Untold Story
Kehilangan Akibat
Covid-19
Sudjoko KUSWADJ|La
Selama bulan Juli 2021 setiap pagi sehabis
sholat subuh, hampir setiap hari saya
mendengar pengumuman di mesjid.
Innalillahi wa Inna ilaihi rojiun. Telah
meninggal dunia semalam bapak Anu.
Mohon doa semoga amal jariyah arwah
diterima Yang Maha Kuasa. Saya lalu melihat
ourworkd in data angka kematian karena
Covid-19 di Indonesia per sejuta penduduk.Bisa dilihat angka kematian Covid-19
melampaui India dan di bawah Amerika.
Melampaui kematian di dunia. Apa yang
terjadi? Saya tuliskan beberapa hal yang tidak
ada dalam berita TV, koran atau media
lainnya. Untold Story.
Tiap hari saya selalu nulis artikel terkait
Covid-19 sejak bulan puasa. Tahun kemarin
sejak Maret 2020 saya tiap malam bikin
Google Meet. Peminat tak banyak sekitar
belasan orang. Saya sebut mereka dengan
Covid-19 Buster. Komunitas WA saya sekitar
belasan ribu. Saya selalu menjawab
pertanyaan mereka. Yang tidak saya ketahui
saya carikan di Google.
Yang dokter saya kasih kode Dr di depan
namanya. Jika mau cari dokter cukup saya
panggil Dr saja. Saya siapkan broadcast atau
siaran menurut abjad. Saya posting lewat
broadcast. Kalau lewat group response takbanyak. Nettizen agak takut nulis lewat group.
Malam itu berita TV penuh. RS sudah full
semua. Pasien Covid-19 tergeletak di UGD .
Oksigen langka. Karena tak dapat RS, mereka
dirawat di rumah. Beberapa meninggal dunia.
Ada telpon dari Bandung. Tolong saya pak.
Sekeluarga positif semua. Satu anak saya
dengan gejala dan satu penyulit. Ada tukak
lambung. Semua rumah sakit penuh. Bapak
kan punya network kesehatan seluruh
Indonesia. Barangkali ada info RS yang
kosong. Segera saya broadcast semua
network dokter. Alhamdulillah sebagian besar
kenali saya lewat artikel saya. Mereka tak
pernah tatap muka. Tuit tuit tuit telpon
masuk. Dari RUSPAU Bandung. Ada tempat
kosong. Langsung saya kasih tahu teman di
Bandung. Mereka kontak dan segera pasien
OTW ke RS.Tak lama kemudian, telepon berdering lagi.
Teman dari Kimia Farma Jakarta. Minta
carikan rumah sakit. Di Jakarta lebih mudah.
Saya kenal group RS Thamrin. Dr Radjak
sudah almarhum. Saya kenal isterinya Dr
Sudinaryati, kawan sekelas. Urutan namanya
lalu saya Sudjoko. Wah mas Thamrin
Paseban penuh. Mungkin di Cileungsi. Kontak
kontak akhirnya dapat di Cileungsi. Kawan
Taal laa na elton
Malam kelabu. Oksigen jadi komoditi yang
mahal sekali. Reaksi tubuh terhadap Covid-19
sangat hebat. Kuarkan lendir banyak yang
sampai tutup tempat pertukaran gas.
Oksigen jadi sudah masuk ke paru. Saya lihat
standar medical oxygen sudah diabaikan.
Tabung putih boleh, hitam yang untuk las
juga boleh. Harganya yang puluhan ribu
menjadi puluhan juta. Di tengah jalan seorang
kawan baru beli oksigen dibegal. Akibatnya
orang tuanya akhirnya meninggal dunia.Saya menulis soal oxygen concentrator.
Teman saya kasih jempol berulang-ulang.
Saya telpon dia. Dengan terbata-bata bilang
kalau dia dan istrrinya tertolong oleh oxygen
concentrator . Beli produk Cina 17:juta. Dia
cari RS setengah mati. Masuk UGD ngantri.
Kumpul berdekatan dengan pasien Covid-19
lain. Uangnya berjuta-juta habis buat beli
oksigen. Tak tahan akhirnya pindah RS. Tak
ada ambulans gratis, semua bayar bayar.
Semua satuan juta. Akhirnya bisa dirawat di
RS. RS memang gratis. Tapi tetek bengeknya
benar bikin bengek. Semuanya duit. Oxygen
sebentar-sebentar habis. Duit lagi. Terbaca
artikel oxygen concentrator. Dia kumpulin
celengan anaknya dan beli alat itu. Syukur
sekarang lebih irit dan nyawanya
terselamatkan.
Seorang pria sudah lansia 70 tahun, pakai
ring menngeluh sesak. Diperiksa oleh dokter
tetangganya, dia positif Covid-19. Dipasanginfus di rumahnya, sambil menunggu RS
kosong. Disuruh bayar satu juta. Sesudah
berputar-putar keliling UGD RS akhirnya
masuk RS Harapan Kita tempat dia pasang
ring. Akhirnya meninggal dunia. RS tidak
bayar. Pengurusan jenazah lama, antre. Bisik-
bisik akhirnya segera dimandikan. Bayar 500
RB. Moslem dishalatkan, bayar 300 RB.
Dikafani bayar 400 RB. Masukkan peti
gratis. Ambulans ngantre. Komat-kamit
akhirnya bayar 1 jt. Berangkat ke Rorotan.
Papan nisan belum ditulis nama. Beli cat
bayar 300 RB. Gali kubur gratis. Baca talekin
bayar 300 RB. Kawan lain agama Kristen,
harus pakai papan nama salib, harus bayar
800 RB. Semuanya ikhlas lilla hi taala,
semoga perjalanan mereka ke akhirat lancar.
Dokter di RS Swasta meninggal dunia karena
Covid-19. Peserta BPUS Tenaga Kerja. Biaya
ambulans, penguburan bisa diklaim.
Tunjangan kematian penyakit akibat kerjabisa ditagihkan. Berapa, 60 sampai 80 kali
gaji sebulan. Tabungan hari tua bisa
dikeluarkan. Saya tak tahu pada RS
Pemerintah, apa Taspen juga bayar. Yang
ABRi atau POLRI ASABRI juga bayar.
Lumayan janda, duda anak yatim sedikit bisa
bernapas.
Buat perusahaan kematian seorang pekerja
sebelum pensiun adalah kerugian besar.
Biaya rekruitmen, biaya pelatihan dan banyak
biaya lainnya adalah losses. Ini sangat
mempengaruhi produksi dan harga jual
barang.
Vaksin adalah public goods. Harus dibayar
pemerintah, namun ada yang nagih bayar
vaksinator 180 RB per dosis. Sudah jatuh
masih ketimpa tangga. Ekonomi terpuruk
semakin terpuruk.
Covid-19 sebabkan multiple kehilangan.Kehilangan pekerjaan. Pencari nafkah wafat.
Janda, yatim, piatu bertebaran. Yang diatas
gunung es kelihatan. Yang di bawahnya tak
nampak. Uang dari kantong, celengan, utang
tidak kelihatan. Untold.
Asuransi akan bayar kerugian yang bisa
dihitung. Mobil terbakar habis asuransi bisa
bayar. Total loss. Saya belum dengar apakah
kematian akibat wabah dibayar asuransi jiwa .
Kehilangan harta bisa recover. Nyawa hilang
selamanya. Pemulihan kerugian pribadi dan
perusahaan bergantung pada produksi masa
depan. Apakah wabah potensi berulang. Itu
menjadi pertanyaan besar.***