlakuan Pupuk KCl Kedua
dan Jerami…………………………………………………………………. 25
10. Bobot Brangkasan Kering per Tanaman pada Perlakuan Pupuk KCl
Kedua dan Jerami………………………………………………………….. 26
11. Bobot Umbi Total per Tanaman pada Perlakuan Pupuk KCl Kedua
dan Jerami…………………………………………………………………. 29
12. Bobot Umbi Kering per Tanaman pada Perlakuan Pupuk KCl Kedua
dan Jerami…………………………………………………………………. 30
13. Bobot Umbi per meter persegi pada Perlakuan Pupuk KCl Kedua
dan Jerami…………………………………………………………………. 31
14. Bobot umbi per Hektar Perlakuan Pupuk KCl Kedua dan Jerami………… 32
15. Bobot Umbi per Guludan pada Perlakuan Pupuk KCl Kedua
dan Jerami…………………………………………………………………. 34
16. Pengaruh Interaksi Pupuk KCl dengan Jerami terhadap Umbi Terserang
Penyakit per Guludan Berdasarkan Bobot Total Umbi …………………... 35
x

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman
1. Pertumbuhan Panjang Batang Utama Ubi Jalar Klon Ayamurashake..…….. 17
2. Panjang Batang Utama Ubi Jalar dengan Jerami dan Tanpa Jerami………... 18
3. Bobot Basah dan Kering Brangkasan Ubi Jalar…………………………….. 25
4. Bobot Basah dan Bobot Kering Brangaksan per Tanaman dengan
Jerami dan Tanpa Jerami…………………………………………………... 27
5. Pertumbuhan Bobot Basah Brangkasan dan Bobot Umbi Total…………… 29
xi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman
1. Deskripsi Ubi Jalar Klon Ayamurashake……………...…………………..... 41
2. Denah Letak Penelitian……………………………………………………… 42
3. Data Curah Hujan dan Kelembaban Wilayah Dramaga…………………….. 43
4. Data Analisis Tanah awal…………………………………………………… 43
5. Data Analisis Jerami Terhadap contoh kering 105oC……………………….. 43
6. Data Analisis Tanah Setelah Penelitian……………………………………... 44
7. Pertumbuhan Ubi Jalar...…………………………………………………….. 45
8. Pembalikan dan Pemberian Jerami………………………………………….. 46
9. Panen Ubi Jalar………………………………………………………………. 46
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ubi jalar (Ipomoea batatas L. Lam) merupakan tanaman pangan yang


mempunyai potensi besar untuk dikembangkan di Indonesia. Kesesuaian
agroklimat dengan iklim tropis di Indonesia membuat tanaman ubi jalar dapat
tumbuh subur. Ubi jalar juga mempunyai produktivitas yang tinggi dan
menguntungkan untuk diusahakan. Selain itu, ubi jalar juga mengandung zat gizi
yang dapat berdampak positif terhadap kesehatan seperti betakaroten, serat, dan
antioksidan, serta potensi penggunaannya cukup luas dan cocok untuk program
diversifikasi pangan.
Menurut Sarwono (2005) Indonesia merupakan produsen ubi jalar terbesar
kedua di Asia setelah Cina (109 juta ton/th). Produksi ubi jalar Indonesia
berdasarkan data BPS tahun 2009 mencapai 2,06 juta ton, jika dibandingkan
dengan Cina, total produksi ubi jalar Indonesia masih tertinggal jauh. Direktorat
Jendral Tanaman Pangan melaporkan luas penanaman ubi jalar di Indonesia tahun
2009 mencapai 184 ribu hektar dengan produktivitas mencapai 111.9 ku/ha.
Menurut Sumarno (1985), peningkatan produktivitas pada tanaman ubi
jalar dipengaruhi oleh penggunaan sarana produksi pupuk dan bibit yang baik.
Ubi jalar memiliki potensi produksi yang tinggi mengingat tanaman umbi-umbian
sangat boros dalam penyerapan hara. Oleh karena itu perlu pemberian unsur yang
tepat dan mencukupi untuk memperoleh hasil umbi yang optimal.
Pemupukan KCl kedua atau pemupukan KCl susulan pada tanaman ubi
jalar umumnya dilakukan petani untuk memberikan tambahan unsur pada tanaman
ubi jalar. Pupuk KCl kedua diberikan pada tanaman dengan dosis 2/3 dari dosis
total pada umur 4 - 5 minggu setelah tanam (Purwono dan Heni, 2008).
Pemupukan KCl kedua diberikan untuk mencukupi unsur pada tahap
pertumbuhan dan pembentukan umbi. Menurut Purwono dan Heni (2008),
pembentukan umbi pada tanaman dimulai saat tanaman berumur 1 bulan setelah
tanam.
Petani umumnya memberikan dosis pupuk yang tinggi pada tanaman ubi
jalar sehingga mengakibatkan biaya produksi bertambah. Dengan demikian
2

peningkatan efisiensi pemupukan yang dapat terjangkau oleh petani dalam


kegiatan produksi tanaman ubi jalar sangat diharapkan, ketika biaya produksi
khususnya harga pupuk K sangat mahal.
Efisiensi pemupukan dapat dilakukan dengan pemanfaatan kembali sisa-
sisa tanaman musim sebelumnya seperti jerami padi. Jerami padi yang tersedia
dari pertanaman sebelumnya dapat menjadi sumber pupuk dan bahan organik
yang dapat membantu mengefisiensikan penggunaan pupuk kimia dalam produksi
tanaman ubi jalar.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemupukan KCl


kedua dan pemberian jerami terhadap pertumbuhan dan produksi ubi jalar klon
Ayamurashake.

Hipotesis

1. Pemupukan KCl kedua dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi


ubi jalar.
2. Pemupukan jerami dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi ubi
jalar.
3. Pemberian KCl kedua dan jerami dapat meningkatkan pertumbuhan dan
produksi ubi jalar.
3

TINJAUAN PUSTAKA

Ekologi Ubi Jalar


Ubi jalar merupakan tanaman tropis, namun tetap dapat tumbuh baik pada
daerah subtropik dengan penyebaran dari 300 LU – 300 LS. Juanda dan Bambang
(2002) menyatakan bahwa ubi jalar memiliki daya adaptasi yang luas terhadap
lingkungan hidup sehingga dapat dibudidayakan di berbagai jenis lahan,
ketinggian tempat, dan tingkat kesuburan tanah yang berlainan. Menurut
Rukmana (1997) tanaman ubi jalar cocok ditanam di dataran rendah hingga
ketinggian 500 m di atas permukaan laut (dpl) dan di dataran tinggi dengan
ketinggian 1000 m dpl. Ubi jalar masih dapat tumbuh dengan baik namun umur
panen menjadi lebih panjang dan hasilnya rendah.
Juanda dan Bambang (2002) menerangkan bahwa suhu optimum bagi ubi
jalar berkisar antara 210 C - 270 C. Rubatzky dan Yamaguci (1998) menambahkan
kelembaban yang sesuai untuk tanaman ubi jalar adalah 50 - 60 % dan pH tanah
6.0 – 7.5. Pada pH kurang dari 5.2 tanaman menjadi rentan terhadap penyakit
cacar dan kerak. Selanjutnya Suparman (2006) menambahkan bahwa suhu yang
dibutuhkan oleh ubi jalar berkisar antara 240 C - 270 C dengan lama penyinaran
matahari antara 10 – 12 jam sehari.
Curah hujan yang tinggi selama pertanaman dapat menyebabkan genangan
air dan tidak menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman ubi jalar. Genangan air
akibat curah hujan yang tinggi dapat menyebakan pembusukan umbi. Curah hujan
yang cocok untuk budidaya ubi jalar yaitu 750 mm – 1500 mm/tahun ( Juanda dan
Bambang, 2002).
Tanaman ubi jalar juga agak toleran terhadap salinitas. Jenis tanah yang
baik untuk tanaman ubi jalar adalah jenis tanah latosol dan regosol dengan tekstur
pasir berlempung. Sifat fisiknya adalah remah, gembur, mudah mengikat air, dan
solum tanah dalam. Sifat biologis tanah yang baik adalah yang banyak
mengandung bahan organik (humus), subur, dan banyak organisme tanah yang
bermanfaat bagi kesuburan tanah (Juanda dan Bambang, 2002).
Ubi jalar ditanam pada guludan dengan lebar 1 m dan tinggi antara 30 - 40
cm, sedangkan panjangnya menyesuaikan lahan yang digunakan. Sebelum
4

dijadikan guludan lahan diolah terlebih dahulu agar kondisi tanah menjadi
gembur, tidak terlalu basah, dan tidak terlalu lengket. Selain itu, pengolahan lahan
juga bertujuan untuk mengurangi jumlah gulma yang terdapat dilahan. Menurut
Rukmana (1997) tinggi bedengan seharusnya tidak melebihi 40 cm agar ubi yang
terbentuk tidak terlalu panjang. Selain itu bedengan yang terlalu dangkal akan
mengakibatkann pertumbuhan umbi terganggu dan memudahkan serangan hama
boleng.
Tahap berikutnya setelah bedengan siap adalah penanaman bibit. Bibit
yang digunakan berukuran panjang rata-rata 20 – 25 cm. Bibit harus berasal dari
tanaman yang sehat berumur lebih dari 2 bulan mempunyai buku-buku yang rapat
dan tidak berakar (Rukmana, 1997). Bibit dipotong kemudian disimpan ditempat
teduh 1 – 7 hari. Penyimpanan ini bertujuan untuk menghilangkan getah yang ada
pada luka bekas pemotongan. Stek yang digunakan dapat berupa stek pucuk
ataupun stek batang. Penanaman bibit di guludan dilakukan dengan membuat
larik-larik dangkal arah memanjang guludan sedalam 10 cm. Jarak antar lubang
tanam 25 - 30 cm. Bibit ditanam ke lubang sebanyak 1/2 - 2/3 bagian panjang
bibit kemudian tanah dipadatkan. Pembuatan larikan sejauh 7 - 10 cm di kanan
atau kiri lubang tanam untuk alur pupuk. Pemberian pupuk dasar berupa unsur N,
P, dan K hanya sebesar 1/3 dosis anjuran.

Kebutuhan Hara Ubi Jalar


Jenis hara tanah yang dibutuhkan oleh tanaman bermacam-macam.
Menurut Hanafiah (2005) tanaman membutuhkan unsur hara makro esensial jika
dibutuhkan dalam jumlah yang besar, biasanya di atas 500 ppm dan hara mikro
esensial jika dibutuhkan dalam jumlah sedikit, biasanya kurang dari 50 ppm. Hara
makro dan hara mikro tersebut memiliki peran yang penting serta tidak dapat
digantikan satu sama lain. Unsur hara makro terdiri dari Nitrogen (N), Fosfor (P),
Kalium (K), Kalsium (Ca), dan Magnesium (Mg). Nitrogen mempunyai peran
sebagai pemicu pertumbuhan tanaman terutama batang, cabang dan daun. Selain
itu, Nitrogen digunakan dalam proses fotosintesis dan pembentukan persenyawaan
organik (Lingga, 2006). Leiwakabessy, Wahjudin, dan Suwarno (2003)
menyatakan bahwa unsur N dibutuhkan untuk pembentukan protein yang bersifat
katalisator dan sebagai pemimpin dalam proses metabolisme.
5

Fosfor berperan penting dalam transfer energi di dalam sel tanaman dan
pembentukan membran sel. Fosfor memiliki pengaruh terhadap struktur K +, Ca2+,
Mg2+, dan Mn2+, terutama terhadap fungsi unsur-unsur tersebut serta stabilitas
struktur dan konformasi makro molekul. Dengan demikian fosfor dapat
mempengaruhi penyerapan dan penggunaan unsur K+, Ca2+, Mg2+, dan Mn2+ oleh
tanaman menjadi lebih efektif. Agustina (2004) menambahkan fosfor juga
memliki peran untuk meningkatkan efisiensi, fungsi dan penggunaan N.
Kalium mempunyai fungsi dalam pengaturan mekanisme atau bersifat
katalisator seperti fotosintesis, translokasi karbohidrat, dan sintesis protein. Selain
itu, kalium juga beperan dalam metabolisme N, metabolisme karbohidrat,
pengaturan pemanfaatan berbagai unsur hara utama, dan aktivasi berbagai enzim.
Unsur kalsium (Ca) mempunyai fungsi sebagai komponen dinding sel
dalam pembentukan struktur dan permeabilitas membrane sel serta
mempertahankan integritas sel. Unsur magnesium (Mg) mempunyai fungsi
sebagai penyusun klorofil dan sebagai aktivator enzim. Selain itu, magnesium
(Mg) juga berperan sebagai metabolisme N dan sebagai katalisator reaksi
fosforilasi (Hanafiah, 2005).
Ubi jalar sangat membutuhkan tambahan unsur N, P, dan K untuk
mencapai produksi yang maskimal. Kebutuhan unsur lain yang dapat disediakan
oleh alam tidak perlu ditambahkan untuk efisiensi biaya pemupukan. Unsur
tersebut umumnya unsur S, Mg, dan Fe yang dibutuhkan tanaman relatif sedikit
(Sarwono, 2007).
Nitrogen sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan tajuk dan umbi agar
menjadi lebih baik serta unsur kalium dibutuhkan untuk perkembangan umbi.
Menurut Sarwono (2007), unsur K sangat membantu pembentukan umbi.
Semakin banyak unsur K yang digunakan akan memacu fotosintesis yang pada
akhirnya akan meningkatkan pembesaran umbi melalui penyimpanan karbohidrat.
Unsur P berperan dalam memproduksi akar lumbung tempat menyimpan
cadangan makanan.

Pemupukan Ubi Jalar


Pemupukan pada ubi jalar sering diabaikan karena dianggap sebagai
tanaman yang toleran terhadap kondisi lingkungan yang kurang mendukung. Ubi
6

jalar dapat tumbuh secara normal pada lingkungan yang kurang mendukung
dengan pemberian pupuk yang minimum. Menurut Sarwono (2007) pada lahan
yang subur, ubi jalar tidak memerlukan tambahan pemupukan. Namun tidak
semua kondisi dapat menghasilkan produksi yang maksimal.
Ubi jalar termasuk ke dalam tanaman yang boros hara. Penyerapan unsur
hara pada kondisi normal mencapai kecepatan tinggi pada umur 6 – 12 minggu
setelah tanam. Hal tersebut berhubungan dengan fase pertumbuhan ubi jalar yang
mulai pembentukan umbi pada umur 1 bulan setelah tanam, sehingga diperlukan
pemupukan K kedua saat tanaman berumur 1 bulan setelah tanam. Bailey,
Ramakrisna, dan Kirchhof (2009) menjelaskan bahwa tanaman ubi jalar
memerlukan jumlah unsur minimum selama satu siklus rata-rata 130 - 180 kg
K/ha, unsur N sebanyak 80 - 115 kg/ha, dan unsur P sebanyak 15 - 25 Kg/ha.
Penyerapan hara tanaman dapat juga dilihat dari analisis jaringan daun.
Menurut O’Sullivan, Asher, dan Blamey (1997) status hara daun dapat digunakan
untuk mengetahui kebutuhan rata-rata, konsentrasi kritis defisiensi unsur, dan
konsentrasi kritis keracunan unsur pada tanaman ubi jalar. Konsentrasi unsur
dalam daun tanaman dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan cekaman air.
Adbege (2010) menambahkan beberapa unsur makro seperti N, P, dan K
umumnya ketika mendapatkan pengaruh lingkungan akan mentranslokasikan
unsurnya dari daun tua ke daun muda. Berdasarkan penelitian O’Sullivan et al
(1997) status hara daun ubi jalar mengandung N sekitar 4.2 - 5.0 %, P rata-rata
0.26 - 0.45 %, dan K rata-rata 2.8 - 6.0 % (Tabel 1).

Tabel 1. Status Hara Daun Ubi Jalar


Unsur Satuan Konsentrasi kritis Konsentrasi Konsentrasi
defisiensi rata-rata kritis keracunan
N % 4.0 4.20 - 5.00 -
P % 0.22 0.26 - 0.45 -
K % 2.6 2.80 - 6.00 -
Ca % 0.76 0.90 - 1.20 -
Mg % 0.12 0.15 - 0.35 -
S % 0.34 0.35 - 0.45 0.19 - 1.50
Cl % - - -
Fe % 33 45 - 80 -
B % 40 50 - 200 220 - 350
7

Tabel 1. Status Hara Daun Ubi Jalar (Lanjutan)


Unsur Satuan Konsentrasi kritis Konsentrasi Konsentrasi
defisiensi rata-rata kritis keracunan
Mn mg/kg 19 26 - 500 1600
Zn mg/kg 11 30 - 60 70 - 85
Mb mg/kg 0.2 0.50 - 7 -
Sumber : O’Sullivan et al (1997)

Jerami
Budidaya ubi jalar yang dilakukan oleh petani umumnya berotasi dengan
penanaman padi. Hasil sampingan dari tanaman padi setelah panen salah satunya
ialah jerami. Sebagai hasil sampingan terkadang masyarakat tidak memperdulikan
manfaat dari jerami. Perbandingan produksi gabah dengan jerami rata-rata per
hektar adalah 2:3. Hasil panen sebanyak 5 ton padi (gabah) akan menyerap dari
dalam tanah sebanyak 150 kg N, 20 kg P, dan 20 kg S. Pada jerami mengandung
sepertiga unsur N, P, S, dan hampir semua K yang diserap oleh tanaman dari
dalam tanah (Sutanto, 2002). Berdasarkan data tersebut jerami merupakan sumber
hara makro yang baik.
Jerami merupakan sumber tidak langsung dari unsur N dan karbon. Faktor
lain yang menguntungkan dari penggunaan jerami sebagai sumber pupuk organik
adalah tersedia langsung di lahan usaha tani, yang bervariasi dari 2 – 10
ton/ha/musim sekaligus mengatasi masalah limbah. Karena kandungan senyawa N
dan C, maka jerami dapat berfungsi sebagai substrat metabolisme mikroba tanah,
termasuk gula, pati, selulose, hemiselulose, pektin, lignin, lemak dan protein.
Senyawa tersebut menduduki 40 % (sebagai C) berat kering jerami. Pembenaman
jerami ke dalam lapisan olah tanah sawah akan mendorong kegiatan bakteri
pengikat N yang heterotropik dan fototropik (Matsuguchi dalam Sutanto, 2002).
Kandungan unsur K dalam jerami padi berkisar 1.0 % - 3.7 % dari bobot
total jerami. Tanah yang kahat akan unsur K dapat dikembalikan pasokannya
dengan memberikan abu bakaran jerami (Amarasiri dan Wickremasinge dalam
Sutanto, 2002). Menurut Sutanto (2002) keuntungan dari pembenaman jerami
tidak hanya meningkatkan K tanah tetapi juga meningkatkan penyerapan K oleh
tanaman.
8

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat


Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember sampai April 2010. Lokasi
penelitian berada di lahan petani Carang Pulang Bubulak, Desa Cikarawang,
Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor yang berada pada ketinggian 300 m di
atas permukaan laut.

Alat dan Bahan


Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah setek pucuk ubi jalar
klon Ayamurashake, pestisida, Urea, SP-18, KCl, dan jerami yang sudah melapuk
6 – 7 minggu. Alat yang digunakan adalah peralatan budidaya pertanian, meteran,
timbangan, oven, dan jangka sorong. Deskripsi varietas Ayamurashake tertera
pada Lampiran 1.

Metode
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan
Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan dua faktor. Faktor pertama adalah
dosis pupuk KCl pada pemupukan kedua dengan dua taraf yaitu tanpa pupuk KCl
(K0) dan dengan KCl 100 kg/ha (K1). Faktor kedua adalah pemberian jerami
dengan dua taraf yaitu tanpa pemberian jerami (J0) dan pemberian jerami 7 000
kg/ha (J1). Setiap perlakuan diulang tiga kali sehingga terdapat 12 satuan
percobaan. Tiap satuan percobaan terdiri atas 1 baris tanaman dengan panjang
rata-rata 13 m atau seluas 13 m2. Tata letak percobaan disampaikan pada
Lampiran 2.
Model statistika untuk rancangan yang digunakan adalah
Yijk = µ + Ui + αj + βk + (α x β)jk + εijk
Keterangan :
Y ijk = hasil pengamatan setiap perlakuan
µ = rataan umum
Ui = pengaruh ulangan ke – i (1, 2, 3)
αj = pengaruh perlakuan pupuk KCl ke – j (0, 1)
9

βk = pengaruh perlakuan jerami ke – k (0, 1)


(α x β)jk = pengaruh interaksi perlakuan pupuk dan jerami
εijk = pengaruh galat penelitian
Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh perlakuan yang dicobakan maka
dilakukan analisis ragam (uji F). Jika hasil uji F menunjukkan pengaruh nyata
maka dilakukan uji lanjut DMRT (Duncan Multiple Range Test)

Pelaksanaan Percobaan
Persiapan Tanam. Persiapan tanam dimulai dengan mengolah tanah.
Pengolahan tanah dilakukan secara manual dengan menggunakan peralatan
budidaya pertanian. Pengolahan tanah diawali dengan membersihkan gulma yang
ada di lahan. Pembuatan guludan bertujuan agar media tumbuh gembur, berareasi
baik, dan tidak tergenang. Guludan dibuat dengan lebar dasar 60 cm, tinggi 40 cm,
jarak antar guludan dari pusat ke pusat 100 cm, dan panjang guludan 13 m pada
masing-masing percobaan. Jarak tanam yang digunakan adalah 100 cm x 25 cm.
Penanaman dan pemupukan. Bahan tanam ubi jalar berupa stek pucuk
sepanjang 20 - 25 cm. Stek ubi jalar ditanam pada tengah guludan dengan jarak
antar tanaman 25 cm. Stek ditanam sedikit miring di atas guludan dengan cara 1/2
bagian dari bibit dibenam dalam tanah. Setelah stek ditanam, tanah di sekitarnya
agak dipadatkan. Pemupukan dasar dilakukan dengan pemberian pupuk Urea 50
kg/ha, SP-18 150 kg/ha, KCl 60 kg/ha. Perlakuan pemupukan dilakukan saat
pemupukan kedua atau 4 MST dengan dosis KCl 100 kg/ha dan jerami 7 000
kg/ha. Pemupukan kedua ini dilaksanakan setelah pembongkaran guludan yaitu
dengan cara memotong bagian lereng guludan. Hal ini salah satunya untuk
mempermudah pemupukan, penyiangan gulma, dan memperbaiki aerasi tanah.
Pemupukan KCl dilakukan dengan cara dialur di setiap guludan menggunakan
takaran yang telah disiapkan yaitu 12,5 gram/meter guludan. Pemberian jerami
dilakukan dengan cara dialur mengikuti guludan dengan dosis setiap meternya
700 gr/meter. Jerami yang digunakan untuk percobaan sudah kering dan melapuk
6 – 7 minggu. Setelah pemupukan dan pemberian jerami kemudian guludan
ditutup kembali atau dinaikkan tanahnya (pembubunan).
10

Pemeliharaan. Pemeliharaan tanaman ubi jalar yang dilakukan mencakup


empat aspek, yaitu penyiangan, pembumbunan, pembalikan batang serta
pemangkasan sebagian daun, pengairan atau irigasi, dan pengendalian hama
penyakit. Penyiangan dilakukan dua kali yaitu penyiangan pertama pada umur 30
hari dan penyiangan kedua pada umur 60 hari. Pembumbunan dilakukan saat
penyiangan tanaman. Pembalikan batang dan pemangkasan sebagian daun
bertujuan mencegah kontak antara batang dengan tanah, yang akan merangsang
munculnya akar-akar dari ruas batang. Pembalikan dilakukan bersamaan dengan
penyiangan tanaman atau dengan melihat kondisi pertanaman setiap 2 - 3 minggu
sekali. Pengendalian hama penyakit tanaman ubi jalar dilakukan dengan teknis
budidaya salah satunya melakukan pembumbunan untuk mengurangi serangan
hama boleng (Cylas formicarius) pada umbi. Pengendalian ulat penggerek batang
dan daun dilakukan dengan penyemprotan pestisida berbahan aktif difenokonasol
dan fipronil pada 5 MST atau ketika serangan sudah melewati ambang ekonomi.

Pengamatan
Pengamatan peubah vegetatif dilakukan terhadap 5 tanaman contoh pada
tiap satuan percobaan. Peubah yang diamati adalah :
1. Jumlah daun dihitung pada 5 MST ( minggu setelah tanam) sampai 12 MST
yaitu jumlah helaian daun yang masih aktif (warna daun hijau)
2. Jumlah cabang dihitung pada 5 MST sampai 12 MST yaitu banyaknya cabang
yang tumbuh dari setiap batang utama.
3. Panjang batang utama diukur pada 5 MST sampai 12 MST, yaitu panjang
batang utama mulai dari permukaan tanah sampai ujung batang.
Pengamatan peubah produksi dilakukan pada saat 8 MST, 12 MST, dan 16
MST. Pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil tiga tanaman secara
acak dari setiap satuan percobaan di luar tanaman sampel untuk pertumbuhan
vegetatif. Pengambilan sampel untuk produksi per tanaman ini dilakukan dengan
cara membongkar tanaman untuk melihat jumlah umbi, diameter umbi, panjang
umbi, bobot brangkasan dan bobot umbi. Peubah diamati pada tiga tanaman
contoh yang meliputi :
11

1. Diameter umbi per tanaman, diukur menggunakan jangka sorong pada tiga titik
berbeda yaitu ¼ panjang umbi, ½ panjang umbi, dan ¾ panjang umbi
kemudian dirata-rata. Umbi yang terbentuk merupakan modifikasi akar sebagai
tempat penyimpanan karbohidrat hasil fotosintesis dengan ditandai mulai
membesarnya bagian akar. Kriteria umbi yang diamati memiliki diameter
modifikasi akar rata-rata diatas 0.3 cm.
2. Jumlah umbi per tanaman, dihitung dari umbi yang sudah terbentuk pada
masing-masing tanaman contoh.
3. Panjang umbi per tanaman, diukur dengan menggunakan penggaris mulai
pangkal sampai ujung umbi yang sudah membesar
4. Bobot umbi total per tanaman, diperoleh dari rata-rata bobot umbi tiga tanaman
contoh.
5. Bobot kering umbi total per tanaman, diperoleh dari perhitungan sebagai
berikut :
Bobot Kering umbi total

Bobot kering sampel umbi diperoleh dari hasil oven bobot basah sampel umbi
selama tiga hari dengan suhu 60oC.
6. Bobot kering brangkasan total, diperoleh dari hasil perhitungan bobot basah
brangkasan yang di oven selama tiga hari dengan suhu 60oC.
Bobot Kering Brangkasan

= per tanaman

Bobot brangkasan basah diperoleh dari rata-rata bobot brangkasan tiga tanaman
sampel. Brangkasan merupakan bagian tanaman yang berada di atas permukaan
tanah

Pengamatan Saat Panen


Pengamatan panen dilakukan dengan melihat peubah produksi pada luasan
3 x 1 meter guludan yang meliputi:
1. Bobot umbi total, diperoleh dari rata-rata tiga pengambilan sampel masing-
masing sampel seluas 1 m2.
12

2. Bobot umbi sehat, adalah bobot umbi dari bobot umbi total yang tidak terserang
boleng, jamur, atau busuk umbi.
3. Bobot umbi terserang hama penyakit, yaitu bobot umbi dari bobot umbi total
yang umbinya membusuk karena terserang penyakit busuk umbi, boleng,
ataupun jamur.
4. Bobot umbi afkir dengan kriteria bobot umbi < 100 gr dan bobot umbi yang
dapat dipasarkan dengan kriteria berat umbi ≥ 100 gr serta tidak terserang
hama penyakit umbi. Bobot umbi afkir dan bobot umbi yang dipasarkan
dihitung dari bobot umbi sehat yang masuk kriteria bobot yang sudah
ditentukan di atas.
13

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Desember 2009 sampai dengan
April 2010 di Carang Pulang Bubulak, Desa Cikarawang, Dramaga Bogor dengan
ketinggian 300 m dpl. Curah hujan rata-rata 258.2 mm/bulan dengan kelembaban
udara rata-rata 85 % (Lampiran 3). Menurut Juanda dan Bambang (2002) curah
hujan yang baik untuk tanaman ubi jalar ialah 750 - 1500 mm/tahun. Rubatzky
dan Yamaguci (1998) menambahkan kelembaban yang sesuai untuk tanaman ubi
jalar adalah 50-60 % dan temperatur antara 21o – 27oC serta pH tanah 6.0 – 7.5.
Kondisi lahan sebelum penanaman menunjukkan bahwa tanah termasuk
pH agak masam (pH = 6.3) (Eviati dan Sulaeman, 2009). Tekstur tanah
mengandung pasir 6.04 %, debu 27.91%, dan liat 66.04 %. Lahan percobaan yang
digunakan mempunyai bahan organik rendah (C-organik) 1.70 %, kandungan N
total rendah (0.17 %), kandungan P sedang yaitu 11.5 ppm, dan kandungan K
tinggi yaitu 163.8 ppm (Lampiran 4). Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa
pH, kandungan unsur P, dan unsur K sudah sesuai untuk pertumbuhan ubi jalar.
Hal tersebut dapat dilihat dari nilai unsur P yang sedang dan unsur K yang tinggi.
Pertumbuhan ubi jalar cukup baik hingga satu bulan setelah tanam. Hal
ini ditunjukkan oleh pertumbuhan ubi jalar yang seragam. Penanaman ubi jalar
berada pada bulan yang cukup tinggi intensitas curah hujannya yaitu 260.2
mm/bulan sehingga diperlukan adanya pengawasan lebih mengenai drainase lahan
agar tanaman dapat tumbuh lebih baik. Selain itu perlu pembalikan tanaman setiap
dua kali seminggu agar akar dari buku-buku pada cabang tidak berkembang.
Gulma yang terdapat di petak percobaan umumnya adalah rumput-
rumputan (Setaria picata dan Axonopus compressus) dan beberapa gulma berdaun
lebar (Ageratum conyzoides dan Phylantus niruri). Penyiangan gulma dilakukan
rutin secara manual. Penyiangan intensif dilakukan terutama menjelang aplikasi
pemupukan kedua dan awal pertumbuhan tanaman ubi jalar. Penyiangan gulma
setelah umur lebih dari satu bulan tidak terlalu rutin karena tajuk dari ubi jalar
sudah menutupi areal pertanaman, sehingga gulma yang tumbuh lebih sedikit.
14

Hama yang menyerang tanaman ubi jalar adalah belalang (Oxya japonica),
ulat penggerek daun, dan ulat penggerek batang. Pada awal pertanaman serangan
hama tidak terlalu merugikan karena populasinya sedikit. Serangan ulat pengerek
daun menyebabkan daun berlubang dan rontok, sedangkan serangan ulat
penggerek batang menyebabkan batang ubi jalar patah. Saat umur 5 MST dan 8
MST serangan ulat penggerek daun dan batang mulai bertambah, untuk
mengantisipasi kerugian dilakukan penyemprotan pestisida berbahan aktif
difenokonasol dan fipronil dengan konsentrasi 0.5 ml/liter dan 1 ml/liter.
Hama lain yang dijumpai menjelang panen atau umur 14 MST ialah hama
Cylas formicarius. Hama ini merupakan hama utama ubi jalar yang
mengakibatkan umbi membusuk dan rasanya pahit. Pengendalian hama ini ketika
populasinya masih sedikit dilakukan dengan menyemprotkan insektisida sistemik
namun ketika sudah menyebar luas dan umur tanaman ubi jalar sudah mendekati
panen dilakukan panen lebih awal untuk mengantisipasi kerugian yang lebih
besar.

Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam


Perlakuan pemberian pupuk KCl kedua dan jerami tidak memberikan
pengaruh yang nyata terhadap panjang batang utama ubi jalar dari umur 5 MST
sampai 12 MST, jumlah daun umur 5 – 10 MST, dan jumlah cabang umur 5 – 10
MST, namun jumlah cabang berbeda nyata saat umur 11 MST (Tabel 2). Selain
itu pemberian pupuk KCL dan jerami juga tidak memberikan pengaruh yang nyata
terhadap peubah produksi diameter umbi, panjang umbi, jumlah umbi, bobot umbi
pertanaman. Untuk peubah produksi bobot brangkasan pemberian KCl kedua
menujukan berbeda nyata hanya pada umur 8 MST. Perlakuan pemberian pupuk
KCl kedua dan jerami tidak memberikan pengaruh nyata pada peubah panen per
meter persegi dan petak percobaan seperti bobot total umbi, bobot umbi yang
terserang penyakit, bobot umbi sehat, bobot umbi afkir, dan bobot umbi dapat
dipasarkan. Pada komponen panen petak percobaan, bobot umbi terserang
penyakit, interaksi antara KCl kedua dan jerami memberikan pengaruh yang nyata
(Tabel 2).
15

Tabel 2. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Pemberian Pupuk KCl dan


Jerami terhadap Pertumbuhan dan Produksi Ubi Jalar

Peubah KCl Jerami KCl*Jerami


Panjang batang utama
5 MST tn tn tn
6 MST tn tn tn
7 MST tn tn tn
8 MST tn tn tn
9 MST tn tn tn
10 MST tn tn tn
11 MST tn tn tn
12 MST tn tn tn
Jumlah daun
5 MST tn tn tn
6 MST tn tn tn
7 MST tn tn tn
8 MST tn tn tn
9 MST tn tn tn
10 MST tn tn tn
Jumlah cabang
5 MST tn tn tn
6 MST tn tn tn
7 MST tn tn tn
8 MST tn tn tn
9 MST tn tn tn
10 MST tn tn tn
11 MST tn * *
12 MST tn tn tn
Jumlah umbi
8 MST tn tn tn
12 MST tn tn tn
Panen (16 MST) tn tn tn
Diameter umbi
8 MST tn tn tn
12 MST tn tn tn
Panen (16 MST) tn tn tn
Panjang umbi
8 MST tn tn tn
12 MST tn tn tn
Panen (16 MST) tn tn tn
Bobot umbi per tanaman
8 MST tn tn tn
12 MST tn tn tn
Panen (16 MST) tn tn tn
16

Tabel 2. Rekapitulasi Sidik Ragam Beberapa Peubah Pertumbuhan dan


Produksi Ubi Jalar (Lanjutan)

Peubah KCl Jerami KCl*Jerami


Bobot umbi kering per tanaman
8 MST tn tn tn
12 MST tn tn tn
Panen (16 MST) tn tn tn
Bobot brangkasan basah per tanaman
8 MST * tn tn
12 MST tn tn tn
Panen (16 MST) tn tn tn
Bobot brangkasan kering per
tanaman
8 MST tn tn tn
12 MST tn tn tn
Panen (16 MST) tn tn tn
Komponen Panen (per m2)
- Bobot umbi total tn tn tn
- Bobot umbi terserang penyakit tn tn tn
- Bobot umbi sehat tn tn tn
- Bobot umbi afkir tn tn tn
- Bobot umbi dipasarkan tn tn tn
Komponen Panen (per 13 m2)
- Bobot umbi total tn tn tn
- Bobot umbi terserang penyakit tn tn **
- Bobot umbi sehat tn tn tn
- Bobot umbi afkir tn tn tn
- Bobot umbi dipasarkan tn tn tn

Keterangan : tn : tidak beda nyata


* : beda nyata pada taraf 5 %
** : beda nyata pada taraf 1 %

Pertumbuhan Ubi Jalar (Ipomoea batatas)


Pertumbuhan ubi jalar yang dilihat dari peubah panjang batang utama, jumlah
cabang, dan jumlah daun tidak dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan
pemupukan KCl kedua dan perlakuan pemberian jerami. Hal tersebut dapat dilihat
dari Tabel 2.

Panjang Batang Utama


Pemberian pupuk KCl kedua dalam penelitian ini ternyata tidak mampu
meningkatkan pertumbuhan panjang batang utama. Pemberian pupuk KCl kedua
terhadap tanaman ubi jalar memang tidak berpengaruh nyata pada hampir semua
17

pertumbuhan vegetatif ubi jalar. Ismunadji et al. (1976) menyatakan bahwa unsur
K lebih banyak digunakan untuk pembentukan organ penyimpanan terutama
pembetukan umbi dibandingkan pembentukan organ vegetatif.
Dengan demikian hasil analisis tanah awal pada Lampiran 4 menunjukkan
bahwa kandungan unsur K tinggi dan P sedang diduga sudah mencukupi dan
tambahan K melalui pemberian pupuk KCl kedua dan jerami tetap tidak
memberikan pengaruh yang nyata terhadap panjang batang utama. Rata-rata
panjang batang utama 12 MST adalah 205.21 cm dengan pertumbuhan panjang
batang utama seperti disampaikan pada grafik Gambar 1.

250
200
150
100
50
0
5 6 7 8 9 10 11 12
MST

Gambar 1. Pertumbuhan Panjang Batang Utama Ubi Jalar Klon


Ayamurashake

Respon perlakuan pemberian jerami (J1) pada pertumbuhan panjang


batang utama menunjukkan rata-rata pertumbuhan panjang batang utama yang
relatif lebih tinggi dari pada tanpa jerami (J0) mulai umur 5 sampai 12 MST,
meskipun dari uji F tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Tabel 3
memperlihatkan pada umur 12 MST panjang batang utama dengan perlakuan
jerami sebesar 209.85 cm dan tanpa jerami sebesar 200.57 cm. Hal tersebut sesuai
dengan penelitian Widodo (1987) yang menyatakan pembenaman jerami secara
langsung tidak memiliki pengaruh yang nyata terhadap panjang batang utama ubi
jalar. Hal tersebut disebabkan jerami yang dibenamkan belum terdekomposisi
secara sempurna karena baru berumur 6 - 7 minggu, sehingga jerami belum
mampu menyediakan tambahan unsur maupun bahan organik ke dalam tanah.
Menurut Makarim, Sumarno dan Suyanto (2007) jerami dapat terdekomposisi
alami secara sempurna setelah berumur 3 - 4 bulan setelah panen padi.
18

Tabel 3. Panjang Batang Utama Ubi Jalar pada Perlakuan Pupuk KCl Kedua
dan Jerami

Perlakuan 5 6 7 8 9 10 11 12
MST MST
MST MST MST MST MST MST
Pupuk K -------------- cm ---------
K0 129.88 157.25 177.85 183.22 186.37 192.80 202.92 205.20
K1 125.93 153.98 175.93 180.18 185.73 190.97 200.37 205.22
Jerami
J0 123.07 150.88 172.68 177.73 181.20 186.37 198.10 200.57
J1 132.75 160.35 181.10 185.67 190.90 197.40 205.18 209.85
Rata-rata 127.91 155.61 176.89 181.70 186.05 191.88 201.64 205.21
Keterangan : K0 = Tanpa pemupukan KCl kedua
K1 = Pemupukan KCl kedua
J0 = Tanpa pemberian Jerami
J1 = Pemberian Jerami

Pertumbuhan panjang batang utama dengan pemberian jerami


menunjukkan rata-rata pertumbuhan yang relatif lebih tinggi dari pada tanpa
jerami (Gambar 2). Hal tersebut diduga karena penambahan jerami dapat
menambah unsur N dalam tanah sehingga pertumbuhan panjang batang utama
yang diberi jerami dapat menunjukkan pengaruh positif meskipun menunjukkan
hasil yang tidak berbeda nyata. Kandungan unsur N dalam jerami dapat dilihat
pada Lampiran 5. Selain itu, pemberian jerami akan mengakibatkan perbaikan
struktur tanah karena jerami dapat berfungsi sebagai bahan organik tanah,
sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik bila dibandingkan tanpa jerami
(Atmojo, 2003).

250

200
Batang Utama

150
(cm)

Tanpa Jerami
100 Jerami

50

0
5 6 7 8 9 10 11 12

MST

Gambar 2. Panjang Batang Utama Ubi Jalar dengan Jerami dan Tanpa
Jerami.
19

Jumlah Daun
Pertumbuhan jumlah daun merupakan salah satu tolok ukur untuk
pertumbuhan vegetatif. Daun merupakan organ untuk proses fotosintesis tanaman.
Hasil fotosintesis tanaman yang berupa fotosintat dapat dimanfaatkan tanaman
untuk berkembang. Perlakuan pemberian pupuk KCl kedua dan perlakuan
pemberian jerami serta interaksi keduanya tidak menunjukkan pengaruh yang
nyata terhadap jumlah daun yang dihasilkan oleh tanaman (Tabel 4).
Lingkungan yang mempunyai perubahan ekstrim dengan curah hujan yang
tinggi serta kelembaban yang tinggi pada bulan-bulan penanaman mengakibatkan
banyaknya daun-daun membusuk. Cuaca yang tidak dapat diprediksi juga
meningkatkan intensitas serangan penyakit seperti busuk batang dan timbulnya
jamur. Untuk mengatasinya pada saat curah hujan yang tinggi dilakukan
pembalikan tanaman setiap hari yang bertujuan untuk mengurangi kelembaban
tanaman.

Tabel 4. Jumlah Daun Ubi Jalar pada Perlakuan Pupuk KCl Kedua dan
Jerami

Perlakuan 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST 9 MST 10 MST


Pupuk K -------------- daun ---------
K0 78.03 100.87 106.20 110.67 115.17 127.33
K1 76.67 102.83 108.10 110.97 115.97 124.40
Jerami
J0 75.53 102.73 108.23 111.53 116.93 125.27
J1 79.17 100.97 106.07 110.10 114.20 126.47
Rata-rata 77.35 101.85 107.15 110.81 115.56 125.87

Hasil analisis tanah awal (Lampiran 4) menunjukkan kandungan unsur N


sangat rendah meskipun sudah mendapatkan tambahan pupuk dasar urea sebesar
50 kg/ha atau setara dengan 22.5 kg N/ha. Akan tetapi penambahan tersebut
belum mampu menyediakan jumlah unsur N yang mencukupi karena sebagian
unsur N mudah tercuci oleh air hujan yang relatif tinggi curah hujannya. Hal
tersebut diduga menyebabkan pertumbuhan vegetatif antara perlakuan tidak
berbeda nyata sampai 10 MST dengan rata-rata 125.87 daun. (Tabel 4). Unsur N
sangat diperlukan untuk komponen penyusun senyawa esensial bagi tanaman.
Senyawa esensial ini dapat berbentuk molekul protein yang digunakan untuk
20

pertumbuhan dan pembentukan organ-organ pertumbuhan tanaman. Selain itu,


unsur N terkandung dalam klorofil, hormon sitokinin, dan auksin. Secara tidak
langsung ketika tanaman kekurangan unsur N maka dapat menghambat proses
pertumbuhan vegetatif tanaman terutama pembentukan daun (Lakitan, 2007).

Jumlah Cabang
Pemberian pupuk KCl kedua tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap
pertumbuhan cabang. Tabel 5 memperlihatkan bahwa mulai umur 5 MST sampai
12 MST baik yang diberikan pupuk KCl kedua (K1) dan tanpa pupuk KCl kedua
(K0) memiliki rata-rata jumlah cabang yang hampir sama. Jumlah cabang
menunjukkan peningkatan dengan pertumbuhan umur tanaman. Sampai dengan
12 MST rata-rata jumlah cabang adalah 12.51 (Tabel 5).

Tabel 5. Jumlah Cabang Ubi Jalar pada Perlakuan Pupuk KCl Kedua dan
Jerami

Perlakuan 5 6 7 8 9 10 11 12
MST MST MST MST MST MST MST MST
Pupuk K -------------- cabang ---------
K0 6.27 7.30 7.63 8.67 9.83 10.63 12.20 12.43
K1 6.40 7.73 8.17 8.63 9.40 10.30 11.60 12.60
Jerami
J0 6.27 7.67 7.93 8.70 9.67 10.47 11.47 b 12.23
J1 6.40 7.37 7.87 8.60 9.57 10.47 12.33 a 12.80
Rata-rata 6.33 7.51 7.90 8.65 9.62 10.47 11.90 12.51
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama
menunjukkan berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5 %

Pertumbuhan cabang dengan perlakuan jerami secara umum juga tidak


berbeda dengan pemberian pupuk KCl kedua. Pertumbuhan cabang saat umur 5
MST sampai 12 MST menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antara
tanaman yang diberikan jerami (J1) maupun tanpa diberikan jerami (J0) kecuali
pada umur 11 MST (Tabel 5). Hal tersebut diduga pada perlakuan pemberian
jerami umur 11 MST menghasilkan jumlah cabang lebih banyak dibandingkan
tanpa pemberian jerami.
Pupuk KCl kedua dan pemberian jerami tidak memberikan pengaruh nyata
terhadap jumlah cabang karena diduga kandungan unsur N dalam tanah yang
rendah. Hal ini dapat diketahui dari hasil analisis tanah awal percobaan dan
21

setelah percobaan menunjukkan kandungan unsur N sangat rendah (Lampiran 4


dan Lampiran 6). Rendahnya unsur N mengakibatkan proses pembentukan organ
vegetatif akan terganggu (Lakitan, 2007). Selain itu, pemberian pupuk dasar N
yang sama yaitu Urea sebanyak 50 kg/ha pada semua petak percobaan (K1, K0, J1
dan J0) diduga dapat memberikan respon yang sama terhadap pertumbuhan
vegetatif tanaman ubi jalar. Pertumbuhan vegetatif yang relatif sama secara tidak
langsung akan mengakibatkan hasil umbi atau produksi umbi tanaman ubi jalar
memberikan respon yang relatif sama.

Produksi per Tanaman Ubi Jalar


Peubah produksi per tanaman merupakan salah satu pengamatan yang
dilakukan untuk melihat potensi hasil tanaman ubi jalar. Pengamatan ini
dilakukan pada tanaman ubi jalar umur 8 MST, 12 MST, dan panen (16 MST).
Produksi ubi jalar umumnya berhubungan juga terhadap pertumbuhan vegetatif
tanaman. Hal tersebut disebabkan organ vegetatif khususnya daun berperan
sebagai penyedia fotosintat yang akan ditranslokasikan ke organ penyimpanan
(umbi).

Jumlah Umbi, Diameter Umbi dan Panjang Umbi per tanaman


Jumlah umbi, diameter umbi, dan panjang umbi dari setiap tanaman tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata baik pada perlakuan pemberian pupuk KCl
kedua maupun pemberian jerami serta interaksi keduanya. Hal ini diduga karena
tanaman masih berumur relatif muda sehingga perkembangan jumlah umbi belum
maksimal. Selain itu, jerami yang dibenamkan belum terdekomposisi secara
sempurna karena baru berumur 6 – 7 minggu, sehingga jerami belum mampu
menyediakan tambahan unsur hara kalium maupun bahan organik untuk
pembentukan dan pembesaran umbi. Menurut Makarim, Sumarno dan Suyanto
(2007) jerami dapat terdekomposisi alami secara sempurna setelah berumur 3 – 4
bulan setelah panen padi.
Tanaman ubi jalar dapat dipanen untuk hasil secara umum pada umur 16 -
17 MST sedangkan pengamatan ubi jalar pada umur 8 – 16 MST digunakan untuk
melihat proses pertumbuhan tanaman ubi jalar. Pupuk KCl kedua (K1) dan
22

pemberian jerami tidak memperlihatkan pengaruh nyata. Rata-rata umbi tanaman


ubi jalar yang berumur16 MST adalah 2.42 umbi (Tabel 6).

Tabel 6. Jumlah Umbi per Tanaman pada Perlakuan Pupuk KCl Kedua dan
Jerami

16 MST
Perlakuan 8 MST 12 MST
(Panen)
Pupuk K -------------- buah ---------------
K0 2.23 2.07 2.23
K1 2.10 2.48 2.61
Jerami
J0 2.38 2.33 2.40
J1 1.95 2.21 2.45
Rata-rata 2.17 2.27 2.42

Hal tersebut diduga karena tanah sebelum ubi jalar ditanam sudah
memiliki kandungan unsur K yang cukup untuk pertumbuhan ubi jalar (Lampiran
4). Selain itu, semua petak percobaan diberikan pupuk dasar KCl sebanyak 60
kg/ha sebelum tanam dan SP-18 sebanyak 150 kg/ha. Ignatief dan Page (1958)
menyatakan bahwa pemupukan fosfor lebih meningkatkan jumlah dan bobot umbi
per tanaman. Sarwono (2007) menambahkan unsur K sangat membantu
pembentukan umbi.
Semakin banyak unsur K yang digunakan akan memacu fotosintesis yang
pada akhirnya akan meningkatkan pembesaran umbi melalui penyimpanan
karbohidrat. Hal tersebut juga tercermin dari jumlah umbi yang terbentuk saat
umur 16 MST pada perlakuan pemberian jerami dan pemupukan KCl kedua yang
lebih tinggi meskipun tidak berbeda nyata (Tabel 6).
Hasil dari rekapitulasi sidik ragam (Tabel 2) menunjukkan bahwa
perlakuan pemupukan KCl kedua, perlakuan pemberian jerami, dan interaksi
keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap diameter umbi per tanaman. Sampai
umur 16 MST rata-rata diameter umbi mencapai 5.23 cm (Tabel 7). Hal ini diduga
karena tanaman yang diambil relatif masih muda dan belum mengarahkan hasil
fotosintesisnya untuk pembesaran umbi pada umur 8 - 12 MST. Menurut
Wargiono (1980) pertumbuhan umbi optimal pada tanaman umur 2 - 3 minggu
sebelum panen atau berumur 13 - 14 MST. Dengan demikian umbi yang diamati
pada umur 8 MST dan 12 MST cenderung masih relatif kecil dan tidak berbeda
23

antar perlakuan, sedangkan pada umur 16 MST dengan pemberian jerami


menghasilkan diameter umbi relatif lebih baik yaitu 5.55 cm (Tabel 7).

Tabel 7. Diameter Umbi per Tanaman pada Perlakuan Pupuk KCl Kedua
dan Jerami

16 MST
Perlakuan 8 MST 12 MST
(Panen)
Pupuk K -------------- cm ---------------
K0 0.99 3.71 5.47
K1 1.17 3.51 5.00
Jerami
J0 1.17 3.48 4.91
J1 0.98 3.75 5.55
Rata-rata 1.08 3.61 5.23

Pemberian jerami akan mengakibatkan perbaikan struktur tanah karena


jerami dapat berfungsi sebagai bahan organik tanah, sehingga tanaman dapat
tumbuh dengan baik bila dibandingkan tanpa jerami (Atmojo, 2003). Perbaikan
struktur tanah dengan bertambahnya bahan organik diduga sebagai penyebab
pertumbuhan diameter umbi yang diberi jerami lebih baik pada umur 12 MST dan
16 MST apabila dibandingkan tanpa pemberian jerami meskipun tidak berbeda
nyata (Tabel 7).
Panjang umbi diukur dari daerah umbi yang mulai aktif membesar. Hal
tersebut karena umbi merupakan modifikasi dari organ akar tumbuhan. Perlakuan
pemupukan KCl kedua dan pemberian jerami diperoleh hasil bahwa perlakuan
tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap panjang umbi. Hasil
tersebut sama dengan pengaruh interaksi atara pemupukan KCl kedua dengan
pemberian jerami yang tidak berbeda nyata.
Rata-rata panjang umbi sampai 16 MST mencapai 10.52 cm (Tabel 8).
Menurut Junaedi (2005) panjang umbi berkorelasi positif dengan diameter umbi.
Dengan demikian perubahan panjang umbi akan berpengaruh positif terhadap
perubahan diameter umbi. Hal ini tercermin saat umur 16 MST antara perlakuan
pemupukan KCl kedua dan tanpa pemupukan KCl kedua terdapat perbedaan
panjang umbi dan diameter umbi (Tabel 7 dan Tabel 8), sehingga pengaruh
pemupukan KCl kedua tidak terlalu menimbulkan pengaruh pada panjang umbi
24

karena diduga ketersediaan unsur K dalam tanah antara K0 dan K1 sudah


mencukupi.
Tabel 8. Panjang Umbi per Tanaman pada Perlakuan Pupuk KCl Kedua dan
Jerami

16 MST
Perlakuan 8 MST 12 MST
(Panen)
Pupuk K -------------- cm ---------------
K0 8.53 10.33 11.08
K1 8.60 9.47 9.97
Jerami
J0 9.03 9.13 10.28
J1 8.10 10.67 10.77
Rata-rata 8.56 9.90 10.52

Bobot Brangkasan per Tanaman


Bobot brangkasan basah diukur dengan menimbang bagian tanaman yang
berada di atas permukaan tanah. Bobot basah ini selanjutnya digunakan untuk
penghitungan bobot kering brangkasan. Menurut Sumarno (1985) brangkasan ubi
jalar merupakan seluruh bagian tanaman selain yang bernilai ekonomi (umbi)
yang berada di atas tanah yang terdiri atas batang dan daun.
Pemberian pupuk KCl kedua dan pemberian jerami serta interaksi
keduanya tidak menunjukkan perbedaan nyata pada bobot brangkasan per
tanaman. Pemupukan KCl kedua hanya berpengaruh nyata pada bobot basah
brangkasan per tanaman pada umur 8 MST. Rata-rata bobot brangkasan basah
sampai umur 16 MST adalah 308.36 g dan rata-rata bobot brangkasan kering
sampai 16 MST adalah 36.77 g (Tabel 9 dan Tabel 10) .
Terdapat kecenderungan bobot brangkasan K0 lebih tinggi dari K1 pada
semua umur pengamatan (Tabel 9). Bobot brangkasan secara umum dipengaruhi
oleh pertumbuhan vegetatif. Menurut Hanafiah (2007) pupuk K lebih berperan
sebagai katalisator atau pegaturan mekanisme fotosintesis, dan translokasi
karbohidrat, sehingga peran K lebih terarah pada penyimpanan karbohidrat bila
dibandingkan penyusun konstituen organ-organ vegetatif tanaman. Hal tersebut
diduga sebagai penyebab perlakuan K0 mempunyai bobot brangkasan yang lebih
tinggi dibandingkan perlakuan K1 meskipun tidak berbeda nyata. Pemberian
pupuk K yang lebih banyak memicu proses pengendapan karbohidrat di sel-sel
25

vegetatif tanaman sehingga sel-sel tersebut menebal dari pada sel-sel meristem
tersebut berkembang menjadi organ vegetatif (Leiwakabessy et al., 2003).

Tabel 9. Bobot Brangkasan Basah per Tanaman pada Perlakuan Pupuk KCl
Kedua dan Jerami

16 MST
Perlakuan 8 MST 12 MST
(Panen)
Pupuk K -------------- gram ---------------
K0 313.70 a 413.47 350.65
b
K1 252.10 311.12 266.08
Jerami
J0 280.90 305.52 260.72
J1 284.90 419.07 356.02
Rata-rata 282.90 362.29 308.36
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama
menunjukkan berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5 %.

Data analisis setelah percobaan pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa


kandungan unsur K total dalam tanah sangat tinggi yaitu mencapai 154.2 ppm
atau setara dengan 308.4 kg K/ha, sedangkan jumlah unsur K yang dibutuhkan
tanaman ubi jalar satu siklus hanya 60 - 90 kg/ha. Menurut Tisdale dan Nelson
(1965) tanaman dapat mengalami gejala pemupukan K yang berlebihan (Luxury
Consumtion of Potassium), yaitu keadaan ketika tanaman akan terus menerus
menyerap hara secara berlebihan dan tidak berdampak pada peningkatan hasil.

400
Bobot Basah, Bobot Kering

350
300
250
(gram)

200
Bobot Basah (BB)
150 Bobot Kering (BK)
100
50
0
8 12 16
MST

Gambar 3. Bobot Basah dan Kering Brangkasan Ubi Jalar

Perubahan bobot basah dan kering brangkasan menurun pada umur 16


MST bila dibandingkan 12 MST (Gambar 3). Hal ini dipengaruhi umur tanaman
ubi jalar yang sudah mulai memfokuskan pada translokasi karbohidrat ke organ
26

penyimpanan yaitu umbi. Wargiono (1980) menyebutkan bahwa tanaman ubi jalar
mulai pengisian umbi secara sempurna saat umur 2 – 4 minggu sebelum panen.
Hal tersebut sesuai dengan penurunan bobot brangkasan setelah umur 12 MST
karena panen dilakukan pada umur 16 MST.
Perlakuan jerami tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap bobot
brangkasan basah dan kering. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Widodo
(1987) yang menyatakan bahwa pemberian jerami pada tanaman ubi jalar tidak
memberikan pengaruh berarti pada berat brangkasan ubi jalar karena jerami belum
terdekomposisi secara sempurna, sehingga jerami belum berperan sebagai
penyedia unsur hara tanaman.

Tabel 10. Bobot Brangkasan Kering per Tanaman pada Perlakuan Pupuk
KCl Kedua dan Jerami

16 MST
Perlakuan 8 MST 12 MST
(Panen)
Pupuk K -------------- gram ---------------
K0 34.25 50.67 43.00
K1 29.58 35.61 30.55
Jerami
J0 31.40 36.67 31.35
J1 32.43 49.61 42.20
Rata-rata 31.91 43.14 36.77

Perlakuan pemberian jerami (J1) relatif dapat meningkatkan bobot


brangkasan tanaman bila dibandingkan tanpa pemberian jerami. Umur 16 MST
bobot brangkasan basah yang diberi jerami sebesar 356.02 g dan bobot keringnya
sebesar 42.02 g sedangkan perlakuan tanpa jerami menghasilkan bobot
brangkasan basah sebesar 260.72 g dan bobot keringnya sebesar 31.35 g (Tabel 9
dan Tabel 10). Hal tersebut diduga karena jerami mengandung bahan organik
yang dapat meningkatkan suplai kandungan N tersedia bagi tanaman meskipun
dalam jumlah yang kecil yaitu berkisar 0.41% atau setara 28.7 kg N/7 ton jerami
(Lampiran 5). Penambahan unsur N dari jerami belum mencukupi kebutuhan
tanaman ubi jalar, hal tersebut dapat di lihat dari analisis unsur setelah percobaan
yang masih rendah (Lampiran 6). Perbadingan bobot brangkasan tersebut
disajikan dalam Gambar 4 berikut ini.
27

450

Bobot Basah, Bobot Kering


400
350 tanpa jerami (BK)
300 BB
tanpa jerami (BB)
(gram)
250
200 jerami (BB)
150 jerami (BK)
100
50 BK
0
8 12 16
MST

Gambar 4. Bobot Basah dan Bobot Kering Brangaksan per Tanaman dengan
Jerami dan Tanpa Jerami

Jerami tidak hanya berperan menyediakan tambahan unsur hara makro dan
mikro, jerami juga memiliki peran sebagai bahan organik pembenah struktur/fisik
tanah. Menurut Atmojo (2003) bahan organik tidak hanya berperan dalam
penyediaan hara tanaman saja, namun yang jauh lebih penting adalah perbaikan
sifat fisik, biologi dan sifat kimia tanah lainnya. Keadaan fisik dan struktur tanah
yang baik akan menjamin pertumbuhan akar tanaman dan mampu sebagai tempat
aerasi. Hal tersebut yang diduga menjadi penyebab bobot brangkasan tanaman
yang diberi jerami (J1) relatif lebih tinggi dari pada tanpa pemberian jerami (J0)
(Gambar 4).

Bobot Umbi Total per Tanaman


Bobot umbi per tanaman diperoleh dengan menimbang seluruh umbi yang
dihasilkan tanaman. Tabel 11 memperlihatkan bahwa tidak ada pengaruh yang
nyata dari pemberian pupuk KCl kedua dan pemberian jerami serta interaksinya
terhadap bobot umbi total per tanaman. Hal ini diduga karena kandungan unsur
kalium awal dalam lahan percobaan sudah mencukupi untuk pertumbuhan. Bailey,
Ramakrisna, dan Kirchhof (2009) menjelaskan bahwa tanaman ubi jalar
memerlukan jumlah unsur minimum selama satu siklus rata-rata 130 - 180 kg
K/ha, unsur N sebanyak 80 - 115 kg/ha, dan unsur P sebanyak 15 - 25 Kg/ha.
Berdasarkan analisis tanah awal (Lampiran 4) jumlah unsur N, P, dan K yang
28

tersedia yaitu 0.17 %, 11.5 ppm, dan 163.8 ppm, hal tersebut setara dengan 68 kg
N/ha, 23 kg P/ha, dan 327.6 kg K/ha.
Perhitungan :
a. Unsur N = 0.17 %
Bobot tanah = 2 x 106 kg/ha
= 0.17/100 kg/kg x 2 x 106 kg/ha
= 3.4 x 103 kg N/ha
Dalam tanah N-anorganik hanya terdapat 2 % (Hanafiah, 2005)
2/100 x 3.4 x 103 = 68 kg N/ha
b. Unsur P = 11.5 ppm
Bobot tanah = 2 x 106 kg/ha
11.5 ppm = 11.5 mg/kg
= 11.5 mg/kg x 2 x 106 kg/ha
= 23 x 106 mg P/ha = 23 kg P/ha
c. Unsur K = 163.8 ppm
Bobot tanah = 2 x 106 kg/ha
163.8 ppm = 163.8 mg/kg
= 163.8 mg/kg x 2 x 106 kg/ha
= 327.6 x 106 mg K/ha = 327.6 kg K/ha

Semakin banyak unsur K yang terdapat dalam tanah maka semakin banyak
pula unsur K yang akan diserap oleh tanaman. Data analisis tanah awal
menunjukkan kondisi ketersedian unsur N yang tidak mencukupi yaitu sebanyak
68 kg/ha untuk kebutuhan tanaman ubi jalar sampai panen. Hal tersebut
ditunjukkan dari data analisis tanah setelah panen yang turun drastis menjadi 32
kg/ha.
Peningkatan bobot umbi total dapat dilihat mulai dari 8 MST sampai 16
MST (Tabel 11). Namun hal tersebut tidak menunjukkan perbedaan nyata dengan
tanaman yang diberi perlakuan. Bobot umbi total per tanaman sampai umur 16
MST rata-rata 382.63 g. Pemberian KCl kedua pada 16 MST memberikan hasil
yang tidak berbeda nyata dengan tanpa pupuk KCl kedua. Pemberian jerami
relatif memberikan hasil yang lebih baik terhadap bobot umbi yaitu 414.88 g,
apabila dibandingkan dengan tanpa jerami yaitu 350.38 g (Tabel 11).
29

Tabel 11. Rata-rata Bobot Umbi Total per Tanaman pada Perlakuan Pupuk
KCl Kedua dan Jerami

Perlakuan 8 MST 12 MST 16 MST


(Panen)
Pupuk K --------------gram---------------
K0 28.55 166.55 387.35
K1 26.53 164.92 377.92
Jerami
J0 25.80 141.90 350.38
J1 29.28 189.57 414.88
Rata-rata 27.54 165.73 382.63

Hal ini diduga karena pemberian jerami dapat menambah unsur N, P, dan
K (Lampiran 5) pada tanaman sehingga terjadi keseimbangan antara unsur N dan
K dalam tanah. Keseimbangan unsur makro dapat menyebabkan penyerapan
unsur makro tersebut lebih optimal sehingga pertumbuhan umbi lebih maksimal
(Junaedi, 2005). Tsuno (1972) menambahkan bahwa pemupukan kalium
mempunyai interaksi dengan pemupukan nitrogen pada ubi jalar. Pemberian salah
satu unsur yang berlebihan dapat menghambat kinerja unsur lainnya.
Pertumbuhan bobot umbi per tanaman berbeda dengan bobot brangkasan.
Rata-rata bobot umbi total per tanaman semakin meningkat dari umur 8 MST
sampai 16 MST. Hal tersebut karena tanaman pada umur 16 MST sudah masuk
fase pembesaran umbi. Hal ini berbanding terbalik dengan bobot brangkasan
tanaman yang menurun pada umur 16 MST (Gambar 5). Hal tersebut sesuai
dengan Rubatzky dan Yamaguci (1998) yang menyatakan pertumbuhan tajuk
berkorelasi negatif dengan hasil umbi.

500
Bobot Umbi, Bobot

400
Brangkasan

300
(gram)

Bobot Umbi per Tanaman


200
Bobot Basah Brangkasan
100

0
8 12 16
MST

Gambar 5. Pertumbuhan Bobot Basah Brangkasan dan Bobot Umbi Total


30

Bobot kering umbi dapat digunakan sebagai salah satu kriteria yang
menentukan kualitas umbi. Selain itu, bobot umbi kering dapat digunakan sebagai
indikator efisiensi translokasi fotosintat saat fase produksi. Perlakuan pemupukan
KCl kedua dan perlakuan pemberian jerami serta interakasi keduanya tidak
menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap bobot umbi kering.
Bobot kering umbi per tanaman pada umur 16 MST (Tabel 12) yang
dipupuk KCl kedua (K1) tidak berbeda nyata dengan tanpa dipupuk KCl kedua
(K0). Pemberian jerami (J1) memberikan hasil bobot kering umbi per tanaman
yang relatif baik yaitu 100.42 g dibandingkan dengan tanpa jerami (J0) yaitu
90.68 g (Tabel 12). Pemberian jerami mampu menyediakan tambahan unsur
makro seperti N dan K, sehingga terjadi keseimbangan antara unsur makro
tersebut meskipun tidak terlalu besar (Atmojo, 2003). Pemberian jerami juga
mengakibatkan jumlah nitrat dalam tanah akan bertambah meskipun sedikit. Hal
ini akan mengakibatkan penyerapan unsur makro baik N, P, dan K oleh tanaman
lebih efektif (Hanafiah, 2007). Menurut Junaedi (2005) produksi ubi jalar dapat
meningkat jika nilai rata-rata konsentrasi nitrat dan nilai rata-rata jumlah kalium
tajuk terendah. Nielson and Donald (1978) menambahkan bahwa penambahan
pupuk N pada tanah akan meningkatkan serapan N-total serta meningkatkan
serapan P-total dan K-total.

Tabel 12. Bobot Umbi Kering per Tanaman pada Perlakuan Pupuk KCl
Kedua dan Jerami

Perlakuan 8 MST 12 MST 16 MST


(Panen)
Pupuk K -------------- gram ---------------
K0 7.91 50.28 97.97
K1 7.01 44.68 93.13
Jerami
J0 6.98 40.68 90.68
J1 7.95 54.28 100.42
Rata-rata 7.46 47.48 95.55

Produksi Ubi Jalar


Produksi panen per meter digunakan untuk perhitungan panen luasan
tertentu. Hasil panen tanaman ubi jalar dapat dilihat dari total umbi yang
31

dihasilkan dari tanaman. Umbi merupakan hasil modifikasi akar sebagai tempat
penyimpanan hasil fotosintat. Jumlah populasi per meter rata-rata mencapai empat
tanaman. Tabel 13 memperlihatkan bahwa perlakuan pemupukan KCl kedua dan
perlakuan pemberian jerami serta interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh
yang nyata terhadap hasil panen. Hal ini disebabkan jumlah kandungan unsur K
yang berfungsi dalam translokasi fotosintat tanaman ubi jalar sudah tersedia
cukup untuk pertumbuhan dan perkembangan umbi. Hasil penelitian ini sesuai
hasil penelitian Widodo (1987) bahwa pembenaman jerami kedalam guludan
tanaman ubi jalar ternyata belum mampu untuk meningkatkan hasil ubi jalar.

Tabel 13. Produksi Umbi pada Perlakuan Pupuk KCl Kedua dan Jerami

Bobot Umbi
Perlakuan Dapat Afkir
Sehat Berpenyakit Total (<100g)
Dipasarkan
Pupuk K -------------- gram/meter ---------------
K0 1 411.6 178.4 1 596.0 809.3 731.0
K1 1 427.7 147.2 1 574.9 696.6 602.3
Jerami
J0 1 344.7 144.7 1 495.3 631.8 712.8
J1 1 494.6 181.0 1 675.6 874.1 620.4
Rata-rata 1419.6 162.8 1585.5 752.9 666.6

Penyerapan unsur kalium yang berlebihan oleh tanaman tidak


mengakibatkan terjadinya peningkatan hasil tanaman. Menurut Tisdale dan
Nelson (1965) tanaman dapat mengalami gejala pemupukan K yang berlebihan
(Luxury Consumtion of Potassium), yaitu keadaan ketika tanaman akan terus
menerus menyerap hara secara berlebihan dan tidak berdampak pada peningkatan
hasil. Kondisi tersebut ditambah dengan kondisi curah hujan yang tinggi pada
bulan-bulan menjelang panen. Curah hujan pada bulan Maret menjelang panen
sebesar 387.5 mm (Lampiran 3). Menurut Juanda dan Bambang (2002) curah
hujan yang baik untuk tanaman ubi jalar ialah 750 - 1500 mm/tahun dengan
sebaran paling banyak pada awal pertanaman. Wargiono (1980) menambahkan
bahwa pengisian umbi akan lebih sempurna bila 2 - 3 minggu sebelum panen
cuaca kering dan jika sebaliknya maka hasil fotosintat yang disimpan dalam umbi
berkurang. Hal tersebut disebabkan curah hujan yang tinggi saat pengisian umbi
32

akan memicu pertumbuhan vegetatif sehingga fotosintat yang dihasilkan


digunakan untuk pembentukan organ vegetatif dari pada ditranslokasikan ke organ
penyimpanan.
Bobot umbi afkir atau umbi berukuran kecil (<100 g) paling banyak
dihasilkan dari tanaman tanpa pemupukan KCl kedua (K0) sebanyak 731 g dan
paling sedikit diperoleh dari perlakuan dengan pemupukan KCl kedua (K1)
sebanyak 602.3 g (Tabel 13). Hal tersebut diduga tanaman ubi jalar perlakuan
tanpa pemupukan kedua (K0) tidak mendapatkan kebutuhan unsur K tersedia
yang mencukupi sehingga bobot umbi pada perlakuan K0 berkurang. Unsur K
digunakan tanaman untuk pembentukan, penguraian, dan translokasi pati dalam
tanaman. Menurut Tisdale dan Nelson (1965) kalium berperan aktif dalam
kegiatan-kegiatan fiologis terutama dalam metabolisme karbohidrat.
Bobot umbi berpenyakit dengan pemberian pupuk KCl kedua (K1) lebih
sedikit yaitu 147.2 g dari tanaman tanpa pemupukan KCl kedua (K0) sebesar
178.4 g meskipun tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (Tabel 13). Hal
tersebut menunjukkan unsur K berperan untuk meningkatkan mutu hasil. Rinsema
(1983) menjelaskan bahwa kalium mempunyai fungsi memperbaiki pertumbuhan
tanaman, meningkatkan ketahanan terhadap penyakit dan memperbaiki mutu
hasil.

Tabel 14. Bobot Umbi* per Hektar Perlakuan Pupuk KCl Kedua dan Jerami

Bobot Umbi
Perlakuan
Sehat Total Dapat Dipasarkan
Pupuk K ---------------- kg/ha ------------------
K0 14 116 15 960 8 093
K1 14 277 15 749 6 966
Jerami
J0 13 447 14 953 6 318
J1 14 946 16 756 8 741
Rata-rata 14 196 15 855 7 529
Keterangan : *) Hasil konversi dari bobot produksi/ 1 m2 menjadi 10 000 m2

Hasil panen total dengan dan tanpa pemupukan KCl kedua tidak berbeda
nyata rata-rata 1 585.5 g atau 15 855 kg/ha (Tabel 13 dan Tabel 14). Sebaliknya
bobot umbi total panen dengan pemberian jerami (J1) memberikan hasil relatif
33

lebih baik yaitu 1 675.6 g atau 16 756 kg/ha apabila dibandingkan dengan tanpa
jerami (J0) yaitu 1 495.3 g atau 14 953 kg/ha (Tabel 13 dan Tabel 14). Bobot
total umbi dengan menggunakan jerami ternyata relatif lebih tinggi bila
dibandingkan dengan yang lain. Meskipun tidak berbeda nyata pembenaman
jerami dapat meningkatkan kandungan unsur N, selain itu juga meningkatkan
kandungan bahan organik tanah yang mampu memperbaiki sifat fisik tanah.
Menurut Widodo (1987) kehilangan unsur hara tanah baik itu N maupun K pada
tanaman yang tidak diberi jerami lebih tinggi dibanding dengan pembenaman
jerami. Hal inilah yang diduga mengakibatkan penggunaan unsur K pada
perlakuan pemberian jerami lebih efektif dan berdampak pada peningkatan hasil.
Menurut Sutanto (2002) keuntungan dari pembenaman jerami tidak hanya
meningkatkan K tanah tetapi juga meningkatkan penyerapan unsur hara oleh
tanaman. Perlakuan pemupukan KCl kedua dan pemberian jerami tidak
menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap total bobot umbi yang dipasarkan.
Perlakuan dengan pemberian jerami (J1) relatif lebih besar yaitu 874.1 g atau
8 741 kg/ha apabila dibandingkan perlakuan yang lain (Tabel 13 dan Tabel 14).
Menurut Widodo (1987) pembentukan dan pembesaran umbi sangat diperlukan
ketersediaan unsur hara terutama kalium yang cukup. Pemberian jerami diduga
mampu menambahkan unsur hara K sebesar 9.8 kg/ha yang dapat dimanfaatkan
oleh tanaman sehingga jumlah umbi yang dipasarkan lebih besar. Selain itu,
jerami diduga mampu memperbaiki struktur tanah sehingga menyebabkan
pertumbuhan umbi relatif lebih baik.
Hal tersebut berbanding terbalik dengan panen per guludan. Meskipun
tidak berbeda nyata hasil bobot total yang relatif baik justru diperlihatkan oleh
tanpa pemupukan KCl kedua dan tanpa pemberian jerami (Tabel 15).
Bobot umbi sehat paling banyak diperoleh tanpa pupuk KCl kedua
sebanyak 9 429 g. Bobot umbi sehat paling banyak diperoleh tanpa pupuk KCl
kedua sebanyak 5 750.3 g. Sedangkan bobot umbi afkir paling banyak ditunjukkan
oleh perlakuan tanpa pemberian jerami sebanyak 4 244.2 g (Tabel 15). Hal ini
diduga karena perbedaan jumlah populasi tanaman yang ada dalam guludan,
karena ada beberapa tanaman dalam guludan yang mati akibat terserang penyakit.
34

Dengan demikian peubah panen per guludan dinilai kurang mencerminkan


perlakuan.

Tabel 15. Bobot Umbi per Guludan* pada Perlakuan Pupuk KCl Kedua dan
Jerami

Bobot Umbi
Perlakuan Dapat Afkir
Sehat Berpenyakit Total
Dipasarkan (<100g)
Pupuk K ----------------- gram/13 m2 ---------------
K0 9 429.4 1 728.0 11 211.5 5 750.3 3 679.1
K1 8 294.3 1 713.3 10 007.7 4 291.8 4 002.5
Jerami
J0 8 891.1 1 823.8 10 714.9 4 646.9 4 244.2
J1 8 832.7 1 671.6 10 504.3 5 395.3 3 437.4
Rata-rata 8 861.8 1 747.7 10 609.6 5 021.1 3 840.8
Keterangan : *) Panjang guludan = 13 m

Interaksi pemupukan KCl kedua dan pemberian jerami memberikan


pengaruh nyata terhadap daya tahan terhadap penyakit yang menyerang umbi.
Interaksi pemupukan KCl kedua dan tanpa jerami (K1J0) serta interaksi
pemberian jerami tanpa pupuk KCl menunjukkan jumlah umbi yang terserang
penyakit lebih sedikit yaitu sebanyak 1 307.2 g dan 1 223.8 g. Sedangkan jumlah
umbi yang terserang penyakit lebih banyak pada perlakuan pupuk KCl kedua dan
tanpa jerami (K0J0) sebanyak 2 340.3 g (Tabel 16). Winarto et al. (1994)
menyatakan bahwa kalium berpengaruh dalam pertumbuhan dan reproduksi
tanaman, mempertinggi daya tahan akan kekeringan dan penyakit serta membantu
perkembangan akar.
Menurut Atmojo (2003), jerami sebagai bahan organik dapat memperbaiki
struktur fisik, biologis, dan kimiawi tanah. Hal tersebut diduga karena struktur
tanah menjadi lebih optimum baik dalam hal aerasi tanah, pertumbuhan
mikroorganisme yang menguntungkan tanaman ubi jalar, sehingga umbi menjadi
lebih tahan terhadap penyakit. Selain itu, jerami juga mengandung unsur mikro Si,
S, Ca dan Mg yang berfungsi untuk meningkatkan daya tahan tanaman ubi jalar
terhadap serangan penyakit. Menurut Makarim, Sumarno, dan Suyanto (2007),
jerami mengandung unsur mikro (Si, S, Ca dan Mg) yang dapat meningkatkan
35

daya tahan tanaman terhadap penyakit dan meningkatkan perkembangan mikroba


tanah sehingga pertumbuhan tanaman dan umbi menjadi lebih baik.

Tabel 16. Pengaruh Interaksi Pupuk KCl dengan Jerami terhadap Umbi
Terserang Penyakit per Guludan Berdasarkan Bobot Total Umbi

Jerami
Perlakuan J0 J1
g % g %
Pupuk KCl
K0 2 340.3a 22.06 1 223.8b 11.53
K1 1 307.2b 12.30 2 119.4ab 19.98

Keterangan: - Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata
menurut uji DMRT pada taraf 1 %
- Persen (%) penyakit terhadap bobot total umbi pada produksi umbi per
guludan

Interaksi K0J1 dan K1J0 sama-sama memiliki persentase yang kecil yaitu
11.53 % dan 12.30 %, sedangkan paling besar terdapat pada interaksi tanpa
pemupukan KCl kedua dan tanpa pemberian jerami (K0J0) sebesar 22.06 %
(Tabel 16). Hal ini menunjukkan ketika ada penambahan pupuk KCl kedua atau
pemberian jerami nyata menurunkan bobot umbi yang terserang penyakit.
36

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pemupukan KCl kedua dengan dosis 100 kg/ha tidak dapat meningkatkan
pertumbuhan dan produksi ubi jalar karena kandungan K dalam tanah sudah
cukup tinggi. Pemberian jerami dengan dosis 7 000 kg/ha tidak mampu
meningkatkan pertumbuhan dan produksi ubi jalar secara nyata, karena belum
terdekomposisi selama pembentukan dan pembesaran umbi.
Pemberian jerami pada tanaman yang tidak dipupuk KCl kedua nyata
dapat menurunkan bobot umbi yang terserang penyakit. Pemberian pupuk KCl
kedua nyata menurunkan bobot umbi yang terserang penyakit.

Saran

Pertanaman ubi jalar bekas padi sawah di Desa Cikarawang tidak perlu
dilakukan pemberian jerami sebagai sumber kalium, tetapi tetap diperlukan
sebagai sumber bahan organik tanah dan perbaikan struktur tanah.
37

DAFTAR PUSTAKA

Abas, M.Y.P.P.R. 2006. Pengaruh Klon dan Dosis Pupuk terhadap Pertumbuhan
dan Produksi Ubi jalar. Skripsi. Program Studi Agronomi, Fakultas
Pertanian Institut Pertanian Bogor. 60 hal.

Agbede, T. M. 2010. Tillage and fertilizer effects on some soil properties, leaf
nutrients concentrations , growth, and sweet potato yield on an Alfisol in
Southwestern Nigeria. Soil and Tillage Research. 110:25-32.

Agustina, L. 2004. Dasar Nutrisi Tanaman. PT Renika Cipta. Jakarta. 81 hal.

Amarasiri, S.L. and K. Wickremasinge. 1977. Use of rice straw as a fertilizer


material. Trop. Agric. 133 : 39 – 49.

Atmojo, S. W. 2003. Peranan Bahan Organik terhadap Kesuburan Tanah dan


Upaya Pengelolaannya. Sebelas Maret University Press. Surakarta. 36 hal.

Badan Pusat Statistik. 2009. Data Tahun 2009 Angka Ramalan III.
[www.bps.go.id][akses 25 Desember 2009].

Bailey, J.S, Ramakrisna A., dan Kirchhof G. 2009. An Evaluation of nutritional


constrains on sweet potato (Ipomoea batatas) production in Central
Highlands of Papua New Guinea. Plan Soil. 316:97-105.

Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian [Balitkabi]. 2005.


Laporan Tahunan 2005. Malang.

Dwidjoseputro, D. 1986. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia. Jakarta. 232


hal.

Edmond, J.B. and Sefick, H.J. 1938. A Description of certain nutrient deficiency
symptoms of Porto Rico sweetpotato Proc. Amer Soc. Hort Sci. 36 : 544 –
549.

Eviati dan Sulaeman. 2009. Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk.
Balai Penelitian Tanah. Bogor.

Hall, R. 2008. Soil Essential. Australia. Landlinks Press. 182p.

Hanafiah, K. A. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. PT. Raja Grafindo Persada.


Jakarta. 358 hal.

Ismail, B. 2002. Pengaruh Dosis Pemupukan Kalium terhadap Produksi Dua


Varietas Ubi jalar. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor. 22 hal.
38

Ignatief, V and H.J. Page. 1958. Efficient Use of Fertilizer. FAO. Rome.

Jacob, A. and H.V. Uexkull. 1960. Fertilizer Use. Nutrition and Manuaring of
Tropical Crops. Verlagsgesellschaft fur Ackerbau mbH. Hannover. 491p.

Juanda, D.J.S. dan B. Cahyono. 2002. Ubi jalar : Budidaya dan Analisis Usaha
Tani. Kanisius. Yogyakarta. 92 hal.

Junaedi, E. 2005. Pengaruh Pupuk N-P-K terhadap Status Nitrat dan Kalium
Tajuk serta Pertumbuhan dan Produksi Ubi jalar (Ipomoea batatas).
Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. 55 hal.

Lakitan, B. 2007. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. PT Raja Grafindo Persada.


Jakarta. 206 hal.

Leiwakbessy, F.M., Wahjudin, U.M., dan Suwarno. 2003. Kesuburan Tanah.


Jurusan Tanah Fakultas Pertanian IPB. Bogor.124 hal.

Lingga, P. 2007. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta. 165 hal.

Makarim, A.K., Sumarno, dan Suyamto.2007. Jerami Padi:Pengelolaan dan


Pemanfaatan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Balai
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. 61 hal.

Marsono dan P. Sigit. 2002. Pupuk Akar : Jenis dan Aplikasi. Penebar Swadaya.
Jakarta. 96 hal.

Nielson, D. R. and J. C. Mac Donald. 1978. Soil-plant-nitrogen relationships.


nitrogen in the environment. Vol 2. Department of Land and Water
Resources. University of California. Davis. California.

O’Sullivan J. N., C.J. Asher and F.P.C. Blamey.1997. Nutrient Disorders of Sweet
Potato. Australian Centre for International Agricultural Research
Monograph No 48. Canberra. 136p.

Priangani, H.A. 2007. Pengaruh Klon dan Sumber Pupuk terhadap Pertumbuhan
dan Produksi Ubi jalar (Ipomoea batatas L. Lam). Skripsi. Program Studi
Agronomi, Fakultas Pertanian,Institut Pertanian Bogor. Bogor. 56 hal.

Purwono dan Heni P. 2008. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul. Penebar
Swadaya. Jakarta. 144 hal.

Rinsema. 1983. Pupuk dan Cara Pemupukan. Bhatara Karya Aksara. Jakarta.

Rubatzky, V.E dan M. Yamaguci. 1998. Sayuran Dunia I Prinsip Produksi dan
Gizi. Edisi Kedua. Terjemahan : Catur Herison ITB, Bandung. 313 hal.
39

Rukmana , R. 1997. Ubi jalar : Budidaya dan Pascapanen. Kanisius. Yogyakarta.

Sarwono, B. 2005. Ubi jalar : Cara Budidaya yang Tepat, Efisien, dan Ekonomis.
Penebar Swadaya. Jakarta. 85 hal.

Steinbauer, C.B. and L.J. Kushman. 1971. Sweetpotato Culture and Disease.
Agric. Res. Service. USDA. Washington. 74 p.

Sumarno. 1985. Pengaruh Dosis dan Waktu Pemberian Pupuk Urea pada Tanah
Aluvial dan Mediteran terhadap Pertumbuhan dan Produksi Ubi jalar
Varietas Lokal Grompol dan Unggul Daya. Univ. Brawijaya. Malang.74
hal.

Suparman. 2006. Bercocok Tanam Ubi jalar. Ganeca. Jakarta. 43 hal.

Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik : Pemasyarakatan dan


Pengembangannya. Kanisius. Yogyakarta. 219 hal.

Tisdale, S.I. and Nelson, W.L. 1965. Soil Fertility and Fertilizer. The Mac Millan
C., New York. 430p.

Tsuno, Y. 1972. Sweet Potato. Nutrient and Cultivation. International Potash


Institude. Berne.

Wardhana, W. 2010. Penagruh Waktu Tanam Terhadap Pertumbuhan Dan


Ptoduksi Pada Sistem Tanam Tumpangsari Ubi jalar dan Jagung Manis.
Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor. 61 hal.

Wargiono, J. 1980. Ubi jalar dan Cara Bercocok Tanamnya. Buletin Teknik. No 5.
Lembaga Pusat Penelitian Bogor. 37 hal.

Widodo,Y. 1987. Pengaruh pembenaman jerami dan saat pengguludan terhadap


pertumbuhan dan hasil ubi jalar. Penelitian Palawija. 2(1) : 26-32.

Widodo, Y, B. Guritno and Sumarno. 1993. Technology Development for Root


Crops Production in Indonesia. Brawijaya University. Malang.

Winarto, A., Yudi W., Sri S.A., Hanudji P., dan Sumarsono. 1994. Risalah
Seminar Penerapan Teknologi Produksi dan Pasca Panen Ubi jalar
Mendukung Agroindustri. Balai Penelitian Tanaman Pangan. Malang.
No.3.
40

LAMPIRAN
41

Lampiran 1. Deskripsi Ubi Jalar Klon Ayamurashake

Asal Persilangan “Kyushu-109” dan “Satsumahikari”


Tipe tanaman Semi kompak
Diameter buku ruas Sedang
Panjang buku ruas Pendek
Warna dominan sulur Hijau muda sampai hijau
Bentuk kerangka daun Berbentuk hati sampai cuping
Kedalaman cuping daun Tepi daun berlekuk sedang
Jumlah cuping daun Berjumlah satu sampai tiga
Bentuk cuping pusat Elips
Ukuran daun dewasa Sedang
Warna daun dewasa Hijau
Warna daun muda Hijau
Panjang tangkai daun Pendek
Bentuk umbi Elips membulat
Warna kulit umbi Ungu
Warna daging umbi Ungu
Rasa umbi Enak
Potensi hasil 20 ton/ha
Sumber : Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian
42

Lampiran 2. Denah Letak Penelitian

Ulangan 1

K1J1 K1J0 K0J0 K0J1

Ulangan 2

K0J1 K0J0 K1J0 K1J1

Ulangan 3

K0J0 K0J1 K1J1 K1J0

Keterangan:
K0J0 = Tanpa pemupukan KCl kedua dan tanpa pemberian jerami
K1J0 = Pemupukan KCl kedua tanpa pemberian jerami
K0J1 = Tanpa pemupukan KCl kedua tetapi diberikan jerami
K1J1 = Pemupukan KCl kedua dan pemberian jerami
43

Lampiran 3. Data Curah Hujan dan Kelembaban Wilayah Dramaga

Bulan Curah hujan (mm)* Kelembaban (%)*


Desember 260.2 88
Januari 235.0 88
Februari 475.0 88
Maret 387.5 86
Sumber :*) Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Dramaga Bogor Tahun
2010

Lampiran 4. Data Analisis Tanah awal

Unsur Kandungan* Keterangan**


N 0.17 (%) Rendah
K 163.8 (ppm) Tinggi
P 11.5 (ppm) Sedang
pH 6.30 Agak masam cenderung netral
C-org 1.71 (%) Rendah
Pasir 4.78 – 6.48 (%) -
Debu 24.10 – 32.38 (%) -
Liat 62.84 – 69.42 (%) -
C/N 10.05 Sedang
Sumber : *) Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan Fakultas
Pertanian IPB Tahun 2010
**) Eviati dan Sulaeman (2009)

Lampiran 5. Data Analisis Jerami Terhadap contoh kering 105oC

Unsur Kandungan*
N 0.41 %
K 0.14 %
P 0.06 %
Sumber : *) Laboratorium Tanah Balai Penelitian Tanah Departemen Pertanian Tahun
2010.
44

Lampiran 6. Data Analisis Tanah Setelah Penelitian

Unsur Kandungan* Keterangan**


N 0.08 (%) Sangat rendah
K 154.2 (ppm) Tinggi
P 15.9 (ppm) Sangat tinggi
pH 5.4 Agak masam
C-org 0.79 (%) Sangat rendah
C/N 9.75 Sedang
Sumber : *) Laboratorium Tanah Balai Penelitian Tanah Departemen Pertanian Tahun
2010
**) Eviati dan Sulaeman (2009)
45

Lampiran 7. Pertumbuhan Ubi jalar

Umur 1 BSA perlakuan K0J0 Umur 1 BSA perlakuan K1J0

Umur 1 BSA perlakuan K0J1 Umur 1 BSA perlakuan K1J1

Umur 3 BSA perlakuan K0J0 Umur 3 BSA perlakuan K1J0

Umur 3 BSA perlakuan K0J1 Umur 3 BSA perlakuan K1J1


46

Lampiran 8. Pembalikan dan Pemberian Jerami

Pemberian Jerami Penutupan Jerami

Sebelum pembalikan Sesudah pembalikan

Lampiran 9. Panen Ubi jalar

Umbi sebelum panen Penimbangan umbi yang dipasarkan


47

Lampiran 9. Panen Ubi jalar (Lanjutan)

Umbi dari masing-masing perlakuan Umbi terkena Hama boleng

Umbi Panen Perlakuan K0J0 Umbi Panen Perlakuan K1J0

Umbi Panen Perlakuan K0J1 Umbi Panen Perlakuan K1J1

You might also like