Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 11

HUMANIKA Vol. 19 No.

1 (2014) ISSN 1412-9418


Penataan Drainase Perkotaan Berbasis Budaya
Titiek Suliyati

PENATAAN DRAINASE PERKOTAAN BERBASIS BUDAYA


DALAM UPAYA PENANGANAN BANJIR DI KOTA SEMARANG

Titiek Suliyati
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro
Jl. Prof. H. Soedarto, SH Tembalang Semarang 50275
Email: titiek.suliyati@yahoo.com

Abstract

Flood happened in most of Indonesian areas is basically because of the condition of


nature and human conduct. As any other cities in Indonesia, Semarang is a city that
never free from flood and it is getting worse and worse each year. Ten to sixteen sub-
districts are flooded increasingly each year, among others Northern, Eastern and
Western Semarang. Histotically, Semarang is never free from flood. Through forced
labour, in 1850 and 1896 Dutch colonizer built two big cannals, called East
Banjirkanal (Banjirkanal Timur) and West Banjirkanal (Banjirkanal Barat)
anticipating flood in Northern Semarang that becomes business center in Semarang
harbour. East Banjirkanal was built to anticipate flood in East Semarang and the
development area of Semarang harbour. Originally those cannals built to flow water
from the upper part of Semarang (area of Semarang district on the foot of Ungaran
hill). Flood problem should be handled not only by structural method, such as
building infrastructure, but also by non-structure method namely social and socio
cultural aspects. To overcome flood in Semarang, wholy and integratedly starting
from planning phase, execution, reconstruction, evaluation and revitalization should
be carried out. In planning activities, synoptic comprehensive and transactive or
social learning are applied. Synoptic comprehensive planning is applied to study
technical problems and policies related to execute the technical execution.
Administered synoptic comprehensive is comprehensively, inter-sectors and
administration. Transactive or social learning is stressed on social participation
related to awereness, objective and education related to culture that nurture the
environment maintenance.

Keywords: Penataan, drainase, banjir, perkotaan, budaya

I. PENDAHULUAN
Banjir yang terjadi di beberapa alam yang parah, kota Semarang
wilayah Indonesia pada umumnya merupakan salah satu kota yang
merupakan gabungan dari kondisi alam sepanjang tahun mengalami banjir
dan perbuatan manusia. Seperti halnya yang kondisinya cenderung semakin
kota-kota lain di Indonesia yang parah. Selama sepuluh tahun terakhir
mengalami perubahan dan kerusakan 10 kecamatan dari 16 kecamatan yang

59
HUMANIKA Vol. 19 No. 1 (2014) ISSN 1412-9418
Penataan Drainase Perkotaan Berbasis Budaya
Titiek Suliyati

ada di kota Semarang mengalami mengurangi area hijau sebagai area


banjir yang potensinya selalu resapan air, yang berdampak pada
meningkat. Kecamatan yang terendam aliran dan luapan air yang semakin
banjir antara lain Semarang Utara, deras. Penanggulangan luapan air yang
Semarang Timur, Semarang Barat, tidak terkendali dalam bentuk banjir
Tugu, Ngaliyan, Semarang Tengah, memang telah dilakukan oleh
Genuk, Gayamsari, Pedurungan, dan pemerintah kota dengan membangun
Semarang Selatan. Banjir di wilayah- drainase-drainase baru, yang
wilayah tersebut tahun terakhir pembangunannya hanya parsial saja.
mencapai ketinggian air antara 0,5 – Pembangunan drainase-drainase baru
1,3 meter. cenderung tanpa perencanaan matang
Dalam catatan sejarah Semarang dan mengabaikan fungsi dasar dari
tidak pernah lepas dari ancaman pembangunan dua kanal oleh
banjir.Terbukti bahwa sejak jaman Pemerintah Kolonial Belanda tersebut.
pemerintahan kolonial Belanda telah Fungsi Banjirkanal Timur dan
ada upaya untuk menanggulangi Banjirkanal Barat sekarang tidak hanya
masalah banjir di kota Semarang, yaitu menampung luapan dari wilayah atas
membangun dua kanal besar pada sisi Semarang, tetapi juga menampung
barat dan timur kota Semarang. luapan air dari drainase-drainase di
Pembangunan dua kanal ini dilakukan dalam kota. Dengan demikian ketika
melalui kerja wajib (heren diensten). hujan dua kanal ini tidak dapat
Banjirkanal Barat (West menampung luapan air tersebut
Bandjirkanaal) dibangun pada Tahun sehingga air tumpah-ruah ke
1850 untuk menganptisipasi banjir di perkampungan dan jalan yang ada di
wilayah Semarang Utara, yang menjadi sekitar dua kanal tersebut.
pusat kegiatan dagang di pelabuhan Penanganan banjir di Semarang
Semarang. Banjirkanal Timur (Oost harus dilakukan secara terpadu antara
Bandjirkanaal) dibangun pada tahun semua instansi pemerintah yang terkait
1896-1903 dengan tujuan dengan penataan sarana dan prasarana
menghindarkan wilayah Semarang perkotaan, masyarakat sebagai unsur
Timur dan wilayah pengembangan yang terlibat maupun terkena dampak
pelabuhan Semarang dari ancaman dari baik-buruknya penataan sarana
banjir. Tujuan pemerintah kolonial dan prasarana perkotaan serta
Belanda membangun Banjirkanal Barat organisasi-organisasi sosial
dan Banjirkanal Timur pada awalnya kemasyarakatan yang menjadi
adalah untuk mengalirkan air dari pendukung pemberdayaan maupun
wilayah bagian atas kota Semarang kesejahteraan masyarakat.
(wilayah kabupaten Semarang yang
terletak di kaki bukit Ungaran) ke laut. II. PENYEBAB BANJIR DI
Perkembangan kota yang pesat SEMARANG
menjadikan Semarang sebagai kota
yang padat penduduk. Pertambahan Banjir di kota Semarang menurut
penduduk sebagai akibat dari kelahiran Pramono (2002) disebabkan oleh
dan urbanisasi mengakibatkan kondisi fisik dan non fisik. Faktor
perluasan area pemukiman. Perluasan pertama adalah kondisi geografis kota
area pemukiman kota ini tentu akan Semarang yang memiliki daerah-

60
HUMANIKA Vol. 19 No. 1 (2014) ISSN 1412-9418
Penataan Drainase Perkotaan Berbasis Budaya
Titiek Suliyati

daerah potensi banjir, karena ada kiriman, banjir lokal, dan banjir rob.
wilayah yang terletak di daerah yang Banjir kiriman yang terjadi secara
tinggi dan wilayah yang terletak di periodik setiap tahun melanda daerah
daerah dataran rendah, menyebabkan sekitar pertemuan Kali Kreo, Kali
banjir kiriman yang berasal dari Kripik, dan Kali Garang sampai di
wilayah selatan Kota Semarang dan Kampung Bendungan. Banjir kiriman
kabupaten Semarang. Selain itu ini terjadi karena :
banyak sungai yang berhulu di daerah a. Peningkatan debit air sungai yang
Kabupaten Semarang melewati Kota mengalir dari DAS Garang, DAS
Semarang. Faktor kedua adalah Kreo, dan DAS Kripik yang
perubahan pemanfaatan lahan dari disebabkan oleh intensitas hujan
hutan karet menjadi perumahan di yang besar, atau intensitas hujan
wilayah kecamatan Mijen yang sama namun jatuh pada
memperbesar kerusakan di daerah wilayah yang telah berubah atau
tersebut. Akibatnya jumlah air hujan telah mengalami konversi
yang mengalir ke wilayah Ngaliyan penggunaan lahan.
menjadi bertambah dan membuat b. Berkurangnya daya tampung
daerah tersebut terkena musibah banjir, saluran atau sungai, sehingga air
padahal sebelumnya di daerah tersebut meluap menggenangi daerah di
belum pernah terkena banjir. Selain sekitarnya.
penggundulan hutan, perubahan fungsi c. Banjir kiriman semakin besar
lahan yang terjadi di wilayah volumenya oleh kiriman air dari
Kabupaten Semarang dari area daerah atas sebagai akibat
pertanian menjadi areal perumahan bertambah luasnya daerah
baru. Faktor ketiga, adanya terbangun yang mengurangi luasan
pengeprasan bukit di beberapa tempat daerah resapan
mengakibatkan perubahan pola aliran
air, erosi, dan mempertinggi kecepatan Banjir lokal yang lebih bersifat
air, sehingga membebani pengairan. setempat, terjadi disebabkan oleh
Faktor keempat, pembangunan rumah intensitas hujan yang tinggi, sarana
liar di atas bantaran sungai, pembuatan drainase yang tidak memadai dan
tambak yang mempersempit sungai penggunaan saluran untuk berbagai
dan penutupan saluran di daerah hilir. tujuan (multipurpose) baik untuk
Faktor kelima adalah permasalahan penyaluran air hujan, limbah, dan
non-teknis yaitu perilaku masyarakat sampah rumah tangga. Kondisi banjir
kota Semarang yang buruk. Perilaku lokal semakin buruk dengan
masyarakat yang tidak peduli terhadap pembangunan fasilitas umum yang
pemeliharaan lingkungan seperti tidak terkoordinasi seperti penanaman
membuang sampah di saluran air dan pipa air minum oleh PDAM, kabel
di sembarang tempat serta menutup telpon oleh TELKOM dan kabel listrik
saluran drainase untuk oleh PLN.
bangunan/warung menjadi hal yang Banjir rob yang melanda daerah-
biasa. daerah di pinggiran laut atau pantai
Menurut Yusuf (2005), Banjir disebabkan oleh permukaan tanah yang
di kota Semarang dapat lebih rendah daripada permukaan air
dikelompokkan sebagai banjir laut dan bertambah tingginya pasang

61
HUMANIKA Vol. 19 No. 1 (2014) ISSN 1412-9418
Penataan Drainase Perkotaan Berbasis Budaya
Titiek Suliyati

air laut. Selain itu sedimentasi di karena merubah perilaku masyarakat


muara Kali Semarang, Banjir Kanal (Hadi, Sudharto, 2005). Namun
Barat, Kali Silandak, Kali Banger, demikian pendekatan ini dapat
Silandak Flood Way, Baru Flood Way, diharapkan keberhasilannya dalam
dan kali Asin menyebabkan terjadinya penataan lingkungan yang
pendangkalan muara yang berakibat berkelanjutan.
mengurangi kapasitas penyaluran Pendekatan transaktif/sosial
air.Kondisi ini mengakibatkan banjir di learning sebenarnya dapat dilakukan
wilayah sekitarnya. melalui sosialisasi tentang budaya
yang terkait dengan kearifan lokal
III. PENANGANAN BANJIR dalam menangani masalah lingkungan
SEMARANG seperti penanganan masalah banjir
yang dikarenakan sistem drainase yang
Penanganan masalah banjir buruk. Masyarakat perlu disadarkan
selain melalui metode struktur yaitu bahwa budaya menjaga kebersihan
hal-hal yang bersifat teknik, seperti lingkungan terutama saluran drainase
pembangunan infrastruktur, juga yang ada disekitarnya perlu dilakukan
melalui metode non-struktur yang secara mandiri dan berkesinambungan.
berkaitan dengan aspek Melalui kegiatan secara gotong royong
kemasyarakatan dan sosial-budaya. masyarakat dapat memelihara dan
Upaya penanganan banjir kota merawat saluran drainase di sekitarnya,
Semarang harus dilakukan secara yang pada akhirnya akan
menyeluruh dan terpadu mulai dari menanggulangi masalah banjir. Yang
tahap perencanaan, pelaksanaan, menjadi masalah adalah bahwa
evaluasi, rekonstruksi dan revitalisai. kegiatan gotong royong di lingkungan
Dalam pembuatan perencanaan masyarakat perkotaan sudah luntur,
digunakan pendekatan sinoptik karena kehidupan masyarakat kota
komprehensif dan transaktif atau sosial yang materialistis dan egois. Tradisi
learning. Perencanaan sinoptik gotong royong dan tradisi ”bersih
komprehensif untuk mengkaji masalah- kampung” perlu ditumbuhkan kembali
masalah yang bersifat teknis dan dalam upaya meningkatkan
kebijakan-kebijakan yang pemerintah kesejahteraan dan kenyamanan
kota terkait dengan pelaksanaan teknis masyarakat karena terhindar dari
tersebut. Pendekatan sinoptik banjir.
komprehensif dalam pelaksanaanya Banjir yang melanda kota
harus dilaksanakan secara terpadu dan Semarang dan sekitarnya setiap tahun
lintas sektoral serta lintas administratif. seakan sudah menjadi rutinitas tahunan.
Perencanaan transaktif atau sosial Penyebab Banjir menurut Kodoatie
learning ditekankan pada partisipasi dan Sjarief (2005), antara lain
masyarakat terkait dengan penyadaran perubahan tata guna lahan (land-use)
dan arahan serta pendidikan yang di daerah aliran sungai, pembuangan
terkait dengan budaya yang sampah, erosi dan sedimentasi,
memumbuhkan kepedulian terhadap kawasan kumuh di sepanjang
pemeliharaan lingkungan. Pendekatan sungai/drainase, perencana-an sistem
transaktif/sosial learning ini lebih sulit pengendalian banjir tidak tepat, curah
dan membutuhkan waktu lebih lama hujan, pengaruh fisio- grafi/geofisik

62
HUMANIKA Vol. 19 No. 1 (2014) ISSN 1412-9418
Penataan Drainase Perkotaan Berbasis Budaya
Titiek Suliyati

sungai, kapasitas sungai, kapasitas di Kali Asin, Kali Baru, dan Kali
drainase yang tidak memadai, Banger, pembuatan PERDA
pengaruh air pasang, penurunan tanah pengembangan wilayah pantai
dan rob, drainase lahan, bendung dan (termasuk reklamasi) dan izin
bangunan air, serta kerusakan bangunan yang dikaitkan dengan IMB,
bangunan pengendali banjir. serta penertiban dan memperketat
Perubahan tata guna lahan merupakan perizinan pengeboran air bawah tanah.
penyebab utama banjir dibandingkan Menurut Kodoatie dan Sjarief (2005)
dengan penyebab yang lainnya. beberapa metode pengendalian banjir
Solusi banjir di Kota Semarang antara lain:
menurut Yusuf (2005), meliputi a. Metode Non-Struktur
langkah-langkah untuk menangani Termasuk metode ini antara lain:
banjir lokal, banjir genangan, dan pengelolaan daerah aliran sungai
banjir rob.Untuk menangani banjir (DAS), pengaturan tata guna lahan,
lokal perlu diambil langkah-langkah law enforcement, pengendalian
yaitu di Semarang Barat perlu erosi di DAS, pengaturan dan
dibangun saluran sabuk, di daerah hilir pengem-bangan daerah banjir.
perlu normalisasi Banjir kanal Barat b. Metode Struktur meliputi:
dan banjir kanal Silandak untuk 1) Bangunan Pengendali Banjir
mengembalikan kepada kapasitas Yang termasuk metode ini antara
rancangan, di daerah hulu (lahan burit) lain: bendungan (dam), kolam
perlu diatur dengan PERDA tentang retensi, pembuatan check dam
kawasan terbangun, kawasan (penangkap sedimen), bangunan
konservasi, dan pembuatan sumur pengurang kemiringan sungai,
resapan sehingga fungsi daerah atas groundsill, retarding basin, pem-
sebagai daerah resapan terjamin. buatan polder.
Untuk menangani banjir 2) Perbaikan dan Pengaturan Sistem
genangan perlu diambil langkah- Sungai. Yang termasuk metode ini
langkah yaitu saluran drainase yang antara lain: sistem jaringan sungai,
ada sebaiknya digunakan untuk pelebaran atau pengerukan sungai
mengalirkan air hujan saja (single (normalisasi), perlindungan
purpose) dan perlu dibangun saluran tanggul, tanggul banjir, sudetan (by
tersendiri untuk limbah dan keperluan pass), floodway.
lainnya, normalisasi dan pemeliharaan
saluran-saluran drainase yang ada, Dari uraian di atas hal yang
perbaikan inlet yang sesuai dengan terpenting yang menjadi penyebab
kapasitas debit yang harus dialirkan, banjir secara umum adalah tidak
penyusunan PERDA tentang bangunan berfungsinya sistim drainase secara
bawah tanah untuk infrastruktur PLN, maksimal. Drainase (drainage, Inggris)
PDAM, TELKOM, atau instansi mempunyai arti mengalirkan,
lainnya dan pengaturan luas lahan menguras, membuang, atau
terbangun, penyuluhan terhadap mengalirkan air. Secara umum
masyarakat. drainase dapat didefinisikan sebagai
Untuk menangani banjir rob suatu tindakan teknis untuk
perlu diambil langkah-langkah yaitu mengurangi kelebihan air, baik yang
pemba-ngunan drainase non-gravitasi berasal dari air hujan, rembesan,

63
HUMANIKA Vol. 19 No. 1 (2014) ISSN 1412-9418
Penataan Drainase Perkotaan Berbasis Budaya
Titiek Suliyati

maupun kelebihan air irigasi dari suatu pembangunan infrastruktur lainnya


kawasan/lahan, sehingga fungsi yang tidak terpadu dan tidak melihat
kawasan/lahan tidak terganggu. keberadaan sistem drainase seperti
Drainase dapat juga diartikan sebagai jalan, kabel TELKOM, pipa PDAM.
usaha untuk mengontrol kualitas air Secara estetika, drainase bukan
tanah dalam kaitannya dengan salinitas. merupakan infrastruktur yang bisa
Jadi, drainase menyangkut tidak hanya dilihat keindahannya karena fungsinya
air permukaan tapi juga air tanah sebagai tempat pembuangan air dari
(Suripin, 2004). semua sumber. Umumnya drainase di
Pada prinsipnya ada dua macam perkotaan kumuh dan berbau tidak
drainase, yakni drainase untuk daerah sedap (Kodoatie dan Sjarief, 2005).
perkotaan dan drainase untuk daerah Beberapa gangguan terhadap
pertanian. Pada perencanaan dan sistim drainase perkotaan dapat berupa
pengembangan sistem drainase kota gangguan yang disebabkan faktor
perlu kombinasi antara pengembangan sosial budaya, gangguan teknis,
perkotaan, daerah rural, dan daerah gangguan lingkungan (Mulyanto,
aliran sungai atau DAS. 2013). Gangguan yang disebabkan
Drainase memiliki berbagai faktor sosial budaya terkait dengan
fungsi, antara lain membebaskan suatu rendahnya kesadaran masyarakat
wilayah (terutama yang padat terhadap pentingnya fungsi sistim
pemukiman) dari genangan air atau drainase bagi kesehatan lingkungan
banjir, memperkecil risiko kesehatan mereka. Gangguan teknis terkait
lingkungan, yakni bebas dari malaria dengan pembuatan drainase tertutup
(nyamuk) dan penyakit lainnya, serta membangun bangunan diatasnya.
sebagai pembuangan air rumah tangga Selain itu pemeliharaan drainase yang
. Ukuran dan kapasitas saluran sistem tidak rutin dilakukan sehingga
drainase semakin ke hilir semakin menimbulkan sumbatan akibat dari
besar, karena semakin luas daerah proses sedimentasi atau penumpukan
alirannya. Adapun berbagai kendala di sampah di dalamnya. Gangguan
dalam pemeliharaan sistem drainase di lingkungan terkait dengan masuknya
wilayah kota dengan permukiman yang sampah dan limbah ke dalam saluran
padat: kurangnya lahan untuk drainase yang mengakibatkan
pengembangan sistem drainase karena penurunan kualitas air yang mengalir
sudah berfungsi untuk tata guna lahan atau air resapan di dalam tanah.
tertentu, sulitnya memelihara saluran Kondisi kota Semarang saat ini
karena bagian atas sudah ditutup oleh sangat memprihatinkan bila dilihat dari
bangunan, banyaknya sampah kerusakan lingkungan. Penelitian yang
domestik yang menumpuk di saluran pernah dilakukan oleh Suliyati (2011)
sehingga mengurangi kapasitas dan menunjukkan bahwa banyak kawasan
menyumbat saluran. Pemahaman yang menjadi aset budaya dan obyek
masyarakat bahwa sungai (drainase) wisata semakin lama akan “tenggelam”
sebagai tempat buangan sudah menjadi karena banjir dan rob. Beberapa contoh
budaya yang sulit dihilangkan. kawasan yang rusak adalah kampung
Terbatasnya dana untuk pemeliharaan Melayu, Bandarharjo dan kawasan
saluran. Sistem drainase seringkali Kota Lama (Little Nederland). Untuk
tidak berfungsi optimal karena itu perlu kemauan besar dari

64
HUMANIKA Vol. 19 No. 1 (2014) ISSN 1412-9418
Penataan Drainase Perkotaan Berbasis Budaya
Titiek Suliyati

pemerintah kota dan seluruh Pemerintah pusat dalam melaksanakan


masyarakat untuk menyelamatkan kota otonomi daerah telah memberikan
Semarang dari ancaman banjir yang kesempatan dan keleluasan kepada
akan menenggelamkan serta daerah untuk mengatur dan mengurus
mengembalikan keindahan lingkungan kepentingan masyarakat setempat
Semarang. menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat (Situmorang 1999,
IV. PENATAAN SISTEM dalam Sobriyah dan Wignyosukarto,
DRAINASE KOTA 2001). Salah satu permasalahan
SEMARANG MELALUI masyarakat yang sering muncul adalah
BUDAYA banjir yang terkait dengan penataan
lingkungan yang buruk, memerlukan
Menurut Kodoatie dan Syarief penanganan secara teknis maupun
(2006) penganganan banjir harus pendanaan yang besar, yang harus
dilakukan secara terpadu, yaitu suatu dilaksanakan oleh pemerintah dan
proses yang mengutamakan koordinasi peran serta masyarakat (Sobriyah dan
dan organisasi terkait dengan tindakan- Wignyosukarto, 2001).
tindakan pencegahan (preventive), Salah satu bentuk partisipasi
pengurangan (mitigasi), persiapan, masyarakat dalam penanganan
respon darurat dan pemulihan. Dalam penataan drainase adalah kegiatan
pengelolaan banjir harus gotong royong yang sudah mengakar
memperhatikan domain pengairan, dalam budaya masyarakat Indonesia.
kehutanan serta tata ruang provinsi dan Gotong royong dalam bentuk tolong
kabupaten dalam pengelolaan tanah menolong merupakan solidaritas
dan air serta peran serta masyarakat. sosial dan tanggung jawab moral
Pengelolaan banjir tidak dapat dalam suatu komunitas. Kegiatan
dilaksanakan secara terpisah-pisah, kerjabakti sebagai gotong-royong
tetapi harus dilaksanakan dalam sistim dilakukan secara serentak untuk
yang menyeluruh dan terpadu mulai menyelesaikan suatu pekerjaan yang
dari hulu sampai hilir. Permasalahan hasilnya dimanfaatkan bersama
banjir perkotaan/wilayah tidak semata- (Koentjaraningrat dalam Sajogyo dan
mata persoalan teknis, tetapi juga Sajogyo, 1992: 38). Masyarakat
terkait erat dengan masalah non teknis perkotaan yang sangat materialistis
yaitu kondisi sosial, budaya dan menyebabkan nilai-nilai gotong royong
ekonomi masyarakat. Oleh karena itu, mulai memudar. Demikian pula
penyelesaian permasalahan banjir solidaritas sosial masyarakat perkotaan
perkotaan memerlukan partisipasi mulai bergeser maknanya.
masyarakat, terutama dalam hal Secara umum drainase di
operasional dan pemeliharaannya perkampungan Semarang terlihat
(Dewi, Ni Putu Ety Lismaya, 2013: 2). belum tersentuh oleh partisipasi
Penanganan banjir tidak hanya masyarakat atau kegiatan yang didasari
menjadi tanggungjawab pemerintah, kegotong-royongan. Kalaupun ada
tetapi juga menjadi tanggung jawab partisipasi masyarakat dalam
seluruh masyarakat, baik masyarakat pengelolaan dan penataan drainase, hal
yang ada di pedesaan, perkotaan dari tersebut belum dilaksanakan secara
semua lapisan dan golongan. maksimal dan berkelanjutan.

65
HUMANIKA Vol. 19 No. 1 (2014) ISSN 1412-9418
Penataan Drainase Perkotaan Berbasis Budaya
Titiek Suliyati

Bagaimanapun keterlibat-an perhatian pada pengelolaan lingkungan


masyarakat dalam pengelolaan dan sebenarnya telah tumbuh di lingkungan
penataan drainase sangat penting untuk masyarakat Indonesia. Tradisi dan
mempercepat terciptanya lingkungan budaya yang memberikan perhatian
yang tertata dan bebas banjir. pada pemeliharaan lingkungan sekitar
Masyarakatlah yang terkena dampak berkaitan dengan pemeliharaan hutan,
paling parah dari kondisi banjir yang pemeliharaan sumberdaya air, penge-
diakibatkan oleh sistem drainase yang lolaan dan pengolahan tanah pertanian
buruk. dan sebagainya telah dilakukan oleh
Salah cara untuk menata dan masyarakat pedesaan.
mengelola drainase di perkampungan Tradisi dan budaya “arif
kota adalah meninggkatkan budaya lingkungan” perlu dihidupkan dan di-
gotong royong dalam bentuk kerja kembangkan di lingkungan masyarakat
bakti secara kontinyu di lingkungan pedesaan maupun masyarakat
masyarakat. Selain itu para generasi perkotaan (Suhardi, 2000: 331).
muda juga dididik untuk memiliki Bagaimanapun banjir yang terjadi di
budaya bersih, tidak hanya “bersih kota Semarang, juga karena terjadinya
diri’ tetapi juga “bersih lingkungan”. penggundulan hutan di wilayah-
Secara umum budaya “bersih wilayah pedesaan yang terletak pada
lingkungan” belum dihayati lokasi yang lebih tinggi dari kota
masyarakat Indonesia, baik di Semarang. Oleh karena itu, budaya
pedesaan maupun perkotaan. Hal ini “arif lingkungan” dan budaya gotong
terbukti dari sikap masyarakat yang royong harus terus ditumbuhkan di
sangat acuh terhadap lingkungan, lingkungan masyarakat pedesaan
seperti membuang sampah di sungai dengan cara selalu mensosialisasikan
atau selokan, membiarkan lingkungan bahwa penggundulan hutan akan
sekitar tidak terawat dan kotor, menyebabkan banjir di wilayah yang
mendirikan bangunan di atas selokan terletak dibagian bawah. Masyarakat
atau saluran drainase dan lain desa juga dihimbau untuk menjaga
sebagainya. hutan dan menanam kembali pohon-
Masyarakat kota yang sangat pohon pengganti. Demikian juga di
heterogen dan memiliki sifat-sifat kalangan masyarakat kota Semarang
individualistis yang tinggi demikian diharapkan memiliki kesadaran “arif
acuh dengan penataan lingkungan di lingkungan” dan “bersih lingkungan“.
sekitarnya, terutama penataan drainase. Cara untuk menumbuhkan
Penataan dan pengelolaan drainase di kesadaran “arif lingkungan” dan
perkampungan-perkampungan kota “bersih lingkungan” dengan
dianggap sebagai hal yang sepele dan menggalang solida-ritas sosial melalui
tidak penting, padahal akibat dari kegiatan gotong royong secara
kondisi drainase yang buruk dapat kontinyu dan berke-lanjutan untuk
menimbulkan bencana yaitu banjir. membersihkan dan memelihara saluran
Jika bencana banjir ini melanda drainase di sekitar lingkungannya.
perkam-pungan kota setiap saat, maka Untuk membersihkan dan memelihara
masyarakat yang dirugikan. saluran drainase primer (utama) seperti
Dasar-dasar tradisi yang berakar sungai-sungai besar, pemerintah kota
dari kearifan lokal, yang memberikan dapat melakukan kegiatan-kegiatan

66
HUMANIKA Vol. 19 No. 1 (2014) ISSN 1412-9418
Penataan Drainase Perkotaan Berbasis Budaya
Titiek Suliyati

gotong royong atau kerja bakti masal dengan masyarakat secara terpadu
yang diikuti oleh masyarakat umum harus mulai dirintis, baik aspek
secara bergiliran waktunya. Kegiatan pendanaan maupun aspek sosial.
ini dapat dikemas dalam bentuk acara Masyarakat sebagai penghuni
tradisi yang sesuai dengan budaya kota sangat besar perannya terhadap
masyarakat setempat. perusakan lingkungan maupun peme-
Untuk menumbuhkan kesadaran liharaan lingkungan. Dalam
dan partisipasi masyarakat dalam penanganan banjir partisipasi
pengelolaan drainase membutuhkan masyarakat sangat diharapkan, bukan
waktu yang lama dan sampai saat ini saja pada saat terjadinya bencana
usaha tersebut belum menampakkan banjir, tetapi yang lebih penting adalah
hasil yang memuaskan. Walaupun melakukan pen-cegahan banjir melalui
demikian, perlu upaya terus menerus pengelolaan saluran air (drainase)
untuk mendidik seluruh lapisan sampai pena-nganan dampak banjir.
masyarakat mulai dari usia dini sampai Partisipasi masyarakat dalam
usia lanjut melaui pendidikan formal pengelolaan drainase dapat dirancang
maupun non formal, agar mereka sebagai keja bakti gotong royong yang
memiliki kesadaran “arif lingkungan” sifatnya kontinyu. Selama ini di
dan “bersih lingkungan”. lingkungan masyarakat bentuk kerja
Partisipasi masyarakat perlu bakti dan gotong royong masih sering
terus digalang melalui peranserta para dilakukan secara parsial. Kerja bakti
tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh dan gotong royong dalam skala besar
agama dan para pemegang kebijakan di dan luas dapat dilakukan untuk
kota Semarang. Para tokoh ini dapat menangani drainase atau saluran-
berperan sebagai motivator, creator saluran air yang besar seperti sungai.
dan evaluator. Melalui para tokoh ini Pemerintah kota melalui bantuan
dapat diharapkan perencanaan, perangkatnya dari tingkat RT, RW,
pelaksanaan dan pengawasan Kepala Desa/lurah, camat maupun
pengelolaan dan penataan drainase walikota/bupati dapat merancang ke-
perkotaan melalui aktivitas budaya giatan kemasyarakatan bersih-bersih
dapat berhasil. sungai/saluran air secara bergiliran
antar RT/RW, desa atau kecamatan.
Kegiatan dapat dikemas dan
V. SIMPULAN disesuaikan dengan tradisi-tradisi yang
masih hidup di lingkungan masyarakat,
Masalah banjir di beberapa kota misalnya tradisi “bersih desa”, “bersih
besar termasuk kota Semarang bukan kampung” atau “bersih sumber”, dan
hanya menjadi masalah dalam skala lain sebagainya.
kota saja, tetapi telah menjadi masalah Selain itu, acara kerja bakti
nasional. Penanganan banjir dari aspek secara gotong royong juga dapat
teknis telah dilaksanakan, tetapi belum dikaitkan dengan peringatan hari-hari
membuahkan hasil. Penangan banjir besar nasional seperti peringatan hari
harus dilaksanakan secara menyeluruh kemerdekaan Republik Indonesia atau
dan terpadu, baik dari aspek teknis dan peringatan hari besar agama seperti
aspek sosial kemayarakatan. menyambut bulan suci Ramadhan atau
Kerjasama antara pemerintah kota tanggal 1 Syura. Dengan demikian,

67
HUMANIKA Vol. 19 No. 1 (2014) ISSN 1412-9418
Penataan Drainase Perkotaan Berbasis Budaya
Titiek Suliyati

kegiatan kerja bakti secara gotong


royong akan sangat menggembirakan Koentjaraningrat. (1983). “Ciri-Ciri
bagi masyarakat karena ada keme- Kehidupan Masyarakat Pedesaan
riahaan dan kegembiraan. Melalui di Indonesia” dalam Sajogyo dan
kerja bakti dan gotong royong, Sajogyo, Pudjiwati. Sosiologi
diharapkan terjalin solidarita sosial Pedesaan. Jilid 1. Yogyakarta:
yang tinggi dari masyarakat kota dalam Gadjah Mada University Press.
mengelola lingkungan pada umumnya
dan drainase pada khususnya. Mulyanto, H.R. (2013). Penataan
Drainase Perkotaan.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
DAFTAR PUSTAKA
Mutaqqin, A.Y. (2006). Kinerja Sistem
Dewi, Ni Putu Ety Lismaya. (2013). Drainase Yang Berkelanjutan
“Partisipasi Masyarakat dalam Berbasis Partisipasi Masyarakat
Operasional dan Pengelolaan Studi Kasus di Perumahan
Sistem Jaringan Drainase di Kota Josroyo Indah Jaten Kabupaten
Denpasar” dalam Jurnal Media Karanganyar). Tesis. Semarang:
Bina Ilmiah Volume 7 No.3. Universitas Diponegoro.
2013. ISSN No. 1978-3787 Pramono, S.S. (2002). Analisis
Penyelesaian Masalah Banjir di
Kota Semarang dengan
Pendekatan Sistem Peringkat
Departemen Pemukiman dan Prasarana Komunitas (SPK). Jurnal Desain
Wilayah. (2003). Panduan dan dan Konstruksi Vol. 1. No. 2.
Petunjuk Praktis Pengelolaan Desember 2002: 108-115.
Drainase Perkotaan. Jakarta.

Hadi, Sudharto P. (2005). Dimensi Rencana Pembangunan Jangka


Lingkungan Perencanaan Menengah Daerah (RPJMD)
Pembangunan. Yogyakarta: Kota Semarang Tahun 2010-
Gadjah Mada University Press. 2015.

Yusuf, Y. (2005). Anatomi Banjir Sajogyo & Sajogyo, Pudjiwati. (1992).


Kota Pantai Perspektif Sosiologi Pedesaan. Jilid 1 dan
Geografi. Surakarta: Penerbit 2. Yogyakarta: Gadjah Mada
Pustaka Cakra. University Press.

Kodoatie, R.J. & Sjarief, R. (2005). Suliyati, Titiek. (2012). Model


Pengelolaan Sumber Daya Air Pemetaan Kawasan Pemukiman
Terpadu. Yogyakarta: Penerbit Bersejarah yang Berbasis
Andi. Budaya dan Bersinergi dengan
Aktivitas Masyarakat di
____________________ (2006). Tata Semarang. UNDIP. Hasil
Ruang Air. Yogyakarta: Penerbit penelitian tidak diterbitkan.
Andi.

68
HUMANIKA Vol. 19 No. 1 (2014) ISSN 1412-9418
Penataan Drainase Perkotaan Berbasis Budaya
Titiek Suliyati

Sobriyah & Wignyasukarto, Budi. Suhardi. (2000). Budaya Arif


(2001). ”Peran Serta Masyarakat Lingkungan dan Solidaritas
dalam Pengendalian Banjir Sosial: Konteks Konservasi
untuk Mendukung Pelaksanaan Sumberdaya Non-hayati, Jurnal
Otono-mi Daerah”. Makalah Humaniora Volume XII No. 3.
pada Kongres VII dan PIT VIII Suripin. (2004). Sistem Drainase
Himpunan Ahli Teknik Perkotaan yang Berkelanjutan.
Hidraulik Indonesia (HATHI), Yogyakarta: Andi Offset.
Malang 2001. Wiganingrum, Anditya., S, Leo Agung
Sobriyah. (2005). Sistem Pendukung & Wahyuni, Sri. (2013). Nilai
Keputusan Pada Penentuan Kearifan Upacara Tradisional
Prioritas Rehabilitasi Jaringan Susuk Wangan Sebagai Bentuk
Irigasi di DIY. Jurnal Gema Teknik Solidaritas Sosial dan
Fakultas Teknik Universitas Pelestarian Lingkungan di Desa
Sebelas Maret. Setren Kecamatan Slogohimo
Kabupaten Wonogiri. Program
Studi Pendidikan Sejarah FKIP
UNS. Jurnal Candi - Jurnal
Pendidikan dan Penelitian
Sejarah, 5 (1).

69

You might also like