Jurnal Herman (F1A015215)

You might also like

Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 19

MODEL ARSITEKTUR POHON DI ARBORETUM FAKULTAS

KEHUTANAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT


Model Architecture in The Arboretum Faculty of Forestry, Lambung Mangkurat
University
Muhammad Febri Hamdani, Basir Achmad, dan Setia Budi Peran
Jurusan Kehutanan
Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat

ABSTRACT. The purpose of this research is to review the development of Natural Tourism
Lumpangi Village South Hulu Sungai Regency, Reviewing the Biophysical Identification of
Lumpangi Village, Inventory of natural attractions, community perception, Development
Strategy. The method used to determine respondents using purposive sampling method and
determine the sample of community respondents using slovin formula (Sireger 2011). The
results showed the identification of flora amounted to 33 flora and the number of fauna as
much as 25 fauna physical state of lumpangi village field is hills and slopes. While the
inventory of natural attractions there are rivers, mountains, forests, diversity of fauna ,
diversity of flora. Public perception of the development of natural tourism that can have a
positive impact on the sustainability of the economy. Determining the right development
strategy judging by SWOT analysis by evaluation using IFAS and EFAS matrices with strate
determination based on the position in the quadrant of the matrix. Based on IFAS and EFAS
Results the number of strengths and opportunities (S+O=3.85+3.85 = 7.7 ; number of
strengths and threats (S+T) = 3.85 + (-2.40) = 1.45; number of weaknesses and threats
(W+T) = (-2,40)+(-2.40) = -4.80 and number of weaknesses and odds (W+O) = (-
2.40)+(3.85) = 1.45. The value of the internal factor is 1.45 as the value of X, while the value
of external factors is also 1.45 as the value of Y, it can be concluded that the natural tourism
of langara hill is positive.
Keywords: SWOT Analysis; Nature Tourism; Perception; biophysical identification;
inventory of natural attractions; development strategy

ABSTRAK. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengkaji pengembangan Wisata Alam Desa
Lumpangi Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Mengkaji Identifikasi Biofisik Desa Lumpangi,
Inventarisasi atraksi alam, persepsi masyarakat, Strategi Pengembangan. Metode yang di
gunakan untuk menentukan responden msyarakat menggunakan metode purposive
sampling dan menentukan sampel responden masyarakat menggunakan rumus Slovin
(Sireger 2011). Hasil Penelitian menunjukkan identifikasi flora berjumlah sebanyak 33 flora
dan jumlah fauna sebanyak 25 fauna keadaan fisik lapangan desa lumpangi merupakan
perbukitan dan lereng-lereng. Sedangkan inventarisasi atraksi alam ada sungai, gunung,
hutan, keanekaragaman fauna ,keanekaragaman flora. Persepsi masyarakat terhadap
pengembangan wisata alam yaitu dapat memberikan dampak positif utuk keberlangsungan
meningkat kan perekonomian. Menentukan strategi pengembangan yang tepat dilihat dari
analisis SWOT dengan evaluasi menggunakan matriks IFAS dan EFAS dengan penentuan
strategi berdasarkan posisi pada kuadran matriks. Berdasarkan Hasil IFAS dan EFAS
jumlah kekuatan dan peluang (S+O=3,85+3,85 = 7,7 ; jumlah kekuatan dan ancaman (S+T)
= 3,85 + (-2,40) = 1,45; jumlah kelemahan dan ancaman (W+T) = (-2,40)+(-2,40) = -4,80
dan jumlah kelemahan dan peluang (W+O) = (-2,40)+(3,85) = 1,45. Nilai dari Faktor internal
1,45 sebagai nilai X, sedangkan nilai faktor eksternal juga 1,45 sebagai nilai Y maka dapat di
simpulkan bahwa wisata alam bukit langara bersifat positif.

Kata kunci: Analisis SWOT; Wisata Alam; Persepsi; identifikasi biofisik; inventarisasi atraksi
alam; strategi pengembangan

Penulis untuk korespondensi: mfebrihamdani15@gmail.com

1
PENDAHULUAN

Ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan memiliki fungsi intrinsik sebagai penunjang
ekologis dan fungsi ekstrinsik sebagai fungsi arsitektural(keindahan), fungsi sosial budaya, dan
fungsi ekonomi. Mengacu pada segi kepemilikan, ruang terbuka hijau dibedakan ke dalam
ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat. Ruang terbuka hijau privat, adalah
ruang terbuka hijau milik institusi tertentu atau orang perseorangan yang pemanfaatannya untuk
kalangan terbatas, antara lain berupa kebun atau halaman rumah/gedung milik
masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan. Sementara itu, ruang terbuka hijau publik adalah
ruang terbuka hijau yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota/kabupaten yang
digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum (Dirjen Penataan Ruang, 2008).
Fungsi utama dari ruang terbuka hijau tidak terlepas dari karakter pertumbuhan tanaman
yang tumbuh pada area tersebut, yang mampu memaksimalkan fungsi ekologis seperti
menjaga sistem sirkulasi udara (paru-paru kota), pengatur iklim mikro agar sistem sirkulasi
udara dan air secara alami dapat berlangsung lancar, sebagai peneduh, produsen oksigen,
penyerap air hujan, penyedia habitat satwa, penyerap polutan media udara, air dan tanah, serta
penahan angin. Dalam kegiatan penataan ruang terbuka hijau, pemilihan jenis pohon
didasarkan pada fungsi dan tujuan penggunaan ruang tersebut. Pemilihan jenis pohon yang
sesuai dapat dilakukan dengan pengamatan bentuk perawakan dan unsur-unsur arsitektur
pohon terutama pada batang dan cabang yang akan membentuk suatu model arsitektur pohon.
Model arsitektur suatu jenis pohon adalah tetap, akan tetapi tidak berlaku untuk tingkat famili
(Wiyono, 2009).
Secara arsitektural ruang terbuka hijau dapat meningkatkan nilai keindahan dan
kenyamanan kota melalui keberadaan taman-taman kota, kebun-kebun bunga, dan jalur-jalur
hijau di jalan-jalan kota. Sementara itu ruang terbuka hijau juga dapat memiliki fungsi ekonomi,
baik secara langsung seperti pengusahaan lahan-lahan kosong menjadi lahan pertanian/
perkebunan (urban agriculture) dan pengembangan sarana wisata hijau perkotaan yang dapat
mendatangkan wisatawan. Sementara itu secara struktur, bentuk dan susunan ruang terbuka
hijau dapat merupakan konfigurasi ekologis dan konfigurasi planologis. Ruang terbuka hijau
dengan konfigurasi kologis merupakan ruang terbuka hijau yang berbasis bentang alam seperti,
kawasan lindung, perbukitan, sempadan sungai, sempadan danau, pesisir dan sebagainya.
Sedangkan Ruang terbuka hijau dengan konfigurasi planologis dapat berupa ruang-ruang yang
dibentuk mengikuti pola struktur kota seperti ruang terbuka hijau perumahan, ruang terbuka
hijau kelurahan, ruang terbuka hijau kecamatan, ruang terbuka hijau kota maupun taman-taman
regional/nasional (Dwiyanto, 2009).
Sejalan dengan upaya pembangunan ekonomi atau pengembangan kawasan, berbagai
kegiatan masyarakat dan pemerintah yang ada di Kota Banjarbaru terjadi pada suatu ruang.
Ketidaktepatan rencana dan ketidaktertiban pemanfaatan ruang dapat berpengaruh terhadap
penurunan kualitas lingkungan hidup, sehingga lingkungan menjadi berkembang secara
ekonomi sebagai sumber yang menghasilkan barang dan jasa, namun menurun secara ekologi
sebagai suatu sistem penyangga kehidupan (Muhammad Ruslan, 2012).
Arboretum adalah suatu contoh hutan yang merupakan kumpulan pepohonan yang
merupakan bentuk konservasi plasma nutfah buatan manusia. Pengelolaan kawasan arboretum
bertujuan untuk meningkatkan peran kawasan tersebut sebagai pelindung penyangga
sumberdaya hutan dan air daerah sekitarnya. Selain itu, kawasan tersebut juga dapat dijadikan
sebagai sarana rekreasi, pendidikan dan penelitian. Arboretum memiliki banyak
keanekaragaman hayati tumbuhan dan satwaliar yang hidup alami oleh karena itu, arboretum
ini berpotensi untuk dikembangkan sebagai salah satu pusat laboratorium alam bagi segenap
civitas akademika. Arboretum dengan aneka vegetasi yang mengandung nilai-nilai ilmiah dapat
dijadikan laboratorium terbuka untuk sarana pendidikan dan penelitian mahasiswa, tertutama
dalam mempelajari pola percabangan pohon pada beberapa matakuliah antara lain: Ilmu Hutan
Kota, Dendrologi, Biologi dan lainnya. Percabangan pohon merupakan diferensiasi morfologi
pada sumbu vegetatif dan arsitektur khusus untuk klasifikasi dan interpretasi bentuk tumbuhan.
Batang suatu tumbuhan ada yang bercabang ada yang tidak. Pola percabangan batang
tumbuhan dibedakan atas tiga macam, yaitu pola percabangan monopodium, pola percabangan
simpodium, dan pola percabangan menggarpu atau dikotom (Tjitrosoepomo, 2007).

2
Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat sendiri memiliki arboretum yang
terletak tidak jauh dari area Fakultas Kehutanan, dengan hal ini peneliti meyakini bahwa masih
perlu dilakukan evaluasi tentang kesesuaian jenis dan fungsi pohon penyusun serta optimalisasi
dengan jenis-jenis pohon yang sesuai. Penataan ini pun diharapkan juga dilakukan dengan
tujuan memberikan informasi mengenai tata ruang, agar sewaktu-waktu siap untuk dievaluasi
serta diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai media
pembelajaran. Selanjutnya informasi ini dapat juga dimanfaatkan untuk menciptakan kondisi
lingkungan yang baik dan kelestarian di kawasan tersebut terjaga. Elemen terpenting dalam
penataan ruang terbuka hijau adalah pemilihan jenis vegetasi yang tepat, sesuai dengan tujuan
pemanfaatan yang ada didalamnya. Salah satu aspek yang penting saat ini, untuk diperhatikan
adalah unsur model arsitektur pohon, yang erat dengan keruangan. Arsitektur pohon diperlukan
untuk merencanakan hutan kota, karena dalam arsitektur pohon terdapat nilai-nilai ekstetika
dari unsur-unsur yang ada.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis model arsitektur yang tumbuh di Arboretum
Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat. Penelitian ini juga memiliki manfaat
Memberikan informasi model arsitektur dan jenis-jenis pohon yang terdapat di Arboretum
Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat berdasarkan fungsi dan areanya.
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan data dasar yang dapat digunakan sebagai bahan
masukan dalam rencana maupun perancangan pengembangan dan penataan di kawasan
arboretum Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat.

METODE PENELITIAN

Tempat dan waktu penelitian


Lokasi penelitian terletak di Arboretum Fakultas Kehutanan Universitas Lambung
Mangkurat, Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Alamat Loktabat Selatan. Kecamatan Banjarbaru
Selatan, Kota Banjar Baru, Kalimantan Selatan 70714. Koordinat -3°26’45”, 114 °50’30”, 85,3m.
Penelitian dilakukan selama dua bulan dari Oktober-Desember terhitung mulai dari persiapan
penulisan proposal usulan penelitian, pengolahan dan analisis data, serta penyusunan laporan
penelitian.
Alat dan bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini alat tulis dan buku untuk mencatat informasi
yang dibutuhkan, phi band, kamera digital untuk dokumentasi, perangkat komputer ataupun
notebook untuk mengolah data dan mendesain rancangan, buku panduan pengenalan pohon
ataupun literatur penunjang lainnya. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini, keseluruhan
pohon (berdiameter ≥ 20 cm) yang tumbuh di Arboretum Fakultas Kehutanan Universitas
Lambung Mangkurat dan peta kawasan Arboretum Fakultas Kehutanan Universitas Lambung
Mangkurat untuk mengetahui lay out yang ada.
Prosedur penelitian
Prosedur dalam penelitian ini terdiri dari 2 tahapan penelitian dilakukan dengan
jelajah/pengamatan secara langsung terhadap model arsitektur percabangan batang pada
tumbuhan yang terdapat di lokasi penelitian dengan melakukan pencatatan terhadap semua
jenis pohon (berdiameter ≥ 20 cm) dan bentuk arsitektur pohon. Prosedur penelitian ini
mengacu pada penelitian “Model Arsitektur Pohon Arboretum Universitas Lancang Kuning
sebagai penunjang pembelajaran” oleh Hadinoto dan Suhesti dan identifikasi model arsitektur
pohon menggunakan buku karangan Halle. F. & Oldeman. & R.A.A., yaitu: An Essay on The
Architecture and Dynamics of Growth of Tropical Trees. Data dan informasi yang telah
diperoleh selanjutnya dicatat dengan menggunakan komputer. Setelah itu, dilakukan dengan
menggunakan metode analisis deskriptif terhadap model arsitektur. Analisis kesesuaian
dilakukan berdasarkan nilai estetika, kenyamanan, produksi dan ekologis. Jenis data yang di
dapat dari hasil analisis data merupakan data primer dan data sekunder.

Teknik pengambilan data

3
Penelitian ini dilakukan dengan metode jelajah/pengamatan secara langsung terhadap
model arsitektur percabangan batang pada tumbuhan yang terdapat di lokasi penelitian dengan
melakukan pencatatan terhadap semua jenis pohon (berdiameter ≥ 20 cm) dan bentuk
arsitektur pohon Pengambilan prosedur penelitian ini mengacu pada penelitian “Model
Arsitektur Pohon Arboretum Universitas Lancang Kuning Sebagai Penunjang Pembelajaran”
oleh Hadinoto dan Eni Suhesti dan Identifikasi model arsitektur pohon menggunakan buku
karangan Halle. F. & Oldeman. & R.A.A., yaitu: An Essay on The Architecture and Dynamics of
Growth of Tropical Trees. Setiap pohon diamati dan difoto, sebagai dokumentasi penelitian.

ANALISIS DATA
Data dan informasi yang telah diperoleh selanjutnya dicatat dengan menggunakan
komputer. Setelah itu, dilakukan dengan menggunakan metode analisis deskriptif terhadap
model arsitektur. Analisis kesesuaian dilakukan berdasarkan nilai estetika, kenyamanan,
produksi dan ekologis.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Identifikasi Jenis Bentuk/Model di Arboretum Fakultas Kehutanan Universitas


Lambung Mangkurat

Berdasarkan pada hasil penelitian di Arboretum Fakultas Kehutanan Universitas Lambung


Mangkurat, didapatkan 6 bentuk/model arsitektur pohon dari jenis-jenis pohon yang berdiamater
≥ 20 cm. Bentuk/model arsitektur pohon di Arboretum yaitu Attim, Aubreville, Corner, Prevost,
Raux, dan Troll (tabel 1).

Tabel 1. Daftar jenis pohon dan model arsitektur di Arboretum Fakultas Kehutanan Universitas
Lambung Mangkurat.

No Spesies Daerah Nama Ilmiah Famili Model Arsitektur

1 Akasia Accacia Mangium Troll Fabaceae


2 Glodokan Tiang Polyalthia longifolia Raux Polyalthia
3 Ketapang Terminalia catappa Aubreville Combretaceae
4 Palem Raja Rostonea regia Corner Arecaceae
5 Pulai Alstonia scholaris Koriba Apocynaceae
6 Tanjung Mimossups elengi Troll Fabacea

Tabel 1 menunjukkan bahwa terdapat enam model arsitektur pohon di Arboretum Fakultas
Kehutanan Universtitas Lambung Mangkurat yakni Model Attim, Aubreville, Corner, Prevost,
Raux, dan Troll. Hal ini menunjukkan bahwa beberapa model ini merupakan bentuk arsitektur
yang umum ditemukan di hutan Indonesia termasuk di Arboretum Fakultas Kehutanan
Universitas Lambung Mangkurat. Sementara model arsitektur pohon lainnya masih belum
terlihat jelas hal ini dikarenakan masih ada beberapa pohon yang masih dalam proses
pembentukkan arsitektur. Meskipun demikian Arboretum Fakultas Kehutanan Universitas
Lambung Mangkurat memiliki jumlah cukup untuk model arsitektur pohon yang dapat digunakan
untuk keperluan kegiatan proses pembelajaran di Fakultas Kehutanan.

Model Arsitektur Pohon di Arboretum Fakultas Kehutanan

1. Model Aubreville
Model Aubreville merupakan model arsitektur pohon dengan ciri batang monopodial dengan
percabangan yang tumbuh ritmik sehingga mengakibatkan cabang plagoitropik tersusun dalam
lapisan terpisah. Jenis dengan bentuk/model arsitektur Aubreville yang terdapat di Arboretum
Fakultas Kehutanan Universitas yaitu Ketapang (Terminalia catappa). Ketapang (Terminalia

4
catappa) merupakan pohon yang berasal dari Asia tenggara. Pohon ini dapat tumbuh alami di
daerah pantai berpasir atau berbatu. Pohon berukuran moderat tinggi kira-kira 20-30 m.
Daunnya mudah gugur, berbentuk seperti pagoda, terutama bila pohon masih muda, batang
sering berbanir pada pangkal (Mukhlison, 2010).

A B

C D

Gambar 7. A. Pohon Ketapang (Terminalia catappa), B. Bunga dan Buah Pohon Ketapang
(Terminalia catappa), C. Daun Pohon Ketapang (Terminalia catappa), D. Kulit Pohon Ketapang
(Terminalia catappa).

Tata letak cabang model Aubreville simetris dan tersebar merata sepanjang batang mulai
dari percabangan pertama sampai ke puncak pohon. Hal ini mengakibatkan pori-pori tajuk
menjadi lebih besar sehingga curah hujan banyak yang menembus tajuk ke lantai hutan, selain
itu lebar daun lebih besar sehingga lebih banyak menampung air yang sebagian besar mengalir
melalui curahan tajuk. Kerapatan tajuk dari model arsitektur pohon aubreville lebih tipis
dibandingkan dengan model Leeuwenberg dan Stone. Jeffrey (1964) menjelaskan bahwa
semakin tebal dan rapat penutupan tajuk, curahan tajuk yang terjadi akan semakin kecil.
Besarnya luas penutupan tajuk ini akan menyebabkan kecilnya air lolosan tajuk dan
meningkatkan intersepsi (Herwitz, 1985; Chanpaga dan Watchirajutipong, 2000). Perbedaan
besarnya curahan tajuk disebabkan karena kondisi tajuk dari ketiga jenis pohon tersebut
berbeda.

Gambar 8. E. Model Aubreville, F. Model Aubreville Pohon Ketapang (Terminalia catappa).

Model arsitektur Aubreville (Terminalia catappa) dengan curahan tajuk terbesar, memiliki
kondisi tajuk yang tidak rapat, dimana terdapat celah yang memungkinkan air hujan tidak

5
sempat tertahan di tajuk dan langsung jatuh ke permukaan tanah. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Asdak (2002), bahwa air lolos (curahan tajuk) akan semakin berkurang sejalan
dengan bertambah rapatnya tajuk vegetasi atau tegakan hutan. Model arsitektur Stone seperti
dao (Dracontomelon dao) memiliki tajuk yang agak rapat dibandingkan dengan model arsitektur
Aubreville seperti ketapang (Terminalia catappa) dan Leeuwenberg seperti tanaman jarak
(Jatropha curcas) namun masih terdapat celah sehingga butir hujan dapat lolos ke permukaan
tanah. Dengan sistem percabangan monopodial (memiliki satu batang pokok utama), masih ada
ruang di dalam tajuk yang terbentuk, sehingga air hujan dapat lolos jatuh ke permukaan tanah.

2. Model Corner

Penentuan jenis model/bentuk corner terbilang lebih mudah dibandingkan dengan


bentuk/model arsitektur lainnya, dengan ciri yang dimiliki yaitu, batang monopodial dengan
perbungaan lateral dan tidak bercabang, karena posisi perbungaannya yang lateral maka
meristem apical dapat tumbuh terus. Jenis tumbuhan model arsitektur Corner yang terdapat di
Arboretum Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat yaitu palem raja (Rostonea
regia). Dalam beberapa penelitian tentang Kesesuaian Fungsi Model Arsitektur Palem dapat
dikategorikan sebagai bagian Rancangan Fungsi Estetika. Hal ini dikarenakan bentuk yang
estetik sehingga sering dijadikan pohon hias maupun pohon pelengkap di area objek wisata.
Palem pada umumnya adalah tanaman hias yang bersifat kosmopolitan, keberadaannya
ditemukan di daerah tropis dan subtropis, dataran rendah dan tinggi, pegunungan dan di pantai,
daerah dengan tanah yang subur maupun gersang. Palem raja dikenal sebagai royal palm
karena bentuknya yang menawan dengan batang yang kokoh, daun yang hijau dan segar.
Pelepah yang rontok akan meninggalkan bekas lingkaran atau garis berwarna abu-abu putih.
Daun palem raja termasuk daun yang sempurna karena telah memiliki pelepah. tangkai dan
helain daun juga termasuk majemuk karena mempunyai anak-anak daun. Mempunyai baungun
daun yang memanjang. Sedangkan anak daunnya memiliki bangun daun yang memanjang
seprti pedang, ujung daunnya runcing. Pangkal Daun berbentuk bundar. Susunan Tulang Daun
berbentuk menyirip Yaitu, satu ibu tulang daun membujur pada tengah daun, dari pangkal
sampai ke ujung daun, Sedangkan anak daunnya bertulang daun sejajar karena mempunyai
bangun daun pedang. Tepi Daun memiliki tepi daun yang rata. Permukaan daun palem raja jika
di pegang terasa licin baik permukaan atas bawah dan daging daunnya keras seperti kertas.
Serta bagian atas lebih memiliki hijau yang lebih tua dari pada bagian bawahnya.
Akar palem raja berupa akar serabut. Radikula pada bibit terus tumbuh memanjang kea
rah bawah selama 6 bulan terus menerus dan panjang akar mencapai 15 cm. Akar primer terus
berkembang. Susunan akar terdiri dari serabut primer yang tumbuh vertical ke dalam tanah dan
horizontal ke samping. Serabut primer ini akan bercabang menjadi akar sekunder ke atas dan
ke bawah. Akhirnya cabang-cabang ini juga akan bercabang lagi menjadi akar tersier, begitu
seterusnya. Kedalaman perakaran palem raja bisa mencapai 8 meter dan 16 meter ke arah
horizontal. Akar palem raja tidak berbuku ujungnya runcing dan berwarna putih atau keabu-
abuan. Bagian batang berbentuk bulat besar. Batang (biasanya tidak bercabang) dengan daun
di ujung batang seperti mahkota, batang bisa tinggi mencapai 30 m. Batang ini juga mempunyai
permukaan halus dan kadang terdapat bekas pelepah daun yang gugur. Batangnya beruas-
ruas dan tidak memiliki kambium sejati. Bila diiris melintang, batangnya memperlihatkan saluran
pembuluh yang menyebar di bagian dalamnya. Luka batang ini cenderung tidak tertutup
kembali, justru malah membesar atau malah membusuk.
Bunga dalam perbungaan panikula atau spadiks yang diliputi oleh spata yang bisa
mengayu. Setiap bunga uniseksual atau biseksual, (tumbuhan berumah satu), aktinomorf atau
sedikit zigomorf, trimer, sepal 3 lepas atau menyatu, valvatus, pada bunga betina, jarang
berupa tepal 2+2, atau perinthium tereduksi atau tidak ada, stamen umumnya 6 dalam 2
lingkaran. Bentuk bunga jantan jantan dan bunga betina dapat dibedakan ketika masih
seludang. Bentuk bunga jantan lonjong memanjang dengan ujung kelopak agak meruncing
dengan garis tengah lebih kecil sedangkan bentuk bunga betina agak bulat dengan ujung
kelopak agak rata serta garis tengah bunga agak tebal.
Buah berbentuk bulat bulat. Buahnya biasanya memiliki kulit luar yang relatif tebal, yang
menutupi bagian dalam (mesokarpium) yang berair atau berserat. Buah terbentuk setelah
penyerbukan dan pembuahan. Waktu yang diperlukan dari penyerbukan sampai buah matang
kurang lebih 5-6 bulan. Secara anatomi, buah palem raja terdiri dari dua bagian utama, yaitu
bagian yang pertama adalah perikaprium yang terdiri dari epikaprium dan mesokaprium,

6
sedangkan yang kedua adalah biji yang terdiri dari endokaprium, endosperm, dan lembaga atau
embrio. Epikaprium adalah kulit buah yang kerak dan licin, sedangkan mesokarpium yaitu
daging buah yang berserabut mengandung minyak dengan rendemen paling tinggi, Sedangkan
lembaga merupakan bakal tanaman

Gambar 9. Model Corner Palem Raja (Rostonea regia)

Palem Raja mempunyai beberapa manfaat antara lain sebagai, sebagai tumbuhan hias
taman. Mampu menjadi bahan bakar kayu (pelepah) di daerah pedesaan, sebagai pohon
penyejuk udara dan mampu dijadikan pekakas bangun. Berbagai jenis palem termasuk jenis
serbaguna. Dari kegunaan, jenis-jenis palem dalat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Sumber karbohidrat, baik dalam bentuk pati maupun gula contoh aren
2. Sumber minyak. Sudah sejak lama beberapa masyarakat yang ada di Indonesia
memanfaatkan kelapa untuk minyak goreng
3. Sumber bahan anyaman. Rotan merupakan bahan anyaman yang berkulit tinggi. Beberapa
jenis palem juga menghasilkan daun yang dapat dianyam.
4. Sumber bahan bangunan. Ada jenis-jenis palem yang mempunyai batang yang kuat untuk
pengganti kayu.
5. Sumber bahan penyegar mulut. Ada tempat-tempat di Indonesia yang masyarakatnya masih
menyirih
6. Sebagai tanaman hias. Banyak jenis palem yang sudah dimanfaatkan untuk tanaman hias
jalan.

Mengetahui persepsi masyarakat terhadap pengembangan wisata alam Bukit Langara

Karakteristik responden masyarakat

7
Data persepsi masyarakat diambil menggunakan rumus Slovin, dimana sampel yang di
ambil disesuaikan dengan jumlah KK (Kepala keluarga) dengan perensentase error sebesar
10% jumlah KK (Kepala keluarga) di Desa lumpangi yaitu sebesar 371 KK (Kepala keluarga),
dengan menggunakan rumus Slovin didapat 73 KK (kepala keluarga. Pengambilan data di
lapangan menggunakan kuisioner kepada masyarakat yang dekat dengan objek wisata Bukit
Langara.

Tabel 7. Rekapitulasi karakteristik responden (Masyarakat)

Usia responden berkisar 20-30 tahun sebanyak 13 orang, usia 31 tahun sampai 40 tahun
sebanyak 23 orang. Usia 41 tahun sampai 50 tahun sebanyak 19 orang, usia 51 tahun sampai
dengan 60 tahun berjumlah 13 orang, usia 61 tahun sampai dengan 70 tahun sebanyak 5
orang, sedangkan untuk usia di atas 70 tahun tidak ada. Untuk tingkat pendidikan masih sangat
rendah yaitu SD (sekolah dasar) terdapat 37 orang, SLTP (sekolah lanjut tingkat pertama) atau
setingkat SMP terdapat 17 orang, SLTA (sekolah lanjut Tingkat Atas) atau setingkat SMA
tedapat 13 orang serta untuk tingkat SI sebanyak 3 orang. Masyarakat yang menjadi responden
kebanyakan nya bekerja sebagai wiraswasta 34 orang, petani 27 orang, PNS 3 orang,
pedagang 7 orang, sopir 2 orang untuk buruh harian dan tidak bekerja tidak ada. Untuk
Responden perempuan ada sebanyak 10 orang dan untuk laki-laki sebanyak 63 orang.

Persepsi masyarakat

Pengambilan data dilakukan dengan cara melakukan wawancara kepada masyarakat sekitar
yang dekat dengan objek wisata tersebut, masyarakat sangat setuju atas pengembangan desa
lumpangi sebagai kawasan wisata, karena dengan adanya pengembangan nantinya akan
memberikan dampak besar untuk meningkatkan perenokomian masyarakat sekitar karena
masyarakat bisa memanfaatkan peluang untuk berjualan atau berdagang di sekitar kawasan
wisata tersebut, sehingga bisa menambah penghasilan masyarakat sekitar dan juga bisa
mengurangi angka pengangguran, karena ada terciptanya lapangan pekerjaan untuk
masyarakat.

Tabel 8. Rekapitulasi pendapat masyarakat tentang sarana dan prasarana yang ada di obyek
wisata alam Bukit Langara
Sarana dan Sangat sangat Total
Bagus Sedang Jelek
prasaran bagus jelek Responden
Toilet/ WC
61 12 73
umum
Petunjuk arah 7 64 2 73
Papan nama
68 5 73
objek
Posjaga 47 26 73
Angkutan
32 41 73
umum
Warung makan 9 64 73
Aksebilitas 57 16 73
Keamanan   59  14       73

Pendapat masyarakat tentang sarana dan prasarana yang ada di objek wisata alam Bukit
Langara, untuk toilet atau wc umum masyarakat dominan berpendapat bagus dikarenakan
sudah permanen dan sering dirawat juga dibersihkan oleh masyarakat sekitar, petunjuk arah
menuju objek wisata masyarakat berpendapat jelek dikarenakan dari mulai kota menuju arah
masuk ke objek wisata tidak ada sama sekali sehingga masyarakat berpendapat jelek, Papan
nama objek masyarakat berpendapat jelek dikarenakan papan nama tersebut hanya ditulis
dengan cat dan juga tulisannya sudah mulai hilang, untuk pos jaga masyarakat berpendapat

8
bagus dikarenakan petugas selalu berjaga mengawasi para wisatawan yang berkunjung keluar
masuk objek wisata.

Tabel 9. Hasil wawancara persepsi masyarakat Desa Lumpangi


No
Pertanyaan Jawaban Jumlah
.
Apakah anda setuju apabila Kabupaten Hulu
Sungai Selatan khususnya objek wisata Bukit (  ) Setuju 73
1 Langara di Desa Lumpangi dikembangkan dan ( ) Tidak setuju
dikelola untuk pengembangan wisata alam ( ) Ragu- ragu
berbasis masyarakat
Apakah anda setuju bahwa pengembangan
Objek Wisata Desa Lumpangi Kabupaten Hulu (  ) Setuju 73
2 Sungai selatan secara disorientasi alam dapat ( ) Tidak setuju
memberikan keutungan dan lapangan kerja bagi ( ) Ragu- ragu
masyarakat sekitar objek?

Apakah anda setuju apabila masyarakat dan (  ) Setuju 73


3 perangkat desa ikut aktif dan berpartisipatif ( ) Tidak setuju
mengembangkan wisata di Desa Lumpangi ( ) Ragu- ragu

() Setuju () 59


Tidak setuju ( ) 14
Apakah anda setuju adanya wisatawan yang Ragu- ragu
4
berkunjung mengganggu masyarakat sekitar

Apakah anda setuju perlu dilakukan kegiatan


penyuluhan pariwisata atau forum diskusi (  ) Setuju 73
5 pelatihan dibidang wisata untuk meningkatkan ( ) Tidak setuju
kesadaran masyarakat guna mencapai ( ) Ragu- ragu
pengelolaan yang maksimal

(  ) Setuju 55
( ) Tidak setuju
Apakah anda setuju dalam pengembangan objek (  ) Ragu- ragu 18
6
wisata perlu bekerjasama dengan pihak luar
Apakah anda setuju kualitas SDM atau (  ) Setuju 64
7 pengetahuan pengetahua masyarakat sekitar ( ) Tidak setuju 9
objek masih rendah dalam merespon ( ) Ragu- ragu
pengembangan wisata alam?
Apakah anda setuju dengan perbaikan (  ) Setuju 73
8 Aksebilitas, Sarana dan prasarana sekitar untuk ( ) Tidak setuju
mendukung kegiatan wisata alam ( ) Ragu- ragu

Apakah Bapak/ Ibu setuju bila Objek Daya dan (  ) Setuju 73


9 Tarik Wisata (ODTW) Desa Lumpangi ( ) Tidak setuju
Kabupaten Hulu Sungai Selatan dikembangkan ( ) Ragu- ragu
sebagai kawasan wisata

9
Hasil wawancara persepsi masyarakat terhadap pengembangan objek wisata alam Desa
Lumpangi, yaitu masyarakat setuju kalau desa mereka dikelola dan dikembangkan sebagai
kawasan objek wisata, keberadaan objek wisata tersebut nantinya akan memberikan peluang
lapangan pekerjaan bagi masyarakat untuk menambah penghasilan dan meningkatkan
perekonomian, masyarakat juga setuju kalau nantinya keberadaan objek wisata alam terus
dikembangkan sehingga bisa menguntungkan masyarakat karena masyarakat bisa ikut aktif
terlibat di dalamnya baik itu sebagai jasa pemandu wisata maupun sebagai pedagang di sekitar
objek wisata alam. Wawancara yang dilakukan kepada penduduk terlihat pada gambar 5 ini:

Gambar 5.
Wawancara
kepada
penduduk

Persepsi wisatawan
Wawancara tidak hanya dengan masyarakat penduduk, wawancara juga dilakukan dengan
wisatawan yang berkunjung di objek wisata Bukit Langara, diambil sebanyak 30 responden dari
wisatawan.
Karakteristik responden wisatawan
Karakteristik Responden yang dilihat dalam penelitian ini antara lain jenis kelamin, umur,
asal daerah dan pekerjaan.
Tabel 10. Rekapitulasi responden (wisatawan) berdasarkan jenis kelamin
No Jenis kelamin Jumlah (orang) Persentase (%)
1 Laki-laki 19 64
2 Perempuan 11   37
  Jumlah   30   100

Tabel 11. Rekapitulasi responden (wisatawan) berdasarkan umur


No Umur   Jumlah (orang) Persentase (%)
1 17-19 4 14
2 20-30 21 70
3 31-34   5 17
  Jumlah   30 100

10
Tabel 12. Rekapitulasi responden (wisatawan berdasarkan asal daerah

No Asal Daerah Jumlah (orang) Persentase (%)


1 Kab. Hulu Sungai Selatan 10 34
2 Kab. Hulu Sungai Utara 5 20
3 kab. Hulu Sungai Tengah 4 17
4 Kab. Tapin 6 14
5 Banjarmasin 2 7
6 Banjarbaru 3   10  
  Jumlah   30   100  

Tabel 13. Rekapitulasi responden (wisatawan) berdasarkan pekerjaan


No   Pekerjaan Jumlah (orang) Persentase (%)
1 Mahasiswa/Mahasiswi 9 30
2 Wiraswasta 7 24
3 Pelajar 2 7
4 Pedagang 2 7
5 Ibu Rumah Tangga 6 20
6 Karyawan 4 14
  Jumlah   30 100

Tabel 14. Rekapitulasi persepsi wisatawan terhadap pengembangan obyek wisata alam Bukit
Langara
Jumlah
No   Uraian     (orang) Persentase (%)
Pemandangan alam pada obyek wisata yang dikunjungi
1 sangat
Indah
a. Sangat Setuju 11 36,6
1 63,
b.Setuju 9 3
  c. Tidak Setuju     0   0  
2 keramahan masyarakat sekitar obyek
Wisata terhadap pengunjung
a. Sangat baik 5 16,6
b. Baik 25 83,3
  c. Tidak baik     0   0  
3 Keamanan sekitar obyek wisata
a. Sangat baik 4 13,3
b. Baik 26 86,6
  c. Tidak baik     0   0  
4 Transportasi yang disediakan untuk
menuju lokasi wisata
a. Ada 0 0
  b. Tidak ada     30   100  
5 Jalan menuju lokasi obyek wisata
telah tersedia dan sangat mudah
di tempuh
a. Sangat Mudah 13 43,3
b.Mudah 17 56,6
  c. Tidak mudah     0   0  
6 Biaya masuk yang di keluarkan untuk
dapat naik ke Bukit Langara
a. sangat Mahal 0 0
b. Mahal 0 0
  c. Tidak Mahal     30   100  

11
Berdasarkan data Tabel 14 diketahui 11 sangat setuju dengan keindahan yang ada pada
obyek wisata tersebut dengan persentase 36,6 %, sehingga dengan demikian 30 responden
berpendapat sangat setuju dan setuju bahwa Bukit Langara memiliki pemandangan alam
dengan panorama yang sangat indah dan menarik untuk dikunjungi wisatawan.
Hasil wawancara yang dilakukan kepada responden berpendapat bahwa, pemandangan
yang bisa dilihat dari puncak adalah hamparan Sungai Amandit, hutan, gunung, flora, fauna dan
sunrise dan sunset, sehingga wisatawan dapat melihat dan merasakan keindahan yang berada
di obyek wisata Bukit Langara. Sebelum melakukan traeking pendakian wisatawan melewati
kebun karet masyarakat serta pepohonan yang tumbuh di sekitar Bukit Langara. Keindahan
pemandangan alam dan kondisi alam pada puncak obyek wisata Bukit Langara dapat dilihat
pada Gambar 6

Gambar 6. Keindahan wisata alam Bukit Langara

Rekapitulasi persepsi wisatawan tentang keramahan masyarakat sekitar obyek wisata


terhadap pengunjung, terdapat 5 responden yang menyatakan sangat baik 16,6% dan 25
responden menyatakan baik 83,3%. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada
responden keramahan yang dimaksud yaitu penyambutan pihak pengelola dan penduduk
terhadap wisatawan yang berkunjung sangat bagus.
Hasil wawancara yang dilakukan kepada responden berdasarkan persepsi wisatawan untuk
keamanan sekitar obyek wisata, terdapat 4 responden yang menyatakan sangat baik (13,3%)
dan 26 responden menyatakan baik (86,6%). Keamanan yang dimaksud responden salah
satunya adalah pengelola dari Bukit Langara menjaga keamanan di awal masuk yaitu pada pos
pemberhentian. Data rekapitulasi persepsi wisatawan tentang transportasi umum yang
disediakan di obyek wisata Bukit Langara untuk menuju lokasi wisata ada dengan persentase
O sedangkan responden yang berpendapat tidak ada yaitu 100%, Karena pengunjung yang
datang kebanyakannya menggunakan transportasi milik pribadi.
Hasil wawancara yang dilakukan kepada wisatawan menunjukkan bahwa akses menuju
Bukit Langara sangat mudah dengan persentase 43,3% (13 orang) dan 56,6% (17 orang)
menyatakan mudah, Jalan di Desa Lumpangi cukup baik untuk dilewati sepeda motor dan juga
mobil karena jalan cukup luas dan beraspal. Hasil rekapitulasi dari jawaban responden untuk
retribusi yang dikeluarkan sehingga dapat naik ke Bukit Langara tidak mahal, dengan
persentase 100%. Hasil dari wawancara yang diperoleh dari wisatawan menyatakan bahwa tarif
yang telah ditentukan lumayan sudah murah. Retribusi yang dikeluarkan untuk dapat naik ke
Bukit Langara yaitu sebesar Rp. 5000,-/orang sudah termasuk retribusi yang dikeluarkan untuk
parkir kendaraan sepe damotor maupun mobil.

Menentukan strategi pengembangan wisata alam Bukit Langara

12
Pengembangan kepariwisataan tidak terlepas dari faktor internal dan eksternal. Agar dapat
memahami faktor internal dan eksternal maka dilakukan klasifikasi faktor internal ke dalam
faktor kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness), sedangkan untuk faktor eksternal
dikelompokkan ke dalam faktor peluang (opportunity) dan ancaman (threat). Analisis faktor
internal – eskternal ini sangat bermanfaat untuk dipergunakan dalam perumusan strategi dan
program pengembangan kepariwisataan (Rangkuti, (2003).
Hasil wawancara serta diskusi serta observasi di lapangan didapatkan untuk faktor internal
dan faktor eksternal wisata Alam Bukit Langara di Desa Lumpangi, diperoleh data dari faktor
internal terdapat 5 poin kekuatan, dan 4 poin kelemahan sedangkan faktor eksternal terdapat
5 poin peluang dan 3 poin ancaman yang dapat. Dapat dilihat pada Tabel 15 dan Tabel 16

Analisis faktor internal dan faktor eksternal


Tabel 15. Faktor internal wisata alam Bukit Langara
No Kekuatan (Strength) No Kelemahan (Weakness)
1 Keunikan dan keindahan obyek 1 Tidak ada atraksi pendamping
wisata
2 Biaya masuk ke obyek wisata 2 Tidak ada transportasi khusus
sangat murah menuju lokasi obyek wisata

3 Viralnya di media sosial 3 Kurangnya perawatan terhadap


obyek wisata dan fasilitas yang
sudah ada

4 Masyarakatnya ramah dan mau


menerima siapapun yang 4 Kurangnya penunjuk jalan
berkunjung
5 Letaknya yang strategis dan mudah
dijangkau oleh pengunjung
Sumber: Data primer dilapangan

Tabel 16. Faktor eksternal wisata alam Bukit Langara di Desa Lumpangi
No Peluang (Opportunity) No Ancaman (Threat)
1 Dapat di kembangkan lagi 1 Kurang nya kesadaran masyarakat
sekitar akan penting nya
keberadaan sebuah obyek wisata
2 Terbuka nya lapangan pekerjaan 2 Berkembang nya obyek wisata lain
bagi masyarakat sekitar yang meningkat kan persaingan
3 Masyarakat sangat mendukung 3 Bila terjadi musim hujan akses jalan
pengembangan Desa Lumpangi menuju obyek wisata Bukit Langara
sebagai obyek dan daya tarik wisata terhambat di karenakan jalan licin
saat tracking
4 Adanya rencana dari Dispora Kab.
HSS untuk mengembangkan obyek
wisata Bukit Langara
5 Wisata unik yang tidak ada di desa
lain
Sumber: data primer (2020)

Pendekatan kualitatif analisis SWOT


Pendekatan kualitatif analisis SWOT merupakan suatu pendekatan yang dilakukan untuk
mengetahui posisi Objek Wisata Alam Bukit Langara pada kuadran analisisi SWOT, dengan
cara perhitungan bobot dan rating kemudian akan diperoleh skor masing-masing kriteria faktor
internal dan faktor eksternal. Pembobotan diperoleh dari wawancara dan diskusi dengan pihak

13
yang dianggap mengetahui tentang wisat Alam Bukit Langara di Desa Lumpangi. Hasil dari
penelitian terhadap faktor internal strategi di Desa Lumpangi telah dirangkum dalam Tabel 17
sebagai berikut :

Tabel 17. Faktor internal strategi


No Kekuatan (Strength) Skor Bobot Total

1. Keunikan dan keindahan obyek wisata 4 0,25 1,00


2. Biaya masuk ke obyek wisata sangat murah 4 0,25 1,00

4 0,15 0,60
3. Viralnya di media sosial
4. Masyarakat nya ramah dan mau menerima siapapun
yang 4 0,20 0,80
berkunjung
5. Letaknya yang strategis dan mudah untuk di
3 0,15 0,45
jangkau
pengunjung
1 3,85
Sub total
No Kelemahan (weaknes)

-3 0,40
1. Tidak ada atraksi pendamping -1,20
2 Kurang nya perawatan terhadap obyek wisata dan fasilitas
-2 0,35 -0,70
yang sudah ada

-2 0,25 -0,50
3.kurangnya penunjuk jalan

1 -2,40
Sub Total

Total 2 1,45

S+W = 3,85+(-2,40 ) = 1,45

No Peluang (opportunity) Skor Bobot Total

1. Dapat dikembangkan lagi 4 0,25 1,00


2. Terbukanya lapangan pekerjaan bagi masyarakat
4 0,20 0,80
sekitar
3. Masyarakat sangat mendukung pengembangan Desa 0,60
4 0,15
Lumpangi sebagai obyek dan daya tarik wisata
4. Adanya rencana dari Dispora Kab. HSS untuk 1,00
4 0,25
mengembangkan obyek wisata Bukit Langara

14
5. wisata unik yang tidak ada di desa lain 3 0,15 0,45

Sub total 1 3,85

Hasil faktor internal wisata Alam Bukit Langara di Desa Lumpangi pada Tabel 15. Faktor
kekuatan bobot tertinggi adalah 1,00 pada poin satu dan poin dua yaitu keunikan dan
keindahan obyek wisata dan juga biaya masuk ke obyek wisata sangat murah, poin 3 Viralnya
di media sosial dan poin 5 letaknya strategis dan mudah dijangkau oleh pengunjung. Dengan
hasil tersebut maka bisa kita simpulkan faktor kekuatan wisata alam Bukit Langara di Desa
Lumpangi yaitu keunikan dan keindahan obyek wisatanya. Perhitungan bobot skoring faktor
internal dapat diketahui posisi wisata alam Bukit Langara di Desa Lumpangi berada pada titik
sumbu x, dengan penjumlahan dari nilai total kekuatan (Strength) dan nilai total kelemahan
(weakness) didapat nilai 1,45.

Tabel 18. Eksternal faktor strategi

No Ancaman (threat)

1. Kurangnya kesadaran masyarakat sekitar akan


-3 0,40 -1,20
pentingnya keberadaan sebuah obyek wisata

2. Berkembang nya obyek wisata lain yang meningkat kan -0,80


-2 0,40
persaingan
3. Bila terjadi musim hujan akses jalan menuju obyek
wisata bukit langara terhambat di karenakan jalan licin -2 0,20 -0,40
saat tracking

Sub total 1 -2,40


2,0
Total 1,45

O+T = 3,85 +(-2,40) = 1,45

Berdasarkan Tabel 16. Faktor eksternal peluang (opportunity) bobot tertinggi adalah 1,00
pada poin 1 dan poin 4, dapat dikembangkan lagi dan adanya rencana dari Dispora Kab.HSS
untuk mengembangkan obyek wisata Bukit Langara, poin 2 terbukanya lapangan pekerjaan
bagi masyarakat sekitar. Poin 3 masyarakat sangat mendukung pengembangan Desa
Lumpangi sebagai obyek dan daya tarik wisata. Faktor eksternal ancaman (threat) hasil -1,90.
Yang paling tinggi terdapat pada poin 1 yaitu -1,20 kurangnya kesadaran masyarakat sekitar
akan pentingnya keberadaan sebuah obyek wisata, poin 2 berkembangnya obyek wisata lain
yang meningkatkan persaingan, poin 3 bila terjadi musim hujan akses jalan menuju obyek
wisata bukit langara terhambat dikarenakan jalan licin saat tracking. Perhitungan bobot dan
skoring factor eksternal pada titik sumbu y dengan menghitung jumlah antara nilai total peluang
dan nilai total ancaman didapat 1,45.
Berdasarkan hasil IFAS dan EFAS jumlah kekuatan dan peluang (S+O= 3,85+3,85 = 7,7 ;
jumlah kekuatan dan ancaman (S+T) = 3,85 + (-2,40) = 1,45 ; jumlah kelemahan dan ancaman
(W+T) = (-2,40)+(-2,40) = -4,80 dan jumlah kelemahan dan peluang (W+O) = (-2,40)+(3,85) =
1,45. Nilai dari Faktor internal 1,45 sebagai nilai X , sedangkan nilai faktor eksternal juga
1,45sebagai nilai Y maka dapat disimpulkan bahwa wisata alam Bukit Langara bersifat positif.
Posisi wisata alam Bukit Langara pada diagram kuadran SWOT dapat dilihat pada gambar 7

y
Opportunity 2,00 1,45
1,50
I
Weakne 1,00 15
ss
III
0,50 1,45 Strengt
2,00 1,50 1,00 0,50 h

0,50 1,00 1,50 2,00


0,50

IV 1,00
II
II

1,50

2,00
Threat

Gambar 7. Wisata alam Bukit Langara di Desa Lumpangi


pada kuadran analisis SWOT

Kuadran Analisis SWOT pada gambar menunjukkan posisi wisata alam Bukit Langara di
Desa Lumpangi berada pada kuadran I. Ternyata dari perhitungan kuadran analisis SWOT
faktor internal dan eksternal memiliki nilai yang sama pada kuadran I. Situmorang (2007)
menyatakan bahwa hasil analisis yang berada pada kuadran I matriks posisi organisasi,
merupakan posisi yang menguntungkan, subjek mempunyai peluang dan kekuatan sehingga ia
dapat memanfaatkan peluang yang ada secara maksimal dan sebagiannya menerapkan
strategi yang mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif. Posisi kuadran I membuat
wisata alam Bukit Langara di Desa Lumpangi berada pada kondisi menguntungkan maka perlu
terus berekstensi dengan memperbesar pertumbuhan dengan meraih kemajuan maksimal.
Kekuatan yang dimiliki wisata alam Desa Lumpangi dapat menutupi kelemahan dan akan
meminimalisir ancaman, apabila pengelola dapat memanfaatkan peluang yang ada secara
maksimal untuk mendukung perkembangan dengan strategi agresif (strategi pertumbuhan).
Berdasarkan fakor strategi internal dan strategi eksternal yang terdapat pada matriks analisis
SWOT dapat dilihat pada tabel perumusan strategi berikut :
Tabel 19. Matriks Analisis SWOT
Internal Strenght (S) Weakness (W)
1. Keunikan dan keindahan obyek 1. Tidak ada atraksi
wisata pendamping
2. Biaya masuk ke obyek wisata 2. Kurangnya perawatan
sangat murah terhadap obyek wisata dan
3. Viralnya di media sosial fasilitas yang sudah ada
4. Masyarakatnya ramah dan mau 3. Kurangnya petunjuk jalan
menerima siapapun yang
berkunjung
5. Letaknya yang strategis dan
Eksternal mudah dijangkau oleh pengunjung
Opportunity (O) Strategy S – O Strategy W – O
1. Dapat dikembangkan lagi 1. Dapat dikembangkan lagi 1. menambah atraksi
2. Terbukanya lapangan karena mempunyai keunikan dan pendamping di sekitar obyek
pekerjaan bagi masyarakat keindahan obyek wisata Bukit wisata Bukit Langara Desa
sekitar Langara yang tidak ada di desa Lumpangi agar wisatawan
3. Masyarakat sangat lain tidak mudah bosan untuk
mendukung Pengembangan 2. sudah viralnya di media sosial berkunjung
Desa Lumpangi sebagai sehingga pemerintah harus cepat 2. diharapkan pengelola
obyek dan daya tarik wisata bergerak untuk obyek wisata Bukit Langara
4. Adanya rencana dari Dispora mengembangkannya lagi dengan Desa Lumpangi terus
Kab. HSS untuk penambahan fasilitas yang sudah memperhatikan fasilitas yang
mengembangkan obyek ada agar wisatawan yang sudah ada tetap dirawat
wisata Bukit Langara berkunjung merasa puas dan agar terjaga dengan baik dan
5. Wisata unik yang tidak ada di nyaman berwisata di Bukit Langara bersih fasilitas yang ada
desa lain Desa Lumpangi sehingga 3. penambahan penunjuk
wisatawan akan ketagihan kembali jalan menuju obyek wisata
lagi berwisata ke Bukit Langara agar wisatawan lebih mudah
3. menjadi wisata yang unik yang untuk menemukan tempat

16
nantinya membuat wisatawan wisata Bukit Langara Desa
penasaran untuk berkunjung Lumpangi
berwisata ke Bukit Langara Desa
Lumpangi
Threat (T) Strategy S – T Strategy W – T
1. Kurangnya kesadaran 1. masyarakat harus lebih 1. peran pemerintah sangat
masyarakat sekitar akan memperhatikan lagi keberadaan diperlukan untuk
pentingnya keberadaan obyek wisata Bukit Langara Desa pengembangan obyek wisata
sebuah obyek wisata Lumpangi Bukit Langara di Desa
2. Berkembangnya obyek wisata 2. pengembangan wisata Bukit Lumpangi
lain yang meningkatkan Langara setiap tahun harus selalu 2. perlunya dukungan dan
persaingan ada karena tingkat persaingan peran dari berbagai pihak
3. Bila terjadi musim hujan akan selalu terjadi setiap saat terkait
akses jalan menuju obyek dengan wisata lain 3. agar selalu
wisata Bukit Langara 3. perlunya perbaikan jalan menuju diminati pengunjung obyek
terhambat obyek wisata agar ketika hujan wisata Bukit Langara harus
di karenakan jalan licin saat kita tetap mudah untuk naik ada inovasi baru setiap
tracking tracking ke atas Bukit Langara tahunnya
Desa Lumpangi
Sumber: Hasil analisis data primer (2020)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini yaitu (1) Persepsi masyarakat terhadapa pengembangan
obyek wisata alam Bukit Langara di Desa Lumpangi yaitu masyarakat sangat mendukung
penuh untuk dikelola dan dikembangkan sebagai kawasan obyek wisata. (2) Persepsi
wisatawan terhadap daya tarik wisata alam Bukit Langara Desa Lumpangi adalah
pemandangan alam yang indah dan menarik sehingga (63,3%) wisatawan menyatakan setuju
dengan keindahan alam obyek wisata alam Bukit Langara Desa Lumpangi. (3) Hasil dari
identifikasi flora dan fauna, terdapat 32 jenis flora dan 26 jenis fauna yang ditemukan di sekitar
Bukit Langara. (4) Strategi pengembangan obyek wisata dan daya tarik wisata alam di Desa
Lumpangi perlu adanya peran serta pemerintah dan masyarakat untuk mempercepat
pembangunan wisata di Desa Lumpangi. (5) Hasil dari inventarisasi atraksi wisata alam Bukit
Langara di Desa Lumpangi terdapat berbagai atraksi alam di antaranya yaitu gunung, sungai,
hutan, keanekaragaman fauna dan keanekaragaman flora. (6) Kondisi internal dan eksternal
wisata alam Bukit Langara Desa Lumpangi berada di posisi kuadran I yang membuat wisata
alam Bukit Langara Desa Lumpangi berada pada kondisi menguntungkan, maka perlu terus
untuk berekspansi dengan memperbesar tingkat pertumbuhan dengan meraih kemajuan secara
maksimal.

Saran

Saran yang diberikan terhadap pengembangan obyek wisata alam Desa Lumpangi
sebaiknya masyarakat dan pemerintah berpartisipasi untuk terlibat langsung dalam melakukan
pengembangan serta pengelolaan dan peran pemerintah untuk menambah fasilitas dan
memperbaiki fasilitas yang sudah ada.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Revi (1998). Pengembangan Pariwisata Berwawasan Lingkungan Pada Objek Wisata
Pantai Cerocok Painan Pessel. UNP Padang.

Bakaruddin (2008). Perkembangan dan Permasalahan Kepariwistaan. Padang. UNP Press.


Departemen pendidikan dan kebudayaan. 1993. Kamus Besar Bahasa Indonesia
Edisi ke-2, Jakarta

17
Dinas Pariwisata Provinsi Jawa Tengah. 2002. Rencana Induk Pengembangan Pariwisata
Jawa Tengah. Dinas Pariwisata Provinsi Jawa Tengah.

Fandeli C. 2000. Prospek Keparawisataan Alam. Fakultas Kehutanan Universitas Gadja Mada.
Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Fandeli C. 2001. Dasar-Dasar Managemen Keparawisataan Alam. Yogyakarta.

Ginting, Yolanda. 2010. Persepsi Masyarakat Tentang Pengembangan Pariwisata Pulau


lembeh Studi Di Kecamatan Lembeh Selatan Kota Bitung.

Hutabarat S & Rompas. 2009. Pengelolaan Pesisir dan Laut Secara Terpadu.
Pusdiklat Kehutanan – Departemen Kehutanan RI-SECEM-Korea Internasional
Cooperation Agency. Bogor

Jonli, 2019. Inventarisasi Wisata Alam Dan Persepsi Masyarakat Di Kecamatan Haur Gading
Kabupaten Hulu Sungai Utara. Skripsi Fakultas Kehutanan Universitas Lambung
Mangkurat.

Kodyat, 1983: Sejarah Pariwisata dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.

Manuaba. 2008. Jurnal Ecotrophic. Evaluasi Pengembangan Ekowisata Desa budaya


Kertalangu di kota Denpasar. Bali.

Nugroho I. 2001. Ekowisata Dan penmbangunan Berkelanjutan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta

Priono Y. 2012. Pengembangan Kawasan Ekowisata Bukit Tangkilang Berbasis Masyarakat.


Jurnal Perspektif arsitektur.

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.48/Menhut-II/2010 tentang Pengusahaan Pariwisata


Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata
Alam. Departemen kehutanan RI. Jakarta

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengembangan
Ekowisata di Daerah.

Prastowo, A. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Ar-Ruzz Yogyakarta .

Parlindungan, Boris. 2010. Analisis Pengaruh Tingkat Aksesibilitas Wilayah Terhadap


Perkembangan Kecamatan di Kota Medan. Tesis Magister Sains Perencanaan
Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Universitas Sumatera Utara

Romani. 2006. Penilaian Potensi Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam serta Alternatif
perencanaan nya Di Taman Nasional bukit Duabelas Provinsi Jambi. [Skripsi].
Departemen Konservasi Sumber Daya hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Renaldy, A. 2018.persepsi Dan Aspirasi Wisatawan Terhadap Pengembangan Objek Wisata Di


desa Hulu Banyu Kecamatan Loksado Hulu Sungai Selatan. Skripsi Fakultas
Kehutanan .Universitas Lambung Mangkurat.

Sasmaya. 2012. Pengembangan Ekowisata Melalui Pendekatan Sumber Daya Alam. [Skripsi].
Sarjana Program Studi Managemen Resort dan Leisure. UPI Bandung.

Suryadana, Liga M & Octavia, Vanny. 20015. Pengantar Pemasaran Parawisata. Bandung :
Alfabeta.

18
Siregar, N. 1995, Persepsi Wanita Nelayan terhadap Pemanfaatan Waktu Untuk kegiatan yang
menghasilkan Pendapat. Tesis IPB, Bogor. Tidak Dipublikasikan.

Suwardjoko P, 2007: Pariwisata dalam Tata Ruang Wilayah. Bandung: Intitut Teknologi
Bandung.

Suwantoro, 2004: Dasar-Dasar Pariwisata. Yogyakarta: ANDI.


The Ecoutourism internasional Society. 1993. Ecoutourism Guidance For Planner and
Manager. The Ecoutorism Society. North Bennington. Vermont. Fandeli, C. 2002
Perencanaan Keparawisataan Alam. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.

Wardiyanta (2006). Metode Penelitian Pariwisata. Yogyakarta. Penerbit C.V Andi Offset.
Waidi. 2006. The Art Of Re-engineering Your Mind For Succes.J. Garamedia.
Jakarta.

Yoeti, 1996; Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata, Jakarta; PT. Pradaya Paramita.
Yoeti & Oka A. 2008. Ekonomi Pariwisata : Introduksi, Informasi, dan Implementasi.
Jakarta

Yulinda F. 2007. Ekowisata Bahari Sebagai Alternatif Pemanfaatan Sumber Daya Pesisir
Berbasis Konservasi. Departemen MSP. FPKI. PIPB. Bogor.

19

You might also like