Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 16

Analisis Tentang Sistem Penyelesaian Sengketa WTO : Suatu Tinjauan Yuridis Formal

ANALISIS TENTANG SISTEM PENYELESAIAN SENGKETA WTO :


SUATU TINJAUAN YURIDIS FORMAL

Maslihati Nur Hidayati


Fakultas Hukum Al Azhar, Jakarta
Jl. Sisingamangaraja, Kebayoran Baru, Jakarta 12110
imas_jeruk@yahoo.com

Abstract
This study applied normative legal research method, with literature approach on how the norms in
WTO Agreement. Analysis applied in this study is descriptice-analyses approach. The main issue
here is on how the special arrangement applied on the settlement of dispute system under WTO
may be beneficial to developing countries and what is the ideal special arrangement on settlement
of dispute system under WTO for Indonesia, and how it may benefit the interest of Indonesia.
Objective of the study is to understand how the settlement mechanism under WTO can be
beneficial for developing countries and in particular, what is the ideal special arrangement on
settlement of dispute under WTO for Indonesia, and its benefit to the national interest of
Indonesia. The conclusion of the study shows that there are special arrangements on procedures of
settlement of dispute applied by the WTO’s Dispute Settlement Body as refinement of the GATT
1947 mechanism, with the ratification of the Understanding On Rules and Procedures Governing
The Settlement of Disputes, and this becomes part of requirement packages which must be followed
and adhered to by all members of WTO without exception. However, on the other side, with some
of identified weakness of DSU, it is expected that developing countries, particularly Indonesia,
shall be able to get the benefit of it for our national interest. Indonesia has indeed used the system
to support its own interest. Based on some case studies where Indonesia had to seek settlement in
the forum of dispute of WTO, it is expected that there will be refinement of on the DSU
mechanism, inter alia, shorter time in each stages of settlement process, arrangement of DSB
resolution implementation to make it more effective, special arrangement to prevent retaliation
mechanism in DSU, and special arrangement needed to increase the role of WTO Secretariat in
the support of dispute settlement case which involve advanced countries versus developing
countries and the need to have special arrangement to increase the function and role of DSB on
each stages of dispute settlement process (especially in the DSB recommendation to be
implemented as provided here).

Keywords: WTO, DSB, international trade dispute

Abstrak
Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif, dengan melakukan
studi pustaka terhadap berbagai norma dan kaidah hukum yang terdapat dalam WTO
Agreement dan dianalisis dengan deskriptif-analitis. Yang menjadi permasalahan
bagaimanakah pengaturan khusus mengenai sistem penyelesaian sengketa WTO yang
bermanfaat bagi negara-negara berkembang dan bagaimanakah seharusnya pengaturan
khusus mengenai sistem penyelesaian sengketa WTO dan manfaatnya bagi kepentingan
nasional Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaturan khusus
mengenai sistem penyelesaian sengketa WTO yang bermanfaat bagi negara-negara
berkembang dan untuk mengetahui pengaturan khusus yang seharusnya mengenai
sistem penyelesaian sengketa WTO dan manfaatnya bagi kepentingan nasional
Indonesia. Kesimpulan hasil penelitian bahwa terdapat ketentuan khusus yang berlaku
mengenai prosedur penyelesaian sengketa yang diterapkan oleh Dispute Settlement
Body yang telah disempurnakan dari sistem GATT 1947 dengan disahkannya
Understanding On Rules and Procedures Governing The Settlement of Disputes dan
merupakan satu paket ketentuan yang wajib ditaati dan diikuti serta dilaksanakan bagi
para anggota WTO dan setiap keputusannya wajib diikuti tanpa terkecuali. Adapun
diharapkan adanya penyempurnaan pengaturan dalam DSU antara lain waktu yang

Lex Jurnalica Volume 11 Nomor 2, Agustus 2014 155


Analisis Tentang Sistem Penyelesaian Sengketa WTO : Suatu Tinjauan Yuridis Formal

lebih singkat dalam tiap tahapan dalam sistem penyelesaian sengketa WTO, pengaturan
pelaksanaan putusan DSB agar lebih efektif, perlunya pengaturan khusus mengenai
mekanisme retaliasi dalam DSU, perlunya pengaturan khusus dalam rangka
meningkatkan peran WTO Secretariat dalam membantu menyelesaian sengketa yang
menghadapkan antara negara maju dan negara berkembang dan perlunya pengaturan
khusus dalam meningkatkan fungsi dan peranan DSB pada setiap tahapan proses
penyelesaian sengketa (terutama dalam pelaksanaan rekomendasi DSB yang diberikan).

Kata kunci: WTO, DSB, sengketa dagang internasional

Pendahuluan Adanya klasifikasi dan karakteristik


Keberadaan World Trade Organization berbeda yang dimiliki oleh masing-masing
(WTO) sebagai suatu organisasi internasional, negara, pada kenyataannya menimbulkan
memiliki peran yang penting dalam lalu lintas permasalahan tersendiri. Kemampuan ekonomi
perdagangan internasional, khususnya dalam yang jauh lebih lemah dibandingkan dengan
meningkatkan pembangunan ekonomi dan negara maju seringkali mengakibatkan negara
pengurangan kemiskinan. Lebih khusus kebe- berkembang tidak memiliki posisi tawar atas
radaan organisasi ini harus memastikan bahwa kebijakan liberalisasi perdagangan yang ada.
terpenuhinya semua kebutuhan dan keuntu- (Hikmahanto Juwana, 1996).
ngan atas kesempatan kesejahteraan yang Di sisi lain, bagi negara-negara berkem-
semakin meningkat dalam konteks sistem per- bang terhadap negara-negara maju, menuntut
dagangan multilateral khususnya bagi negara- adanya suatu sistem yang mampu memberikan
negara berkembang dimana sebagian besar perlakuan yang berbeda bagi negara-negara
negara-negara anggota WTO berada dalam anggota lainnya yang jauh lebih lemah
kategori ini. Harapannya, setiap negara akan sehingga mampu menutupi perbedaan kemam-
mendapatkan manfaat dari adanya perda- puan yang dimiliki. Namun demikian, negara
gangan internasional. Adapun yang menjadi berkembang selalu dihadapkan pada persepsi
tujuan dari proses interaksi ini pada umumnya mengenai ketidakmampuan melaksanakan
adalah agar masing-masing negara memiliki beban dan kewajiban yang timbul dari kebi-
kesempatan untuk memenuhi kebutuhan dalam jakan-kebijakan perdagangan. (HS
negeri bagi negaranya (Michael J. Trebilcock Kartadjoemena, 1996).
dan Robert Howse, 1995). Hal inilah yang menurut penulis, perlu
Pada umumnya, keberadaan negara- diperhatikan oleh WTO sebagai organisasi
negara di dunia dapat dikelompokkan dengan perdagangan dunia saat ini. Dimana tugas
beberapa klasifikasi. Klasifikasi yang pertama utama WTO saat ini adalah sebagai organisasi
adalah klasifikasi negara maju, klasifikasi ne- perdagangan dunia bertujuan dalam rangka
gara berkembang dan klasifikasi lainnya adalah meningkatkan perdagangan dunia melalui
klasifikasi negara-negara yang tergabung dalam pengurangan hambatan baik yang bersifat tarif
Least Economic Development Country (LEDC) atau maupun non-tarif. Selain itu, dengan kehadiran
yang biasa dikenal dengan negara-negara organisasi ini, diharapkan dapat menata sistem
terbelakang. Pengklasifikasian Negara-negara perdagangan dunia yang efektif dan efisien
tersebut sederhananya didasarkan pada ke- bagi para pelaku ekonomi dunia. Disisi lain,
mampuan ekonomi masing-masing Negara. organisasi ini diharapkan dapat menjadi forum
World Bank mengklasifikasikan negara dalam negosiasi masing-masing negara anggotanya
tiga kelompok berdasarkan standar pendapatan atas kepentingan ekonomi masing-masing
per kapita (GNP), kategori ini pertama, negara- (Ernst-Ulrich Petersman, 1997).
negara yang berpendapatan rendah (kurang Peran lainnya yang dimiliki oleh WTO
dari $450 ). Kedua, pendapatan rata-rata ($450- adalah sebagai forum penyelesaian sengketa
$6000). Ketiga, lebih dari $6000. Walaupun yang berdasarkan atas hukum bagi negara-
secara sedehana, atas pengkajian terhadap negara anggotanya. Hal inilah yang dimaknai
pembangunan ekonomi atas suatu negara, berbeda dibandingkan dengan pendahulunya,
klasifikasi negara dibedakan atas negara kaya yaitu International Trade Organization (dan
dan negara miskin (rich and poor countries) ((E. untuk selanjutnya disingkat menjadi ITO).
Wayne Nafziger, 1990). Pendahulu WTO tersebut yang merupakan

Lex Jurnalica Volume 11 Nomor 2, Agustus 2014 156


Analisis Tentang Sistem Penyelesaian Sengketa WTO : Suatu Tinjauan Yuridis Formal

hasil perundingan General Agreement on Trade sistem penyelesaian sengketa WTO harus
and Tariff 1947 (dan untuk selanjutnya memberikan kedudukan perlindungan yang
disingkat menjadi GATT 1947), belum dapat seimbang untuk semua negara-negara anggo-
memberikan kepuasan bagi negara-negara ang- tanya. (Daniel H. Erskine, 2004).
gota dengan berbagai kelemahan yang dimi- Pada perkembangannya, sistem
likinya antara lain. (Peter-Tobias Stoll dan penyelesaian sengketa dalam WTO telah
Frank Schorkopf, Peter-Tobias Stoll dan Frank menjadi suatu alat yang dibutuhkan dalam
Schorkopf, 2006). menyelesaikan sengketa perdagangan interna-
1. Prosedur penyelesaian sengketa didasar- sional yang terjadi diantara sesama anggota
kan pada power-based approach, bukan WTO. Semenjak timbulnya masalah mengenai
berdasarkan pada rule based approach. proses pelaksanaan keputusan atas sengketa
2. Tidak adanya keseragaman mekanisme yang terjadi berdasarkan pada sistem sebe-
penyelesaian sengketa yang diberikan oleh lumnya yaitu GATT, penyelesaian sengketa
WTO Agreement. dalam WTO telah berkembang menjadi
3. Putusan yang dihasilkan oleh badan prosedur adjudikasi dan dalam perkembangan-
penyelesaian sengketa tidak bersifat nya telah mewujudkan sistem penyelesaian
otomatis untuk segera dilaksanakan oleh sengketa berdasarkan atas suatu sistem struk-
pihak-pihak yang dimaksud. Sehingga tural yang baku, termasuk didalamnya pro-
kondisi demikian, menimbulkan ketidak sedur-prosedur formal yang harus dipenuhi
pastian hukum. dan pelaksanaan atas tiap keputusan yang
4. Tidak adanya kepatuhan atas pelaksanaan diambil. Sistem penyelesaian sengketa WTO
putusan badan penyelesaian sengketa saat berkembang sebagai wujud untuk meng-
itu, dan tidak ada mekanisme yang akomodir kepentingan nasional masing-masing
memaksa agar pihak-pihak tertentu segera negara anggota dalam rangka terwujudnya
melaksanakan putusan tersebut. kepentingan masyarakat internasional.(Daniel
5. Tidak adanya kejelasan waktu yang harus H. Erskine, 2004).
ditempuh dalam prosedur penyelesaian Dengan diterimanya keberadaan WTO
sengketa pada saat itu, sehingga seringkali melahirkan suatu sistem penyelesaian sengketa
prosedur penyelesaian sengketa memakan yang berbasis pada pendekatan hukum (rule
waktu yang cukup lama. based approach) daripada power based approach
yang terlihat lebih dominan pada sistem pe-
Disputes Settlement Body (dan untuk nyelesaian sengketa sebelumnya.(Adoulf
selanjutnya disingkat menjadi DSB) sebagai Warouw, 2004).
badan penyelesaian sengketa dagang DSU hadir sebagai suatu sistem penye-
internasional di bawah forum WTO yang lesaian sengketa yang mencakup keseluruhan
mendasarkan semua mekanismena dengan semua perjanjian WTO Dengan hadirnya sistem
merujuk pada sistem penyelesaian sengketa ini menegaskan tidak adanya sistem penye-
yang termuat dalam Understanding on Rules lesaian sengketa yang diatur oleh masing-
and Procedures of Disputes Settlement (dan masing perjanjian dalam WTO. Sehingga de-
untuk selanjutnya disingkat DSU). Dalam ngan demikian, dengan keberadaan DSU
rangka untuk menjamin bahwa segala merupakan suatu kesepakatan atas harapan
peraturan yang ada dapat berjalan secara dan tekad negara-negara anggota untuk men-
efektif, maka keberlangsungan mekanisme ciptakan suatu sistem penyelesaian sengketa
penyelesaian sengketa dalam WTO adalah yang lebih baik dari sistem sebelumnya. Suatu
menjadi suatu keharusan tersendiri. Hal ini sistem yang lebih efektif, lebih memberikan
tidak hanya untuk memberikan jaminan kepastian hukum dan menjamin terciptanya
tercapainya penyelesaian sengketa yang efektif, suatu sistem perdagangan multilateral yang
tetapi juga dalam rangka membuktikan kualitas bebas dan adil.(Herlina, 2008)
dari adanya suatu perdagangan internasional, Dijelaskan selanjutnya bahwa tujuan
dimana setiap negara-negara anggotanya dari mekanisme penyelesaian sengketa yang
mematuhi dan melaksanakan setiap perjanjian utama adalah pelaksanaan atas hasil keputusan
yang disepakati bersama dalam bidang yang ada. Dilandasi niat baik dari para pihak
perdagangan internasional. Oleh karena itu, yang bersengketa untuk melaksanakan hasil

Lex Jurnalica Volume 11 Nomor 2, Agustus 2014 157


Analisis Tentang Sistem Penyelesaian Sengketa WTO : Suatu Tinjauan Yuridis Formal

keputusan dengan kepatuhan dan kesadaran khususnya Indonesia dalam berperkara di


sebagai upaya bersama mewujudkan perda- hadapan forum penyelesaian sengketa WTO.
gangan multilateral bagi semua para pelaku Namun demikian, yang menjadi
ekonomi di dunia. Bukan pelaksanaan keputu- pertanyaan adalah bagaimana sistem penye-
san yang hanya didasarkan pada tindakan lesaian sengketa mampu mengakomodir kondisi
balasan semata.(Tri Harnowo, 2008) yang berbeda diantara negara-negara anggo-
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa tanya. Apakah sistem yang telah terlembaga
salah satu capaian terbesar yang berhasil diraih menjadi suatu sistem yang lebih yuridis ini,
dalam rangkaian perundingan perdagangan adalah sistem yang mampu memposisikan para
internasional sampai dengan terbentuknya pihak dalam kondisi yang sama dan seimbang.
WTO Agreement pada tahun 1994 adalah de- Apakah sistem yang ada telah mampu
ngan pembentukan mekanisme penyelesaian memberikan makna keadilan internasional bagi
sengketa perdagangan internasional.(Donald para pelaku ekonomi di dalamnya. Hal inilah
McRae, 2004) yang menurut penulis menarik untuk dikaji
Chan Kar Keung dalam The Reform of lebih lanjut.
The WTO Disputes Settlement Mechanism and Berdasarkan hal tersebut di atas telah
The Participation of China menjelaskan bahwa ditegaskan bahwa yang menjadi tujuan penting
mekanisme penyelesaian sengketa ini dianggap keberadaan WTO adalah dalam rangka
sebagai sebuah model rule of law dalam konteks menciptakan standar hidup yang layak, adanya
perdagangan internasional yang mengedepan- hasil yang dicapai atas tiap pekerjaan yang
kan aspek penyelesaian sengketa perdagangan dilakukan, adanya pembangunan ekonomi
internasional yang damai antar negara yang yang berkelanjutan dan efektifitas atas permin-
bersengketa.(Chan Kar Keung, 2003). taan, ekspansi atas hasil-hasil produksi
Di samping itu terhadap aturan dan perdagangan, baik perdagangan barang mau-
prosedur penyelesaian sengketa telah dilaku- pun jasa, serta perlindungan atas lingkungan
kan penyempurnaan sehingga pelaksanaannya dunia. Selain itu, dalam rangka pengurangan
diharapkan dapat lebih efektif dibandingkan tarif dan hambatan lainnya dalam perdagangan
dengan sistem dalam GATT 1947. Adanya dunia dan untuk mengurangi diskriminasi
perubahan sistem ini dilatarbelakangi oleh karena adanya perbedaan kemampuan antara
kesadaran bahwa terciptanya penyelesaian masing-masing Negara. (Raj Bhala, 2008).
sengketa yang lebih efektif dan pemecahan atas Keberadaan negara berkembang dan
tiap sengketa sangatlah penting bagi berfung- negara maju dalam liberalisasi perdagangan
sinya sistem perdagangan multilateral secara telah ada sejak keikut sertaan negara
baik, lancar dan meningkatkan pertumbuhan berkembang pada perundingan GATT dalam
ekonomi dunia secara merata. Perkembangan usahanya untuk mendirikan International Trade
yang menyangkut perbaikan dan penyempur- Organization (ITO), walaupun pada akhirnya
naan atas sistem penyelesaian sengketa yang hal ini tidak terwujud disebabkan Kongres
terdapat dalam GATT telah semakin meningkat Amerika Serikat tidak dapat menerima kebe-
dan menjadi agenda pada Uruguay Round. radaan organisasi ini. Kesadaran negara ber-
(Peter Van Den Bosche, 2005). kembang telah muncul bahwa terdapat
Sehingga dengan demikian, proses berbagai kesulitan untuk dapat mengikuti
sistem penyelesaian sengketa WTO yang telah ketentuan liberalisasi perdagangan tanpa
dibuat dan dilaksanakan selama ini adalah adanya pengecualian khusus sebagai penye-
dalam rangka untuk memfasilitasi tindakan- suaian terhadap kenyataan yang dihadapi
tindakan dari masing-masing negara kedalam negara berkembang.(HS Kartadjoemena, 1997).
tindakan yang sesuai dengan hukum dalam Dalam perkembangannya kemudian,
menyelesaikan masalah yang muncul dalam keringanan yang tersedia bagi negara berkem-
bidang perdagangan internasional. Selain itu bang diharapkan akan semakin berkurang. Hal
memastikan bahwa ketentuan-ketentuan yang ini terutama akan dihadapi oleh negara ber-
terdapat dalam covered agreement dapat dite- kembang yang tingkat pendapatannya lebih
rapkan. Dengan adanya hal ini, menjadi suatu tinggi, yaitu bagi mereka yang telah mencapai
keuntungan tersendiri bagi negara berkembang, tingkat pendapatan per kapita diatas US$ 1000,

Lex Jurnalica Volume 11 Nomor 2, Agustus 2014 158


Analisis Tentang Sistem Penyelesaian Sengketa WTO : Suatu Tinjauan Yuridis Formal

atau mereka yang telah mencapai tingkat masuk ke negaranya dari luar negeri atas tiap
middle-income countries.(Hatta, 2000). barang atau jasa yang sama yang diproduksi di
Pada kenyataannya, setiap kali perundingan dalam negeri.(Bhagirat Lal Das, 1998).
dilakukan maka negara berkembang dihadap- Ketentuan khusus bagi negara ber-
kan pada kenyataan berhadapan dengan kembang ini juga diberikan dalam masalah
negara maju yang jauh lebih kuat, sehingga penyelesaian sengketa yang merupakan pen-
menghendaki suatu perlakuan yang memung- capaian terbesar dari WTO Agreement dalam
kinkan keringanan dalam kewajiban dan ke- mekanisme penyelesaian sengketa. Sebagai
longgaran dalam waktu untuk pelaksanaan. bagian dari sistem perdagangan internasional
(John H Jackson, William J. Davey dan Alan O. yang sebagian besar dikelola melalui WTO,
Sykes Jr, , 1995). hendaknya perlu diambil langkah-langkah
Sehingga dengan demikian, negara khususnya oleh negara berkembang untuk
berkembang memiliki harapan yang besar mempersiapkan diri dalam bersaing dan
terhadap WTO untuk mengisi kelemahan yang terlibat secara aktif di WTO. Dalam
ada sehingga dapat menaikkan posisi tawar kenyataannya, persaingan perekonomian
negara berkembang dan menjadi mitra sejajar global akan menuntut peningkatan kemam-
dalam dunia perdagangan internasional bagi puan bersaing dalam dunia perdagangan
negara maju. (Leah Granger, 2006). internasional, sehingga tiap negara juga harus
Dalam perkembangan selanjutnya, tu- siap untuk semakin sering terlibat satu sama
juan tersebut menjadi bagian dari sistem lain termasuk berhadapan dalam suatu
GATT/WTO dan dikenal sebagai special and perkara jika terjadi sengketa, baik sebagai
differential treatment for developing countries atau pihak yang digugat, maupun pihak yang peng-
yang biasa dikenal dengan perlakuan S and D. gugat. Oleh karena itu, baik penguasaan teknis
Adapun yang menjadi ketentuan dasar dari maupun substansi dari mekanisme penyele-
setiap ketentuan-ketentuan dan kebijakan yang saian sengketa yang ada dalam WTO adalah
dikeluarkan oleh WTO adalah adanya prinsip menjadi suatu keharusan.(Chan Kar Keung,
the most favoured nation (MFN) dan national 2006).
treatment. (Bhagirat Lal Das, 1998). Dalam hal ini, salah satu hal yang perlu
Pada prinsipnya, prinsip MFN mem- ditekankan adalah tersedianya serangkaian
berikan ketentuan kepada setiap negara ang- ketentuan khusus yang berlaku untuk negara
gota WTO bahwa adanya suatu jaminan atas berkembang yang perlu dimanfaatkan. Dalam
persamaan perlakuan antara satu negara beberapa aspek, kepentingan negara-negara
dengan negara lainnya. Anggota WTO tidak berkembang mendapat suatu tempat khusus
diperkenankan untuk melakukan diskriminasi dalam sistem ini, yang memungkinkan mereka
antara negara-negara yang melakukan untuk menuntut hak-haknya berdasarkan
kerjasama perdagangan dengannya, tidak perjanjian yang ada, tanpa mempertim-
membedakan apakah dalam perdagangan bangkan kekuatan ekonomi.
tersebut, berhadapan dengan negara maju, Dalam bagian pembukaan dari WTO
negara berkembang bahkan negara terbelakang Agreement telah dinyatakan dengan jelas
sekalipun, sebagai contoh, kebebasan untuk bahwa tiap negara anggota WTO mengakui
memasuki pasar atau pelaksanaan atas keten- adanya usaha-usaha positif yang dirancang
tuan-ketentuan yang bersifat domestik. Prinsip dalam rangka menjamin keberadaan dari
ini dianggap sebagai prinsip yang paling negara berkembang dalam sistem perdagangan
penting dalam pelaksanaan atas tiap ketentuan- internasional, dan juga secara khususnya lagi
ketentuan WTO. Bahkan dapat dikatakan, bagi negara-negara yang tergolong pada negara
tanpa adanya ketentuan ini, maka sistem terbelakang. Hal ini merupakan bagian yang
perdagangan multilateral tidak akan dapat tidak terpisahkan dari sistem perdagangan
berjalan sebagaimana mestinya sampai saat ini. multilateral dan jaminan adanya pembagian
Selain itu, prinsip lainnya yang tidak kalah yang merata atas hasil dari adanya perda-
pentingnya adalah prinsip national treatment. gangan internasional dalam rangka adanya
Prinsip ini menegaskan kepada setiap negara kebutuhan yang tidak dapat dihindari bagi
anggota WTO untuk tidak melakukan tindakan perkembangan ekonomi negara-negara terse-
diskriminasi pada tiap barang atau jasa yang

Lex Jurnalica Volume 11 Nomor 2, Agustus 2014 159


Analisis Tentang Sistem Penyelesaian Sengketa WTO : Suatu Tinjauan Yuridis Formal

but. Hal ini ditegaskan dalam DSU pasal 3 ayat berhadapan dengan negara-negara berkembang
3: lainnya.
“The prompt settlement of situations in Berdasarkan hal tersebut di atas,
which a Member considers that any benefits penelitian ini berusaha untuk menggali lebih
accruing to it directly or indirectly under jauh mengenai perlakuan khusus dan berbeda
the covered agreements are being impaired bagi Negara berkembang dalam sistem
by measures taken by another Member is penyelesaian sengketa WTO dan bagaimanakah
essential to the effective functioning of the pengaturan yang seharusnya dimiliki oleh
WTO and the maintenance of a proper sistem penyelesaian sengketa WTO.
balance between the rights and obligations of
Members”. Metode Penelitian
Adapun metode penelitian yang
Adanya kepentingan dan kebutuhan digunakan adalah dengan jenis penelitian
dari negara-negara berkembang, khususnya hukum normatif, yaitu melihat norma-norma
negara-negara terbelakang, telah menjadi suatu serta kaidah-kaidah yang berlaku dalam sistem
kebutuhan yang sangat besar melebihi apa yang perdagangan multilateral yang bermanfaat bagi
menjadi kegiatan dan perhatian WTO selama Negara berkembang. Metode pengumpulan
ini sejak tahun 2001 setelah pertemuan tingkat data dilakukan dengan studi pustaka dengan
menteri pada Doha Round. Pada pertemuan mengutamakan data sekunder, yaitu bahan
Doha itu sendiri, para anggota WTO telah hukum primer berupa keseluruhan perjanjian
mengadopsi Decisions on Implementation yang termaktub dalam WTO Agreement, bahan
Related Issues and Concerns, berkaitan dengan hukum sekunder berupa tulisan dan pendapat
masalah-masalah yang dihadapi oleh negara para ahli. Metode analisis data yang digunakan
berkembang dalam melaksanakan WTO dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis,
Agreement yang merupakan hasil dari perun- yaitu melakukan analisis mendalam dalam
dingan Uruguay Round. Bergabungnya negara- rangka menjawab pokok permasalahan yang
negara berkembang, khususnya negara ter- dikemukan.
belakang, dalam sistem perdagangan multila-
teral dan menjadi suatu usaha dalam rangka Pembahasan
menjamin adanya pembagian yang merata Perkembangan terakhir dari sistem
dalam jumlah besar dalam perdagangan penyelesaian sengketa dalam GATT adalah
internasional adalah menjadi agenda paling diterimanya WTO sejak 1 Januari 1995 yang
penting dari WTO itu sendiri. (WTO Courses, melahirkan sistem penyelesaian sengketa yang
2014). lebih komprehensif, legalistis, dan lebih
Sehingga dengan demikian, dalam memberikan perlindungan kepada negara ber-
rangka menjamin bahwa negara berkembang, kembang. Penyelesaian sengketa dalam WTO
khususnya negara terbelakang, dapat tetap lebih berpijak kepada rule-based approach
bergabung dalam sistem perdagangan multila- daripada power-based approach dimana prinsip
teral dan juga dapat meningkatkan peran terakhir lebih terlihat dalam sistem GATT.
mereka dalam perdagangan internasional, Sehingga dengan demikian, tiap negara anggota
WTO telah memberikan berbagai macam keten- dapat merasa nyaman dengan keberadaan
tuan khusus yang disesuaikan dengan kebutu- mereka dalam keanggotaan WTO itu sendiri.
han dan kepentingan mereka pada perdaga- (Douglas Ierley, 2002).
ngan internasional. (Couglas Ierley, 2002). Di samping itu terhadap aturan dan
Sistem penyelesaian sengketa WTO prosedur penyelesaian sengketa telah dilaku-
sendiri telah digunakan secara intensif oleh kan penyempurnaan sehingga pelaksanaannya
negara yang memiliki kekuatan ekonomi paling lebih efektif dibandingkan dengan sistem
besar, yaitu Amerika Serikat dan Uni Eropa. dalam GATT 1947 yaitu dengan disahkannya
Anggota-anggota yang tergolong negara ber- Understanding On Rules and Procedures
kembang, juga telah menggunakan sistem Governing The Settlement of Disputes (dan
penyelesaian sengketa WTO ini, baik dalam hal untuk selanjutnya disingkat dengan DSU) yang
harus berhadapan dengan negara yang merupakan prosedur penyelesaian sengketa
memiliki kekuatan ekonomi terbesar, juga WTO sebagai perwujudan tekad negara-negara

Lex Jurnalica Volume 11 Nomor 2, Agustus 2014 160


Analisis Tentang Sistem Penyelesaian Sengketa WTO : Suatu Tinjauan Yuridis Formal

anggota untuk menciptakan aturan yang lebih Direktur Jenderal dapat, ex officio, mempergu-
mengikat. Dengan sistem penyelesaian seng- nakan jasa-jasa baik (good offices) dan menga-
keta WTO yang lebih memberikan kepastian dakan konsultasi dalam rangka memfasilitasi
hukum ini maka akan timbul harapan bagi untuk mencari penyelesaian atas sengketa yang
negara-negara anggota untuk dapat menjadikan terjadi, sesuai dengan permintaan dari pihak
WTO sebagai wadah untuk dapat menyelesai- negara berkembang yang terlibat dalam
kan sengketa secara multilateral. sengketa.
Adapun mengenai prosedur penyele- Berdasarkan GATT 1947, anggota yang
saian sengketa WTO secara nyata diselesaikan tergolong negara berkembang, diberi kesem-
melalui tiga tahap utama, yaitu: patan sebanyak lima kali untuk mempergu-
1. Konsultasi nakan jasa-jasa baik (good offices) dari Direktur
2. Panel Jenderal berdasarkan keputusan tersebut di
3. Appellate Body atas. Kedua, jika konsultasi yang dilakukan
oleh Direktur Jenderal tidak dapat mengha-
Dengan tiga tahap yang disebutkan di silkan suatu keputusan dalam waktu dua bulan,
atas, berusaha menjawab kepastian hukum dan Direktur Jenderal akan, atas permintaan salah
penyelesaian sengketa yang berdasarkan pada satu pihak, memasukkan hasil-hasil yang
ruled based system. dicapai selama proses tersebut di atas kepada
Seperti yang telah dijelaskan sebe- DSB. DSB selanjutnya akan dengan segera
lumnya bahwa DSU mengenal adanya kondisi- menunjuk panel dalam proses konsultasi
kondisi khusus yang dialami oleh anggota- dengan atau tanpa persetujuan dari para pihak.
anggota yang tergolong negara-negara berkem- Ketiga, panel selanjutnya harus mengambil
bang dan negara terbelakang. Terdapat tindakan-tindakan yang dianggap perlu
beberapa ketentuan bagi anggota yang tergo- berkaitan dengan kondisi dan berbagai
long sebagai negara berkembang dalam proses pertimbangan berkaitan dengan penerapan hal-
forum konsultasi maupun panel. Ketentuan- hal yang menjadi sengketa, berikut dengan
ketentuan khusus bagi negara-negara berkem- akibat yang ditimbulkannya terhadap perda-
bang dalam kaitannya dengan proses konsultasi gangan dan pertumbuhan ekonomi yang dapat
dan panel dapat ditemukan pada pasal 3 ayat mempengaruhi anggota lainnya. Pada akhir-
12, pasal 4 ayat 10, pasal 8 ayat 10, pasal 12 ayat nya, panel harus memasukkan laporannya
10 dan pasal 12 ayat 11 DSU. Pasal 24 DSU kepada DSB dalam waktu 60 hari dari
memberikan ketentuan khusus lainnya bagi terjadinya sengketa.
anggota yang tergolong negara terbelakang. Meskipun begitu, DSU menjelaskan jika
(David Palmeter dan Peter C Mavroidas, 2003). panel menganggap bahwa waktu yang
disediakan selama 60 hari tersebut tidak
1. Pasal 3 ayat 12 memadai untuk membuat suatu laporan, maka
Pasal 3 ayat 12 DSU memberikan berdasarkan persetujuan dari pihak yang
ketentuan khusus bagi negara berkembang mengajukan klaim, dapat diperpanjang. Terha-
yang mengajukan sengketa sebagai pihak dap masa perpanjangan waktu ini, terdapat
complainant dimana harus berhadapan dengan perbedaan antara peraturan yang terdapat
negara maju untuk mengikuti prosedur ber- dalam keputusan tersebut di atas dan prosedur
dasarkan keputusan para anggota GATT pada berdasarkan pada pasal 4, 5, 6 dan 12 dan
tanggal 5 April 1966 (1966 Decision). Penga- kesesuaian peraturan yang ada dan prosedur
turan ini memberikan alternatif terhadap sesuai dengan keputusan tersebut di atas,
ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam pasal dalam perjalanan selanjutnya menjadi berlaku.
4 yang mengatur mengenai konsultasi, pasal 5 Saat ini, tidak ada satupun negara
yang mengatur mengenai jasa baik, konsiliasi berkembang yang mengikuti prosedur ber-
dan mediasi, pasal 6 yang mengatur mengenai dasarkan keputusan tersebut di atas. Adapun
pembentukan panel dan pasa 12 yang mengatur yang menjadi alasan adalah bahwa ketentuan
mengenai prosedur dalam panel. penyelesaian sengketa berdasarkan DSU
Berdasarkan keputusan ini, pertama, dianggap sudah tidak diragukan keabsahannya
jika ternyata proses konsultasi yang terjadi dalam memberikan keuntungan kepada negara-
antara para pihak menemui kegagalan, maka negara berkembang, jika ternyata tidak lagi

Lex Jurnalica Volume 11 Nomor 2, Agustus 2014 161


Analisis Tentang Sistem Penyelesaian Sengketa WTO : Suatu Tinjauan Yuridis Formal

menguntungkan, maka akan diambil tindakan- Dalam kaitannya dengan laporan panel,
tindakan berdasarkan pada keputusan tersebut ketentuan ini menjelaskan bahwa dalam
di atas. kondisi satu atau lebih para pihak adalah
berasal dari negara-negara berkembang,
2. Pasal 4 ayat 10 laporan panel harus secara jelas menyatakan
Dalam kaitannya dengan proses bahwa telah diambil tindakan-tindakan yang
konsultasi yang dilakukan dalam rangka terca- dianggap relevan berkaitan dengan ketentuan-
painya solusi terbaik, pasal 4 ayat 10 DSU ketentuan WTO mengenai special and differential
menjelaskan bahwa sejak proses konsultasi treatment dan tindakan-tindakan yang me-
yang dilakukan oleh para anggota WTO harus nguntungkan yang muncul dalam kaitannya
memberikan perhatian yang khusus terhadap dengan penerapan prosedur penyelesaian
permasalahan-permasalahan yang sifatnya sengketa WTO.
khusus dan menjadi kepentingan dari negara-
negara berkembang. Pasal 12 ayat 10 DSU 6. Pasal 21 ayat 7-8
menjelaskan selanjutnya bahwa dalam proses Setelah proses penyelesaian sengketa
konsultasi dalam kaitannya terhadap hal-hal mencapai tahap akhir maka salah satu
yang dilakukan oleh negara-negara berkem- kemungkinan dalam keputusan DSB adalah
bang, para pihak dalam sengketa dapat mela- penentuan bahwa salah satu pihak yang ber-
kukan persetujuan untuk memperpanjang sengketa dianggap melanggar aturan
waktu 60 hari untuk proses konsultasi. Jika para GATT/WTO. Apabila hasil dari tindakan yang
pihak tidak menyetujuinya, maka ketua DSB dianggap melanggar dan merugikan pihak
dapat memutuskan, setelah proses konsultasi yang menggugat tidak dilaksanakan maka
dengan para pihak, berkaitan dengan waktu pihak yang dirugikan diberi hak untuk
perpanjangan yang dianggap relevan dan melakukan retaliasi dalam bentuk yang harus
dalam jangka waktu tertentu. disepakati oleh DSB. Disebutkan bahwa dalam
mengawasi penerapan rekomendasi atau
3. Pasal 8 ayat 10 ruling, perhatian khusus harus diberikan
Dalam kaitannya dengan komposisi dari kepada masalah-masalah yang mempengaruhi
panel, dalam ketentuan ini menjelaskan bahwa kepentingan negara-negara berkembang.
sengketa yang terjadi antara negara maju dan Selanjutnya dikatakan bahwa apabila suatu
negara berkembang, maka panel dalam hal ini kasus diajukan oleh negara berkembang, DSB
harus, jika ada permintaan dari negara berkem- akan mempertimbangkan tindakan lanjutan
bang, komposisi panel harus terdiri atas se- apa yang akan dilakukan dengan memper-
tidaknya satu panelis yang berasal dari negara hatikan bukan saja cakupan dari substansi
berkembang. Pada hampir sebagian besar perdagangan yang terkait tetapi juga dampak
sengketa yang melibatkan negara berkembang luasnya terhadap perekonomian negara
didalamnya, pihak pemerintah dari negara berkembang.
berkembang tersebut selalu menjadi panelis
dalam proses panel yang ada. 7. Pasal 27 ayat 2
Sekretariat WTO harus dapat
4. Pasal 12 ayat 10 menyediakan ahli hukum yang menguasai
Dalam kaitannya dengan proses panel, bidang perdagangan khususnya berkaitan
ketentuan ini menjelaskan bahwa sengketa dengan penyelesaian sengketa WTO bagi
yang berkenaan dengan hal-hal yang berhu- negara-negara berkembang yang membutuh-
bungan dengan anggota-anggota yang tergo- kannya sesuai dengan permintaan mereka ma-
long negara berkembang, maka panel dapat sing-masing. Para ahli ini, harus dapat mela-
memberikan waktu yang dianggap perlu bagi kukan pendampingan bagi anggota-anggota
negara berkembang untuk menyiapkan dan yang tergolong negara berkembang untuk
menjelaskan apa yang menjadi bahan pertim- memastikan bahwa Sekretariat mampu bersifat
bangannya. adil bagi tiap negara anggota WTO, tanpa
terkecuali. Para ahli ini, untuk selanjutnya,
5. Pasal 12 ayat 11 hanya dapat berperan dalam fase sebelum masa
persidangan dari setiap sengketa yang ada.

Lex Jurnalica Volume 11 Nomor 2, Agustus 2014 162


Analisis Tentang Sistem Penyelesaian Sengketa WTO : Suatu Tinjauan Yuridis Formal

Dalam proses konsultasi dan panel, anggota- mematuhi dan melaksanakan rekomendasi dan
anggota negara berkembang lebih banyak keputusan DSB tersebut di atas.
menggunakan para ahli yang berasal dari
Advisory Centre on WTO. Sebagaimana diketahui bersama, bahwa
salah satu kelebihan sistem penyelesaian
8. Ketentuan Khusus Yang Terdapat GATS sengketa WTO dibandingkan dengan GATT
Agreement sebelumnya, seperti yang telah dikemukakan di
Dalam pasal 4 GATS Agreement terda- atas adalah bahwa GATT tidak memiliki
pat ketentuan khusus bagi anggota-anggota kesatuan prosedur penyelesaian sengketa,
negara berkembang dan khususnya negara- melainkan aturan-aturan yang terpisah-pisah.
negara terbelakang. Secara khusus, mening- Disatu sisi terdapat sistem konsiliasi dan
katnya partisipasi dari anggota-anggota negara penyelesaian sengketa bersifat umum yang
berkembang dan perdagangan jasa harus dapat didasarkan pada pasal XXII dan XXIII, disisi
difasilitasi melalui negosiasi-negosiasi terhadap lain terdapat prosedur penyelesaian sengketa
beberapa komitmen yang khusus, oleh anggota- yang khusus sebagaimana terdapat dalam
anggota yang berbeda, dalam agendanya, yang berbagai dokumen yang dihasilkan pe-
berkaitan dengan “kekuatan dari negara-negara rundingan Tokyo Round 1979. Sedangkan
berkembang” terhadap kapasitas perdagangan sistem penyelesaian sengketa WTO terangkum
jasa dalam negeri, efisiensi dan kompetisi, secara keseluruhan dalam Dispute Settlement
termasuk didalamnya adalah akses terhadap Understanding kecuali diperjanjikan secara
teknologi, kemajuan bagi negara-negara ber- khusus dalam covered agreement.(David
kembang, akses terhadap jaringan distribusi Palmeter dan Peter C Mavroidas, 2004).
dan jaringan informasi; dan liberalisasi atas Berdasarkan ketentuan tersebut di
akses pasar dalam berbagai sector dan jenis- atas dijelaskan bahwa tujuan dari sistem
jenis penawaran kepentingan ekspor bagi penyelesaian sengketa dijabarkan dalam penje-
negara-negara berkembang. lasan pada Pasal 3 ayat 2 DSU yaitu untuk
Prioritas khusus juga diberikan bagi memberikan keamanan dan daya prediksi bagi
anggota-anggota negara terbelakang, dan sistem perdagangan multilateral. Maka dalam
perhitungan khusus harus dapat dilakukan hal ini, sistem penyelesaian sengketa berperan
terhadap kesulitan-kesulitan khusus yang untuk menjaga hak dan kewajiban para anggota
dialami oleh negara-negara dalam penerimaan sesuai dengan kesepakatan yang berlangsung
terhadap negosiasi atas komitmen-komitmen dan mengklarifikasi ketentuan-ketentuan yang
khusus dalam kaitannya dengan situasi berlaku bagi kesepakatan tersebut.
ekonomi yang khusus dan perkembangannya, Selanjutnya, dikatakan bahwa penting-
perdagangan dan kebutuhan-kebutuhan atas nya pemecahan sengketa diidentifikasi sebagai
keuangan dalam negeri. tujuan lanjut dari sistem penyelesaian sengketa.
Sistem ini adalah berupa penerapan dari me-
9. Ketentuan Khusus Dalam Pelaksanaan tode penyelesaian sengketa yang telah ada
Putusan DSB sebelumnya yaitu GATT. Namun demikian
Dalam hal ini, jika dalam pelaksanaan tujuan dari penyelesaian sengketa tidak pernah
keputusan-keputusan DSB dapat berpengaruh diartikulasikan di dalam GATT. Pasal XXII
bagi negara-negara berkembang, terdapat (Konsultasi) dan Pasal XXIII (Penghapusan)
beberapa keadaan-keadaan khusus yang harus GATT hanya memuat tentang proses dan tidak
dapat dipertimbangkan dalam kaitannya satu butirpun yang menjelaskan tentang tujuan.
dengan ketentuan dari pasal 21 ayat 2 DSU. Jika Penjelasan yang lebih terperinci tentang
suatu negara, sebagai contoh, sedang mengha- tujuan penyelesaian sengketa ditemukan pada
dapi krisis ekonomi dan terdapat bukti-bukti saat WTO berdiri, seiring dengan terjadinya
bahwa penerapan yang cepat atas suatu reko- perubahan-perubahan yang melahirkan sistem
mendasi dan keputusan-keputusan DSB dapat baru. Penyelesaian sengketa menurut WTO
saja membuat kondisi krisis ini menjadi lebih tidak dapat ditolak dan seperti yang telah
buruk, dalam hal ini dapat diberikan suatu dikemukakan di atas memiliki runtutan waktu
masa perpanjangan waktu untuk dapat yang jelas dan proses artikulasi yang lebih
menyeluruh, dan mencakup proses banding

Lex Jurnalica Volume 11 Nomor 2, Agustus 2014 163


Analisis Tentang Sistem Penyelesaian Sengketa WTO : Suatu Tinjauan Yuridis Formal

sehingga membuatnya berbeda dari proses Indonesia sebagai negara berkembang dan
yang dijalankan oleh GATT. (Donald Mc Rae, ingin memajukan perekonomiannya,
2006). khususnya dalam hal ini di bidang
Namun demikian, dalam kenyataannya perdagangan, tentunya tidak ingin me-
ternyata masih banyak timbul ketidakadilan nyerah begitu saja terhadap proses yang
akibat pelaksanaan dari ketentuan DSU yang rumit dan panjang dalam penyelesaian
tidak sempurna khususnya pengalaman sengketa di WTO. Keberhasilan Indonesia
Indonesia dalam forum penyelesaian sengketa dalam proses penyelesaian sengketa ini
WTO. Oleh karena itu, perlunya penyempur- akan memberikan pandangan positif ter-
naan atas sistem penyelesaian sengketa WTO. hadap posisi Indonesia dalam masalah
Adapun ketentuan yang seharusnya dimiliki penyelesaian sengketa perdagangan
dalam sistem penyelesaian sengketa adalah internasional.
sebagai berikut :
1. Waktu Yang Lebih Singkat dalam tiap 2. Perlunya Pengaturan Pelaksanaan Putusan
tahapan dalam sistem penyelesaian DSB Agar Lebih Efektif
sengketa WTO. Untuk sebagian para ahli, khususnya
DSU telah memperketat tahapan-taha- para ahli dalam bidang ekonomi, melihat
pan penyelesaian sengketa dengan waktu bahwa sistem penyelesaian sengketa WTO
yang sangat ketat. Hal ini dapat dilihat dalam hal ini putusan yang dikeluarkan
dalam DSU bahwa setiap tahapan yang ada oleh DSB melalui lembaga panel dan
telah ditentukan batas waktunya masing- lembaga bandingnya dianggap sebagai
masing. suatu sistem sanksi yang dalam sebagian
Namun demikian, sebagian negara buku tentang sistem perdagangan inter-
anggota masih merasa enggan untuk nasional menyebutkan sebagai “encourage
terlibat di dalam proses penyelesaian punishment”. Untuk masalah sanksi ini,
sengketa WTO karena proses yang Donald McRae berpendapat bahwa
berlangsung memakan waktu yang cukup meskipun bentuk hukuman atau sanksi
lama dan dianggap tidak efektif. Jika ada merupakan bagian dari penyelesaian
cara yang lebih cepat untuk menyelesaikan sengketa WTO namun peranannya
sengketa perdagangan, maka tidaklah sangatlah kecil dan bukan menjadi tujuan
mengejutkan bahwa anggota WTO lebih utama dari sistem WTO, bukan pula
cenderung memilih cara tersebut (hal ini sesuatu yang mampu dijalankan oleh sis-
tentu saja tidak sesuai dengan ketentuan tem penyelesaian sengketa internasional
WTO) dan jika memang ada usaha per- lain. (Donald Mc Rae, 2006).
baikan yang lebih baik dibandingkan yang Dalam hal ini, perlu dicermati lebih
dapat diberikan oleh WTO, maka tidak dalam apakah benar bahwa hukuman
mengherankan bila cara tersebut yang lebih menjadi tujuan utama dari penyelesaian
diutamakan.( John H. Jackson et.al, 1996). sengketa WTO. Tidak ada acuan yang
Dalam kasus Korea — Anti Dumping menunjukkan bahwa hukuman merupakan
Duties on Imports of Certain Paper from tujuan dari penyelesaian sengketa ini,
Indonesia (DS312), penyelesaian sengketa seperti yang tercantum di dalam Pasal 3
berlangsung kurang lebih tiga tahun DSU. Pasal ini memuat tentang pemberian
lamanya (2004 s.d 2007). Namun demikian, jaminan keamanan dan daya prediksi,
sampai akhir tahun 2007 ternyata pihak perlindungan terhadap hak dan kewajiban
Korea belum mau melaksanakan dan penjelasan tentang ketentuan-
rekomendasi DSB yang diputuskan ketentuan yang terdapat di dalam perjan-
kepadanya dengan berbagai alasan yang jian atau kesepakatan. Tidak ada satu hal
dikemukakan. pun yang menyinggung masalah malfaktor
Hal demikian, menimbulkan suatu hukuman. (Herlina, 2008).
masalah baru karena semakin banyak Penyelesaian sengketa WTO memiliki
waktu yang terbuang, maka akan semakin tujuan yang berbeda. Di dalamnya
banyak tenaga,fikiran dan dana yang besar tercantum mekanisme peraturan yang me-
yang harus dikeluarkan. Namun demikian, mutuskan apakah anggota telah menjalan-

Lex Jurnalica Volume 11 Nomor 2, Agustus 2014 164


Analisis Tentang Sistem Penyelesaian Sengketa WTO : Suatu Tinjauan Yuridis Formal

kan atau mematuhi kewajibannya berda- 3. Perlunya Pengaturan Khusus Menge-


sarkan perjanjian yang telah dilakukan dan nai Mekanisme Retaliasi Dalam DSU
kewajiban. Disini, jika anggota terbukti Menurut Hudec yang dikutip dalam
melanggar maka harus berdasarkan pada Donald McRae bahwa retaliasi dianggap
perjanjian yang relevan, sehingga pelang- sebagai ultimum remedium. Jika sanksi
garan dapat diatasi. Proses ini lebih yang dijatuhkan kepada pihak yang ber-
menjelaskan litigasi sipil di dalam sistem salah tidak berhasil, maka DSU pada
dalam negeri atau domestik, bukan untuk akhirnya menyerahkan kepada pemenang
kepentingan proses hukum pidana dimana perkara untuk melakukan tindakan balasan
tujuannya adalah menemukan pelaku dengan cara menangguhkan konsesi
tindak pelanggaran dan memberikan huku- perdagangan kepada pihak yang bersalah.
man bagi mereka yang bersalah. (Donald Mc Rae. 2006).
Adapun keberadaan sanksi adalah Dengan mengingat perbedaan kemam-
kenyataan yang harus diterima yang terda- puan yang terdapat pada anggota WTO,
pat di dalam sistem penyelesaian sengketa retaliasi ini sulit dilaksanakan bagi negara
WTO. Jika Anggota tidak mematuhi lemah jika berhadapan dengan negara kuat
ketentuan WTO, tidak mampu menghindar seperti halnya yang terdapat dalam kasus
dari tindakan pelanggaran, maka akan ada Brazil – Aircraft. Adapun jika negara ber-
kemungkinan diusahakannya kompensasi kembang yang memberikan retaliasi
atau perijinan kepada retaliasi. Di sinilah kepada negara maju sebagai pihak yang
unsur hukuman berlaku. Namun demikian, kalah, maka upaya retaliasi tidak akan
fokus utama dari sistem ini ialah mem- efektif karena tidak memberikan efek jera
berikan sejumlah bentuk penataan kembali kepada negara maju. Keberatan lain yang
sikap patuh terhadap ketentuan yang ber- diajukan oleh pengamat ekonom mengenai
laku, bukan serta-merta menghukum sanksi retaliasi ini adalah karena hal
pelaku pelanggaran. tersebut bertentangan dengan ide perda-
Keberadaan hukuman ini perlu gangan bebas yang ingin diciptakan WTO
diperhatikan seksama mengingat adanya sendiri karena penangguhan konsesi
kenyataan yang tidak dapat dipungkiri berarti bertambahnya trade barriers.
bahwa adanya kondisi ekonomi dalam (William J Davey, 2002).
negeri yang berbeda yang dihadapi ma- Dalam kasus Korea — Anti Dumping
sing-masing negara anggota, terutama Duties on Imports of Certain Paper from
negara berkembang. (Herlina, 2008). Indonesia (DS312) dimana Indonesia
Dalam kasus Korea — Anti Dumping sebagai pihak complainant yang dimenang-
Duties on Imports of Certain Paper from kan oleh DSB, menjadi salah satu bukti
Indonesia (DS312), menjadi salah satu bukti dimana upaya retaliasi yang diupayakan
bahwa keberadaan putusan yang dikeluar- oleh Indonesia sebagai negara berkembang
kan oleh DSB yang diberikan menjadi suatu tidak memiliki daya paksa terhadap Korea
hal yang sia-sia. Dalam hal ini, pihak Korea yang notabene tergolong negara maju.
enggan untuk melaksanakan rekomendasi Dalam kasus ini, pelaksanaan retaliasi lebih
yang diberikan oleh DSB dengan berbagai ditekankan bagaimana Indonesia mampu
alasan yang dikemukakan. Dalam kasus memaksakan kehendaknya atas pelaksaan
Amerika Serikat – Prevention Tobaco (ta- retaliasi tersebut kepada Korea.
hun 2011) juga menjadi salah satu bukti Hal ini membuktikan bahwa retaliasi
bahwa Amerika Serikat enggan untuk masih sangat erat hubungannya dengan
melaksanakan putusan DSB. kedudukan ekonomi suatu begara.
Sehingga dengan demikian, diharap- Sehingga dengan demikian, diharapkan
kan perlunya peninjauan dan pengaturan WTO sebagai organisasi perdagangan du-
khusus mengenai putusan DSB ini nia mampu menyikapi hal ini dengan
sehingga pelaksanaannya dapat menjadi adanya mekanisme pelaksanaan retaliasi
lebih efektif. yang diatur dalam suatu perjanjian khusus
yang dapat menjamin pelaksanaannya

Lex Jurnalica Volume 11 Nomor 2, Agustus 2014 165


Analisis Tentang Sistem Penyelesaian Sengketa WTO : Suatu Tinjauan Yuridis Formal

dilapangan terlepas siapapun pihak yang kewajiban, sekretariat WTO ditugaskan


mengajukan retaliasi. untuk melakukan pelatihan-pelatihan ke-
pada para ahli di negara anggota agar lebih
menguasai sistem penyelesaian sengketa
4. Meningkatkan Peran WTO Secretariat WTO. Selain itu, sekretariat harus menye-
Dalam Membantu Penyelesaian Sengketa diakaan latihan-latihan tersebut kepada
Yang Menghadapkan Antara Negara Maju negara anggota yang memintanya dengan
dan Negara Berkembang perhatian lebih khusus kepada negara
Selain itu, keberadaan mekanisme pe- berkembang. (Pasal 27 ayat 3).
nyelesaian sengketa yang telah diatur dalam Namun demikian, peran penting yang
DSU, menurut penulis tidaklah cukup dapat seharusnya dimainkan oleh Sekretariat
diandalkan tanpa adanya peran yang WTO ini, menurut penulis tidak cukup
dimainkan oleh WTO Secretariat. Sistem dimainkan dalam kasus Indonesia — Cer-
penyelesaian sengketa WTO yang telah tain Measures Affecting the Automobile
berkembang menjadi suatu lembaga formal Industry dengan pihak complainant adalah
dengan prosedur yang semakin terperinci Jepang, Amerika Serikat dan EC (DS64,
juga memerlukan aparatur pelaksana yang DS59, DS55 dan DS54). Dalam kasus terse-
permanen untuk menjamin kelancaran but yang mengharuskan Indonesia
kegiatan dari sistem penyelesaian sengketa berhadapan dengan tiga negara maju,
tersebut. seperti tidak punya kekuatan dalam meng-
Dalam hal ini, DSU telah menekankan hadapi argument yang diajukan oleh pihak
pentingnya peranan sekretariat untuk complainant. Di sisi lain, komposisi panel
membantu kelancaran penanganan subs- ternyata tidak ada satupun berasal dari
tansi maupun prosedural.(DSU, pasal 27 Indonesia. Selain itu, peran Direktur
ayat 1). Jenderal WTO dalam memberikan good
Pentingnya peran sekretariat ini dalam offices dalam kasus tidak maksimal. Walau-
rangka efektivitas peran DSB dalam pun pada akhirnya, Indonesia melaksa-
menyelesaikan sengketa yang terjadi dan nakan semua rekomendasi DSB yang
dapat bermanfaat bagi para pihak khusus- dihasilkan dengan meminta waktu tamba-
nya negara berkembang, juga dikatakan han karena saat itu Indonesia sedang
oleh mereka yang pernah diminta untuk mengalami krisis ekonomi sehingga
menjadi panelis. Keberadaannya menjadi dikhawatirkan pelaksanaan rekomendasi
semakin penting bagi pihak yang berasal DSB dapat mengganggu stabilitas ekonomi
dari negara yang memiliki perwakilan yang saat itu.
kecil di Jenewa. Secara umum Sekretariat Oleh karena itu, berdasarkan penga-
WTO bertugas membantu semua anggota laman Indonesia dalam kasus tersebut di
WTO dalam penanganan sengketa apabila atas, hendaknya terdapat pengaturan yang
ada permintaan. (DSU, pasal 27 ayat 2). lebih terperinci mengenai tugas-tugas
Ketentuan ini dimaksudkan untuk pembantuan yang diemban oleh Sekretariat
dapat membantu negara berkembang WTO khususnya dalam sengketa yang
dalam menangani masalah sengketa. Pada menghadapkan negara maju dan negara
prinsipnya, sekretariat harus membantu berkembang. Selain itu, peran Direktur
negara berkembang dalam memberikan Jenderal dalam memberikan good offices
nasehat atau hal lainnya yang dibutuhkan sebagaimana tercantum dalam pasal 3 DSU
dalam rangka penyelesaian sengketa yang menjadi suatu hal yang bersifat wajib dan
dihadapi oleh negara berkembang. pelaksanaannya tanpa diminta oleh para
Dengan sistem penyelesaian sengketa pihak yang bersengketa, terutama dalam
yang semakin kompleks dan semakin hal ini negara berkembang sebagai pihak
terinci, dengan substansi perjanjian WTO respondent.
setelah Uruguay Round yang semakin luas, Sehingga dengan demikian, forum
serta juga dengan semakin banyaknya hal- penyelesaian sengketa WTO benar-benar
hal yang akan diselesaikan melalui sistem mendudukkan para pihak dalam kondisi
penyelesaian sengketa, maka sebagai suatu yang sejajar, tanpa memandang kekuatan

Lex Jurnalica Volume 11 Nomor 2, Agustus 2014 166


Analisis Tentang Sistem Penyelesaian Sengketa WTO : Suatu Tinjauan Yuridis Formal

ekonomi masing-masing negara dan terjadi dalam kasus Korea — Anti Dum-
siapapun berhak menjadi pihak dalam ping Duties on Imports of Certain Paper
forum tersebut berdasarkan atas kedau- from Indonesia (DS312), dimana dalam hal
latan negara di atas segalanya. ini rekomendasi DSB tidak dapat
5. Perlunya Pengaturan Khusus Dalam dipaksakan pelaksanaannya kepada Korea
Meningkatkan Fungsi dan Peranan DSB selaku pihak yang kalah. DSB dalam hal ini
Pada Setiap Tahapan Proses Penyelesaian seperti tidak memiliki wibawa dalam
Sengketa (Terutama Dalam Pelaksanaan memaksakan pelaksanaan keputusan
Rekomendasi DSB Yang Diberikan) tersebut. Sehingga akhirnya Indonesia
Menurut penulis, DSB adalah salah harus melakukan upaya retaliasi sebagai
satu bagian yang paling penting dalam langkah akhir akibat tidak dilaksanakannya
mekanisme penyelesaian sengketa WTO. rekomendasi DSB tersebut.
Badan ini adalah badan yang mempunyai Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat
tanggung jawab dalam pelaksanaan setiap dikatakan bahwa DSB memiliki peranan
ketentuan dalam DSU dan yang lebih yang sangat menentukan dalam
penting adalah pelaksanaan atas tiap pelaksanaan mekanisme penyelesaian
rekomendasi atau keputusan yang dihasil- sengketa WTO dan menjadi tolak ukur atas
kan oleh DSB itu sendiri.(Jon Shijian Mo,) keberhasilan WTO itu sendiri. Sehingga
Peranan DSB dapat dilihat dalam hal- dengan demikian, diperlukan upaya-upaya
hal berikut ini didalam pasal 25 DSU: khusus bersama yang melibatkan semua
a. Proses pra-panel: dalam periode ini DSB negara anggota dalam mengefektifkan
berperan dalam keberlanjutan proses kembali fungsi dan peran penting yang
sengketa yang ada antara para pihak dimiliki oleh DSB sehingga badan ini
dengan memposisikan diri sebagai memiliki wibawa dihadapan semua negara
pihak penengah dan akan memberikan anggota WTO terutama dikaitkan dengan
pendampingan kepada para pihak yang pelaksanaan atas tiap keputusan yang
berusaha untuk menyelesaikan sengketa dihasilkan oleh DSB.
yang mereka hadapi baik melalui
konsultasi atau mediasi dan terkadang Kesimpulan
melalui arbitrase. Pertama,telah terdapat ketentuan khu-
b. Proses panel dan appellate body : dalam sus yang berlaku mengenai prosedur penye-
periode ini, DSB akan membantu para lesaian sengketa yang diterapkan oleh Dispute
pihak yang bersengketa dalam proses Settlement Body yang merupakan satu paket
pembuatan panel, menentukan hal-hal ketentuan yang wajib ditaati dan diikuti serta
yang dianggap perlu dan memutuskan dilaksanakan oleh para anggota WTO sebagai
apakah akan mengadopsi laporan panel sarana penyelesaian sengketa dagang inter-
atau appellate body. nasional khususnya bagi para anggota WTO
c. Pelaksanaan keputusan : dalam periode dan setiap keputusannya wajib diikuti tanpa
ini, DSB bertanggung jawab untuk me- terkecuali. Adapun ketentuan-ketentuan khu-
mastikan pelaksanaan atas tiap reko- sus tersebut bagi anggota yang tergolong
mendasi atau keputusan yang diadopsi sebagai negara berkembang terdapat dalam
oleh DSB dan memiliki kekuatan untuk proses forum konsultasi maupun panel.
mengotorisasi bagi anggota-anggota Ketentuan-ketentuan khusus bagi negara-ne-
WTO yang akan melaksanakan sanksi gara berkembang dalam kaitannya dengan
perdagangan. proses konsultasi dan panel dapat ditemukan
pada pasal 3 ayat 12, pasal 4 ayat 10, pasal 8
Fungsi dan peranan penting yang ayat 10, pasal 12 ayat 10 dan pasal 12 ayat 11
dimiliki oleh WTO dalam rangka pe- DSU. Pasal 24 DSU memberikan ketentuan
negakan setiap pelaksanaan keputusan khusus lainnya bagi anggota yang tergolong
yang dihasilkan. Tanpa adanya unsur pe- negara terbelakang. Ketentuan khusus bagi
negakan hukum atas tiap keputusan yang negara berkembang juga terdapat dalam proses
dihasilkan maka mekanisme penyelesaian banding, walaupun tidak ada pengaturan
sengketa menjadi tumpul. Hal inilah yang khusus yang terdapat dalam DSU. Meskipun

Lex Jurnalica Volume 11 Nomor 2, Agustus 2014 167


Analisis Tentang Sistem Penyelesaian Sengketa WTO : Suatu Tinjauan Yuridis Formal

begitu, bagi negara berkembang yang lainnya sebagai pihak yang sejajar dan
berperkara dalam proses banding ini dapat berdaulat dalam forum WTO dalam rangka
menggunakan Rule 16 (1) dari Working menerapkan ketentuan yang ada dan membela
Procedures. Ketentuan khusus lainnya juga kepentingan perdagangan nasional.
terdapat dalam pasal 4 GATS Agreement.
Selain itu, pasal 21 ayat 2 DSU juga mem- Daftar Pustaka
berikan ketentuan khusus bagi negara Agreement Between the World Intellectual Property
berkembang dalam pelaksanaan putusan-putu- Organization and the World Trade
san DSB terdapat beberapa keadaan-keadaan Organization (1995); Understanding On
khusus yang harus dapat dipertimbangkan Rules and Procedures Governing The
berkaitan dengan kondisi dalam negeri. Settlement of Disputes; Agreement on
Kedua, Berdasarkan pengalaman ber- Trade-Related Aspects of Intellectual
perkara Indonesia dalam forum penyelesaian Property Rights (TRIPs Agreement)
sengketa, diharapkan adanya penyempurnaan (1994): Provisions mentioned in the
pengaturan dalam DSU yang seharusnya TRIPs Agreement Rome Convention
dimiliki yang sesuai dan bermanfaat demi (1961), the Treaty on Intellectual Property
kepentingan nasional Indonesia antara lain in Respect of Integrated Circuits (1989),
waktu yang lebih singkat dalam tiap tahapan the General Agreement on Tarrifs and
dalam sistem penyelesaian sengketa WTO, Trade 1994 (GATT 1994) and the WTO
pengaturan pelaksanaan putusan DSB agar Dispute Settlement Understanding (1994)
lebih efektif, perlunya pengaturan khusus (Geneva: WIPO Publication No.223 (E),
1996.
mengenai mekanisme retaliasi dalam DSU,
perlunya pengaturan khusus dalam rangka
Ali, Achmad, “Menguak Tabir Hukum”, Suatu
meningkatkan peran WTO Secretariat dalam
Kajian Filisofis dan Sosiologis, Chandra
membantu menyelesaian Sengketa yang meng-
Pratama, Jakarta, 1996.
hadapkan antara negara maju dan negara
berkembang dan perlunya pengaturan khusus
Annual Report World Trade Organization 2012.
dalam meningkatkan fungsi dan peranan DSB
pada setiap tahapan proses penyelesaian
Bossche, Peter Van den, “The Law and Policy of
sengketa (terutama dalam pelaksanaan reko-
the World Trade Organization”,
mendasi DSB yang diberikan).
Cambridge University Press, New
Adapun saran yang dapat diberikan
York 2005.
sebagai berikut:
Ketiga, hendaknya perlu dilakukan
Brotosusilo, Agus, “Globalisasi Ekonomi dan
peninjauan kembali terhadap waktu yang
Perdagangan Internasional: Studi
dialokasikan dalam tiap proses penyelesaian
Tentang Kesiapan Hukum Indonesia
sengketa WTO. Hal ini mengingat bahwa
Melindungi Produksi Dalam Negeri
waktu yang harus ditempuh oleh para pihak
Melalui Undang-Undang Anti
saat ini sejak awal proses sampai dengan proses
Dumping Dan Safeguard”, Ringkasan
banding dan adopsi memakan waktu sampai
Disertasi Pada Program Doktor
dengan 1,5 tahun lamanya. Peninjauan waktu
Fakultas Hukum Universitas
ini dalam rangka menciptakan sistem yang
Indonesia, 2006.
semakin efektif dalam penyelesaian sengketa
dagang internasional.
Bhala, Raj, “International Trade Law:
Keempat, hendaknya dilakukan upaya-
Interdisciplinary Theory and Practice”,
upaya terpadu yang dilakukan oleh Sekretariat
Matthew Bender & Company, New
WTO dalam rangka meningkatkan keahlian
York, 2008.
pejabat-pejabat, masyarakat bisnis, sektor
swasta, akademisi dan para ahli hukum yang
CK, Daniel Chow, ”A New Era Of Legalism For
dengan pengetahuan yang cukup dan keahlian
Disputes Settlement Under The WTO”,
dalam berperkara di forum DSB. Sehingga
Ohio StateJournal on Disputes
dengan demikian, negara berkembang dapat
Settlement, 2001.
semakin bersaing dengan negara-negara maju

Lex Jurnalica Volume 11 Nomor 2, Agustus 2014 168


Analisis Tentang Sistem Penyelesaian Sengketa WTO : Suatu Tinjauan Yuridis Formal

D, Andrew Mitchell, “A legal principle of special Hoekman, Bernard. “Proposals For WTO Reform:
and differential treatment for WTO A Systhesis And Assessment”,
disputes”, World Trade Review, Minnesota Journal of International
Cambridge University Press, 2013. Law, Summer, 2011
Das, Bhagirath lal, “An Introduction to The WTO Ibrahim, Jhony, ”Teori dan Metodologi Penelitian
Agreement”, Third World Network, Hukum Normatif”, Bayumedia
Penang, 1998. Publishing, Malang, 2006.

E, Amy Sloan, “Basic Legal Research: Tools and Ierley, Douglas, “Defining The Factors That
Strategies”, Aspen Publishers, New Influence Developing Country
York, 2003. Compliance With And Participation In
The WTO Dispute Settlement System:
Fa,Chang-Lo, “From S&D Treatment to S&D Another Look At The Dispute Over
Agreement under the WTO: Developing Bananas”, Law and Policy in
Friendlier Global Governance of Trade for International Business, 2002.
Devloping Countries”, Asian Journal of
WTO & International Health Law & Juwana, Hikmahanto, “Pidato Pengukuhan
Policy, March, 2006. diucapkan pada upacara
penerimaan jabatan Guru Besar
Freeman, M.D.A., “Lloyd’s Introduction To Tetap dalam bidang Hukum
Jurisprudence”, Sweet & Maxwell Ltd, Internasional pada Fakultas Hukum
London, 2001. Universitas Indonesia Depok”, 10
November 2001.
Jane Kelsey, “World Trade And Small Nations In
The South Pasific Region”, Kansas Journal Kar, Chan Keung, “The Reformof The WTO
Law & Public Policy, Winter, 2005. Disputes Settlement Mechanism and the
Paticipation of China”, Journal of
J, Sayera Iqbal Qasim, “Collective Action In The Chinese and Comparative Law, 2003.
WTO: A Developing Movement Toward Free
Trade”, University of Memphis Law Kartadjoemena, HS., “Substansi Perjanjian
Review, 2008. GATT/WTO dan Mekanisme
Penyelesaian Sengketa: Sistem,
H, Daniel Erskine, “Resolving Trade Disputes The Kelembagaan, Prosedur Implementasi,
Mechanism of GATT/WTO Dispute dan Kepentingan Negara
Resolution”, Santa Clara Journal of Berkembang”, UI Press, Jakarta, 2000.
International Law, 2004.
Kwakwa, Edward, “Reflections on Development,
Harnowo, Tri, “Peninjauan Ulang Ketentuan Developing Countries And The
Retaliasi Sebagai Reformasi Aturan Progressive Development Of International
Penyelesaian Sengketa WTO”, Jurnal Trade And Intellectual Property Law”,
Hukum Internasional, volume 5 nomor 2 Denver Journal of International Law
Januari 2008 And Policy, 40Th Anniversar"y Edition,
2012.
Hatta, ”Perdagangan Internasional Dalam
Sistem GATT dan WTO”, PT Refika Lee, Lawrence LC., “Legal Aspect of The WTO’s
Aditama, Bandung, 2006. Dispute Settlement Mechanism Applied
To Towels Trade Disputes Between China
Herlina, “Dispute Settlement Under The World and Taiwan”, Voices From Asia: For a
Trade Organization: Inequality Protection Just and Equitable World, Depok,
Between Developed and Developing 2007.
Countries”, Voices Frim Asia: For a Just
and Equitable World, Depok, 2007.

Lex Jurnalica Volume 11 Nomor 2, Agustus 2014 169


Analisis Tentang Sistem Penyelesaian Sengketa WTO : Suatu Tinjauan Yuridis Formal

M, Andrea Ewart, “Small Developing States In


The WTO: A Procedural Approach To
Special And Differential Treatment
Through Reforms To Dispute Settlement”,
Syracuse Journal of International Law Tobias, Peter-Stoll dan Frank Schorkopf, “WTO-
and Commerce, 2007. World Economic Order-World Trade Law”,
Maman, Ade Suherman, “Perdagangan Bebas Martinus Nijhoff Publishers, Leiden, 2006.
(Free Trade) Dalam Perspektif
Keadilan Internasional”, Jurnal Todaro, Michael P., (Alih Bahasa Burhanuddin
Hukum Internasional Volume 5 Abdulah dan Harris Munandar),
Nomor, 2 Januari, 2008. “Pembangunan Ekonomi Di Dunia
Ketiga (Economic Development In The
Matsushita, Mitsuo, “The Tenth Anniversary of Third World)”, Penerbit Erlangga,
the WTO”, Asian Journal of WTO & Jakarta, 1994.
International Health Law and Policy,
March 2006. Trebilcock, Michael J. dan Robert Howse, “The
Regulation of International Trade”, TJ
McRae, Donald, “Measuring the Effectiveness of International Ltd, London, 1995.
the WTO Dispute Settlement System”,
Asian Journal of WTO & International Ulrich, Ernst Petersman, “International Trade
Health Law and Policy, 2008. Law and the GATT/WTO Disputes
Settlement System”, Kluwer Law
Osakwe, Chiedu, “Developing Countries and International Ltd, London, 1997.
GATT/WTO Rules: Dynamic
Transformations In Trade Policy Behavior Van, Kim Der Borght, “Justice For All In The
And Performance”, Minnesota Journal Dispute Settlement System of The World
of International Las, Summer, 2011. Trade Organization”, Georgia Journal of
International and Comparative Law,
Riyatno, ”Perdagangan Internasional dan Spring 2011.
Lingkungan Hidup”, Pasca Sarjana
Fakultas Hukum Universitas Warow, Adolf, “Sistem Perdagangan
Indonesia, Jakarta, 2005. Multilateral Dalam Kerangka WTO:
Suatu Observasi Terhadap “Rule Based
Salter, Michael dan Julie Mason, “Writing law System”, Jurnal Hukum Internasional,
Dissertation: An Introduction and Guide volume 1 No.2 Januari, 2004.
to the Conduct of Legal Research”,
Pearson Longman, England, 2007. Wayne, E. Nafziger, “The Economics of
Developing Countries”, Prentice-Hall
Sutrisno, Nandang, ”Substantive Justice Inc, New Jersey, 1990.
Formulated, Implemented, And Enforced
as Formal and Procedural Justice: A lesson Whalley, John, “Special and Differential Treatment
From WTO Special And Differential in the Millenium Round”, CSGR
Treatment Provisions For Developing Working Paper No. 30/99, May 1999.
Countries”, Journal of Gender, Race
and Justice, Spring 2010.

Lex Jurnalica Volume 11 Nomor 2, Agustus 2014 170

You might also like