Professional Documents
Culture Documents
Penyakit Periodontal Yang Berhubungan Dengan Penyakit Saluran Pernafasan
Penyakit Periodontal Yang Berhubungan Dengan Penyakit Saluran Pernafasan
Penyakit Periodontal Yang Berhubungan Dengan Penyakit Saluran Pernafasan
Disusun Oleh:
Rani Wulan Sari
1995004
Pembimbing:
drg. Henry Y Mandalas, Sp. Perio., M.H.Kes
ABSTRACT
Respiratory diseases are responsible for a significant number of deaths and
considerable suffering in humans. Accumulating evidence suggests that oral
disorders, particularly periodontal disease, may influence the course of respiratory
infections like bacterial pneumonia and chronic obstructive pulmonary disease
(COPD). Oral periodontopathic bacteria can be aspirated into the lung causing
aspiration pneumonia. The teeth may also serve as a reservoir for respiratory
pathogen colonization and subsequent nosocomial pneumonia. The overreaction of
the inflammatory process that leads to the destruction of the connective tissue is
present in both periodontal disease and emphysema. This overreaction may explain
the association between periodontal disease and chronic obstructive pulmonary
disease. The mechanisms of infection could be the aspiration into the lung of oral
pathogens capable of causing pneumonia, colonization of dental plaque by
respiratory pathogens followed by aspiration, or facilitation of colonization of the
upper airway by pulmonary pathogens by periodontal pathogens. Diferent drugs
used to treat asthma, such as beta 2 agonists and inhaled steroids, may promote a
higher risk of caries, dental erosion, periodontal disease and oral candidiasis. This
article reviews the evidences of mechanisms involved in oral diseases in patients
afected by asthma. The main mechanism involved is the reduction of salivary fow.
Other mechanisms include: acid pH in oral cavity induced by inhaled drugs
(particularly dry powder inhaled), lifestyle (bad oral hygiene and higher
consumption of sweet and acidic drinks), gastroesophageal refux, and the
impairment of local immunity. In conclusion asthma is involved in the genesis of oral
pathologies both directly and indirectly due to the efect of the drugs used to treat
them. Other cofactors such as poor oral hygiene increase the risk of developing oral
diseases in these patients. Preventive oral measures, therefore, should be part of a
global care for patients sufering from asthma.
Keywords: Asthma, Corticosteroid inhalers, Dental caries, Oral candidiasis,
Periodontal disease, Saliva
1
2
ABSTRAK
Penyakit saluran pernapasan terlibat dalam sejumlah besar kematian. Bukti
menunjukkan bahwa gangguan dalam rongga mulut, terutama penyakit periodontal,
dapat mempengaruhi perjalanan infeksi pernapasan seperti pneumonia bakteri dan
penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Bakteri periodontopatik oral dapat diaspirasi
ke dalam paru-paru menyebabkan pneumonia aspirasi. Gigi juga dapat berfungsi
sebagai reservoir untuk kolonisasi patogen pernapasan dan pneumonia nosokomial
berikutnya. Reaksi berlebihan dari proses inflamasi yang mengarah pada kerusakan
jaringan ikat terdapat pada penyakit periodontal dan emfisema. Reaksi berlebihan ini
dapat menjelaskan hubungan antara penyakit periodontal dan penyakit paru obstruktif
kronik. Mekanisme infeksi dapat berupa aspirasi patogen rongga mulut ke dalam paru
yang dapat menyebabkan pneumonia, kolonisasi plak gigi oleh patogen respiratorik
yang diikuti aspirasi, atau fasilitasi kolonisasi jalan napas atas oleh patogen paru oleh
patogen periodontal. Berbagai obat yang digunakan untuk mengobati asma, seperti
agonis beta 2 dan steroid inhalasi, dapat meningkatkan risiko karies, erosi gigi,
penyakit periodontal, dan kandidiasis oral. Mekanisme utama yang terlibat adalah
berkurangnya aliran saliva. Mekanisme lain termasuk: pH asam dalam rongga mulut
yang disebabkan oleh obat-obatan yang dihirup (terutama bubuk kering yang
dihirup), gaya hidup (kebersihan mulut yang buruk dan konsumsi minuman manis
dan asam yang lebih tinggi), refluks gastroesofageal, dan penurunan kekebalan tubuh.
Kesimpulannya asma terlibat dalam patologi mulut baik secara langsung maupun
tidak langsung karena efek obat yang digunakan dalam perawatannya. Kofaktor lain
seperti kebersihan mulut yang buruk meningkatkan risiko perkembangan penyakit
mulut pada pasien ini. Oleh karena itu, tindakan pencegahan pada rongga mulut harus
menjadi bagian dari seluruh perawatan pasien yang menderita asma.
Kata kunci: Asma, Inhaler Kortikosteroid, Karies Gigi, Kandidiasis Oral, Penyakit
Periodontal, Saliva
Pendahuluan
Asma adalah penyakit inflamasi kronis yang ditandai dengan peningkatan respon
saluran pernafasan terhadap berbagai pemicu dari lingkungan dan dengan gejala
seperti mengi, batuk, sesak dada, dan dispnea. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
evaluasi klinis dan fungsional dari obstruksi jalan napas yang reversibel, baik secara
spontan maupun setelah perawatan medis. Mekanisme inflamasi yang berbeda terlibat
dalam patogenesis, yang mengarah ke fenotipe penyakit yang heterogen. Ini termasuk
3
jalur T Helper 2 (TH2) di mana eosinofil berperan penting (kelompok ini termasuk
asma alergi tetapi juga non alergi), dan jalur non TH2 dengan infiltrasi neutrofilik,
Asma adalah masalah kesehatan yang berkembang yang mempengaruhi lebih dari
300 juta orang di seluruh dunia. Laporan dari Global Strategy for Asthma
Italia menderita mengi dan 11,6% menderita asma seumur hidup. Untuk orang
dewasa, persentase ini menurun menjadi 6% dan 10% masing-masing dan wanita
lebih banyak terkena dampak mengi dibandingkan pria: 6,64% berbanding 5,49%.
Wanita juga memiliki prevalensi puncak antara usia 45 dan 55 tahun. Jika tidak,
Tujuan pengobatan asma yaitu untuk mengurangi inflamasi saluran pernafasan dan
(ini tidak digunakan sendiri tetapi dengan kombinasi obat antiinflamasi), agen
antiinflamasi seperti CSI (atau CS oral yang digunakan hanya pada pasien dengan
kasus yang parah), bronkodilator kerja panjang, dan pengubah leukotrien. Hanya
Banyak obat-obatan inhalasi yang digunakan untuk mengobati asma memiliki efek
sistemik.
4
adrenal (HPA), serta pada tulang, kulit, mata, pertumbuhan dan sistem kekebalan.
Efek sistemik terkait dosis dan relevansinya tergantung pada kerentanan pasien
terlepas dari jenis steroid. Namun molekul yang berbeda dikaitkan dengan efek
samping yang berbeda, budesonide berperan atas beberapa efek sistemik, sementara
futikason memiliki resiko lebih tinggi terutama pada dosis di atas 400 mcg/hari. Pada
asma banyak penelitian menunjukkan bahwa ICS memiliki tingkat keamanan yang
sangat baik pada dosis rendah yang biasanya diperlukan, karena efek samping
Inhalasi beta2-agonis pada dosis tinggi juga menyebabkan efek samping termasuk
pembuluh darah paru-paru dan karenanya senyawa yang lebih lipofilik, seperti
konstipasi, serta retensi urin dan infeksi saluran kemih. Mengenai tiotropium (satu-
satunya obat antikolinergik yang disetujui pada asma berat) telah dilaporkan memiliki
efek samping sistemik yang rendah atau tidak ada pada orang dewasa dan pada anak-
Pada saat yang sama, obat ini dapat memiliki efek lokal yang terlibat dalam
penyakit mulut melalui jalur yang berbeda, meningkatkan risiko karies, erosi gigi,
5
asma, terlepas dari penggunaan obat, juga dapat menunjukkan perubahan komponen
lisozim dan IgA sekretori – dan selanjutnya xerostomia yang diinduksi obat. Selain
itu terdapat bukti bahwa asma bronkial dapat dianggap sebagai faktor risiko
peningkatan inflamasi gingiva dan erosi gigi dan bahwa tingkat keparahannya secara
langsung berhubungan dengan risiko yang lebih tinggi untuk karies gigi dan
berpengaruh terhadap gingiva. Tujuan dari tinjauan ini adalah untuk menganalisis
mekanisme yang terlibat dalam pengembangan lesi oral dan patologi pada pasien
asma.
Asma dan lingkungan mulut: efek pada aliran saliva dan mukosa mulut
Saliva terdiri dari air dan berbagai komponen anorganik dan organik, yang
Fungsi fisiologis saliva adalah untuk menyediakan nutrisi bagi mikrobiota rongga
homeostasis mikroba.
Lebih dari 700 spesies bakteri yang berbeda ditemukan dalam mikrobiota rongga
mulut. Firmicutes merupakan filum bakteri yang paling sering ditemukan dalam
saliva manusia.
6
Aliran dan komposisi saliva memiliki peran penting dalam kesehatan mulut,
dengan mekanisme pertahanan yang dapat terganggu pada kondisi asma karena obat
kadang mencapai nilai hingga 7,67 tergantung pada berbagai jenis sistem buffer
seperti bikarbonat, fosfat, urea, dan amino peptida. Aliran saliva memungkinkan
pembersihan mekanis terhadap sisa makanan atau agen mikroba, dan pembersihan
rongga mulut berhubungan dengan kecepatan sekresi. Kondisi ini terganggu pada
penderita asma karena beta 2 agonis menunjukkan efek negatif pada tingkat produksi
Tiga penelitian yang dilakukan antara tahun 1991 dan 1998 tentang efek beta 2
agonis short acting, yang digunakan dalam 7 hari, melaporkan tidak ada penurunan
aliran saliva. Sebuah penelitian terhadap 15 pasien dengan asma persisten sedang
yang diobati dengan salmeterol 50 mcg ditambah futikason propionat 100 mcg dua
kali sehari, selama 1 bulan, menunjukkan penurunan laju aliran saliva yang terkait
dengan peningkatan indeks plak gigi dan tidak ada modifikasi pada IgA saliva. Dalam
penelitian lain yang dilakukan pada tahun 2001, 30 pasien dengan asma sedang
sampai berat dirawat selama 6 minggu dengan hanya salmeterol atau dikombinasi
pada mukosa mulut tanpa perubahan aliran saliva, menunjukkan bahwa hal tersebut
disetujui sebagai obat pengontrol tambahan pada pasien dengan asma berat.
Xerostomia adalah efek samping khas dari kelas terapi antikolinergik, dan telah
diselidiki dalam analisis keamanan gabungan dari 3474 orang dewasa dengan asma
simtomatik dari tujuh uji klinis fase II dan III. Xerostomia dilaporkan oleh 1% pasien
pada kelompok tiotropium 5 g dan 0,5% pasien pada kelompok plasebo. Hasil serupa
ditemukan untuk kelompok gabungan tiotropium 2,5 g versus plasebo (0,4% dan
0,5% pasien, masing-masing). Akhirnya xerostomia tidak dianggap relevan dan tidak
menyebabkan penghentian pengobatan pada pasien manapun. Pada remaja dan anak-
pada pasien yang diobati dengan LABA. Kesimpulannya, xerostomia rendah atau
tidak ada sama sekali pada semua kelompok umur yang diobati dengan tiotropium
sehingga merupakan pilihan terapi tambahan yang dapat ditoleransi dengan baik dan
efektif untuk pengobatan asma berat yang tidak terkontrol dengan baik.
lebih rendah dan dehidrasi rongga mulut pada mukosa sehingga untuk mencegah
xerostomia pasien ini mengonsumsi sejumlah besar produk yang dapat bersifat
tercatat dan dapat menyebabkan lesi erosif. Pilihan gaya hidup anak-anak penderita
asma, dengan sering mengonsumsi makanan manis, juga dapat meningkatkan lesi
oral.
8
Selain itu, terapi inhalasi sering dilakukan pada malam hari sebelum tidur tanpa
Steroid inhalasi berperan penting dalam pengobatan asma karena efek anti-
kortikosteroid nebulisasi, dengan korelasi langsung antara dosis tinggi dan waktu
paparan. Kandidiasis oral biasanya mencakup gejala seperti rasa tidak nyaman di
ICS dan penurunan IgA dan histatin saliva. Bukti telah menunjukkan bahwa hanya
sekitar 20% dari dosis yang dihirup yang benar-benar mencapai paru-paru, dengan
sebagian besar tersisa di orofaring. Selain itu, banyak inhaler serbuk kering (DPI)
penyakit ini. Beta 2 agonis juga dapat berkontribusi pada kejadian kandidiasis yang
Penelitian yang dilakukan di Jepang pada tahun 2003 melibatkan 143 penderita
asma yang sedang dalam pengobatan dengan steroid inhalasi (96 dengan fluticasone
propionate Diskhaler pada 50, 100, atau 200 g per dosis dan 47 sisanya dengan
beclomethasone dipropionate 100 g per dosis), 11 pasien penderita asma yang tidak
diobati dengan CSI dan 86 kontrol dalam keadaan sehat. Data menegaskan bahwa
jumlah yang lebih besar dari organisme Candida spp. terdeteksi pada pasien asma
yang diobati dengan CSI (p <0,001). Tujuan dari penelitian ini juga untuk
mengevaluasi kejadian kandidiasis oral pada pasien yang diobati dengan fluticasone
propionate melalui inhaler bubuk kering daripada pada pasien yang diobati dengan
bertekanan dengan spacer. Candida terdeteksi pada 26% penderita asma yang diobati
dengan flutikason dan 10% dari mereka yang diobati dengan beklometason (p =
0,02). Dosis flutikason yang dihirup adalah sekitar 50% dari beklometason dan baik
tingkat deteksi maupun jumlah candida secara signifikan lebih tinggi pada pasien
berkorelasi dengan jumlah kandida sedangkan ada hubungan langsung antara jumlah
memiliki efek anti-inflamasi utama yang memerlukan dosis rendah untuk mencapai
kuat migrasi dan proliferasi sel T, dan gangguan viabilitas eosinofil yang diinduksi
10
kandidiasis oral.
Fluticasone Propionate (FP) sebagai inhaler bubuk kering. Dalam penelitian ini,
empat kelompok pasien terdaftar: 62 pasien asma yang memakai 200 g/hari FP, 122
penderita asma yang memakai FP 500 g/hari, 50 pasien asma yang belum menjalani
positif kolonisasi Candida lebih tinggi pada kelompok FP 500 g/hari dibandingkan
pada penderita asma tanpa ICS (p<0,05) dan juga lebih tinggi dari kontrol normal
(p<0,05), sedangkan tidak ada perbedaan antara kelompok FP 200 g/hari dan kontrol.
kandidiasis orofaringeal dan esofagus pada 40 pasien asma di atas usia 18 tahun
dibandingkan dengan kontrol. Para pasien diobati dengan steroid inhalasi (400 mcg
sampai 1600 mcg budesonide atau futicasone) selama minimal 1 bulan. Penelitian ini
membedakan antara infeksi (gejala klinis ditambah kultur positif) dan kolonisasi
tidak ada perbedaan yang terdeteksi pada kolonisasi kandida di kedua lokasi antara
topikal (misalnya nistatin), penggunaan obat sialogogue pada pasien dengan laju
11
aliran saliva rendah, dan mengunyah permen karet bebas gula. Selain itu, berkumur
dengan larutan amfoterisin yang diencerkan 1:50 dapat mengurangi jumlah kandida
Ringkasnya, penyebab utama kandidiasis oral dapat berasal dari steroid inhalasi
(jenis dan dosis). Hal tersebut dapat dicegah dengan berkumur yang benar dan
Erosi gigi ditandai dengan hilangnya enamel dan dentin akibat aksi asam. Ambang
pH untuk demineralisasi enamel gigi di bawah 5,5. Prevalensi pada populasi umum
Obat asma dapat menyebabkan resiko erosi gigi yang lebih tinggi dengan
minuman ringan, jus buah, dan suplemen makanan,) dan asam intrinsik (seperti asam
kurang dari 5,5, yang merupakan tingkat kritis untuk pelarutan hidroksiapatit (Tabel
2).
kering)
Sumber intrinsik: refluks gastroesofageal
Kesimpulan tentang hubungan antara erosi gigi dan asma masih kontroversial.
Sebuah penelitian di Inggris yang dilakukan pada tahun 2000 bertujuan untuk menilai
tingkat erosi gigi pada sampel acak dari 418 subjek (14 tahun), 15,8% di antaranya
penderita asma. Disimpulkan bahwa tingkat erosi gigi lebih tinggi pada anak
penderita asma dibandingkan dengan kelompok kontrol sehat (30% memiliki nilai 2
Penelitian lain yang dilakukan kemudian di Inggris (2003) termasuk lebih dari
1300 (12 tahun) anak penderita asma dan non-asma, yang diperiksa kembali 2 tahun
antara kedua kelompok. Hasil ini dapat disebabkan oleh fakta bahwa meskipun 88%
pasien dalam kelompok asma memiliki obat yang diresepkan, mereka menunjukkan
pH di atas tingkat kritis 5,5. Data ini menggarisbawahi pentingnya kofaktor lain
selain terapi obat dalam perkembangan erosi gigi. Bahkan pada tahun 1998 O’
Sallivan menemukan berbagai faktor risiko lain yang berhubungan dengan erosi gigi
yang meliputi: mulut kering akibat efek bronkodilator dan pernafasan melalui mulut,
refux (GOR).
13
Hubungan antara refluks gastroesofageal dan erosi gigi telah terbukti dan
hubungan antara asma dan GERD sekarang tercatat dengan baik. Sebuah penelitian
cross sectional, yang dilakukan pada tahun 2017 pada sampel dari 1869 subjek (18
diselidiki, asma, alergi, gangguan makan dan GOR ditemukan masing-masing 2,7%,
8,5%, 1,4% dan 1,3%. Analisis statistik menunjukkan bahwa prevalensi erosi di
Gejala GOR lebih banyak terjadi pada pasien asma (sekitar 75%) dibandingkan
dengan kontrol dan rata-rata prevalensi erosi gigi pada pasien dewasa yang terkena
GOR adalah 32,5%. Diasumsikan bahwa obat antiasma yang diberikan dengan DPI
dikaitkan dengan lebih banyak erosi gigi. Tidak ada perbedaan yang jelas,
bagaimanapun, dalam tingkat erosi gigi yang terlihat dengan menggunakan dua cara
pemberian obat yang berbeda. Ini dapat menunjukkan pentingnya GOR dan faktor
lain yang menyertainya termasuk gaya hidup dan kebersihan mulut dalam
Sebuah studi cross sectional pada tahun 2019 yang melibatkan 400 anak berusia 6
hingga 14 tahun, mengevaluasi hubungan antara erosi gigi dan faktor etiologi.
Tingkat risiko pasien untuk mengalami erosi gigi diperoleh dari indeks BEWE.
Sebuah hubungan yang signifikan secara statistik (p = 0,05) antara asupan minuman
14
berkarbonasi, minuman isotonik dan jus buah dan BEWE yang lebih tinggi terdeteksi.
signifikan secara statistik (p=0,006) ditunjukkan dengan indeks BEWE pada pasien
dan mengobati gejala GOR, dapat membantu dalam mengobati dan mencegah erosi
gigi.
Singkatnya, erosi gigi dapat dikaitkan dengan penggunaan agonis beta 2, terlepas
dari jenis inhaler, tetapi kofaktor seperti gaya hidup, obat-obatan terkait, atau GERD
Jaringan periodontal terdiri dari gingiva, sementum, tulang alveolar, dan ligamen
periodontal sangat terkait dengan aliran saliva yang tepat. Periodontitis dengan
kehilangan perlekatan yang parah pada beberapa gigi merupakan hal yang lazim di
Beberapa penelitian melaporkan jumlah yang signifikan dari akumulasi plak dan
inflamasi gingiva pada penderita asma. Pada awal tahun 1998, sebuah penelitian yang
15
dilakukan pada 100 anak penderita asma mengungkapkan bahwa populasi penderita
asma secara signifikan memiliki lebih banyak plak, gingivitis dan kalkulus dan lebih
Selain itu, sebuah penelitian yang diterbitkan pada tahun 2017 menunjukkan bahwa
penderita asma daripada kontrol yang sesuai dan meningkat dengan tingkat keparahan
asma.
Tinjauan sistematis yang dilakukan pada tahun 2018, termasuk 21 penelitian yang
diterbitkan antara tahun 1979 dan 2017, menunjukkan hubungan yang kuat antara
Studi lain yang diterbitkan 1 tahun kemudian, termasuk tinjauan sistematis dari 11
penelitian dan meta-analisis enam parameter (indeks plak, indeks gingiva, bleeding
sehat). Namun, penulis menguraikan bahwa penelitian lebih lanjut dengan metode
serupa diperlukan untuk mengevaluasi interaksi antara penyakit ini. Sebuah studi
komparatif cross sectional yang dilakukan pada tahun 2016 di antara 40 pasien asma
(18-60 tahun) menunjukkan tingkat sensitivitas dentin yang lebih tinggi (35,13%)
dibandingkan dengan kontrol (14,3%) (p=0,00). Namun hasil ini tidak dikonfirmasi
dalam penelitian lain di mana tidak ada perbedaan yang ditemukan antara kedua
kelompok. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan penggunaan pasta gigi
16
dengan bahan desensitisasi atau tidak dengan jenis keausan gigi lain yang memiliki
Keterlibatan periodontal pada asma dapat disebabkan oleh proses imun dan
inflamasi, efek samping obat asma, atau keduanya. Penyebab utama kerusakan
jaringan periodontal mungkin adalah berkurangnya efek protektif saliva selama mulut
kering. Hal ini dapat disebabkan oleh bernafas melalui mulut, perubahan komposisi
saliva, atau pengurangan aliran saliva. Fenomena ini dapat meningkatkan interaksi
antara faktor bakteri dan imunologi, termasuk konsentrasi IgA saliva yang lebih
rendah. Peningkatan konsentrasi IgE di jaringan gingiva dan insiden kalsium serta
fosfor yang lebih tinggi dengan prevalensi kalkulus yang lebih tinggi dalam saliva,
mandibula. Penggunaan jangka panjang ICS pada orang dewasa dapat menyebabkan
meningkatnya resiko fraktur tulang, terutama pada pasien yang menerima dosis
sedang hingga tinggi. Hal ini dapat terjadi bahkan jika bioavailabilitas obat sistemik
minimal. Untuk alasan ini, ICS mungkin berdampak pada timbulnya dan
diperiksa secara teratur jika berhubungan dengan faktor risiko lain untuk
terendah adalah salah satu hal terpenting dalam terapi asma (tabel 3).
IgA
Pengurangan aliran saliva karena beta 2 agonis
Pembentukan kalkulus yang lebih tinggi karena peningkatan kadar kalsium dan fosfor
dalam saliva
Penurunan kepadatan mineral tulang karena steroid inhalasi
pasien dengan bentuk asma yang lebih parah (beberapa kali kunjungan ke unit gawat
darurat atau dirawat di rumah sakit). Hubungan antara perawatan ICS dan risiko
penyakit periodontal yang lebih tinggi terdeteksi. Namun, penelitian ini memiliki
kurangnya informasi tentang tingkat keparahan penyakit, dosis steroid kumulatif yang
dihirup, dan periode kontrol yang singkat (sekitar 6 tahun sementara penyakit
Tidak hanya asma, tetapi juga rinitis alergi dan penyakit pernapasan lainnya yang
periodontal. Misalnya, obstructive sleep apnea (OSA), hipertrofi adenoid dan tonsil,
Karies gigi merupakan salah satu penyakit kronis yang paling sering terjadi pada
anak dan telah terbukti mempengaruhi kesehatan sistemik dan status gizi, dengan
komprehensif dari faktor lingkungan, perilaku, dan genetik, dan melibatkan proses
yang kompleks dari pelarutan enamel dan remineralisasi oleh asam organik yang
Beberapa penelitian telah menunjukkan hubungan yang kuat antara asma dan
karies gigi, terutama pada anak-anak, meskipun beberapa penelitian lain tidak dapat
membuktikan hubungan ini. Perbedaan antar penelitian yaitu paparan fuoride yang
berbeda, penggunaan obat, dan alat yang digunakan (bubuk kering, spacer).
keparahan asma dan durasi pengobatan. Pada awal tahun 1987, beberapa penulis tidak
mengkonfirmasi temuan ini, dan pada tahun 2004 sebuah penelitian yang dilakukan
pada 140 pasien asma (7 hingga 17 tahun) menunjukkan bahwa baik periode penyakit
pengaruh yang signifikan pada risiko karies dan gingivitis. Kebersihan mulut (79%
anak melaporkan kebersihan mulut yang baik) dan pola makan tidak dapat
Di sisi lain, tinjauan sistematis dan meta-analisis yang dilakukan pada tahun 2010
mengevaluasi efek asma pada gigi sulung (11 artikel) dan gigi permanen (14 artikel)
serta menyarankan bahwa asma meningkatkan risiko karies pada gigi sulung dan gigi
permanen.
19
Penelitian lain yang dilakukan pada populasi yang berusia lebih tua (dua puluh
pasien berusia 18-24 tahun) dengan durasi asma jangka panjang (13,5 tahun),
menunjukkan insiden karies awal yang lebih tinggi (6 vs 1,3) dan tingkat sekresi
Data terbaru datang dari penelitian yang dilakukan di Korea pada tahun 2018.
Sampel sebanyak 44.203 subjek termasuk 1.264 pasien asma, dibagi menjadi
asma pada pasien yang lebih muda dari 12 tahun menunjukkan korelasi yang
signifikan dengan kehilangan gigi karena karies daripada subjek dengan diagnosis
yang tertunda. Mekanisme yang berbeda terlibat dalam peningkatan prevalensi karies
Ryberg dkk. menemukan bahwa risiko karies pada anak penderita asma terkait
dengan penggunaan beta 2 agonis dan akibatnya aliran saliva yang lebih rendah
meningkatkan jumlah Lactobacilli dan Streptococcus mutans. Selain itu, obat beta 2
20
yang dihirup berhubungan dengan penurunan yang signifikan pada pH saliva dan
plak. Beberapa obat bubuk kering mengandung gula (seperti laktosa monohidrat),
konsumsi makanan kariogenik (seperti minuman manis, atau manis) pada populasi
Milano dkk. melakukan penelitian pada 179 anak penderita asma untuk meneliti
hubungan antara jenis obat, frekuensi penggunaan, dan waktu pemberian dosis
obat lebih dari dua kali sehari mengalami lebih banyak karies pada gigi sulung dan
campuran dan juga melaporkan hubungan antara waktu pengobatan dan peningkatan
kejadian karies pada gigi sulung. Ini terutama terjadi pada anak-anak yang memiliki
waktu pemberian dosis sebelum tidur tanpa membersihkan atau membilas mulut
mereka.
Dua penelitian lain menguraikan persentase karies yang lebih tinggi pada
penderita asma dengan gigi permanen. Pertama, karies terdeteksi pada 83% pasien
dengan gigi permanen dibandingkan dengan gigi sulung (70%) atau campuran (78%).
Studi kedua membuktikan tidak ada peningkatan risiko karies pada gigi sulung
sementara risiko relatif pada gigi permanen diperkirakan 1,45 (95% CI), terutama
Sebuah penelitian cross sectional yang dilakukan pada tahun 2016 pada lebih dari
40 pasien asma antara usia 18 dan 65 tahun, mengevaluasi status gigi menggunakan
21
indeks DMFT (gigi berlubang, missing, dan restorasi gigi). Nilai yang lebih tinggi
dari skor ini ditemukan pada penderita asma dibandingkan dengan kontrol, tetapi
perbedaannya tidak signifikan secara statistik (p=0,199). Untuk gigi yang karies dan
hilang menunjukkan insiden karies yang lebih tinggi, perbedaan antara kedua
paling umum dipilih untuk karies pada populasi yang diteliti, karena subjek yang
dievaluasi telah menderita penyakit ini selama sekitar 5 sampai 10 tahun dan mereka
Penting untuk digarisbawahi bahwa tidak hanya asma saja dan pengobatan asma,
tetapi juga rinitis yang terjadi bersamaan, dapat mempengaruhi kejadian karies.
Rhinitis, seperti yang dicatat dalam pedoman ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact
on Asthma), terdapat pada hampir 80% pasien asma dan dapat menjadi faktor perancu
dalam patogenesis penyakit mulut pada penderita asma, dan hal ini belum diteliti.
Sebuah penelitian retrospektif yang dilakukan pada 9038 anak, diamati selama 9
tahun sejak lahir, menganalisis korelasi antara asma, rinitis dan karies dan pengaruh
obat AR dalam kondisi ini. Penulis menyimpulkan bahwa tidak ada korelasi antara
karies gigi dan asma dan bahwa kunjungan klinis untuk karies meningkat 13-25%
pada pasien AR (p<0,001). Obat AR juga dapat berperan dalam pembentukan karies
memiliki efek antikolinergik yang lebih sedikit dibandingkan generasi pertama, tetapi
dalam penelitian ini kedua obat tersebut digunakan. Selanjutnya, nasal steroid topikal
22
dapat dihubungkan, tidak hanya dengan mengurangi aliran saliva, tetapi juga dengan
mengubah flora rongga mulut. Bahkan jika tidak dalam perawatan khusus, pasien AR
dapat mengalami peningkatan kadar bakteri kariogenik dan bernafas melalui mulut,
disarankan untuk menggunakan obat bebas gula dan produk berfluoride untuk
berkumur. Obat-obatan dengan gula dan penggunaan fluoride yang tidak teratur
berkorelasi positif dengan peningkatan jumlah karies. Membilas rongga mulut dan
berkumur, menggunakan spacer, dan mencoba mengurangi dosis dan frekuensi ICS
juga dianjurkan.
ABSTRAK
patogen periodontal. Artikel ini mengulas secara singkat bukti epidemiologis & peran
periodontopatogen dalam menyebabkan infeksi saluran pernapasan.
Kata kunci: Periodontitis, Pneumonia, bakteremia, interleukin
Pendahuluan
peradangan, dan respon imun yang kuat. Patogen oral dan mediator inflamasi seperti
interleukin-1 (IL-1) dan tumor necrosis factor-α (TNF-α) dari lesi periodontal
mencapai aliran darah yang menginduksi reaktan inflamasi sistemik seperti protein
fase akut, dan efektor imun termasuk antibodi sistemik terhadap bakteri periodontal.
miokard, stroke, diabetes, hasil kehamilan yang merugikan & gangguan pernapasan.
Baru-baru ini, para ilmuwan dan klinisi telah mulai memberikan bukti ilmiah yang
semakin banyak yang menunjukkan bahwa periodontitis moderate yang tidak diobati
dapat mempengaruhi individu secara sistemik, dan dapat berkontribusi pada penyakit
Diantara interaksi tersebut adalah antara infeksi rongga mulut seperti periodontitis
dan penyakit saluran pernafasan. Penyakit saluran pernapasan bertanggung jawab atas
ini tersebar luas dan mengakibatkan banyak korban pada kesehatan manusia dan
pernapasan bawah sebagai penyebab kematian paling umum ketiga di seluruh dunia
24
pada tahun 1990 (menyebabkan 4,3 juta kematian), dan penyakit paru obstruktif
kronik sebagai penyebab utama kematian keenam (2,2 juta kematian). Kontinuitas
anatomis antara paru-paru dan rongga mulut membuat rongga mulut menjadi
bagian bawah. Mekanisme pertahanannya sangat efisien sehingga, pada pasien sehat,
saluran napas distal dan parenkim paru-paru steril, meskipun terdapat banyak bakteri
(106 bakteri aerob dan 107 bakteri anaerob per mililiter) ditemukan di saluran napas
atas. Infeksi terjadi ketika pertahanan host terganggu, patogen sangat virulen atau
tetapi rute infeksi yang paling umum adalah aspirasi dari sekret orofaringeal. Oleh
hanya baru-baru ini peran flora mulut dalam patogenesis infeksi pernapasan telah
Makalah ini akan menjelaskan secara singkat bukti epidemiologi dan mekanisme
yang mendukung peran bakteri rongga mulut dalam proses infeksi saluran
pernapasan.
Pneumonia bakteri
Pneumonia adalah infeksi parenkim paru yang disebabkan oleh berbagai agen
infeksi, termasuk bakteri, mikoplasma, jamur, parasit, dan virus. Munculnya bakteri
Pneumonia dapat secara luas diklasifikasikan menjadi dua jenis, sehubungan dengan
agen penyebabnya:
penghuni orofaring tetapi masuk ke lingkungan ini dari lingkungan. Ini termasuk
Ini adalah suatu kondisi yang ditandai dengan obstruksi kronis aliran udara dengan
produksi sputum yang berlebihan akibat bronkitis kronis (CB) dan/atau emfisema.
Bronkitis kronis adalah hasil dari iritasi saluran napas bronkial, yang
saluran napas.
pengikat vitamin D, dan gen antigen golongan darah. Faktor risiko lingkungan
lainnya termasuk paparan kronis terhadap polutan atmosfer beracun (mis., Perokok
pasif).
Paru-paru terdiri dari banyak unit yang dibentuk oleh percabangan progresif dari
saluran udara. Jalan napas dari setiap unit pernapasan terminal (bronkiolus, duktus
alveolar, kantung alveolar, dan alveoli) dilapisi oleh sel-sel epitel yang berdekatan
pada aspek basalnya dengan kapiler, yang memungkinkan pertukaran gas secara
efisien. Saluran udara bagian bawah biasanya steril, meskipun sekresi saluran udara
permukaan mulut dan hidung. Sterilitas saluran napas bagian bawah dipertahankan
mikroorganisme yang dihirup dan material tertentu dari saluran pernapasan bagian
bawah ke orofaring, serta faktor pertahanan imun dan non imun (imunitas yang
Spesies bakteri mulut yang terlibat dalam menyebabkan pneumonia dan abses paru
menyebabkan infeksi,
28
• Enzim terkait penyakit periodontal dalam saliva dapat merusak pelikel saliva
mukosa
orofaringeal oleh patogen pernapasan tampaknya lebih sering terjadi pada pasien
dengan gigi atau gigi palsu dibandingkan pada pasien edentulous yang tidak memakai
gigi palsu. Saliva yang berkurang dan pH saliva dapat meningkatkan kolonisasi oleh
patogen pernapasan; kondisi ini terjadi pada pasien yang sakit dan mereka yang
Kolonisasi oral oleh patogen pernapasan sering terjadi pada pasien yang dirawat di
rumah sakit, terutama mereka yang dirawat di ICU rumah sakit dan pada orang tua
saliva
mungkin menempel lebih baik ke sel epitel mulut yang diperoleh dari pasien yang
dikolonisasi oleh patogen pernapasan daripada sel yang diambil dari pasien yang
tidak dikolonisasi. Pengobatan tripsin sel epitel dari pasien non-kolonisasi in vitro
hilangnya fibronektin (oleh paparan protease) dari permukaan sel epitel, yang dapat
membuka reseptor permukaan mukosa untuk adhesi patogen pernapasan (Gbr. 2).
30
kadar enzim hidrolitik (misalnya sialidase) dalam saliva mereka. Enzim-enzim ini
Wilson dkk. menyatakan bahwa patogen oral terus menerus merangsang sel-sel
periodonsium (sel epitel, sel endotel, fibroblas, makrofag, dan sel darah putih) untuk
melepaskan berbagai macam sitokin dan molekul biologis aktif lainnya yaitu
Bakteri mulut dalam sekret bertemu dengan permukaan epitel pernapasan dan
dapat menempel pada permukaan mukosa. Bakteri mulut yang terikat ini dapat
merangsang produksi sitokin oleh epitel mukosa. Sitokin yang berasal dari jaringan
mulut, yang keluar dari sulkus gingiva untuk bercampur dengan seluruh saliva, dapat
Sel-sel yang dirangsang ini kemudian dapat melepaskan sitokin lain yang membawa
sel-sel inflamasi ke tempat tersebut. Sel-sel inflamasi ini dapat melepaskan enzim
32
hidrolitik dan molekul pengubah lainnya, mengakibatkan epitel yang rusak yang
mungkin lebih rentan terhadap kolonisasi oleh patogen pernapasan (Gambar 5).
didukung dengan faktor-faktor lain, seperti terus merokok, polusi lingkungan, infeksi
eksaserbasi penyakit paru. Subyek dengan rata-rata attachment loss (MAL) 3,0 mm
memiliki risiko PPOK yang lebih tinggi dibandingkan yang memiliki MAL < 3,0
periodontal.
Kesimpulan
mengurangi risiko infeksi pernapasan di antara subjek yang berisiko. Intervensi yang
lebih cepat adalah penggunaan disinfektan oral, tetapi studi tentang penggunaan obat
33
jangka panjang masih kurang. Perawatan penyakit periodontal (baik dengan resep
antibiotik berulang atau dengan intervensi klinis) mungkin merupakan cara lain untuk
perlunya kontrol berkala pasien "berisiko" dan pelatihan mengenai kebersihan mulut
hubungan kausal belum terbukti, dan studi lebih lanjut, khususnya studi intervensi,
diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA
34