Professional Documents
Culture Documents
Jurnal Herman (F1A015215)
Jurnal Herman (F1A015215)
Jurnal Herman (F1A015215)
ABSTRACT. The purpose of this research is to review the development of Natural Tourism
Lumpangi Village South Hulu Sungai Regency, Reviewing the Biophysical Identification of
Lumpangi Village, Inventory of natural attractions, community perception, Development
Strategy. The method used to determine respondents using purposive sampling method and
determine the sample of community respondents using slovin formula (Sireger 2011). The
results showed the identification of flora amounted to 33 flora and the number of fauna as
much as 25 fauna physical state of lumpangi village field is hills and slopes. While the
inventory of natural attractions there are rivers, mountains, forests, diversity of fauna ,
diversity of flora. Public perception of the development of natural tourism that can have a
positive impact on the sustainability of the economy. Determining the right development
strategy judging by SWOT analysis by evaluation using IFAS and EFAS matrices with strate
determination based on the position in the quadrant of the matrix. Based on IFAS and EFAS
Results the number of strengths and opportunities (S+O=3.85+3.85 = 7.7 ; number of
strengths and threats (S+T) = 3.85 + (-2.40) = 1.45; number of weaknesses and threats
(W+T) = (-2,40)+(-2.40) = -4.80 and number of weaknesses and odds (W+O) = (-
2.40)+(3.85) = 1.45. The value of the internal factor is 1.45 as the value of X, while the value
of external factors is also 1.45 as the value of Y, it can be concluded that the natural tourism
of langara hill is positive.
Keywords: SWOT Analysis; Nature Tourism; Perception; biophysical identification;
inventory of natural attractions; development strategy
ABSTRAK. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengkaji pengembangan Wisata Alam Desa
Lumpangi Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Mengkaji Identifikasi Biofisik Desa Lumpangi,
Inventarisasi atraksi alam, persepsi masyarakat, Strategi Pengembangan. Metode yang di
gunakan untuk menentukan responden msyarakat menggunakan metode purposive
sampling dan menentukan sampel responden masyarakat menggunakan rumus Slovin
(Sireger 2011). Hasil Penelitian menunjukkan identifikasi flora berjumlah sebanyak 33 flora
dan jumlah fauna sebanyak 25 fauna keadaan fisik lapangan desa lumpangi merupakan
perbukitan dan lereng-lereng. Sedangkan inventarisasi atraksi alam ada sungai, gunung,
hutan, keanekaragaman fauna ,keanekaragaman flora. Persepsi masyarakat terhadap
pengembangan wisata alam yaitu dapat memberikan dampak positif utuk keberlangsungan
meningkat kan perekonomian. Menentukan strategi pengembangan yang tepat dilihat dari
analisis SWOT dengan evaluasi menggunakan matriks IFAS dan EFAS dengan penentuan
strategi berdasarkan posisi pada kuadran matriks. Berdasarkan Hasil IFAS dan EFAS
jumlah kekuatan dan peluang (S+O=3,85+3,85 = 7,7 ; jumlah kekuatan dan ancaman (S+T)
= 3,85 + (-2,40) = 1,45; jumlah kelemahan dan ancaman (W+T) = (-2,40)+(-2,40) = -4,80
dan jumlah kelemahan dan peluang (W+O) = (-2,40)+(3,85) = 1,45. Nilai dari Faktor internal
1,45 sebagai nilai X, sedangkan nilai faktor eksternal juga 1,45 sebagai nilai Y maka dapat di
simpulkan bahwa wisata alam bukit langara bersifat positif.
Kata kunci: Analisis SWOT; Wisata Alam; Persepsi; identifikasi biofisik; inventarisasi atraksi
alam; strategi pengembangan
1
PENDAHULUAN
Ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan memiliki fungsi intrinsik sebagai penunjang
ekologis dan fungsi ekstrinsik sebagai fungsi arsitektural(keindahan), fungsi sosial budaya, dan
fungsi ekonomi. Mengacu pada segi kepemilikan, ruang terbuka hijau dibedakan ke dalam
ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat. Ruang terbuka hijau privat, adalah
ruang terbuka hijau milik institusi tertentu atau orang perseorangan yang pemanfaatannya untuk
kalangan terbatas, antara lain berupa kebun atau halaman rumah/gedung milik
masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan. Sementara itu, ruang terbuka hijau publik adalah
ruang terbuka hijau yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota/kabupaten yang
digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum (Dirjen Penataan Ruang, 2008).
Fungsi utama dari ruang terbuka hijau tidak terlepas dari karakter pertumbuhan tanaman
yang tumbuh pada area tersebut, yang mampu memaksimalkan fungsi ekologis seperti
menjaga sistem sirkulasi udara (paru-paru kota), pengatur iklim mikro agar sistem sirkulasi
udara dan air secara alami dapat berlangsung lancar, sebagai peneduh, produsen oksigen,
penyerap air hujan, penyedia habitat satwa, penyerap polutan media udara, air dan tanah, serta
penahan angin. Dalam kegiatan penataan ruang terbuka hijau, pemilihan jenis pohon
didasarkan pada fungsi dan tujuan penggunaan ruang tersebut. Pemilihan jenis pohon yang
sesuai dapat dilakukan dengan pengamatan bentuk perawakan dan unsur-unsur arsitektur
pohon terutama pada batang dan cabang yang akan membentuk suatu model arsitektur pohon.
Model arsitektur suatu jenis pohon adalah tetap, akan tetapi tidak berlaku untuk tingkat famili
(Wiyono, 2009).
Secara arsitektural ruang terbuka hijau dapat meningkatkan nilai keindahan dan
kenyamanan kota melalui keberadaan taman-taman kota, kebun-kebun bunga, dan jalur-jalur
hijau di jalan-jalan kota. Sementara itu ruang terbuka hijau juga dapat memiliki fungsi ekonomi,
baik secara langsung seperti pengusahaan lahan-lahan kosong menjadi lahan pertanian/
perkebunan (urban agriculture) dan pengembangan sarana wisata hijau perkotaan yang dapat
mendatangkan wisatawan. Sementara itu secara struktur, bentuk dan susunan ruang terbuka
hijau dapat merupakan konfigurasi ekologis dan konfigurasi planologis. Ruang terbuka hijau
dengan konfigurasi kologis merupakan ruang terbuka hijau yang berbasis bentang alam seperti,
kawasan lindung, perbukitan, sempadan sungai, sempadan danau, pesisir dan sebagainya.
Sedangkan Ruang terbuka hijau dengan konfigurasi planologis dapat berupa ruang-ruang yang
dibentuk mengikuti pola struktur kota seperti ruang terbuka hijau perumahan, ruang terbuka
hijau kelurahan, ruang terbuka hijau kecamatan, ruang terbuka hijau kota maupun taman-taman
regional/nasional (Dwiyanto, 2009).
Sejalan dengan upaya pembangunan ekonomi atau pengembangan kawasan, berbagai
kegiatan masyarakat dan pemerintah yang ada di Kota Banjarbaru terjadi pada suatu ruang.
Ketidaktepatan rencana dan ketidaktertiban pemanfaatan ruang dapat berpengaruh terhadap
penurunan kualitas lingkungan hidup, sehingga lingkungan menjadi berkembang secara
ekonomi sebagai sumber yang menghasilkan barang dan jasa, namun menurun secara ekologi
sebagai suatu sistem penyangga kehidupan (Muhammad Ruslan, 2012).
Arboretum adalah suatu contoh hutan yang merupakan kumpulan pepohonan yang
merupakan bentuk konservasi plasma nutfah buatan manusia. Pengelolaan kawasan arboretum
bertujuan untuk meningkatkan peran kawasan tersebut sebagai pelindung penyangga
sumberdaya hutan dan air daerah sekitarnya. Selain itu, kawasan tersebut juga dapat dijadikan
sebagai sarana rekreasi, pendidikan dan penelitian. Arboretum memiliki banyak
keanekaragaman hayati tumbuhan dan satwaliar yang hidup alami oleh karena itu, arboretum
ini berpotensi untuk dikembangkan sebagai salah satu pusat laboratorium alam bagi segenap
civitas akademika. Arboretum dengan aneka vegetasi yang mengandung nilai-nilai ilmiah dapat
dijadikan laboratorium terbuka untuk sarana pendidikan dan penelitian mahasiswa, tertutama
dalam mempelajari pola percabangan pohon pada beberapa matakuliah antara lain: Ilmu Hutan
Kota, Dendrologi, Biologi dan lainnya. Percabangan pohon merupakan diferensiasi morfologi
pada sumbu vegetatif dan arsitektur khusus untuk klasifikasi dan interpretasi bentuk tumbuhan.
Batang suatu tumbuhan ada yang bercabang ada yang tidak. Pola percabangan batang
tumbuhan dibedakan atas tiga macam, yaitu pola percabangan monopodium, pola percabangan
simpodium, dan pola percabangan menggarpu atau dikotom (Tjitrosoepomo, 2007).
2
Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat sendiri memiliki arboretum yang
terletak tidak jauh dari area Fakultas Kehutanan, dengan hal ini peneliti meyakini bahwa masih
perlu dilakukan evaluasi tentang kesesuaian jenis dan fungsi pohon penyusun serta optimalisasi
dengan jenis-jenis pohon yang sesuai. Penataan ini pun diharapkan juga dilakukan dengan
tujuan memberikan informasi mengenai tata ruang, agar sewaktu-waktu siap untuk dievaluasi
serta diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai media
pembelajaran. Selanjutnya informasi ini dapat juga dimanfaatkan untuk menciptakan kondisi
lingkungan yang baik dan kelestarian di kawasan tersebut terjaga. Elemen terpenting dalam
penataan ruang terbuka hijau adalah pemilihan jenis vegetasi yang tepat, sesuai dengan tujuan
pemanfaatan yang ada didalamnya. Salah satu aspek yang penting saat ini, untuk diperhatikan
adalah unsur model arsitektur pohon, yang erat dengan keruangan. Arsitektur pohon diperlukan
untuk merencanakan hutan kota, karena dalam arsitektur pohon terdapat nilai-nilai ekstetika
dari unsur-unsur yang ada.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis model arsitektur yang tumbuh di Arboretum
Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat. Penelitian ini juga memiliki manfaat
Memberikan informasi model arsitektur dan jenis-jenis pohon yang terdapat di Arboretum
Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat berdasarkan fungsi dan areanya.
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan data dasar yang dapat digunakan sebagai bahan
masukan dalam rencana maupun perancangan pengembangan dan penataan di kawasan
arboretum Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat.
METODE PENELITIAN
3
Penelitian ini dilakukan dengan metode jelajah/pengamatan secara langsung terhadap
model arsitektur percabangan batang pada tumbuhan yang terdapat di lokasi penelitian dengan
melakukan pencatatan terhadap semua jenis pohon (berdiameter ≥ 20 cm) dan bentuk
arsitektur pohon Pengambilan prosedur penelitian ini mengacu pada penelitian “Model
Arsitektur Pohon Arboretum Universitas Lancang Kuning Sebagai Penunjang Pembelajaran”
oleh Hadinoto dan Eni Suhesti dan Identifikasi model arsitektur pohon menggunakan buku
karangan Halle. F. & Oldeman. & R.A.A., yaitu: An Essay on The Architecture and Dynamics of
Growth of Tropical Trees. Setiap pohon diamati dan difoto, sebagai dokumentasi penelitian.
ANALISIS DATA
Data dan informasi yang telah diperoleh selanjutnya dicatat dengan menggunakan
komputer. Setelah itu, dilakukan dengan menggunakan metode analisis deskriptif terhadap
model arsitektur. Analisis kesesuaian dilakukan berdasarkan nilai estetika, kenyamanan,
produksi dan ekologis.
Tabel 1. Daftar jenis pohon dan model arsitektur di Arboretum Fakultas Kehutanan Universitas
Lambung Mangkurat.
Tabel 1 menunjukkan bahwa terdapat enam model arsitektur pohon di Arboretum Fakultas
Kehutanan Universtitas Lambung Mangkurat yakni Model Attim, Aubreville, Corner, Prevost,
Raux, dan Troll. Hal ini menunjukkan bahwa beberapa model ini merupakan bentuk arsitektur
yang umum ditemukan di hutan Indonesia termasuk di Arboretum Fakultas Kehutanan
Universitas Lambung Mangkurat. Sementara model arsitektur pohon lainnya masih belum
terlihat jelas hal ini dikarenakan masih ada beberapa pohon yang masih dalam proses
pembentukkan arsitektur. Meskipun demikian Arboretum Fakultas Kehutanan Universitas
Lambung Mangkurat memiliki jumlah cukup untuk model arsitektur pohon yang dapat digunakan
untuk keperluan kegiatan proses pembelajaran di Fakultas Kehutanan.
1. Model Aubreville
Model Aubreville merupakan model arsitektur pohon dengan ciri batang monopodial dengan
percabangan yang tumbuh ritmik sehingga mengakibatkan cabang plagoitropik tersusun dalam
lapisan terpisah. Jenis dengan bentuk/model arsitektur Aubreville yang terdapat di Arboretum
Fakultas Kehutanan Universitas yaitu Ketapang (Terminalia catappa). Ketapang (Terminalia
4
catappa) merupakan pohon yang berasal dari Asia tenggara. Pohon ini dapat tumbuh alami di
daerah pantai berpasir atau berbatu. Pohon berukuran moderat tinggi kira-kira 20-30 m.
Daunnya mudah gugur, berbentuk seperti pagoda, terutama bila pohon masih muda, batang
sering berbanir pada pangkal (Mukhlison, 2010).
A B
C D
Gambar 7. A. Pohon Ketapang (Terminalia catappa), B. Bunga dan Buah Pohon Ketapang
(Terminalia catappa), C. Daun Pohon Ketapang (Terminalia catappa), D. Kulit Pohon Ketapang
(Terminalia catappa).
Tata letak cabang model Aubreville simetris dan tersebar merata sepanjang batang mulai
dari percabangan pertama sampai ke puncak pohon. Hal ini mengakibatkan pori-pori tajuk
menjadi lebih besar sehingga curah hujan banyak yang menembus tajuk ke lantai hutan, selain
itu lebar daun lebih besar sehingga lebih banyak menampung air yang sebagian besar mengalir
melalui curahan tajuk. Kerapatan tajuk dari model arsitektur pohon aubreville lebih tipis
dibandingkan dengan model Leeuwenberg dan Stone. Jeffrey (1964) menjelaskan bahwa
semakin tebal dan rapat penutupan tajuk, curahan tajuk yang terjadi akan semakin kecil.
Besarnya luas penutupan tajuk ini akan menyebabkan kecilnya air lolosan tajuk dan
meningkatkan intersepsi (Herwitz, 1985; Chanpaga dan Watchirajutipong, 2000). Perbedaan
besarnya curahan tajuk disebabkan karena kondisi tajuk dari ketiga jenis pohon tersebut
berbeda.
Model arsitektur Aubreville (Terminalia catappa) dengan curahan tajuk terbesar, memiliki
kondisi tajuk yang tidak rapat, dimana terdapat celah yang memungkinkan air hujan tidak
5
sempat tertahan di tajuk dan langsung jatuh ke permukaan tanah. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Asdak (2002), bahwa air lolos (curahan tajuk) akan semakin berkurang sejalan
dengan bertambah rapatnya tajuk vegetasi atau tegakan hutan. Model arsitektur Stone seperti
dao (Dracontomelon dao) memiliki tajuk yang agak rapat dibandingkan dengan model arsitektur
Aubreville seperti ketapang (Terminalia catappa) dan Leeuwenberg seperti tanaman jarak
(Jatropha curcas) namun masih terdapat celah sehingga butir hujan dapat lolos ke permukaan
tanah. Dengan sistem percabangan monopodial (memiliki satu batang pokok utama), masih ada
ruang di dalam tajuk yang terbentuk, sehingga air hujan dapat lolos jatuh ke permukaan tanah.
2. Model Corner
6
sedangkan yang kedua adalah biji yang terdiri dari endokaprium, endosperm, dan lembaga atau
embrio. Epikaprium adalah kulit buah yang kerak dan licin, sedangkan mesokarpium yaitu
daging buah yang berserabut mengandung minyak dengan rendemen paling tinggi, Sedangkan
lembaga merupakan bakal tanaman
Palem Raja mempunyai beberapa manfaat antara lain sebagai, sebagai tumbuhan hias
taman. Mampu menjadi bahan bakar kayu (pelepah) di daerah pedesaan, sebagai pohon
penyejuk udara dan mampu dijadikan pekakas bangun. Berbagai jenis palem termasuk jenis
serbaguna. Dari kegunaan, jenis-jenis palem dalat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Sumber karbohidrat, baik dalam bentuk pati maupun gula contoh aren
2. Sumber minyak. Sudah sejak lama beberapa masyarakat yang ada di Indonesia
memanfaatkan kelapa untuk minyak goreng
3. Sumber bahan anyaman. Rotan merupakan bahan anyaman yang berkulit tinggi. Beberapa
jenis palem juga menghasilkan daun yang dapat dianyam.
4. Sumber bahan bangunan. Ada jenis-jenis palem yang mempunyai batang yang kuat untuk
pengganti kayu.
5. Sumber bahan penyegar mulut. Ada tempat-tempat di Indonesia yang masyarakatnya masih
menyirih
6. Sebagai tanaman hias. Banyak jenis palem yang sudah dimanfaatkan untuk tanaman hias
jalan.
7
Data persepsi masyarakat diambil menggunakan rumus Slovin, dimana sampel yang di
ambil disesuaikan dengan jumlah KK (Kepala keluarga) dengan perensentase error sebesar
10% jumlah KK (Kepala keluarga) di Desa lumpangi yaitu sebesar 371 KK (Kepala keluarga),
dengan menggunakan rumus Slovin didapat 73 KK (kepala keluarga. Pengambilan data di
lapangan menggunakan kuisioner kepada masyarakat yang dekat dengan objek wisata Bukit
Langara.
Usia responden berkisar 20-30 tahun sebanyak 13 orang, usia 31 tahun sampai 40 tahun
sebanyak 23 orang. Usia 41 tahun sampai 50 tahun sebanyak 19 orang, usia 51 tahun sampai
dengan 60 tahun berjumlah 13 orang, usia 61 tahun sampai dengan 70 tahun sebanyak 5
orang, sedangkan untuk usia di atas 70 tahun tidak ada. Untuk tingkat pendidikan masih sangat
rendah yaitu SD (sekolah dasar) terdapat 37 orang, SLTP (sekolah lanjut tingkat pertama) atau
setingkat SMP terdapat 17 orang, SLTA (sekolah lanjut Tingkat Atas) atau setingkat SMA
tedapat 13 orang serta untuk tingkat SI sebanyak 3 orang. Masyarakat yang menjadi responden
kebanyakan nya bekerja sebagai wiraswasta 34 orang, petani 27 orang, PNS 3 orang,
pedagang 7 orang, sopir 2 orang untuk buruh harian dan tidak bekerja tidak ada. Untuk
Responden perempuan ada sebanyak 10 orang dan untuk laki-laki sebanyak 63 orang.
Persepsi masyarakat
Pengambilan data dilakukan dengan cara melakukan wawancara kepada masyarakat sekitar
yang dekat dengan objek wisata tersebut, masyarakat sangat setuju atas pengembangan desa
lumpangi sebagai kawasan wisata, karena dengan adanya pengembangan nantinya akan
memberikan dampak besar untuk meningkatkan perenokomian masyarakat sekitar karena
masyarakat bisa memanfaatkan peluang untuk berjualan atau berdagang di sekitar kawasan
wisata tersebut, sehingga bisa menambah penghasilan masyarakat sekitar dan juga bisa
mengurangi angka pengangguran, karena ada terciptanya lapangan pekerjaan untuk
masyarakat.
Tabel 8. Rekapitulasi pendapat masyarakat tentang sarana dan prasarana yang ada di obyek
wisata alam Bukit Langara
Sarana dan Sangat sangat Total
Bagus Sedang Jelek
prasaran bagus jelek Responden
Toilet/ WC
61 12 73
umum
Petunjuk arah 7 64 2 73
Papan nama
68 5 73
objek
Posjaga 47 26 73
Angkutan
32 41 73
umum
Warung makan 9 64 73
Aksebilitas 57 16 73
Keamanan 59 14 73
Pendapat masyarakat tentang sarana dan prasarana yang ada di objek wisata alam Bukit
Langara, untuk toilet atau wc umum masyarakat dominan berpendapat bagus dikarenakan
sudah permanen dan sering dirawat juga dibersihkan oleh masyarakat sekitar, petunjuk arah
menuju objek wisata masyarakat berpendapat jelek dikarenakan dari mulai kota menuju arah
masuk ke objek wisata tidak ada sama sekali sehingga masyarakat berpendapat jelek, Papan
nama objek masyarakat berpendapat jelek dikarenakan papan nama tersebut hanya ditulis
dengan cat dan juga tulisannya sudah mulai hilang, untuk pos jaga masyarakat berpendapat
8
bagus dikarenakan petugas selalu berjaga mengawasi para wisatawan yang berkunjung keluar
masuk objek wisata.
( ) Setuju 55
( ) Tidak setuju
Apakah anda setuju dalam pengembangan objek ( ) Ragu- ragu 18
6
wisata perlu bekerjasama dengan pihak luar
Apakah anda setuju kualitas SDM atau ( ) Setuju 64
7 pengetahuan pengetahua masyarakat sekitar ( ) Tidak setuju 9
objek masih rendah dalam merespon ( ) Ragu- ragu
pengembangan wisata alam?
Apakah anda setuju dengan perbaikan ( ) Setuju 73
8 Aksebilitas, Sarana dan prasarana sekitar untuk ( ) Tidak setuju
mendukung kegiatan wisata alam ( ) Ragu- ragu
9
Hasil wawancara persepsi masyarakat terhadap pengembangan objek wisata alam Desa
Lumpangi, yaitu masyarakat setuju kalau desa mereka dikelola dan dikembangkan sebagai
kawasan objek wisata, keberadaan objek wisata tersebut nantinya akan memberikan peluang
lapangan pekerjaan bagi masyarakat untuk menambah penghasilan dan meningkatkan
perekonomian, masyarakat juga setuju kalau nantinya keberadaan objek wisata alam terus
dikembangkan sehingga bisa menguntungkan masyarakat karena masyarakat bisa ikut aktif
terlibat di dalamnya baik itu sebagai jasa pemandu wisata maupun sebagai pedagang di sekitar
objek wisata alam. Wawancara yang dilakukan kepada penduduk terlihat pada gambar 5 ini:
Gambar 5.
Wawancara
kepada
penduduk
Persepsi wisatawan
Wawancara tidak hanya dengan masyarakat penduduk, wawancara juga dilakukan dengan
wisatawan yang berkunjung di objek wisata Bukit Langara, diambil sebanyak 30 responden dari
wisatawan.
Karakteristik responden wisatawan
Karakteristik Responden yang dilihat dalam penelitian ini antara lain jenis kelamin, umur,
asal daerah dan pekerjaan.
Tabel 10. Rekapitulasi responden (wisatawan) berdasarkan jenis kelamin
No Jenis kelamin Jumlah (orang) Persentase (%)
1 Laki-laki 19 64
2 Perempuan 11 37
Jumlah 30 100
10
Tabel 12. Rekapitulasi responden (wisatawan berdasarkan asal daerah
Tabel 14. Rekapitulasi persepsi wisatawan terhadap pengembangan obyek wisata alam Bukit
Langara
Jumlah
No Uraian (orang) Persentase (%)
Pemandangan alam pada obyek wisata yang dikunjungi
1 sangat
Indah
a. Sangat Setuju 11 36,6
1 63,
b.Setuju 9 3
c. Tidak Setuju 0 0
2 keramahan masyarakat sekitar obyek
Wisata terhadap pengunjung
a. Sangat baik 5 16,6
b. Baik 25 83,3
c. Tidak baik 0 0
3 Keamanan sekitar obyek wisata
a. Sangat baik 4 13,3
b. Baik 26 86,6
c. Tidak baik 0 0
4 Transportasi yang disediakan untuk
menuju lokasi wisata
a. Ada 0 0
b. Tidak ada 30 100
5 Jalan menuju lokasi obyek wisata
telah tersedia dan sangat mudah
di tempuh
a. Sangat Mudah 13 43,3
b.Mudah 17 56,6
c. Tidak mudah 0 0
6 Biaya masuk yang di keluarkan untuk
dapat naik ke Bukit Langara
a. sangat Mahal 0 0
b. Mahal 0 0
c. Tidak Mahal 30 100
11
Berdasarkan data Tabel 14 diketahui 11 sangat setuju dengan keindahan yang ada pada
obyek wisata tersebut dengan persentase 36,6 %, sehingga dengan demikian 30 responden
berpendapat sangat setuju dan setuju bahwa Bukit Langara memiliki pemandangan alam
dengan panorama yang sangat indah dan menarik untuk dikunjungi wisatawan.
Hasil wawancara yang dilakukan kepada responden berpendapat bahwa, pemandangan
yang bisa dilihat dari puncak adalah hamparan Sungai Amandit, hutan, gunung, flora, fauna dan
sunrise dan sunset, sehingga wisatawan dapat melihat dan merasakan keindahan yang berada
di obyek wisata Bukit Langara. Sebelum melakukan traeking pendakian wisatawan melewati
kebun karet masyarakat serta pepohonan yang tumbuh di sekitar Bukit Langara. Keindahan
pemandangan alam dan kondisi alam pada puncak obyek wisata Bukit Langara dapat dilihat
pada Gambar 6
12
Pengembangan kepariwisataan tidak terlepas dari faktor internal dan eksternal. Agar dapat
memahami faktor internal dan eksternal maka dilakukan klasifikasi faktor internal ke dalam
faktor kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness), sedangkan untuk faktor eksternal
dikelompokkan ke dalam faktor peluang (opportunity) dan ancaman (threat). Analisis faktor
internal – eskternal ini sangat bermanfaat untuk dipergunakan dalam perumusan strategi dan
program pengembangan kepariwisataan (Rangkuti, (2003).
Hasil wawancara serta diskusi serta observasi di lapangan didapatkan untuk faktor internal
dan faktor eksternal wisata Alam Bukit Langara di Desa Lumpangi, diperoleh data dari faktor
internal terdapat 5 poin kekuatan, dan 4 poin kelemahan sedangkan faktor eksternal terdapat
5 poin peluang dan 3 poin ancaman yang dapat. Dapat dilihat pada Tabel 15 dan Tabel 16
Tabel 16. Faktor eksternal wisata alam Bukit Langara di Desa Lumpangi
No Peluang (Opportunity) No Ancaman (Threat)
1 Dapat di kembangkan lagi 1 Kurang nya kesadaran masyarakat
sekitar akan penting nya
keberadaan sebuah obyek wisata
2 Terbuka nya lapangan pekerjaan 2 Berkembang nya obyek wisata lain
bagi masyarakat sekitar yang meningkat kan persaingan
3 Masyarakat sangat mendukung 3 Bila terjadi musim hujan akses jalan
pengembangan Desa Lumpangi menuju obyek wisata Bukit Langara
sebagai obyek dan daya tarik wisata terhambat di karenakan jalan licin
saat tracking
4 Adanya rencana dari Dispora Kab.
HSS untuk mengembangkan obyek
wisata Bukit Langara
5 Wisata unik yang tidak ada di desa
lain
Sumber: data primer (2020)
13
yang dianggap mengetahui tentang wisat Alam Bukit Langara di Desa Lumpangi. Hasil dari
penelitian terhadap faktor internal strategi di Desa Lumpangi telah dirangkum dalam Tabel 17
sebagai berikut :
4 0,15 0,60
3. Viralnya di media sosial
4. Masyarakat nya ramah dan mau menerima siapapun
yang 4 0,20 0,80
berkunjung
5. Letaknya yang strategis dan mudah untuk di
3 0,15 0,45
jangkau
pengunjung
1 3,85
Sub total
No Kelemahan (weaknes)
-3 0,40
1. Tidak ada atraksi pendamping -1,20
2 Kurang nya perawatan terhadap obyek wisata dan fasilitas
-2 0,35 -0,70
yang sudah ada
-2 0,25 -0,50
3.kurangnya penunjuk jalan
1 -2,40
Sub Total
Total 2 1,45
14
5. wisata unik yang tidak ada di desa lain 3 0,15 0,45
Hasil faktor internal wisata Alam Bukit Langara di Desa Lumpangi pada Tabel 15. Faktor
kekuatan bobot tertinggi adalah 1,00 pada poin satu dan poin dua yaitu keunikan dan
keindahan obyek wisata dan juga biaya masuk ke obyek wisata sangat murah, poin 3 Viralnya
di media sosial dan poin 5 letaknya strategis dan mudah dijangkau oleh pengunjung. Dengan
hasil tersebut maka bisa kita simpulkan faktor kekuatan wisata alam Bukit Langara di Desa
Lumpangi yaitu keunikan dan keindahan obyek wisatanya. Perhitungan bobot skoring faktor
internal dapat diketahui posisi wisata alam Bukit Langara di Desa Lumpangi berada pada titik
sumbu x, dengan penjumlahan dari nilai total kekuatan (Strength) dan nilai total kelemahan
(weakness) didapat nilai 1,45.
No Ancaman (threat)
Berdasarkan Tabel 16. Faktor eksternal peluang (opportunity) bobot tertinggi adalah 1,00
pada poin 1 dan poin 4, dapat dikembangkan lagi dan adanya rencana dari Dispora Kab.HSS
untuk mengembangkan obyek wisata Bukit Langara, poin 2 terbukanya lapangan pekerjaan
bagi masyarakat sekitar. Poin 3 masyarakat sangat mendukung pengembangan Desa
Lumpangi sebagai obyek dan daya tarik wisata. Faktor eksternal ancaman (threat) hasil -1,90.
Yang paling tinggi terdapat pada poin 1 yaitu -1,20 kurangnya kesadaran masyarakat sekitar
akan pentingnya keberadaan sebuah obyek wisata, poin 2 berkembangnya obyek wisata lain
yang meningkatkan persaingan, poin 3 bila terjadi musim hujan akses jalan menuju obyek
wisata bukit langara terhambat dikarenakan jalan licin saat tracking. Perhitungan bobot dan
skoring factor eksternal pada titik sumbu y dengan menghitung jumlah antara nilai total peluang
dan nilai total ancaman didapat 1,45.
Berdasarkan hasil IFAS dan EFAS jumlah kekuatan dan peluang (S+O= 3,85+3,85 = 7,7 ;
jumlah kekuatan dan ancaman (S+T) = 3,85 + (-2,40) = 1,45 ; jumlah kelemahan dan ancaman
(W+T) = (-2,40)+(-2,40) = -4,80 dan jumlah kelemahan dan peluang (W+O) = (-2,40)+(3,85) =
1,45. Nilai dari Faktor internal 1,45 sebagai nilai X , sedangkan nilai faktor eksternal juga
1,45sebagai nilai Y maka dapat disimpulkan bahwa wisata alam Bukit Langara bersifat positif.
Posisi wisata alam Bukit Langara pada diagram kuadran SWOT dapat dilihat pada gambar 7
y
Opportunity 2,00 1,45
1,50
I
Weakne 1,00 15
ss
III
0,50 1,45 Strengt
2,00 1,50 1,00 0,50 h
IV 1,00
II
II
1,50
2,00
Threat
Kuadran Analisis SWOT pada gambar menunjukkan posisi wisata alam Bukit Langara di
Desa Lumpangi berada pada kuadran I. Ternyata dari perhitungan kuadran analisis SWOT
faktor internal dan eksternal memiliki nilai yang sama pada kuadran I. Situmorang (2007)
menyatakan bahwa hasil analisis yang berada pada kuadran I matriks posisi organisasi,
merupakan posisi yang menguntungkan, subjek mempunyai peluang dan kekuatan sehingga ia
dapat memanfaatkan peluang yang ada secara maksimal dan sebagiannya menerapkan
strategi yang mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif. Posisi kuadran I membuat
wisata alam Bukit Langara di Desa Lumpangi berada pada kondisi menguntungkan maka perlu
terus berekstensi dengan memperbesar pertumbuhan dengan meraih kemajuan maksimal.
Kekuatan yang dimiliki wisata alam Desa Lumpangi dapat menutupi kelemahan dan akan
meminimalisir ancaman, apabila pengelola dapat memanfaatkan peluang yang ada secara
maksimal untuk mendukung perkembangan dengan strategi agresif (strategi pertumbuhan).
Berdasarkan fakor strategi internal dan strategi eksternal yang terdapat pada matriks analisis
SWOT dapat dilihat pada tabel perumusan strategi berikut :
Tabel 19. Matriks Analisis SWOT
Internal Strenght (S) Weakness (W)
1. Keunikan dan keindahan obyek 1. Tidak ada atraksi
wisata pendamping
2. Biaya masuk ke obyek wisata 2. Kurangnya perawatan
sangat murah terhadap obyek wisata dan
3. Viralnya di media sosial fasilitas yang sudah ada
4. Masyarakatnya ramah dan mau 3. Kurangnya petunjuk jalan
menerima siapapun yang
berkunjung
5. Letaknya yang strategis dan
Eksternal mudah dijangkau oleh pengunjung
Opportunity (O) Strategy S – O Strategy W – O
1. Dapat dikembangkan lagi 1. Dapat dikembangkan lagi 1. menambah atraksi
2. Terbukanya lapangan karena mempunyai keunikan dan pendamping di sekitar obyek
pekerjaan bagi masyarakat keindahan obyek wisata Bukit wisata Bukit Langara Desa
sekitar Langara yang tidak ada di desa Lumpangi agar wisatawan
3. Masyarakat sangat lain tidak mudah bosan untuk
mendukung Pengembangan 2. sudah viralnya di media sosial berkunjung
Desa Lumpangi sebagai sehingga pemerintah harus cepat 2. diharapkan pengelola
obyek dan daya tarik wisata bergerak untuk obyek wisata Bukit Langara
4. Adanya rencana dari Dispora mengembangkannya lagi dengan Desa Lumpangi terus
Kab. HSS untuk penambahan fasilitas yang sudah memperhatikan fasilitas yang
mengembangkan obyek ada agar wisatawan yang sudah ada tetap dirawat
wisata Bukit Langara berkunjung merasa puas dan agar terjaga dengan baik dan
5. Wisata unik yang tidak ada di nyaman berwisata di Bukit Langara bersih fasilitas yang ada
desa lain Desa Lumpangi sehingga 3. penambahan penunjuk
wisatawan akan ketagihan kembali jalan menuju obyek wisata
lagi berwisata ke Bukit Langara agar wisatawan lebih mudah
3. menjadi wisata yang unik yang untuk menemukan tempat
16
nantinya membuat wisatawan wisata Bukit Langara Desa
penasaran untuk berkunjung Lumpangi
berwisata ke Bukit Langara Desa
Lumpangi
Threat (T) Strategy S – T Strategy W – T
1. Kurangnya kesadaran 1. masyarakat harus lebih 1. peran pemerintah sangat
masyarakat sekitar akan memperhatikan lagi keberadaan diperlukan untuk
pentingnya keberadaan obyek wisata Bukit Langara Desa pengembangan obyek wisata
sebuah obyek wisata Lumpangi Bukit Langara di Desa
2. Berkembangnya obyek wisata 2. pengembangan wisata Bukit Lumpangi
lain yang meningkatkan Langara setiap tahun harus selalu 2. perlunya dukungan dan
persaingan ada karena tingkat persaingan peran dari berbagai pihak
3. Bila terjadi musim hujan akan selalu terjadi setiap saat terkait
akses jalan menuju obyek dengan wisata lain 3. agar selalu
wisata Bukit Langara 3. perlunya perbaikan jalan menuju diminati pengunjung obyek
terhambat obyek wisata agar ketika hujan wisata Bukit Langara harus
di karenakan jalan licin saat kita tetap mudah untuk naik ada inovasi baru setiap
tracking tracking ke atas Bukit Langara tahunnya
Desa Lumpangi
Sumber: Hasil analisis data primer (2020)
Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini yaitu (1) Persepsi masyarakat terhadapa pengembangan
obyek wisata alam Bukit Langara di Desa Lumpangi yaitu masyarakat sangat mendukung
penuh untuk dikelola dan dikembangkan sebagai kawasan obyek wisata. (2) Persepsi
wisatawan terhadap daya tarik wisata alam Bukit Langara Desa Lumpangi adalah
pemandangan alam yang indah dan menarik sehingga (63,3%) wisatawan menyatakan setuju
dengan keindahan alam obyek wisata alam Bukit Langara Desa Lumpangi. (3) Hasil dari
identifikasi flora dan fauna, terdapat 32 jenis flora dan 26 jenis fauna yang ditemukan di sekitar
Bukit Langara. (4) Strategi pengembangan obyek wisata dan daya tarik wisata alam di Desa
Lumpangi perlu adanya peran serta pemerintah dan masyarakat untuk mempercepat
pembangunan wisata di Desa Lumpangi. (5) Hasil dari inventarisasi atraksi wisata alam Bukit
Langara di Desa Lumpangi terdapat berbagai atraksi alam di antaranya yaitu gunung, sungai,
hutan, keanekaragaman fauna dan keanekaragaman flora. (6) Kondisi internal dan eksternal
wisata alam Bukit Langara Desa Lumpangi berada di posisi kuadran I yang membuat wisata
alam Bukit Langara Desa Lumpangi berada pada kondisi menguntungkan, maka perlu terus
untuk berekspansi dengan memperbesar tingkat pertumbuhan dengan meraih kemajuan secara
maksimal.
Saran
Saran yang diberikan terhadap pengembangan obyek wisata alam Desa Lumpangi
sebaiknya masyarakat dan pemerintah berpartisipasi untuk terlibat langsung dalam melakukan
pengembangan serta pengelolaan dan peran pemerintah untuk menambah fasilitas dan
memperbaiki fasilitas yang sudah ada.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Revi (1998). Pengembangan Pariwisata Berwawasan Lingkungan Pada Objek Wisata
Pantai Cerocok Painan Pessel. UNP Padang.
17
Dinas Pariwisata Provinsi Jawa Tengah. 2002. Rencana Induk Pengembangan Pariwisata
Jawa Tengah. Dinas Pariwisata Provinsi Jawa Tengah.
Fandeli C. 2000. Prospek Keparawisataan Alam. Fakultas Kehutanan Universitas Gadja Mada.
Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Hutabarat S & Rompas. 2009. Pengelolaan Pesisir dan Laut Secara Terpadu.
Pusdiklat Kehutanan – Departemen Kehutanan RI-SECEM-Korea Internasional
Cooperation Agency. Bogor
Jonli, 2019. Inventarisasi Wisata Alam Dan Persepsi Masyarakat Di Kecamatan Haur Gading
Kabupaten Hulu Sungai Utara. Skripsi Fakultas Kehutanan Universitas Lambung
Mangkurat.
Kodyat, 1983: Sejarah Pariwisata dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengembangan
Ekowisata di Daerah.
Romani. 2006. Penilaian Potensi Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam serta Alternatif
perencanaan nya Di Taman Nasional bukit Duabelas Provinsi Jambi. [Skripsi].
Departemen Konservasi Sumber Daya hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Sasmaya. 2012. Pengembangan Ekowisata Melalui Pendekatan Sumber Daya Alam. [Skripsi].
Sarjana Program Studi Managemen Resort dan Leisure. UPI Bandung.
Suryadana, Liga M & Octavia, Vanny. 20015. Pengantar Pemasaran Parawisata. Bandung :
Alfabeta.
18
Siregar, N. 1995, Persepsi Wanita Nelayan terhadap Pemanfaatan Waktu Untuk kegiatan yang
menghasilkan Pendapat. Tesis IPB, Bogor. Tidak Dipublikasikan.
Suwardjoko P, 2007: Pariwisata dalam Tata Ruang Wilayah. Bandung: Intitut Teknologi
Bandung.
Wardiyanta (2006). Metode Penelitian Pariwisata. Yogyakarta. Penerbit C.V Andi Offset.
Waidi. 2006. The Art Of Re-engineering Your Mind For Succes.J. Garamedia.
Jakarta.
Yoeti, 1996; Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata, Jakarta; PT. Pradaya Paramita.
Yoeti & Oka A. 2008. Ekonomi Pariwisata : Introduksi, Informasi, dan Implementasi.
Jakarta
Yulinda F. 2007. Ekowisata Bahari Sebagai Alternatif Pemanfaatan Sumber Daya Pesisir
Berbasis Konservasi. Departemen MSP. FPKI. PIPB. Bogor.
19