Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 13

Fivi Fajar Iryana dan Handojo Leksono: Analisis Kebijakan Presiden Duterte Melakukan Extrajudicial ...

ANALISIS KEBIJAKAN PRESIDEN DUTERTE MELAKUKAN EXTRAJUDICIAL


KILLING DALAM MEMBERANTAS NARKOBA DI FILIPINA BERDASARKAN
STATUTA ROMA 1998
Fivi Fajar Iryana dan Handojo Leksono
email: iryana48@gmail.com, handojoleksono@gmail.com,

Abstract
This study aims to analyze the extrajudicial killing measures conducted by President Duterte may or may
not be qualified as an international crime and the application of individual responsibility principles against
President Duterte under International Criminal Law, especially the Rome Statute 1998. This research is
normative legal research is prescriptive and applied with statute approach, case approach, and conceptual
approach. The legal substance of this study uses primary legal materials and secondary legal materials.
Technique of collecting legal material through literature study or document study, which then analyzed
by using deduction technique based on deductive reasoning method. The research results show that
extrajudicial killing action in the Philippines which is one of the effects of President Duterte’s ‘war on drugs’
policy has violated international human rights, namely ICCPR Article 6 paragraph (1) on the right to life,
Article 9 paragraph (1) on freedom and personal safety, and ICSECR Article 12 on the right to health. In
addition, the Philippines also violates the National Human Rights, namely the Constitution of the Republic
of Philippines 1987 Chapter III Article 14 paragraph (1) on equal protection before the law. Such human
rights violations may be qualified as crimes against humanity under the Rome Statute 1998 for fulfilling
the elements of crimes against humanity in accordance with Article 7 of the Rome Statute 1998. Thus
the principle of individual responsibility under Article 28 of the Rome Statute 1998 on Responsibility of
Commanders and Other Superior can be applied against President Rodrigo Duterte.
Keywords: extrajudicial killing, crimes against humanity, Philippines, Rome Statute 1998

A. Pendahuluan diluar proses pengadilan (extrajudicial killing/


unlawful killing) telah menewaskan lebih dari 3.000
Filipina merupakan sebuah negara di kawasan
orang, hal ini melanggar hak asasi manusia yang
Asia Tenggara dengan peredaran narkotika dan
ada di negara ini. Kepala Kepolisian Filipina,
obat terlarang (narkoba) cukup tinggi. Statistik
Ronald dela Rosa mengatakan kepada senator
Dangerous Drugs Board menunjukkan sebanyak
bahwa pada 20 September, lebih dari 1.500 orang
1.8 juta jiwa merupakan pengguna narkoba dari
telah tewas dalam operasi polisi terhadap narkoba,
100.98 juta penduduk Filipina (https://www.ddb.
sementara ada lebih dari 2.000 pembunuhan
gov.ph/component/ content/category/45-research-
oleh penyerang yang tak dikenal berada dibawah
and-statistics diakses pada 30 Oktober 2017).
penyelidikan. Jumlah pembunuhan kini diduga
Pada 9 Mei 2016 Rodrigo Duterte dilantik sebagai
menjadi lebih dari 3.500 –setidaknya 33 hari
presiden Republik Filipina yang ke 16 (Ramon C.
sejak Rodrigo Duterte berkuasa. Sejak terpilihnya,
Casiple, 2016: 179). Salah satu kebijakan Presiden
Presiden Duterte telah secara aktif menciptakan
Duterte dalam memberantas peredaran narkoba di
iklim dimana orang bisa membunuh atau dibunuh,
Filipina adalah ‘war on drugs’ atau perang melawan
atas nama ‘war on drugs (Amnesty International
narkoba. Kebijakan ini dilaksanakan berdasarkan
Limited, 2016, https://www.amnesty.org/en/latest/
Command Memorandum Circular No. 16 – 2016
news/2017/02/philippines-duterte-must-end-war-
tentang PNP Anti-Illegal Drugs Campaign Plan
on-drugs/ diakses pada 3 Februari 2017).
- Project: “Double Barrel” tertanggal 1 Juli 2016.
Namun dalam pelaksanaannya, terjadi tindakan Berdasarkan uraian di atas, tindakan
extrajudicial killing yang menyebabkan kematian extrajudicial killing yang terjadi di Filipina berindikasi
terduga pengguna dan pengedar narkoba. masuk dalam tindakan kejahatan terhadap
kemanusiaan dibawah yurisdiksi Mahkamah
Pada 7 Oktober 2016, Rafendi Djamin sebagai
Pidana Internasional (International Criminal
Director of Southeast Asia and the Pasific at
Court/ICC) yang sebagaimana tercantum dalam
Amnesty International menyatakan bahwa kurang
Statuta Roma 1998. Sehingga permasalahan
dari 100 hari kepemimpinan Rodrigo Duterte
yang diangkat dalam penelitian ini adalah:
sebagai Presiden Filipina, gelombang pembunuhan

44 Belli ac Pacis. Vol. 4. No.1 Juni 2018


Fivi Fajar Iryana dan Handojo Leksono: Analisis Kebijakan Presiden Duterte Melakukan Extrajudicial ...

1. Apakah tindakan extrajuducial killing di melindungi (to protect) dan memenuhi (to
Filipina dapat dikualifikasikan sebagai kejahatan fullfil) hak-hak manusia.
terhadap kemanusiaan ditinjau dari hukum Hak untuk hidup dalam ICCPR dijelaskan
pidana internasional? 2. Bagaimana penerapan pada Pasal 6 ayat (1) yang menyatakan
prinsip pertanggungjawaban individu (individual bahwa setiap manusia berhak atas hak untuk
responsibility) Rodrigo Duterte sebagai penegakan hidup yang melekat pada dirinya. Hak ini wajib
hukum atas tindakan extrajudicial killing? dilindungi oleh hukum. Tidak seorang pun
dapat dirampas hak hidupnya secara
B. Metode Penelitian sewenang-wenang. Berdasarkan pasal
tersebut, Komite Hak Asasi Manusia dalam
Dalam penelitian ini menggunakan metode Komentar Umum 6 menyatakan bahwa hak
penelitian hukum normatif, yaitu penelitian hukum ini merupakan hak absolut yang tidak boleh
yang dilakukan dengan cara meneliti bahan diderogasi bahkan dalam kondisi darurat
pustaka yang ada dengan mendasarkan hukum publik yang mengancam kehidupan bangsa
sebagai suatu norma. Penelitian ini menggunakan sesuai dengan Pasal 4 ICCPR. (Kompilasi
sifat penelitian prespektif dan terapan. Metode Komentar Umum dan Rekomendasi Umum
pendekatan yang digunakan untuk mendapatkan yang Diadopsi oleh Badan-badan Perjanjian
informasi untuk menjawab isu hukum yang dibahas Hak Asasi Manusia U.N. Doc. HRI\GEN\1\
dalam penelitian ini adalah metode pendekatan Rev.1 at 6 (1994), Sesi Keenambelas 1982).
undang-undang (statute approach), pendekatan
Selain pelanggaran terhadap hak untuk
kasus (case approach), dan pendekatan konseptual
hidup, tindakan extrajudicial killing juga telah
(Conceptual Approach) (Peter Mahmud Marzuki,
melanggar Pasal 9 ayat (1) ICCPR. Komite
2014:133-134). Sumber-sumber penelitian hukum
Hak Asasi Manusia dalam Komentar Umum 8
ini terdiri dari bahan-bahan hukum primer yaitu
mengidentifikasikan bahwa Pasal 9 ayat (1)
peraturan perundang-undangan, catatan-catatan
berlaku bagi semua perampasan kebebasan,
resmi atau risalah dalam pembuatan undang-
baik dalam kasus-kasus pidana maupun
undang dan putusan-putusan hakim. Sedangkan
dalam kasus-kasus lain seperti, misalnya, sakit
bahan-bahan hukum sekunder berupa publikasi
jiwa, vagrancy, ketergantungan obat-obatan,
tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-
tujuan-tujuan pendidikan, kontrol imigrasi,
kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-
dan lain-lain. (Kompilasi Komentar Umum
komentar atas putusan pengadilan (Peter Mahmud
dan Rekomendasi Umum yang Diadopsi oleh
Marzuki, 2014:181). Penelitian ini menggunakan
Badan-badan Perjanjian Hak Asasi Manusia
teknik pengumpulan studi kepustakaan atau studi
U.N. Doc. HRI\GEN\1\Rev.1 at 8 (1994), Sesi
dokumen (library research). Teknik analisis bahan
Keenambelas 1982). Tindakan extrajudicial
hukum yang penulis gunakan dalam penelitian
killing terhadap pengguna dan pengedar
hukum ini ialah dengan metode silogisme yang
narkoba merupakan perampasan kebebasan
menggunakan pola berpikir deduktif. (Peter
secara sewenang-wenang yang dilakukan
Mahmud Marzuki, 2014:89-90).
oleh negara. Hal ini dikarenakan extrajudicial
killing yang dilakukan oleh aparat negara
Filipina telah secara sewenang-wenang
C. Hasil Penelitian Dan Pembahasan membunuh seorang terduga pengguna dan
pengedar narkoba tanpa melalui proses
1. Pelanggaran Hak Asasi Manusia Akibat
hukum yang sesuai dengan dasar penegakan
Tindakan Extrajudicial Killing
hukum di Filipina.
Filipina sebagai anggota PBB telah Selain hak-hak sipil dan politik dalam
meratifikasi International Covenant on Civil ICCPR, Filipina juga telah melakukan
and Political Rights (ICCPR) pada 23 Oct 1986 pelanggaran terhadap hak-hak ekonomi,
(https://treaties.un.org/Pages/ViewDetails. sosial, dan budaya dalam International
a s p x ? s r c = T R E AT Y & m t d s g _ n o = I V - Covenant on Economic, Social and Cultural
4&chapter=4&clang=_en diakses pada 19 Rights (ICESCR) yang telah diratifikasi pada
Agustus 2017) sehingga negara bertanggung 7 Juni 1974 (https://treaties.un.org/Pages/
jawab terhadap pelaksanaan pemenuhan ViewDetails.aspx?src=TREATY&mtdsg_
hak-hak sipil dan politik rakyatnya. Negara no=IV-3&chapter=4&clang=_en diakses
berkewajiban untuk mengambil berbagai pada 19 Agustus 2017). Dalam Pasal 12
langkah dan kebijakan dalam melaksanakan ICESCR mengakui bahwa Negara wajib
kewajiban untuk menghormati (to respect),

Belli ac Pacis. Vol. 4. No.1 Juni 2018 45


Fivi Fajar Iryana dan Handojo Leksono: Analisis Kebijakan Presiden Duterte Melakukan Extrajudicial ...

melindungi hak setiap orang untuk menikmati juga mempunyai hak untuk hidup, hak atas
standar kesehatan fisik dan mental. Hak penahanan yang sesuai dengan proses
atas mencari kesehatan, antara lain untuk hukum, serta hak atas kesehatan untuk terapi/
menjamin akses terhadap fasilitas kesehatan rehabilitasi obat berdasarkan bukti-bukti yang
yang berkualitas, barang dan pelayanan ditemukan.
kesehatan tanpa diskriminasi termasuk bagi Salah satu jaksa dari Mahkamah Pidana
orang-orang yang mempunyai kekurangan International (International Criminal Court/
fisik dan mental, sesuai dengan Pasal 2 ayat ICC), Fatou Bensouda juga memberikan
(2) dan Pasal 3 ICESCR. Sehingga seseorang statemen terkait situasi yang terjadi di Filipina.
yang mempunyai ketergantungan obat- Dugaan pembunuhan yang terjadi dan fakta
obatan terlarang tetap mempunyai hak untuk bahwa pernyataan publik dari pejabat tinggi
mendapatkan kesehatan tanpa adanya suatu Republik Filipina membenarkan terjadinya
diskriminasi (General Assembly, Report of the pembunuhan tersebut dan mendorong aparat
Special Rapporteur on the right of everyoneto negara serta warga sipil bersama-sama
the enjoyment of the highest attainable menjadikan individu sebagai target dengan
standard ofphysical and mental health, UN. penggunaan kekuatan yang mematikan.
Doc. A/65/255, 2010:5) Extrajudicial killing dapat menjadi yurisdiksi
Merujuk pada Konstitusi Republik Filipina ICC jika dilakukan sebagai bagian dari
1987, Artikel III tentang Bill of Rights. Pada serangan yang meluas atau sistematis
Bab III Pasal 14 ayat (1) menyatakan terhadap penduduk sipil sesuai dengan
bahwa tidak ada satupun orang yang dapat kebijakan Negara untuk melakukan serangan
dihilangkan hak untuk hidup, kebebasan, atau seperti itu (https://www.icc-cpi.int/Pages/item.
hartanya tanpa adanya proses hukum, dan aspx?name=161013-otp-stat-php diakses
tiada satu orang yang menolak perlindungan pada 18 Maret 2017).
yang setara dari hukum. Selanjutnya Statemen dari Jaksa ICC tersebut
pada Ayat (2) menyatakan bahwa dalam didasari karena Filipina merupakan salah
semua penuntutan pidana, terdakwa harus satu negara yang telah meratifikasi Statuta
dianggap tidak bersalah sampai terbukti Roma 1998. Filipina telah meratifikasi
sebaliknya, dan mempunyai hak untuk Statuta Roma pada tanggal 30 Agustus 2011
didengar oleh dirinya sendiri dan kuasanya, (https://treaties.un.org/Pages/ViewDetails.
untuk diberitahu tentang keadaan dan a s p x ? s r c = T R E AT Y & m t d s g _ n o = I V -
penyebab dari tuduhan terhadap dirinya, 4&chapter=4&clang=_en diakses pada 19
agar mendapatkan kecepatan, berimbang, Maret 2017). Sehingga apabila extrajudicial
dan pengadilan umum, untuk bertatap muka killing di Filipina memenuhi kualifikasi
dengan para saksi, dan dalam proses wajib kejahatan terhadap kemanusiaan, maka
untuk mengamankan kehadiran saksi dan
yurisdiksi dari ICC dapat diberlakukan.
barang bukti yang mewakilinya. Bagaimana
pun juga, setelah dakwaan, sidang dapat
melanjutkan meskipun tidak adanya terdakwa 2. Extrajudicial Killing sebagai Kejahatan
asalkan ia telah diberitahukan dan alasan Terhadap Kemanusiaan
kegagalannya untuk muncul adalah tidak
a. Konsep dan Karakteristik Kejahatan
dapat dibenarkan.
Terhadap Kemanusiaan
Dengan demikian, berdasarkan
Komisi Hukum Internasional PBB
Konstitusi Republik Filipina 1987, tindakan
(International Law Comimission/ILC)
extrajudicial killing telah melanggar ketentuan
pada tahun 1968 memberikan konsep
dalam Bill of Rights. Dimana seseorang
dari karakteristik utama yang melekat
tidak boleh dicabut hak untuk hidup dan
pada tindakan kejahatan terhadap
kebebasannya tanpa adanya proses hukum.
kemanusiaan. Pertama, kejahatan
Berdasarkan hukum nasional Filipina dan
terhadap kemanusiaan mencakup
hukum internasional yang mengatur mengenai
tindakan-tindakan yang hakiki kejam
HAM, tindakan extrajudicial killing yang terjadi
(mala par se). Kedua, kejahatan itu
di Filipina merupakan suatu pelanggaran
dilakukan secara sistematik (in systematic
berat terhadap hak asasi manusia. Meskipun
manner) atau dilakukan dalam skala
yang menjadi target dari penembakan
luas (on large scale) . Ketiga, kejahatan
tersebut merupakan pelaku penyalahgunaan
terhadap kemanusiaan dilakukan
obat-obatan terlarang, akan tetapi mereka
karena ada dukungan, dorongan, atau

46 Belli ac Pacis. Vol. 4. No.1 Juni 2018


Fivi Fajar Iryana dan Handojo Leksono: Analisis Kebijakan Presiden Duterte Melakukan Extrajudicial ...

arahan dari pemerintah atau dari suatu (k) Other inhumane acts of a similar
kelompok maupun organisasi tertentu character intentionally causing great
(Arie Siswanto, 2015:91). suffering, or serious injury to body or
Konsep dari kejahatan terhadap to mental or physical health.
kemanusiaan yang disusun oleh ILC Berdasarkan definisi kejahatan
1968 dipertegas kembali pada tahun terhadap kemanusiaan dari Pasal 7
1996 dalam Draft Code of Crimes Against Statuta Roma 1998 tersebut, terdapat
the Peace and Security of Mankind: karakteristik yang melengkapi konsep
Titles and Article on teh Draft Code of kejahatan terhadap kemanusiaan dari
Crime Against the Peace and Security ILC. Sifat meluas (widespread) atau
of Mankind 1996. Dokumen tersebut sistematis (systematic) merupakan unsur
diikuti oleh instrumen hukum setelah yang paling penting dalam kejahatan
pembentukannya, yaitu Statuta Roma terhadap kemanusiaan. Statuta Roma
1998 yang mendasari pembentukan 1998 tidak secara tegas menyebut
Mahkamah Kejahatan Internasional keterlibatan pemerintah negara dalam
(International Criminal Court/ICC) yang kejahatan terhadap kemanusiaan.
bersifat permanen. Dalam Statuta Roma Namun, terdapat kecenderungan
1998, kejahatan terhadap kemanusiaan untuk mengaitkan unsur ‘widespread
dijabarkan dalam beberapa karakteristik. or systematic’ dengan keterlibatan
Artikel 7 Statuta Roma 1998: pemerintah negara.
Article 7 b. Penjabaran Unsur-unsur Kejahatan
For the purpose of this Statute, ‘crime Terhadap Kemanusiaan
against humanity means any of the
Suatu tindakan dapat dikualifikasikan
followingacts when committed as part
sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan
of a widespread or systematic attack
apabila telah memenuhi unsur-unsur
directed against any civilian population,
dari kejahatan terhadap kemanusiaan
with knowledge of the attack:
berdasarkan Statuta Roma 1998. Artikel 9
(a) Murder; Statuta Roma 1998 menegaskan bahwa
(b) Extermination; di dalam menerapkan dan menafsirkan
(c) Enslavement; artikel-artikel yang mengatur tentang
(d) Deportation or forcible transfer of kejahatan yang mencakup yurisdiksinya,
population; ICC akan menggunakan dokumen
(e) Imprisonment or other severe Elements of Crimes (Unsur-Unsur Tindak
deprivation of physical liberty in Pidana) (Arie Siswanto, 2005:92).
violation of fundamental rules of Pasal 7 Statuta Roma telah
international law; menyebutkan 11 perbuatan yang dapat
(f) torture; digolongkan sebagai kejahatan terhadap
(g) Rape, sexual slavery, enforced kemanusiaan. Namun, terdapat unsur-
prostitution, forced pregnancy, unsur yang membedakannya dari
enforced sterilization, or any perbuatan biasa, yang juga disebut
other form of sexual violence of sebagai chapeau elements of crimes
comparable gravity; against humanity, yaitu:
(h) Persecution against any identifiable 1) Perbuatan merupakan serangan
group or collectivity on polotical, yang ditujukan terhadap penduduk
racial, national, ethnc, cultural, sipil (attack directed against any
religious, gender as defined in civilian population)
paragraph 3, or other grounds 2) Perbuatan dilakukan sebagai bagian
that are universally recognized as dari serangan yang bersifat meluas
impermissible under international atau sistematik (committes as part of
law, in connection with any act a widespread or systematic attack);
reffered to in this paragraph or any dan
crime within the jurisdiction of the 3) Pelaku mengetahui bahwa atau
Court; menghendaki agar perbuatannya
(i) Enforced disappearance of persons; merupakan bagian dari serangan
(j) The crime of apartheid; yang bersifat meluas atau sistematik

Belli ac Pacis. Vol. 4. No.1 Juni 2018 47


Fivi Fajar Iryana dan Handojo Leksono: Analisis Kebijakan Presiden Duterte Melakukan Extrajudicial ...

terhadap penduduk sipil (know- ‘sistematis’ (widespreas or systematic).


ledge that the conduct was part Dalam Sidang Pengadilan Akayesu,
of or intended the conduct to be (1998:144) serangan harus mengandung
part of a widespread or systematic salah satu dari kondisi alternatif
attack directed against a civil- yaitu sistematis atau meluas, bukan
ian population). (Arie Siswanto, keduanya, sebagaimana yang terdapat
2015:108) di dalam Statuta berteks Perancis.
Hukum kebiasaan internasional hanya
mensyaratkan bahwa serangan itu
Penjelasan mengenai chapeau dilakukan secara meluas atau sistematis.
elements of crimes against humanity
yang pertama, adanya serangan yang Akayesu, (Sidang Pengadilan),
ditujukan terhadap penduduk sipil (attack 2 September 1998, Paragraf 580:
directed against any civilian population). Hal yang sama juga terdapat dalam
Unsur serangan yang ditujukan terhadap Kayishema dan Ruzindana, (Sidang
penduduk sipil dapat dilihat dalam Pengadilan), 21 Mei 1999, Paragraf 123,
Artikel 7 (2) (a) Statuta Roma, pasal di mana dijelaskan bahwa “serangan
tersebut secara singkat menjelaskan meluas adalah serangan yang ditujukan
serangan yang ditujukan terhadap terhadap korban yang beragam.” Istilah
penduduk sipil, diartikan sebagai “skala besar” digunakan karena cukup
perbuatan yang terdiri dari serangkaian luas untuk mencakup berbagai situasi
tindakan sebagaimana disebutkan melibatkan banyak korban, misalnya
dalam paragraf 1 (murder, extermination, sebagai hasil dari efek kumulatif
enslavement, dan sebagainya), yang serangkaian tindakan tidak manusiawi
berkaitan dengan atau merupakan atau efek tunggal tindakan tidak
tindak lanjut dari kebijakan suatu negara manusiawi yang luar biasa besarnya.
atau kebijakan organisasional untuk Kondisi pertama diformulasikan dalam
melakukan tindakan-tindakan itu. (Arie bentuk dua persyaratan alternatif. (ILC
Siswanto, 2005:62). Draft Code, 1996:47).
Unsur yang kedua, yaitu serangan Selanjutnya konsep serangan
yang dilakukan secara meluas atau ‘sistematis’ yang diberikan dalam
sistematik (a widespread or systematic Sidang Pengadilan Akayesu adalah
attack). ‘Serangan’ yang sesuai serangan yang diorganisasikan secara
dengan definisi kejahatan terhadap menyeluruh melalui pola tertentu yang
kemanusiaan tidak terbatas pada terus-menerus atas dasar kebijakan
pertempuran (hostilities), tapi juga bersama yang melibatkan sumberdaya
mencakup perlakuan buruk terhadap publik atau privat yang substansial.
orang yang tidak mengambil bagian Tidak ada persyaratan bahwa kebijakan
secara aktif dari pertempuran. Sebagai itu harus diterima secara formal sebagai
tambahan, serangan tersebut, sesuai kebijakan negara, namun harus ada
dengan definisi kejahatan terhadap semacam rencana atau kebijakan yang
kemanusiaan, tidak perlu diarahkan pada sudah dipertimbangkan sebelumnya
populasi sipil manapun, termasuk bagian (Sidang Pengadilan, 2 September
dari populasi negara yang menyerang 1998, Paragraf 580). Hal yang sama
itu sendiri. Berbeda dengan serangan juga disebutkan dalam Kayishema dan
dalam pelanggaran hukum perang Ruzindana, sebuah serangan sistematis
secara independen, sebuah serangan adalah serangan yang dilakukan melalui
yang sesuai dengan definisi kejahatan rencana atau kebijakan yang sudah
terhadap kemanusiaan hanyalah sarana dipertimbangkan sebelumnya ((Sidang
untuk kejahatan yang dilakukan terhadap Pengadilan), 21 Mei 1999, Paragraf 123).
kemanusiaan. Dengan kata lain, Unsur yang terakhir adalah pelaku
serangan tersebut bukanlah kejahatan mengetahui bahwa atau menghendaki
terhadap kemanusiaan itu sendiri agar perbuatannya merupakan bagian
(Guenael Mettraux, 2005:157) dari serangan yang bersifat meluas atau
Serangan dalam kejahatan terhadap sistematik terhadap penduduk. Secara
kemanusiaan harus bersifat ‘meluas’ atau umum unsur-unsur kejahatan (element
of crimes) suatu perumusan delik

48 Belli ac Pacis. Vol. 4. No.1 Juni 2018


Fivi Fajar Iryana dan Handojo Leksono: Analisis Kebijakan Presiden Duterte Melakukan Extrajudicial ...

harus mencakup unsur obyektif (actus on drugs’ sendiri telah menyebabkan


reus) dan unsur subyektif (mens rea). kematian terhadap 7080 penduduk sipil
Unsur obyektif adalah perbuatan yang dalam rentang waktu 7 bulan terhitung
memenuhi rumusan undang-undang sejak 1 Juli 2016 – 31 Januari 2017 (http://
dan bersifat melawan hukum serta tidak www.rappler.com/newsbreak/iq/145814-
adanya alasan pembenar, sedangkan numbers-statistics-philippines-war-drugs
unsur subyektif adalah mencakup diakses pada 19 Agustus 2017). Dalam
unsur kesalahan dalam arti luas dan extrajudicial killing di Filipina diketahui
kemampuan bertanggungjawab, adanya bahwa pelaku melakukan pembunuhan
unsur kesengajaan atau kealpaan serta menggunakan senjata api. Timbulnya
tidak adanya alasan pemaaf. Unsur ini korban jiwa dalam extrajudicial killing
merupakan unsur yang berkaitan dengan telah memenuhi syarat pertama dari
situasi mental pelaku (mens rea). perbuatan pembunuhan, dimana pelaku
Berdasarkan Artikel 30 Statuta telah membunuh targetnya menggunakan
Roma 1998 seseorang bertanggung senjata.
jawab secara pidana dan dapat dijatuhi Kedua, perilaku dilakukan sebagai
hukuman atas suatu kejahatan yang bagian dari serangan yang meluas atau
berada dalam jurisdiksi Mahkamah sistematis yang diarahkan terhadap
hanya kalau unsur materiil itu dilakukan penduduk sipil. Seperti yang telah
dengan sengaja dan sadar. Selanjutnya, diuraikan sebelumnya bahwa unsur
utuk keperluan pasal ini, seseorang meluas atau sistemasis merupakan
mempunyai maksud apabila: (a) Dalam unsur yang bersifat alternatif. Serangan
hubungan dengan perbuatan, orang ‘sistematis’ yang diberikan dalam Sidang
tersebut bermaksud untuk ikut serta Pengadilan Akayesu adalah serangan
dalam perbuatan itu; (b) Dalam hubungan yang diorganisasikan secara menyeluruh
dengan akibat, orang tersebut bermaksud melalui pola tertentu yang terus-menerus
untuk menimbulkan konsekuensi itu atau atas dasar kebijakan bersama yang
menyadari bahwa hal itu akan terjadi melibatkan sumber daya publik atau
dalam jalannya peristiwa yang biasa. privat yang substansial. Tidak ada
persyaratan bahwa kebijakan itu harus
c. Penerapan Unsur-unsur Kejahatan
diterima secara formal sebagai kebijakan
Te r h a d a p K e m a n u s i a a n d a l a m
negara, namun harus ada semacam
Extrajudicial Killing di Filipina
rencana atau kebijakan yang sudah
Salah satu variasi tindakan dipertimbangkan sebelumnya.
kejahatan terhadap kemanusiaan
Dalam kasus Kayishema dan
berdasarkan Artikel 7 Statuta Roma
Ruzindana, Karena kejahatan terhadap
1998 adalah ‘pembunuhan’ (murder).
kemanusiaan dapat dilakukan di
Tindakan pembunuhan ini sesuai
dalam atau di luar konteks konflik
dengan extrajudicial killing di Filipina.
bersenjata, maka terminologi sipil harus
Berdasarkan Elements of Crimes Artikel
dimengerti dalam konteks perang dan
7 (1) (a), seseorang dapat dikatakan
juga dalam konteks yang relatif damai.
telah melakukan kejahatan terhadap
Kemudian, definisi sipil secara luas dapat
kemanusiaan berupa pembunuhan
diaplikasikan dan dalam konteks situasi
apabila telah memenuhi unsur-unsur
di Prefecture Kibuye, di mana tidak
yaitu, pertama, pelaku membunuh
terjadi konflik bersenjata, definsi sipil
satu atau lebih orang. Penjelasan
mencakup semua orang kecuali mereka
dalam catatan kaki Elements of
yang memiliki tugas untuk menjaga
Crimesmengenai istilah ‘membunuh’
ketertiban umum dan memiliki dasar
(killing) dapat dipertukarkan dengan
hukum untuk melakukan kekerasan
istilah ‘menyebabkan kematian’ (caused
((Sidang Pengadilan), 21 Mei 1999,
death). Kasus Akayesu mendefinisikan
Paragraf 127-129)).
pembunuhan (murder) sebagai
pembunuhan (killing) terhadap manusia Extrajudicial killing timbul akibat
yang dilakukan secara melawan hukum adanya kebijakan ‘war on drugs’
dan dengan sengaja. dari Presiden Duterte. Hal ini telah
direncanakan sebelumnya dimana
Extrajudicial killing akibat ‘war
pada 15 September 2016 Presiden

Belli ac Pacis. Vol. 4. No.1 Juni 2018 49


Fivi Fajar Iryana dan Handojo Leksono: Analisis Kebijakan Presiden Duterte Melakukan Extrajudicial ...

Rodrigo Duterte mengatakan bahwa Kedua, ada kaitannya dengan ‘drug


dia akan segera mengungkapkan daftar watch list’ yang disiapkan oleh pejabat
terakhir tentang pengguna dan pengedar pemerintah daerah dan dibagikan pada
narkoba, sebuah daftar yang menurutnya polisi. Konsep ‘drug watch list’ itu sendiri
mengandung sekitar 1.000 nama. terkadang didasarkan hanya pada
Meskipun dia menunjukkan dokumen itu, desas-desus dan komunitas rumor atau
dia tidak membaca salah satu namanya. persaingan, dengan sedikit atau tanpa
Namun, dia mengulangi tuduhannya verifikasi. Selain yang berada di dalam
terhadap keluarga Alcala di Quezon. Isi daftar tersebut, teman atau tetangga
daftar tersebut berdasarkan pada intelijen seseorang dalam ‘drug watch list’ bisa
“mentah” yang diputar oleh badan menjadi korban extrajudicial killing
intelijen termasuk Badan Pengawas Obat (Amnesty International, 2017:7)
Filipina (PDEA) dan Badan Koordinasi Ketiga, pelaku tahu bahwa tindakan
Intelijen Nasional (NICA) (https://www. tersebut merupakan bagian dari atau
rappler.com/nation/146359-duterte- dimaksudkan tindakan untuk menjadi
shows-drug-list-1000-names diakses bagian dari serangan yang meluas atau
pada 23 Agustus 2017). sistematis terhadap penduduk sipil.
Media-media yang meliput pidato dari Pengetahuan dalam hal ini mensyaratkan
Presiden Duterte telah memperlihatkan bahwa supaya dikatakan ada kejahatan
bahwa tindakan pembunuhan terhadap terhadap kemanusiaan, pelaku harus
orang yang diduga menggunakan dan mengetahui bahwa di lingkungannya
mengedarkan narkoba secara legal boleh sedang terjadi serangan yang luas dan
dibunuh tanpa melalui proses hukum sistematis terhadap target kejahatan
(http://edition.cnn.com/2016/08/03/ (Arie Siswanto, 2005:670). Unsur mental
asia/ philippines-war-on-drugs/ diakses tersebut tidak memerlukan bahwa
pada 3 Desember 2016). Sehingga pelaku memiliki pengetahuan terperinci
berdasarkan kebijakan yang dicetuskan tentang serangan atau karakteristiknya.
oleh Presiden Duterte, polisi negara Dalam lingkungan yang paling mungkin
Filipina melaksanakan extrajudicial dibayangkan, ledakan serangan yang
killing terhadap orang-orang yang telah meluas atau sistematis akan menjadi
masuk ke dalam ‘kill list’. Orang-orang terkenal dan pengetahuan tidak dapat
yang masuk kedalam ‘kill list’ merupakan dipercaya ditolak. Dengan demikian,
seseorang yang diduga menggunakan pengetahuan dapat disimpulkan dari
atau mengedarkan narkoba. Setiap fakta dan keadaan yang relevan (Robert
orang dalam daftar tersebut akan Cryer., dkk, 2010:244)
dieksekusi satu persatu tanpa adanya Sehubungan dengan kemungkinan
proses pembuktian yang sesuai dengan kejahatan terhadap kemanusiaan, seruan
hukum terlebih dahulu. berulang-ulang oleh Presiden Duterte
Hasil investigasi Amnesty mendorong dilakukannya pembunuhan
International mengenai ‘war on drugs’ terhadap para pengedar dan pengguna
menyimpulkan bahwa telah menemukan obat terlarang merupakan indikasi
bukti kuat hubungan antara otoritas sebuah kebijakan pemerintahan untuk
negara danbeberapa orang bersenjata menyerang penduduk sipil tertentu.
yang melakukan pembunuhan terkait Sifat tindak kekerasan yang ‘berulang,
narkoba. Dua individu yang dibayar untuk tidak berubah dan terus menerus’ oleh
membunuh pelaku narkoba mengatakan polisi mencerminkan serangan yang
kepada Amnesty International bahwa sudah sistematis. Pembunuhan oleh
atasan mereka adalah seorang polisi polisi dengan kesadaran akan adanya
yang bertugas aktif, mereka melaporkan kebijakan atau rencana semacam itu,
menerima sekitar 10.000 peso (US $ 201) pejabat yang lebih tinggi dapat dianggap
per pembunuhan. Korban pembunuhan bertanggung jawab. Terlebih lagi, tidak
terkait narkoba cenderung memiliki dua ada bukti bahwa Presiden Duterte
kesamaan. Pertama, mereka banyak telah mengambil langkah apapun untuk
dari penduduk perkotaan yang miskin, mencegah atau menghukum mereka yang
pengangguran dan tinggal di permukiman bertanggung jawab untuk pembunuhan.
yang tidak resmi atau pemukiman liar. Karena pernyataan publiknya yang

50 Belli ac Pacis. Vol. 4. No.1 Juni 2018


Fivi Fajar Iryana dan Handojo Leksono: Analisis Kebijakan Presiden Duterte Melakukan Extrajudicial ...

terus berlanjut menjelaskan, dia telah Pasal 25


mengabaikannya ilegalitas tindakan Tanggung Jawab Pidana
polisi, tidak menunjukkan kecenderungan Perorangan
atau niat untuk menyelidiki dugaan 1. Mahkamah mempunyai jurisdiksi
kejahatan (Human Rights Watch, atas orang (natural persons)
2017:110) sesuai dengan Statuta ini.
Pembunuhan terkait narkoba tersebut 2. Seseorang yang melakukan
merupakan pelanggaran yang mencolok kejahatan di dalam jurisdiksi
terhadap hukum hak asasi manusia Mahkamah bertanggung
internasional dan nasional di Filipina. jawab secara individual dan
Extrajudicial killing yang telah memenuhi dapat dikenai hukuman sesuai
unsur sistematis, direncanakan dan dengan Statuta ini.
diatur oleh pihak berwenang, sehingga 3. Sesuai dengan Statuta ini,
dapat dikualifikasikan sebagai kejahatan seseorang bertanggung jawab
terhadap kemanusiaan. secara pidana dan dapat dikenai
3. Penerapan Prinsip Pertanggungjawaban hukuman atas suatu kejahatan
Individu (Individual Responsibility) dalam jurisdiksi Mahkamah,
Rodrigo Duterte Sebagai Penegakan kalau orang itu:
Hukum atas Tindakan Extrajudicial Killing (a) Melakukan suatu kejahat-
a. Pertanggungjawaban Individu atas an, baik sebagai seorang
Kejahatan Terhadap Kemanusiaan pribadi, bersama orang lain
atau lewat seseorang lain,
Statuta Roma 1998 telah mengatur
tanpa memandang apakah
mengenai proses pertanggungjawaban
orang lain itu bertanggung
yang harus dibebankan terhadap
jawab secara pidana.
seseorang yang telah melakukan
(b) M e m e r i n t a h k a n , m e n g -
kejahatan yang berada dalam
usahakan atau menyebabkan
yurisdiksinya. Pertanggungjawaban
dilakukannya kejahatan
ini diatur lebih terperinci dan hanya
semacam itu yang dalam
berlaku bagi natural person dan
kenyataan memang terjadi atau
menyampingkan the responsibility of
percobaan;
States. ICC tidak berwenang untuk
memeriksa dan mengadili legal persons, (c) Untuk keperluan mempermudah
termasuk negara organisasi internasional dilakukannya kejahatan
(Arie Siswanto, 2005:43). Beban tersebut, membantu, berse-
pertanggungjawaban yang dijatuhkan kongkol atau bahkan menolong
terhadap individu berdasarkan Statuta dilakukannya atau percobaan
Roma 1998 dibagi menjadi dua, yaitu untuk melakukannya, termasuk
Pasal 25 tentang Tanggung Jawab menyediakan sarana untuk
Pidana Perorangan (Individual Crimes melakukannya.
Responsibility)dan Pasal 28 tentang (d) D e n g a n s u a t u c a r a l a i n
Tanggung Jawab Komandan dan Atasan menyumbang atas dilakukannya
Lainnya (Responsibility of Commanders atau percobaan dilakukannya
and Other Superior). kejahatan tersebut oleh
1) Prinsip Pertanggungjawaban Pidana sekelompok orang yang
Perorangan (Individual Crimes bertindak dengan suatu tujuan
Responsibility) bersama. Sumbangan tersebut
haruslah bersifat sengaja dan
Statuta Roma mengadopsi
haruslah:
prinsip pertanggungjawaban
tersebut dan dijelaskan pada (i) Dilakukan dengan tujuan
Pasal 25 Statuta Roma mengatur untuk melanjutkan tindak
mengenai pertanggungjawaban pidana atau tujuan pidana
pidana individu (individual crimes kelompok itu, di mana ke-
responsibility), sebagai berikut: giatan atau tujuan tersebut

Belli ac Pacis. Vol. 4. No.1 Juni 2018 51


Fivi Fajar Iryana dan Handojo Leksono: Analisis Kebijakan Presiden Duterte Melakukan Extrajudicial ...

mencakup dilakukannya subparagraf (a) sampai (f). Setiap


suatu kejahatan dalam peserta kejahatan hanya dapat
jurisdiksi Mahkamah; atau bertanggung jawab atas tindakannya
(ii) Dilakukan dengan menge- memiliki kontribusi terhadap
tahui maksud dari kelom- kejahatan tanpa memperhatikan
pok itu untuk melakukan tanggung jawab peserta lainnya
kejahatan; (Kai Ambos, 1999:7). Melalui
(e) Berkenaan dengan kejahatan prinsip pertanggungjawaban pidana
genosida, secara langsung secara individual, walaupun suatu
atau tidak langsung menghasut kejahatan internasional dilakukan
orang-orang lain untuk secara komunal, masing-masing
melakukan genosida; individu yang berperan serta dalam
(f) B e r u s a h a m e l a k u k a n kejahatan kelompok itu tetap dapat
kejahatan semacam itu dengan dipersalahkan secara individu dan
melakukan tindakan yang harus memikul konsekuensi pidana
memulai pelaksanaannya lewat secara individu pula (Arie Siswanto,
suatu langkah penting, tetapi 2015:260-261).
kejahatan itu tidak terjadi karena Pertanggungjawaban individu
keadaan-keadaan yang tidak terbagi berdasarkan peran yang telah
tergantung pada maksud orang dilakukan dalam suatu kejahatan,
tersebut. Tetapi, seseorang pelaku tersebut dalam Pasal 25 ayat
yang meninggalkan usaha (3) (a) dibagi menjadi individu yang
untuk melakukan kejahatan melakukan secara langsung atau
atau kalau tidak mencegah seketika, perbuatan yang dilakukan
dilanjutkannya kejahatan tidak bersama (jointlywith another), dan
dikenai hukuman berdasarkan melalui orang lain (through another
Statuta ini atas percobaan person). Perbuatan yang dilakukan
melakukan kejahatan itu, kalau secara bersama ditandai oleh divisi
orang tersebut sama sekali dan fungsional tugas kriminal antara
secara suka rela meninggalkan rekan pelaksana yang berbeda,
tujuan pidana itu. yang biasanya saling terkait dengan
4. Ti d a k a d a k e t e n t u a n d a l a m rencana atau kesepakatan bersama.
Statuta ini yang berkaitan dengan Setiap rekan pelaksana memenuhi
tanggung jawab pidana individual tugas tertentu yang berkontribusi
akan mempengaruhi tanggung terhadap tindak pidana dan tanpa
jawab Negara berdasarkan hukum hal itu perbuatan tidak akan mungkin
internasional. dilakukan. Rencana umum atau
kesepakatan membentuk dasar
Pasal tersebut secara jelas telah hubungan timbal balik dari kontribusi
memberikan dasar hukum mengenai yang berbeda yang dimiliki setiap
tanggung jawab pidana individu pelaku pelaksana (Kai Ambos,
(ayat 1 dan 2) dan selanjutnya 1999:8).
menetapkan bentuk partisipasi
dan/atau perluasan hubungan 2) Pertanggungjawaban Komando dan
tertentu, yaitu berkontribusi pada Atasan Lainnya (Responsibility of
perlaksanaan atau percobaan Commanders and Other Superior)
kejahatan oleh kelompok, hasutan Pertanggungjawaban yang
untuk genosida, dan pengusahaan dibebankan terhadap individu
untuk melakukan suatu kejahatan yang selanjutnya adalah adanya
(pasal 25 (3) (d), (e) dan (f)). tanggung jawab komando yang
Dengan demikian, seseorang diatur dalam Pasal 28. Pasal 28 (2)
bertanggung jawab atas kejahatan (a) pertanggungjawaban dibebankan
di dalam yurisdiksi Statuta Roma terhadap atasan yang terdiri atas
1998 (Pasal 5-8) jika dia adalah pengetahuan dan kelalaian yang
pelaku yang mengambil bagian atau telah dilakukan suatu atasan
mencoba sebuah kejahatan menurut terhadap bawahannya. Dalam

52 Belli ac Pacis. Vol. 4. No.1 Juni 2018


Fivi Fajar Iryana dan Handojo Leksono: Analisis Kebijakan Presiden Duterte Melakukan Extrajudicial ...

Bagilishema, sidang pengadilan mempertahankan kontrol (Kai


memutuskan bahwa ada tiga unsur Ambos, 1999:20).
pokok dalam pertanggungjawaban
komando, yaitu: “(i) adanya kontrol b. P e n e r a p a n P r i n s i p I n d i v i d u a l
yang efektif dalam hubungan atasan- Responsibility Terhadap Presiden
bawahan antara tertuduh dan pelaku Duterte
kejahatan; (ii) adanya pengetahuan
Sebagai seorang Presiden, Duterte
yang seharusnya ada pada si
juga merupakan pemimpin tertinggi
tertuduh bahwa kejahatan akan
angkatan bersenjata di Filipina. Sehingga
dilakukan, sedang dilakukan, atau
mempunyai tanggungjawab terhadap apa
sudah dilakukan; dan (iii) adanya
yang dilakukan oleh bawahannya. War on
kegagalan dari si tertuduh untuk
Drugs yang merupakan suatu kebijakan
mengambil langkah-langkah yang
yang berada dalam pemerintahannya
perlu dan pantas untuk mencegah
mempunyai dasar pelaksanaan yaitu
dilakukannya kejahatan itu atau
Command Memorandum Circular No.
untuk menghukum si pelaku.”
16 – 2016 tentang PNP Anti-Illegal Drugs
Dengan adanya prinsip Campaign Plan - Project: “Double Barrel”
pertanggungjawaban (CMC No. 16-2016) tertanggal 1 Juli
komando memperluas prinsip 2016. Pernyataan Presiden Rodrigo R
pertanggungjawaban individu. Duterte untuk memberantas obat-obatan
Sehingga pertanggungjawaban terlarang selama enam bulan pertama
pidana diperluas, bukan hanya masa jabatannya merupakan salah satu
mencakup pelaku kejahatan tetapi dasar disusunnyaCMC No. 16-2016.
juga komandan atau atasan si Sehingga Presiden Duterte mempunyai
pelaku. Prinsip tanggung jawab pengetahuan akan dilaksanakannya
komando/atasan menghubungkan pemberantasan obat-obatan terlarang
suatu perbuatan (kejahatan oleh Polisi Nasional Filipina (PNP).
internasional) yang dilakukan
oleh seseorang dengan atasan/ PNP bermaksud untuk mengatasi
komandan si pelaku yang dlaam masalah narkoba ilegal di tiap Daerah
kondisi tertentu dianggap ikut administratif sekaligus menetralisasi
memikul pertanggungjawaban kepribadian yang penggunaan obat
pidana atas apa yang dilakukan terlarangserta sebagai tulang punggung
bawahan/anak buahnya. (Arie dari jaringan obat terlarang yang
Siswanto, 2015: 266) beroperasi di negara. Selanjutnya konsep
dari pemberantasan obat terlarang
Prinsip tanggung jawab
disebut dibagi menjadi dua proyek
komando berkenaan kepada
(Double Barrel) yaitu Proyek Tokhang
kewajiban untuk kelalaian superior
dan Proyek HVT. Proyek Tokhang
(Pasal 28 (2)(b)) karena kurangnya
dianggap sebagai solusi bagi Dewan
kontrol bawahan dan kegagalan untuk
Penyalahgunaan Narkoba (ADACs),
mencegah atau menekankomisi
Organisasi Non-Pemerintah (LSM),
kekejaman mereka. Atasan hanya
pemangku kepentingan, dan aparat
bertanggung jawabdalam kasus
penegak hukum ditingkat Pemerintah
otoritas dan pengendalian yang
Nasional dan Daerah untuk melakukan
efektif dan hanya jika ia gagal
pendekatan terhadap orang-orang
mengambil semua tindakan yang
yang dianggap menggunakan atau
diperlukan dan wajar. Namun,
mengedarkan narkoba.
atasannya secara konseptual
bertanggung jawab atas kelalaian, K o n s e p To k h a n g m e l i b a t k a n
karena tidak melakukan apapun pelaksanaan kunjungan rumah ke
untuk mencegahnyakekejaman rumah untuk membujuk orang-orang
yang dilakukan oleh pasukannya, yang diduga menggunakan atau
dan pada dasarnya karena mengedarkan obat-obatan terlarang
kalahkontrol atas pasukan di untuk menghentikan aktivitas narkoba
lapangan jika memungkinkan untuk ilegal mereka. Kasus-kasus kematian

Belli ac Pacis. Vol. 4. No.1 Juni 2018 53


Fivi Fajar Iryana dan Handojo Leksono: Analisis Kebijakan Presiden Duterte Melakukan Extrajudicial ...

akibat extrajudicial killing yang dilakukan karena gagal melakukan tindakan dalam
oleh PNP terjadi ketika melaksanakan “materi kemungkinan.”
proyek Tokhang pada tahap kunjungan Jika dihubungkan dengan pelaksa-
rumah ke rumah. Alasan yang paling naan proyek Tokhang yang telah menim-
banyak adalah para terduga pengguna bulkan extrajudicial killing maka Presiden
dan pengedar obat terlarang tidak mau Duterte seharusnya dapat mengetahui
berkoordinasi dengan petugas, sehingga bahwa bawahannya (dalam hal ini
hal itu dianggap sebagai keadaan Polisi Filipina) telah melakukan suatu
yang membenarkan dan petugas kejahatan. Extrajudicial killing yang
diperbolehkan untuk menggunakan dilakukan oleh pasukan polisi di bawah
tindakan memaksa. Bagaimanapun komando Duterte telah berulang kali
keadaan ini tidak dibenarkan kecuali terjadi kekerasan yang digunakan polisi
petugas polisi harus membuktikan dianggap mencerminkan serangan yang
adanya keadaan tersebut. Sebuah sudah sistematis. Tidak ada bukti bahwa
penyalahgunaan dalam penerapan Duterte telah mengambil langkah apapun
anggapan ini yang digunakan untuk untuk mencegah atau menghukum
membenarkan tindak pembunuhan, telah mereka yang bertanggung jawab untuk
menyalahi asas praduga tak bersalah. pembunuhan. Sehingga Presiden Duterte
Doktrin tanggung jawab superior dapat dijatuhi beban tanggung jawab
adalah komponen hukum internasional superior karena telah gagal mencegah
kebiasaan. Atasan memiliki keadaan atau menghukum tindakan tersebut.
mental yang mesti diperhitungkan karena
pengenaan tanggung jawab pidana
jika mereka memiliki pengetahuan D. Simpulan
aktual atau “alasan untuk mengetahui” Hasil penelitian menunjukan bahwa
bahwa bawahan mereka telah Extrajudicial killing di Filipina dapat dikualifikasikan
melakukan kejahatan. Pengetahuan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan
yang sebenarnya sebagai pemimpin berdasarkan Statuta Roma 1998 karena
adalah “melalui bukti langsung dan memenuhi unsur-unsur kejahatan terhadap
tidak langsung.” Tipe kedua dari unsur kemanusiaan sesuai pada Pasal 7 Statuta
pengetahuan adalah “memiliki alasan Roma 1998 yaitu terjadinya pembunuhan
untuk tahu” meminta atasan untuk tetap yang dilakukan secara meluas atau sistematis
mengetahui aktivitas bawahan mereka; dan dilakukan oleh aparat negara. Sehingga
mereka tidak dapat dengan sengaja prinsip pertanggungjawaban individu (individual
mengabaikan terhadap apa yang sedang responsibility) berdasarkan Pasal 28 Statuta Roma
terjadi. Pemimpin dapat bertanggung 1998 tentang Pertanggungjawaban Komando dan
jawab jika mereka memiliki informasi Atasan Lainnya (Responsibility of Commanders
yang seharusnya menempatkan mereka and Other Superior) dapat diterapkan terhadap
pada pemberitahuan kejahatan yang Presiden Rodrigo Duterte. Karena Presiden
dilakukan atau akan dilakukan oleh Duterte merupakan pemimpin komando tertinggi
bawahan mereka. Meski atasan tidak di Filipina dimana seharusnya mempunyai
bisa diharapkan “Melakukan hal yang pengetahuan atas tindakan bawahannya. dan
tidak mungkin,” mereka dapat dianggap yurisdiksi ICC menghapuskan adanya impunitas
bertanggung jawab secara kriminal terhadap pemimpin negara.

54 Belli ac Pacis. Vol. 4. No.1 Juni 2018


Fivi Fajar Iryana dan Handojo Leksono: Analisis Kebijakan Presiden Duterte Melakukan Extrajudicial ...

Daftar Pustaka

­­­________. 2002. Ratifikasi Statuta Roma 1998. Lembaga Studi Dan Advokasi Masyarakat (ELSAM)
______.2016. Dead or alive: Is the Philippines’ war on drugs out of control? diakses dari http://edition.
cnn.com/2016/08/03/asia/philippines-war-on-drugs/ diakses pada 3 Desember 2016
______. 2016.Pengamat Sebut Perang Narkoba Duterte ‘Kejahatan Kemanusiaan’. http://www.
cnnindonesia.com/internasional/20160825192641-106-153882/pengamat-sebut-perang-narkoba-
duterte-kejahatan-kemanusiaan/ diakses pada Rabu 1 Februari 2017
­­______.2016. EXPLAINER: How serious is the PH drug problem? Here’s the data. http://www.rappler.
com/newsbreak/iq/144331-data-drug-problem-philippines. diakses pada 20 Juli 2017
Amnesty International Limited. 2016. “Philippines: Duterte’s 100 days of carnage”. https://www.amnesty.
org/en/latest/news/2016/10/philippines-dutertes-hundred-days-of-carnage/. diakses pada 26
Oktober 2016
Amnesty International Publication. 2017. If You are Poor, You are Killed. index: ASA 35/5517/2017.
London: Amnesty International Ltd.
Arie Siswanto. 2005. Yurisdiksi Material Mahkamah Kejahatan Internasional. Bogor: Penerbit Ghalia
Indonesia.
Arie Siswanto. 2015. Hukum Pidana Internasional. Yogyakarta: ANDI OFFSET.
Constitution of Republic Philippine 1987.
Command Memorandum Circular No. 16 – 2016 tentang PNP Anti-Illegal Drugs Campaign Plan - Project:
“Double Barrel”
Eddy O.S. Hiariej. 2009. Pengantar Hukum Pidana Internasional. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Elements of Crime-International Criminal Court.
Erin Creegan. 2013. “Criminalizing Extrajudicial killings”. Denver Journal of International Law and Policy.
Vol. (41: 2):185-223.
Gabriel Cardinoza. 2016. 5-yr-old fatality in drug war buried. http://newsinfo.inquirer.net/811602/5-yr-old-
fatality-in-drug-war-buried. diakses pada 10 Agustus 2017
Geoffrey Robertson QC. 2002. Kejahatan Terhadap Kemanusiaan: Perjuangan Untuk Mewujudkan
Keadilan Global. Jakarta: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.
Guenael Mettraux. 2005. International Crimes and The Ad Hoc Tribunals. Oxfordshire: Oxford University
Press.
International Convenant on Civil and Political Rights 1966.
International Convenant on Economic, Social, and Cultural Rights 1966.
International Law Commission Draft Code 1996.
International Criminal Court. 2016. Statement of the Prosecutor of the International Criminal Court, Fatou
Bensouda concerning the situation in the Republic of the Philippines, diakses dari International
Criminal Court https://www.icc-cpi.int/Pages/item.aspx?name=161013-otp-stat-php. diakses pada
Minggu 18 Maret 2017
Joko Setiyono. 2010. “Penerapan Pertanggungjawaban Komando di Indonesia Atas Pelanggaran HAM
Berat Kategori Kejahatan Terhadap Kemanusiaan”. MMH, Jilid. 39 No. 4 Desember 2009:351-358.
Kai Ambos. 1999. “General Principles of Criminal Law In The Rome Statute”. Criminal Law Forum, Vol.
10, 1999:1–32.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. 2009. Komentar Umun Konvenan Internasional Hak Sipil dan Politik
Konvenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya. Jakarta: Komnas HAM.

Belli ac Pacis. Vol. 4. No.1 Juni 2018 55


Fivi Fajar Iryana dan Handojo Leksono: Analisis Kebijakan Presiden Duterte Melakukan Extrajudicial ...

Mark R. Thompson. 2016. “Bloodied Democracy: Duterte and the Death of Liberal Reformism in the
Philippines”. Journal of Current Southeast Asian Affairs, Vol. 35 No. 3 2016:39–68.
Md. Kamruzzaman, Md. Bashir Uddin Khan, Shashi Kanto Das. 2016. “Extrajudicial Killings: The Violation
of Human Rights in Bangladesh”. International Journal of Environmental Planning and Management,
American Institute of Sience. Vol. 2, No. 4, 2016:20-28.
Michael Bueza. 2017. IN NUMBERS: The Philippines’ ‘war on drugs’. http://www.rappler.com/newsbreak/
iq/145814-numbers-statistics-philippines-war-drugs. dikases pada 23 Juli 2017
Moonmoon Binta Aziz. 2015. “Extra Judicial Killing: An Overview Of Bangladesh”. BEST: International
Journal of Humanities, Arts, Medicine and Sciences (BEST: IJHAMS). Vol. 3 Issue 12, Dec
2015:131-142.
Peter Mahmud Marzuki. 2014. Penelitian Hukum. Jakarta: Prenadamedia Group.
Pia Ranada. 2016. Duterte Shows ‘Drug List’ with ‘1,000’ Names of Gov’t Officials. https://www.rappler.
com/nation/146359-duterte-shows-drug-lst-1000-names. diakses pada 10 Agustus 2017
Ramon C Casiple. 2016. “The Duterte Presidency as a Phenomenon”. Contemporary Southeast Asia:
Singapore 38.2 (Aug 2016):179-184.
Rome Statute 1998.
Romli Atmasasmita. 2005. “Hukum Pidana Internasional dan Hukum Hak Asasi Manusia”. Pelatihan
Hukum HAM. Pusham UII Yogyakarta. 23 September 2005.
Rudi . M Rizki. 2007. ”Pokok-pokok Hukum Hak Asasi Manusia Internasional.” Kursus HAM untuk
Pengacara XI Tahun 2007 ELSAM. (pelaksanaan) 2007.
The Prosecutor v. Clement Kayishema and Obed Ruzindana, tanggal 21 Mei 1999
The Prosecutor v. Jean-Paul Akayesu, tanggal 1 Juni 2001
The Prosecutor v. Ignace Bagilishema, tanggal 7 Juni 2001
United Nation Universal Declaration of Human Rights 1948.
United Nations Manual on The Effective Prevention and Investigation of Extra-Legal, Arbitrary And
Summary Executions, U.N. Doc. E/St/Csdha/.12 (1991).
United Nations Treaty Collection. 1966. Chapter IV Human Rights 3. International Covenant on Economic,
Social and Cultural Rights, https://treaties.un.org/Pages/ViewDetails.aspx?src=TREATY&mtdsg_
no=IV-3&chapter=4&clang=_en diakses pada 19 Agustus 2017.
United Nations Treaty Collection. 1966. Chapter IV Human Rights 4. International Covenant on Civil
and Political Rights https://treaties.un.org/Pages/ViewDetails.aspx?src=TREATY&mtdsg_no=IV-
4&chapter=4&clang=_en diakses pada 19 Agustus 2017.
Zulkarnain. “Pengadilan Hak Asasi Manusia dan Mahkamah Pidana Internasional (ICC)”. Aktualita,
Vol 6, No 3 2011:6.

56 Belli ac Pacis. Vol. 4. No.1 Juni 2018

You might also like