This document analyzes Erving Goffman's concept of dramaturgy in analyzing the patterns of use of public space cafes by university students in Surakarta, Indonesia. It aims to 1) map public cafe spaces in Surakarta, 2) understand the patterns of cafe use as public spaces by university students, and 3) examine how students construct front stage and back stage realities in cafes related to dramaturgical theory. The study uses qualitative methods including observation and interviews of 4 student informants. Cafes in Surakarta are grouped into 3 areas: East Solo, Central Solo, and West Solo. Patterns of cafe use by students include socializing, spending quality time with friends, academics, leisure,
This document analyzes Erving Goffman's concept of dramaturgy in analyzing the patterns of use of public space cafes by university students in Surakarta, Indonesia. It aims to 1) map public cafe spaces in Surakarta, 2) understand the patterns of cafe use as public spaces by university students, and 3) examine how students construct front stage and back stage realities in cafes related to dramaturgical theory. The study uses qualitative methods including observation and interviews of 4 student informants. Cafes in Surakarta are grouped into 3 areas: East Solo, Central Solo, and West Solo. Patterns of cafe use by students include socializing, spending quality time with friends, academics, leisure,
This document analyzes Erving Goffman's concept of dramaturgy in analyzing the patterns of use of public space cafes by university students in Surakarta, Indonesia. It aims to 1) map public cafe spaces in Surakarta, 2) understand the patterns of cafe use as public spaces by university students, and 3) examine how students construct front stage and back stage realities in cafes related to dramaturgical theory. The study uses qualitative methods including observation and interviews of 4 student informants. Cafes in Surakarta are grouped into 3 areas: East Solo, Central Solo, and West Solo. Patterns of cafe use by students include socializing, spending quality time with friends, academics, leisure,
ANALISIS KONSEP DRAMATURGI ERVING GOFFMAN DALAM POLA
PENGGUNAAN RUANG PUBLIK KAFE OLEH MAHASISWA DI KOTA
SURAKARTA
Oleh:
METTA RAHMA MELATI
K8412049
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2016 ABSTRACT
ERVING *2))0$1¶6 '5$0$785*< CONCEPT ANALYSIS OF
PATTERNS OF USE OF PUBLIC SPACE CAFE BY STUDENTS UNIVERSITY IN THE CITY OF SURAKARTA. Metta Rahma Melati. K8412049. Thesis. Faculty of Teacher Training and Education. Sebelas Maret Surakarta University. June 2016. The purpose of this study is to 1. Knowing mapping public spaces cafe in the city of Surakarta. 2. Knowing the pattern of use of cafe as public space by the student university in the city of Surakarta. 3. Knowing how the construction of the front stage and back stage reality of students university in cafe as public space usage patterns in Surakarta related dramaturgical theory. This study was a qualitative research. Conducted by taking a sample of four students university as informants. The collection of data to look at cafe as public space mapping in the city of Surakarta using observation methods. To determine the pattern of use of cafe as public space by the student university in Surakarta using interviews. Furthermore, to determine how the construction of the front stage and back stage reality of students in cafe as public space usage patterns in Surakarta related dramaturgical theory using interviews anyway. Mapping cafe in Surakarta according to researchers grouped into three sections: the Eastern Solo, Solo Central Part and SoloWest Part. The usage patterns cafe by students university in the know as follows, personal interests such as courtship, quality time with friends, academics, leisure and work interests. For the construction of the front stage and back stage reality students can be as follows, informants construct himself to impress others. However the reality, they used certain strategies to build an impression, such as setting aside money and seek additional income by working as a freelance.
Keywords: cafe, students, and, dramaturgy.
ABSTRAK
ANALISIS KONSEP DRAMATURGI ERVING GOFFMAN DALAM
POLA PENGGUNAAN RUANG PUBLIK KAFE OLEH MAHASISWA DI KOTA SURAKARTA. Metta Rahma Melati. K8412049. Skripsi. Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Juni 2016 Tujuan penelitian ini adalah untuk 1. Mengetahui pemetaan ruang publik kafe di kota Surakarta. 2. Mengetahui pola penggunaan ruang publik kafe oleh mahasiswa di kota Surakarta. 3. Mengetahui bagaimana konstruksi front stage dan realitas back stage mahasiswa dalam pola penggunaan ruang publik kafe di Kota Surakarta terkait teori dramaturgi. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Dilaksanakan dengan mengambil sampel sejumlah empat mahasiswa sebagai informan. Pengumpulan data untuk melihat pemetaan ruang publik kafe di kota Surakarta menggunakan metode observasi. Untuk mengetahui pola penggunaan ruang publik kafe oleh mahasiswa di kota Surakarta menggunakan metode wawancara. Selanjutnya untuk mengetahui bagaimana konstruksi front stage dan realitas back stage mahasiswa dalam pola penggunaan ruang publik kafe di Kota Surakarta terkait teori dramaturgi menggunakan metode wawancara pula. Pemetaan kafe di Kota Surakarta menurut dikelompokkan peneliti menjadi tiga bagian yaitu Solo Bagian Timur, Solo Bagian Tengah, dan Solo Bagian Barat. Pola penggunaan kafe oleh mahasiswa di ketahui sebagai berikut, kepentingan pribadi seperti pacaran, kualitas waktu dengan teman ± teman, akdemik, waktu luang, dan kepentingan pekerjaan. Untuk konstruksi front stage dan realitas back stage mahasiswa di dapat sebagai berikut, informan mengkonstruksi dirinya agar orang lain terkesan. Namun realiatasnya mereka menggunakan strategi tertentu untuk membangun kesan tersebut, seperti menyisihkan uang dan mencari tambahan pendapatan dengan bekerja secara freelance. Kata kunci : Kafe, mahasiswa, dan, dramaturgi. I. PENDAHULUAN hadir di kota Solo saja, melainkan telah meluas ke wilayah sekitarnya yaitu Kota Solo mengalami Solo Baru Kabupaten Sukoharjo. perubahan yang pesat sebagai akibat Seperti hadirnya Hartono Mall pada dari adanya proses globalisasi dan tahun 2012 dan The Park Mall pada kapitalisme yang telah melanda di tahun 2013. Mall ± Mall yang tersebar berbagai penjuru dunia. Globalisasi dan di wilayah kota Solo tersebut kapitalisme telah membawa sisi positif menyediakan beragam pilihan ruang pada kemajuan, perkembangan, dan publik. Beragam ruang publik tersebut perubahan yang ada di Kota Solo. seperti departement store ( matahari Perubahan tersebut terjadi pada aspek dan metro ), bioskop (cineplex, 21, dan fisik maupun sosial budayanya. Dari XXI, supermarket ( Carrefour dan segi fisik, kota Solo mengalami Hypermart ), foodcourt (terdiri dari perubahan yang sangat signifikan beberapa stand brand tempat makan), ditandai dengan berdirinya ruang ± kafe ( Mokko Donut and Coffee, ruang publik. Selain itu juga 6WDUVEXFNV -¶&R 0\ .RSL-O dan GLRSHUDVLRQDONDQ PDOO ³6ROR *UDQG Excelso), restoran cepat saji (KFC, Mall´ \DQJ EHUORNDVL GL MDQWXQJ NRWD Pizza Hut, CFC dan AW) dan lainnya. Solo yaitu Jalan Slamet Riyadi sejak 4 Desember 2004 sebagai pusat Keberadaan ruang publik perbelanjaan terbesar masa itu. tersebut disambut baik oleh kaum Hadirnya Solo Square pada tahun 2006 muda. Hadirnya kaum muda di Solo sebagai pusat perbelanjaan kedua tidak dapat dipungkiri karena kota ini membuat ruang ± ruang publik di kota adalah salah satu kota pelajar dengan Solo semakin bertambah. Pada tahun keberadaan beberapa univeristas yaitu 2012 Solo Paragon juga hadir Universitas Sebelas Maret (UNS), memberikan beragam pilihan ruang Universitas Muhammadyah Surakarta ( publik lain. Ruang publik tidak hanya UMS ), Institut Seni Indonesia (ISI Surakarta), IAIN (Institut Agama Islam masing-masing. Pringsewu, Boga-Bogi1, Bandar AA, dan Negeri), Universitas Slamet Riyadi Palm Resto. Tempat makan (UNISRI), Universitas Batik Surakarta kategori rumah makan kelas A tersebut kerap menjadi pilihan (UNIBA), Universitas Tunas instansi pemerintah atau swasta Pembangunan (UTP), Universitas untuk menggelar gathering. (Solopos.com, Tsa, Senin, 21 Surakarta (UNSA) dan akedemi ± Maret 2011 23:46 WIB). akademi seperti ATMI, ATW, AUB, Bisnis kuliner terus AAK, ASMI serta Politeknik. Dengan berkembang di Kota Solo. hadirnya kaum muda tersebut akhirnya Pemain bisnis ini berupaya menghadirkan konsep yang ruang publik pun dihadirkan lebih baru dan berbeda agar bisa dekat, yaitu disekitar kampus. Terbukti bersaing di tengah menggeliatnya sektor ini. di sekitar kampus Universitas Sebelas Seperti salah satu restoran yang Maret. Khususnya ruang publik kafe dikembangkan di Jl Abdul Rahman Saleh No 1, Banjarsari, sebagai reproduksi ruang publik Solo, Social Kitchen. Restoran kafeyang berada di pusat kota. yang memanfaatkan bangunan tua itu menghadirkan berbagai &RQWRKQ\D 'LSOR $UMH¶V .LWFKHQ macam fasilitas, tidak sekadar Kedai Kepo, Kedai Conel, Mr. Juneto, sebagai tempat makan. (Solopos.com, Rabu, 1 Mei Co Pilot. Hal ini sejalan dengan 2013 13:52 WIB). pertumbuhan restaurant dan kafe di Ruang publik memiliki fungsi kota Solo yang sebenarnya telah sebagai sarana debat-debat kritis seperti dimulai sejak tahun 2011 hingga tahun membahas isu ± isu sosial, ekonomi, 2013. dan politik yang sedang terjadi Di kompleks Manahan, ada dimasyarakat. Seperti contohnya, Verveto yang mengusung konsep kafe. Ke arah barat, ada warung ± warung kopi menjadi sarana berbagai tempat makan pilihan, publik Makassar untuk berinteraksi dan menu bebek sampai prasmanan. Terus melangkah ke barat berdiskusi. Diantara beragam dan dengan mudahnya bisa maraknya fenomena warung kopi di ditemukan tempat makan dengan berbagai keunggulan Makassar. Phoenam cukup mendapat tempat bagi warga Makassar. Pertama, terdapat perbedaan dan persamaan pola Phoenam telah hadir sejak tahun 1946 penggunaan tempat ± tempat tersebut di Makassar dan masih betahan hingga ROHK PDKDVLVZD +DQ\D GL 0F 'RQDO¶V kini, bahkan telah membuka cabang di ditemui mahasiswa mengerjakan tugas beberapa tempat di Makassar, Sulawesi kuliah. Hal itu terlihat dari Selatan, termasuk Jakarta. Kedua, perbincangan mereka, laptop, dan Phoenam bersama Mercurius, merintis kertas ± kertas bahan kuliah yang talkshow secara reguler yaitu 2 kali tampak di meja. Ada yang secara sebulan, yang diberi label Obrolan berkelompok dan individual dalam Warkop Phoenam yang membahas isu mengerjakan tugas kuliahnya. ± isu aktual dan lokal seputar Makassar Sedangkan di Yellow Truck Coffee, La secara khusus maupun isu ± isu Moda Del Gelato, dan Kedai Roti nasional secara umum (Andi Faisal, Bakar 543 tidak ditemui. Ketiga tempat Ruang Publik, FIBUI, 2008). tersebut ditemui pola pemanfaatan sejenis oleh mahasiswa. Mahasiswa Namun di Kota Solo ruang- berkunjung ke tempat tersebut ruang publik tidak dimanfaatkan secara melakuan foto bersama, berbincang demikian. Jusrtu maraknya ruang dengan teman-temannya, dan ada pula publik di Kota Solo membawa yang memadu kasih. perubahan sosial budaya bagi mahasiswa dan masyarakatnya. Mereka Dari sekian banyak hadirnya di mulai gemar berkunjung ke tempat- ruang publik, maka ruang publik kafe tempat tersebut dengan berbagai tujuan yang tersebar di kota Surakarta mulai namun diluar masalah diskursif isu ± dimanfaatkan kaum mahasiswa. isu yang berkembang di masyarakat. Berdasarkan hasil pengamatan yang Berdasarkan hasil observasi di Mc tertera di atas, mereka mulai 'RQDO¶V <HOORZ 7UXFN &RIIHH memanfaatkan ruang publik kafe. Lamoda Del Gelato, dan Kedai Roti Dalam pemanfaatan ruang publik kafe Bakar 543 dapat diketahui bahwa tersebut, mahasiswa memiliki tujuan ± tujuan tertentu yang sebenarnya adalah pandang ilmu yang akan digunakan. hal ± hal yang tidak tampak diluar. Dalam (Ritzer, 2012:528-529), Levebre Mereka menggunakan cara tertentu berargumen bahwa ruang dapat ketika berada di kafe untuk mencapai memainkan berbagai peran di dalam tujuan tersebut. dunia sosio-ekonomi. Salah satunya, ruang itu sendiri dapat merupakan suatu Berdasarkan pemaparan komoditas yang sangat luas yang tersebut, penting untuk dikaji fungsi dikonsumsi (misalnya, oleh seorang ruang publik yang telah bergeser dan turis yang sedang mengunjungi perubahan sosial budaya terjadi pada Disneyland). masyarakat khususnya mahasiswa di Kota Surakarta. Mahasiswa mulai Dari makna ruang dari Levebre memanfaatkan ruang ±ruang publik tersebut selaras dengan realitas sosial untuk memenuhi kebutuhan, yang terjadi pada jaman sekarang ini kepentingan, serta mencapai tujuan dimana ruang publik seperti kafe, masing-masing. Hal ini terlihat dari warung kopi, hanya sebatas dikonsumsi perbedaan penggunaan ruang publik untuk pemenuhan selera bukan lagi antara satu tempat dan tempat lainnya. menjadi area debat kritis. Seperti yang dikatakan (Prasetyo, 2012:176), jika Dari hasil data dan pemaparan dulu dalam masa-masa awalnya ruang diatas, maka penulis tertarik untuk publik ditempati oleh pemilik properti melakukan penelitian dengan judul dan produsen ekonomi, sekarang ruang Analisis Konsep Dramaturgi Erving publik diokupasi oleh orang-orang Goffman Dalam Pola Penggunaan yang berpendapatan stabil, suatu Ruang Publik Kafe Oleh Mahasiswa prasyarat yang dibutuhkan untuk di Kota Surakarta. melakukan konsumsi secara stabil. II. KAJIAN PUSTAKA Begitu pula dengan yang Ruang Publik dapat di dikatakan (Hardiman, 2010:190) definisikan dengan berbagai sudut mengatakan bahwa ruang publik yang Seperti Kafe dalam bahasan ini diambil didefinisikan di atas itu dalam sebagai salah satu dari sekian banyak kenyataan sejarahnya runag publik. Dalam konteks dikomersialisasikan, yaitu tunduk pembahasan diatas. Kafe adalah tempat dibawah logika produksi dan konsumsi dimana individu bertemu dan sebagai objek ± objek komoditas dalam berkumpul melakukan aktivitasnya. pasar kapitalis memiliki dasar Namun disini kafe telah dikuasi oleh Grandnarrative-nya dalam buku kapitalisme dan menjadikannya Arendt The Human Condition. komoditas. Sehingga kafe bukan lagi Sutrisno menggambarkan leburnya menjadi ajang masyarakat untuk ruang publik bersama semacam alun ± berkomunikasi secara rasional namun alun keraton akibat adanya nilai ± nilai telah menjadi pemenuhan kebutuhan ekonomi yang lebih modern daripada individual yang berkaitan dengan gaya sekadar sistem barter. Sutrisno pun hidup, kesenangan, dan simbol ± demikian, mengutip dari (Sutrisno, simbol identitas. 2010:282) : Ruang publik kafe untuk Pertama, sejak pemaknaan pemenuhan kebutuhan yang berkaitan ruang bersama digeser dari dengan gaya hidup, kesenangan, dan bingkai nilai kultural dan fungsi temu bersama merayakan simbol ± simbol identitas akan kebersamaan menjadi hanya dianalisis melalu teori dramaturgi berbingkai lapangan tempat panggung pameran dagang Erving Goffman. Dramaturgi adalah dengan kepentingan ekonomis sebuah teori yang dapat dan nilai ekonomi industri menggusurnya menjadi pasar menginterpretasikan kehidupan sehari jual beli. ± hari dari manusia. Manusia ibarat Dari berbagai pengertian di atas memainkan sebuah pertunjukkan di mengenai ruang publik maka diambil panggung. Di dalam panggung itu kesimpulan bahwa makna ruang publik terdiri dari pangung depan dan telah bergeser menjadi komoditas. belakang. Didalam panggung depan terdapat setting dan personal front, menggunakan pendekatan yang selanjutnya dapat dibagi menjadi fenomenologi karena pendekatan ini penampilan (appearence) dan gaya berusaha mendskripsikan makna umum (manner). dari sejumlah individu terhadap berbagai pengalaman hidup terkait Penjelasan pertama adalah konsep atau fenomena. Jadi dengan setting yang menurut (Goffman, menggunakan pendekatan 1972:32) ILUVW WKHUH LV µVHWWLQJ¶ fenomenologi peneliti berusaha makna involving furniture, decor, physical umum fenomena mahasiswa yang layout, and other background items mulai gemar berkunjung ke kafe. which supply the scenery and stage props for the spate of human action Jenis penelitian yang digunakan played out before, within or upon it. adalah penelitian kualitatif. Alasan Pengaturan ini melibatkan hal ± hal peneliti menggunakan penelitian yang berkenaan dengan atribut ± atribut kualitatif karena peneliti ingin yang diperlukan, seperti furniture, menguraikan dan menggambarkan dekorasi, tata letak fisik, dan barang ± perubahan sosial budaya yang terjadi di barang latar belakang lain yang masyarakat sebagai sebuah fenomena, meyediakan alat ± alat untuk membantu yaitu pola penggunnaan ruang publik serentetan untuk individu memainkan kafe oleh mahasiswa di kota Surakarta. tindakannya. Jadi ada sebuah Dalam penelitian ini teknik pengaturan mengenai diri yang sampel nonprobabilitas yang digunakan berkaitan dengan segala atribut yang yaitu purposive sampling. Purposive diatur untuk memenuhi suatu standard Sampling atau bertujuan. Alasan diri yang dikonsepkan. peneltiti menggunakan purposif III. METODE PENELITIAN sampling karena objek penelitiaanya Pendekatan yang digunakan sudah jelas, yaitu mahasiswa yang dalam penelitian ini adalah pendekatan pergi ke kafe. Selain itu, peneliti fenomenologi. Alasan peneliti menggunakan teknik sampling ini karena peneliti ingin meneliti tentang berstruktur ini untuk memperoleh data pola penggunaan ruang publik oleh dari pemetaan ruang publik kafe di kota mahasiwa serta konsep front stage dan Surakarta. back stagenya terhadap pola Dalam penelitian ini, peneliti penggunaan ruang publik tersebut. Jadi menggunakan trianggulasi. maksudnya disini sudah jelas Trianggulasi sumber, Triangulasi tujuaannya sampelnya adalah langsung teknik. Teknik analisis data yang mengarah pada mahasiswa yang sering digunakan adalah menurut Miles dan berkunjung ke kafe. Hubermas dalam (Sugiyono, 2013 : Teknik pengumpulan data yang 247-253), kegiatan analisis terdiri dari digunakan peneliti dalam penelitian ini tiga alur kegiatan yang terjadi secara adalah wawancara terstruktur. bersamaan, yaitu reduksi data, Wawancara terstruktur ini digunakan penyajian data, dan penarikan sebagai teknik pengumpulan data, bila kesimpulan/verifikasi. peneliti atau pengumpul data telah IV. HASIL PENELITIAN mengetahui dengan pasti tentang Penelitian ini menemukan data informasi apa yang akan diperoleh. bahwa pemetaan kafe dikota Solo Observasi tidak berstruktur adalah dipetakan peneliti menjadi tiga bagian. observasi yang tidak dipersiapkan Pertama Bagian Barat, Tengah, dan secara sistematis tentang apa yang akan Timur. Jadi ada persamaan pola diobservasi. Hal ini dilakukan karena penggunaan kafe di ketiga pembagian peneliti tidak tahu secara pasti tentang wilayah. Di masing ± masing wilayah apa yang diamati. Dalam melakukan tedapat kafe yang memiliki pola pengamatan peneliti tidak penggunaan yang sama yaitu pengunjung menggunakan instrumen yang telah membawa laptop disana dan baku, tetapi hanya berupa rambu ± mengerjakan tugas. Di Solo Bagian rambu pengamatan. Peneliti 7LPXU DGD $UMH¶V GDQ /DWWHWXGH, Di Solo menggunakan teknik observasi tak Bagian Tengah ada Yellow Truck Coffee n Tea Co, dan Solo Bagian Barat ada ada semacam kepentingan prestise Mommilk. Lalu di Solo Bagian Tengah untuk menunjukkan kesan yang ada Yellow Truck Coffee n Tea Co. Kafe signifikan terhadap orang lain. Dalam sisanya di ketiga pembagian wilayah pola memenuhi berbagai macan tujuan penggunaannya hampir seragam yaitu tersebut maka ada sejumlah biaya yang untuk mengobrol dan bertemu teman. harus dikeluarkan oleh AP, MF, HZ, Pemetaan kafe di Kota Solo dan LF. Untuk memenuhi itu semua menjadi tiga bagian wilayah Timur, mereka masing ± masing memiliki Tengah, dan Barat serta pemilihan kafe ± strategi dan cara masing ± masing kafe yang diobservasi tidak menjadi untuk mencapai apa yang mereka dasar secara umum. Hal ini dikarenakan inginkan terhadap diri mereka sendiri. kafe ± kafe di Solo masih banyak. Kafe ± Strategi tersebut dengan cara bekerja kafe tersebut dipilih dari tingkat secara freelance dan memanajemen keramaian pengunjung dan letak keuangnnya. wilayahnya dan diambil beberapa sampel V. PEMBAHASAN saja. Kafe Sebagai Panggung dan Diambil dari sampel informan Konstruksi Front Stage atau Bagian diatas, jadi dapat disimpulkan bahwa Depan Dalam Teori Dramaturgi AP, MF, HZ, dan LF memiliki tujuan Erving Goffman. masing ± masing saat pergi ke kafe. Meskipun diantaranya beberapa ada Individu memerlukan suatu yang sama. Tujuan itu adalah untuk wadah dan atribut untuk memainkan kepentingan pribadi seperti pacaran, sebuah peran. (Goffman dalam Poloma, kepentingan kehidupan sosial seperti 2003:232) menyaksikan bahwa bertemu dengan teman ± teman dan individu dapat menyajikan suatu melakukan quality time, untuk pertunjukkan show bagi orang lain. kepentingan akademik seperti Kafe disini dapat dijadikan sebagai mengerjakan tugas dan hal ± hal yang sebuah wadah atau tempat bagaimana berhubungan dengan pekuliahan. Lalu dramaturgi itu terjadi pada mahasiswa. Ketika mahasiswa pergi untuk dapat menimbulkan kesan berkunjung ke kafe maka kafe akan tertentu ketika ia berada di kafe. Hal menjadi panggung untuk memainkan tersebut sejalan dengan apa yang sebuah peran yang ingin di tampilkan. Goffman, 1971: 34 tell if we take the ³,Q D VHQVH DQG LQ VR IDU DV WKLV PDVN term 'setting' to refer to the scenic parts represents the conception we have of expressive equipment, one may take formed of ourselves ± the role we are the term 'personal front' to refer to the striving to live up to ± this mask is our other items of expressive equipment, truer self, the selfwe would like to be. In the items that we most intimately the end, our conceptionof our role identify with the performer himself and becomes second nature and an integral that we naturally expect will follow the part of our pesonality. We come into the performer whereever he goes. Jadi world as individuals, achieve disini MF memakai dan memilah ± character, and become persons (ibid, milah seperangkat peralatan tanda page 250 dalam Goffman, 1971: 30). untuk diambil dan dikenakannya untuk Sejalan dengan pemikiran Goffman mendukung konsep yang diatas bahwa mahasiswa dapat ditampilkannya saat berada di kafe. mengambil peran dan memilih topeng Detailnya MF memilih atribut pakaian yang ia kenakan untuk membentuk untuk menampilkan kesan. Atribut suatu konsep yang akan ia bentuk dan pakaian yang dipakai oleh MF yaitu menyatu dalam dirinya. Peran dan kemeja dan kaos bermerek, topeng ini akan dibentuk pada front mengenakan sling bag, dan sepatu yang stage diri inidividu itu sendiri. Dalam bermerek pula. Penampilan yang membangun front stage ini ada hal ± hal terkesan high tersebut ia kenakan hanya yang berkaitan dengan tanda ± tanda saat ia berada di kafe yang tergolong dan peralatan untuk menunjang menengah ke atas. Selebihnya, berbeda penampilan mereka pada saat berada di saat MF berkunjung ke kafe yang biasa panggung depan. Seperti halnya MF, ia seperti di area kampus UNS, atribut, sangat memikirkan apa yang ia kenakan tanda ± tanda, atau peralatannya ia sesuaikan. Ia mengenakan atribut yang memakai kemeja dan bersepatu ketika biasa seperti halnya memakai pakaian bertemu bosnya di kafe. Informan yang yang biasa, membawa dompet, dan terakhir yaitu AP juga mengadopsi mengenakan alas kaki sandal biasa. pemikiran Goffman mengenai atribut, tanda, dan peralatan untuk Begitu pula dengan HZ, ia juga menimbulkan sebuah kesan. Disini memikirkan apa ± apa yang menempel atribut yang digunakan AP berbeda pada tubuhnya saat ia berada di kafe. dengan ketiga infroman sebelumnya. Perbedaannya dengan MF. HZ lebih AP menggunakan peralatan kartu debet tidak terlalu ribet memilah ± milah apa bank untuk membayari semua teman ± yang akan dikenakannya. HZ lebih temannya saat di kafe. Bisa jadi bagian menyesuaikan pakaiannya yang depan yang dibentuk dengan atribut ± dikenakannya sesuai dengan atribut, peralatan, dan tanda untuk lingkungan pertemanannya. memberikan kesan status sosial tertentu Persamaannya dengan MF adalah HZ yang mereka pilih. Seuai dengan juga mempertimbangkan (Goffman, 1971:34) mengatakan penampilannya sesuai dengan kafe appearance may be taken to refer to yang akan dia kunjungi. Jika HZ berada those stimuli which function at the time di kafe yang menengah atas maka to tell us of the performer's social penampilannya akan mengikuti. Disini statuses. HZ juga memiliki atribut tanda ± tanda yaitu hal yang berkaitan dengan fashion ³IRU LI WKH LQGLYLGXDO¶V DFWLYLW\ LV WR become significant to others, 'he must penampilannya saat ia berada di kafe. mobilize his activity so that it will express during the interaction what he Informan lain yaitu LF, juga wishes to convey. In fact, the performer menggunakan atribut ± atribut, tanda ± may be required not only to express his claimed capacities during the tanda, dan peralatan saat ia berada di interaction but also to do so during a kafe. LF memakai kaos, jaket, celana split second in the interaction *RIIPDQ ´ jeans panjang ketika keluar bersama teman ± temannya. Namun ia akan Sejalan dengan pemikiran menunjukkan status sosialnya dengan Goffman diatas, bahwa hal ± hal yang menggunakan berbagai atribut ± tampak di bagian depan dari keempat atribut, peralatan, dan tanda ± tanda informan itu semuanya memakai yang telah di bahas di atas. Hal ini atribut, peralatan, dan tanda ± tanda terjadi karena ada sebuah idealisasi atau tertentu tertentu untuk membentuk konsep µ,GHDOL]DWion¶ \DQJ PHQXUXW konsep diri yang diinginkannya. Dari (Goffman, 1971 : 46) katakan perhaps informan dapat disimpulkan bahwa the most important piece of sign terdapat persamaan kesan yang ingin equipment associated with social class ditampilkan pada orang lain. Yaitu MF, consists of the status symbols through HZ, dan AP mereka memakai atribut ± which material wealth is expressed. atribut yang telah dijelaskan diatas Jadi dalam sebuah kelompok untuk menimbulkan kesan status sosial masyarakat memiliki idealisasi bahwa yang tinggi di hadapan orang lain. Hal simbol status akan menunjukkan status tersebut terbukti dengan atribut ± sosialnya. Hal ini dikarenakan simbol ± atribut dari segi penampilan yang silmbol status material untuk kelompok menyesuaikan tempat dan peralatan masyarakat akan sangat dihargai. Ini lain yang mendukung seperti kartu sejalan dengan apa yang diungkapan debet. Sering kali untuk menampilkan beberapa informan yaitu MF. MF itu semua kepada bagian depan mengungkapkan bahwa dengan pergi merekan akan membutuhkan biaya ke kafe apalagi untuk kafe yang yang tidak sedikit dan usaha ± usaha menengah atas ia akan rugi jika tidak tertentu untuk mencapainya. Hal menunjukkannya melalui media sosial tersebut dinamakan Goffman dengan Path. Sehingga orang ± orang tahu dan apa yang disebut µ'UDPDWLF akan menimbulkan kesan bahwa MF 5HDOL]DWLRQ¶ adalah mahasiswa yang sering berkunjung ke kafe menengah atas. Hal Konstruksi front stage keempat itu secara otomatis akan menunjukkan informan diatas terlihat ingin status sosialnya kepada orang lain. Untuk menunjukkan status sosialnya Pola Penggunaan Mahasiwa tersebut MF menggunakan peralatan terhadap Ruang Publik Kafe di Kota simbol ± simbol abstrak yang Surakarta Sebagai Konsep Manner ( ditunjukkan melalui media sosial saat ia Gaya ) Dalam Konstruksi Front berada di kafe. Sepaham pula dengan Stage Dramaturgi Erving Goffman. apa yang diungkapkan HZ. Ia Diambil empat sampel mengungkapkan bahwa jika nongkrong mahasiswa sebagai informan terdapat atau istilahnya berkunjung ke kafe perbedaan dan persamaan penggunaan biasa, ia merasa derajatnya dimata ketika mereka berada di kafe. Pertama orang lain akan berbeda jika ia ada AP, ia menggunakan kafe dengan nongkrong atau berkunjung ke kafe tujuan untuk kepentingan pribadi yaitu yang menengah atas. Ia menyimpulkan pacaran, untuk mengahabiskan waktu jika kita pergi ke kafe menengah atas luang, urusan pekerjaan, dan kehidupan akan merasa munafik jika tidak ingin sosial seperti bertemu dengan teman ± dilihat wah oleh orang lain. Selanjutnya teman. MF menggunakan kafe untuk ada AP, secara tersirat juga menganut kepentingan kehidupan sosial yaitu idealisasi bahwa status sosial dapat dengan quality time dan akademik. HZ diraih ketika ia memobilisasinya juga menggunakan kafe untuk dengan berbagai, atribut, atau peralatan kepentingannya yaitu untuk kehidupan sebagai simbol status. Bagaimana sosial quality time dengan teman ± ketika ia sedang mentraktir teman ± temannya dan untuk menaikkan image- temannya dengan sengaja nya di mata orang. Selanjutnya ada LF menggunakan kartu debet agar merasa menggunakan kafe untuk kepentingan ada kepuasan dan kebanggan diri, pribadi seperti pacaran, akademik, semacam ada prestise. Simbol ± simbol kehidupan sosial dengan teman ± seperti itu yang akan menunjukkan temannya, dan untuk urusan pekerjaan. kesan bahwa AP memiliki status sosial yang tinggi di hadapan teman ± Seperti yang dikatakan temannya. *RIIPDQ µIURQW¶ WKDW SDUW RI WKH LQGLYLGXDO¶V SHUIRPDQFH ZKLch sebuah pertunjukkan di panggung regulary function in a general and fixed depan, pada konteks ini adalah kafe. fashion to define the situation for those Dalam pola penggunaan kafe who observe the performance. Depan ini dapat kita kaitkan dengan gaya adalah bagian dari pertunjukkan (manner). Goffman berpendapat bahwa individu yang secara reguler berfungsi sikap individu yang ada di kafe sebagai untuk menunjukkan penampilannya panggung dapat memberikan kesan untuk mendefinisikan situasi untuk bagi orang lain disekitarnya. siapa saja yang mengamati Perbandingan yang dapat diambil dari pertunjukkan tersebut. Jadi dapat Goffman yang menganalogikan sebagai dikatakan bahwa kafe adalah sebuah berikut, (Goffman, 1971:35) tell thus a panggung, khususnya adalah panggung haughty, agressive manner may give depan. Dimana individu dapat the impression that the performer melakukan sebuah pertunjukkan yang expects to be the one who will initiate dapat dilihat orang lain. Individu the verbal interaction and direct its melakukan tindakan ± tindakan yang course. A meek, apologetic manner may menunjang pertunjukkannya. Seperti give the impression that the performer yang dilakukan oleh informan MF, ia expects to follow the lead of others, or melakukan aktivitas seperti mengambil at least that he can be led to do so. foto selfie, mengobrol dengan temannya, dan mendownload jurnal. Dari konsep gaya dan sikap HZ yang bermain kartu Uno, lalu dapat memberikan kesan maka perilaku mengobrol dengan teman ± temannya, penggunaan keempat informan juga mengambil foto bersama. AP yang dapat menyiratkan kesan bagi orang membahas perkerjaan di kafe dan LF lain. Pertama MF menggunakan untuk pun demikian. Tindakan ± tindakan kehidupan sosial yaitu quality time. demikian tentunya akan menimbulkan Quality time yang dilakukan MF adalah kesan bagi orang lain. Jadi segala apa bertemu, berkumpul, bercerita dengan yang dilakukan individu adalah untuk teman ± temannya, dan melakukan pengambilan foto selfie. Perilaku yaitu MF dan LF mengerjakan tugas di semacam ini saat berada di kafe kafe dengan membawa laptopnya. Hal tentunya akan menimbulkan kesan bagi ini akan memunculkan kesan bahwa orang lain. MF menunjukkan ia MF dan LF adalah orang yang intelek. memiliki lingkaran kehidupan sosial di Berikutnya ada persamaan LF dan AP dalam hidupnya. Kesannya, ia memiliki yang menggunakan kafe untuk banyak teman yang setipe yang dapat berpacaran dan membahasa pekerjaan. diajak bersenang ± senang di kafe. Atau Dalam perilaku tersebut maka juga mungkin akan ada kesan bagi orang akan menimbulkan kesan bagi orang lain yang memiliki anggapan berbeda. lain. Kesan tersebut ternyata LF dan AP bukan mahasiswa yang berkategori Begitu pula dengan HZ jomblo dan untuk urusan pekerjaan menggunakan kafe untuk quality time. akan menimbulkan kesan bagi orang Quality time disini bagi HZ adalah lain mungkin mereka adalah orang bertemu dan berkumpul dengan teman yang serius dan sibuk waktunya. Jadi ± temannya. Pertama foto bersama dan perilaku dan sikap yang dilakukan mengunggahnya di media sosial. Tidak seseorang pada saat berada di kafe ada yang memegang handphone saat dapat dikategorikan ke dalam manner bercerita atau main kartu uno. Hal itu atau gaya yang dapat memberikan dilakukan sampai larut malam. Sikap kesan atau makna pada orang lain. dan perilaku yang demikian juga tergolong ke dalam manner yang Realitas Back Stage (Strategi Dalam menimbulkan kesan bagi orang lain. Membangun Konsep Front Stage) Orang lain yang melihat akan Seringkali untuk menimbulkan mengaanggap bahwa HZ juga akan kesan pada bagian depan, individu memberikan kesan bagi orang lain. membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Pola penggunaan lain oleh MF Diperlukan usaha ± usaha tertentu adalah untuk hal akademik, hal itu sama untuk dapat mengkonstruksi bagian dengan LF lakukan. Tujuan akademik depan. Sejalan dengan apa yang di tulis Goffman dalam bukunya The temannya ia harus bekerja dengan Presentation Of Self In Everyday Life menjadi freelancer di sebuah event yaitu we also find that middle-class organizer. Lalu MF juga memiliki housewives sometimes employ²in a strategi tersendiri agar ia bisa secret and surreptitious way²cheap berkunjung ke kafe tiap bulannya substitutes for coffee, ice cream, or dengan intensitas yang sering. Ia butter; in this way they can save money, mengelola keuangan bulanan yang or effort, or time, and still maintain an dikirim oleh orang tua untuk hidup impression that the food they serve is of merantau sebagai mahasiswa. Detail high quality (Unpublished research pengelolaannya adalah dengan reports of Social Research, Inc dalam menyisihkan uang makannya dalam Goffman, 1971 : 50 ± 51). Dalam sehari, untuk makan pagi dan siang ia temuan penelitian dalam buku Goffman memilih menu biasa lalu uang sisanya tersebut, menyebutkan bahwa seorang dapat ia gunakan untuk pergi ke kafe. ibu rumah tangga kelas menengah Begitu pula dengan HZ, agar ia dapat ternyata ketika menyuguhkan makanan pergi berkunjung ke kafe dengan teman dengan kualitas yang tinggi, ia ± temannya pada awal ± awal bulan mempunyai usaha dan strategi tertentu ketika uang kiriman orangtuanya turun. yaitu menghemat uang dengan Setelah akhir ± akhir bulan ia hanya mengganti barang ± barang kebutuhan pergi ke lesehan HIK atau warung ± pokok dengan harga yang murah. warung burjo. Informan terakhir yaitu LF untuk dapat pergi ke kafe dengan Keempat informan memiliki intensitas sering ia memiliki strategi usaha dan strategi untuk yang berbeda. Ia bekerja sebagai mengkonstruksi front stage nya dan freelancer, sekitar 25% pendapatanya menyampaikan kesan pada orang lain ia pergunakan untuk ke kafe. saat berada di kafe. Pertama AP, AP Mengingat ia sering ke kafe maka agar bisa pergi berkunjung ke kafe dan jumlah seperti itu tidak cukup, strategi membiayai tagihan bill teman ± lain adalah sebelum ke kafe ia makan dari rumah, setibanya disana ia pesan Ada beberapa pola penggunaan sepantasnya saja. Dari usaha dan kafe bagi mahasiswa yakni kepentingan strategi tersebut, terlihat bagaimana Pribadi, kepentingan Sosial, keempat informan membangun dan kepentingan Akademik, kepentingan menjaga sebuah kesan yang ingin Pekerjaan ditunjukkan pada orang lain. Orang lain 3. Konstruksi Front Stage dan pasti akan menangkap kesan bahwa Realitas Back Stage Mahasiswa mereka adalah mahasiswa dengan Dalam Pola Penggunaan Kafe status sosial tertentu yang dapat sering di Kota Surakarta Terkait berkunjung ke kafe. Realitas backstage Konsep Dramturgi Erving nya tidak selalu demikian, ada usaha Goffman. dan strategi tertentu untuk mendapatnya. Informan AP, MF, HZ, dan LF VI. SIMPULAN DAN SARAN menggunakan atribut ± atribut, 1. Pemetaan Ruang Publik Kafe di peralatan tanda tertentu untuk Kota Surakarta membentuk citra dirinya di hadapan umum. Ini yang dinamakan dengan Dalam penelitian ini, pemetaan bagian depan atau front stage. Namun ruang publik kafe di kota Surakarta di untuk membentuk konstruksi front bagi menjadi tiga bagian dan di ambil stage tersebut memerlukan usaha dan beberapa sampel. Pertama, Solo Bagian strategi yang pada kenyataannya Timur, Tengah dan Barat. Bagian menjadi realitas di dalam dirinya. Timur terdapat kafe yang terjangkau DAFTAR PUSTAKA dan ada yang mahal. Bagian Tenagh adalah kafe ± kafe menengah atas. Andi Faisal. 2008. Tesis. Ruang Publik Sedangkan di Barat lebih bervariasi Phoenam Sebagai Bagian Budaya Politik Kontemporer Makassar : Suatu bawah, menengah, dan atas. Pertarungan Ideologis Menuju Hegemoni. Progam Studi Ilmu 2. Pola Penggunaan Kafe Oleh Susastra. Fakultas Ilmu Pengetahuan Mahasiswa di Kota Surakarta Budaya. Universitas Indonesia. Antonius Galih Prasetyo. Menuju Mudji Sutrisno. Krisis Ruang Publik Demokrasi Rasional: Melacak Kultural dalam Hardiman, Budi F (edt). Pemikiran Jürgen Habermas tentang 2010. Ruang Publik : Melacak Ruang Publik. Jurnal Ilmu Sosial dan ³3DUWLVLSDVL 'HPRNUDWLV´ GDUL 3ROLV Politik Volume 16, Nomor 2, sampai Cyberspace. Yogyakarta : November 2012, ISSN 1410-4946. Kanisius.
Creswell, John W. 2015. Penelitian Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi :
Kualitatif & Desain Riset Memilih di Dari Modern Klasik Sampai antara Lima Pendekatan. Yogyakarta : Perkembangan Terakhir Postmodern. Pustaka Pelajar. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Giddens, Anthony. 2009. Social Theory Silalahi, Ulber. 2009. Metode
Today. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Penelitian Sosial. Bandung : PT Refika Aditama. Goffman, Erving. 1971 . The Presentation Of Self In Everyday Life. Sugiyono. 2013. Metode Penelitian London : Cox & Wyman Ltd, London. Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Reading and Fakenham Set in Intertype Bandung : Alfabeta Times, Pelican Books. 7LPRWK\ 6KRUWHOO ³The Decline Of The F. Budi Hardiman. Komersialisasi Public Sphere : A Semiotic Analysis Of Ruang Publik menurut Hannah Arendt The Rhetoric Of Race In New York dan Jürgen Habermas dalam &LW\´ ,Q 5DFH and Ethnicity in New Hardiman, Budi F (edt). 2010. Ruang York City. Emerald Insight. Published 3XEOLN 0HODFDN ³3DUWLVLSDVL online: 09 Mar 2015; 159-177 'HPRNUDWLV´ GDUL 3ROLV VDPSDL Cyberspace. Yogyakarta : Kanisius.
Scholars in the Marketplace. The Dilemmas of Neo-Liberal Reform at Makerere University, 1989-2005: The Dilemmas of Neo-Liberal Reform at Makerere University, 1989-2005