Uji Aktivitas Inokulum Tempe Dari Bahan Limbah Kulit Pisang Terhadap Mutu Tempe Kedelai

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 7

Versi Online: Pro Food (Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan)

http://profood.unram.ac.id/index.php/profood Vol 3 No. 1 Mei 2017


ISSN online: 2443-3446

UJI AKTIVITAS INOKULUM TEMPE DARI BAHAN LIMBAH KULIT PISANG TERHADAP MUTU
TEMPE KEDELAI

[Activity Tests of Tempeh Innoculum as Waste Material of Banana Peel to Quality of Soybean
Tempeh]

Muhammad Triyono1)* Nazaruddin2) Wiharyani Werdiningsih2)


1)
AlumniTeknologi pangan dan Agroindustri, Universitas Mataram
2)
Staf Pengajar Teknologi Pangan dan Agroindustri, Universitas Mataram
*Email: Muhammad.Triyono123@gmail.com

Diterima 5 April 2017/ Disetujui 18 April 2017


ABSTRACT
Banana pulp can be used as a substrate in the manufacture of tempeh inoculum. The aimed of this study was
to determine the activity of the tempe inoculum from banana pulp to the quailty of chemical, organoleptic and
microbiological soybean tempeh. The experimental design used in this study was completely randomized design (CRD) with
one factor was the concentration of inoculum (LIPI inoculum and banana pulp inoculum) with different concentrations on
each treatment. Parameters measured were moisture content, ash content, protein content, total fungi, misellium
observations, and also favorite sightings include compactness misellium raw tempeh, aroma and texture. The results
showed that LIPI inoculum concentrations of 0.2%, Banana Peel (KP) 0.1%; 0.2%; 0.3%; and 0.4% had no different effect
on moisture content, protein content, and ash content, but significantly different effect on the misellium compactness,
texture, and flavor. The use of 0.3% inoculum of banana pulp is the best treatment for the quality of soybean tempeh with
misellium compactness, texture, and aroma which preferred by the panelists with a moisture content of 58.66%, ash content
of 0.73%, and protein content 20,31 % according to SNI 01-3144-1992.

Key words: banana pulp, inoculum, soybean tempeh

ABSTRAK
Limbah kulit pisang dapat dijadikan sebagai substrat dalam pembuatan inokulum tempe.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas inokulum bahan limbah kulit pisang terhadap
mutu kimia, organoleptik dan mikrobiologi tempe kedelai. Rancangan percobaan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor yaitu konsentrasi
inokulum (Inokulum Buatan LIPI dan inokulum limbah kulit pisang) dengan konsentrasi yang berbeda
pada tiap perlakuan. Parameter yang diamati adalah kadar air, kadar abu, kadar protein, total jamur,
pengamatan misellium, dan juga kesukaan penampakan tempe mentah meliputi kekompakan
misellium, aroma dan tekstur. Hasil menunjukkan bahwa faktor konsentasi inokulum LIPI 0,2%, Kulit
Pisang (KP) 0,1%, KP 0,2%, KP 0,3%, KP 0,4% memberikan pengaruh tidak berbeda nyata terhadap
kadar air, kadar protein, kadar abu, tetapi memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap kesukaan
kekompakan misellium, tekstur, dan aroma. Penggunaan inokulum kulit pisang dengan konsentrasi
0,3% merupakan perlakuan terbaik terhadap mutu tempe kedelai dengan kekompakan misellium,
tekstur, dan aroma yang disukai oleh panelis dengan kadar air 58,66%, kadar abu 0,73%, dan kadar
protein 20,31% sesuai dengan SNI 01-3144-1992.

Kata kunci: inokulum, kulit pisang, tempe kedelai

PENDAHULUAN dan pembersihan biji, hidrasi atau fermentasi


asam, penghilangan kulit, perebusan,
Tempe merupakan produk olahan penirisan, pendinginan, inokulasi dengan
kedelai yang terbentuk oleh aktifitas kapang inokulum tempe, pengemasan, dan inkubasi
jenis Rhizopus sp melalui proses fermentasi. (Rahayu, 1998). Kualitas tempe dipengaruhi
Tempe dapat dibuat dari berbagai bahan, oleh bahan baku, proses pengolahan dan jenis
tetapi yang dikenal sebagai tempe oleh inokulum yang digunakan (Nurahman, 2012).
masyarakat pada umumnya ialah tempe yang Inokulum merupakan bahan yang
terbuat dari kedelai dengan ciri-ciri mengandung biakan jamur Rhizopus sp
diantaranya berwarna putih dan bertekstur yang berperan dalam proses fermentasi
kompak (Kasmidjo,1990). Pada dasarnya cara tempe. Bahan ini digunakan sebagai agensia
pembuatan tempe meliputi tahapan sortasi pengubah kedelai rebus menjadi tempe,

200
Versi Online: Pro Food (Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan)
http://profood.unram.ac.id/index.php/profood Vol 3 No. 1 Mei 2017
ISSN online: 2443-3446
melalui proses fermentasi yang menyebabkan utama suatu bahan atau substrat dapat
kedelai berubah karakteristiknya menjadi menumbuhkan mikroorganisme kapang
tempe (Kasmidjo, 1990). Penggunaan dengan baik ialah adanya kandungan
inokulum dalam memfermentasi tempe tidak karbohidrat yang digunakan sebagai sumber
terlepas dari konsentrasi inokulum yang karbon pada substrat tersebut. Oleh karena
digunakan, Konsentrasi inokulum tempe itu, dilakukan penelitian pembuatan inokulum
berbentuk bubuk dalam pembutan tempeyaitu tempe dari kulit pisang.
sekitar 2-3 g untuk tiap 1 kgkedelai atau
0,2%, karena kemampuan optimal inokulum BAHAN DAN METODE
memfermentasi tempe didapatkan pada Bahan
konsentrasi 0,2% (Sarwono, 2002). Bahan utama yang digunakan dalam
Berdasarkan penelitian Lusiawati (2012) penelitian ini adalah inokulum tempe dari kulit
penggunaan konsentrasi inokulum LIPI 0,3% pisang kepok, inokulum merk RAPRIMA, dan
pada 100 gram kedelai menghasilkan tempe Biji kedelai yang diperoleh dari pasar Kebon
dengan tekstur dan kepadatan yang sangat Roek, Ampenan. Bahan yang digunakan
kompak. sebagai kemasan yaitu Plastik. Bahan yang
Dalam inokulum jenis kapang yang digunakan untuk analisis yaitu medium Potato
berperan dalam pembuatan tempe Dextrose Agar (PDA) merk poliform, larutan
ialahRhizopus oligosporus dan Rhizopus oryzae buffer phosphate, aquades, NaOH 0,1 N,
serta kapang lain seperti Rhizopusstolonifer indikator merah metal, H2SO4, Kertas lakmus
dan Rhizopusarrhizus(Hidayat, 2009). merah, HCL, Bubuk Zn.
Inokulum tempe yang telah dikenal
masyarakat saat ini adalah usar dan inokulum Alat
bubuk produksi LIPI. Usar mengandung Alat-alat yang digunakan dalam
bakteri kontaminan yang cukup tinggi karena penelitian ini adalahgelas ukur, pipet volume,
pada proses pembuatannya kurang pipet tetes, erlenmeyer, Labu Kjeldahl,
memperhatikan kondisi aseptis. Jenis kapang baskom, timbangan analitik, pipet tetes,
yang terkandung pada usar juga bervariasi laminar flow, tabung reaksi, rak tabung,
seperti Rhizopus sp dan mikroganisme lain cawan petri, lampu bunsen, pipet mikro, blue
sehingga dapat menurunkan kualitas dari tip, yellow tip, inkubator, drigalsky, hot plate,
tempe kedelai (Sukardi,2008). vortex, kapas, botol, colony counter, cetakan
Inokulum LIPI penggunaannya lebih tempe, alat titrasi, kalkulator, kertas label,
mudah dibandingkan dengan inokulumusar, sarung tangan, oven, desikator, mortar, alat
selain itu tempe yang dihasilkan lebih stabil tulis, sendok dan piring, ayakan 100 mesh.
dan mengandung bakteri kontaminan dengan
jumlah yang lebih rendah. Akan tetapi Metode
inokulum buatan LIPI ketersediaannya masih Metode yang digunakan pada penelitian
hanya sebatas memenuhi kebutuhan pasar ini adalah metode eksprimental menggunakan
daerah Jawa khususnya Bandung. Dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan
demikian, untuk memenuhi kebutuhan percobaan faktorial satu faktor yaitu
pengrajin di daerah lain seperti NTB dan konsentrasi inokulum (A) yang terdiri dari 5
sekitarnya masih sangat kurang. Hal tersebut perlakuan yaitu A1 (inokulum LIPI 0,2%); A2
yang mendorong pengrajin tempe di (KP 0,1%); A3 (KP 0,2%); A4 (0,3%) dan A5
NTBmasih banyak menggunakan inokulum (KP 0,4%). Masing masing diulang sebanyak 3
usar. kali sehingga diperoleh 15 unit percobaan.
Sebagai upaya untuk menyediakan Proses pembuatan inokulum tempe kulit
inokulum tempe yang mudah didapat, pisang terdiri dari persiapan bahan,
beberapa penelitian terkait pembuatan pengukusan, pendinginan, pengecilan ukuran,
inokulum tempe telah dilakukan, salah satunya inokulasi, inkubasi, pengeringan,dan
dengan menggunakan limbah dari proses pengayakan. Proses pembuatan tempe terdiri
produksi pangan yaitu limbah ubi kayu bagian dari persiapan sampelsortasi, pencucian I,
ujung dan lumbah kulit pisang. Menurut perebusan I, pencucian II, perendaman,
Widjastuti dan Hernawan (2012) kulit pisang pengupasan kulit ari, pencucian III, perebusan
mengandung karbohidrat, protein, serat kasar, II, penirisan dan pendinginan, peragian,
lemak, kalsium dan fosfor. Kulit pisang pembungkusan, fermentasi.
mengandung karbohidrat yang cukup tinggi Data dari hasil pengamatan kimia dan
yaitu 18,50 g per 100 gram. Salah satu syarat organoleptik dianalisis menggunakan analisis

201
Versi Online: Pro Food (Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan)
http://profood.unram.ac.id/index.php/profood Vol 3 No. 1 Mei 2017
ISSN online: 2443-3446
keragaman (Analysis of Variance) pada taraf Pengamatan Miselium
nyata 5% dengan menggunakan software Co- Pertumbuhan misellium tempe dapat
Stat. Jika terjadi perbedaan yang nyata hasil dilihat pada Tabel 2.
pengamatan kimia dan organoleptik akan Tabel 2. Hasil Pengamatan Misellium Tempe
dilakukan uji lanjut menggunakan uji Beda Kedelai
Nyata Jujur (BNJ) (Hanafiah, 2002). Adapun Perla- Hasil Pengamatan Warna
pada pengamatan hasil uji mikrobiologi kuan % Mikroskopis miselium
menggunakan metode Deskriptif . (Pembesaran 20x
0,40)
HASIL DAN PEMBAHASAN Fermentasi 48 Jam
LIPI Putih
Mutu Mikrobiologi 0,2
Total Jamur
Hasil pengamatan jenis dan konsentrasi
inokulum dapat dilihat pada Tabel 1.
KP 0,1 Putih
Tabel 1. Hasil Pengamatan Total
Pertumbuhan Jamur Tempe Kedelai
Konsentrasi Rerata Total Jamur
Inokulum (%) (CFU/gram) KP 0,2 Putih
LIPI 0,2 <1,0x102
KP 0,1 <1,0x102
KP 0,2 <1,0x102
KP 0,3 <1,0x102 KP 0,3 Putih
KP 0,4 <1,0x102

Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa


purata total jamur pada tempe kedelai dengan KP 0,4 Putih
perlakuan jenis inokulum LIPI 0,2% dan jenis
inokulum kulit pisang pada semua konsentrasi
adalah <1,0x102CFU/gram. Hasil tersebut
menunjukkan pertumbuhan jamur dari
inokulum LIPI dan inokulum kulit pisang pada Berdasarkan Tabel 2 terlihat
semua perlakuan mempunyai kemampuan banyaknya pertumbuhan misellium untuk
aktivitas yang sama. Hal ini disebabkan karena semua perlakuan. Terdapat kesamaan ciri
kedua jenis inokulum mengandung Rhizopus misselium jamur inokulum LIPI dan jenis
oligosporus yang mampu tumbuh pada inokulum kulit pisang. Hal ini disebabkan oleh
substrat yang mengandung karbohidrat substrat yang dimanfaatkan oleh jamur untuk
berupa gula, pati dan serat. tumbuh dari kedua jenis inokulum yang sama
Tingginya pertumbuhan jamur pada yaitu karbohidrat yang dijadikan sumber
tempe kedelai disebabkan pada kedua karbon. Pada inokulum LIPI, substrat yang
inokulum mempunyai kemampuan tumbuh digunakan yaitu karbohidrat yang berasal dari
pada substrat kedelai dan juga konsentrasi nasi sedangkan jenis inokulum KP substrat
inokulum yang digunakan dengan jumlah yang yang digunakan yaitu kulit pisang sebagai
sesuai dengan kebutuhan kedeleai sehingga sumber karbohidrat. Karbon pada karbohidrat
jamur dapat tumbuh secara optimal. Selain digunakan jamur untuk tumbuh dan
itu, kondisi ruang fermentasi juga sangat berkembang sehingga terbentuk hifa-hifa
mempengaruhi pertumbuhan jamur pada benang yang disebut misellium.
tempe. Suhu ruang yang dipakai pada saat Berdasarkan hasil pengamatan, lama
fermentasi tempe kedelai yaitu berkisar antara waktu fermentasi 48 jam menghasilkan
33-39oC dan kelembaban relatif atau RH misellium yang lebih banyak. Tingginya laju
berkisar 55-69%. Hal ini sesuai dengan pertumbuhan misellium diduga karena
pernyataan Madigan (2012) yang menyatakan fermentasi 48 jam merupakan waktu optimum
bahwa Rhizopus oligosporus dapat tumbuh pertumbuhan jamur tempe yang yang
optimum pada suhu 30-35°C, dengan suhu membuat biakan jamur tempe tumbuh lebih
minimum 12°C, dan suhu maksimum 42°C, banyak serta menghasilkan misellium yang
dan dengan RH antara 62-85%. banyak pula. Hal ini sesuai dengan pernyataan

202
Versi Online: Pro Food (Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan)
http://profood.unram.ac.id/index.php/profood Vol 3 No. 1 Mei 2017
ISSN online: 2443-3446
Kasmidjo (1990) yang menyatakan bahwa Kadar Protein
waktu fermentasi selama 30-50 jam Jenis dan konsentrasi inokulum tidak
merupakan fase optimal pertumbuhan jamur memberikan pengaruh yang berbeda nyata
tempe. Selama fase ini, terjadi penurunan terhadap kadar protein tempe kedelai
suhu, jumlah asam lemak yang dibebaskan (Gambar 2).
dan pertumbuhan kapang hampir tetap atau
21 20,31
bertambah dalam jumlah kecil, flavor spesifik

KAdar Protein( %)
19,73
tempe optimal, serta tekstur lebih kompak 20 19,44 19,17
karena terbentuknya misellium pada tempe. 19
18,17
18
Mutu Kimia
17
Kadar Air
Jenis dan konsentrasi inokulum 16
memberikan hasil tidak berbeda nyata pada LIPI 0,2 KP 0,1 KP 0,2 KP 0,3 KP 0,4
semua perlakuan (Gambar 1). Konsentrasi inokulum (%)
Gambar 2. Grafik Pengaruh Jenis dan
61.44 Konsentrasi Inokulum terhadap
62 60.54
59.91 60.25 Kadar Protein Tempe Kedelai
58.66
Kadar Air( %)

Tidak adanya perbedaan kadar protein


57
tempe pada jenis dan konsentrasi inokulum
dikarenakan kedua jenis inokulum memiliki
aktivitas pertumbuhan jamur yang sama,
52 sehingga mengakibatkan proses metabolisme
LIPI 0,2 KP 0,1 KP 0,2 KP 0,3 KP 0,4
jamur sama antara kedua jenis inokulum.
Konsentrasi Inokulum (%)
Pada proses metabolisme jamur menghasilkan
Gambar 1. Grafik Pengaruh Jenis dan enzim protease yaitu enzim yang mengurai
Konsentrasi Inokulum terhadap senyawa gizi komplek salah satunya protein
Kadar Air Tempe dari kedelai menjadi senyawa sederhana yaitu
asam amino. Hal ini sesuai dengan pendapat
Tidak adanya perbedaan kadar air Pangastuti (1996) bahwa jamur yang tumbuh
dikarenakan kedua jamur yang terdapat pada pada kedelai menghasilkan enzim-enzim
jenis inokulum LIPI dan jenis inokulum kulit pemecah senyawa-senyawa kompleks. R.
pisang mempunyai aktivitas pertumbuhan oligosporus menghasilkan enzim-enzim
yang sama sehingga proses metabolisme protease. Perombakan senyawa kompleks
(glikolisis) oleh jamur dapat menghasilkan uap protein menjadi senyawa-senyawa lebih
air sehingga dari semua perlakuan tidak sederhana yaitu asam amino adalah penting
menunjukan pengaruh yang berbeda. dalam fermentasi tempe, dan merupakan
Menurut Rochmah (2008) selama salah satu faktor utama penentu kualitas
fermentasi tempe akan mengalami perubahan tempe, yaitu sebagai sumber protein nabati
dan perombakan senyawa yang terdapat pada yang memiliki nilai cerna tinggi karena lebih
kedelai melalui proses glikolis. Glikolisis ialah mudah untuk diserap dan dimanfaat oleh
proses perombakan senyawa karbohidrat (gula tubuh secara langsung.
kompleks) menjadi senyawa yang lebih Berdasarkan Gambar 2 terlihat bahwa
sederhana dan menghasilkan energi. Dalam kisaran kadar protein dari semua perlakuan
fermentasi proses glikolisis terjadi melalui adalah 18,17%-20,31%. Menurut SNI,
mikrobia mencerna substrat karbohidrat dan persyaratan untuk kadar protein tempe
menghasilkan air, karbondioksida dan minimal 16%. Adapun kadar protein tertinggi
sejumlah besar energi (ATP). tempe kedelai dari hasil adalah 20,31%.
Berdasarkan Gambar 1terlihat bahwa Menurut hasil tersebut, kadar protein tempe
kisaran kadar air dari semua perlakuan adalah kedelai dengan penggunaan inokulum kulit
58,66%-61,66%. Menurut SNI 01-3144-1992 pisang memenuhi syarat mutu SNI tempe.
menyebutkan bahwa kadar air maksimal pada
tempe yaitu 65%, sehingga tempe kedelai Kadar Abu
yang dihasilkan memenuhi syarat mutu kadar Jenis dan konsentrasi inokulum LIPI
air. tidak memberikan pengaruh terhadap kadar
abu tempe kedelai (Gambar 3). Hal ini

203
Versi Online: Pro Food (Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan)
http://profood.unram.ac.id/index.php/profood Vol 3 No. 1 Mei 2017
ISSN online: 2443-3446
dikarena kedua jenis inokulum memiliki Berdasarkan Gambar 4 terlihat bahwa
aktivitas pertumbuhan jamur yang sama, nilai purata penilaian panelis terhadap
mengakibatkan proses metabolisme jamur kesukaan kekompakan misellium berkisar 2,75
sama antara kedua jenis inokulum, sehingga sampai 4,50 dengan kriteria tidak suka sampai
tingkat dan kadar abu yang dihasilkan memiliki suka. Penggunaan inokulum LIPI 0,2%;
nilai yang relatif sama dari kedua jenis inokulum kulit pisang 0,3% dan 0,4% disukai
inokulum LIPI maupun kulit pisang. panelis, inokulum kulit pisang 0,2% agak
disukai panelis, dan inokulum kulit pisang
1 0,89
0,82 0,85 0,1% tidak disukai panelis. Tingkat kesukaan
0.8 0,74 panelis terdapat pada penggunaan inokulum
Kadar Abu (%)

0,64
0.6 LIPI 0,2%. Hal ini diduga karena misellium
tempe pada perlakuan ini memiliki
0.4 kekompakan yang sangat baik. Inokulum kulit
0.2 pisang 0,3% menujukkan tingkat kesukaan
panelis terhadap kekompakan miselium yang
0
tidak berbeda nyata dengan jenis inokulum
LIPI 0,2 KP 0,1 KP 0,2 KP 0,3 KP 0,4
Konsentrasi Inokulum (%) LIPI 0,2%. Hal ini menunjukkan aktivitas
inokulum kulit pisang 0,3% aktivitasnya
Gambar 3. Grafik Pengaruh Jenis dan sangat baik dan menunjukan konsentrasi yang
Konsentrasi Inokulum terhadap tepat untuk pembuatan tempe. Kekompakan
Kadar Abu Tempe Kedelai misellium yang terbentuk diduga karena
adanya aktivitas jamur R. oligosporus yang
Faktor lain yang mempengaruhi kadar baik dan optimal sehingga dapat melakukan
abu adalah mineral yang ada pada bahan metabolisme yang optimal dan menghasilkan
baku. Pada penelitian ini, bahan baku yang miselium tempe yang kompak.
digunakan adalah kedelai dengan jumlah Panelis memberikan respon tidak suka
yang sama sehingga kandungan mineral yang terhadap kekompakan misellium pada
terkandung pada tempe relatif sama. perlakuan jenis inokulum kulit pisang 0,1%
Berdasarkan Gambar 3 terlihat bahwa diduga karena misellium pada tempe ini
kisaran kadar abu dari semua perlakuan kurang kompak sehingga panelis kurang
adalah 0,64%-0,89%. Menurut SNI tahun meminati tempe pada perlakuan ini. Hal ini
(2009) menyebutkan bahwa kadar abu pada disebabkan karena konsentrasi inokulum yang
tempe maksimal 1,5%, sehingga kadar abu digunakan adalah rendah sehingga
tempe kedelai yang dihasilkan telah memenuhi pertumbuhan jamur kurang optimal untuk
syarat mutu SNI tempe. memfermentasi kedelai. Kurang optimalnya
pertumbuhan jamur akan berdampak pada
Mutu Organoleptik kurangnya misellium yang tumbuh. Hal ini
Kekompakan Misellium sesuai dengan pernyataan Karsono (2008),
Tingkat penerimaan panelis pada bahwa faktor yang berpengaruh pada
kekompakan misellium dapat dilihat pada pertumbuhan misellium kapang tergantung
Gambar 4. pada konsentrasi inokulum sebagai substrat
pertumbuhan kapang.
5 4,45 4,1
4 3,4 3,55 Kesukaan Aroma
kekompakan

2,75 Tingkat penerimaan panelis pada aroma


miselium

3
tempe bisa dilihat pada Gambar 5.
2
Berdasarkan Gambar 5 terlihat bahwa nilai
1 rerata penilaian panelis terhadap kesukaan
0 aroma yang diuji secara hedonik berkisar 2,85-
LIPI 0,2 KP 0,1 KP 0,2 KP 0,3 KP 0,4 4,35 dengan kriteria tidak suka, agak suka,
Konsentrasi inokulum (%) dan suka. Penggunaan jenis inokulum LIPI
0,2% dan inokulum kulit pisang 0,3% memiliki
Gambar 4. Grafik Pengaruh Jenis dan
kriteria aroma yang disukai, inokulum kulit
Konsentrasi Inokulum terhadap
pisang 0,2% agak disukai dan inokulum kulit
Kesukaan Kekompakan Misellium
pisang 0,1% dan 0,4% tidak disukai panelis.
Tempe Kedelai.

204
Versi Online: Pro Food (Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan)
http://profood.unram.ac.id/index.php/profood Vol 3 No. 1 Mei 2017
ISSN online: 2443-3446
sampel sehingga proses fermentasi berjalan
5 4,35 terlalu cepat dan tempe menjadi terlalu
Kesukaan Aroma
4 3,55
3,9 matang dan aroma khas tempe tidak dapat
3 2,95 2,85 dihasilkan karena tempe sudah kelewat
matang. Proses fermentasi tidak lagi
2
membentuk tempe akan tetapi membentuk
1 hasil fermentasi sekunder serta tersier
0 sehingga flavor yang dihasilkan cenderung
LIPI 0,2 KP 0,1 KP 0,2 KP 0,3 KP 0,4 tidak disukai panelis.
Konsentrasi inokulum (%)
Kesukaan Tekstur
Gambar 5. Grafik Pengaruh Jenis dan Tingkat penerimaan panelis pada
Konsentrasi Inokulum terhadap tekstur tempe dapat dilihat pada Gambar 6.
Kesukaan Aroma Tempe Kedelai.
5 4,35

Kesukaan Tekstur
Tingkat kesukaan panelis terhadap 4 3,8 3,65
aroma tempe ditemukan pada inokulum LIPI 2,9 3
3
0,2%. Hal ini diduga karena aroma tempe
pada perlakuan ini beraroma normal (khas 2
tempe) karena substrat pertumbuhan 1
inokulum LIPI berasal dari nasi yang memiliki 0
aroma yang netral, sehingga lebih disukai LIPI 0,2 KP 0,1 KP 0,2 KP 0,3 KP 0,4
panelis dibandingkan aroma tempe kedelai
Konsentrasi inokulum (%)
pada perlakuan lainnya yang substrat
pertumbuhan inokulumnya berasal dari kulit Gambar 6. Grafik Pengaruh Jenis dan
pisang yang memiliki aroma yang tidak Konsentrasi Inokulum terhadap
familiar dengan panelis. Perlakuan konsentrasi Kesukaan Tekstur Tempe Kedelai
inokulum kulit pisang 0,3% menunjukkan nilai
kesukaan aroma yang lebih tinggi Berdasarkan Gambar 6 terlihat bahwa
dibandingakan perlakuan KP 0,1%; 0,2%; dan nilai rerata penilaian panelis terhadap
0,4% karena konsentrasi 0,3% merupakan kesukaan tekstur yang diuji secara hedonik
konsentrasi inokulum yang memiliki adalah 2,95-4,35 dengan kriteria tidak suka
pertumbuhan misellium yang kompak yang sampai suka. Tekstur tempe yang disukai
tidak berbeda nyata dengan perlakuan panelis adalah pada penggunaan inokulum
konsentrasi inokulum LIPI 0,2%, sehingga LIPI 0,2%, inokulum kulit pisang 0,2% dan
proses fermentasi dapat berjalan optimal dan 0,3%. Tekstur tempe yang agak disukai
menunjukkan nilai kesukaan dari panelis yaitu ditemukan pada tempe dengan inokulum kulit
3,90 hampir mendekati nilai kesukaan panelis pisang 0,4%. Adapun tekstur tempe yang
terhadap kontrol konsentrasi inokulum LIPI tidak disukai ditemukan pada inokulum kulit
0,2%. Hal ini menunjukan aktivitas pisang 0,1%.
konsentrasi inokulum kulit pisang 0,3% yang Daya terima panelis untuk kesukaan
baik dan tepat yang mampu melakukan proses tekstur tempe tertinggi yaitu pada perlakuan
metabolisme dengan sempurna saat konsentrasi inokulum LIPI 0,2%. Hal ini
fermentasi dan menghasilkan aroma khas diduga karena tekstur tempe kedelai pada
tempe. perlakuan ini bertekstur padat sehingga lebih
Ketidaksukaan panelis pada aroma disukai. Padatnya tekstur tempe kedelai pada
tempe dengan perlakuan konsentrasi inokulum perlakuan ini diduga disebabkan oleh
kulit pisang 0,1% diduga karena aroma tempe pertumbuhan misellium tumbuh menyebar dan
kedelai pada perlakuan tersebut kurang merata pada permukaan biji dan membentuk
beraroma tempe karena pertumbuhan jamur suatu jaringan yang padat sehingga terjadi
R. oligosporus yang tidak kompak sehingga pengikatan yang kompak diantara biji. Hal ini
fermentasi kurang optimal dan adanya aroma sesuai dengan pernyataan Karsono (2008)
kulit pisang pada tempe, sehingga kurang yang menyatakan bahwa tekstur tempe yang
diminati oleh panelis. Sedangkan pada baik yaitu tekstur tempe yang terikat padat
konsentrasi kulit pisang 0,4% pertumbuhan dan tidak mudah hancur apabila dipegang dan
jamur kurang optimal dikarena konsentrasi diremas.
inokulum yang terlalu tinggi dari kebutuhan

205
Versi Online: Pro Food (Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan)
http://profood.unram.ac.id/index.php/profood Vol 3 No. 1 Mei 2017
ISSN online: 2443-3446
Tingkat kesukaan tempe dengan Fardiaz S. 1989. Mikrobiologi Pangan. PAU
inokulum kulit pisang 0,2% tidak berbeda Pangan dan Gizi, Institut Pertanian
nyata dengan inokulum kulit pisang 0,3%. Hal Bogor, Bogor.
ini dikarenakan tingkat kekompakan misellium
Fardiaz S. 1992. Petunjuk Laboratorium
pada kedua konsentrasi tersebut tinggi dan
Mikrobiologi Pengolahan Pangan.
tidak berbeda nyata dengan tingkat
Departemen Pendidikan dan
kekompakan missellium inokulum LIPI 0,2%.
Kebudayaan Direktorat Jenderal
Ketidaksukaan panelis pada tempe
Pendidikan Tinggi. Pusat Antar
dengan perlakuan konsentrasi inokulum kulit
Universitas Pangan dan Gizi Institut
pisang 0,4% diduga karena tekstur tempe
Pertanian Bogor, Bogor.
kedelai pada perlakuan ini berbentuk lembek
sehingga kurang diminati panelis. Tektur Karsono Y,Tunggal A, Wiratrama A, Adimulyo
lembek pada tempe ini diduga terjadi karena P. 2008. Pengaruh Jenis
konsentrasi inokulum yang terlalu tinggi Kultur Starter terhadap Mutu
sehingga mengakibatkan pertumbuhan jamur Organoleptik Tempe Kedelai.
yang lebih banyak dan mengakibatkan proses www.repository.ipb.ac.id. Departemen
fermentasi dan daur hidup terlalu cepat Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut
sehingga tempe yang dihasilkan menjadi cepat Pertanian Bogor, Bogor.
busuk dan teksturmya semakin cepat lunak.
Kasmidjo RB. 1990. Tempe Mikrobiologi dan
Adapun pada penggunaan inokulum
Biokimia Pengolahan serta
kulit pisang 0,1% memiliki kekompakan
Pemanfaatannya. Pusat Antar
misellium yang kurang kompak, sehingga
Universitas Pangan dan Gizi UGM,
tempe memiliki tekstur yang agak lembek
Yokyakarta.
dikarenakan konsentrasi inokulum adalah
kurang sehingga jamur tidak dapat tumbuh Madigan MT, Martinko JM, Stahl DA, dan
optimal. Hal ini sesuai dengan pernyataan ClarkDP. 2012. Brock Biology of
Karsono (2008), bahwa kekompakan dari Microorganism Global Edition
tempe yang dihasilkan sangat dipengaruhi Thirteenth Edition. Pearson Education
oleh karakter pertumbuhan dari kultur dan Inc. San Frascisco.
kondisi optimal dari pertumbuhan kultur.
Nurahman. 2012. Pertumbuhan jamur, sifat
organoleptik dan aktivitas antioksidan
KESIMPULAN
tempe kedelai hitam yang diproduksi
dengan berbagai jenis inokulum.
Berdasarkan hasil analisis serta uraian
Agritech, 32(1):60-65.
pembahasan yang terbatas pada lingkup
penelitian ini maka dapat disimpulkan sebagai Rahayu WP. 1998. Penuntun Praktikum
berikut: aktivitas inokulum kulit pisang dengan Penilaian Organoleptik. Fakultas
konsentrasi 0,3% menunjukkan aktivitas yang Teknologi Pertanian, Institut Pertanian
sama/tidak berbeda nyata dengan inokulum Bogor, Bogor.
LIPI 0,2% dengan kekompakan miselium dan
Sarwono. 2004. Membuat Tempe dan Oncom.
aroma yang disukai oleh panelis, kadar air
Penebar Swadaya, Jakarta.
58,66%; kadar protein 20,31%; dan kadar
abu 0,74%. Tempe yang dihasilkan pada SNI. 2009. Tempe Kedelai. BadanStandardisasi
semua perlakuan telah memenuhi standar SNI Nasional SNI 3144:2009. Jakarta.
01-3144-1992 yaitu berturut-turut kadar air
Sukardi. 2008. Uji coba penanganan inokulum
maksimal 65%, kadar protein minimal 16%,
tempe dari kapang Rhizopus oryzae
dan kadar abu maksimal 1,5%.
dengan substrat tepung beras dan ubi
kayu pada unit produksi tempe sanan
DAFTAR PUSTAKA
kodya malang. JTeknologi Pertanian,
9(3): 207-215.
Astuti M. 1996. Sejarah Perkembangan
Tempe. dalam Sapuan dan Soetrisno Suprapti ML. 2003. Pembuatan Tempe.
N. Bunga Rampai Tempe Indonesia. Kanisius. Yogyakarta.
Yayasan Tempe Indonesia, Jakarta.

206

You might also like