Professional Documents
Culture Documents
Pengaruh Fermentasi Spontan Selama Perendaman Lokal (Fisik, Kimia Dan Fungsional Tepung Yang Dihasilkan
Pengaruh Fermentasi Spontan Selama Perendaman Lokal (Fisik, Kimia Dan Fungsional Tepung Yang Dihasilkan
NUR AINI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
2
Nur Aini
NRP. F261040021
3
ABSTRACT
The uses of white corn in food industry in Indonesia are still limited. To
explore the potential uses, evaluation of chemical physical, and functional
properties of white corn flour is needed. The objective of this study was to
evaluate chemical, physical and functional properties of white corn flour, and its
changes as affected by spontaneous fermentation during soaking of white corn
grits. Corn flour was prepared by soaking of white corn grits followed by drying
and grinding. Soaking was done at closed pan and controlled temperature, to
promote spontaneous fermentation. The resulted flour was fractionated using
multiple sieve of 100 mesh (150 µm), 150 mesh (106 µm) and 200 mesh (75µm)
and analyzed for its chemicals, physicals and functional characteristics.
Fermentation process as long as 24 hr will reduce gelatinization temperature (Tg)
of resulted flour from 82oC to 76.2oC; but finally Tg would increase (85.2oC) at
72 hr of fermentation. Fermentation process of corn grits do not affect its peak
viscosity (in the range of 493 -560BU), but will increase only after fermentation
of more than 48-60 hr (648 -573 BU); and further fermentation would reduce the
peak viscosity (550 BU)similar to that of flour resulted from process without
fermentation. Flour resulted from corn grits after fermentation process of 12 hr
has breakdown viscosity of 0 BU. This suggests that heat stability of flour
produced from corn grits after 12 hr fermentation is higher that that of control
flour (breakdown viscosity of 68 BU). The breakdown viscosity was maintained
relatively constant until fermentation process up to 60 hr; and finally decreases to
-60 BU after 72 hr of fermentation. Measured as ratio of cold viscosity/hot
viscosity after 15 minutes of stirring at constant temperature of 95oC ( Vd ),
Vpa15
tendency of retrogradation was reduced by fermentation process for 48 hr ( Vd =
Vpa15
1.87) as compared to that of control ( Vd = 2.97). After 48 fermentation of corn
Vpa15
grits do not affect the tendency of retrogradation of the resulted flour; at which
Vd remain at 2.14. Flour produced using fermentation process of corn grits
Vpa15
exhibit very high gel strength. After 48 hr fermentation of corn grits, the flour
has gel strength of 19.47 gforce, very high as compared to that of control flour of
5.95 gforce. Further fermentation of more than 48 hr only slightly reduced the gel
strength to 14.48 gforce, still very high as compared to that of control flour. The
smaller particle size, the lower fiber content, loose density, packed density,
gelatinization temperature and gel strength o, the higher protein and fat content,
angle of repose, whiteness, water absorption capacity, oil absorption capacity,
peak viscosity, breakdown viscosity, tendency of retrogradation and gel stickiness
4
of the resulted flour. Using correlation and regression analysis several correlation
equations were proposed to be used as a prediction tools of several chemical,
physical and functional properties as affected by extend of fermentation process
and particle size of flour. Several equations proposes were Tg = 0.006t2 - 0.39t +
82.8; Vpa15 = 2.17t + 452.3, Gsi = -0.0084t2 + 0.57t + 18.754, Gsii = -0.0091t2
+ 0.6628T + 12.923, where Tg is gelatinization temperature (oC), Vpa15 is hot
viscosity after 15 minutes constant stirring (Brabender Unit; BU), Gsi and Gsii are
gel strength (gforce) of corn flour with particle size of >150-250 µm and >106-
150 µm, respectively, and t is length of fermentation (steeping) of corn grits (hr).
Overall, our results showed that control of length of fermentation of corn grits and
particle size may be used as a mean t control several chemical, physical and
functioal properties of the resulted corn flour.
.
5
RINGKASAN
gforce). Pada tepung berukuran partikel >106-150 µm, fermentasi selama 45 jam
meningkatkan kekuatan gel (25.4 gforce) dari tepung non fermentasi (13.2
gforce), dan waktu fermentasi selanjutnya sampai 70 jam akan menurunkan
kekuatan gel (14 gforce).
Dengan menggunakan analisa korelasi dan regresi, diperoleh beberapa
persamaan yang bisa digunakan untuk memprediksi pengaruh lama proses
fermentasi spontan (perendaman) terhadap beberapa sifat fisik, kimia dan
fungsional. Beberapa persamaan tersebut adalah Tg = 0.006t2 - 0.39t + 82.8;
Vpa15 = 2.17t + 452.3, Gsi = -0.0084t2 + 0.57t + 18.754, Gsii = -0.0091t2 +
0.6628T + 12.923 dimana Tg adalah suhu gelatinisasi (oC), Vpa15 adalah
viskositas panas 15 menit (BU), Gsi dan Gsii adalah kekuatan gel tepung jagung
berukuran partikel >150-250 µm dan >106-150 µm dalam g force, dan t adalah
waktu fermentasi grits jagung (jam). Penelitian ini menunjukkan bahwa
pengaturan lama proses fermentasi dan ukuran partikel dapat digunakan untuk
mengendalikan beberapa sifat fisik, kimia dan fungsional tepung jagung putih.
Kata kunci: jagung putih, fermentasi spontan, ukuran partikel, fisik, kimia,
fungsional
8
NUR AINI
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
10
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Tien R. Muchtadi, M.Si Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si
Anggota Anggota
Mengetahui
Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S
PRAKATA
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi rahmat dan berkahNya
sehingga penulisan disertasi yang berjudul ”Pengaruh Fermentasi Spontan Selama
Perendaman Grits Jagung Putih Varietas Lokal (Zea mays L.) Terhadap
Karakteristik Fisik, Kimia dan Fungsional Tepung yang Dihasilkan” dapat
diselesaikan. Disertasi ini dibuat sebagai salah satu syarat mahasiswa pascasarjana
program S3 untuk meraih gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Pangan, Institut
Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan
terimakasih yang sangat tulus dan mendalam kepada Ketua Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, M.Sc yang telah banyak meluangkan waktu untuk
membimbing, berdiskusi, memberikan arahan dan wawasan ilmu terutama di
bidang rekayasa pangan serta memberikan dorongan moril sehingga penulis dapat
menyelesaikan program S3 ini; anggota Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Tien R.
Muchtadi, M.S. dan Dr. Ir. Nuri Andarwulan yang telah meluangkan waktu
dalam membimbing, memberikan saran dan tambahan pengetahuan kepada
penulis.
Terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Dedi Fardiaz, M.Sc sebagai dosen
penguji luar komisi pada ujian tertutup atas saran-saran dan masukannya yang
sangat menambah cakrawala pengetahuan penulis terutama di bidang Ilmu
Pangan, serta demi kesempurnaan Disertasi ini.
Terima kasih kepada Dr. Ir. S. Joni Munarso, MS dan Dr. Ir. Titi Candra
Sunarti, M.Si sebagai dosen penguji pada ujian terbuka atas saran-saran, diskusi
dan masukannya yang menambah pengetahuan penulis dan demi kesempurnaan
Disertasi ini.
Terima kasih kepada Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc selaku ketua
Program Studi Ilmu Pangan atas saran-saran dan masukannya pada ujian tertutup.
Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc sebagai
pimpinan sidang pada ujian tertutup, juga atas saran-saran dan masukannya; juga
kepada Dr. Ir. Sam Herodian, MS sebagai Dekan Fakultas Teknologi Pertanian
atas kesediaannya sebagai pimpinan sidang pada Ujian terbuka.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada para Staf Pengajar di
lingkungan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, khususnya pada
Program Studi Ilmu Pangan yang telah memberikan ilmu dan pengalaman selama
penulis menempuh pendidikan di IPB.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Rektor Universitas
Jenderal Soedirman, Dekan Fakultas Pertanian, Ketua Jurusan Teknologi
Pertanian dan Ketua Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas
Jenderal Soedirman Purwokerto atas ijin dan kesempatan yang diberikan kepada
penulis untuk menempuh pendidikan di IPB.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi (Dikti) yang telah memberikan Beasiswa Program Pasca Sarjana (BPPS)
untuk penulis mengikuti program Doktor di IPB. Ucapan terimakasih juga
penulis sampaikan kepada Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
(DP2M) Dikti yang telah membantu sebagian dana penelitian melalui program
Hibah Bersaing XIV 2006-2007. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada
12
Nur Aini
13
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pati tanggal 1 Februari 1973 dari Bapak Munawar
dan ibu Muslihah. Penulis merupakan putri kedua dari lima bersaudara.
Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Pengolahan Hasil Pertanian, Fakultas
Teknologi Pertanian UGM pada tahun 1990 sampai 1995. Pada tahun 1999,
penulis diterima di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Program Pasca
Sarjana UGM dan menyelesaikannya pada tahun 2001. Kesempatan untuk
melanjutkan ke program doktor pada Program Studi Ilmu Pangan IPB diperoleh
pada tahun 2004. Beasiswa pendidikan diperoleh dari Beasiswa Program Pasca
Sarjana (BPPS) Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan
Nasional.
Penulis bekerja sebagai dosen di Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas
Pertanian Universitas Jendral Soedirman Purwokerto sejak tahun 1997 sampai
sekarang.
Karya ilmiah berjudul Hubungan Sifat Fisikokimia dan Amilografi
Tepung Jagung Putih yang Dipengaruhi Waktu Perendaman Grits Jagung telah
disajikan pada Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan (PATPI) di
Palembang pada bulan Oktober 2008. Sebuah artikel telah diterbitkan dengan
judul Hubungan Sifat Kimia dan Rheologi Tepung Jagung Putih dengan
Fermentasi Spontan Grits Jagung di Forum Pasca Sarjana IPB volume 2 tahun
2009. Artikel-artikel tersebut merupakan bagian dari disertasi penulis dalam
menyelesaikan program S3.
14
Penguji pada Ujian Tertutup : Prof. Dr. Ir. Dedi Fardiaz, M.Sc
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL iii
DAFTAR GAMBAR v
DAFTAR ISTILAH X
1. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar belakang 1
1.2 Tujuan penelitian 6
1.3 Manfaat penelitian 6
2. TINJAUAN PUSTAKA 7
2.1 Komposisi kimia dan anatomi biji jagung 7
2.2 Jagung putih 9
2.3 Tepung jagung 11
2.4 Pati jagung 12
2.4.1 Amilosa 14
2.4.2 Amilopektin 15
2.5 Fermentasi spontan pada proses pengolahan serealia dan 15
umbi-umbian
2.6 Sifat fisik tepung 17
2.6.1 Ukuran partikel 18
2.6.2 Densitas kamba 19
2.6.3 Sifat alir 20
2.7 Sifat fungsional adonan 21
2.7.1 Gelatinisasi dan sifat adonan 21
2.7.2 Sifat rheologi 24
LAMPIRAN 133
17
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Beberapa proses fermentasi spontan yang dilakukan pada 5
serealia dan umbi-umbian
2. Distribusi komponen-komponen utama jagung 9
3. Komposisi kimia jagung putih dan kuning 10
4. Beberapa sifat penting amilosa dan amilopektin 14
5. Komposisi kimia jagung putih pipilan, grits jagung dan tepung 40
jagung
6. Komposisi kimia tepung jagung putih yang dihasilkan dengan 40
variasi waktu fermentasi grits jagung
7. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap pH air 42
perendam
8. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap kadar pati, 46
gula reduksi dan pH tepung jagung yang dihasilkan
9. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap kadar amilosa 48
tepung jagung
10. Loose dan packed density tepung jagung dengan variasi waktu 50
fermentasi grits jagung
11. Sudut curah tepung jagung yang dihasilkan dengan variasi waktu 55
fermentasi grits jagung
12. Derajat putih tepung jagung yang dihasilkan dengan variasi 57
waktu fermentasi grits jagung
13. Kapasitas penyerapan air tepung jagung yang dihasilkan dengan 60
variasi waktu fermentasi grits jagung
14. Kapasitas penyerapan minyak tepung jagung yang dihasilkan 61
dengan variasi waktu fermentasi grits jagung
15. Suhu gelatinisasi adonan jagung yang dihasilkan dengan variasi 63
waktu fermentasi grits jagung
16. Viskositas puncak adonan jagung yang dihasilkan dengan variasi 65
waktu fermentasi grits jagung
17. Sifat-sifat adonan jagung selama pemanasan yang dihasilkan 67
dengan variasi waktu fermentasi grits jagung
18. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap kecenderungan 73
retrogradasi adonan tepung jagung
19. Sifat gel adonan jagung yang dihasilkan dengan variasi waktu 75
fermentasi grits jagung
18
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Potongan melintang jagung yang menunjukkan lokasi 7
komponen-komponen utama
2. Jagung putih dan kuning 10
3. Struktur internal dan organisasi granula pati 13
4. Ilustrasi kurva sifat-sifat gelatinisasi 23
5. Jagung putih yang digunakan 25
6. Pembuatan tepung jagung putih 27
7. Diagram alir jalannya penelitian tahap 1 dan 2 29
8. Diagram alir jalannya penelitian tahap 3 30
9. Bahan baku yang digunakan (a) jagung putih pipilan (b) grits 39
jagung
10. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap kadar 43
protein tepung jagung
11. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap 44
konduktivitas air perendam
12. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap pH tepung 46
jagung
13. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap kadar gula 47
reduksi tepung jagung
14. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap distribusi 49
ukuran partikel tepung jagung
15. Pengaruh kadar protein terhadap packed density tepung 51
jagung
16. Pengaruh kadar serat kasar terhadap loose density tepung 52
jagung
17. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap densitas 54
kamba tepung jagung
18. Pengaruh loose density terhadap sudut curah tepung jagung 56
19. Tepung jagung yang dibuat dari fermentasi grits jagung 57
selama 0, 36 dan 60 jam
20. Pengaruh kadar protein terhadap derajat putih tepung jagung 58
21. Pengaruh packed density terhadap derajat putih tepung jagung 59
22. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap suhu 64
gelatinisasi adonan jagung
20
43. Pengaruh packed density dan ukuran partikel tepung terhadap 101
derajat putih tepung jagung.
44. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel 102
tepung terhadap kapasitas penyerapan air tepung jagung.
45. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel 103
tepung terhadap kapasitas penyerapan minyak tepung jagung.
46. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel 104
tepung terhadap suhu gelatinisasi tepung jagung.
47. Pengaruh ukuran partikel terhadap amilografi tepung jagung 105
non fermentasi
48. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel 106
tepung terhadap viskositas puncak tepung jagung.
49. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap amilografi 106
tepung jagung berukuran partikel ≤ 75 µm
50. Pengaruh sudut curah dan ukuran partikel tepung terhadap 107
viskositas puncak adonan jagung.
51. Pengaruh kadar lemak dan ukuran partikel tepung terhadap 108
viskositas puncak adonan jagung
52. Pengaruh kadar amilosa dan ukuran partikel tepung terhadap 109
viskositas puncak adonan jagung.
53. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel 110
tepung terhadap viskositas panas 15 menit pasta jagung.
54. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel 110
tepung terhadap breakdown viscosity pasta jagung.
55. Pengaruh kadar lemak dan ukuran partikel tepung terhadap 111
breakdown viscosity pasta jagung.
56. Pengaruh sudut curah dan ukuran partikel tepung terhadap 112
breakdown viscosity pasta jagung.
57. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel 114
tepung terhadap viskositas dingin pasta jagung.
58. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel 114
Vd
tepung terhadap adonan jagung.
Vpa15
59. Pengaruh ukuran partikel tepung terhadap amilografi tepung 115
jagung fermentasi 70 jam
60. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel 116
tepung terhadap kekuatan gel tepung jagung
22
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Partikel tepung jagung fermentasi 45 jam dilihat menggunakan 133
scanning electron microscope (SEM)
2. Korelasi antara loose density dan packed density dengan 134
variabel kimia dan fisik tepung jagung putih yang dipengaruhi
waktu fermentasi grits jagung
3. Korelasi antara sudut curah dengan variabel kimia dan fisik 135
tepung jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi grits
jagung
4. Korelasi antara derajat putih dengan variabel kimia dan fisik 136
tepung jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi grits
jagung
5. Korelasi antara kapasitas penyerapan air dengan variabel 137
kimia dan fisik tepung jagung putih yang dipengaruhi waktu
fermentasi grits jagung
DAFTAR ISTILAH
Istilah Arti
Grits jagung Jagung pipilan yang digiling menggunakan pin disc mill
sehingga dihasilkan jagung dengan ukuran partikel ± 4mm
Sifat fungsional Sifat suatu bahan maupun komponen bahan yang dapat
mencirikan fungsinya dalam suatu sistem
Suhu gelatinisasi suhu awal mulai terjadi peningkatan viskositas selama
pemanasan
Viskositas puncak viskositas tertinggi yang dicapai selama pemanasan
(VP)
Viskositas panas viskositas yang dicapai pada suhu 95oC
(Vpa)
Viskositas panas viskositas setelah dipertahankan selama 15 menit pada
15 menit (Vpa15) suhu 95oC
Breakdown Perubahan viskositas yang terjadi ketika suspensi
viscosity dipanaskan pada suhu 95°C selama 15 menit (VP – Vpa15)
Viskositas dingin viskositas yang dicapai pada saat suhu diturunkan ke
(VD) 50oC
Setback viscosity perubahan viskositas yang terjadi ketika suspensi
diturunkan suhunya dari viskositas puncak (VD- VP)
Kekuatan gel gaya yang diberikan pada saat gel mulai pecah
Koefisien korelasi Keeratan hubungan linier antara sepasang peubah x dan
(r) y, yang tidak ditentukan mana variabel bebas dan variabel
tidak bebas
Koefisien Koefisien keragaman; keeratan hubungan antara sepasang
determinasi atau peubah x dan y, yang diketahui variabel bebas dan
koefisien regresi variabel tidak bebas
(R2)
1. PENDAHULUAN
defisiensi beberapa zat gizi dapat lebih mudah difortifikasi atau disuplementasi
jika dalam bentuk tepung.
Ukuran partikel merupakan salah satu sifat fisik penting karena perannya
dalam unit operasi seperti mixing, pengeringan, ekstrusi dan pneumatic handling.
Selain itu ukuran partikel tepung penting dalam evaluasi kualitas dan sifat tepung
selama pengolahan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ukuran dan
distribusi ukuran partikel tepung mempengaruhi sifat fisik, kimia dan fungsional
tepung. Iwuoha dan Nwakanma (1998) menyatakan bahwa semakin besar ukuran
partikel tepung ubi jalar, semakin rendah densitas dan viskositas adonan pada saat
pendinginan. Bedolla dan Rooney (1984) menyatakan bahwa ukuran partikel
tepung jagung ternikstamalisasi berkorelasi positif dengan suhu gelatinisasi,
semakin tinggi ukuran partikel tepung jagung semakin tinggi suhu gelatinisasi.
Meningkatnya ukuran partikel tepung amaranth juga meningkatkan suhu
gelatinisasi (Valdez-Niebla et al.1993). Cadden (1987) menyatakan bahwa ukuran
partikel yang semakin kecil menurunkan daya alir tepung.
Sifat fisik produk yang berbasis tepung sangat dipengaruhi sifat-sifat
fungsional adonan. Viskositas adonan tepung penting dalam penggunaannya
sebagai pengganti gum. Water holding capacity, kelarutan tepung dan viskositas
adonan merupakan parameter penting yang menentukan kualitas bahan sumber
karbohidrat yang digunakan sebagai fat substitutes. Indeks penyerapan air dan
indeks kelarutan air berguna dalam formulasi adonan makanan dan aplikasi
minuman karena sifat alami hidrofobik/hidrofiliknya. Sedangkan indeks
penyerapan lemak dapat menunjukkan interaksi alami antara lemak dengan
komponen tepung.
Salah satu proses pengolahan umbi-umbian dan serealia menjadi tepung
dan adonan adalah metode fermentasi spontan yang dapat dilakukan secara
sederhana yaitu merendam bahan di dalam air selama selang waktu tertentu.
Menurut Sefa-Dedeh dan Cornelius (2000) perendaman biji-bijian dalam air yang
berlebihan akan diikuti pertumbuhan beberapa mikroorganisme yang diinginkan,
seperti bakteri asam laktat, yeast, dan jamur. Menurut Latunde-Dada (2009), pada
proses fermentasi sereal seperti jagung, sorgum dan milet menjadi ogi dan agidi
terdapat peran beberapa mikroorganisme seperti Saccharomyces cereviceae,
4
Tabel 1 Beberapa proses fermentai spontan yang dilakukan pada serealia dan
umbi-umbian
Peneliti Bahan baku dan Perubahan sifat produk yang
produk dihasilkan
Subagio Fermentasi ubi kayu • Kadar serat tepung menurun
(2006) selama 12 – 72 jam • Kemampuan pembentukan gel
menghasilkan tepung dan daya rehidrasi meningkat
ubi kayu terfermentasi • Viskositas adonan panas dan
dingin meningkat
Dufour et al. Fermentasi adonan • Viskositas maksimum adonan
(2006) dari ubi kayu menurun
• Daya pengembangan meningkat
Elkhalifa et Fermentasi sorghum • Densitas menurun 10 %
al. (2005) 24 jam menghasilkan
tepung sorghum
Onofiok dan Fermentasi sereal • Densitas dan viskositas adonan
Nnanyelugo menghasilkan menurun
(1998) makanan sapihan
Onyango et Fermentasi sereal • Viskositas menurun
al. (2003) menjadi ogi
2 TINJAUAN PUSTAKA
Biji jagung terdiri atas tiga bagian utama, yaitu (a) perikarp, lapisan luar
yang tipis, berfungsi mencegah embrio dari organisme pengganggu dan
kehilangan air; (b) endosperm, sebagai cadangan makanan, mencapai 75% dari
bobot biji yang mengandung 90% pati dan 10% protein, mineral, minyak, dan
lainnya; dan (c) lembaga atau germ, sebagai miniatur tanaman yang terdiri atas
plamule, akar radikal, scutelum, dan koleoptil (Hardman dan Gunsolus 1998).
Bagian-bagian biji jagung ini dapat dilihat pada Gambar 1. Selain itu biji jagung
juga mengandung tip cap yaitu bagian yang menghubungkan biji dengan janggel.
endosperm) dan bagian yang keras (horny endosperm). Pati endosperm tersusun
dari senyawa anhidroglukosa yang sebagian besar terdiri atas dua molekul, yaitu
amilosa dan amilopektin, dan sebagian kecil bahan antara (White 1994). Namun
pada beberapa jenis jagung terdapat variasi proporsi kandungan amilosa dan
amilopektin.
Protein endosperm jagung terdiri atas beberapa fraksi, yang berdasarkan
kelarutannya diklasifikasikan menjadi albumin (larut dalam air), globumin (larut
dalam garam), zein atau prolamin (larut dalam alkohol konsentrasi tinggi), dan
glutelin (larut dalam alkali). Proporsi masing-masing fraksi protein pada
endosperm adalah 3% albumin, 3% globulin, 60 % zein, dan glutelin 26% (Vasal
1994).
Zein merupakan protein penyimpanan terbesar pada endosperm jagung.
Berdasarkan pada konstanta sedimentasi dan difusi, molekul zein mempunyai
bentuk globula panjang (rasio axial sekitar 15:1). Protein zein mempunyai
komposisi asam amino dengan kadar asam glutamat, prolin, leusin dan alanin
yang tinggi; serta kadar lisin, triptofan, histidin dan metionin yang rendah.
Berdasarkan pada perbedaan kelarutan, ada 2 jenis protein zein yaitu α-zein yang
larut pada etanol 95 % dan ß-zein yang larut pada etanol 60 %. α-zein
mengandung lebih banyak histidin, arginin, prolin dan metionin daripada ß-zein
(Laszity 1986).
Protein glutelin tidak hanya berfungsi sebagai protein penyimpanan, tetapi
juga sebagai protein struktural (protein membran atau protein kompleks, protein
dinding sel). Protein glutelin mempunyai kadar lisin, arginin, histidin dan kadar
triptofan lebih tinggi daripada zein, tetapi mempunyai kadar asam glutamat yang
lebih rendah.
Lembaga merupakan bagian biji jagung dengan porsi yang cukup besar.
Pada biji jagung tipe gigi kuda, lembaga meliputi 11,5% dari bobot keseluruhan
biji. Lembaga tersusun atas dua bagian yaitu scutelum dan poros embrio
(embryonic axis). Lembaga dicirikan oleh tingginya kadar lemak (33.2%), protein
(18.4%), dan mineral (10.5%) (Tabel 2).
9
Jagung putih yang murni cocok untuk pengolahan jagung terutama untuk
produk penggilingan kering (Poneleit 2001). Jagung putih juga digunakan dalam
proses pemasakan dengan kapur untuk membuat tortilla, chips jagung dan snack
(Hansen & Van der Sluis 2004). Karena jagung putih umumnya diproses dengan
penggilingan kering, pemasakan dengan basa atau penggilingan basah, faktor
penting yang perlu dipertimbangkan adalah true density. True density jagung
11
putih rata-rata 1.34 g/cm3, sedikit lebih tinggi daripada jenis jagung lain yaitu 1.3
g/cm3. True density yang tinggi merupakan indikator kekerasan dan diinginkan
untuk penggilingan kering dan pemasakan dengan kapur (US Grain Council
2006).
Gambar 3 Struktur internal dan organisasi granula pati (Gallant et al. 1997)
2.4.1 Amilosa
Amilosa merupakan homoglikan D-glukosa dengan ikatan α-(1,4) dari
struktur cincin piranosa. Amilosa umumnya dinyatakan sebagai bagian linier dari
pati meskipun sebenarnya jika dihidrolisis dengan β-amilase pada beberapa jenis
14
2.4.2 Amilopektin
Amilopektin merupakan komponen utama dari pati dan merupakan
polisakarida terbesar. Amilopektin merupakan polimer yang mempunyai ikatan
α-(1,4) pada rantai lurusnya serta ikatan β-(1,6) pada titik percabangannya.
Ikatan percabangan tersebut berjumlah sekitar 4-5% dari keseluruhan ikatan yang
15
yang halus dengan kadar padatan sekitar 8% (Banigo dan Muller 1972). Uji dari
Kenya merupakan produk yang serupa dengan ogi tetapi sebelum dicampur
dengan air dan difermentasi dilakukan penggilingan terlebih dahulu. Slurry awal
terdiri dari 30 % padatan yang kemudian difermentasi spontan selama 2 sampai 5
hari sampai menghasilkan 0.3 sampai 0.5 % asam laktat. Slurry kemudian
diencerkan sehingga kadar padatan menjadi 4 sampai 5% dan ditambahkan 6%
sukrosa untuk dikonsumsi (Gatumbi dan Muriru 1987).
Proses fermentasi spontan dilakukan dengan cara merendam bahan dalam
air pada selang waktu tertentu dengan memanfaatkan mikroorganisme dari
lingkungan. Selama proses perendaman tersebut terjadi perubahan sifat yang
disebabkan adanya aktivitas bakteri antara lain adalah bakteri asam laktat
(Hounhouigan et al. 1993a, Johansson et al. 1995). Menurut Hounhouigan et al.
(1993a), Lactobacillus fermentum dan Lactobacillus brevis merupakan spesies
utama yang ditemukan di mawe, adonan dari jagung yang difermentasi.
Sedangkan Johansson et al. (1995) menyatakan bahwa Lactobacillus plantarum
merupakan mikroorganisme dominan yang berada pada ogi. Nago et al. (1998)
menemukan 65 strain bakteri asam laktat yang diisolasi dari ogi yang berasal dari
Benin, yang pada umumnya adalah lactobacilli yang bersifat heterofermentatif.
Tiga spesies yang utama (sekitar 90%) adalah Lactobacillus fermentum biotype
cellobiosus, Lactobacillus brevis dan Lactobacillus fermentum; sedangkan yang
lain adalah Lactobacillus curvatus dan Lactobacillus buchneri (6%). Sedangkan
Akinrele (1970) mengidentifikasi Lactobacillus plantarum, Corynebacterium sp.
dan Aerobacter cloacae sebagai mikroorganisme yang dominan pada ogi Nigeria.
Selain bakteri juga ditemukan adanya yeast pada proses fermentasi
serealia (Nago et al. 1998, Hounhouigan et al. 1993b, Akinrele 1970). Menurut
Nago et al. (1998) pada ogi dari Benin diisolasi 54 strain yeast, 41% merupakan
spesies Candida, yang meliputi C. humicola dan C. krusei. Sebanyak 26%
diidentifikasi sebagai isolat yeast Geotrichum; sedangkan isolat lain diidentifikasi
sebagai Cryptococcus dan Trichosporan. Hounhouigan et al. (1993b) mengisolasi
Candida krusei dan Candida kefyr dari mawe. Sementara itu Akinrele (1970)
mengisolasi Candida krusei, Rhodotorula spp, Saccharomyces cerevisiae dan
Candida mycoderma dari ogi.
17
(i) Viskositas puncak (VP): viskositas maksimum yang dicapai selama proses
pemanasan
(ii) Viskositas panas (Vpa): viskositas yang dicapai pada suhu 95oC.
(iii) Viskositas panas 15 menit (Vpa15): viskositas yang dicapai pada suhu 95oC
setelah dipertahankan selama 15 menit
(iv) Viskositas dingin (VD): viskositas yang dicapai pada waktu pendinginan
mencapai suhu 50oC
Selain itu ada sifat-sifat lain yang diperoleh dengan cara menghitung dari sifat-
sifat di atas yaitu:
(i) Breakdown (BD) = VP – Vpa15
(ii) Setback (SB) = VD – VP
VD
(iii) Rasio viskositas dingin:viskositas panas 15 =
Vpa15
b. Analisa sifat fisik, kimia dan fungsional tepung jagung putih yang
dihasilkan pada tahap 1a. Sifat tepung yang dianalisa meliputi: kadar air,
kadar protein, kadar lemak, kadar serat kasar, kadar pati, kadar gula
reduksi, kadar amilosa, kapasitas penyerapan air, kapasitas penyerapan
minyak, loose density, packed density, sudut curah, derajat putih, suhu
gelatinisasi, viskositas puncak, viskositas panas, viskositas panas selama
15 menit, viskositas dingin, kekuatan dan kelengketan gel. Analisa data
yang dihasilkan pada tahap 1b. Antar sifat fisik, kimia dan fungsional
dianalisa korelasi untuk mengetahui hubungan keeratan masing-masing
variabel sehingga didapat nilai koefisien korelasi (r) antar variabel.
27
Penggilingan
Pengayakan 60 mesh
2. Pembuatan tepung jagung 60 mesh dengan waktu fermentasi 15, 30, 45, 57.5
dan 70 jam jagung menggunakan metode seperti pada tahap 1a. Tepung
28
jagung putih yang dihasilkan dianalisa sifat fisik, kimia dan fungsional seperti
pada point 1b. Apabila pada tahap 1 diperoleh model prediktif dengan nilai
R2 yang memadai, maka akan dilakukan pengujian lebih lanjut; sebagai upaya
validasi kemampuan pendugaannya dibandingkan dengan hasil pengukuran
yang sesungguhnya, pada kisaran t yang sesuai. Persamaan akan ditetapkan
sebagai model prediktif apabila standar deviasi yang didapatkan pada tahap
ini kurang dari atau sama dengan 10 %. Alur penelitian pada tahap 1 dan 2
dapat dilihat pada Gambar 7.
3. Karakterisasi sifat fisik, kimia dan fungsional tepung jagung putih yang
dipengaruhi ukuran partikel tepung dan waktu fermentasi grits jagung,
Tepung jagung 60 mesh dengan waktu fermentasi 0, 15, 30, 45, 57.5 dan 70
jam difraksinasi menggunakan ayakan bertingkat 100, 150 dan 200 mesh
sehingga didapatkan empat kelompok ukuran partikel tepung yaitu >150 –
250 µm, >106 – 150 µm, >75 – 106 µm dan ≤75 µm (Earle 1983). Tepung
jagung putih yang dihasilkan dianalisa sifat fisik, kimia tepung dan sifat
fungsional adonan seperti pada point 1b. Alur penelitian pada tahap 3 dapat
dilihat pada Gambar 8.
29
( a − b)
Kadar air = x100%
beratsampel
b −1 10000
Kadar lemak (% bk) = x
beratsampel 100 − kadarair
c−b 10000
Kadar serat kasar (% bk) = x
kadarlemak 100 − kadarair
(ax )+a
100
33
1 1000 x 20 1
Dimana fk = x =
abs1 ppm 1000000 abs1 ppmx50
Keterangan :
A620 = absorban sampel
ka = kadar air
20 dan 1000 = faktor pengenceran
fk = faktor konversi
Densitas kamba
Analisa densitas kamba dilakukan menggunakan silinder plastik yang
telah diketahui volume (V) dan beratnya (W1). Bahan dimasukkan ke dalamnya
dengan hati-hati sampai penuh dan kemudian permukaan bubuk pada mulut
silinder diratakan dengan penggaris logam, lalu silinder dan isinya ditimbang
(W2). Selanjutnya bahan dipadatkan dan diisi sampel lagi sampai mampat
kemudian ditimbang (W3). Densitas kamba dihitung sebagai loose density dan
packed density menggunakan rumus:
Loose density (δ1 ) = W 2 − W1
V
sorong dengan mengukur tinggi (t) dan diameter (d) alas curahan. Proyeksi
curahan dianggap membentuk sudut segitiga sama kaki
t
t tg α =
0,5d
d
yaitu viskositas yang dicapai pada 95oC, viskositas panas 15 menit (VPa15), yaitu
viskositas pada waktu suhu dipertahankan 97oC selama 15 menit, viskositas
adonan dingin (VD) yaitu viskositas yang dicapai pada suhu 50oC. Suhu
pembentukan adonan didefinisikan sebagai suhu pada waktu viskositas pertama
kali meningkat. Untuk mengetahui stabilitas adonan dihitung nilai breakdown
dan setback viscosity. Breakdown viscosity = VP - HV15, setback viscosity = VD
– VP.
Kekuatan dan kelengketan gel menggunakan texture analyzer.
Suspensi tepung hasil pengukuran amilografi dituangkan dalam wadah
sehingga gel memiliki diameter rata-rata 4,2 cm dan tinggi 5 cm. Pengukuran
kekuatan gel dilakukan menggunakan texture analyzer memakai probe
berdiameter 1 cm dan panjang 2,5 cm. Kecepatan probe 0,2 mm/s; beban 100
gram dan kedalaman 4 mm.
Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap sifat fisik, kimia dan
fungsional tepung jagung.
(a) (b)
Gambar 9 Bahan baku yang digunakan (a) jagung putih pipilan (b) grits
jagung putih.
Tabel 5 Komposisi kimia jagung putih pipilan, grits jagung dan tepung jagung
Komponen Jagung pipilan Grits Tepung
Kadar air (%) 13.36 13.07 10.32
40
4.2 Pengaruh waktu fermentasi spontan grits jagung terhadap sifat fisik,
kimia dan fungsional tepung jagung
Tabel 6 Komposisi kimia tepung jagung putih yang dihasilkan dengan variasi
waktu fermentasi grits jagung
Waktu Komposisi kimia tepung jagung yang dihasilkan
fermentasi grits
jagung (jam) Kadar air Protein Lemak Abu Serat
(%) (% bk) (% bk) (% bk) kasar
(% bk)
10.02 1.01d±0.0 2.97b±0.7
0 10.32ab±0.18 c±0.14 4.05d±0.11 6 5
12 10.05ab±0.50 9.24b±0.14 3.78c±0.30 0.78c±0.01 1.28a±0.03
0.55b±0.0
b b c
24 11.66 ±0.54 9.18 ±0.12 3.81 ±0.13 2 1.32a±0.07
0.47ab±0.0
36 10.02a±0.83 8.89a±0.13 3.82c±0.21 6 1.12a±0.03
0.49ab±0.0
48 10.80ab±0.10 8.74a±0.34 3.72bc±0.13 8 1.25a±0.02
0.53b±0.0
60 11.42ab±0.95 8.73a±0.14 3.44a±0.24 4 1.01a±0.16
72 11.32ab±1.63 8.78a±0.14 3.46ab±0.14 0.40a±0.07 1.10a±0.04
Keterangan: * merupakan angka rata-rata 3 ulangan dan 2 kali analisa
** angka yang diikuti dengan huruf sama pada satu kolom
menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5%
Kadar serat kasar tepung jagung tanpa fermentasi (2.97 %) lebih rendah
daripada kadar serat grits jagung putih yang digunakan (4.09 %). Hal ini
41
disebabkan sebagian besar serat kasar pada jagung terdapat pada bagian perikarp.
Bagian perikarp akan menghasilkan tepung jagung dengan tekstur kasar sehingga
dihilangkan pada proses pembuatan tepung jagung. Hal ini mengakibatkan kadar
serat kasar tepung jagung yang dihasilkan lebih kecil daripada kadar serat kasar
grits jagung.
Fermentasi grits jagung selama 12 jam menurunkan kadar serat kasar
tepung jagung yang dihasilkan (Tabel 6). Serat pada jagung mengalami
penurunan pada 12 jam pertama fermentasi (1.28%), apabila dibandingkan kadar
serat kasar tepung jagung yang dibuat tanpa fermentasi (2.97%). Serat merupakan
bagian yang tidak terpisahkan pada struktur alami tanaman yang terdiri dari
beberapa komponen seperti lignin, selulosa, hemiselulosa, substansi pektik, gum,
waxes, dan oligosakarida yang tidak tercerna. Hemiselulosa dan substansi pektik
yang mampu mengikat air dan mengembang disebut serat larut. Sebagian
hemiselulosa, selulosa dan lignin, yang sedikit mengikat air disebut serat tidak
larut atau serat kasar (Kalac dan Míka, 1997). Menurut Burge dan Duensing
(1989) serat jagung terdiri dari 67% hemiselulosa, 23% selulosa dan 0.1 % lignin.
Penurunan kadar serat kasar kemungkinan disebabkan aktivitas mikroorganisme
yang mengubah serat kasar atau serat tidak larut menjadi serat larut. Fermentasi
lanjutan sampai 72 jam relatif tidak mengubah kadar serat kasar (1.1%).
Menurunnya kadar serat tepung jagung yang dihasilkan dengan proses fermentasi
juga seperti yang terjadi pada pembuatan tepung ubi kayu menggunakan proses
fermentasi (Subagio 2006).
Fermentasi grits jagung sampai 36 jam menurunkan kadar protein tepung
jagung yang dihasilkan (8.89 %) apabila dibandingkan kadar protein tepung
jagung yang dibuat tanpa fermentasi (10.02 %). Penambahan waktu fermentasi
cenderung tidak mengubah kadar proteinnya. Penurunan kadar protein selama
fermentasi grits jagung seperti yang terjadi pada pembuatan ogi. Menurut Nago
et al. (1998) kadar protein ogi yang berasal dari Benin 9% lebih rendah daripada
jagung yang digunakan, sedangkan pada ogi yang berasal dari Gnonli terjadi
kehilangan protein sebesar 38%. Menurut Hounhouigan et al. (1993c) terjadi
penurunan kadar protein sebesar 38% pada pembuatan mawe. Menurunnya kadar
protein disebabkan adanya aktivitas enzim yang bersifat proteolitik.. Menurut
42
Okenhen dan Ikenebomeh (2007) pada ogi terdapat aktivitas enzim proteinase
sebesar 4.8 mg/ml.
Protein pada kernel jagung terdiri dari albumin (8 %), globulin (9 %),
zein atau prolamin (39%) dan glutelin (40%); sedangkan protein pada endosperm
terdiri dari zein (47%), glutelin (39%), albumin (4%) dan globulin (4%) (Laszrity
1986). Perendaman mengakibatkan masuknya air ke dalam grits jagung,
memperlunak kernel dan terjadinya bagian terlarut dari lembaga sehingga protein
albumin yang bersifat larut air mengalami leaching dan terbuang dalam air
perendam yang berakibat menurunnya kadar protein tepung jagung yang
dihasilkan.
Penurunan kadar protein berhubungan juga dengan pHnya. Pada saat
fermentasi 12 sampai 36 jam, pH air perendam jagung berada di luar titik
isoelektrik (Tabel 7) dan beberapa protein mempunyai kelarutan tinggi sehingga
protein terlarut dalam air perendam. Hal ini mengakibatkan penurunan kadar
protein hanya terjadi pada waktu fermentasi 12 sampai 36 jam (Tabel 6). Setelah
48 jam fermentasi, air perendam jagung berada pada titik isoelektrik yaitu pada pH
4.5 – 4.8 (Tabel 7) sehingga kelarutan protein jagung selama proses fermentasi
minimal dan kadar protein tepung jagung yang dihasilkan relatif konstan.
protein tepung jagung yang dihasilkan dengan fermentasi grits jagung sampai 36
jam dapat ditentukan menggunakan rumus regresi linier dengan persamaan:
Pr = -0.029t + 9.855 (R2 = 0.7848) (1)
dengan Pr adalah kadar protein tepung jagung dalam % basis kering, t adalah
waktu fermentasi grits jagung dalam jam dan R2 adalah koefisien determinasi.
12
10
protein (% bk)
6 Pr = -0.029t + 9.855
R2 = 0.7848
4
0
0 20 40 60 80
waktu (jam)
Gambar 10 Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap kadar protein tepung
jagung.
selama fermentasi jagung juga ditemukan pada pembuatan ogi dari kadar abu
pada jagung sebesar 1.35 – 1.38 menjadi 0.4 – 0.6 pada ogi (Nago et al. 1998).
Selain sebagai ion bebas, mineral pada jagung juga terdapat dalam bentuk
kompleks. Menurut Watson (1987) komponen anorganik yang paling banyak
terdapat pada jagung adalah fosfor, yang sebagian berada sebagai garam kalium-
magnesium asam fitat yang merupakan bentuk ester dari heksafosfat inositol.
Fitin adalah bentuk penyimpanan penting dari fosfor, yang dipecah oleh enzim
fitase pada proses fermentasi. Mineral yang berada dalam bentuk kompleks inilah
yang tidak mengalami leaching dalam air perendam sehingga fermentasi grits
jagung setelah 36 jam tidak mengubah kadar mineralnya.
Larutnya sebagian mineral mengakibatkan meningkatnya konduktivitas
atau daya hantar listrik pada air perendam. Berkebalikan dengan kadar mineral,
daya hantar listrik pada air perendam naik selama fermentasi sampai 36 jam,
kemudian cenderung tetap seperti terlihat pada Gambar 11.
1000
800
konduktivitas (mhos)
600
400
200
0
0 20 40 60 80
waktu (jam)
Tepung jagung yang dibuat tanpa fermentasi mempunyai kadar lemak 4.05
%. Kadar lemak mengalami penurunan selama 12 jam fermentasi menjadi 3.78
%. Fermentasi lanjutan sampai 48 jam cenderung tidak mengubah kadar lemak
tepung (3.72 %), selanjutnya setelah fermentasi selama 60 jam kadar lemak
45
menurun (3.4 %). Penurunan kadar lemak juga terjadi pada pembuatan ogi
sehingga kadar lemak bahan yang semula 3.9 – 4.4 turun menjadi 3 – 3.5 (Nago et
al. 1998, Hounhouigan et al. 1993c). Penurunan kadar lemak disebabkan
aktivitas mikroorganisme yang bersifat lipolitik. Ohenhen dan Ikenebomeh
(2007) menyatakan adanya aktivitas enzim lipase sebesar 1.8 mg/ml pada ogi.
Fermentasi jagung sampai 36 jam menurunkan kadar pati, gula reduksi
dan pH tepung jagung yang dihasilkan seperti terlihat pada Tabel 8. Penurunan
pH terjadi karena aktivitas bakteri asam laktat selama perendaman. Asam laktat
merupakan asam non volatil yang umum terdapat selama fermentasi sereal dan
umbi-umbian yang dihasilkan oleh Lactobacillus plantarum. Johansson et al.
(1995) menemukan adanya galur Lactobacillus plantarum yang bersifat amilolitik
sejumlah 14 persen dari total bakteri asam laktat yang diisolasi dari ogi,
sedangkan Hounhouigan et al. (1993a) menemukan Lactobacillus fermentum
yang bersifat amilolitik dari mawe. Keberadaan bakteri asam laktat yang bersifat
amilolitik selama pengolahan jagung meningkatkan kecepatan asidifikasi
sehingga menurunkan pH (Johansson et al. 1995).
Selain asam laktat juga dihasilkan sejumlah besar asam asetat dan
karbondioksida dari heksosa melalui jalur heksosa monofosfat. Adanya
gelembung pada permukaan slurry selama proses perendaman menunjukkan
produksi karbondioksida (Onyango et al. 2003). Asam laktat dan asam asetat
menurunkan pH media sementara karbondioksida mengeluarkan udara dari slurry
selama fermentasi. Fermentasi grits jagung selama 36 jam menurunkan pH
tepung jagung yang dihasilkan dari 5.67 menjadi 4.4, kemudian setelah 48 jam
naik menjadi 4.6 (Tabel 8). Penurunan pH pada proses fermentasi jagung ini
sesuai dengan penelitian Aremu (1993) bahwa perendaman jagung selama 48 jam
mengakibatkan penurunan pH menjadi 4.5, sedangkan menurut Sefa Dedeh
(2001), fermentasi adonan jagung selama 24 jam menurunkan pH dari 6.3 menjadi
4.0. Sedangkan Nago et al. (1998) menyatakan bahwa pembuatan ogi dengan
fermentasi selama 48 jam mengubah pH menjadi 3.3 sampai 3.7.
Apabila digambarkan pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap
pH tepung jagung akan menunjukkan grafik yang bersifat kuadratik seperti
46
terlihat pada Gambar 12. Hubungan antara waktu fermentasi grits jagung dengan
pH tepung jagung dapat dinyatakan dengan persamaan:
Ph = 0.0005t2 - 0.0493t + 5.7861 (R2 = 0.7855) (2)
dengan Ph adalah pH tepung jagung, t adalah waktu fermentasi grits jagung dan
R2 adalah koefisien determinasi.
Tabel 8 Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap kadar pati, gula reduksi
dan pH tepung jagung yang dihasilkan
Waktu fermentasi Kadar pati Kadar gula reduksi pH
(jam) (% bk) (% bk)
c
0 77.04 ±0.44 2.70d±0.08 5.67e±0.04
12 76.13bc±0.56 2.21c±0.34 5.47d±0.04
ab b
24 74.01 ±1.38 1.55 ±0.11 4.93c±0.07
36 74.1ab±1.36 1.16a±0.04 4.4a±0.02
a a
48 72.05 ±1.57 1.10 ±0.13 4.6b±0.13
60 72.26a±1.93 1.50b±0.21 4.88c±0.08
a b
72 71.49 ±2.48 1.66 ±0.13 4.7b±0.09
Keterangan: * merupakan angka rata-rata 3 ulangan dan 2 kali analisa
** angka yang diikuti dengan huruf sama pada satu kolom
menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5%
7
6
5
4
pH
1
0
0 20 40 60 80
waktu (jam)
pemecahan pati menjadi gula reduksi oleh bakteri asam laktat yang bersifat
amilolitik. Bakteri asam laktat yang bersifat amilolitik berhasil diisolasi dari ogi
yaitu Lactobacillus plantarum (Johansson et al. 1995) dan dari mawe yaitu
Lactobacillus fermentum (Hounhouigan et al. 1993a). Menurut Johansson et al.
(1995) keberadaan bakteri asam laktat yang bersifat amilolitik selama pengolahan
jagung meningkatkan ketersediaan sumber energi seperti glukosa atau maltosa
dari pati atau bakteri asam laktat lain. Adanya pemecahan pati menjadi gula
reduksi mengakibatkan penurunan kadar pati tepung jagung yang dihasilkan dari
77.04 % pada tepung jagung non fermentasi menjadi 71.49 % pada tepung jagung
yang dihasilkan dari proses fermentasi selama 72 jam (Tabel 8). Menurut Sefa-
Dedeh (2001) pengaruh fermentasi terhadap konsentrasi gula bervariasi.Selama
24 jam fermentasi, konsentrasi fruktosa, glukosa dan galaktosa menurun,
sedangkan xilosa dan maltosa meningkat. Pengaruh waktu fermentasi grits
jagung terhadap kadar gula reduksi tepung jagung dapat digambarkan sebagai
grafik kuadratik seperti terlihat pada Gambar 13. Hubungan antara waktu
fermentasi grits jagung terhadap kadar gula reduksi dapat dinyatakan dalam
persamaan:
Gr = 0.0006t2 - 0.06t + 2.71 (R2 = 0.7676) (3)
dimana Gr adalah kadar gula reduksi tepung jagung dalam % basis kering, t
adalah waktu fermentasi grits jagung dalam jam dan R2 adalah koefisien
determinasi.
3.0
2.5
gula reduksi(%)
2.0
1.5
1.0
waktu (jam)
48
Gambar 13 Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap kadar gula reduksi
tepung jagung.
Tabel 9 Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap kadar amilosa tepung
jagung
Waktu fermentasi jagung Kadar amilosa tepung jagung
0 28.39c±0.71
12 27.95c±0.67
24 27.83c±2.35
36 27.03ab±0.61
48 27.45bc±1.04
60 26.42a±1.70
72 26.81ab±0.54
Keterangan: * merupakan angka rata-rata 3 ulangan dan 2 kali analisa
** angka yang diikuti dengan huruf sama pada satu kolom
menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5%
35
25
distribusi (%)
20
15
10
≤75 µm
>180-250 µm
>150-180 µm
>125-150 µm
>106-125 µm
>90-106 µm
>75-90 µm
ukuran partikel (µm)
granula pati. Semakin tinggi ketebalan matriks protein yang kontak dengan
granula pati, semakin tinggi densitas.
Tabel 10 Loose dan packed density tepung jagung yang dihasilkan dengan
variasi waktu fermentasi grits jagung
Waktu fermentasi grits jagung Loose density Packed density
(jam)
(g/ml) (g/ml)
0 0.504d±0.019 0.72e±0.003
c
12 0.478 ±0.004 0.693d±0.006
24 0.469bc±0.002 0.689cd±0.001
ab
36 0.462 ±0.001 0.685c±0.007
48 0.46ab±0.002 0.664b±0.003
a
60 0.45 ±0.009 0.659b±0.002
72 0.447a±0.007 0.651a±0.002
Keterangan: * merupakan angka rata-rata 3 ulangan dan 2 kali analisa
** angka yang diikuti dengan huruf sama pada satu kolom
menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5%
korelasi, yaitu pada loose density (r = 0.84, p ≤ 0.01) dan packed density (r =
0.932, p ≤ 0.01).
Semakin tinggi kadar protein, semakin tinggi packed density tepung
jagung seperti terlihat pada Gambar 15. Apabila hubungan antara kadar protein
dan packed density digambarkan dalam suatu grafik maka terbentuk garis regresi
linier dengan persamaan:
Dp = 0.0375Pr + 0.3442 (R2=0.8673) (4)
dengan Dp adalah packed density tepung jagung dalam g/ml, Pr adalah kadar
protein tepung jagung dalam % basis kering dan R2 adalah koefisien determinasi.
Apabila persamaan (4) disubstitusi dengan persamaan (1) akan didapatkan
persamaan hubungan antara waktu fermentasi grits jagung dan packed density
tepung jagung yaitu:
Dp = -0.0011t + 0.714 (5)
dengan Dp adalah packed density tepung jagung dalam g/ml dan t adalah waktu
fermentasi grits jagung dalam jam.
0.80
packed density (g/ml)
0.75
0.70
0.60
8.0 8.5 9.0 9.5 10.0 10.5
protein (% bk)
Semakin besar kadar serat kasar, semakin tinggi loose dan packed density
tepung jagung. Serat kasar pada jagung terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan
lignin. Lignin dan hemiselulosa mempunyai kemampuan yang tinggi untuk
menyerap air. Hidrasi serat menyebabkan terbentuknya matriks gel dan
meningkatkan densitas kamba bahan. Adanya hubungan antara serat kasar dengan
52
loose dan packed density sesuai pendapat Rasper (1982) bahwa selulosa,
hemiselulosa dan lignin berperan terhadap densitas sereal. Hal ini mengakibatkan
adanya korelasi antara kadar serat kasar dengan loose density (r = 0.894, p ≤ 0.01)
dan packed density (r = 0.758, p ≤ 0.01). Semakin tinggi kadar serat kasar,
semakin tinggi loose density tepung jagung seperti terlihat pada Gambar 16.
Hubungan antara loose density dengan kadar serat kasar dapat dinyatakan dalam
persamaan:
Dl = 0.026s + 0.43 (R2 = 0.7997) (6)
dengan Dl adalah loose density tepung jagung dalam g/ml, s adalah kadar serat
kasar dalam % basis kering.
0.60
loose density (g/ml)
0.50
0.45
0.40
0.0 1.0 2.0 3.0 4.0
serat kasar (% bk)
Gambar 16 Pengaruh kadar serat kasar terhadap loose density tepung jagung.
Semakin tinggi kadar abu, semakin tinggi loose dan packed density tepung
jagung. Mineral-mineral dalam jagung yaitu natrium, kalium, fluor, dan iodine
banyak terdapat sebagai ion bebas. Menurut Nabrzyski (1997) gugus anionik
mempunyai daya tarik menarik yang kuat yang akan mempengaruhi densitasnya.
Lebih kuat interaksi dengan gugus anionik maka lebih tinggi densitas kamba
tepung jagung. Kadar abu berkorelasi dengan loose density (r = 0.842, p ≤ 0.01)
dan packed density (r = 0.758, p ≤ 0.01).
Semakin tinggi kadar lemak, semakin tinggi loose dan packed density
tepung jagung. Pengaruh lemak terhadap densitas kamba hampir sama dengan
53
seperti pati, serat kasar dan lemak maka persamaan 7 dipilih sebagai model
prediktif untuk dibuktikan pada tahap validasi.
0.80
Dp = -0.0009t + 0.712
R 2 = 0.9188
0.70
0.40
loose density pack ed density
0.30
0 20 40 60 80
waktu (jam)
Semakin rendah kadar serat kasar dan protein, semakin tinggi sudut curah
tepung jagung. Kemampuan bahan untuk mengalir dipengaruhi tekstur. Salah
satu komponen serat adalah selulosa yang berperan besar terhadap tekstur
makanan nabati. Fungsi utama selulosa dalam dinding sel dikombinasikan
dengan hemiselulosa, protein, pektin dan lignin memberikan kesatuan struktur
(Aguilera dan Stanley 1999). Dinding sel digambarkan sebagai mikrofibril
selulosa yang melekat pada bagian amorf terutama terdiri dari substansi pektik
dan hemiselulosa. Selulosa berperan memberi struktur yang kuat sehingga
memudahkan bahan mengalir, sebagai akibatnya fermentasi yang mengakibatkan
penurunan kadar serat akan meningkatkan sudut curah atau dengan kata lain akan
menurunkan daya alir tepung jagung. Hal ini mengakibatkan adanya korelasi
antara sudut curah tepung jagung dengan kadar serat kasar (r = -0.785, p ≤ 0.01)
dan kadar protein (r = -0.73, p ≤ 0.01).
Semakin tinggi densitas kamba, semakin kecil luas permukaan sehingga
bahan lebih mudah mengalir dan sudut curah menurun. Luas permukaan
menentukan gaya permukaan antarpartikel seperti gesekan dan kohesi sehingga
rasio luas permukaan terhadap volume merupakan indikasi yang baik bagi daya
alir pada sistem bubuk. Lebih tinggi rasio luas permukaan terhadap volume,
56
55
sudut curah (o )
50
45
Sr = -102.7Dl + 94.3
40 R 2 = 0.7286
35
0.30 0.40 0.50 0.60
loose density (g/ml)
Semakin tinggi kadar protein dan gula reduksi, derajat putih tepung
semakin rendah. Hal ini disebabkan reaksi pencoklatan non enzimatis antara
protein dan gula reduksi yang mengakibatkan warna coklat sehingga menurunkan
derajat putih tepung jagung.
Tabel 12 Derajat putih tepung jagung yang dihasilkan dengan variasi waktu
fermentasi grits jagung
Waktu fermentasi Derajat putih (%)
0 62.8a±0.5
12 64.0a±1.8
24 66.7b±0.9
36 68.1b±2.1
48 70.5c±0.9
60 71.1c±0.6
72 71.5c±1.0
Keterangan: * merupakan angka rata-rata 3 ulangan dan 2 kali analisa
** angka yang diikuti dengan huruf sama menunjukkan tidak beda
nyata pada taraf 5%
hubungannya dapat digambarkan sebagai grafik linier seperti yang terlihat pada
Gambar 20.
Apabila hubungan antara kadar protein dengan derajat putih tepung jagung
digambarkan sebagai grafik linier akan menghasilkan persamaan:
W = -5.367Pr +115.9 (R2 = 0.7658) (11)
Apabila dilakukan substitusi persamaan 11 dengan persamaan 1 akan didapatkan
hubungan antara waktu fermentasi grits jagung dengan derajat putih tepung
jagung dalam persamaan:
W = 0.16t + 63 (12)
dengan W adalah derajat putih tepung jagung sedangkan t adalah waktu
fermentasi grits jagung.
75
derajat putih (%)
70
65
W = -5.367Pr + 115.9
R2 = 0.7658
60
7.0 8.0 9.0 10.0 11.0
kadar protein (%bk)
Semakin tinggi kadar lemak tepung jagung, semakin rendah derajat putih
tepung karena lemak yang berwarna kuning menurunkan derajat putih tepung
jagung. Derajat putih tepung jagung berkorelasi dengan kadar lemak (r = -0.706,
p ≤ 0.01).
Keberadaan beberapa jenis mineral, terutama zat besi akan menurunkan
derajat putih pada tepung jagung sehingga semakin tinggi jumlah mineral atau
semakin besar kadar abu maka semakin rendah derajat putih tepung jagung. Hal
ini mengakibatkan korelasi antara derajat putih tepung jagung dengan kadar abu
(r = -0.827, p ≤ 0.01).
59
75
70
derajat putih (%)
65
60
W = -140.8Dp+ 163.6
R 2 = 0.8545
55
50
0.60 0.65 0.70 0.75
14 diturunkan dari persamaan 13 yang memiliki slope lebih besar sehingga dipilih
sebagai model prediktif untuk dibuktikan pada tahap validasi.
Tabel 13 Kapasitas penyerapan air tepung jagung yang dihasilkan dengan variasi
waktu fermentasi grits jagung
0 71.5c±3.9
12 64.8bc±4.7
24 64.9bc±4.9
36 60.6ab±6.6
48 61.3ab±2.3
60 61.4ab±2.8
72 55.9a±4.1
Keterangan: * merupakan angka rata-rata 3 ulangan dan 2 kali analisa
** angka yang diikuti dengan huruf sama menunjukkan tidak beda
nyata pada taraf 5%
cepat terjadinya gelatinisasi, dan untuk produk pangan yang memerlukan syarat
ini dapat dicapai dengan fermentasi selama 24 jam.
Keberadaan gula pada pemanasan pati akan menghambat gelatinisasi
karena terhambatnya pembengkakan granula pati oleh gula reduksi yang bersifat
hidrofilik, sehingga semakin banyak jumlah pati dibanding gula akan semakin
cepat terjadinya gelatinisasi yang akan menurunkan suhu gelatinisasi. Pada
aplikasi pembuatan produk pangan, untuk menghindari suhu gelatinisasi yang
terlalu tinggi karena adanya gula, maka penambahan gula dilakukan setelah
terjadinya gelatinisasi. Pengaruh gula terhadap gelatinisasi tergantung jenis gula,
sukrosa mempunyai suhu gelatinisasi tertinggi, dimana peningkatannya
tergantung konsentrasi sukrosa. Gula lain yaitu fruktosa, glukosa, maltosa
mempengaruhi gelatinisasi dengan pola yang sama. Lebih tinggi konsentrasi
substansi mengandung hidroksil yang larut air, lebih besar penghambatan
pengembangan granula (Christianson 1982). Hal ini mengakibatkan adanya
korelasi antara suhu gelatinisasi dengan rasio pati dibanding gula reduksi (r = -
0.463, p ≤ 0.05).
Tabel 15 Suhu gelatinisasi adonan jagung yang dihasilkan dengan variasi waktu
fermentasi grits jagung
Waktu fermentasi jagung (jam) Suhu gelatinisasi (oC)*
0 82bc±1.5
12 80.8b±2.5
24 76.2a±0.8
36 76.3a±0.9
48 76.7a±1.2
60 82.1bc±2.8
72 85.2c±1.8
Keterangan: * suhu awal gelatinisasi
** merupakan angka rata-rata 3 ulangan dan 2 kali analisa
*** angka yang diikuti dengan huruf sama menunjukkan tidak beda
nyata pada taraf 5%.
90
Tg = 0.006t2 - 0.39t+ 82.8
suhu gelatinisasi (o C)
R2 = 0.7504
85
80
75
70
0 20 40 60 80
waktu (jam)
Gambar 22 Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap suhu gelatinisasi
adonan jagung
65
Tabel 16 Viskositas puncak adonan jagung yang dihasilkan dengan variasi waktu
fermentasi grits jagung
Waktu fermentasi jagung (jam) Viskositas puncak (BU)
0 493,3a±27,5
12 513,3ab±41,6
24 510ab±17,3
36 560abc±26,5
48 648,3c±53,5
60 573,3bc±35,1
72
550ab±36,1
Keterangan: * merupakan angka rata-rata 3 ulangan dan 2 kali analisa
66
Tabel 17 Sifat-sifat adonan jagung selama pemanasan yang dihasilkan dengan variasi waktu
fermentasi grits jagung
Waktu fermentasi grits Viskositas panas (BU) Viskositas panas 15 Breakdown viscosity
jagung (jam) menit (BU) (BU)
VP
Vpa15
Gambar 23 Amilografi tepung jagung yang dihasilkan dengan variasi waktu fermentasi
grits jagung
Keterangan: ____ non fermentasi, ____ fermentasi 12 jam,
____ fermentasi 24 jam, ____ fermentasi 36 jam
____ fermentasi 48 jam, ____ fermentasi 60 jam
____ fermentasi 72 jam
Semakin besar kadar protein tepung jagung, semakin rendah Vpa15 (Gambar 24).
Korelasi antara kadar protein tepung jagung dengan viskositas panas 15 menit adonan
jagung dapat dinyatakan sebagai persamaan linier:
Vpa15 = 96.601Pr + 1394.8 (R2 = 0.7635) (16)
dengan Vpa15 adalah viskositas panas 15 menit adonan jagung putih dalam BU, Pr adalah
kadar protein tepung jagung dalam jam sedangkan R2 adalah koefisien determinasi.
Apabila dilakukan substitusi persamaan 16 dengan persamaan 1 maka akan didapatkan
persamaan linier antara waktu fermentasi grits jagung dengan viskositas panas 15 menit :
Vpa15 = 2.78t + 443.1 (17)
dengan Vpa15 adalah viskositas panas 15 menit adonan jagung putih dalam BU dan t
adalah waktu fermentasi grits jagung dalam jam.
800
600
Vpa 15 (BU)
400
Vpa15 = -96.601Pr + 1394.8
R 2 = 0.7635
200
0
8.0 8.5 9.0 9.5 10.0 10.5
kadar protein (% bk)
Gambar 24 Pengaruh kadar protein tepung jagung terhadap viskositas panas 15 menit.
Semakin tinggi kadar lemak, semakin rendah stabilitas adonan selama pemanasan
sehingga menurunkan viskositas panas 15 menit yang berarti semakin lemah
pengembangan granula pati. Helstad (2006) menyatakan bahwa pada pati serealia,
biasanya lipid menghambat hidrasi granula dan pengembangan terutama akibat jumlah
amilopektin tinggi. Menurut Singh et al. (2006) pembentukan kompleks amilosa-lipid
akan menghambat pengembangan granula pati. Pada saat gelatinisasi, amilosa keluar
dari granula pati dan membentuk kompleks inklusi amilosa-lemak. Pembentukan
kompleks ini mengurangi kecenderungan amilosa untuk berikatan, membentuk gel dan
teretrogradasi sehingga menghambat kecepatan pengerasan selama pemanasan. Hal ini
70
mengakibatkan adanya korelasi antara kadar lemak tepung jagung dengan viskositas
panas 15 menit (r = -0.642, p ≤ 0.01).
Menurut Fredriksson et al. (1998) sifat pati selama gelatinisasi dipengaruhi rasio
amilosa:amilopektin. Amilopektin berperan terhadap pengembangan dan sifat adonan
pati, sedangkan amilosa menghambat pengembangan. Granula pati dengan kadar
amilopektin tinggi menghasilkan granula yang lebih mengembang dan viskositas tinggi
sementara rantai linier amilosa keluar dari granula dan membuat fase kontinyu di luar
granula bersama lipid sehingga menghambat pengembangan dan menghasilkan viskositas
adonan yang rendah.
Semakin besar kapasitas penyerapan air pada suatu bahan, semakin kuat
mengikat air dan hal ini juga mengakibatkan adonan lebih stabil selama pemanasan.
Kapasitas penyerapan air berkorelasi dengan viskositas panas 15 menit (r = 0.684, p ≤
0.01). Hal ini sesuai dengan penelitian Henshaw et al. (1996) bahwa perbedaan
viskositas merupakan variasi penyerapan air.
Pada pH rendah, ikatan hidrogen dalam granula pati akan terpecah lebih cepat
sehingga meningkatkan kecepatan pengembangan granula. Semakin tinggi pH tepung
jagung, semakin rendah indeks kemudahan pemasakan dan semakin lemah
pengembangan granula pati. Hal ini didukung dengan adanya korelasi antara pH dengan
viskositas panas (r = -0.679, p ≤ 0.01) dan viskositas panas 15 menit (r = -0.584, p ≤
0.01).
Mineral yang berada dalam adonan pati selama pemanasan mudah mengalami
leaching. Semakin banyak mineral yang berada dalam bahan, semakin tinggi
kemungkinan bahan tersebut mengalami leaching sehingga kestabilan adonan selama
pemanasan menurun. Hal ini dapat dilihat dari menurunnya viskositas selama pemanasan
yang didukung dengan adanya korelasi antara kadar abu dengan viskositas panas 15
menit (r = -0.676, p ≤ 0.01).
Stabilitas selama pemanasan berkorelasi dengan densitas tepung. Hal ini
berhubungan juga dengan pengaruh hidrofobisitas protein jagung terhadap densitas
protein. Protein jagung sebagian besar terdiri dari asam amino hidrofobik yang
diasumsikan berbentuk globular (mendekati spherical) sehingga meminimalkan rasio area
permukaan dibanding volume (Damodaran 1996). Rasio area permukaan:volume yang
kecil pada protein jagung mengakibatkan tepung jagung mempunyai densitas besar
sehingga pengembangan granula, peningkatan viskositas dan stabilitas adonan menjadi
rendah. Hal ini mengakibatkan adanya korelasi viskositas panas 15 menit adonan jagung
dengan loose density (r = 0.717, p ≤ 0.01) dan packed density (r = 0.849, p ≤ 0.01).
71
Semakin besar packed density tepung jagung, semakin kecil viskositas panas 15
menit adonan jagung (Gambar 25). Korelasi antara packed density dengan viskositas
panas 15 menit dapat digambarkan sebagai grafik linier dengan persamaan:
Vpa15 = -2409.2Dp + 2167.9 (R2 = 0.7696) (18)
Apabila persamaan 18 disubstitusi dengan persamaan 7 maka akan didapatkan
persamaan hubungan antara viskositas panas 15 menit dengan waktu fermentasi grits
jagung sebagai berikut:
Vpa15 = 2.17t + 452.3 (19)
dimana Vpa15 adalah viskositas panas 15 menit adonan jagung dalam BU dan t adalah
waktu fermentasi grits jagung dalam jam.
800
600
Vpa 15 (BU)
400
Vpa15 = -2409.2Dp + 2167.9
200 R2 = 0.7696
0
0.64 0.66 0.68 0.70 0.72 0.74
Vd
Vpao
selama 15 menit pada suhu 95 C ( 15 ). Selama pendinginan, berkumpulnya kembali
antar molekul pati terutama amilosa akan menghasilkan pembentukan struktur gel dan
viskositas akan meningkat ke viskositas akhir. Peningkatan viskositas saat pendinginan
menentukan kecenderungan berkumpul kembali pati yang merefleksikan kecenderungan
produk untuk teretrogradasi (Hagenimana et al. 2006). Namun apabila kecenderungan
untuk berkumpul kembali tersebut lemah, ikatan hidrogen akan terbentuk secara lambat,
molekul air akan sempat keluar dan yang terbentuk bukan gel akan tetapi endapamm.
Peristiwa keluarnya air dari perangkap hidrogen pasta ini disebut sineresis.
Fermentasi jagung selama 36 jam meningkatkan viskositas dingin tepung jagung
dari 1260 BU pada tepung yang dibuat tanpa fermentasi menjadi 1430 BU pada tepung
yang dibuat dengan fermentasi selama 36 jam. Selanjutnya fermentasi sampai 48 jam
menurunkan viskositas dingin (1045 BU) dan fermentasi lanjutan sampai 72 jam
meningkatkan lagi viskositas dinginnya menjadi 1308 BU seperi terlihat pada Tabel 18.
Peningkatan viskositas pada saat pendinginan sesuai dengan penelitian Subagio (2006)
yang menyatakan bahwa tepung ubi kayu yang dibuat melalui proses fermentasi akan
meningkat viskositas dinginnya.
Vd
Lebih tinggi Vpa15 , lebih besar retrogradasi yang terjadi. Menurut Sowbhagya
Vd
dan Bhattacharya (2001), Vpa15 lebih menggambarkan retrogradasi selama pendinginan
dibandingkan parameter lain seperti viskositas dingin atau setback viscosity. Tepung
Vd
jagung yang dibuat tanpa fermentasi mempunyai Vpa15 2.97 dan perendaman sampai 48
Vd
jam akan menurunkan Vpa15 (1.87). Fermentasi lanjutan sampai 72 jam cenderung tidak
Vd
mengubah Vpa15 (2.14).
Tabel 18 Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap kecenderungan retrogradasi
adonan tepung jagung
Waktu fermentasi Viskositas dingin Setback viscosity Vd
grits jagung (jam) (BU) (BU) Vpa15
3
Rv
2
Rv = 0.553Pr - 2.542
R 2 = 0.6638
1
8.0 8.5 9.0 9.5 10.0 10.5
Vd
Vpa
Gambar 26 Pengaruh kadar protein tepung jagung terhadap Rv ( 15 )
Vd
Semakin tinggi kadar protein, semakin besar Vpa15 . Hubungan antara kadar
Vd
protein dengan Vpa15 dapat digambarkan sebagai grafik linier dengan persamaan:
Rv = 0.553Pr– 2.542 (R2 = 0.6638) (20)
Apabila persamaan 20 disubstitusi dengan persamaan 1 maka akan didapatkan persamaan
:
Rv = -0.02t + 2.9 (21)
74
Vd
dengan Rv adalah Vpa15 dan t adalah waktu fermentasi grits jagung (jam). Persamaan Rv
Vd
= -0.02t + 2.9 selanjutnya digunakan sebagai model prediktif Vpa15 yang masih harus
dibuktikan ketepatannya pada tahap validasi.
Semakin besar loose dan packed density, semakin besar kecenderungan
Vd
terjadinya retrogradasi. Mekanisme pengaruh densitas kamba terhadap Vpa15 hampir
sama dengan mekanisme pengaruh densitas kamba terhadap adonan jagung selama
pemanasan. Pengaruh densitas kamba terhadap retrogradasi dapat dilihat dengan adanya
Vd
korelasi antara Vpa15 dengan loose density (r = 0.67, p ≤ 0.01) dan packed density (r =
0.802, p ≤ 0.01).
Kemudahan adonan saat dimasak juga mempengaruhi tingkat retrogradasi tepung
jagung. Semakin mudah pemasakan dan semakin stabil selama pemanasan, maka
semakin rendah kecenderungan produk teretrogradasi.
Tabel 19 Sifat gel adonan jagung yang dihasilkan dengan variasi waktu fermentasi grits
jagung
Waktu fermentasi grits Kekuatan gel (g force) Kelengketan gel
jagung (jam)
0 5.95a±0.6 -4.48c±0.38
b
12 9.11 ±0.88 -4.18c±0.5
24 13.9cd±0.24 -5.28c±0.78
d
36 15.39 ±1.04 -5.02c±0.76
e
48 19.47 ±1.15 -4.7c±0.78
d
60 14.48 ±0.93 -7.02b±0.63
c
72 12.86 ±0.85 -8.33a±0.99
75
Keterangan: angka yang diikuti dengan huruf sama menunjukkan tidak beda nyata pada
taraf 5%
Semakin tinggi pH tepung jagung, semakin rendah kekuatan gel adonan jagung
seperti terlihat pada Gambar 27. Pada pH rendah, pati lebih cepat tergelatinisasi dan akan
menghasilkan gel yang semakin kuat. Pada pH rendah yang sangat ekstrim menyebabkan
hidrolisis pati, dimana bagian amorf granula pati akan dipecah terlebih dahulu sedangkan
bagian kristalin dihidrolisis pada kecepatan lebih rendah. Pada penelitian ini tepung
jagung yang digunakan mempunyai range pH 4,4 sampai 5.7 sehingga belum terjadi
hidrolisis pati. Hal ini mengakibatkan gel yang dihasilkan makin kuat dengan
menurunnya pH (r = -0.867, p ≤ 0.01). Gel paling lemah terbentuk pada pH asam yang
ekstrem (pH 1-2) dan sangat basa (pH>10), sedangkan pada pH 12 tidak terbentuk gel
(Kilara 2006).
Semakin tinggi pH tepung jagung, semakin rendah kekuatan gel. Hubungan
antara pH tepung jagung dengan kekuatan gel dapat dinyatakan sebagai persamaan:
Gs = -8.19Ph + 53.8 (R2 = 0.7516) (22)
2
dengan Gs adalah kekuatan gel dalam g force, Ph adalah pH tepung jagung dan R adalah
koefisien determinasi.
Apabila persamaan 22 disubstitusi dengan persamaan 2 maka akan didapatkan
persamaan hubungan antara waktu fermentasi grits jagung dengan kekuatan gel adonan
jagung sebagai berikut:
Gs = -0.004t2 + 0.4t + 6.4 (23)
dengan Gs adalah kekuatan gel dalam g force, dan t adalah waktu fermentasi grits jagung
dalam jam.
25
kekuatan gel (force)
20
15
10
Gs = -8.19Ph + 53.8
5
R2 = 0.7516
0
4.0 4.5 5.0 5.5 6.0
pH
76
Semakin tinggi kadar gula reduksi tepung jagung, semakin rendah kekuatan gel
yang dihasilkan seperti dapat dilihat pada Gambar 28. Gula bersifat hidrofilik sehingga
dapat menghambat pengikatan air pada pati. Kadar gula reduksi yang semakin rendah
akan menurunkan suhu gelatinisasi dan sebagai konsekuensinya meningkatkan viskositas
dan kekuatan gel yang terbentuk. Pengaruh kadar gula reduksi tepung jagung terhadap
kekuatan gel adonan jagung dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi yaitu r = -0.901, p ≤
0.01. .
Semakin besar kadar gula reduksi, semakin rendah kekuatan gel adonan jagung
dan hubungan ini dapat dinyatakan dengan persamaan:
Gs = -6.98Gr + 25.185 (R2 = 0.8113) (24)
dengan Gs adalah kekuatan gel adonan jagung dalam g force, Gr adalah kadar gula
reduksi tepung jagung dalam % berat kering dan R2 adalah koefisien determinasi. Apabila
persamaan 24 disubstitusi dengan persamaan 3 akan didapatkan hubungan antara waktu
fermentasi grits jagung dengan kekuatan gel tepung jagung dengan persamaan:
Gs = -0.004t2 + 0.4t + 6.3 (25)
25
Kekuatan gel (gforce)
20
15
10
Gs = -6.98Gr + 25.2
5
R 2 = 0.8113
0
0.0 1.0 2.0 3.0
gula reduksi (%)
Gambar 28 Pengaruh kadar gula reduksi tepung jagung terhadap kekuatan gel.
Semakin tinggi kadar protein tepung jagung atau semakin rendah rasio pati
dibanding protein, semakin rendah kekuatan gel adonan jagung yang terbentuk. Tanpa
adanya panas, mekanisme interaksi protein-pati merupakan interaksi antar muatan, yang
sangat tergantung pH dan titik isoelektrik protein. Pemanasan meningkatkan
kompleksitas reaksi antara pati dan protein. Perubahan thermal dalam protein
77
berhubungan dengan denaturasi yang dipacu dengan keberadaan air. Denaturasi protein
sereal berhubungan dengan reaksi disulfida-sulfhidril yang menghasilkan ikatan silang
protein, misalnya interaksi protein-protein. Pati menjadi kehilangan kristalinitas,
pengembangan granula dan leaching amilosa meninggalkan amilopektin. Granula pecah
dan matriks amilosa membentuk jaringan gel. Pada saat terjadi kontak protein dan pati,
terbentuk matriks pati-protein yang stabil melalui ikatan hidrogen, kovalen dan ionik.
Matrik pati-protein yang terbentuk menentukan kekuatan gel. Hal ini didukung dengan
adanya korelasi antara kekuatan gel dengan kadar protein (r = -0.832, p ≤ 0.01) dan rasio
pati dibanding protein (r = 0.74, p ≤ 0.01).
Tepung yang lebih cepat mengalami gelatinisasi atau suhu gelatinisasinya rendah,
akan menghasilkan granula yang lebih mengembang, lebih tahan terhadap pemasakan
sehingga meningkatkan kekuatan gel yang dihasilkan. Retrogradasi adonan jagung
menurunkan kekuatan gel. Hal ini dapat dilihat dari adanya korelasi antara kekuatan gel
dengan suhu gelatinisasi (r = -0.467, p ≤ 0.05), viskositas puncak (r = 0.715, p ≤ 0.01),
viskositas panas (r = 0.74, p ≤ 0.01), dan viskositas panas 15 menit (r = 0.578, p ≤ 0.01)
Vd
dan Vpa15 (r = -0.638, p ≤ 0.01).
Berdasarkan variabel yang berkorelasi didapatkan persamaan 23 dan 25 untuk
memprediksi kekuatan gel. Kedua persamaan tersebut sedikit berbeda hanya di
intersepnya, yaitu 6.4 dan 6.3. Persamaan 25 diturunkan dari persamaan 24 yang
mempunyai koefisien determinasi lebih besar sehingga persamaan ini (Gs = -0.004t2 +
0.4t + 6.3) ditetapkan sebagai model prediktif yang akan dibuktikan pada tahap
berikutnya.
Fermentasi grits jagung selama 48 jam menghasilkan tepung jagung dengan
kelengketan gel -4.7, tidak berbeda nyata dengan tepung jagung non fermentasi (-4.48),
selanjutnya fermentasi sampai 72 jam meningkatkan kelengketan gel (-8.33) seperti
terlihat pada Tabel 19. Nilai yang semakin negatif pada kelengketan gel menunjukkan
kelengketan gel yang semakin besar.
Kelengketan gel terutama berkaitan dengan kadar amilosa dan kadar lemak.
Selama pengembangan, amilosa cenderung larut dan lepas ke dalam media air, mengalami
reasosiasi di antara ikatan hidrogennya dan menghasilkan gel. Adonan menjadi keruh dan
buram saat didinginkan dan akhirnya akan mengeluarkan air membentuk konsistensi
elastis. Eliasson dan Gudmundsson (1996) menyatakan bahwa rasio amilosa/amilopektin
mempunyai pengaruh besar terhadap sifat rheologi adonan dan gel. Kompleks inklusi
amilosa-lemak yang terbentuk dipermukaan granula menghambat pengembangan dan
78
Tabel 20 Model prediktif beberapa sifat fisik dan fungsional tepung jagung berdasar
waktu fermentasi grits jagung
No Persamaan Variabel terikat
1. Dp = -0.0009t + 0.712 Packed density
2. Dl = -0.0007t + 0.493 Loose density
3. Sr = -0.072t + 43.7 Sudut curah
4. W = 0.13t + 63.3 Derajat putih
5. Tg = 0.006t2 – 0.39t + 82.8 Suhu gelatinisasi
6. Vpa15 = 2.17t + 452.3 Viskositas panas 15 menit
7. Rv = -0.02t + 2.9 Vd
Vpa15
2
8. Gs = -0.004t + 0.4t + 6.3 Kekuatan gel
79
dihasilkan dari grits jagung dengan waktu fermentasi 0 sampai 72 jam, dan
penggunaan di luar waktu tersebut perlu penelitian lebih lanjut.
tidak hanya dipengaruhi loose density, tetapi juga kadar protein, kadar serat
kasar, kadar pati dan packed density sehingga hasil pengukuran sudut curah
mempunyai standar deviasi yang tinggi dibandingkan hasil pengukuran. Dengan
demikian persamaan tersebut hanya tepat digunakan untuk memprediksi sudut
curah berdasar waktu fermentasi grits jagung selama 0 sampai 30 jam. .
4.3.6 Viskositas panas saat dipertahankan selama 15 menit pada suhu 95oC
(Vpa15)
karena setelah itu menghasilkan nilai Vd dengan standar deviasi antara nilai
Vpa15
Pada tahap kedua penelitian ini didapat beberapa model dalam bentuk
persamaan matematika yang telah divalidasi untuk menguji kelayakannya (Tabel
29). Model matematika ini diharapkan dapat diaplikasikan untuk mengendalikan
sifat fisik dan fungsional tepung jagung berdasar waktu fermentasi grits jagung.
85
Tabel 29 Model prediktif sifat fisik dan fungsional tepung jagung yang telah
divalidasi
4.4 Pengaruh interaksi waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel
tepung terhadap sifat fisik, kimia dan fungsional tepung
(a)
(b) (c)
(d) (e)
Gambar 29 Partikel tepung jagung tanpa fermentasi dilihat menggunakan
scanning electron microscope (SEM) (perbesaran 50 kali) (a) 60 mesh (b) >150 -
250 µm c) >106 – 150 µm, (d) >75 – 106 µm, (e) ≤ 75 µm.
3.0
2.5
serat kasar (% bk)
2.0
1.5
1.0
waktu (jam)
Gambar 30 Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung
terhadap kadar serat kasar tepung jagung
89
Semakin kecil ukuran partikel tepung, semakin besar kadar protein tepung
jagung. Hal ini mirip dengan sifat pada tepung gandum yaitu tepung dengan
ukuran partikel lebih kecil mempunyai kadar protein lebih besar (Barbosa-
Canovas dan Yan 2003). Pada tepung jagung berukuran ≤ 75 µm, waktu
fermentasi selama 70 jam menurunkan kadar protein menjadi 8.96%
dibandingkan tepung jagung berukuran ≤ 75 µm tanpa fermentasi (11.03 %).
Pada tepung berukuran partikel >150-250 µm, kadar protein tepung setelah
fermentasi 70 jam (7.21%) relatif tidak berubah dari kadar protein tepung tanpa
fermentasi (7.85%). Perubahan kadar protein tepung jagung pada masing-masing
ukuran partikel ini dapat dilihat pada Gambar 31.
12.0
11.0
10.0
protein (%bk)
9.0
8.0
7.0
waktu (jam)
Gambar 31 Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung
terhadap kadar protein tepung jagung
tidak ada perbedaan kadar pati antara ukuran partikel tepung yang berbeda.
Sebagian besar pati (87,6%) berada pada bagian endosperm yang dapat menjadi
halus pada proses penggilingan dan terdistribusi hampir merata pada semua
ukuran partikel tepung jagung.
Tabel 31 Kadar pati, kadar gula reduksi dan pH tepung jagung yang dihasilkan
dengan variasi waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel
tepung
Waktu Ukuran Kadar pati Kadar gula pH
fermentasi partikel (% bk) reduksi (% bk)
jagung (jam)
0 60 mesh 77.0±0,4 2.70±0.08 5.67±0.04
>150-250 µm 74.1 ± 0.6 2.04±0.07 5.66±0.05
>106-150 µm 76. ± 1.2 2.15±0.03 5.73±0.1
>75-106 µm 75.7 ± 0.3 2.21±0.11 5.69±0.04
≤75 µm 76.3 ± 0.8 2.57±0.03 5.67±0.06
15 60 mesh 76.5±2.4 1.37±0.12 4.8±0.12
>150-250 µm 75.0 ± 2.5 1.37±0,133 4.69±0.12
>106-150 µm 74.4 ± 1.5 1.31±0.07 4.71±0.8
>75-106 µm 74.6±1.3 1.52±0.10 4.78±0.07
≤75 µm 75.3±2.0 1.32±0.18 4.84±0.03
30 60 mesh 76.6±1.7 1.33±0.23 4.72±0.11
>150-250 µm 72.0 ± 2.2 1.23±0.16 4.72±0.1
>106-150 µm 72.5±3.4 1.28±0.11 4.69±0.05
>75-106 µm 73.2±4.2 1.36±0.09 4.69±0.06
≤75 µm 72.6±2.7 1.43±0.22 4.63±0.09
45 60 mesh 73.7±0.8 1.72±0.19 4.57±0.28
>150-250 µm 71.9±2.3 1.46±0.15 4.34±0.08
>106-150 µm 72.6±2.8 1.54±0.09 4.33±0.1
>75-106 µm 72.2± 4 1.26±0.11 4.35±0.11
≤75 µm 71.8±2.4 1.48±0.13 4.19±0.03
57.5 60 mesh 74.6±3.1 1.25±0.25 4.42±0.02
>150-250 µm 72.2±2.8 1.32±0.13 4.33±0.06
>106-150 µm 70.6±2.2 1.50±0.05 4.4±0.08
>75-106 µm 71.4 ± 3.8 1.28±0.19 4.39±0.05
≤75 µm 71.6±2.6 1.25±0.32 4.39±0.02
70 60 mesh 71.6±2.3 1.48±0.33 4.34±0.12
>150-250 µm 69.7±1.6 1.33±0.06 4.67±0.09
>106-150 µm 72.2 ± 2.6 1.47±0.05 4.61±0.03
>75-106 µm 69.4 ± 2.5 1.57±0.06 4.66±0.1
≤75 µm 69.0 ± 2.6 1.37±0.04 4.67±0.05
Keterangan: angka dengan huruf yang sama pada satu kolom menunjukkan tidak beda
nyata pada taraf 0.05
91
0.800
0.600
0.500
>150-250 µm >106 - 150 µm
>75 – 106 µm ≤75 µm
0.400
5.0 7.0 9.0 11.0 13.0
protein (%bk)
Gambar 32 Pengaruh kadar protein dan ukuran partikel terhadap packed density
tepung jagung.
Semakin tinggi kadar serat kasar dan semakin besar ukuran partikel,
semakin tinggi packed density tepung jagung (Gambar 33). Apabila dibuat suatu
grafik hubungan antara kadar serat kasar dan packed density tepung jagung akan
didapatkan garis regresi linier seperti dapat dilihat pada Gambar 34. Berdasarkan
hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa kadar serat kasar mempunyai pengaruh
terhadap packed density tanpa dipengaruhi ukuran partikel tepung.
0.80
packed density (g/ml)
0.70
0.60
0.50
> 150 - 250 µm >106 - 150 µm
>75 – 106 µm ≤ 75 µm
0.40
0.0 1.0 2.0 3.0 4.0
Gambar 33 Pengaruh kadar serat kasar dan ukuran partikel tepung terhadap
packed density tepung jagung
93
0.80
0.60
Dp = 0.0764s + 0.5148
0.50
R 2 = 0.7386
0.40
0.0 1.0 2.0 3.0
serat kasar (% bk)
Gambar 34 Hubungan kadar serat kasar dan packed density tepung jagung.
0.60
Dlii= -0.001t + 0.508
Dli = -0.001x + 0.532
R 2 = 0.8272
0.40
0.30
> 150-250 µm >106 - 150 µm
>75 – 106 µm ≤ 75 µm
0.20
0 20 40 60 80
waktu (jam)
Gambar 35 Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung
terhadap loose density tepung jagung.
0.80
Dpii= -0.0012t + 0.702
0.60
Dpiii = -0.0011t + 0.678
0.50 R 2 = 0.8555
0.40
> 150-250 µm >106 - 150 µm
>75 – 106 µm ≤ 75 µm
0.30
0 20 40 60 80
waktu (jam)
Gambar 36 Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung
terhadap packed density tepung jagung.
terlihat pada Gambar 37. Pada tepung jagung berukuran ≤ 75 µm , sudut curah
tidak berubah dengan bertambahnya waktu fermentasi; sedangkan pada tepung
jagung berukuran > 150-250 µm fermentasi 70 jam meningkatkan sudut curah
menjadi 47.6o, dari tepung non fermentasi (29.4o).
60
50
sudut curah ( )
o
40
30
Sri = 0.225t + 31.53
20 R2 = 0.8579
Semakin kecil ukuran partikel, perubahan kadar protein, lemak, serat kasar
dan abu cenderung tidak mengubah sudut curah tepung jagung (Lampiran 13).
Pada tepung jagung berukuran partikel kecil, kadar lemak cenderung tidak
mempengaruhi daya alirnya sehingga menghasilkan grafik mendatar seperti pada
Gambar 38. Hal ini sesuai dengan penelitian Fitzpatrick et al. (2004) bahwa pada
susu bubuk berukuran partikel kecil mempunyai daya alir relatif tidak berubah
dengan meningkatnya kadar lemak; sedangkan pada susu bubuk berukuran
partikel besar, daya alirnya meningkat dengan menurunnya kadar lemak. Hal ini
disebabkan pengaruh gaya kohesiveness akibat kadar lemak yang tinggi lebih
dominan daripada ukuran partikel pada susu bubuk berukuran partikel kecil .
97
60
50
sudut curah ( )
o
40
30
Sri = -24.48l + 106.2
20 R2 = 0.7084
Semakin tinggi densitas dan semakin besar ukuran partikel, semakin kecil
sudut curah. Semakin tinggi densitas, semakin kecil luas permukaan, demikian
juga semakin besar ukuran partikel. Gaya permukaan antarpartikel seperti gaya
gesekan dan kohesi ditentukan oleh luas permukaan dan masa yang proporsional
terhadap volume, merupakan indikasi yang baik bagi daya alir pada sistem bubuk.
Semakin besar ukuran partikel tepung, semakin kecil luas permukaan sehingga
tepung lebih mudah mengalir atau sudut curah semakin kecil. Pada tepung jagung
dengan ukuran partikel kecil, perubahan packed density cenderung tidak
mempengaruhi daya alir tepung seperti dapat dilihat pada Gambar 39.
60
50
sudut curah (o )
40
30
Sri = -130.48Dp + 129.2
R2 = 0.7999
20
Gambar 39 Pengaruh packed density dan ukuran partikel tepung terhadap sudut
curah tepung jagung putih.
98
90
Wiii = 0.087t + 69.4
Wiv = 0.068t + 74.7
2 R 2 = 0.7195
70
Wi = 0.097t + 63.3
Wii = 0.042t + 68.4
60 2 R2 = 0.6422
R = 0.5498
> 150-250 µm >106 - 150 µm
>75 – 106 µm ≤ 75 µm
50
0 20 40 60 80
waktu (jam)
Gambar 41 Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung
terhadap derajat putih tepung jagung.
Derajat putih tepung jagung berkorelasi dengan kadar protein, gula reduksi
dan pH pada hampir semua ukuran (Lampiran 14). Hubungan antara kadar
protein dan gula reduksi dengan derajat putih berkorelasi dengan reaksi
pencoklatan non enzimatis, yang didukung dengan korelasi antara derajat putih
dengan pH pada tepung jagung semua ukuran. Tepung jagung berukuran partikel
≤75 µm mempunyai kisaran derajat putih lebih tinggi (74.9 – 79.6 %) pada pH
antara 4.2 sampai 5.7 dibanding tepung berukuran partikel >150-250 µm (60.7 -
68.7 %) pada kisaran pH yang hampir sama (4.3 sampai 5.7) seperti dapat dilihat
pada Gambar 42.
90
80
derajat putih (%)
70
60
Wi = -6.042Ph + 95.4
R2 = 0.873
50
40
> 150 - 250 µm >106 - 150 µm
>75 – 106 µm ≤ 75 µm
30
4.0 4.5 5.0 5.5 6.0
pH
Semakin tinggi packed density, semakin kecil luas permukaan bahan dan
dengan adanya pemantulan cahaya akan terbentuk bayangan yang kelihatan lebih
gelap. Hubungan densitas dengan derajat putih tepung jagung berhubungan juga
dengan luas permukaan. Pada tepung jagung berukuran partikel ≤ 75 µm,
peningkatan packed density dari 0.639 g/ml menjadi 0.748 g/ml menurunkan
derajat putih (dari 68.7 % menjadi 60.7 %); demikian juga pada tepung berukuran
partikel >150-250 µm peningkatan packed density (dari 0.585 g/ml menjadi 0.635
g/ml) akan menurunkan derajat putih (dari 79.6 % menjadi 74.9 %) seperti dapat
dilihat pada Gambar 43.
90
80
derajat putih (%)
70
60
> 150 - 250 µm >106 - 150 µm
>75 – 106 µm ≤ 75 µm
50
0.50 0.60 0.70 0.80
Gambar 43 Pengaruh packed density dan ukuran partikel tepung terhadap derajat
putih tepung jagung.
140
kapasitas penyerapan air(%)
120
100
100
kapasitas penyerapan minyak (%) Kpm iv = -0.205t + 83
R 2 = 0.7258
80
60
40
0
0 20 40 60 80
waktu (jam)
Gambar 45 Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung
terhadap kapasitas penyerapan minyak tepung jagung.
Bedolla dan Rooney (1984) bahwa semakin tinggi ukuran partikel tepung jagung
ternikstamalisasi, semakin tinggi suhu gelatinisasi. Valdez-Niebla et al. (1993)
juga menyatakan bahwa pada tepung amaranth, meningkatnya ukuran partikel
tepung akan meningkatkan suhu gelatinisasi. Hubungan antara waktu fermentasi
grits jagung terhadap suhu gelatinisasi pada semua ukuran partikel tepung
menunjukkan grafik seperti terlihat pada Gambar 46.
90
85
suhu gelatinisasi (o C)
80
75
70
65
> 150 - 250µm >106 - 150 µm
>75 – 106 µm ≤ 75 µm
60
0 20 40 60 80
waktu (jam)
Gambar 46 Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung
terhadap suhu gelatinisasi tepung jagung.
(629 BU) hampir sama dengan viskositas puncak tepung berukuran partikel ≤ 75
µm ( 665 BU) seperti dapat dilihat pada Gambar 47.
VP
800
400
Vp i = 3.17t + 370.9
R2 = 0.7957
200
VP
mempengaruhi densitas dan sudut curah sehingga pada tepung jagung dengan
ukuran partikel kecil, variabel-variabel tersebut tidak mempengaruhi viskositas
puncak. Pada tepung dengan ukuran partikel besar, peningkatan kadar protein,
serat kasar dan lemak akan meningkatkan densitas dan menurunkan sudut curah
sehingga menurunkan viskositas puncak. Semakin mudah bahan mengalir atau
semakin rendah sudut curah, semakin rendah viskositas puncak. Pada tepung
berukuran partikel >150-250 µm, meningkatnya sudut curah (dari 29.4o menjadi
47.6o) akan meningkatkan viskositas puncak (dari 328 BU menjadi 587 BU)
seperti terlihat pada Gambar 50. Sedangkan tepung berukuran partikel ≤ 75 µm
mempunyai kisaran sudut curah yang kecil (45.7–47.7o) sehingga viskositas
puncak hampir sama (665–698 BU), mirip dengan tepung berukuran partikel > 75
– 106 µm (sudut curah 45 – 47.2o dan viskositas puncak 585-662 BU).
800
Viskositas puncak (BU)
600
400
Vpi = 13.002Sr - 30
R 2 = 0.7888
200
> 150 - 250 µm >106 - 150 µm
>75 – 106 µm ≤ 75 µm
0
25 30 35 40 45 50
o
sudut curah ( )
Gambar 50 Pengaruh sudut curah dan ukuran partikel tepung terhadap
viskositas puncak adonan jagung.
Viskositas puncak tepung jagung berkorelasi dengan kadar lemak pada dan
amilosa pada tepung jagung berukuran partikel besar (108-149 µm dan 150-249
µm) (Gambar 51 dan 52). Pengaruh lemak dan amilosa berhubungan dengan
pembentukan kompleks amilosa-lemak yang akan menghambat pengembangan
granula pati. Pada tepung dengan ukuran partikel kecil (75-105.9 µm dan 0.1-74.9
107
800
Viskositas puncak (BU)
600
400
Vpi = -357.83l + 1457.7
R2 = 0.7064
200
> 150 - 250 µm >106 - 150 µm
>75 – 106 µm ≤ 75 µm
0
2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5
kadar lemak (% bk)
800
400
200
> 150 - 250 µm >106 - 150 µm
>75 – 106 µm ≤ 75 µm
0
25 26 27 28 29 30
tepung non fermentasi (-88 BU). Pada tepung jagung berukuran partikel ≤ 75 µm,
fermentasi relatif tidak mengubah viskositas panas selama 15 menit (Vpa15) dan
breakdown viscosity (Gambar 53 dan 54).
800
600
VPa15 (BU)
400
200
> 150 - 250 µm >106 - 150 µm
>75 – 106 µm ≤ 75 µm
0
0 20 40 60 80
waktu (jam)
Gambar 53 Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung
terhadap viskositas panas 15 menit tepung jagung.
200
breakdown viscosity (BU)
100
0
0 20 40 60 80
waktu (jam) Bdi = 1.48x - 77
-100 R2 = 0.8102
Gambar 54 Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung
terhadap breakdown viscosity tepung jagung.
200
breakdown viscosity (BU)
100
0
1.0 2.0 3.0 4.0 5.0
kadar lemak (% bk)
-100
Kadar protein, lemak, serat kasar, abu dan amilosa mempengaruhi sudut
curah pada tepung jagung dengan ukuran partikel besar. Sudut curah tepung
jagung mempengaruhi sifat-sifat tepung jagung dengan ukuran partikel besar
selama proses pemanasan, salah satunya adalah breakdown viscosity (Gambar 56).
111
Peningkatan sudut curah (dari 29.4o menjadi 47.6o) pada partikel tepung
berukuran >150 – 250 µm akan mengubah breakdown viscosity dari -88 BU
menjadi 35 BU. Tepung berukuran partikel kecil mempunyai kisaran sudut curah
kecil (47 - 47.7o) sehingga breakdown viscosity relatif tidak terpengaruh seperti
terlihat pada Gambar 56.
150
breakdown viscosity BU)
100
50
0
25 30 35 40 45 50 55
-50 o
sudut curah ( )
Gambar 56 Pengaruh sudut curah dan ukuran partikel tepung terhadap breakdown
viscosity tepung jagung.
µm dalam Brabender Unit (BU), Bdi adalah breakdown viscosity adonan jagung
berukuran partikel >150-250 µm dalam Brabender Unit (BU), t adalah waktu
fermentasi grits jagung (jam).
(Gambar 57 dan 58). Semakin kecil ukuran partikel tepung, semakin luas
permukaan sehingga lebih besar kemungkinan terjadinya leaching amilosa dari
granula pati. Semakin banyak terjadinya leaching meningkatkan retrogradasi
adonan jagung. Pada tepung berukuran partikel ≤ 75 µm fermentasi grits selama
30 jam menurunkan viskositas dingin (1120 BU) dari tepung non fermentasi (1642
BU) dan fermentasi lanjutan sampai 70 jam meningkatkan lagi viskositas dingin
(1950 BU). Pada tepung berukuran partikel > 150 – 250 µm, peningkatan waktu
fermentasi selama 70 jam meningkatkan viskositas dingin tepung (1263 BU) dari
tepung non fermentasi (983 BU) (Gambar 57).
Pada tepung berukuran partikel ≤ 75 µm fermentasi grits selama 30 jam
jam meningkatkan lagi Vd (2.40) seperti dapat dilihat pada Gambar 58.
Vpa15
113
2500
1500
1000
500
> 150 - 250 µm >106 - 150 µm
>75 – 106 µm ≤ 75 µm
0
0 20 40 60 80
waktu (jam)
Gambar 57 Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung
terhadap viskositas dingin adonan jagung.
4.0
3.0
2.0
1.0
> 150 - 250 µm >106 - 150 µm
>75 – 106 µm ≤ 75 µm
0.0
0 20 40 60 80
waktu (jam)
Gambar 58 Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung
Vd
terhadap adonan jagung.
Vpa15
terlihat pada Gambar 59. Hal ini sesuai dengan penelitian Iwuoha dan Nwakanma
(1998) pada tepung ubi jalar, bahwa semakin besar ukuran partikel ubi jalar,
semakin rendah viskositas adonan saat pendinginan.
VD
semakin besar terjadinya leaching amilosa dari granula pati yang akan
menurunkan kekuatan gel dan meningkatkan kelengketan gel. Pada tepung
berukuran partikel ≤ 75 µm, kekuatan gel relatif tidak berubah dengan
meningkatnya waktu fermentasi (Gambar 60). Pada tepung berukuran partikel
>150-250 µm, fermentasi selama 30 jam meningkatkan kekuatan gel (27.9 gforce)
dari tepung non fermentasi (18.6 gforce), fermentasi lanjutan sampai 45 jam tidak
mengubah kekuatan gelnya (27.6 gforce), dan waktu fermentasi selanjutnya
sampai 70 jam akan menurunkan kekuatan gel (17.6 gforce). Pada tepung
berukuran partikel >106-150 µm, fermentasi selama 45 jam meningkatkan
kekuatan gel (25.4 gforce) dari tepung non fermentasi (13.2 gforce), dan waktu
fermentasi selanjutnya sampai 70 jam akan menurunkan kekuatan gel (14 gforce).
35
Gs i = -0.008t2 + 0.57t + 18.7
30 R 2 = 0.9363
kekuatan gel (g force)
25
20 y
Gs ii = -0.009t2 + 0.663t+ 12.9
15 R2 = 0.9221
10
Gambar 60 Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung
terhadap kekuatan gel tepung jagung
dibandingkan kekuatan gel pati jagung varietas sama yang dimodifikasi secara
oksidasi, yaitu sebesar 25.5 gforce (Nur Aini dan Hariyadi 2007).
Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap kekuatan gel
menunjukkan grafik yang bersifat kuadratik seperti terlihat pada Gambar 65.
Hubungan antara waktu fermentasi grits jagung dan kekuatan gel pada tepung
jagung dapat dinyatakan dengan persamaan:
Gsi = -0.008t2 + 0.57t + 18.7 (R2 = 0.9363)
Gsii = -0.009t2 + 0.66t + 12.9 (R2 = 0.9221)
dimana Gsi dan Gsii adalah kekuatan gel tepung jagung berukuran partikel 150-
249.9 µm dan 106-149.9 µm dalam g force, t adalah waktu fermentasi grits
jagung dalam jam dan R2 adalah koefisien determinasi.
jalar, semakin besar ukuran partikel ubi jalar, semakin rendah viskositas adonan
saat pendinginan.
Fermentasi grits jagung selama 48 jam menghasilkan tepung jagung
dengan kekuatan gel 19.47 gforce, hampir sama dengan kekuatan gel pati jagung
varietas Srikandi yang dimodifikasi secara oksidasi asetilasi, yaitu sebesar 19.23
gforce (Nur-Aini dan Hariyadi 2007). Sedangkan tepung jagung berukuran >150
– 250 µm yang dibuat dengan waktu perendaman grits jagung selama 30 jam
mempunyai kekuatan gel tertinggi yaitu sebesar 27.9 gforce. Kekuatan gel tepung
jagung ini sedikit lebih tinggi dibandingkan kekuatan gel pati jagung varietas
sama yang dimodifikasi secara oksidasi, yaitu sebesar 25.5 gforce (Nur Aini dan
Hariyadi 2007). Pati jagung tersebut dapat digunakan sebagai pengganti gelatin
pada pembuatan marshmallow ceam, sehingga tepung jagung dengan kekuatan
gel hampir sama juga dapat digunakan sebagai pengganti gelatin sebagai gelling
agent.
Pada produk-produk bakery, terjadinya retrogradasi tidak diinginkan
karena dapat mengakibatkan terjadinya staling (pengerasan) produk selama
penyimpanan. Untuk meminimalkan terjadinya hal tersebut, dapat digunakan
tepung hasil fermentasi selama 30 jam dengan ukuran partikel <106 – 150 µm,
>75 – 106 µm atau ≤ 75 µm.
123
Henshaw FO, McWatters KH, Oguntunde AO, Phillips RD. 1996. Pasting
properties of cowpea flour: Effects of soaking and decortication method.
J. Agric. Food Chemistry 44:1864-1870.
Hizukuri S. 1996. Starch: Analytical aspects. Di dalam Eliasson A. editor.
Carbohydrates in food. New York: Marcel Dekker. hlm 363-403.
Hounhouigan DJ, Nout MJR, Nago CM, Houben JH, Rombouts FM. 1993a.
Characterization and frequency distribution of species of lactic acid
bacteria involved in the processing of mawe, a fermented maize dough
from Benin. International Journal of Food Microbiology. 18:279-287.
Hounhouigan DJ, Nout MJR, Nago CM, Houben JH, Rombouts FM. 1993b.
Composition of microbial and physical attributes of mawe, a fermented
maize dough from Benin. International Journal of Food Science and
Technology. 28:513-517.
Hounhouigan DJ, Nout MJR, Nago CM, Houben JH, Rombouts FM. 1993c.
Changes in the physico-chemical properties of maize during natural
fermentation of mawe. Journal of Cereal Science. 17:291-300.
Hoseney RC. 1994. Principles of cereal science and technology. 2nd ed. St. Paul
MN: American Association of Cereal Chemists. hlm 125 – 146.
Hruskova M, Svec I, Kucerova I. 2003. Effect of malt flour addition on the
rheological properties of wheat fermented dough. Czechnia. Journal Food
Science 21:210-218.
Hung PV, Morita N. 2004. Dough properties and bread quality of flours
supplemented with cross-linked cornstarches. Food Research
International 37:461-467.
Ingbian EK, Akpapunam MA. 2005. Appraisal of traditional technologies in the
processing and utilization of mumu; a cereal based local food product.
African Journal of Food and Nutritional Sciences 5(2)
http://www.ajfand.net. (7 Juli 2006).
Ipteknet. 2009. Teknologi tepat guna tentang pengolahan pangan: tanaman
penghasil pati. http://www.iptek.net.id/warintek/htm. Diakses 27 Februari
2009.
Iwuoha CI, Nwakanma MI. 1998. Density and viscosity of cold flour pastes of
cassava (Manihot esculenta Grantz), sweet potato (Ipomoea batatas L.
Lam) and white yam (Dioscorea rotundata Poir) tubers as affected by
concentration and particle size. Carbohydrate Polymers 37: 91-101.
Jayne TS et al. 1996. Effects of market reform on access to food by low-income
households: Evidence from four countries in Eastern and Southern Africa.
Technical Paper No. 25. Bureau for Africa/USAID.
Jobling, S. 2004. Improving starch for food and industrial application. Current
opinion in Plant Biology 7: 210-218.
Johansson ML, Sanni A, Lonner C, Mollin G. 1995. Phenotypic based taxonomy
using API 50 CH of lactobacilli from Nigerian ogi, and the occurrence of
127
Yuan J, Flores RA. 1996. Laboratory dry milling performance of white corn:
effect of physical and chemical corn characteristics. Cereal Chemistry
73:574-578.
Zhang W, Jackson DS. 1992. Retrogradation behavior of wheat starch gels with
differing molecular profiles. J. of Food Science 57:1428-1432.
Zhang G, Hamaker BR. 2005. Sorghum (Shorgum bicolor L. Moench) flour
pasting properties influenced by free fatty acids and protein. Cereal
Chemistry 82:534-540.
132
(a)
(b) (c)
(d) (e)
Keterangan : (a) tepung jagung 60 mesh
(b) tepung jagung berukuran partikel 150 – 249.9 µm
(c) tepung jagung berukuran partikel 106 – 149.9 µm,
(d) tepung jagung berukuran partikel 75 – 105.9 µm,
(e) tepung jagung berukuran partikel 0.1 – 74.9 µm.
133
Lampiran 2 Korelasi antara loose density dan packed density dengan variabel
kimia dan fisik tepung jagung putih yang dipengaruhi waktu
fermentasi butiran jagung
Lampiran 3 Korelasi antara sudut curah dengan variabel kimia dan fisik tepung
jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi butiran jagung
Lampiran 4 Korelasi antara derajat putih dengan variabel kimia dan fisik tepung
jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi butiran jagung
Lampiran 5 Korelasi antara kapasitas penyerapan air dengan variabel kimia dan
fisik tepung jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi butiran
jagung
Variabel Koefisien korelasi
Kadar amilosa -0.442*
Rasio amilosa:amilopektin -0.46*
Kadar protein -0.521*
Kadar serat kasar -0.75**
Kadar abu -0.59**
Loose density -0.462*
Packed density -0.54*
Waktu fermentasi butiran jagung 0.606**
Lampiran 7 Korelasi antara suhu gelatinisasi dengan variabel kimia dan fisik
tepung jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi butiran
jagung
Lampiran 8 Korelasi antara viskositas puncak dengan variabel kimia dan fisik
tepung jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi butiran
jagung
Koefisien korelasi
Variabel Viskositas Viskositas panas Breakdown
panas 15 menit viscosity
Kadar protein -0.659** -0.827** 0.435*
pH -0.679** -0.584** -
Kadar gula reduksi -0.575** -0.478* -
Kadar serat kasar - -0.618** 0.601**
Kadar lemak - -0.642** -
Kadar abu -0.494* -0.676** 0.535*
Kadar amilosa - -0.486* -
Loose density - -0.717** 0.631**
Packed density -0.568** -0.849** 0.596**
Kapasitas penyerapan air 0.439* 0.684** -0.482*
Viskositas puncak 0.876** 0.735** -
Waktu fermentasi grits 0.587** 0.799** -0.557**
jagung
Lampiran 10 Korelasi antara retrogradasi pasta jagung dengan variabel kimia dan
fisik tepung jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi grits
jagung
Koefisien korelasi
Variabel Viskositas Setback Rasio VD:VPa15
dingin
viscosity
Rasio pati:gula reduksi -0.484* -0.588** -0.577**
Kadar protein - 0.496* 0.815**
Kadar lemak - - 0.645**
Kadar serat kasar - - 0.614**
Kadar abu - - 0.55**
Kadar gula reduksi - - 0.584**
Loose density - - 0.67**
Packed density - - 0.802**
pH - - 0.434*
Kapasitas penyerapan air - - -0.542*
Viskositas puncak - -0.664** -0.745**
Viskositas panas - -0.645** -0.627**
Waktu fermentasi grits - - -0.691**
jagung
Lampiran 11 Korelasi antara kekuatan dan kelengketan gel dengan variabel kimia
dan fisik tepung jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi
grits jagung
Koefisien korelasi
Variabel Kekuatan gel Kelengketan gel
Kadar protein -0.832** 0.463*
Rasio pati:protein 0.74** -0.443*
Kadar gula reduksi -0.901** -
pH -0.867** -
Kadar abu -0.801** 0.536*
Kadar serat kasar -0.666** -
Kadar air - -0.517*
Kadar lemak - 0.658**
Kadar amilosa - 0.636**
Packed density -0.685** 0.687**
Kapasitas penyerapan air 0.669** -
Sudut curah 0.685** -0.603**
Suhu gelatinisasi -0.467* -0.554**
Viskositas puncak 0.715** -
Viskositas panas 0.74** -
Viskositas panas 15 menit 0.578** -0.544*
Breakdown viscosity - 0.583**
Rasio VD:VPa15 -0.638** -
Waktu fermentasi grits jagung 0.642** -0.777*
Keterangan: * = korelasi nyata pada taraf 0.05
** = korelasi nyata pada taraf 0.01
143
Lampiran 12 Korelasi antara loose density dan packed density dengan variabel
kimia dan fisik tepung jagung putih yang dipengaruhi waktu
fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung
Lampiran 13 Korelasi antara sudut curah dengan variabel kimia dan fisik tepung
jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi grits jagung dan
ukuran partikel tepung
Lampiran 14 Korelasi antara derajat putih dengan variabel kimia dan fisik tepung
jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi grits jagung dan
ukuran partikel tepung
Lampiran 16 Korelasi antara suhu gelatinisasi dengan variabel kimia dan fisik
tepung jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi grits jagung
dan ukuran partikel tepung
Lampiran 17 Korelasi antara viskositas puncak dengan variabel kimia dan fisik
tepung jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi grits jagung
dan ukuran partikel tepung
Lampiran 19 Korelasi antara retrogradasi pasta jagung dengan variabel kimia dan
fisik tepung jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi grits
jagung dan ukuran partikel tepung
Lampiran 20 Korelasi antara kekuatan gel dengan variabel kimia dan fisik tepung
jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi grits jagung dan
ukuran partikel tepung
Lampiran 21 Kadar amilosa tepung jagung yang dihasilkan dengan variasi waktu
fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung
5.1 Simpulan
Sifat fisik, kimia dan fungsional tepung jagung dipengaruhi waktu fermentasi grits
jagung dan ukuran partikel tepung jagung.
1. Fermentasi grits jagung putih menurunkan kadar protein, lemak, serat kasar,
abu, pati, gula reduksi, pH, densitas kamba dan kapasitas penyerapan minyak
pada tepung yang dihasilkan; sedangkan sudut curah, derajat putih dan
kapasitas penyerapan air meningkat.
2. Proses fermentasi grits jagung putih selama 24 jam menurunkan suhu
gelatinisasi tepung jagung (76.2oC) dibandingkan tepung jagung yang dibuat
tanpa fermentasi (82oC) karena adanya leaching pada sebagian granula yang
bersifat amorf mengakibatkan partikel tepung jagung yang dihasilkan mudah
tergelatinisasi sehingga suhu gelatinisasi menurun. Fermentasi grits selama
perendaman 24 sampai 48 jam relatif tidak mengubah suhu gelatinisasi tepung
jagung, sedangkan proses fermentasi selama perendaman 72 jam
meningkatkan suhu gelatinisasi tepung jagung (85.2oC).
3. Tepung jagung yang dibuat tanpa fermentasi mempunyai viskositas puncak
493 BU, dan proses fermentasi sampai 36 jam menghasilkan tepung jagung
dengan viskositas puncak relative tetap (560 BU). Selanjutnya proses
fermentasi selama 48 jam menghasilkan tepung jagung dengan viskositas
puncak meningkat (648 BU), hampir sama dengan viskositas puncak tepung
jagung yang dihasilkan dengan perendaman grits jagung selama 60 jam (573
BU). Proses fermentasi grits jagung selama 72 jam menghasilkan tepung
jagung dengan viskositas puncak menurun lagi (550 BU), hampir sama
dengan viskositas puncak tepung jagung tanpa fermentasi.
4. Tepung jagung yang dihasilkan dengan proses fermentasi jagung selama 12
jam mempunyai breakdown viscosity 0 BU, sehingga stabilitas pemanasan
lebih tinggi daripada tepung jagung yang dibuat tanpa fermentasi (68 BU).
Stabilitas ini terus dipertahankan selama fermentasi sampai jam ke 60, dan
setelah 72 jam stabilitas pemanasan menurun menjadi -60 BU.
121
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
PENGARUH FERMENTASI SPONTAN SELAMA
PERENDAMAN GRITS JAGUNG PUTIH VARIETAS
LOKAL (Zea mays L.) TERHADAP KARAKTERISTIK
FISIK, KIMIA DAN FUNGSIONAL TEPUNG YANG
DIHASILKAN
NUR AINI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
2
Nur Aini
NRP. F261040021
3
ABSTRACT
The uses of white corn in food industry in Indonesia are still limited. To
explore the potential uses, evaluation of chemical physical, and functional
properties of white corn flour is needed. The objective of this study was to
evaluate chemical, physical and functional properties of white corn flour, and its
changes as affected by spontaneous fermentation during soaking of white corn
grits. Corn flour was prepared by soaking of white corn grits followed by drying
and grinding. Soaking was done at closed pan and controlled temperature, to
promote spontaneous fermentation. The resulted flour was fractionated using
multiple sieve of 100 mesh (150 µm), 150 mesh (106 µm) and 200 mesh (75µm)
and analyzed for its chemicals, physicals and functional characteristics.
Fermentation process as long as 24 hr will reduce gelatinization temperature (Tg)
of resulted flour from 82oC to 76.2oC; but finally Tg would increase (85.2oC) at
72 hr of fermentation. Fermentation process of corn grits do not affect its peak
viscosity (in the range of 493 -560BU), but will increase only after fermentation
of more than 48-60 hr (648 -573 BU); and further fermentation would reduce the
peak viscosity (550 BU)similar to that of flour resulted from process without
fermentation. Flour resulted from corn grits after fermentation process of 12 hr
has breakdown viscosity of 0 BU. This suggests that heat stability of flour
produced from corn grits after 12 hr fermentation is higher that that of control
flour (breakdown viscosity of 68 BU). The breakdown viscosity was maintained
relatively constant until fermentation process up to 60 hr; and finally decreases to
-60 BU after 72 hr of fermentation. Measured as ratio of cold viscosity/hot
viscosity after 15 minutes of stirring at constant temperature of 95oC ( Vd ),
Vpa15
tendency of retrogradation was reduced by fermentation process for 48 hr ( Vd =
Vpa15
1.87) as compared to that of control ( Vd = 2.97). After 48 fermentation of corn
Vpa15
grits do not affect the tendency of retrogradation of the resulted flour; at which
Vd remain at 2.14. Flour produced using fermentation process of corn grits
Vpa15
exhibit very high gel strength. After 48 hr fermentation of corn grits, the flour
has gel strength of 19.47 gforce, very high as compared to that of control flour of
5.95 gforce. Further fermentation of more than 48 hr only slightly reduced the gel
strength to 14.48 gforce, still very high as compared to that of control flour. The
smaller particle size, the lower fiber content, loose density, packed density,
gelatinization temperature and gel strength o, the higher protein and fat content,
angle of repose, whiteness, water absorption capacity, oil absorption capacity,
peak viscosity, breakdown viscosity, tendency of retrogradation and gel stickiness
4
of the resulted flour. Using correlation and regression analysis several correlation
equations were proposed to be used as a prediction tools of several chemical,
physical and functional properties as affected by extend of fermentation process
and particle size of flour. Several equations proposes were Tg = 0.006t2 - 0.39t +
82.8; Vpa15 = 2.17t + 452.3, Gsi = -0.0084t2 + 0.57t + 18.754, Gsii = -0.0091t2
+ 0.6628T + 12.923, where Tg is gelatinization temperature (oC), Vpa15 is hot
viscosity after 15 minutes constant stirring (Brabender Unit; BU), Gsi and Gsii are
gel strength (gforce) of corn flour with particle size of >150-250 µm and >106-
150 µm, respectively, and t is length of fermentation (steeping) of corn grits (hr).
Overall, our results showed that control of length of fermentation of corn grits and
particle size may be used as a mean t control several chemical, physical and
functioal properties of the resulted corn flour.
.
5
RINGKASAN
gforce). Pada tepung berukuran partikel >106-150 µm, fermentasi selama 45 jam
meningkatkan kekuatan gel (25.4 gforce) dari tepung non fermentasi (13.2
gforce), dan waktu fermentasi selanjutnya sampai 70 jam akan menurunkan
kekuatan gel (14 gforce).
Dengan menggunakan analisa korelasi dan regresi, diperoleh beberapa
persamaan yang bisa digunakan untuk memprediksi pengaruh lama proses
fermentasi spontan (perendaman) terhadap beberapa sifat fisik, kimia dan
fungsional. Beberapa persamaan tersebut adalah Tg = 0.006t2 - 0.39t + 82.8;
Vpa15 = 2.17t + 452.3, Gsi = -0.0084t2 + 0.57t + 18.754, Gsii = -0.0091t2 +
0.6628T + 12.923 dimana Tg adalah suhu gelatinisasi (oC), Vpa15 adalah
viskositas panas 15 menit (BU), Gsi dan Gsii adalah kekuatan gel tepung jagung
berukuran partikel >150-250 µm dan >106-150 µm dalam g force, dan t adalah
waktu fermentasi grits jagung (jam). Penelitian ini menunjukkan bahwa
pengaturan lama proses fermentasi dan ukuran partikel dapat digunakan untuk
mengendalikan beberapa sifat fisik, kimia dan fungsional tepung jagung putih.
Kata kunci: jagung putih, fermentasi spontan, ukuran partikel, fisik, kimia,
fungsional
8
NUR AINI
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
10
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Tien R. Muchtadi, M.Si Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si
Anggota Anggota
Mengetahui
Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S
PRAKATA
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi rahmat dan berkahNya
sehingga penulisan disertasi yang berjudul ”Pengaruh Fermentasi Spontan Selama
Perendaman Grits Jagung Putih Varietas Lokal (Zea mays L.) Terhadap
Karakteristik Fisik, Kimia dan Fungsional Tepung yang Dihasilkan” dapat
diselesaikan. Disertasi ini dibuat sebagai salah satu syarat mahasiswa pascasarjana
program S3 untuk meraih gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Pangan, Institut
Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan
terimakasih yang sangat tulus dan mendalam kepada Ketua Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, M.Sc yang telah banyak meluangkan waktu untuk
membimbing, berdiskusi, memberikan arahan dan wawasan ilmu terutama di
bidang rekayasa pangan serta memberikan dorongan moril sehingga penulis dapat
menyelesaikan program S3 ini; anggota Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Tien R.
Muchtadi, M.S. dan Dr. Ir. Nuri Andarwulan yang telah meluangkan waktu
dalam membimbing, memberikan saran dan tambahan pengetahuan kepada
penulis.
Terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Dedi Fardiaz, M.Sc sebagai dosen
penguji luar komisi pada ujian tertutup atas saran-saran dan masukannya yang
sangat menambah cakrawala pengetahuan penulis terutama di bidang Ilmu
Pangan, serta demi kesempurnaan Disertasi ini.
Terima kasih kepada Dr. Ir. S. Joni Munarso, MS dan Dr. Ir. Titi Candra
Sunarti, M.Si sebagai dosen penguji pada ujian terbuka atas saran-saran, diskusi
dan masukannya yang menambah pengetahuan penulis dan demi kesempurnaan
Disertasi ini.
Terima kasih kepada Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc selaku ketua
Program Studi Ilmu Pangan atas saran-saran dan masukannya pada ujian tertutup.
Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc sebagai
pimpinan sidang pada ujian tertutup, juga atas saran-saran dan masukannya; juga
kepada Dr. Ir. Sam Herodian, MS sebagai Dekan Fakultas Teknologi Pertanian
atas kesediaannya sebagai pimpinan sidang pada Ujian terbuka.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada para Staf Pengajar di
lingkungan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, khususnya pada
Program Studi Ilmu Pangan yang telah memberikan ilmu dan pengalaman selama
penulis menempuh pendidikan di IPB.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Rektor Universitas
Jenderal Soedirman, Dekan Fakultas Pertanian, Ketua Jurusan Teknologi
Pertanian dan Ketua Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas
Jenderal Soedirman Purwokerto atas ijin dan kesempatan yang diberikan kepada
penulis untuk menempuh pendidikan di IPB.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi (Dikti) yang telah memberikan Beasiswa Program Pasca Sarjana (BPPS)
untuk penulis mengikuti program Doktor di IPB. Ucapan terimakasih juga
penulis sampaikan kepada Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
(DP2M) Dikti yang telah membantu sebagian dana penelitian melalui program
Hibah Bersaing XIV 2006-2007. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada
12
Nur Aini
13
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pati tanggal 1 Februari 1973 dari Bapak Munawar
dan ibu Muslihah. Penulis merupakan putri kedua dari lima bersaudara.
Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Pengolahan Hasil Pertanian, Fakultas
Teknologi Pertanian UGM pada tahun 1990 sampai 1995. Pada tahun 1999,
penulis diterima di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Program Pasca
Sarjana UGM dan menyelesaikannya pada tahun 2001. Kesempatan untuk
melanjutkan ke program doktor pada Program Studi Ilmu Pangan IPB diperoleh
pada tahun 2004. Beasiswa pendidikan diperoleh dari Beasiswa Program Pasca
Sarjana (BPPS) Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan
Nasional.
Penulis bekerja sebagai dosen di Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas
Pertanian Universitas Jendral Soedirman Purwokerto sejak tahun 1997 sampai
sekarang.
Karya ilmiah berjudul Hubungan Sifat Fisikokimia dan Amilografi
Tepung Jagung Putih yang Dipengaruhi Waktu Perendaman Grits Jagung telah
disajikan pada Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan (PATPI) di
Palembang pada bulan Oktober 2008. Sebuah artikel telah diterbitkan dengan
judul Hubungan Sifat Kimia dan Rheologi Tepung Jagung Putih dengan
Fermentasi Spontan Grits Jagung di Forum Pasca Sarjana IPB volume 2 tahun
2009. Artikel-artikel tersebut merupakan bagian dari disertasi penulis dalam
menyelesaikan program S3.
14
Penguji pada Ujian Tertutup : Prof. Dr. Ir. Dedi Fardiaz, M.Sc
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL iii
DAFTAR GAMBAR v
DAFTAR ISTILAH X
1. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar belakang 1
1.2 Tujuan penelitian 6
1.3 Manfaat penelitian 6
2. TINJAUAN PUSTAKA 7
2.1 Komposisi kimia dan anatomi biji jagung 7
2.2 Jagung putih 9
2.3 Tepung jagung 11
2.4 Pati jagung 12
2.4.1 Amilosa 14
2.4.2 Amilopektin 15
2.5 Fermentasi spontan pada proses pengolahan serealia dan 15
umbi-umbian
2.6 Sifat fisik tepung 17
2.6.1 Ukuran partikel 18
2.6.2 Densitas kamba 19
2.6.3 Sifat alir 20
2.7 Sifat fungsional adonan 21
2.7.1 Gelatinisasi dan sifat adonan 21
2.7.2 Sifat rheologi 24
LAMPIRAN 133
17
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Beberapa proses fermentasi spontan yang dilakukan pada 5
serealia dan umbi-umbian
2. Distribusi komponen-komponen utama jagung 9
3. Komposisi kimia jagung putih dan kuning 10
4. Beberapa sifat penting amilosa dan amilopektin 14
5. Komposisi kimia jagung putih pipilan, grits jagung dan tepung 40
jagung
6. Komposisi kimia tepung jagung putih yang dihasilkan dengan 40
variasi waktu fermentasi grits jagung
7. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap pH air 42
perendam
8. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap kadar pati, 46
gula reduksi dan pH tepung jagung yang dihasilkan
9. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap kadar amilosa 48
tepung jagung
10. Loose dan packed density tepung jagung dengan variasi waktu 50
fermentasi grits jagung
11. Sudut curah tepung jagung yang dihasilkan dengan variasi waktu 55
fermentasi grits jagung
12. Derajat putih tepung jagung yang dihasilkan dengan variasi 57
waktu fermentasi grits jagung
13. Kapasitas penyerapan air tepung jagung yang dihasilkan dengan 60
variasi waktu fermentasi grits jagung
14. Kapasitas penyerapan minyak tepung jagung yang dihasilkan 61
dengan variasi waktu fermentasi grits jagung
15. Suhu gelatinisasi adonan jagung yang dihasilkan dengan variasi 63
waktu fermentasi grits jagung
16. Viskositas puncak adonan jagung yang dihasilkan dengan variasi 65
waktu fermentasi grits jagung
17. Sifat-sifat adonan jagung selama pemanasan yang dihasilkan 67
dengan variasi waktu fermentasi grits jagung
18. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap kecenderungan 73
retrogradasi adonan tepung jagung
19. Sifat gel adonan jagung yang dihasilkan dengan variasi waktu 75
fermentasi grits jagung
18
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Potongan melintang jagung yang menunjukkan lokasi 7
komponen-komponen utama
2. Jagung putih dan kuning 10
3. Struktur internal dan organisasi granula pati 13
4. Ilustrasi kurva sifat-sifat gelatinisasi 23
5. Jagung putih yang digunakan 25
6. Pembuatan tepung jagung putih 27
7. Diagram alir jalannya penelitian tahap 1 dan 2 29
8. Diagram alir jalannya penelitian tahap 3 30
9. Bahan baku yang digunakan (a) jagung putih pipilan (b) grits 39
jagung
10. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap kadar 43
protein tepung jagung
11. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap 44
konduktivitas air perendam
12. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap pH tepung 46
jagung
13. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap kadar gula 47
reduksi tepung jagung
14. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap distribusi 49
ukuran partikel tepung jagung
15. Pengaruh kadar protein terhadap packed density tepung 51
jagung
16. Pengaruh kadar serat kasar terhadap loose density tepung 52
jagung
17. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap densitas 54
kamba tepung jagung
18. Pengaruh loose density terhadap sudut curah tepung jagung 56
19. Tepung jagung yang dibuat dari fermentasi grits jagung 57
selama 0, 36 dan 60 jam
20. Pengaruh kadar protein terhadap derajat putih tepung jagung 58
21. Pengaruh packed density terhadap derajat putih tepung jagung 59
22. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap suhu 64
gelatinisasi adonan jagung
20
43. Pengaruh packed density dan ukuran partikel tepung terhadap 101
derajat putih tepung jagung.
44. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel 102
tepung terhadap kapasitas penyerapan air tepung jagung.
45. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel 103
tepung terhadap kapasitas penyerapan minyak tepung jagung.
46. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel 104
tepung terhadap suhu gelatinisasi tepung jagung.
47. Pengaruh ukuran partikel terhadap amilografi tepung jagung 105
non fermentasi
48. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel 106
tepung terhadap viskositas puncak tepung jagung.
49. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap amilografi 106
tepung jagung berukuran partikel ≤ 75 µm
50. Pengaruh sudut curah dan ukuran partikel tepung terhadap 107
viskositas puncak adonan jagung.
51. Pengaruh kadar lemak dan ukuran partikel tepung terhadap 108
viskositas puncak adonan jagung
52. Pengaruh kadar amilosa dan ukuran partikel tepung terhadap 109
viskositas puncak adonan jagung.
53. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel 110
tepung terhadap viskositas panas 15 menit pasta jagung.
54. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel 110
tepung terhadap breakdown viscosity pasta jagung.
55. Pengaruh kadar lemak dan ukuran partikel tepung terhadap 111
breakdown viscosity pasta jagung.
56. Pengaruh sudut curah dan ukuran partikel tepung terhadap 112
breakdown viscosity pasta jagung.
57. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel 114
tepung terhadap viskositas dingin pasta jagung.
58. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel 114
Vd
tepung terhadap adonan jagung.
Vpa15
59. Pengaruh ukuran partikel tepung terhadap amilografi tepung 115
jagung fermentasi 70 jam
60. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel 116
tepung terhadap kekuatan gel tepung jagung
22
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Partikel tepung jagung fermentasi 45 jam dilihat menggunakan 133
scanning electron microscope (SEM)
2. Korelasi antara loose density dan packed density dengan 134
variabel kimia dan fisik tepung jagung putih yang dipengaruhi
waktu fermentasi grits jagung
3. Korelasi antara sudut curah dengan variabel kimia dan fisik 135
tepung jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi grits
jagung
4. Korelasi antara derajat putih dengan variabel kimia dan fisik 136
tepung jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi grits
jagung
5. Korelasi antara kapasitas penyerapan air dengan variabel 137
kimia dan fisik tepung jagung putih yang dipengaruhi waktu
fermentasi grits jagung
DAFTAR ISTILAH
Istilah Arti
Grits jagung Jagung pipilan yang digiling menggunakan pin disc mill
sehingga dihasilkan jagung dengan ukuran partikel ± 4mm
Sifat fungsional Sifat suatu bahan maupun komponen bahan yang dapat
mencirikan fungsinya dalam suatu sistem
Suhu gelatinisasi suhu awal mulai terjadi peningkatan viskositas selama
pemanasan
Viskositas puncak viskositas tertinggi yang dicapai selama pemanasan
(VP)
Viskositas panas viskositas yang dicapai pada suhu 95oC
(Vpa)
Viskositas panas viskositas setelah dipertahankan selama 15 menit pada
15 menit (Vpa15) suhu 95oC
Breakdown Perubahan viskositas yang terjadi ketika suspensi
viscosity dipanaskan pada suhu 95°C selama 15 menit (VP – Vpa15)
Viskositas dingin viskositas yang dicapai pada saat suhu diturunkan ke
(VD) 50oC
Setback viscosity perubahan viskositas yang terjadi ketika suspensi
diturunkan suhunya dari viskositas puncak (VD- VP)
Kekuatan gel gaya yang diberikan pada saat gel mulai pecah
Koefisien korelasi Keeratan hubungan linier antara sepasang peubah x dan
(r) y, yang tidak ditentukan mana variabel bebas dan variabel
tidak bebas
Koefisien Koefisien keragaman; keeratan hubungan antara sepasang
determinasi atau peubah x dan y, yang diketahui variabel bebas dan
koefisien regresi variabel tidak bebas
(R2)
1. PENDAHULUAN
defisiensi beberapa zat gizi dapat lebih mudah difortifikasi atau disuplementasi
jika dalam bentuk tepung.
Ukuran partikel merupakan salah satu sifat fisik penting karena perannya
dalam unit operasi seperti mixing, pengeringan, ekstrusi dan pneumatic handling.
Selain itu ukuran partikel tepung penting dalam evaluasi kualitas dan sifat tepung
selama pengolahan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ukuran dan
distribusi ukuran partikel tepung mempengaruhi sifat fisik, kimia dan fungsional
tepung. Iwuoha dan Nwakanma (1998) menyatakan bahwa semakin besar ukuran
partikel tepung ubi jalar, semakin rendah densitas dan viskositas adonan pada saat
pendinginan. Bedolla dan Rooney (1984) menyatakan bahwa ukuran partikel
tepung jagung ternikstamalisasi berkorelasi positif dengan suhu gelatinisasi,
semakin tinggi ukuran partikel tepung jagung semakin tinggi suhu gelatinisasi.
Meningkatnya ukuran partikel tepung amaranth juga meningkatkan suhu
gelatinisasi (Valdez-Niebla et al.1993). Cadden (1987) menyatakan bahwa ukuran
partikel yang semakin kecil menurunkan daya alir tepung.
Sifat fisik produk yang berbasis tepung sangat dipengaruhi sifat-sifat
fungsional adonan. Viskositas adonan tepung penting dalam penggunaannya
sebagai pengganti gum. Water holding capacity, kelarutan tepung dan viskositas
adonan merupakan parameter penting yang menentukan kualitas bahan sumber
karbohidrat yang digunakan sebagai fat substitutes. Indeks penyerapan air dan
indeks kelarutan air berguna dalam formulasi adonan makanan dan aplikasi
minuman karena sifat alami hidrofobik/hidrofiliknya. Sedangkan indeks
penyerapan lemak dapat menunjukkan interaksi alami antara lemak dengan
komponen tepung.
Salah satu proses pengolahan umbi-umbian dan serealia menjadi tepung
dan adonan adalah metode fermentasi spontan yang dapat dilakukan secara
sederhana yaitu merendam bahan di dalam air selama selang waktu tertentu.
Menurut Sefa-Dedeh dan Cornelius (2000) perendaman biji-bijian dalam air yang
berlebihan akan diikuti pertumbuhan beberapa mikroorganisme yang diinginkan,
seperti bakteri asam laktat, yeast, dan jamur. Menurut Latunde-Dada (2009), pada
proses fermentasi sereal seperti jagung, sorgum dan milet menjadi ogi dan agidi
terdapat peran beberapa mikroorganisme seperti Saccharomyces cereviceae,
4
Tabel 1 Beberapa proses fermentai spontan yang dilakukan pada serealia dan
umbi-umbian
Peneliti Bahan baku dan Perubahan sifat produk yang
produk dihasilkan
Subagio Fermentasi ubi kayu • Kadar serat tepung menurun
(2006) selama 12 – 72 jam • Kemampuan pembentukan gel
menghasilkan tepung dan daya rehidrasi meningkat
ubi kayu terfermentasi • Viskositas adonan panas dan
dingin meningkat
Dufour et al. Fermentasi adonan • Viskositas maksimum adonan
(2006) dari ubi kayu menurun
• Daya pengembangan meningkat
Elkhalifa et Fermentasi sorghum • Densitas menurun 10 %
al. (2005) 24 jam menghasilkan
tepung sorghum
Onofiok dan Fermentasi sereal • Densitas dan viskositas adonan
Nnanyelugo menghasilkan menurun
(1998) makanan sapihan
Onyango et Fermentasi sereal • Viskositas menurun
al. (2003) menjadi ogi
2 TINJAUAN PUSTAKA
Biji jagung terdiri atas tiga bagian utama, yaitu (a) perikarp, lapisan luar
yang tipis, berfungsi mencegah embrio dari organisme pengganggu dan
kehilangan air; (b) endosperm, sebagai cadangan makanan, mencapai 75% dari
bobot biji yang mengandung 90% pati dan 10% protein, mineral, minyak, dan
lainnya; dan (c) lembaga atau germ, sebagai miniatur tanaman yang terdiri atas
plamule, akar radikal, scutelum, dan koleoptil (Hardman dan Gunsolus 1998).
Bagian-bagian biji jagung ini dapat dilihat pada Gambar 1. Selain itu biji jagung
juga mengandung tip cap yaitu bagian yang menghubungkan biji dengan janggel.
endosperm) dan bagian yang keras (horny endosperm). Pati endosperm tersusun
dari senyawa anhidroglukosa yang sebagian besar terdiri atas dua molekul, yaitu
amilosa dan amilopektin, dan sebagian kecil bahan antara (White 1994). Namun
pada beberapa jenis jagung terdapat variasi proporsi kandungan amilosa dan
amilopektin.
Protein endosperm jagung terdiri atas beberapa fraksi, yang berdasarkan
kelarutannya diklasifikasikan menjadi albumin (larut dalam air), globumin (larut
dalam garam), zein atau prolamin (larut dalam alkohol konsentrasi tinggi), dan
glutelin (larut dalam alkali). Proporsi masing-masing fraksi protein pada
endosperm adalah 3% albumin, 3% globulin, 60 % zein, dan glutelin 26% (Vasal
1994).
Zein merupakan protein penyimpanan terbesar pada endosperm jagung.
Berdasarkan pada konstanta sedimentasi dan difusi, molekul zein mempunyai
bentuk globula panjang (rasio axial sekitar 15:1). Protein zein mempunyai
komposisi asam amino dengan kadar asam glutamat, prolin, leusin dan alanin
yang tinggi; serta kadar lisin, triptofan, histidin dan metionin yang rendah.
Berdasarkan pada perbedaan kelarutan, ada 2 jenis protein zein yaitu α-zein yang
larut pada etanol 95 % dan ß-zein yang larut pada etanol 60 %. α-zein
mengandung lebih banyak histidin, arginin, prolin dan metionin daripada ß-zein
(Laszity 1986).
Protein glutelin tidak hanya berfungsi sebagai protein penyimpanan, tetapi
juga sebagai protein struktural (protein membran atau protein kompleks, protein
dinding sel). Protein glutelin mempunyai kadar lisin, arginin, histidin dan kadar
triptofan lebih tinggi daripada zein, tetapi mempunyai kadar asam glutamat yang
lebih rendah.
Lembaga merupakan bagian biji jagung dengan porsi yang cukup besar.
Pada biji jagung tipe gigi kuda, lembaga meliputi 11,5% dari bobot keseluruhan
biji. Lembaga tersusun atas dua bagian yaitu scutelum dan poros embrio
(embryonic axis). Lembaga dicirikan oleh tingginya kadar lemak (33.2%), protein
(18.4%), dan mineral (10.5%) (Tabel 2).
9
Jagung putih yang murni cocok untuk pengolahan jagung terutama untuk
produk penggilingan kering (Poneleit 2001). Jagung putih juga digunakan dalam
proses pemasakan dengan kapur untuk membuat tortilla, chips jagung dan snack
(Hansen & Van der Sluis 2004). Karena jagung putih umumnya diproses dengan
penggilingan kering, pemasakan dengan basa atau penggilingan basah, faktor
penting yang perlu dipertimbangkan adalah true density. True density jagung
11
putih rata-rata 1.34 g/cm3, sedikit lebih tinggi daripada jenis jagung lain yaitu 1.3
g/cm3. True density yang tinggi merupakan indikator kekerasan dan diinginkan
untuk penggilingan kering dan pemasakan dengan kapur (US Grain Council
2006).
Gambar 3 Struktur internal dan organisasi granula pati (Gallant et al. 1997)
2.4.1 Amilosa
Amilosa merupakan homoglikan D-glukosa dengan ikatan α-(1,4) dari
struktur cincin piranosa. Amilosa umumnya dinyatakan sebagai bagian linier dari
pati meskipun sebenarnya jika dihidrolisis dengan β-amilase pada beberapa jenis
14
2.4.2 Amilopektin
Amilopektin merupakan komponen utama dari pati dan merupakan
polisakarida terbesar. Amilopektin merupakan polimer yang mempunyai ikatan
α-(1,4) pada rantai lurusnya serta ikatan β-(1,6) pada titik percabangannya.
Ikatan percabangan tersebut berjumlah sekitar 4-5% dari keseluruhan ikatan yang
15
yang halus dengan kadar padatan sekitar 8% (Banigo dan Muller 1972). Uji dari
Kenya merupakan produk yang serupa dengan ogi tetapi sebelum dicampur
dengan air dan difermentasi dilakukan penggilingan terlebih dahulu. Slurry awal
terdiri dari 30 % padatan yang kemudian difermentasi spontan selama 2 sampai 5
hari sampai menghasilkan 0.3 sampai 0.5 % asam laktat. Slurry kemudian
diencerkan sehingga kadar padatan menjadi 4 sampai 5% dan ditambahkan 6%
sukrosa untuk dikonsumsi (Gatumbi dan Muriru 1987).
Proses fermentasi spontan dilakukan dengan cara merendam bahan dalam
air pada selang waktu tertentu dengan memanfaatkan mikroorganisme dari
lingkungan. Selama proses perendaman tersebut terjadi perubahan sifat yang
disebabkan adanya aktivitas bakteri antara lain adalah bakteri asam laktat
(Hounhouigan et al. 1993a, Johansson et al. 1995). Menurut Hounhouigan et al.
(1993a), Lactobacillus fermentum dan Lactobacillus brevis merupakan spesies
utama yang ditemukan di mawe, adonan dari jagung yang difermentasi.
Sedangkan Johansson et al. (1995) menyatakan bahwa Lactobacillus plantarum
merupakan mikroorganisme dominan yang berada pada ogi. Nago et al. (1998)
menemukan 65 strain bakteri asam laktat yang diisolasi dari ogi yang berasal dari
Benin, yang pada umumnya adalah lactobacilli yang bersifat heterofermentatif.
Tiga spesies yang utama (sekitar 90%) adalah Lactobacillus fermentum biotype
cellobiosus, Lactobacillus brevis dan Lactobacillus fermentum; sedangkan yang
lain adalah Lactobacillus curvatus dan Lactobacillus buchneri (6%). Sedangkan
Akinrele (1970) mengidentifikasi Lactobacillus plantarum, Corynebacterium sp.
dan Aerobacter cloacae sebagai mikroorganisme yang dominan pada ogi Nigeria.
Selain bakteri juga ditemukan adanya yeast pada proses fermentasi
serealia (Nago et al. 1998, Hounhouigan et al. 1993b, Akinrele 1970). Menurut
Nago et al. (1998) pada ogi dari Benin diisolasi 54 strain yeast, 41% merupakan
spesies Candida, yang meliputi C. humicola dan C. krusei. Sebanyak 26%
diidentifikasi sebagai isolat yeast Geotrichum; sedangkan isolat lain diidentifikasi
sebagai Cryptococcus dan Trichosporan. Hounhouigan et al. (1993b) mengisolasi
Candida krusei dan Candida kefyr dari mawe. Sementara itu Akinrele (1970)
mengisolasi Candida krusei, Rhodotorula spp, Saccharomyces cerevisiae dan
Candida mycoderma dari ogi.
17
(i) Viskositas puncak (VP): viskositas maksimum yang dicapai selama proses
pemanasan
(ii) Viskositas panas (Vpa): viskositas yang dicapai pada suhu 95oC.
(iii) Viskositas panas 15 menit (Vpa15): viskositas yang dicapai pada suhu 95oC
setelah dipertahankan selama 15 menit
(iv) Viskositas dingin (VD): viskositas yang dicapai pada waktu pendinginan
mencapai suhu 50oC
Selain itu ada sifat-sifat lain yang diperoleh dengan cara menghitung dari sifat-
sifat di atas yaitu:
(i) Breakdown (BD) = VP – Vpa15
(ii) Setback (SB) = VD – VP
VD
(iii) Rasio viskositas dingin:viskositas panas 15 =
Vpa15
b. Analisa sifat fisik, kimia dan fungsional tepung jagung putih yang
dihasilkan pada tahap 1a. Sifat tepung yang dianalisa meliputi: kadar air,
kadar protein, kadar lemak, kadar serat kasar, kadar pati, kadar gula
reduksi, kadar amilosa, kapasitas penyerapan air, kapasitas penyerapan
minyak, loose density, packed density, sudut curah, derajat putih, suhu
gelatinisasi, viskositas puncak, viskositas panas, viskositas panas selama
15 menit, viskositas dingin, kekuatan dan kelengketan gel. Analisa data
yang dihasilkan pada tahap 1b. Antar sifat fisik, kimia dan fungsional
dianalisa korelasi untuk mengetahui hubungan keeratan masing-masing
variabel sehingga didapat nilai koefisien korelasi (r) antar variabel.
27
Penggilingan
Pengayakan 60 mesh
2. Pembuatan tepung jagung 60 mesh dengan waktu fermentasi 15, 30, 45, 57.5
dan 70 jam jagung menggunakan metode seperti pada tahap 1a. Tepung
28
jagung putih yang dihasilkan dianalisa sifat fisik, kimia dan fungsional seperti
pada point 1b. Apabila pada tahap 1 diperoleh model prediktif dengan nilai
R2 yang memadai, maka akan dilakukan pengujian lebih lanjut; sebagai upaya
validasi kemampuan pendugaannya dibandingkan dengan hasil pengukuran
yang sesungguhnya, pada kisaran t yang sesuai. Persamaan akan ditetapkan
sebagai model prediktif apabila standar deviasi yang didapatkan pada tahap
ini kurang dari atau sama dengan 10 %. Alur penelitian pada tahap 1 dan 2
dapat dilihat pada Gambar 7.
3. Karakterisasi sifat fisik, kimia dan fungsional tepung jagung putih yang
dipengaruhi ukuran partikel tepung dan waktu fermentasi grits jagung,
Tepung jagung 60 mesh dengan waktu fermentasi 0, 15, 30, 45, 57.5 dan 70
jam difraksinasi menggunakan ayakan bertingkat 100, 150 dan 200 mesh
sehingga didapatkan empat kelompok ukuran partikel tepung yaitu >150 –
250 µm, >106 – 150 µm, >75 – 106 µm dan ≤75 µm (Earle 1983). Tepung
jagung putih yang dihasilkan dianalisa sifat fisik, kimia tepung dan sifat
fungsional adonan seperti pada point 1b. Alur penelitian pada tahap 3 dapat
dilihat pada Gambar 8.
29
( a − b)
Kadar air = x100%
beratsampel
b −1 10000
Kadar lemak (% bk) = x
beratsampel 100 − kadarair
c−b 10000
Kadar serat kasar (% bk) = x
kadarlemak 100 − kadarair
(ax )+a
100
33
1 1000 x 20 1
Dimana fk = x =
abs1 ppm 1000000 abs1 ppmx50
Keterangan :
A620 = absorban sampel
ka = kadar air
20 dan 1000 = faktor pengenceran
fk = faktor konversi
Densitas kamba
Analisa densitas kamba dilakukan menggunakan silinder plastik yang
telah diketahui volume (V) dan beratnya (W1). Bahan dimasukkan ke dalamnya
dengan hati-hati sampai penuh dan kemudian permukaan bubuk pada mulut
silinder diratakan dengan penggaris logam, lalu silinder dan isinya ditimbang
(W2). Selanjutnya bahan dipadatkan dan diisi sampel lagi sampai mampat
kemudian ditimbang (W3). Densitas kamba dihitung sebagai loose density dan
packed density menggunakan rumus:
Loose density (δ1 ) = W 2 − W1
V
sorong dengan mengukur tinggi (t) dan diameter (d) alas curahan. Proyeksi
curahan dianggap membentuk sudut segitiga sama kaki
t
t tg α =
0,5d
d
yaitu viskositas yang dicapai pada 95oC, viskositas panas 15 menit (VPa15), yaitu
viskositas pada waktu suhu dipertahankan 97oC selama 15 menit, viskositas
adonan dingin (VD) yaitu viskositas yang dicapai pada suhu 50oC. Suhu
pembentukan adonan didefinisikan sebagai suhu pada waktu viskositas pertama
kali meningkat. Untuk mengetahui stabilitas adonan dihitung nilai breakdown
dan setback viscosity. Breakdown viscosity = VP - HV15, setback viscosity = VD
– VP.
Kekuatan dan kelengketan gel menggunakan texture analyzer.
Suspensi tepung hasil pengukuran amilografi dituangkan dalam wadah
sehingga gel memiliki diameter rata-rata 4,2 cm dan tinggi 5 cm. Pengukuran
kekuatan gel dilakukan menggunakan texture analyzer memakai probe
berdiameter 1 cm dan panjang 2,5 cm. Kecepatan probe 0,2 mm/s; beban 100
gram dan kedalaman 4 mm.
Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap sifat fisik, kimia dan
fungsional tepung jagung.
(a) (b)
Gambar 9 Bahan baku yang digunakan (a) jagung putih pipilan (b) grits
jagung putih.
Tabel 5 Komposisi kimia jagung putih pipilan, grits jagung dan tepung jagung
Komponen Jagung pipilan Grits Tepung
Kadar air (%) 13.36 13.07 10.32
40
4.2 Pengaruh waktu fermentasi spontan grits jagung terhadap sifat fisik,
kimia dan fungsional tepung jagung
Tabel 6 Komposisi kimia tepung jagung putih yang dihasilkan dengan variasi
waktu fermentasi grits jagung
Waktu Komposisi kimia tepung jagung yang dihasilkan
fermentasi grits
jagung (jam) Kadar air Protein Lemak Abu Serat
(%) (% bk) (% bk) (% bk) kasar
(% bk)
10.02 1.01d±0.0 2.97b±0.7
0 10.32ab±0.18 c±0.14 4.05d±0.11 6 5
12 10.05ab±0.50 9.24b±0.14 3.78c±0.30 0.78c±0.01 1.28a±0.03
0.55b±0.0
b b c
24 11.66 ±0.54 9.18 ±0.12 3.81 ±0.13 2 1.32a±0.07
0.47ab±0.0
36 10.02a±0.83 8.89a±0.13 3.82c±0.21 6 1.12a±0.03
0.49ab±0.0
48 10.80ab±0.10 8.74a±0.34 3.72bc±0.13 8 1.25a±0.02
0.53b±0.0
60 11.42ab±0.95 8.73a±0.14 3.44a±0.24 4 1.01a±0.16
72 11.32ab±1.63 8.78a±0.14 3.46ab±0.14 0.40a±0.07 1.10a±0.04
Keterangan: * merupakan angka rata-rata 3 ulangan dan 2 kali analisa
** angka yang diikuti dengan huruf sama pada satu kolom
menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5%
Kadar serat kasar tepung jagung tanpa fermentasi (2.97 %) lebih rendah
daripada kadar serat grits jagung putih yang digunakan (4.09 %). Hal ini
41
disebabkan sebagian besar serat kasar pada jagung terdapat pada bagian perikarp.
Bagian perikarp akan menghasilkan tepung jagung dengan tekstur kasar sehingga
dihilangkan pada proses pembuatan tepung jagung. Hal ini mengakibatkan kadar
serat kasar tepung jagung yang dihasilkan lebih kecil daripada kadar serat kasar
grits jagung.
Fermentasi grits jagung selama 12 jam menurunkan kadar serat kasar
tepung jagung yang dihasilkan (Tabel 6). Serat pada jagung mengalami
penurunan pada 12 jam pertama fermentasi (1.28%), apabila dibandingkan kadar
serat kasar tepung jagung yang dibuat tanpa fermentasi (2.97%). Serat merupakan
bagian yang tidak terpisahkan pada struktur alami tanaman yang terdiri dari
beberapa komponen seperti lignin, selulosa, hemiselulosa, substansi pektik, gum,
waxes, dan oligosakarida yang tidak tercerna. Hemiselulosa dan substansi pektik
yang mampu mengikat air dan mengembang disebut serat larut. Sebagian
hemiselulosa, selulosa dan lignin, yang sedikit mengikat air disebut serat tidak
larut atau serat kasar (Kalac dan Míka, 1997). Menurut Burge dan Duensing
(1989) serat jagung terdiri dari 67% hemiselulosa, 23% selulosa dan 0.1 % lignin.
Penurunan kadar serat kasar kemungkinan disebabkan aktivitas mikroorganisme
yang mengubah serat kasar atau serat tidak larut menjadi serat larut. Fermentasi
lanjutan sampai 72 jam relatif tidak mengubah kadar serat kasar (1.1%).
Menurunnya kadar serat tepung jagung yang dihasilkan dengan proses fermentasi
juga seperti yang terjadi pada pembuatan tepung ubi kayu menggunakan proses
fermentasi (Subagio 2006).
Fermentasi grits jagung sampai 36 jam menurunkan kadar protein tepung
jagung yang dihasilkan (8.89 %) apabila dibandingkan kadar protein tepung
jagung yang dibuat tanpa fermentasi (10.02 %). Penambahan waktu fermentasi
cenderung tidak mengubah kadar proteinnya. Penurunan kadar protein selama
fermentasi grits jagung seperti yang terjadi pada pembuatan ogi. Menurut Nago
et al. (1998) kadar protein ogi yang berasal dari Benin 9% lebih rendah daripada
jagung yang digunakan, sedangkan pada ogi yang berasal dari Gnonli terjadi
kehilangan protein sebesar 38%. Menurut Hounhouigan et al. (1993c) terjadi
penurunan kadar protein sebesar 38% pada pembuatan mawe. Menurunnya kadar
protein disebabkan adanya aktivitas enzim yang bersifat proteolitik.. Menurut
42
Okenhen dan Ikenebomeh (2007) pada ogi terdapat aktivitas enzim proteinase
sebesar 4.8 mg/ml.
Protein pada kernel jagung terdiri dari albumin (8 %), globulin (9 %),
zein atau prolamin (39%) dan glutelin (40%); sedangkan protein pada endosperm
terdiri dari zein (47%), glutelin (39%), albumin (4%) dan globulin (4%) (Laszrity
1986). Perendaman mengakibatkan masuknya air ke dalam grits jagung,
memperlunak kernel dan terjadinya bagian terlarut dari lembaga sehingga protein
albumin yang bersifat larut air mengalami leaching dan terbuang dalam air
perendam yang berakibat menurunnya kadar protein tepung jagung yang
dihasilkan.
Penurunan kadar protein berhubungan juga dengan pHnya. Pada saat
fermentasi 12 sampai 36 jam, pH air perendam jagung berada di luar titik
isoelektrik (Tabel 7) dan beberapa protein mempunyai kelarutan tinggi sehingga
protein terlarut dalam air perendam. Hal ini mengakibatkan penurunan kadar
protein hanya terjadi pada waktu fermentasi 12 sampai 36 jam (Tabel 6). Setelah
48 jam fermentasi, air perendam jagung berada pada titik isoelektrik yaitu pada pH
4.5 – 4.8 (Tabel 7) sehingga kelarutan protein jagung selama proses fermentasi
minimal dan kadar protein tepung jagung yang dihasilkan relatif konstan.
protein tepung jagung yang dihasilkan dengan fermentasi grits jagung sampai 36
jam dapat ditentukan menggunakan rumus regresi linier dengan persamaan:
Pr = -0.029t + 9.855 (R2 = 0.7848) (1)
dengan Pr adalah kadar protein tepung jagung dalam % basis kering, t adalah
waktu fermentasi grits jagung dalam jam dan R2 adalah koefisien determinasi.
12
10
protein (% bk)
6 Pr = -0.029t + 9.855
R2 = 0.7848
4
0
0 20 40 60 80
waktu (jam)
Gambar 10 Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap kadar protein tepung
jagung.
selama fermentasi jagung juga ditemukan pada pembuatan ogi dari kadar abu
pada jagung sebesar 1.35 – 1.38 menjadi 0.4 – 0.6 pada ogi (Nago et al. 1998).
Selain sebagai ion bebas, mineral pada jagung juga terdapat dalam bentuk
kompleks. Menurut Watson (1987) komponen anorganik yang paling banyak
terdapat pada jagung adalah fosfor, yang sebagian berada sebagai garam kalium-
magnesium asam fitat yang merupakan bentuk ester dari heksafosfat inositol.
Fitin adalah bentuk penyimpanan penting dari fosfor, yang dipecah oleh enzim
fitase pada proses fermentasi. Mineral yang berada dalam bentuk kompleks inilah
yang tidak mengalami leaching dalam air perendam sehingga fermentasi grits
jagung setelah 36 jam tidak mengubah kadar mineralnya.
Larutnya sebagian mineral mengakibatkan meningkatnya konduktivitas
atau daya hantar listrik pada air perendam. Berkebalikan dengan kadar mineral,
daya hantar listrik pada air perendam naik selama fermentasi sampai 36 jam,
kemudian cenderung tetap seperti terlihat pada Gambar 11.
1000
800
konduktivitas (mhos)
600
400
200
0
0 20 40 60 80
waktu (jam)
Tepung jagung yang dibuat tanpa fermentasi mempunyai kadar lemak 4.05
%. Kadar lemak mengalami penurunan selama 12 jam fermentasi menjadi 3.78
%. Fermentasi lanjutan sampai 48 jam cenderung tidak mengubah kadar lemak
tepung (3.72 %), selanjutnya setelah fermentasi selama 60 jam kadar lemak
45
menurun (3.4 %). Penurunan kadar lemak juga terjadi pada pembuatan ogi
sehingga kadar lemak bahan yang semula 3.9 – 4.4 turun menjadi 3 – 3.5 (Nago et
al. 1998, Hounhouigan et al. 1993c). Penurunan kadar lemak disebabkan
aktivitas mikroorganisme yang bersifat lipolitik. Ohenhen dan Ikenebomeh
(2007) menyatakan adanya aktivitas enzim lipase sebesar 1.8 mg/ml pada ogi.
Fermentasi jagung sampai 36 jam menurunkan kadar pati, gula reduksi
dan pH tepung jagung yang dihasilkan seperti terlihat pada Tabel 8. Penurunan
pH terjadi karena aktivitas bakteri asam laktat selama perendaman. Asam laktat
merupakan asam non volatil yang umum terdapat selama fermentasi sereal dan
umbi-umbian yang dihasilkan oleh Lactobacillus plantarum. Johansson et al.
(1995) menemukan adanya galur Lactobacillus plantarum yang bersifat amilolitik
sejumlah 14 persen dari total bakteri asam laktat yang diisolasi dari ogi,
sedangkan Hounhouigan et al. (1993a) menemukan Lactobacillus fermentum
yang bersifat amilolitik dari mawe. Keberadaan bakteri asam laktat yang bersifat
amilolitik selama pengolahan jagung meningkatkan kecepatan asidifikasi
sehingga menurunkan pH (Johansson et al. 1995).
Selain asam laktat juga dihasilkan sejumlah besar asam asetat dan
karbondioksida dari heksosa melalui jalur heksosa monofosfat. Adanya
gelembung pada permukaan slurry selama proses perendaman menunjukkan
produksi karbondioksida (Onyango et al. 2003). Asam laktat dan asam asetat
menurunkan pH media sementara karbondioksida mengeluarkan udara dari slurry
selama fermentasi. Fermentasi grits jagung selama 36 jam menurunkan pH
tepung jagung yang dihasilkan dari 5.67 menjadi 4.4, kemudian setelah 48 jam
naik menjadi 4.6 (Tabel 8). Penurunan pH pada proses fermentasi jagung ini
sesuai dengan penelitian Aremu (1993) bahwa perendaman jagung selama 48 jam
mengakibatkan penurunan pH menjadi 4.5, sedangkan menurut Sefa Dedeh
(2001), fermentasi adonan jagung selama 24 jam menurunkan pH dari 6.3 menjadi
4.0. Sedangkan Nago et al. (1998) menyatakan bahwa pembuatan ogi dengan
fermentasi selama 48 jam mengubah pH menjadi 3.3 sampai 3.7.
Apabila digambarkan pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap
pH tepung jagung akan menunjukkan grafik yang bersifat kuadratik seperti
46
terlihat pada Gambar 12. Hubungan antara waktu fermentasi grits jagung dengan
pH tepung jagung dapat dinyatakan dengan persamaan:
Ph = 0.0005t2 - 0.0493t + 5.7861 (R2 = 0.7855) (2)
dengan Ph adalah pH tepung jagung, t adalah waktu fermentasi grits jagung dan
R2 adalah koefisien determinasi.
Tabel 8 Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap kadar pati, gula reduksi
dan pH tepung jagung yang dihasilkan
Waktu fermentasi Kadar pati Kadar gula reduksi pH
(jam) (% bk) (% bk)
c
0 77.04 ±0.44 2.70d±0.08 5.67e±0.04
12 76.13bc±0.56 2.21c±0.34 5.47d±0.04
ab b
24 74.01 ±1.38 1.55 ±0.11 4.93c±0.07
36 74.1ab±1.36 1.16a±0.04 4.4a±0.02
a a
48 72.05 ±1.57 1.10 ±0.13 4.6b±0.13
60 72.26a±1.93 1.50b±0.21 4.88c±0.08
a b
72 71.49 ±2.48 1.66 ±0.13 4.7b±0.09
Keterangan: * merupakan angka rata-rata 3 ulangan dan 2 kali analisa
** angka yang diikuti dengan huruf sama pada satu kolom
menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5%
7
6
5
4
pH
1
0
0 20 40 60 80
waktu (jam)
pemecahan pati menjadi gula reduksi oleh bakteri asam laktat yang bersifat
amilolitik. Bakteri asam laktat yang bersifat amilolitik berhasil diisolasi dari ogi
yaitu Lactobacillus plantarum (Johansson et al. 1995) dan dari mawe yaitu
Lactobacillus fermentum (Hounhouigan et al. 1993a). Menurut Johansson et al.
(1995) keberadaan bakteri asam laktat yang bersifat amilolitik selama pengolahan
jagung meningkatkan ketersediaan sumber energi seperti glukosa atau maltosa
dari pati atau bakteri asam laktat lain. Adanya pemecahan pati menjadi gula
reduksi mengakibatkan penurunan kadar pati tepung jagung yang dihasilkan dari
77.04 % pada tepung jagung non fermentasi menjadi 71.49 % pada tepung jagung
yang dihasilkan dari proses fermentasi selama 72 jam (Tabel 8). Menurut Sefa-
Dedeh (2001) pengaruh fermentasi terhadap konsentrasi gula bervariasi.Selama
24 jam fermentasi, konsentrasi fruktosa, glukosa dan galaktosa menurun,
sedangkan xilosa dan maltosa meningkat. Pengaruh waktu fermentasi grits
jagung terhadap kadar gula reduksi tepung jagung dapat digambarkan sebagai
grafik kuadratik seperti terlihat pada Gambar 13. Hubungan antara waktu
fermentasi grits jagung terhadap kadar gula reduksi dapat dinyatakan dalam
persamaan:
Gr = 0.0006t2 - 0.06t + 2.71 (R2 = 0.7676) (3)
dimana Gr adalah kadar gula reduksi tepung jagung dalam % basis kering, t
adalah waktu fermentasi grits jagung dalam jam dan R2 adalah koefisien
determinasi.
3.0
2.5
gula reduksi(%)
2.0
1.5
1.0
waktu (jam)
48
Gambar 13 Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap kadar gula reduksi
tepung jagung.
Tabel 9 Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap kadar amilosa tepung
jagung
Waktu fermentasi jagung Kadar amilosa tepung jagung
0 28.39c±0.71
12 27.95c±0.67
24 27.83c±2.35
36 27.03ab±0.61
48 27.45bc±1.04
60 26.42a±1.70
72 26.81ab±0.54
Keterangan: * merupakan angka rata-rata 3 ulangan dan 2 kali analisa
** angka yang diikuti dengan huruf sama pada satu kolom
menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5%
35
25
distribusi (%)
20
15
10
≤75 µm
>180-250 µm
>150-180 µm
>125-150 µm
>106-125 µm
>90-106 µm
>75-90 µm
ukuran partikel (µm)
granula pati. Semakin tinggi ketebalan matriks protein yang kontak dengan
granula pati, semakin tinggi densitas.
Tabel 10 Loose dan packed density tepung jagung yang dihasilkan dengan
variasi waktu fermentasi grits jagung
Waktu fermentasi grits jagung Loose density Packed density
(jam)
(g/ml) (g/ml)
0 0.504d±0.019 0.72e±0.003
c
12 0.478 ±0.004 0.693d±0.006
24 0.469bc±0.002 0.689cd±0.001
ab
36 0.462 ±0.001 0.685c±0.007
48 0.46ab±0.002 0.664b±0.003
a
60 0.45 ±0.009 0.659b±0.002
72 0.447a±0.007 0.651a±0.002
Keterangan: * merupakan angka rata-rata 3 ulangan dan 2 kali analisa
** angka yang diikuti dengan huruf sama pada satu kolom
menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5%
korelasi, yaitu pada loose density (r = 0.84, p ≤ 0.01) dan packed density (r =
0.932, p ≤ 0.01).
Semakin tinggi kadar protein, semakin tinggi packed density tepung
jagung seperti terlihat pada Gambar 15. Apabila hubungan antara kadar protein
dan packed density digambarkan dalam suatu grafik maka terbentuk garis regresi
linier dengan persamaan:
Dp = 0.0375Pr + 0.3442 (R2=0.8673) (4)
dengan Dp adalah packed density tepung jagung dalam g/ml, Pr adalah kadar
protein tepung jagung dalam % basis kering dan R2 adalah koefisien determinasi.
Apabila persamaan (4) disubstitusi dengan persamaan (1) akan didapatkan
persamaan hubungan antara waktu fermentasi grits jagung dan packed density
tepung jagung yaitu:
Dp = -0.0011t + 0.714 (5)
dengan Dp adalah packed density tepung jagung dalam g/ml dan t adalah waktu
fermentasi grits jagung dalam jam.
0.80
packed density (g/ml)
0.75
0.70
0.60
8.0 8.5 9.0 9.5 10.0 10.5
protein (% bk)
Semakin besar kadar serat kasar, semakin tinggi loose dan packed density
tepung jagung. Serat kasar pada jagung terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan
lignin. Lignin dan hemiselulosa mempunyai kemampuan yang tinggi untuk
menyerap air. Hidrasi serat menyebabkan terbentuknya matriks gel dan
meningkatkan densitas kamba bahan. Adanya hubungan antara serat kasar dengan
52
loose dan packed density sesuai pendapat Rasper (1982) bahwa selulosa,
hemiselulosa dan lignin berperan terhadap densitas sereal. Hal ini mengakibatkan
adanya korelasi antara kadar serat kasar dengan loose density (r = 0.894, p ≤ 0.01)
dan packed density (r = 0.758, p ≤ 0.01). Semakin tinggi kadar serat kasar,
semakin tinggi loose density tepung jagung seperti terlihat pada Gambar 16.
Hubungan antara loose density dengan kadar serat kasar dapat dinyatakan dalam
persamaan:
Dl = 0.026s + 0.43 (R2 = 0.7997) (6)
dengan Dl adalah loose density tepung jagung dalam g/ml, s adalah kadar serat
kasar dalam % basis kering.
0.60
loose density (g/ml)
0.50
0.45
0.40
0.0 1.0 2.0 3.0 4.0
serat kasar (% bk)
Gambar 16 Pengaruh kadar serat kasar terhadap loose density tepung jagung.
Semakin tinggi kadar abu, semakin tinggi loose dan packed density tepung
jagung. Mineral-mineral dalam jagung yaitu natrium, kalium, fluor, dan iodine
banyak terdapat sebagai ion bebas. Menurut Nabrzyski (1997) gugus anionik
mempunyai daya tarik menarik yang kuat yang akan mempengaruhi densitasnya.
Lebih kuat interaksi dengan gugus anionik maka lebih tinggi densitas kamba
tepung jagung. Kadar abu berkorelasi dengan loose density (r = 0.842, p ≤ 0.01)
dan packed density (r = 0.758, p ≤ 0.01).
Semakin tinggi kadar lemak, semakin tinggi loose dan packed density
tepung jagung. Pengaruh lemak terhadap densitas kamba hampir sama dengan
53
seperti pati, serat kasar dan lemak maka persamaan 7 dipilih sebagai model
prediktif untuk dibuktikan pada tahap validasi.
0.80
Dp = -0.0009t + 0.712
R 2 = 0.9188
0.70
0.40
loose density pack ed density
0.30
0 20 40 60 80
waktu (jam)
Semakin rendah kadar serat kasar dan protein, semakin tinggi sudut curah
tepung jagung. Kemampuan bahan untuk mengalir dipengaruhi tekstur. Salah
satu komponen serat adalah selulosa yang berperan besar terhadap tekstur
makanan nabati. Fungsi utama selulosa dalam dinding sel dikombinasikan
dengan hemiselulosa, protein, pektin dan lignin memberikan kesatuan struktur
(Aguilera dan Stanley 1999). Dinding sel digambarkan sebagai mikrofibril
selulosa yang melekat pada bagian amorf terutama terdiri dari substansi pektik
dan hemiselulosa. Selulosa berperan memberi struktur yang kuat sehingga
memudahkan bahan mengalir, sebagai akibatnya fermentasi yang mengakibatkan
penurunan kadar serat akan meningkatkan sudut curah atau dengan kata lain akan
menurunkan daya alir tepung jagung. Hal ini mengakibatkan adanya korelasi
antara sudut curah tepung jagung dengan kadar serat kasar (r = -0.785, p ≤ 0.01)
dan kadar protein (r = -0.73, p ≤ 0.01).
Semakin tinggi densitas kamba, semakin kecil luas permukaan sehingga
bahan lebih mudah mengalir dan sudut curah menurun. Luas permukaan
menentukan gaya permukaan antarpartikel seperti gesekan dan kohesi sehingga
rasio luas permukaan terhadap volume merupakan indikasi yang baik bagi daya
alir pada sistem bubuk. Lebih tinggi rasio luas permukaan terhadap volume,
56
55
sudut curah (o )
50
45
Sr = -102.7Dl + 94.3
40 R 2 = 0.7286
35
0.30 0.40 0.50 0.60
loose density (g/ml)
Semakin tinggi kadar protein dan gula reduksi, derajat putih tepung
semakin rendah. Hal ini disebabkan reaksi pencoklatan non enzimatis antara
protein dan gula reduksi yang mengakibatkan warna coklat sehingga menurunkan
derajat putih tepung jagung.
Tabel 12 Derajat putih tepung jagung yang dihasilkan dengan variasi waktu
fermentasi grits jagung
Waktu fermentasi Derajat putih (%)
0 62.8a±0.5
12 64.0a±1.8
24 66.7b±0.9
36 68.1b±2.1
48 70.5c±0.9
60 71.1c±0.6
72 71.5c±1.0
Keterangan: * merupakan angka rata-rata 3 ulangan dan 2 kali analisa
** angka yang diikuti dengan huruf sama menunjukkan tidak beda
nyata pada taraf 5%
hubungannya dapat digambarkan sebagai grafik linier seperti yang terlihat pada
Gambar 20.
Apabila hubungan antara kadar protein dengan derajat putih tepung jagung
digambarkan sebagai grafik linier akan menghasilkan persamaan:
W = -5.367Pr +115.9 (R2 = 0.7658) (11)
Apabila dilakukan substitusi persamaan 11 dengan persamaan 1 akan didapatkan
hubungan antara waktu fermentasi grits jagung dengan derajat putih tepung
jagung dalam persamaan:
W = 0.16t + 63 (12)
dengan W adalah derajat putih tepung jagung sedangkan t adalah waktu
fermentasi grits jagung.
75
derajat putih (%)
70
65
W = -5.367Pr + 115.9
R2 = 0.7658
60
7.0 8.0 9.0 10.0 11.0
kadar protein (%bk)
Semakin tinggi kadar lemak tepung jagung, semakin rendah derajat putih
tepung karena lemak yang berwarna kuning menurunkan derajat putih tepung
jagung. Derajat putih tepung jagung berkorelasi dengan kadar lemak (r = -0.706,
p ≤ 0.01).
Keberadaan beberapa jenis mineral, terutama zat besi akan menurunkan
derajat putih pada tepung jagung sehingga semakin tinggi jumlah mineral atau
semakin besar kadar abu maka semakin rendah derajat putih tepung jagung. Hal
ini mengakibatkan korelasi antara derajat putih tepung jagung dengan kadar abu
(r = -0.827, p ≤ 0.01).
59
75
70
derajat putih (%)
65
60
W = -140.8Dp+ 163.6
R 2 = 0.8545
55
50
0.60 0.65 0.70 0.75
14 diturunkan dari persamaan 13 yang memiliki slope lebih besar sehingga dipilih
sebagai model prediktif untuk dibuktikan pada tahap validasi.
Tabel 13 Kapasitas penyerapan air tepung jagung yang dihasilkan dengan variasi
waktu fermentasi grits jagung
0 71.5c±3.9
12 64.8bc±4.7
24 64.9bc±4.9
36 60.6ab±6.6
48 61.3ab±2.3
60 61.4ab±2.8
72 55.9a±4.1
Keterangan: * merupakan angka rata-rata 3 ulangan dan 2 kali analisa
** angka yang diikuti dengan huruf sama menunjukkan tidak beda
nyata pada taraf 5%
cepat terjadinya gelatinisasi, dan untuk produk pangan yang memerlukan syarat
ini dapat dicapai dengan fermentasi selama 24 jam.
Keberadaan gula pada pemanasan pati akan menghambat gelatinisasi
karena terhambatnya pembengkakan granula pati oleh gula reduksi yang bersifat
hidrofilik, sehingga semakin banyak jumlah pati dibanding gula akan semakin
cepat terjadinya gelatinisasi yang akan menurunkan suhu gelatinisasi. Pada
aplikasi pembuatan produk pangan, untuk menghindari suhu gelatinisasi yang
terlalu tinggi karena adanya gula, maka penambahan gula dilakukan setelah
terjadinya gelatinisasi. Pengaruh gula terhadap gelatinisasi tergantung jenis gula,
sukrosa mempunyai suhu gelatinisasi tertinggi, dimana peningkatannya
tergantung konsentrasi sukrosa. Gula lain yaitu fruktosa, glukosa, maltosa
mempengaruhi gelatinisasi dengan pola yang sama. Lebih tinggi konsentrasi
substansi mengandung hidroksil yang larut air, lebih besar penghambatan
pengembangan granula (Christianson 1982). Hal ini mengakibatkan adanya
korelasi antara suhu gelatinisasi dengan rasio pati dibanding gula reduksi (r = -
0.463, p ≤ 0.05).
Tabel 15 Suhu gelatinisasi adonan jagung yang dihasilkan dengan variasi waktu
fermentasi grits jagung
Waktu fermentasi jagung (jam) Suhu gelatinisasi (oC)*
0 82bc±1.5
12 80.8b±2.5
24 76.2a±0.8
36 76.3a±0.9
48 76.7a±1.2
60 82.1bc±2.8
72 85.2c±1.8
Keterangan: * suhu awal gelatinisasi
** merupakan angka rata-rata 3 ulangan dan 2 kali analisa
*** angka yang diikuti dengan huruf sama menunjukkan tidak beda
nyata pada taraf 5%.
90
Tg = 0.006t2 - 0.39t+ 82.8
suhu gelatinisasi (o C)
R2 = 0.7504
85
80
75
70
0 20 40 60 80
waktu (jam)
Gambar 22 Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap suhu gelatinisasi
adonan jagung
65
Tabel 16 Viskositas puncak adonan jagung yang dihasilkan dengan variasi waktu
fermentasi grits jagung
Waktu fermentasi jagung (jam) Viskositas puncak (BU)
0 493,3a±27,5
12 513,3ab±41,6
24 510ab±17,3
36 560abc±26,5
48 648,3c±53,5
60 573,3bc±35,1
72
550ab±36,1
Keterangan: * merupakan angka rata-rata 3 ulangan dan 2 kali analisa
66
Tabel 17 Sifat-sifat adonan jagung selama pemanasan yang dihasilkan dengan variasi waktu
fermentasi grits jagung
Waktu fermentasi grits Viskositas panas (BU) Viskositas panas 15 Breakdown viscosity
jagung (jam) menit (BU) (BU)
VP
Vpa15
Gambar 23 Amilografi tepung jagung yang dihasilkan dengan variasi waktu fermentasi
grits jagung
Keterangan: ____ non fermentasi, ____ fermentasi 12 jam,
____ fermentasi 24 jam, ____ fermentasi 36 jam
____ fermentasi 48 jam, ____ fermentasi 60 jam
____ fermentasi 72 jam
Semakin besar kadar protein tepung jagung, semakin rendah Vpa15 (Gambar 24).
Korelasi antara kadar protein tepung jagung dengan viskositas panas 15 menit adonan
jagung dapat dinyatakan sebagai persamaan linier:
Vpa15 = 96.601Pr + 1394.8 (R2 = 0.7635) (16)
dengan Vpa15 adalah viskositas panas 15 menit adonan jagung putih dalam BU, Pr adalah
kadar protein tepung jagung dalam jam sedangkan R2 adalah koefisien determinasi.
Apabila dilakukan substitusi persamaan 16 dengan persamaan 1 maka akan didapatkan
persamaan linier antara waktu fermentasi grits jagung dengan viskositas panas 15 menit :
Vpa15 = 2.78t + 443.1 (17)
dengan Vpa15 adalah viskositas panas 15 menit adonan jagung putih dalam BU dan t
adalah waktu fermentasi grits jagung dalam jam.
800
600
Vpa 15 (BU)
400
Vpa15 = -96.601Pr + 1394.8
R 2 = 0.7635
200
0
8.0 8.5 9.0 9.5 10.0 10.5
kadar protein (% bk)
Gambar 24 Pengaruh kadar protein tepung jagung terhadap viskositas panas 15 menit.
Semakin tinggi kadar lemak, semakin rendah stabilitas adonan selama pemanasan
sehingga menurunkan viskositas panas 15 menit yang berarti semakin lemah
pengembangan granula pati. Helstad (2006) menyatakan bahwa pada pati serealia,
biasanya lipid menghambat hidrasi granula dan pengembangan terutama akibat jumlah
amilopektin tinggi. Menurut Singh et al. (2006) pembentukan kompleks amilosa-lipid
akan menghambat pengembangan granula pati. Pada saat gelatinisasi, amilosa keluar
dari granula pati dan membentuk kompleks inklusi amilosa-lemak. Pembentukan
kompleks ini mengurangi kecenderungan amilosa untuk berikatan, membentuk gel dan
teretrogradasi sehingga menghambat kecepatan pengerasan selama pemanasan. Hal ini
70
mengakibatkan adanya korelasi antara kadar lemak tepung jagung dengan viskositas
panas 15 menit (r = -0.642, p ≤ 0.01).
Menurut Fredriksson et al. (1998) sifat pati selama gelatinisasi dipengaruhi rasio
amilosa:amilopektin. Amilopektin berperan terhadap pengembangan dan sifat adonan
pati, sedangkan amilosa menghambat pengembangan. Granula pati dengan kadar
amilopektin tinggi menghasilkan granula yang lebih mengembang dan viskositas tinggi
sementara rantai linier amilosa keluar dari granula dan membuat fase kontinyu di luar
granula bersama lipid sehingga menghambat pengembangan dan menghasilkan viskositas
adonan yang rendah.
Semakin besar kapasitas penyerapan air pada suatu bahan, semakin kuat
mengikat air dan hal ini juga mengakibatkan adonan lebih stabil selama pemanasan.
Kapasitas penyerapan air berkorelasi dengan viskositas panas 15 menit (r = 0.684, p ≤
0.01). Hal ini sesuai dengan penelitian Henshaw et al. (1996) bahwa perbedaan
viskositas merupakan variasi penyerapan air.
Pada pH rendah, ikatan hidrogen dalam granula pati akan terpecah lebih cepat
sehingga meningkatkan kecepatan pengembangan granula. Semakin tinggi pH tepung
jagung, semakin rendah indeks kemudahan pemasakan dan semakin lemah
pengembangan granula pati. Hal ini didukung dengan adanya korelasi antara pH dengan
viskositas panas (r = -0.679, p ≤ 0.01) dan viskositas panas 15 menit (r = -0.584, p ≤
0.01).
Mineral yang berada dalam adonan pati selama pemanasan mudah mengalami
leaching. Semakin banyak mineral yang berada dalam bahan, semakin tinggi
kemungkinan bahan tersebut mengalami leaching sehingga kestabilan adonan selama
pemanasan menurun. Hal ini dapat dilihat dari menurunnya viskositas selama pemanasan
yang didukung dengan adanya korelasi antara kadar abu dengan viskositas panas 15
menit (r = -0.676, p ≤ 0.01).
Stabilitas selama pemanasan berkorelasi dengan densitas tepung. Hal ini
berhubungan juga dengan pengaruh hidrofobisitas protein jagung terhadap densitas
protein. Protein jagung sebagian besar terdiri dari asam amino hidrofobik yang
diasumsikan berbentuk globular (mendekati spherical) sehingga meminimalkan rasio area
permukaan dibanding volume (Damodaran 1996). Rasio area permukaan:volume yang
kecil pada protein jagung mengakibatkan tepung jagung mempunyai densitas besar
sehingga pengembangan granula, peningkatan viskositas dan stabilitas adonan menjadi
rendah. Hal ini mengakibatkan adanya korelasi viskositas panas 15 menit adonan jagung
dengan loose density (r = 0.717, p ≤ 0.01) dan packed density (r = 0.849, p ≤ 0.01).
71
Semakin besar packed density tepung jagung, semakin kecil viskositas panas 15
menit adonan jagung (Gambar 25). Korelasi antara packed density dengan viskositas
panas 15 menit dapat digambarkan sebagai grafik linier dengan persamaan:
Vpa15 = -2409.2Dp + 2167.9 (R2 = 0.7696) (18)
Apabila persamaan 18 disubstitusi dengan persamaan 7 maka akan didapatkan
persamaan hubungan antara viskositas panas 15 menit dengan waktu fermentasi grits
jagung sebagai berikut:
Vpa15 = 2.17t + 452.3 (19)
dimana Vpa15 adalah viskositas panas 15 menit adonan jagung dalam BU dan t adalah
waktu fermentasi grits jagung dalam jam.
800
600
Vpa 15 (BU)
400
Vpa15 = -2409.2Dp + 2167.9
200 R2 = 0.7696
0
0.64 0.66 0.68 0.70 0.72 0.74
Vd
Vpao
selama 15 menit pada suhu 95 C ( 15 ). Selama pendinginan, berkumpulnya kembali
antar molekul pati terutama amilosa akan menghasilkan pembentukan struktur gel dan
viskositas akan meningkat ke viskositas akhir. Peningkatan viskositas saat pendinginan
menentukan kecenderungan berkumpul kembali pati yang merefleksikan kecenderungan
produk untuk teretrogradasi (Hagenimana et al. 2006). Namun apabila kecenderungan
untuk berkumpul kembali tersebut lemah, ikatan hidrogen akan terbentuk secara lambat,
molekul air akan sempat keluar dan yang terbentuk bukan gel akan tetapi endapamm.
Peristiwa keluarnya air dari perangkap hidrogen pasta ini disebut sineresis.
Fermentasi jagung selama 36 jam meningkatkan viskositas dingin tepung jagung
dari 1260 BU pada tepung yang dibuat tanpa fermentasi menjadi 1430 BU pada tepung
yang dibuat dengan fermentasi selama 36 jam. Selanjutnya fermentasi sampai 48 jam
menurunkan viskositas dingin (1045 BU) dan fermentasi lanjutan sampai 72 jam
meningkatkan lagi viskositas dinginnya menjadi 1308 BU seperi terlihat pada Tabel 18.
Peningkatan viskositas pada saat pendinginan sesuai dengan penelitian Subagio (2006)
yang menyatakan bahwa tepung ubi kayu yang dibuat melalui proses fermentasi akan
meningkat viskositas dinginnya.
Vd
Lebih tinggi Vpa15 , lebih besar retrogradasi yang terjadi. Menurut Sowbhagya
Vd
dan Bhattacharya (2001), Vpa15 lebih menggambarkan retrogradasi selama pendinginan
dibandingkan parameter lain seperti viskositas dingin atau setback viscosity. Tepung
Vd
jagung yang dibuat tanpa fermentasi mempunyai Vpa15 2.97 dan perendaman sampai 48
Vd
jam akan menurunkan Vpa15 (1.87). Fermentasi lanjutan sampai 72 jam cenderung tidak
Vd
mengubah Vpa15 (2.14).
Tabel 18 Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap kecenderungan retrogradasi
adonan tepung jagung
Waktu fermentasi Viskositas dingin Setback viscosity Vd
grits jagung (jam) (BU) (BU) Vpa15
3
Rv
2
Rv = 0.553Pr - 2.542
R 2 = 0.6638
1
8.0 8.5 9.0 9.5 10.0 10.5
Vd
Vpa
Gambar 26 Pengaruh kadar protein tepung jagung terhadap Rv ( 15 )
Vd
Semakin tinggi kadar protein, semakin besar Vpa15 . Hubungan antara kadar
Vd
protein dengan Vpa15 dapat digambarkan sebagai grafik linier dengan persamaan:
Rv = 0.553Pr– 2.542 (R2 = 0.6638) (20)
Apabila persamaan 20 disubstitusi dengan persamaan 1 maka akan didapatkan persamaan
:
Rv = -0.02t + 2.9 (21)
74
Vd
dengan Rv adalah Vpa15 dan t adalah waktu fermentasi grits jagung (jam). Persamaan Rv
Vd
= -0.02t + 2.9 selanjutnya digunakan sebagai model prediktif Vpa15 yang masih harus
dibuktikan ketepatannya pada tahap validasi.
Semakin besar loose dan packed density, semakin besar kecenderungan
Vd
terjadinya retrogradasi. Mekanisme pengaruh densitas kamba terhadap Vpa15 hampir
sama dengan mekanisme pengaruh densitas kamba terhadap adonan jagung selama
pemanasan. Pengaruh densitas kamba terhadap retrogradasi dapat dilihat dengan adanya
Vd
korelasi antara Vpa15 dengan loose density (r = 0.67, p ≤ 0.01) dan packed density (r =
0.802, p ≤ 0.01).
Kemudahan adonan saat dimasak juga mempengaruhi tingkat retrogradasi tepung
jagung. Semakin mudah pemasakan dan semakin stabil selama pemanasan, maka
semakin rendah kecenderungan produk teretrogradasi.
Tabel 19 Sifat gel adonan jagung yang dihasilkan dengan variasi waktu fermentasi grits
jagung
Waktu fermentasi grits Kekuatan gel (g force) Kelengketan gel
jagung (jam)
0 5.95a±0.6 -4.48c±0.38
b
12 9.11 ±0.88 -4.18c±0.5
24 13.9cd±0.24 -5.28c±0.78
d
36 15.39 ±1.04 -5.02c±0.76
e
48 19.47 ±1.15 -4.7c±0.78
d
60 14.48 ±0.93 -7.02b±0.63
c
72 12.86 ±0.85 -8.33a±0.99
75
Keterangan: angka yang diikuti dengan huruf sama menunjukkan tidak beda nyata pada
taraf 5%
Semakin tinggi pH tepung jagung, semakin rendah kekuatan gel adonan jagung
seperti terlihat pada Gambar 27. Pada pH rendah, pati lebih cepat tergelatinisasi dan akan
menghasilkan gel yang semakin kuat. Pada pH rendah yang sangat ekstrim menyebabkan
hidrolisis pati, dimana bagian amorf granula pati akan dipecah terlebih dahulu sedangkan
bagian kristalin dihidrolisis pada kecepatan lebih rendah. Pada penelitian ini tepung
jagung yang digunakan mempunyai range pH 4,4 sampai 5.7 sehingga belum terjadi
hidrolisis pati. Hal ini mengakibatkan gel yang dihasilkan makin kuat dengan
menurunnya pH (r = -0.867, p ≤ 0.01). Gel paling lemah terbentuk pada pH asam yang
ekstrem (pH 1-2) dan sangat basa (pH>10), sedangkan pada pH 12 tidak terbentuk gel
(Kilara 2006).
Semakin tinggi pH tepung jagung, semakin rendah kekuatan gel. Hubungan
antara pH tepung jagung dengan kekuatan gel dapat dinyatakan sebagai persamaan:
Gs = -8.19Ph + 53.8 (R2 = 0.7516) (22)
2
dengan Gs adalah kekuatan gel dalam g force, Ph adalah pH tepung jagung dan R adalah
koefisien determinasi.
Apabila persamaan 22 disubstitusi dengan persamaan 2 maka akan didapatkan
persamaan hubungan antara waktu fermentasi grits jagung dengan kekuatan gel adonan
jagung sebagai berikut:
Gs = -0.004t2 + 0.4t + 6.4 (23)
dengan Gs adalah kekuatan gel dalam g force, dan t adalah waktu fermentasi grits jagung
dalam jam.
25
kekuatan gel (force)
20
15
10
Gs = -8.19Ph + 53.8
5
R2 = 0.7516
0
4.0 4.5 5.0 5.5 6.0
pH
76
Semakin tinggi kadar gula reduksi tepung jagung, semakin rendah kekuatan gel
yang dihasilkan seperti dapat dilihat pada Gambar 28. Gula bersifat hidrofilik sehingga
dapat menghambat pengikatan air pada pati. Kadar gula reduksi yang semakin rendah
akan menurunkan suhu gelatinisasi dan sebagai konsekuensinya meningkatkan viskositas
dan kekuatan gel yang terbentuk. Pengaruh kadar gula reduksi tepung jagung terhadap
kekuatan gel adonan jagung dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi yaitu r = -0.901, p ≤
0.01. .
Semakin besar kadar gula reduksi, semakin rendah kekuatan gel adonan jagung
dan hubungan ini dapat dinyatakan dengan persamaan:
Gs = -6.98Gr + 25.185 (R2 = 0.8113) (24)
dengan Gs adalah kekuatan gel adonan jagung dalam g force, Gr adalah kadar gula
reduksi tepung jagung dalam % berat kering dan R2 adalah koefisien determinasi. Apabila
persamaan 24 disubstitusi dengan persamaan 3 akan didapatkan hubungan antara waktu
fermentasi grits jagung dengan kekuatan gel tepung jagung dengan persamaan:
Gs = -0.004t2 + 0.4t + 6.3 (25)
25
Kekuatan gel (gforce)
20
15
10
Gs = -6.98Gr + 25.2
5
R 2 = 0.8113
0
0.0 1.0 2.0 3.0
gula reduksi (%)
Gambar 28 Pengaruh kadar gula reduksi tepung jagung terhadap kekuatan gel.
Semakin tinggi kadar protein tepung jagung atau semakin rendah rasio pati
dibanding protein, semakin rendah kekuatan gel adonan jagung yang terbentuk. Tanpa
adanya panas, mekanisme interaksi protein-pati merupakan interaksi antar muatan, yang
sangat tergantung pH dan titik isoelektrik protein. Pemanasan meningkatkan
kompleksitas reaksi antara pati dan protein. Perubahan thermal dalam protein
77
berhubungan dengan denaturasi yang dipacu dengan keberadaan air. Denaturasi protein
sereal berhubungan dengan reaksi disulfida-sulfhidril yang menghasilkan ikatan silang
protein, misalnya interaksi protein-protein. Pati menjadi kehilangan kristalinitas,
pengembangan granula dan leaching amilosa meninggalkan amilopektin. Granula pecah
dan matriks amilosa membentuk jaringan gel. Pada saat terjadi kontak protein dan pati,
terbentuk matriks pati-protein yang stabil melalui ikatan hidrogen, kovalen dan ionik.
Matrik pati-protein yang terbentuk menentukan kekuatan gel. Hal ini didukung dengan
adanya korelasi antara kekuatan gel dengan kadar protein (r = -0.832, p ≤ 0.01) dan rasio
pati dibanding protein (r = 0.74, p ≤ 0.01).
Tepung yang lebih cepat mengalami gelatinisasi atau suhu gelatinisasinya rendah,
akan menghasilkan granula yang lebih mengembang, lebih tahan terhadap pemasakan
sehingga meningkatkan kekuatan gel yang dihasilkan. Retrogradasi adonan jagung
menurunkan kekuatan gel. Hal ini dapat dilihat dari adanya korelasi antara kekuatan gel
dengan suhu gelatinisasi (r = -0.467, p ≤ 0.05), viskositas puncak (r = 0.715, p ≤ 0.01),
viskositas panas (r = 0.74, p ≤ 0.01), dan viskositas panas 15 menit (r = 0.578, p ≤ 0.01)
Vd
dan Vpa15 (r = -0.638, p ≤ 0.01).
Berdasarkan variabel yang berkorelasi didapatkan persamaan 23 dan 25 untuk
memprediksi kekuatan gel. Kedua persamaan tersebut sedikit berbeda hanya di
intersepnya, yaitu 6.4 dan 6.3. Persamaan 25 diturunkan dari persamaan 24 yang
mempunyai koefisien determinasi lebih besar sehingga persamaan ini (Gs = -0.004t2 +
0.4t + 6.3) ditetapkan sebagai model prediktif yang akan dibuktikan pada tahap
berikutnya.
Fermentasi grits jagung selama 48 jam menghasilkan tepung jagung dengan
kelengketan gel -4.7, tidak berbeda nyata dengan tepung jagung non fermentasi (-4.48),
selanjutnya fermentasi sampai 72 jam meningkatkan kelengketan gel (-8.33) seperti
terlihat pada Tabel 19. Nilai yang semakin negatif pada kelengketan gel menunjukkan
kelengketan gel yang semakin besar.
Kelengketan gel terutama berkaitan dengan kadar amilosa dan kadar lemak.
Selama pengembangan, amilosa cenderung larut dan lepas ke dalam media air, mengalami
reasosiasi di antara ikatan hidrogennya dan menghasilkan gel. Adonan menjadi keruh dan
buram saat didinginkan dan akhirnya akan mengeluarkan air membentuk konsistensi
elastis. Eliasson dan Gudmundsson (1996) menyatakan bahwa rasio amilosa/amilopektin
mempunyai pengaruh besar terhadap sifat rheologi adonan dan gel. Kompleks inklusi
amilosa-lemak yang terbentuk dipermukaan granula menghambat pengembangan dan
78
Tabel 20 Model prediktif beberapa sifat fisik dan fungsional tepung jagung berdasar
waktu fermentasi grits jagung
No Persamaan Variabel terikat
1. Dp = -0.0009t + 0.712 Packed density
2. Dl = -0.0007t + 0.493 Loose density
3. Sr = -0.072t + 43.7 Sudut curah
4. W = 0.13t + 63.3 Derajat putih
5. Tg = 0.006t2 – 0.39t + 82.8 Suhu gelatinisasi
6. Vpa15 = 2.17t + 452.3 Viskositas panas 15 menit
7. Rv = -0.02t + 2.9 Vd
Vpa15
2
8. Gs = -0.004t + 0.4t + 6.3 Kekuatan gel
79
dihasilkan dari grits jagung dengan waktu fermentasi 0 sampai 72 jam, dan
penggunaan di luar waktu tersebut perlu penelitian lebih lanjut.
tidak hanya dipengaruhi loose density, tetapi juga kadar protein, kadar serat
kasar, kadar pati dan packed density sehingga hasil pengukuran sudut curah
mempunyai standar deviasi yang tinggi dibandingkan hasil pengukuran. Dengan
demikian persamaan tersebut hanya tepat digunakan untuk memprediksi sudut
curah berdasar waktu fermentasi grits jagung selama 0 sampai 30 jam. .
4.3.6 Viskositas panas saat dipertahankan selama 15 menit pada suhu 95oC
(Vpa15)
karena setelah itu menghasilkan nilai Vd dengan standar deviasi antara nilai
Vpa15
Pada tahap kedua penelitian ini didapat beberapa model dalam bentuk
persamaan matematika yang telah divalidasi untuk menguji kelayakannya (Tabel
29). Model matematika ini diharapkan dapat diaplikasikan untuk mengendalikan
sifat fisik dan fungsional tepung jagung berdasar waktu fermentasi grits jagung.
85
Tabel 29 Model prediktif sifat fisik dan fungsional tepung jagung yang telah
divalidasi
4.4 Pengaruh interaksi waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel
tepung terhadap sifat fisik, kimia dan fungsional tepung
(a)
(b) (c)
(d) (e)
Gambar 29 Partikel tepung jagung tanpa fermentasi dilihat menggunakan
scanning electron microscope (SEM) (perbesaran 50 kali) (a) 60 mesh (b) >150 -
250 µm c) >106 – 150 µm, (d) >75 – 106 µm, (e) ≤ 75 µm.
3.0
2.5
serat kasar (% bk)
2.0
1.5
1.0
waktu (jam)
Gambar 30 Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung
terhadap kadar serat kasar tepung jagung
89
Semakin kecil ukuran partikel tepung, semakin besar kadar protein tepung
jagung. Hal ini mirip dengan sifat pada tepung gandum yaitu tepung dengan
ukuran partikel lebih kecil mempunyai kadar protein lebih besar (Barbosa-
Canovas dan Yan 2003). Pada tepung jagung berukuran ≤ 75 µm, waktu
fermentasi selama 70 jam menurunkan kadar protein menjadi 8.96%
dibandingkan tepung jagung berukuran ≤ 75 µm tanpa fermentasi (11.03 %).
Pada tepung berukuran partikel >150-250 µm, kadar protein tepung setelah
fermentasi 70 jam (7.21%) relatif tidak berubah dari kadar protein tepung tanpa
fermentasi (7.85%). Perubahan kadar protein tepung jagung pada masing-masing
ukuran partikel ini dapat dilihat pada Gambar 31.
12.0
11.0
10.0
protein (%bk)
9.0
8.0
7.0
waktu (jam)
Gambar 31 Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung
terhadap kadar protein tepung jagung
tidak ada perbedaan kadar pati antara ukuran partikel tepung yang berbeda.
Sebagian besar pati (87,6%) berada pada bagian endosperm yang dapat menjadi
halus pada proses penggilingan dan terdistribusi hampir merata pada semua
ukuran partikel tepung jagung.
Tabel 31 Kadar pati, kadar gula reduksi dan pH tepung jagung yang dihasilkan
dengan variasi waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel
tepung
Waktu Ukuran Kadar pati Kadar gula pH
fermentasi partikel (% bk) reduksi (% bk)
jagung (jam)
0 60 mesh 77.0±0,4 2.70±0.08 5.67±0.04
>150-250 µm 74.1 ± 0.6 2.04±0.07 5.66±0.05
>106-150 µm 76. ± 1.2 2.15±0.03 5.73±0.1
>75-106 µm 75.7 ± 0.3 2.21±0.11 5.69±0.04
≤75 µm 76.3 ± 0.8 2.57±0.03 5.67±0.06
15 60 mesh 76.5±2.4 1.37±0.12 4.8±0.12
>150-250 µm 75.0 ± 2.5 1.37±0,133 4.69±0.12
>106-150 µm 74.4 ± 1.5 1.31±0.07 4.71±0.8
>75-106 µm 74.6±1.3 1.52±0.10 4.78±0.07
≤75 µm 75.3±2.0 1.32±0.18 4.84±0.03
30 60 mesh 76.6±1.7 1.33±0.23 4.72±0.11
>150-250 µm 72.0 ± 2.2 1.23±0.16 4.72±0.1
>106-150 µm 72.5±3.4 1.28±0.11 4.69±0.05
>75-106 µm 73.2±4.2 1.36±0.09 4.69±0.06
≤75 µm 72.6±2.7 1.43±0.22 4.63±0.09
45 60 mesh 73.7±0.8 1.72±0.19 4.57±0.28
>150-250 µm 71.9±2.3 1.46±0.15 4.34±0.08
>106-150 µm 72.6±2.8 1.54±0.09 4.33±0.1
>75-106 µm 72.2± 4 1.26±0.11 4.35±0.11
≤75 µm 71.8±2.4 1.48±0.13 4.19±0.03
57.5 60 mesh 74.6±3.1 1.25±0.25 4.42±0.02
>150-250 µm 72.2±2.8 1.32±0.13 4.33±0.06
>106-150 µm 70.6±2.2 1.50±0.05 4.4±0.08
>75-106 µm 71.4 ± 3.8 1.28±0.19 4.39±0.05
≤75 µm 71.6±2.6 1.25±0.32 4.39±0.02
70 60 mesh 71.6±2.3 1.48±0.33 4.34±0.12
>150-250 µm 69.7±1.6 1.33±0.06 4.67±0.09
>106-150 µm 72.2 ± 2.6 1.47±0.05 4.61±0.03
>75-106 µm 69.4 ± 2.5 1.57±0.06 4.66±0.1
≤75 µm 69.0 ± 2.6 1.37±0.04 4.67±0.05
Keterangan: angka dengan huruf yang sama pada satu kolom menunjukkan tidak beda
nyata pada taraf 0.05
91
0.800
0.600
0.500
>150-250 µm >106 - 150 µm
>75 – 106 µm ≤75 µm
0.400
5.0 7.0 9.0 11.0 13.0
protein (%bk)
Gambar 32 Pengaruh kadar protein dan ukuran partikel terhadap packed density
tepung jagung.
Semakin tinggi kadar serat kasar dan semakin besar ukuran partikel,
semakin tinggi packed density tepung jagung (Gambar 33). Apabila dibuat suatu
grafik hubungan antara kadar serat kasar dan packed density tepung jagung akan
didapatkan garis regresi linier seperti dapat dilihat pada Gambar 34. Berdasarkan
hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa kadar serat kasar mempunyai pengaruh
terhadap packed density tanpa dipengaruhi ukuran partikel tepung.
0.80
packed density (g/ml)
0.70
0.60
0.50
> 150 - 250 µm >106 - 150 µm
>75 – 106 µm ≤ 75 µm
0.40
0.0 1.0 2.0 3.0 4.0
Gambar 33 Pengaruh kadar serat kasar dan ukuran partikel tepung terhadap
packed density tepung jagung
93
0.80
0.60
Dp = 0.0764s + 0.5148
0.50
R 2 = 0.7386
0.40
0.0 1.0 2.0 3.0
serat kasar (% bk)
Gambar 34 Hubungan kadar serat kasar dan packed density tepung jagung.
0.60
Dlii= -0.001t + 0.508
Dli = -0.001x + 0.532
R 2 = 0.8272
0.40
0.30
> 150-250 µm >106 - 150 µm
>75 – 106 µm ≤ 75 µm
0.20
0 20 40 60 80
waktu (jam)
Gambar 35 Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung
terhadap loose density tepung jagung.
0.80
Dpii= -0.0012t + 0.702
0.60
Dpiii = -0.0011t + 0.678
0.50 R 2 = 0.8555
0.40
> 150-250 µm >106 - 150 µm
>75 – 106 µm ≤ 75 µm
0.30
0 20 40 60 80
waktu (jam)
Gambar 36 Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung
terhadap packed density tepung jagung.
terlihat pada Gambar 37. Pada tepung jagung berukuran ≤ 75 µm , sudut curah
tidak berubah dengan bertambahnya waktu fermentasi; sedangkan pada tepung
jagung berukuran > 150-250 µm fermentasi 70 jam meningkatkan sudut curah
menjadi 47.6o, dari tepung non fermentasi (29.4o).
60
50
sudut curah ( )
o
40
30
Sri = 0.225t + 31.53
20 R2 = 0.8579
Semakin kecil ukuran partikel, perubahan kadar protein, lemak, serat kasar
dan abu cenderung tidak mengubah sudut curah tepung jagung (Lampiran 13).
Pada tepung jagung berukuran partikel kecil, kadar lemak cenderung tidak
mempengaruhi daya alirnya sehingga menghasilkan grafik mendatar seperti pada
Gambar 38. Hal ini sesuai dengan penelitian Fitzpatrick et al. (2004) bahwa pada
susu bubuk berukuran partikel kecil mempunyai daya alir relatif tidak berubah
dengan meningkatnya kadar lemak; sedangkan pada susu bubuk berukuran
partikel besar, daya alirnya meningkat dengan menurunnya kadar lemak. Hal ini
disebabkan pengaruh gaya kohesiveness akibat kadar lemak yang tinggi lebih
dominan daripada ukuran partikel pada susu bubuk berukuran partikel kecil .
97
60
50
sudut curah ( )
o
40
30
Sri = -24.48l + 106.2
20 R2 = 0.7084
Semakin tinggi densitas dan semakin besar ukuran partikel, semakin kecil
sudut curah. Semakin tinggi densitas, semakin kecil luas permukaan, demikian
juga semakin besar ukuran partikel. Gaya permukaan antarpartikel seperti gaya
gesekan dan kohesi ditentukan oleh luas permukaan dan masa yang proporsional
terhadap volume, merupakan indikasi yang baik bagi daya alir pada sistem bubuk.
Semakin besar ukuran partikel tepung, semakin kecil luas permukaan sehingga
tepung lebih mudah mengalir atau sudut curah semakin kecil. Pada tepung jagung
dengan ukuran partikel kecil, perubahan packed density cenderung tidak
mempengaruhi daya alir tepung seperti dapat dilihat pada Gambar 39.
60
50
sudut curah (o )
40
30
Sri = -130.48Dp + 129.2
R2 = 0.7999
20
Gambar 39 Pengaruh packed density dan ukuran partikel tepung terhadap sudut
curah tepung jagung putih.
98
90
Wiii = 0.087t + 69.4
Wiv = 0.068t + 74.7
2 R 2 = 0.7195
70
Wi = 0.097t + 63.3
Wii = 0.042t + 68.4
60 2 R2 = 0.6422
R = 0.5498
> 150-250 µm >106 - 150 µm
>75 – 106 µm ≤ 75 µm
50
0 20 40 60 80
waktu (jam)
Gambar 41 Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung
terhadap derajat putih tepung jagung.
Derajat putih tepung jagung berkorelasi dengan kadar protein, gula reduksi
dan pH pada hampir semua ukuran (Lampiran 14). Hubungan antara kadar
protein dan gula reduksi dengan derajat putih berkorelasi dengan reaksi
pencoklatan non enzimatis, yang didukung dengan korelasi antara derajat putih
dengan pH pada tepung jagung semua ukuran. Tepung jagung berukuran partikel
≤75 µm mempunyai kisaran derajat putih lebih tinggi (74.9 – 79.6 %) pada pH
antara 4.2 sampai 5.7 dibanding tepung berukuran partikel >150-250 µm (60.7 -
68.7 %) pada kisaran pH yang hampir sama (4.3 sampai 5.7) seperti dapat dilihat
pada Gambar 42.
90
80
derajat putih (%)
70
60
Wi = -6.042Ph + 95.4
R2 = 0.873
50
40
> 150 - 250 µm >106 - 150 µm
>75 – 106 µm ≤ 75 µm
30
4.0 4.5 5.0 5.5 6.0
pH
Semakin tinggi packed density, semakin kecil luas permukaan bahan dan
dengan adanya pemantulan cahaya akan terbentuk bayangan yang kelihatan lebih
gelap. Hubungan densitas dengan derajat putih tepung jagung berhubungan juga
dengan luas permukaan. Pada tepung jagung berukuran partikel ≤ 75 µm,
peningkatan packed density dari 0.639 g/ml menjadi 0.748 g/ml menurunkan
derajat putih (dari 68.7 % menjadi 60.7 %); demikian juga pada tepung berukuran
partikel >150-250 µm peningkatan packed density (dari 0.585 g/ml menjadi 0.635
g/ml) akan menurunkan derajat putih (dari 79.6 % menjadi 74.9 %) seperti dapat
dilihat pada Gambar 43.
90
80
derajat putih (%)
70
60
> 150 - 250 µm >106 - 150 µm
>75 – 106 µm ≤ 75 µm
50
0.50 0.60 0.70 0.80
Gambar 43 Pengaruh packed density dan ukuran partikel tepung terhadap derajat
putih tepung jagung.
140
kapasitas penyerapan air(%)
120
100
100
kapasitas penyerapan minyak (%) Kpm iv = -0.205t + 83
R 2 = 0.7258
80
60
40
0
0 20 40 60 80
waktu (jam)
Gambar 45 Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung
terhadap kapasitas penyerapan minyak tepung jagung.
Bedolla dan Rooney (1984) bahwa semakin tinggi ukuran partikel tepung jagung
ternikstamalisasi, semakin tinggi suhu gelatinisasi. Valdez-Niebla et al. (1993)
juga menyatakan bahwa pada tepung amaranth, meningkatnya ukuran partikel
tepung akan meningkatkan suhu gelatinisasi. Hubungan antara waktu fermentasi
grits jagung terhadap suhu gelatinisasi pada semua ukuran partikel tepung
menunjukkan grafik seperti terlihat pada Gambar 46.
90
85
suhu gelatinisasi (o C)
80
75
70
65
> 150 - 250µm >106 - 150 µm
>75 – 106 µm ≤ 75 µm
60
0 20 40 60 80
waktu (jam)
Gambar 46 Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung
terhadap suhu gelatinisasi tepung jagung.
(629 BU) hampir sama dengan viskositas puncak tepung berukuran partikel ≤ 75
µm ( 665 BU) seperti dapat dilihat pada Gambar 47.
VP
800
400
Vp i = 3.17t + 370.9
R2 = 0.7957
200
VP
mempengaruhi densitas dan sudut curah sehingga pada tepung jagung dengan
ukuran partikel kecil, variabel-variabel tersebut tidak mempengaruhi viskositas
puncak. Pada tepung dengan ukuran partikel besar, peningkatan kadar protein,
serat kasar dan lemak akan meningkatkan densitas dan menurunkan sudut curah
sehingga menurunkan viskositas puncak. Semakin mudah bahan mengalir atau
semakin rendah sudut curah, semakin rendah viskositas puncak. Pada tepung
berukuran partikel >150-250 µm, meningkatnya sudut curah (dari 29.4o menjadi
47.6o) akan meningkatkan viskositas puncak (dari 328 BU menjadi 587 BU)
seperti terlihat pada Gambar 50. Sedangkan tepung berukuran partikel ≤ 75 µm
mempunyai kisaran sudut curah yang kecil (45.7–47.7o) sehingga viskositas
puncak hampir sama (665–698 BU), mirip dengan tepung berukuran partikel > 75
– 106 µm (sudut curah 45 – 47.2o dan viskositas puncak 585-662 BU).
800
Viskositas puncak (BU)
600
400
Vpi = 13.002Sr - 30
R 2 = 0.7888
200
> 150 - 250 µm >106 - 150 µm
>75 – 106 µm ≤ 75 µm
0
25 30 35 40 45 50
o
sudut curah ( )
Gambar 50 Pengaruh sudut curah dan ukuran partikel tepung terhadap
viskositas puncak adonan jagung.
Viskositas puncak tepung jagung berkorelasi dengan kadar lemak pada dan
amilosa pada tepung jagung berukuran partikel besar (108-149 µm dan 150-249
µm) (Gambar 51 dan 52). Pengaruh lemak dan amilosa berhubungan dengan
pembentukan kompleks amilosa-lemak yang akan menghambat pengembangan
granula pati. Pada tepung dengan ukuran partikel kecil (75-105.9 µm dan 0.1-74.9
107
800
Viskositas puncak (BU)
600
400
Vpi = -357.83l + 1457.7
R2 = 0.7064
200
> 150 - 250 µm >106 - 150 µm
>75 – 106 µm ≤ 75 µm
0
2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5
kadar lemak (% bk)
800
400
200
> 150 - 250 µm >106 - 150 µm
>75 – 106 µm ≤ 75 µm
0
25 26 27 28 29 30
tepung non fermentasi (-88 BU). Pada tepung jagung berukuran partikel ≤ 75 µm,
fermentasi relatif tidak mengubah viskositas panas selama 15 menit (Vpa15) dan
breakdown viscosity (Gambar 53 dan 54).
800
600
VPa15 (BU)
400
200
> 150 - 250 µm >106 - 150 µm
>75 – 106 µm ≤ 75 µm
0
0 20 40 60 80
waktu (jam)
Gambar 53 Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung
terhadap viskositas panas 15 menit tepung jagung.
200
breakdown viscosity (BU)
100
0
0 20 40 60 80
waktu (jam) Bdi = 1.48x - 77
-100 R2 = 0.8102
Gambar 54 Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung
terhadap breakdown viscosity tepung jagung.
200
breakdown viscosity (BU)
100
0
1.0 2.0 3.0 4.0 5.0
kadar lemak (% bk)
-100
Kadar protein, lemak, serat kasar, abu dan amilosa mempengaruhi sudut
curah pada tepung jagung dengan ukuran partikel besar. Sudut curah tepung
jagung mempengaruhi sifat-sifat tepung jagung dengan ukuran partikel besar
selama proses pemanasan, salah satunya adalah breakdown viscosity (Gambar 56).
111
Peningkatan sudut curah (dari 29.4o menjadi 47.6o) pada partikel tepung
berukuran >150 – 250 µm akan mengubah breakdown viscosity dari -88 BU
menjadi 35 BU. Tepung berukuran partikel kecil mempunyai kisaran sudut curah
kecil (47 - 47.7o) sehingga breakdown viscosity relatif tidak terpengaruh seperti
terlihat pada Gambar 56.
150
breakdown viscosity BU)
100
50
0
25 30 35 40 45 50 55
-50 o
sudut curah ( )
Gambar 56 Pengaruh sudut curah dan ukuran partikel tepung terhadap breakdown
viscosity tepung jagung.
µm dalam Brabender Unit (BU), Bdi adalah breakdown viscosity adonan jagung
berukuran partikel >150-250 µm dalam Brabender Unit (BU), t adalah waktu
fermentasi grits jagung (jam).
(Gambar 57 dan 58). Semakin kecil ukuran partikel tepung, semakin luas
permukaan sehingga lebih besar kemungkinan terjadinya leaching amilosa dari
granula pati. Semakin banyak terjadinya leaching meningkatkan retrogradasi
adonan jagung. Pada tepung berukuran partikel ≤ 75 µm fermentasi grits selama
30 jam menurunkan viskositas dingin (1120 BU) dari tepung non fermentasi (1642
BU) dan fermentasi lanjutan sampai 70 jam meningkatkan lagi viskositas dingin
(1950 BU). Pada tepung berukuran partikel > 150 – 250 µm, peningkatan waktu
fermentasi selama 70 jam meningkatkan viskositas dingin tepung (1263 BU) dari
tepung non fermentasi (983 BU) (Gambar 57).
Pada tepung berukuran partikel ≤ 75 µm fermentasi grits selama 30 jam
jam meningkatkan lagi Vd (2.40) seperti dapat dilihat pada Gambar 58.
Vpa15
113
2500
1500
1000
500
> 150 - 250 µm >106 - 150 µm
>75 – 106 µm ≤ 75 µm
0
0 20 40 60 80
waktu (jam)
Gambar 57 Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung
terhadap viskositas dingin adonan jagung.
4.0
3.0
2.0
1.0
> 150 - 250 µm >106 - 150 µm
>75 – 106 µm ≤ 75 µm
0.0
0 20 40 60 80
waktu (jam)
Gambar 58 Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung
Vd
terhadap adonan jagung.
Vpa15
terlihat pada Gambar 59. Hal ini sesuai dengan penelitian Iwuoha dan Nwakanma
(1998) pada tepung ubi jalar, bahwa semakin besar ukuran partikel ubi jalar,
semakin rendah viskositas adonan saat pendinginan.
VD
semakin besar terjadinya leaching amilosa dari granula pati yang akan
menurunkan kekuatan gel dan meningkatkan kelengketan gel. Pada tepung
berukuran partikel ≤ 75 µm, kekuatan gel relatif tidak berubah dengan
meningkatnya waktu fermentasi (Gambar 60). Pada tepung berukuran partikel
>150-250 µm, fermentasi selama 30 jam meningkatkan kekuatan gel (27.9 gforce)
dari tepung non fermentasi (18.6 gforce), fermentasi lanjutan sampai 45 jam tidak
mengubah kekuatan gelnya (27.6 gforce), dan waktu fermentasi selanjutnya
sampai 70 jam akan menurunkan kekuatan gel (17.6 gforce). Pada tepung
berukuran partikel >106-150 µm, fermentasi selama 45 jam meningkatkan
kekuatan gel (25.4 gforce) dari tepung non fermentasi (13.2 gforce), dan waktu
fermentasi selanjutnya sampai 70 jam akan menurunkan kekuatan gel (14 gforce).
35
Gs i = -0.008t2 + 0.57t + 18.7
30 R 2 = 0.9363
kekuatan gel (g force)
25
20 y
Gs ii = -0.009t2 + 0.663t+ 12.9
15 R2 = 0.9221
10
Gambar 60 Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung
terhadap kekuatan gel tepung jagung
dibandingkan kekuatan gel pati jagung varietas sama yang dimodifikasi secara
oksidasi, yaitu sebesar 25.5 gforce (Nur Aini dan Hariyadi 2007).
Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap kekuatan gel
menunjukkan grafik yang bersifat kuadratik seperti terlihat pada Gambar 65.
Hubungan antara waktu fermentasi grits jagung dan kekuatan gel pada tepung
jagung dapat dinyatakan dengan persamaan:
Gsi = -0.008t2 + 0.57t + 18.7 (R2 = 0.9363)
Gsii = -0.009t2 + 0.66t + 12.9 (R2 = 0.9221)
dimana Gsi dan Gsii adalah kekuatan gel tepung jagung berukuran partikel 150-
249.9 µm dan 106-149.9 µm dalam g force, t adalah waktu fermentasi grits
jagung dalam jam dan R2 adalah koefisien determinasi.
jalar, semakin besar ukuran partikel ubi jalar, semakin rendah viskositas adonan
saat pendinginan.
Fermentasi grits jagung selama 48 jam menghasilkan tepung jagung
dengan kekuatan gel 19.47 gforce, hampir sama dengan kekuatan gel pati jagung
varietas Srikandi yang dimodifikasi secara oksidasi asetilasi, yaitu sebesar 19.23
gforce (Nur-Aini dan Hariyadi 2007). Sedangkan tepung jagung berukuran >150
– 250 µm yang dibuat dengan waktu perendaman grits jagung selama 30 jam
mempunyai kekuatan gel tertinggi yaitu sebesar 27.9 gforce. Kekuatan gel tepung
jagung ini sedikit lebih tinggi dibandingkan kekuatan gel pati jagung varietas
sama yang dimodifikasi secara oksidasi, yaitu sebesar 25.5 gforce (Nur Aini dan
Hariyadi 2007). Pati jagung tersebut dapat digunakan sebagai pengganti gelatin
pada pembuatan marshmallow ceam, sehingga tepung jagung dengan kekuatan
gel hampir sama juga dapat digunakan sebagai pengganti gelatin sebagai gelling
agent.
Pada produk-produk bakery, terjadinya retrogradasi tidak diinginkan
karena dapat mengakibatkan terjadinya staling (pengerasan) produk selama
penyimpanan. Untuk meminimalkan terjadinya hal tersebut, dapat digunakan
tepung hasil fermentasi selama 30 jam dengan ukuran partikel <106 – 150 µm,
>75 – 106 µm atau ≤ 75 µm.
120
5.1 Simpulan
Sifat fisik, kimia dan fungsional tepung jagung dipengaruhi waktu fermentasi grits
jagung dan ukuran partikel tepung jagung.
1. Fermentasi grits jagung putih menurunkan kadar protein, lemak, serat kasar,
abu, pati, gula reduksi, pH, densitas kamba dan kapasitas penyerapan minyak
pada tepung yang dihasilkan; sedangkan sudut curah, derajat putih dan
kapasitas penyerapan air meningkat.
2. Proses fermentasi grits jagung putih selama 24 jam menurunkan suhu
gelatinisasi tepung jagung (76.2oC) dibandingkan tepung jagung yang dibuat
tanpa fermentasi (82oC) karena adanya leaching pada sebagian granula yang
bersifat amorf mengakibatkan partikel tepung jagung yang dihasilkan mudah
tergelatinisasi sehingga suhu gelatinisasi menurun. Fermentasi grits selama
perendaman 24 sampai 48 jam relatif tidak mengubah suhu gelatinisasi tepung
jagung, sedangkan proses fermentasi selama perendaman 72 jam
meningkatkan suhu gelatinisasi tepung jagung (85.2oC).
3. Tepung jagung yang dibuat tanpa fermentasi mempunyai viskositas puncak
493 BU, dan proses fermentasi sampai 36 jam menghasilkan tepung jagung
dengan viskositas puncak relative tetap (560 BU). Selanjutnya proses
fermentasi selama 48 jam menghasilkan tepung jagung dengan viskositas
puncak meningkat (648 BU), hampir sama dengan viskositas puncak tepung
jagung yang dihasilkan dengan perendaman grits jagung selama 60 jam (573
BU). Proses fermentasi grits jagung selama 72 jam menghasilkan tepung
jagung dengan viskositas puncak menurun lagi (550 BU), hampir sama
dengan viskositas puncak tepung jagung tanpa fermentasi.
4. Tepung jagung yang dihasilkan dengan proses fermentasi jagung selama 12
jam mempunyai breakdown viscosity 0 BU, sehingga stabilitas pemanasan
lebih tinggi daripada tepung jagung yang dibuat tanpa fermentasi (68 BU).
Stabilitas ini terus dipertahankan selama fermentasi sampai jam ke 60, dan
setelah 72 jam stabilitas pemanasan menurun menjadi -60 BU.
121
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
123
Henshaw FO, McWatters KH, Oguntunde AO, Phillips RD. 1996. Pasting
properties of cowpea flour: Effects of soaking and decortication method.
J. Agric. Food Chemistry 44:1864-1870.
Hizukuri S. 1996. Starch: Analytical aspects. Di dalam Eliasson A. editor.
Carbohydrates in food. New York: Marcel Dekker. hlm 363-403.
Hounhouigan DJ, Nout MJR, Nago CM, Houben JH, Rombouts FM. 1993a.
Characterization and frequency distribution of species of lactic acid
bacteria involved in the processing of mawe, a fermented maize dough
from Benin. International Journal of Food Microbiology. 18:279-287.
Hounhouigan DJ, Nout MJR, Nago CM, Houben JH, Rombouts FM. 1993b.
Composition of microbial and physical attributes of mawe, a fermented
maize dough from Benin. International Journal of Food Science and
Technology. 28:513-517.
Hounhouigan DJ, Nout MJR, Nago CM, Houben JH, Rombouts FM. 1993c.
Changes in the physico-chemical properties of maize during natural
fermentation of mawe. Journal of Cereal Science. 17:291-300.
Hoseney RC. 1994. Principles of cereal science and technology. 2nd ed. St. Paul
MN: American Association of Cereal Chemists. hlm 125 – 146.
Hruskova M, Svec I, Kucerova I. 2003. Effect of malt flour addition on the
rheological properties of wheat fermented dough. Czechnia. Journal Food
Science 21:210-218.
Hung PV, Morita N. 2004. Dough properties and bread quality of flours
supplemented with cross-linked cornstarches. Food Research
International 37:461-467.
Ingbian EK, Akpapunam MA. 2005. Appraisal of traditional technologies in the
processing and utilization of mumu; a cereal based local food product.
African Journal of Food and Nutritional Sciences 5(2)
http://www.ajfand.net. (7 Juli 2006).
Ipteknet. 2009. Teknologi tepat guna tentang pengolahan pangan: tanaman
penghasil pati. http://www.iptek.net.id/warintek/htm. Diakses 27 Februari
2009.
Iwuoha CI, Nwakanma MI. 1998. Density and viscosity of cold flour pastes of
cassava (Manihot esculenta Grantz), sweet potato (Ipomoea batatas L.
Lam) and white yam (Dioscorea rotundata Poir) tubers as affected by
concentration and particle size. Carbohydrate Polymers 37: 91-101.
Jayne TS et al. 1996. Effects of market reform on access to food by low-income
households: Evidence from four countries in Eastern and Southern Africa.
Technical Paper No. 25. Bureau for Africa/USAID.
Jobling, S. 2004. Improving starch for food and industrial application. Current
opinion in Plant Biology 7: 210-218.
Johansson ML, Sanni A, Lonner C, Mollin G. 1995. Phenotypic based taxonomy
using API 50 CH of lactobacilli from Nigerian ogi, and the occurrence of
127
Yuan J, Flores RA. 1996. Laboratory dry milling performance of white corn:
effect of physical and chemical corn characteristics. Cereal Chemistry
73:574-578.
Zhang W, Jackson DS. 1992. Retrogradation behavior of wheat starch gels with
differing molecular profiles. J. of Food Science 57:1428-1432.
Zhang G, Hamaker BR. 2005. Sorghum (Shorgum bicolor L. Moench) flour
pasting properties influenced by free fatty acids and protein. Cereal
Chemistry 82:534-540.
132
(a)
(b) (c)
(d) (e)
Keterangan : (a) tepung jagung 60 mesh
(b) tepung jagung berukuran partikel 150 – 249.9 µm
(c) tepung jagung berukuran partikel 106 – 149.9 µm,
(d) tepung jagung berukuran partikel 75 – 105.9 µm,
(e) tepung jagung berukuran partikel 0.1 – 74.9 µm.
133
Lampiran 2 Korelasi antara loose density dan packed density dengan variabel
kimia dan fisik tepung jagung putih yang dipengaruhi waktu
fermentasi butiran jagung
Lampiran 3 Korelasi antara sudut curah dengan variabel kimia dan fisik tepung
jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi butiran jagung
Lampiran 4 Korelasi antara derajat putih dengan variabel kimia dan fisik tepung
jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi butiran jagung
Lampiran 5 Korelasi antara kapasitas penyerapan air dengan variabel kimia dan
fisik tepung jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi butiran
jagung
Variabel Koefisien korelasi
Kadar amilosa -0.442*
Rasio amilosa:amilopektin -0.46*
Kadar protein -0.521*
Kadar serat kasar -0.75**
Kadar abu -0.59**
Loose density -0.462*
Packed density -0.54*
Waktu fermentasi butiran jagung 0.606**
Lampiran 7 Korelasi antara suhu gelatinisasi dengan variabel kimia dan fisik
tepung jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi butiran
jagung
Lampiran 8 Korelasi antara viskositas puncak dengan variabel kimia dan fisik
tepung jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi butiran
jagung
Koefisien korelasi
Variabel Viskositas Viskositas panas Breakdown
panas 15 menit viscosity
Kadar protein -0.659** -0.827** 0.435*
pH -0.679** -0.584** -
Kadar gula reduksi -0.575** -0.478* -
Kadar serat kasar - -0.618** 0.601**
Kadar lemak - -0.642** -
Kadar abu -0.494* -0.676** 0.535*
Kadar amilosa - -0.486* -
Loose density - -0.717** 0.631**
Packed density -0.568** -0.849** 0.596**
Kapasitas penyerapan air 0.439* 0.684** -0.482*
Viskositas puncak 0.876** 0.735** -
Waktu fermentasi grits 0.587** 0.799** -0.557**
jagung
Lampiran 10 Korelasi antara retrogradasi pasta jagung dengan variabel kimia dan
fisik tepung jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi grits
jagung
Koefisien korelasi
Variabel Viskositas Setback Rasio VD:VPa15
dingin
viscosity
Rasio pati:gula reduksi -0.484* -0.588** -0.577**
Kadar protein - 0.496* 0.815**
Kadar lemak - - 0.645**
Kadar serat kasar - - 0.614**
Kadar abu - - 0.55**
Kadar gula reduksi - - 0.584**
Loose density - - 0.67**
Packed density - - 0.802**
pH - - 0.434*
Kapasitas penyerapan air - - -0.542*
Viskositas puncak - -0.664** -0.745**
Viskositas panas - -0.645** -0.627**
Waktu fermentasi grits - - -0.691**
jagung
Lampiran 11 Korelasi antara kekuatan dan kelengketan gel dengan variabel kimia
dan fisik tepung jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi
grits jagung
Koefisien korelasi
Variabel Kekuatan gel Kelengketan gel
Kadar protein -0.832** 0.463*
Rasio pati:protein 0.74** -0.443*
Kadar gula reduksi -0.901** -
pH -0.867** -
Kadar abu -0.801** 0.536*
Kadar serat kasar -0.666** -
Kadar air - -0.517*
Kadar lemak - 0.658**
Kadar amilosa - 0.636**
Packed density -0.685** 0.687**
Kapasitas penyerapan air 0.669** -
Sudut curah 0.685** -0.603**
Suhu gelatinisasi -0.467* -0.554**
Viskositas puncak 0.715** -
Viskositas panas 0.74** -
Viskositas panas 15 menit 0.578** -0.544*
Breakdown viscosity - 0.583**
Rasio VD:VPa15 -0.638** -
Waktu fermentasi grits jagung 0.642** -0.777*
Keterangan: * = korelasi nyata pada taraf 0.05
** = korelasi nyata pada taraf 0.01
143
Lampiran 12 Korelasi antara loose density dan packed density dengan variabel
kimia dan fisik tepung jagung putih yang dipengaruhi waktu
fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung
Lampiran 13 Korelasi antara sudut curah dengan variabel kimia dan fisik tepung
jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi grits jagung dan
ukuran partikel tepung
Lampiran 14 Korelasi antara derajat putih dengan variabel kimia dan fisik tepung
jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi grits jagung dan
ukuran partikel tepung
Lampiran 16 Korelasi antara suhu gelatinisasi dengan variabel kimia dan fisik
tepung jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi grits jagung
dan ukuran partikel tepung
Lampiran 17 Korelasi antara viskositas puncak dengan variabel kimia dan fisik
tepung jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi grits jagung
dan ukuran partikel tepung
Lampiran 19 Korelasi antara retrogradasi pasta jagung dengan variabel kimia dan
fisik tepung jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi grits
jagung dan ukuran partikel tepung
Lampiran 20 Korelasi antara kekuatan gel dengan variabel kimia dan fisik tepung
jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi grits jagung dan
ukuran partikel tepung
Lampiran 21 Kadar amilosa tepung jagung yang dihasilkan dengan variasi waktu
fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung
NUR AINI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
2
Nur Aini
NRP. F261040021
3
ABSTRACT
The uses of white corn in food industry in Indonesia are still limited. To
explore the potential uses, evaluation of chemical physical, and functional
properties of white corn flour is needed. The objective of this study was to
evaluate chemical, physical and functional properties of white corn flour, and its
changes as affected by spontaneous fermentation during soaking of white corn
grits. Corn flour was prepared by soaking of white corn grits followed by drying
and grinding. Soaking was done at closed pan and controlled temperature, to
promote spontaneous fermentation. The resulted flour was fractionated using
multiple sieve of 100 mesh (150 µm), 150 mesh (106 µm) and 200 mesh (75µm)
and analyzed for its chemicals, physicals and functional characteristics.
Fermentation process as long as 24 hr will reduce gelatinization temperature (Tg)
of resulted flour from 82oC to 76.2oC; but finally Tg would increase (85.2oC) at
72 hr of fermentation. Fermentation process of corn grits do not affect its peak
viscosity (in the range of 493 -560BU), but will increase only after fermentation
of more than 48-60 hr (648 -573 BU); and further fermentation would reduce the
peak viscosity (550 BU)similar to that of flour resulted from process without
fermentation. Flour resulted from corn grits after fermentation process of 12 hr
has breakdown viscosity of 0 BU. This suggests that heat stability of flour
produced from corn grits after 12 hr fermentation is higher that that of control
flour (breakdown viscosity of 68 BU). The breakdown viscosity was maintained
relatively constant until fermentation process up to 60 hr; and finally decreases to
-60 BU after 72 hr of fermentation. Measured as ratio of cold viscosity/hot
viscosity after 15 minutes of stirring at constant temperature of 95oC ( Vd ),
Vpa15
tendency of retrogradation was reduced by fermentation process for 48 hr ( Vd =
Vpa15
1.87) as compared to that of control ( Vd = 2.97). After 48 fermentation of corn
Vpa15
grits do not affect the tendency of retrogradation of the resulted flour; at which
Vd remain at 2.14. Flour produced using fermentation process of corn grits
Vpa15
exhibit very high gel strength. After 48 hr fermentation of corn grits, the flour
has gel strength of 19.47 gforce, very high as compared to that of control flour of
5.95 gforce. Further fermentation of more than 48 hr only slightly reduced the gel
strength to 14.48 gforce, still very high as compared to that of control flour. The
smaller particle size, the lower fiber content, loose density, packed density,
gelatinization temperature and gel strength o, the higher protein and fat content,
angle of repose, whiteness, water absorption capacity, oil absorption capacity,
peak viscosity, breakdown viscosity, tendency of retrogradation and gel stickiness
4
of the resulted flour. Using correlation and regression analysis several correlation
equations were proposed to be used as a prediction tools of several chemical,
physical and functional properties as affected by extend of fermentation process
and particle size of flour. Several equations proposes were Tg = 0.006t2 - 0.39t +
82.8; Vpa15 = 2.17t + 452.3, Gsi = -0.0084t2 + 0.57t + 18.754, Gsii = -0.0091t2
+ 0.6628T + 12.923, where Tg is gelatinization temperature (oC), Vpa15 is hot
viscosity after 15 minutes constant stirring (Brabender Unit; BU), Gsi and Gsii are
gel strength (gforce) of corn flour with particle size of >150-250 µm and >106-
150 µm, respectively, and t is length of fermentation (steeping) of corn grits (hr).
Overall, our results showed that control of length of fermentation of corn grits and
particle size may be used as a mean t control several chemical, physical and
functioal properties of the resulted corn flour.
.
5
RINGKASAN
gforce). Pada tepung berukuran partikel >106-150 µm, fermentasi selama 45 jam
meningkatkan kekuatan gel (25.4 gforce) dari tepung non fermentasi (13.2
gforce), dan waktu fermentasi selanjutnya sampai 70 jam akan menurunkan
kekuatan gel (14 gforce).
Dengan menggunakan analisa korelasi dan regresi, diperoleh beberapa
persamaan yang bisa digunakan untuk memprediksi pengaruh lama proses
fermentasi spontan (perendaman) terhadap beberapa sifat fisik, kimia dan
fungsional. Beberapa persamaan tersebut adalah Tg = 0.006t2 - 0.39t + 82.8;
Vpa15 = 2.17t + 452.3, Gsi = -0.0084t2 + 0.57t + 18.754, Gsii = -0.0091t2 +
0.6628T + 12.923 dimana Tg adalah suhu gelatinisasi (oC), Vpa15 adalah
viskositas panas 15 menit (BU), Gsi dan Gsii adalah kekuatan gel tepung jagung
berukuran partikel >150-250 µm dan >106-150 µm dalam g force, dan t adalah
waktu fermentasi grits jagung (jam). Penelitian ini menunjukkan bahwa
pengaturan lama proses fermentasi dan ukuran partikel dapat digunakan untuk
mengendalikan beberapa sifat fisik, kimia dan fungsional tepung jagung putih.
Kata kunci: jagung putih, fermentasi spontan, ukuran partikel, fisik, kimia,
fungsional
8
NUR AINI
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
10
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Tien R. Muchtadi, M.Si Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si
Anggota Anggota
Mengetahui
Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S
PRAKATA
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi rahmat dan berkahNya
sehingga penulisan disertasi yang berjudul ”Pengaruh Fermentasi Spontan Selama
Perendaman Grits Jagung Putih Varietas Lokal (Zea mays L.) Terhadap
Karakteristik Fisik, Kimia dan Fungsional Tepung yang Dihasilkan” dapat
diselesaikan. Disertasi ini dibuat sebagai salah satu syarat mahasiswa pascasarjana
program S3 untuk meraih gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Pangan, Institut
Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan
terimakasih yang sangat tulus dan mendalam kepada Ketua Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, M.Sc yang telah banyak meluangkan waktu untuk
membimbing, berdiskusi, memberikan arahan dan wawasan ilmu terutama di
bidang rekayasa pangan serta memberikan dorongan moril sehingga penulis dapat
menyelesaikan program S3 ini; anggota Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Tien R.
Muchtadi, M.S. dan Dr. Ir. Nuri Andarwulan yang telah meluangkan waktu
dalam membimbing, memberikan saran dan tambahan pengetahuan kepada
penulis.
Terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Dedi Fardiaz, M.Sc sebagai dosen
penguji luar komisi pada ujian tertutup atas saran-saran dan masukannya yang
sangat menambah cakrawala pengetahuan penulis terutama di bidang Ilmu
Pangan, serta demi kesempurnaan Disertasi ini.
Terima kasih kepada Dr. Ir. S. Joni Munarso, MS dan Dr. Ir. Titi Candra
Sunarti, M.Si sebagai dosen penguji pada ujian terbuka atas saran-saran, diskusi
dan masukannya yang menambah pengetahuan penulis dan demi kesempurnaan
Disertasi ini.
Terima kasih kepada Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc selaku ketua
Program Studi Ilmu Pangan atas saran-saran dan masukannya pada ujian tertutup.
Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc sebagai
pimpinan sidang pada ujian tertutup, juga atas saran-saran dan masukannya; juga
kepada Dr. Ir. Sam Herodian, MS sebagai Dekan Fakultas Teknologi Pertanian
atas kesediaannya sebagai pimpinan sidang pada Ujian terbuka.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada para Staf Pengajar di
lingkungan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, khususnya pada
Program Studi Ilmu Pangan yang telah memberikan ilmu dan pengalaman selama
penulis menempuh pendidikan di IPB.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Rektor Universitas
Jenderal Soedirman, Dekan Fakultas Pertanian, Ketua Jurusan Teknologi
Pertanian dan Ketua Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas
Jenderal Soedirman Purwokerto atas ijin dan kesempatan yang diberikan kepada
penulis untuk menempuh pendidikan di IPB.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi (Dikti) yang telah memberikan Beasiswa Program Pasca Sarjana (BPPS)
untuk penulis mengikuti program Doktor di IPB. Ucapan terimakasih juga
penulis sampaikan kepada Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
(DP2M) Dikti yang telah membantu sebagian dana penelitian melalui program
Hibah Bersaing XIV 2006-2007. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada
12
Nur Aini
13
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pati tanggal 1 Februari 1973 dari Bapak Munawar
dan ibu Muslihah. Penulis merupakan putri kedua dari lima bersaudara.
Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Pengolahan Hasil Pertanian, Fakultas
Teknologi Pertanian UGM pada tahun 1990 sampai 1995. Pada tahun 1999,
penulis diterima di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Program Pasca
Sarjana UGM dan menyelesaikannya pada tahun 2001. Kesempatan untuk
melanjutkan ke program doktor pada Program Studi Ilmu Pangan IPB diperoleh
pada tahun 2004. Beasiswa pendidikan diperoleh dari Beasiswa Program Pasca
Sarjana (BPPS) Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan
Nasional.
Penulis bekerja sebagai dosen di Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas
Pertanian Universitas Jendral Soedirman Purwokerto sejak tahun 1997 sampai
sekarang.
Karya ilmiah berjudul Hubungan Sifat Fisikokimia dan Amilografi
Tepung Jagung Putih yang Dipengaruhi Waktu Perendaman Grits Jagung telah
disajikan pada Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan (PATPI) di
Palembang pada bulan Oktober 2008. Sebuah artikel telah diterbitkan dengan
judul Hubungan Sifat Kimia dan Rheologi Tepung Jagung Putih dengan
Fermentasi Spontan Grits Jagung di Forum Pasca Sarjana IPB volume 2 tahun
2009. Artikel-artikel tersebut merupakan bagian dari disertasi penulis dalam
menyelesaikan program S3.
14
Penguji pada Ujian Tertutup : Prof. Dr. Ir. Dedi Fardiaz, M.Sc
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL iii
DAFTAR GAMBAR v
DAFTAR ISTILAH X
1. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar belakang 1
1.2 Tujuan penelitian 6
1.3 Manfaat penelitian 6
2. TINJAUAN PUSTAKA 7
2.1 Komposisi kimia dan anatomi biji jagung 7
2.2 Jagung putih 9
2.3 Tepung jagung 11
2.4 Pati jagung 12
2.4.1 Amilosa 14
2.4.2 Amilopektin 15
2.5 Fermentasi spontan pada proses pengolahan serealia dan 15
umbi-umbian
2.6 Sifat fisik tepung 17
2.6.1 Ukuran partikel 18
2.6.2 Densitas kamba 19
2.6.3 Sifat alir 20
2.7 Sifat fungsional adonan 21
2.7.1 Gelatinisasi dan sifat adonan 21
2.7.2 Sifat rheologi 24
LAMPIRAN 133
17
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Beberapa proses fermentasi spontan yang dilakukan pada 5
serealia dan umbi-umbian
2. Distribusi komponen-komponen utama jagung 9
3. Komposisi kimia jagung putih dan kuning 10
4. Beberapa sifat penting amilosa dan amilopektin 14
5. Komposisi kimia jagung putih pipilan, grits jagung dan tepung 40
jagung
6. Komposisi kimia tepung jagung putih yang dihasilkan dengan 40
variasi waktu fermentasi grits jagung
7. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap pH air 42
perendam
8. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap kadar pati, 46
gula reduksi dan pH tepung jagung yang dihasilkan
9. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap kadar amilosa 48
tepung jagung
10. Loose dan packed density tepung jagung dengan variasi waktu 50
fermentasi grits jagung
11. Sudut curah tepung jagung yang dihasilkan dengan variasi waktu 55
fermentasi grits jagung
12. Derajat putih tepung jagung yang dihasilkan dengan variasi 57
waktu fermentasi grits jagung
13. Kapasitas penyerapan air tepung jagung yang dihasilkan dengan 60
variasi waktu fermentasi grits jagung
14. Kapasitas penyerapan minyak tepung jagung yang dihasilkan 61
dengan variasi waktu fermentasi grits jagung
15. Suhu gelatinisasi adonan jagung yang dihasilkan dengan variasi 63
waktu fermentasi grits jagung
16. Viskositas puncak adonan jagung yang dihasilkan dengan variasi 65
waktu fermentasi grits jagung
17. Sifat-sifat adonan jagung selama pemanasan yang dihasilkan 67
dengan variasi waktu fermentasi grits jagung
18. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap kecenderungan 73
retrogradasi adonan tepung jagung
19. Sifat gel adonan jagung yang dihasilkan dengan variasi waktu 75
fermentasi grits jagung
18
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Potongan melintang jagung yang menunjukkan lokasi 7
komponen-komponen utama
2. Jagung putih dan kuning 10
3. Struktur internal dan organisasi granula pati 13
4. Ilustrasi kurva sifat-sifat gelatinisasi 23
5. Jagung putih yang digunakan 25
6. Pembuatan tepung jagung putih 27
7. Diagram alir jalannya penelitian tahap 1 dan 2 29
8. Diagram alir jalannya penelitian tahap 3 30
9. Bahan baku yang digunakan (a) jagung putih pipilan (b) grits 39
jagung
10. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap kadar 43
protein tepung jagung
11. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap 44
konduktivitas air perendam
12. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap pH tepung 46
jagung
13. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap kadar gula 47
reduksi tepung jagung
14. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap distribusi 49
ukuran partikel tepung jagung
15. Pengaruh kadar protein terhadap packed density tepung 51
jagung
16. Pengaruh kadar serat kasar terhadap loose density tepung 52
jagung
17. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap densitas 54
kamba tepung jagung
18. Pengaruh loose density terhadap sudut curah tepung jagung 56
19. Tepung jagung yang dibuat dari fermentasi grits jagung 57
selama 0, 36 dan 60 jam
20. Pengaruh kadar protein terhadap derajat putih tepung jagung 58
21. Pengaruh packed density terhadap derajat putih tepung jagung 59
22. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap suhu 64
gelatinisasi adonan jagung
20
43. Pengaruh packed density dan ukuran partikel tepung terhadap 101
derajat putih tepung jagung.
44. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel 102
tepung terhadap kapasitas penyerapan air tepung jagung.
45. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel 103
tepung terhadap kapasitas penyerapan minyak tepung jagung.
46. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel 104
tepung terhadap suhu gelatinisasi tepung jagung.
47. Pengaruh ukuran partikel terhadap amilografi tepung jagung 105
non fermentasi
48. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel 106
tepung terhadap viskositas puncak tepung jagung.
49. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap amilografi 106
tepung jagung berukuran partikel ≤ 75 µm
50. Pengaruh sudut curah dan ukuran partikel tepung terhadap 107
viskositas puncak adonan jagung.
51. Pengaruh kadar lemak dan ukuran partikel tepung terhadap 108
viskositas puncak adonan jagung
52. Pengaruh kadar amilosa dan ukuran partikel tepung terhadap 109
viskositas puncak adonan jagung.
53. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel 110
tepung terhadap viskositas panas 15 menit pasta jagung.
54. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel 110
tepung terhadap breakdown viscosity pasta jagung.
55. Pengaruh kadar lemak dan ukuran partikel tepung terhadap 111
breakdown viscosity pasta jagung.
56. Pengaruh sudut curah dan ukuran partikel tepung terhadap 112
breakdown viscosity pasta jagung.
57. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel 114
tepung terhadap viskositas dingin pasta jagung.
58. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel 114
Vd
tepung terhadap adonan jagung.
Vpa15
59. Pengaruh ukuran partikel tepung terhadap amilografi tepung 115
jagung fermentasi 70 jam
60. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel 116
tepung terhadap kekuatan gel tepung jagung
22
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Partikel tepung jagung fermentasi 45 jam dilihat menggunakan 133
scanning electron microscope (SEM)
2. Korelasi antara loose density dan packed density dengan 134
variabel kimia dan fisik tepung jagung putih yang dipengaruhi
waktu fermentasi grits jagung
3. Korelasi antara sudut curah dengan variabel kimia dan fisik 135
tepung jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi grits
jagung
4. Korelasi antara derajat putih dengan variabel kimia dan fisik 136
tepung jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi grits
jagung
5. Korelasi antara kapasitas penyerapan air dengan variabel 137
kimia dan fisik tepung jagung putih yang dipengaruhi waktu
fermentasi grits jagung
DAFTAR ISTILAH
Istilah Arti
Grits jagung Jagung pipilan yang digiling menggunakan pin disc mill
sehingga dihasilkan jagung dengan ukuran partikel ± 4mm
Sifat fungsional Sifat suatu bahan maupun komponen bahan yang dapat
mencirikan fungsinya dalam suatu sistem
Suhu gelatinisasi suhu awal mulai terjadi peningkatan viskositas selama
pemanasan
Viskositas puncak viskositas tertinggi yang dicapai selama pemanasan
(VP)
Viskositas panas viskositas yang dicapai pada suhu 95oC
(Vpa)
Viskositas panas viskositas setelah dipertahankan selama 15 menit pada
15 menit (Vpa15) suhu 95oC
Breakdown Perubahan viskositas yang terjadi ketika suspensi
viscosity dipanaskan pada suhu 95°C selama 15 menit (VP – Vpa15)
Viskositas dingin viskositas yang dicapai pada saat suhu diturunkan ke
(VD) 50oC
Setback viscosity perubahan viskositas yang terjadi ketika suspensi
diturunkan suhunya dari viskositas puncak (VD- VP)
Kekuatan gel gaya yang diberikan pada saat gel mulai pecah
Koefisien korelasi Keeratan hubungan linier antara sepasang peubah x dan
(r) y, yang tidak ditentukan mana variabel bebas dan variabel
tidak bebas
Koefisien Koefisien keragaman; keeratan hubungan antara sepasang
determinasi atau peubah x dan y, yang diketahui variabel bebas dan
koefisien regresi variabel tidak bebas
(R2)
1. PENDAHULUAN
defisiensi beberapa zat gizi dapat lebih mudah difortifikasi atau disuplementasi
jika dalam bentuk tepung.
Ukuran partikel merupakan salah satu sifat fisik penting karena perannya
dalam unit operasi seperti mixing, pengeringan, ekstrusi dan pneumatic handling.
Selain itu ukuran partikel tepung penting dalam evaluasi kualitas dan sifat tepung
selama pengolahan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ukuran dan
distribusi ukuran partikel tepung mempengaruhi sifat fisik, kimia dan fungsional
tepung. Iwuoha dan Nwakanma (1998) menyatakan bahwa semakin besar ukuran
partikel tepung ubi jalar, semakin rendah densitas dan viskositas adonan pada saat
pendinginan. Bedolla dan Rooney (1984) menyatakan bahwa ukuran partikel
tepung jagung ternikstamalisasi berkorelasi positif dengan suhu gelatinisasi,
semakin tinggi ukuran partikel tepung jagung semakin tinggi suhu gelatinisasi.
Meningkatnya ukuran partikel tepung amaranth juga meningkatkan suhu
gelatinisasi (Valdez-Niebla et al.1993). Cadden (1987) menyatakan bahwa ukuran
partikel yang semakin kecil menurunkan daya alir tepung.
Sifat fisik produk yang berbasis tepung sangat dipengaruhi sifat-sifat
fungsional adonan. Viskositas adonan tepung penting dalam penggunaannya
sebagai pengganti gum. Water holding capacity, kelarutan tepung dan viskositas
adonan merupakan parameter penting yang menentukan kualitas bahan sumber
karbohidrat yang digunakan sebagai fat substitutes. Indeks penyerapan air dan
indeks kelarutan air berguna dalam formulasi adonan makanan dan aplikasi
minuman karena sifat alami hidrofobik/hidrofiliknya. Sedangkan indeks
penyerapan lemak dapat menunjukkan interaksi alami antara lemak dengan
komponen tepung.
Salah satu proses pengolahan umbi-umbian dan serealia menjadi tepung
dan adonan adalah metode fermentasi spontan yang dapat dilakukan secara
sederhana yaitu merendam bahan di dalam air selama selang waktu tertentu.
Menurut Sefa-Dedeh dan Cornelius (2000) perendaman biji-bijian dalam air yang
berlebihan akan diikuti pertumbuhan beberapa mikroorganisme yang diinginkan,
seperti bakteri asam laktat, yeast, dan jamur. Menurut Latunde-Dada (2009), pada
proses fermentasi sereal seperti jagung, sorgum dan milet menjadi ogi dan agidi
terdapat peran beberapa mikroorganisme seperti Saccharomyces cereviceae,
4
Tabel 1 Beberapa proses fermentai spontan yang dilakukan pada serealia dan
umbi-umbian
Peneliti Bahan baku dan Perubahan sifat produk yang
produk dihasilkan
Subagio Fermentasi ubi kayu • Kadar serat tepung menurun
(2006) selama 12 – 72 jam • Kemampuan pembentukan gel
menghasilkan tepung dan daya rehidrasi meningkat
ubi kayu terfermentasi • Viskositas adonan panas dan
dingin meningkat
Dufour et al. Fermentasi adonan • Viskositas maksimum adonan
(2006) dari ubi kayu menurun
• Daya pengembangan meningkat
Elkhalifa et Fermentasi sorghum • Densitas menurun 10 %
al. (2005) 24 jam menghasilkan
tepung sorghum
Onofiok dan Fermentasi sereal • Densitas dan viskositas adonan
Nnanyelugo menghasilkan menurun
(1998) makanan sapihan
Onyango et Fermentasi sereal • Viskositas menurun
al. (2003) menjadi ogi
2 TINJAUAN PUSTAKA
Biji jagung terdiri atas tiga bagian utama, yaitu (a) perikarp, lapisan luar
yang tipis, berfungsi mencegah embrio dari organisme pengganggu dan
kehilangan air; (b) endosperm, sebagai cadangan makanan, mencapai 75% dari
bobot biji yang mengandung 90% pati dan 10% protein, mineral, minyak, dan
lainnya; dan (c) lembaga atau germ, sebagai miniatur tanaman yang terdiri atas
plamule, akar radikal, scutelum, dan koleoptil (Hardman dan Gunsolus 1998).
Bagian-bagian biji jagung ini dapat dilihat pada Gambar 1. Selain itu biji jagung
juga mengandung tip cap yaitu bagian yang menghubungkan biji dengan janggel.
endosperm) dan bagian yang keras (horny endosperm). Pati endosperm tersusun
dari senyawa anhidroglukosa yang sebagian besar terdiri atas dua molekul, yaitu
amilosa dan amilopektin, dan sebagian kecil bahan antara (White 1994). Namun
pada beberapa jenis jagung terdapat variasi proporsi kandungan amilosa dan
amilopektin.
Protein endosperm jagung terdiri atas beberapa fraksi, yang berdasarkan
kelarutannya diklasifikasikan menjadi albumin (larut dalam air), globumin (larut
dalam garam), zein atau prolamin (larut dalam alkohol konsentrasi tinggi), dan
glutelin (larut dalam alkali). Proporsi masing-masing fraksi protein pada
endosperm adalah 3% albumin, 3% globulin, 60 % zein, dan glutelin 26% (Vasal
1994).
Zein merupakan protein penyimpanan terbesar pada endosperm jagung.
Berdasarkan pada konstanta sedimentasi dan difusi, molekul zein mempunyai
bentuk globula panjang (rasio axial sekitar 15:1). Protein zein mempunyai
komposisi asam amino dengan kadar asam glutamat, prolin, leusin dan alanin
yang tinggi; serta kadar lisin, triptofan, histidin dan metionin yang rendah.
Berdasarkan pada perbedaan kelarutan, ada 2 jenis protein zein yaitu α-zein yang
larut pada etanol 95 % dan ß-zein yang larut pada etanol 60 %. α-zein
mengandung lebih banyak histidin, arginin, prolin dan metionin daripada ß-zein
(Laszity 1986).
Protein glutelin tidak hanya berfungsi sebagai protein penyimpanan, tetapi
juga sebagai protein struktural (protein membran atau protein kompleks, protein
dinding sel). Protein glutelin mempunyai kadar lisin, arginin, histidin dan kadar
triptofan lebih tinggi daripada zein, tetapi mempunyai kadar asam glutamat yang
lebih rendah.
Lembaga merupakan bagian biji jagung dengan porsi yang cukup besar.
Pada biji jagung tipe gigi kuda, lembaga meliputi 11,5% dari bobot keseluruhan
biji. Lembaga tersusun atas dua bagian yaitu scutelum dan poros embrio
(embryonic axis). Lembaga dicirikan oleh tingginya kadar lemak (33.2%), protein
(18.4%), dan mineral (10.5%) (Tabel 2).
9
Jagung putih yang murni cocok untuk pengolahan jagung terutama untuk
produk penggilingan kering (Poneleit 2001). Jagung putih juga digunakan dalam
proses pemasakan dengan kapur untuk membuat tortilla, chips jagung dan snack
(Hansen & Van der Sluis 2004). Karena jagung putih umumnya diproses dengan
penggilingan kering, pemasakan dengan basa atau penggilingan basah, faktor
penting yang perlu dipertimbangkan adalah true density. True density jagung
11
putih rata-rata 1.34 g/cm3, sedikit lebih tinggi daripada jenis jagung lain yaitu 1.3
g/cm3. True density yang tinggi merupakan indikator kekerasan dan diinginkan
untuk penggilingan kering dan pemasakan dengan kapur (US Grain Council
2006).
Gambar 3 Struktur internal dan organisasi granula pati (Gallant et al. 1997)
2.4.1 Amilosa
Amilosa merupakan homoglikan D-glukosa dengan ikatan α-(1,4) dari
struktur cincin piranosa. Amilosa umumnya dinyatakan sebagai bagian linier dari
pati meskipun sebenarnya jika dihidrolisis dengan β-amilase pada beberapa jenis
14
2.4.2 Amilopektin
Amilopektin merupakan komponen utama dari pati dan merupakan
polisakarida terbesar. Amilopektin merupakan polimer yang mempunyai ikatan
α-(1,4) pada rantai lurusnya serta ikatan β-(1,6) pada titik percabangannya.
Ikatan percabangan tersebut berjumlah sekitar 4-5% dari keseluruhan ikatan yang
15
yang halus dengan kadar padatan sekitar 8% (Banigo dan Muller 1972). Uji dari
Kenya merupakan produk yang serupa dengan ogi tetapi sebelum dicampur
dengan air dan difermentasi dilakukan penggilingan terlebih dahulu. Slurry awal
terdiri dari 30 % padatan yang kemudian difermentasi spontan selama 2 sampai 5
hari sampai menghasilkan 0.3 sampai 0.5 % asam laktat. Slurry kemudian
diencerkan sehingga kadar padatan menjadi 4 sampai 5% dan ditambahkan 6%
sukrosa untuk dikonsumsi (Gatumbi dan Muriru 1987).
Proses fermentasi spontan dilakukan dengan cara merendam bahan dalam
air pada selang waktu tertentu dengan memanfaatkan mikroorganisme dari
lingkungan. Selama proses perendaman tersebut terjadi perubahan sifat yang
disebabkan adanya aktivitas bakteri antara lain adalah bakteri asam laktat
(Hounhouigan et al. 1993a, Johansson et al. 1995). Menurut Hounhouigan et al.
(1993a), Lactobacillus fermentum dan Lactobacillus brevis merupakan spesies
utama yang ditemukan di mawe, adonan dari jagung yang difermentasi.
Sedangkan Johansson et al. (1995) menyatakan bahwa Lactobacillus plantarum
merupakan mikroorganisme dominan yang berada pada ogi. Nago et al. (1998)
menemukan 65 strain bakteri asam laktat yang diisolasi dari ogi yang berasal dari
Benin, yang pada umumnya adalah lactobacilli yang bersifat heterofermentatif.
Tiga spesies yang utama (sekitar 90%) adalah Lactobacillus fermentum biotype
cellobiosus, Lactobacillus brevis dan Lactobacillus fermentum; sedangkan yang
lain adalah Lactobacillus curvatus dan Lactobacillus buchneri (6%). Sedangkan
Akinrele (1970) mengidentifikasi Lactobacillus plantarum, Corynebacterium sp.
dan Aerobacter cloacae sebagai mikroorganisme yang dominan pada ogi Nigeria.
Selain bakteri juga ditemukan adanya yeast pada proses fermentasi
serealia (Nago et al. 1998, Hounhouigan et al. 1993b, Akinrele 1970). Menurut
Nago et al. (1998) pada ogi dari Benin diisolasi 54 strain yeast, 41% merupakan
spesies Candida, yang meliputi C. humicola dan C. krusei. Sebanyak 26%
diidentifikasi sebagai isolat yeast Geotrichum; sedangkan isolat lain diidentifikasi
sebagai Cryptococcus dan Trichosporan. Hounhouigan et al. (1993b) mengisolasi
Candida krusei dan Candida kefyr dari mawe. Sementara itu Akinrele (1970)
mengisolasi Candida krusei, Rhodotorula spp, Saccharomyces cerevisiae dan
Candida mycoderma dari ogi.
17
(i) Viskositas puncak (VP): viskositas maksimum yang dicapai selama proses
pemanasan
(ii) Viskositas panas (Vpa): viskositas yang dicapai pada suhu 95oC.
(iii) Viskositas panas 15 menit (Vpa15): viskositas yang dicapai pada suhu 95oC
setelah dipertahankan selama 15 menit
(iv) Viskositas dingin (VD): viskositas yang dicapai pada waktu pendinginan
mencapai suhu 50oC
Selain itu ada sifat-sifat lain yang diperoleh dengan cara menghitung dari sifat-
sifat di atas yaitu:
(i) Breakdown (BD) = VP – Vpa15
(ii) Setback (SB) = VD – VP
VD
(iii) Rasio viskositas dingin:viskositas panas 15 =
Vpa15
b. Analisa sifat fisik, kimia dan fungsional tepung jagung putih yang
dihasilkan pada tahap 1a. Sifat tepung yang dianalisa meliputi: kadar air,
kadar protein, kadar lemak, kadar serat kasar, kadar pati, kadar gula
reduksi, kadar amilosa, kapasitas penyerapan air, kapasitas penyerapan
minyak, loose density, packed density, sudut curah, derajat putih, suhu
gelatinisasi, viskositas puncak, viskositas panas, viskositas panas selama
15 menit, viskositas dingin, kekuatan dan kelengketan gel. Analisa data
yang dihasilkan pada tahap 1b. Antar sifat fisik, kimia dan fungsional
dianalisa korelasi untuk mengetahui hubungan keeratan masing-masing
variabel sehingga didapat nilai koefisien korelasi (r) antar variabel.
27
Penggilingan
Pengayakan 60 mesh
2. Pembuatan tepung jagung 60 mesh dengan waktu fermentasi 15, 30, 45, 57.5
dan 70 jam jagung menggunakan metode seperti pada tahap 1a. Tepung
28
jagung putih yang dihasilkan dianalisa sifat fisik, kimia dan fungsional seperti
pada point 1b. Apabila pada tahap 1 diperoleh model prediktif dengan nilai
R2 yang memadai, maka akan dilakukan pengujian lebih lanjut; sebagai upaya
validasi kemampuan pendugaannya dibandingkan dengan hasil pengukuran
yang sesungguhnya, pada kisaran t yang sesuai. Persamaan akan ditetapkan
sebagai model prediktif apabila standar deviasi yang didapatkan pada tahap
ini kurang dari atau sama dengan 10 %. Alur penelitian pada tahap 1 dan 2
dapat dilihat pada Gambar 7.
3. Karakterisasi sifat fisik, kimia dan fungsional tepung jagung putih yang
dipengaruhi ukuran partikel tepung dan waktu fermentasi grits jagung,
Tepung jagung 60 mesh dengan waktu fermentasi 0, 15, 30, 45, 57.5 dan 70
jam difraksinasi menggunakan ayakan bertingkat 100, 150 dan 200 mesh
sehingga didapatkan empat kelompok ukuran partikel tepung yaitu >150 –
250 µm, >106 – 150 µm, >75 – 106 µm dan ≤75 µm (Earle 1983). Tepung
jagung putih yang dihasilkan dianalisa sifat fisik, kimia tepung dan sifat
fungsional adonan seperti pada point 1b. Alur penelitian pada tahap 3 dapat
dilihat pada Gambar 8.
29
( a − b)
Kadar air = x100%
beratsampel
b −1 10000
Kadar lemak (% bk) = x
beratsampel 100 − kadarair
c−b 10000
Kadar serat kasar (% bk) = x
kadarlemak 100 − kadarair
(ax )+a
100
33
1 1000 x 20 1
Dimana fk = x =
abs1 ppm 1000000 abs1 ppmx50
Keterangan :
A620 = absorban sampel
ka = kadar air
20 dan 1000 = faktor pengenceran
fk = faktor konversi
Densitas kamba
Analisa densitas kamba dilakukan menggunakan silinder plastik yang
telah diketahui volume (V) dan beratnya (W1). Bahan dimasukkan ke dalamnya
dengan hati-hati sampai penuh dan kemudian permukaan bubuk pada mulut
silinder diratakan dengan penggaris logam, lalu silinder dan isinya ditimbang
(W2). Selanjutnya bahan dipadatkan dan diisi sampel lagi sampai mampat
kemudian ditimbang (W3). Densitas kamba dihitung sebagai loose density dan
packed density menggunakan rumus:
Loose density (δ1 ) = W 2 − W1
V
sorong dengan mengukur tinggi (t) dan diameter (d) alas curahan. Proyeksi
curahan dianggap membentuk sudut segitiga sama kaki
t
t tg α =
0,5d
d
yaitu viskositas yang dicapai pada 95oC, viskositas panas 15 menit (VPa15), yaitu
viskositas pada waktu suhu dipertahankan 97oC selama 15 menit, viskositas
adonan dingin (VD) yaitu viskositas yang dicapai pada suhu 50oC. Suhu
pembentukan adonan didefinisikan sebagai suhu pada waktu viskositas pertama
kali meningkat. Untuk mengetahui stabilitas adonan dihitung nilai breakdown
dan setback viscosity. Breakdown viscosity = VP - HV15, setback viscosity = VD
– VP.
Kekuatan dan kelengketan gel menggunakan texture analyzer.
Suspensi tepung hasil pengukuran amilografi dituangkan dalam wadah
sehingga gel memiliki diameter rata-rata 4,2 cm dan tinggi 5 cm. Pengukuran
kekuatan gel dilakukan menggunakan texture analyzer memakai probe
berdiameter 1 cm dan panjang 2,5 cm. Kecepatan probe 0,2 mm/s; beban 100
gram dan kedalaman 4 mm.
Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap sifat fisik, kimia dan
fungsional tepung jagung.
(a) (b)
Gambar 9 Bahan baku yang digunakan (a) jagung putih pipilan (b) grits
jagung putih.
Tabel 5 Komposisi kimia jagung putih pipilan, grits jagung dan tepung jagung
Komponen Jagung pipilan Grits Tepung
Kadar air (%) 13.36 13.07 10.32
40
4.2 Pengaruh waktu fermentasi spontan grits jagung terhadap sifat fisik,
kimia dan fungsional tepung jagung
Tabel 6 Komposisi kimia tepung jagung putih yang dihasilkan dengan variasi
waktu fermentasi grits jagung
Waktu Komposisi kimia tepung jagung yang dihasilkan
fermentasi grits
jagung (jam) Kadar air Protein Lemak Abu Serat
(%) (% bk) (% bk) (% bk) kasar
(% bk)
10.02 1.01d±0.0 2.97b±0.7
0 10.32ab±0.18 c±0.14 4.05d±0.11 6 5
12 10.05ab±0.50 9.24b±0.14 3.78c±0.30 0.78c±0.01 1.28a±0.03
0.55b±0.0
b b c
24 11.66 ±0.54 9.18 ±0.12 3.81 ±0.13 2 1.32a±0.07
0.47ab±0.0
36 10.02a±0.83 8.89a±0.13 3.82c±0.21 6 1.12a±0.03
0.49ab±0.0
48 10.80ab±0.10 8.74a±0.34 3.72bc±0.13 8 1.25a±0.02
0.53b±0.0
60 11.42ab±0.95 8.73a±0.14 3.44a±0.24 4 1.01a±0.16
72 11.32ab±1.63 8.78a±0.14 3.46ab±0.14 0.40a±0.07 1.10a±0.04
Keterangan: * merupakan angka rata-rata 3 ulangan dan 2 kali analisa
** angka yang diikuti dengan huruf sama pada satu kolom
menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5%
Kadar serat kasar tepung jagung tanpa fermentasi (2.97 %) lebih rendah
daripada kadar serat grits jagung putih yang digunakan (4.09 %). Hal ini
41
disebabkan sebagian besar serat kasar pada jagung terdapat pada bagian perikarp.
Bagian perikarp akan menghasilkan tepung jagung dengan tekstur kasar sehingga
dihilangkan pada proses pembuatan tepung jagung. Hal ini mengakibatkan kadar
serat kasar tepung jagung yang dihasilkan lebih kecil daripada kadar serat kasar
grits jagung.
Fermentasi grits jagung selama 12 jam menurunkan kadar serat kasar
tepung jagung yang dihasilkan (Tabel 6). Serat pada jagung mengalami
penurunan pada 12 jam pertama fermentasi (1.28%), apabila dibandingkan kadar
serat kasar tepung jagung yang dibuat tanpa fermentasi (2.97%). Serat merupakan
bagian yang tidak terpisahkan pada struktur alami tanaman yang terdiri dari
beberapa komponen seperti lignin, selulosa, hemiselulosa, substansi pektik, gum,
waxes, dan oligosakarida yang tidak tercerna. Hemiselulosa dan substansi pektik
yang mampu mengikat air dan mengembang disebut serat larut. Sebagian
hemiselulosa, selulosa dan lignin, yang sedikit mengikat air disebut serat tidak
larut atau serat kasar (Kalac dan Míka, 1997). Menurut Burge dan Duensing
(1989) serat jagung terdiri dari 67% hemiselulosa, 23% selulosa dan 0.1 % lignin.
Penurunan kadar serat kasar kemungkinan disebabkan aktivitas mikroorganisme
yang mengubah serat kasar atau serat tidak larut menjadi serat larut. Fermentasi
lanjutan sampai 72 jam relatif tidak mengubah kadar serat kasar (1.1%).
Menurunnya kadar serat tepung jagung yang dihasilkan dengan proses fermentasi
juga seperti yang terjadi pada pembuatan tepung ubi kayu menggunakan proses
fermentasi (Subagio 2006).
Fermentasi grits jagung sampai 36 jam menurunkan kadar protein tepung
jagung yang dihasilkan (8.89 %) apabila dibandingkan kadar protein tepung
jagung yang dibuat tanpa fermentasi (10.02 %). Penambahan waktu fermentasi
cenderung tidak mengubah kadar proteinnya. Penurunan kadar protein selama
fermentasi grits jagung seperti yang terjadi pada pembuatan ogi. Menurut Nago
et al. (1998) kadar protein ogi yang berasal dari Benin 9% lebih rendah daripada
jagung yang digunakan, sedangkan pada ogi yang berasal dari Gnonli terjadi
kehilangan protein sebesar 38%. Menurut Hounhouigan et al. (1993c) terjadi
penurunan kadar protein sebesar 38% pada pembuatan mawe. Menurunnya kadar
protein disebabkan adanya aktivitas enzim yang bersifat proteolitik.. Menurut
42
Okenhen dan Ikenebomeh (2007) pada ogi terdapat aktivitas enzim proteinase
sebesar 4.8 mg/ml.
Protein pada kernel jagung terdiri dari albumin (8 %), globulin (9 %),
zein atau prolamin (39%) dan glutelin (40%); sedangkan protein pada endosperm
terdiri dari zein (47%), glutelin (39%), albumin (4%) dan globulin (4%) (Laszrity
1986). Perendaman mengakibatkan masuknya air ke dalam grits jagung,
memperlunak kernel dan terjadinya bagian terlarut dari lembaga sehingga protein
albumin yang bersifat larut air mengalami leaching dan terbuang dalam air
perendam yang berakibat menurunnya kadar protein tepung jagung yang
dihasilkan.
Penurunan kadar protein berhubungan juga dengan pHnya. Pada saat
fermentasi 12 sampai 36 jam, pH air perendam jagung berada di luar titik
isoelektrik (Tabel 7) dan beberapa protein mempunyai kelarutan tinggi sehingga
protein terlarut dalam air perendam. Hal ini mengakibatkan penurunan kadar
protein hanya terjadi pada waktu fermentasi 12 sampai 36 jam (Tabel 6). Setelah
48 jam fermentasi, air perendam jagung berada pada titik isoelektrik yaitu pada pH
4.5 – 4.8 (Tabel 7) sehingga kelarutan protein jagung selama proses fermentasi
minimal dan kadar protein tepung jagung yang dihasilkan relatif konstan.
protein tepung jagung yang dihasilkan dengan fermentasi grits jagung sampai 36
jam dapat ditentukan menggunakan rumus regresi linier dengan persamaan:
Pr = -0.029t + 9.855 (R2 = 0.7848) (1)
dengan Pr adalah kadar protein tepung jagung dalam % basis kering, t adalah
waktu fermentasi grits jagung dalam jam dan R2 adalah koefisien determinasi.
12
10
protein (% bk)
6 Pr = -0.029t + 9.855
R2 = 0.7848
4
0
0 20 40 60 80
waktu (jam)
Gambar 10 Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap kadar protein tepung
jagung.
selama fermentasi jagung juga ditemukan pada pembuatan ogi dari kadar abu
pada jagung sebesar 1.35 – 1.38 menjadi 0.4 – 0.6 pada ogi (Nago et al. 1998).
Selain sebagai ion bebas, mineral pada jagung juga terdapat dalam bentuk
kompleks. Menurut Watson (1987) komponen anorganik yang paling banyak
terdapat pada jagung adalah fosfor, yang sebagian berada sebagai garam kalium-
magnesium asam fitat yang merupakan bentuk ester dari heksafosfat inositol.
Fitin adalah bentuk penyimpanan penting dari fosfor, yang dipecah oleh enzim
fitase pada proses fermentasi. Mineral yang berada dalam bentuk kompleks inilah
yang tidak mengalami leaching dalam air perendam sehingga fermentasi grits
jagung setelah 36 jam tidak mengubah kadar mineralnya.
Larutnya sebagian mineral mengakibatkan meningkatnya konduktivitas
atau daya hantar listrik pada air perendam. Berkebalikan dengan kadar mineral,
daya hantar listrik pada air perendam naik selama fermentasi sampai 36 jam,
kemudian cenderung tetap seperti terlihat pada Gambar 11.
1000
800
konduktivitas (mhos)
600
400
200
0
0 20 40 60 80
waktu (jam)
Tepung jagung yang dibuat tanpa fermentasi mempunyai kadar lemak 4.05
%. Kadar lemak mengalami penurunan selama 12 jam fermentasi menjadi 3.78
%. Fermentasi lanjutan sampai 48 jam cenderung tidak mengubah kadar lemak
tepung (3.72 %), selanjutnya setelah fermentasi selama 60 jam kadar lemak
45
menurun (3.4 %). Penurunan kadar lemak juga terjadi pada pembuatan ogi
sehingga kadar lemak bahan yang semula 3.9 – 4.4 turun menjadi 3 – 3.5 (Nago et
al. 1998, Hounhouigan et al. 1993c). Penurunan kadar lemak disebabkan
aktivitas mikroorganisme yang bersifat lipolitik. Ohenhen dan Ikenebomeh
(2007) menyatakan adanya aktivitas enzim lipase sebesar 1.8 mg/ml pada ogi.
Fermentasi jagung sampai 36 jam menurunkan kadar pati, gula reduksi
dan pH tepung jagung yang dihasilkan seperti terlihat pada Tabel 8. Penurunan
pH terjadi karena aktivitas bakteri asam laktat selama perendaman. Asam laktat
merupakan asam non volatil yang umum terdapat selama fermentasi sereal dan
umbi-umbian yang dihasilkan oleh Lactobacillus plantarum. Johansson et al.
(1995) menemukan adanya galur Lactobacillus plantarum yang bersifat amilolitik
sejumlah 14 persen dari total bakteri asam laktat yang diisolasi dari ogi,
sedangkan Hounhouigan et al. (1993a) menemukan Lactobacillus fermentum
yang bersifat amilolitik dari mawe. Keberadaan bakteri asam laktat yang bersifat
amilolitik selama pengolahan jagung meningkatkan kecepatan asidifikasi
sehingga menurunkan pH (Johansson et al. 1995).
Selain asam laktat juga dihasilkan sejumlah besar asam asetat dan
karbondioksida dari heksosa melalui jalur heksosa monofosfat. Adanya
gelembung pada permukaan slurry selama proses perendaman menunjukkan
produksi karbondioksida (Onyango et al. 2003). Asam laktat dan asam asetat
menurunkan pH media sementara karbondioksida mengeluarkan udara dari slurry
selama fermentasi. Fermentasi grits jagung selama 36 jam menurunkan pH
tepung jagung yang dihasilkan dari 5.67 menjadi 4.4, kemudian setelah 48 jam
naik menjadi 4.6 (Tabel 8). Penurunan pH pada proses fermentasi jagung ini
sesuai dengan penelitian Aremu (1993) bahwa perendaman jagung selama 48 jam
mengakibatkan penurunan pH menjadi 4.5, sedangkan menurut Sefa Dedeh
(2001), fermentasi adonan jagung selama 24 jam menurunkan pH dari 6.3 menjadi
4.0. Sedangkan Nago et al. (1998) menyatakan bahwa pembuatan ogi dengan
fermentasi selama 48 jam mengubah pH menjadi 3.3 sampai 3.7.
Apabila digambarkan pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap
pH tepung jagung akan menunjukkan grafik yang bersifat kuadratik seperti
46
terlihat pada Gambar 12. Hubungan antara waktu fermentasi grits jagung dengan
pH tepung jagung dapat dinyatakan dengan persamaan:
Ph = 0.0005t2 - 0.0493t + 5.7861 (R2 = 0.7855) (2)
dengan Ph adalah pH tepung jagung, t adalah waktu fermentasi grits jagung dan
R2 adalah koefisien determinasi.
Tabel 8 Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap kadar pati, gula reduksi
dan pH tepung jagung yang dihasilkan
Waktu fermentasi Kadar pati Kadar gula reduksi pH
(jam) (% bk) (% bk)
c
0 77.04 ±0.44 2.70d±0.08 5.67e±0.04
12 76.13bc±0.56 2.21c±0.34 5.47d±0.04
ab b
24 74.01 ±1.38 1.55 ±0.11 4.93c±0.07
36 74.1ab±1.36 1.16a±0.04 4.4a±0.02
a a
48 72.05 ±1.57 1.10 ±0.13 4.6b±0.13
60 72.26a±1.93 1.50b±0.21 4.88c±0.08
a b
72 71.49 ±2.48 1.66 ±0.13 4.7b±0.09
Keterangan: * merupakan angka rata-rata 3 ulangan dan 2 kali analisa
** angka yang diikuti dengan huruf sama pada satu kolom
menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5%
7
6
5
4
pH
1
0
0 20 40 60 80
waktu (jam)
pemecahan pati menjadi gula reduksi oleh bakteri asam laktat yang bersifat
amilolitik. Bakteri asam laktat yang bersifat amilolitik berhasil diisolasi dari ogi
yaitu Lactobacillus plantarum (Johansson et al. 1995) dan dari mawe yaitu
Lactobacillus fermentum (Hounhouigan et al. 1993a). Menurut Johansson et al.
(1995) keberadaan bakteri asam laktat yang bersifat amilolitik selama pengolahan
jagung meningkatkan ketersediaan sumber energi seperti glukosa atau maltosa
dari pati atau bakteri asam laktat lain. Adanya pemecahan pati menjadi gula
reduksi mengakibatkan penurunan kadar pati tepung jagung yang dihasilkan dari
77.04 % pada tepung jagung non fermentasi menjadi 71.49 % pada tepung jagung
yang dihasilkan dari proses fermentasi selama 72 jam (Tabel 8). Menurut Sefa-
Dedeh (2001) pengaruh fermentasi terhadap konsentrasi gula bervariasi.Selama
24 jam fermentasi, konsentrasi fruktosa, glukosa dan galaktosa menurun,
sedangkan xilosa dan maltosa meningkat. Pengaruh waktu fermentasi grits
jagung terhadap kadar gula reduksi tepung jagung dapat digambarkan sebagai
grafik kuadratik seperti terlihat pada Gambar 13. Hubungan antara waktu
fermentasi grits jagung terhadap kadar gula reduksi dapat dinyatakan dalam
persamaan:
Gr = 0.0006t2 - 0.06t + 2.71 (R2 = 0.7676) (3)
dimana Gr adalah kadar gula reduksi tepung jagung dalam % basis kering, t
adalah waktu fermentasi grits jagung dalam jam dan R2 adalah koefisien
determinasi.
3.0
2.5
gula reduksi(%)
2.0
1.5
1.0
waktu (jam)
48
Gambar 13 Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap kadar gula reduksi
tepung jagung.
Tabel 9 Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap kadar amilosa tepung
jagung
Waktu fermentasi jagung Kadar amilosa tepung jagung
0 28.39c±0.71
12 27.95c±0.67
24 27.83c±2.35
36 27.03ab±0.61
48 27.45bc±1.04
60 26.42a±1.70
72 26.81ab±0.54
Keterangan: * merupakan angka rata-rata 3 ulangan dan 2 kali analisa
** angka yang diikuti dengan huruf sama pada satu kolom
menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5%
35
25
distribusi (%)
20
15
10
≤75 µm
>180-250 µm
>150-180 µm
>125-150 µm
>106-125 µm
>90-106 µm
>75-90 µm
ukuran partikel (µm)
granula pati. Semakin tinggi ketebalan matriks protein yang kontak dengan
granula pati, semakin tinggi densitas.
Tabel 10 Loose dan packed density tepung jagung yang dihasilkan dengan
variasi waktu fermentasi grits jagung
Waktu fermentasi grits jagung Loose density Packed density
(jam)
(g/ml) (g/ml)
0 0.504d±0.019 0.72e±0.003
c
12 0.478 ±0.004 0.693d±0.006
24 0.469bc±0.002 0.689cd±0.001
ab
36 0.462 ±0.001 0.685c±0.007
48 0.46ab±0.002 0.664b±0.003
a
60 0.45 ±0.009 0.659b±0.002
72 0.447a±0.007 0.651a±0.002
Keterangan: * merupakan angka rata-rata 3 ulangan dan 2 kali analisa
** angka yang diikuti dengan huruf sama pada satu kolom
menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5%
korelasi, yaitu pada loose density (r = 0.84, p ≤ 0.01) dan packed density (r =
0.932, p ≤ 0.01).
Semakin tinggi kadar protein, semakin tinggi packed density tepung
jagung seperti terlihat pada Gambar 15. Apabila hubungan antara kadar protein
dan packed density digambarkan dalam suatu grafik maka terbentuk garis regresi
linier dengan persamaan:
Dp = 0.0375Pr + 0.3442 (R2=0.8673) (4)
dengan Dp adalah packed density tepung jagung dalam g/ml, Pr adalah kadar
protein tepung jagung dalam % basis kering dan R2 adalah koefisien determinasi.
Apabila persamaan (4) disubstitusi dengan persamaan (1) akan didapatkan
persamaan hubungan antara waktu fermentasi grits jagung dan packed density
tepung jagung yaitu:
Dp = -0.0011t + 0.714 (5)
dengan Dp adalah packed density tepung jagung dalam g/ml dan t adalah waktu
fermentasi grits jagung dalam jam.
0.80
packed density (g/ml)
0.75
0.70
0.60
8.0 8.5 9.0 9.5 10.0 10.5
protein (% bk)
Semakin besar kadar serat kasar, semakin tinggi loose dan packed density
tepung jagung. Serat kasar pada jagung terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan
lignin. Lignin dan hemiselulosa mempunyai kemampuan yang tinggi untuk
menyerap air. Hidrasi serat menyebabkan terbentuknya matriks gel dan
meningkatkan densitas kamba bahan. Adanya hubungan antara serat kasar dengan
52
loose dan packed density sesuai pendapat Rasper (1982) bahwa selulosa,
hemiselulosa dan lignin berperan terhadap densitas sereal. Hal ini mengakibatkan
adanya korelasi antara kadar serat kasar dengan loose density (r = 0.894, p ≤ 0.01)
dan packed density (r = 0.758, p ≤ 0.01). Semakin tinggi kadar serat kasar,
semakin tinggi loose density tepung jagung seperti terlihat pada Gambar 16.
Hubungan antara loose density dengan kadar serat kasar dapat dinyatakan dalam
persamaan:
Dl = 0.026s + 0.43 (R2 = 0.7997) (6)
dengan Dl adalah loose density tepung jagung dalam g/ml, s adalah kadar serat
kasar dalam % basis kering.
0.60
loose density (g/ml)
0.50
0.45
0.40
0.0 1.0 2.0 3.0 4.0
serat kasar (% bk)
Gambar 16 Pengaruh kadar serat kasar terhadap loose density tepung jagung.
Semakin tinggi kadar abu, semakin tinggi loose dan packed density tepung
jagung. Mineral-mineral dalam jagung yaitu natrium, kalium, fluor, dan iodine
banyak terdapat sebagai ion bebas. Menurut Nabrzyski (1997) gugus anionik
mempunyai daya tarik menarik yang kuat yang akan mempengaruhi densitasnya.
Lebih kuat interaksi dengan gugus anionik maka lebih tinggi densitas kamba
tepung jagung. Kadar abu berkorelasi dengan loose density (r = 0.842, p ≤ 0.01)
dan packed density (r = 0.758, p ≤ 0.01).
Semakin tinggi kadar lemak, semakin tinggi loose dan packed density
tepung jagung. Pengaruh lemak terhadap densitas kamba hampir sama dengan
53
seperti pati, serat kasar dan lemak maka persamaan 7 dipilih sebagai model
prediktif untuk dibuktikan pada tahap validasi.
0.80
Dp = -0.0009t + 0.712
R 2 = 0.9188
0.70
0.40
loose density pack ed density
0.30
0 20 40 60 80
waktu (jam)
Semakin rendah kadar serat kasar dan protein, semakin tinggi sudut curah
tepung jagung. Kemampuan bahan untuk mengalir dipengaruhi tekstur. Salah
satu komponen serat adalah selulosa yang berperan besar terhadap tekstur
makanan nabati. Fungsi utama selulosa dalam dinding sel dikombinasikan
dengan hemiselulosa, protein, pektin dan lignin memberikan kesatuan struktur
(Aguilera dan Stanley 1999). Dinding sel digambarkan sebagai mikrofibril
selulosa yang melekat pada bagian amorf terutama terdiri dari substansi pektik
dan hemiselulosa. Selulosa berperan memberi struktur yang kuat sehingga
memudahkan bahan mengalir, sebagai akibatnya fermentasi yang mengakibatkan
penurunan kadar serat akan meningkatkan sudut curah atau dengan kata lain akan
menurunkan daya alir tepung jagung. Hal ini mengakibatkan adanya korelasi
antara sudut curah tepung jagung dengan kadar serat kasar (r = -0.785, p ≤ 0.01)
dan kadar protein (r = -0.73, p ≤ 0.01).
Semakin tinggi densitas kamba, semakin kecil luas permukaan sehingga
bahan lebih mudah mengalir dan sudut curah menurun. Luas permukaan
menentukan gaya permukaan antarpartikel seperti gesekan dan kohesi sehingga
rasio luas permukaan terhadap volume merupakan indikasi yang baik bagi daya
alir pada sistem bubuk. Lebih tinggi rasio luas permukaan terhadap volume,
56
55
sudut curah (o )
50
45
Sr = -102.7Dl + 94.3
40 R 2 = 0.7286
35
0.30 0.40 0.50 0.60
loose density (g/ml)
Semakin tinggi kadar protein dan gula reduksi, derajat putih tepung
semakin rendah. Hal ini disebabkan reaksi pencoklatan non enzimatis antara
protein dan gula reduksi yang mengakibatkan warna coklat sehingga menurunkan
derajat putih tepung jagung.
Tabel 12 Derajat putih tepung jagung yang dihasilkan dengan variasi waktu
fermentasi grits jagung
Waktu fermentasi Derajat putih (%)
0 62.8a±0.5
12 64.0a±1.8
24 66.7b±0.9
36 68.1b±2.1
48 70.5c±0.9
60 71.1c±0.6
72 71.5c±1.0
Keterangan: * merupakan angka rata-rata 3 ulangan dan 2 kali analisa
** angka yang diikuti dengan huruf sama menunjukkan tidak beda
nyata pada taraf 5%
hubungannya dapat digambarkan sebagai grafik linier seperti yang terlihat pada
Gambar 20.
Apabila hubungan antara kadar protein dengan derajat putih tepung jagung
digambarkan sebagai grafik linier akan menghasilkan persamaan:
W = -5.367Pr +115.9 (R2 = 0.7658) (11)
Apabila dilakukan substitusi persamaan 11 dengan persamaan 1 akan didapatkan
hubungan antara waktu fermentasi grits jagung dengan derajat putih tepung
jagung dalam persamaan:
W = 0.16t + 63 (12)
dengan W adalah derajat putih tepung jagung sedangkan t adalah waktu
fermentasi grits jagung.
75
derajat putih (%)
70
65
W = -5.367Pr + 115.9
R2 = 0.7658
60
7.0 8.0 9.0 10.0 11.0
kadar protein (%bk)
Semakin tinggi kadar lemak tepung jagung, semakin rendah derajat putih
tepung karena lemak yang berwarna kuning menurunkan derajat putih tepung
jagung. Derajat putih tepung jagung berkorelasi dengan kadar lemak (r = -0.706,
p ≤ 0.01).
Keberadaan beberapa jenis mineral, terutama zat besi akan menurunkan
derajat putih pada tepung jagung sehingga semakin tinggi jumlah mineral atau
semakin besar kadar abu maka semakin rendah derajat putih tepung jagung. Hal
ini mengakibatkan korelasi antara derajat putih tepung jagung dengan kadar abu
(r = -0.827, p ≤ 0.01).
59
75
70
derajat putih (%)
65
60
W = -140.8Dp+ 163.6
R 2 = 0.8545
55
50
0.60 0.65 0.70 0.75
14 diturunkan dari persamaan 13 yang memiliki slope lebih besar sehingga dipilih
sebagai model prediktif untuk dibuktikan pada tahap validasi.
Tabel 13 Kapasitas penyerapan air tepung jagung yang dihasilkan dengan variasi
waktu fermentasi grits jagung
0 71.5c±3.9
12 64.8bc±4.7
24 64.9bc±4.9
36 60.6ab±6.6
48 61.3ab±2.3
60 61.4ab±2.8
72 55.9a±4.1
Keterangan: * merupakan angka rata-rata 3 ulangan dan 2 kali analisa
** angka yang diikuti dengan huruf sama menunjukkan tidak beda
nyata pada taraf 5%
cepat terjadinya gelatinisasi, dan untuk produk pangan yang memerlukan syarat
ini dapat dicapai dengan fermentasi selama 24 jam.
Keberadaan gula pada pemanasan pati akan menghambat gelatinisasi
karena terhambatnya pembengkakan granula pati oleh gula reduksi yang bersifat
hidrofilik, sehingga semakin banyak jumlah pati dibanding gula akan semakin
cepat terjadinya gelatinisasi yang akan menurunkan suhu gelatinisasi. Pada
aplikasi pembuatan produk pangan, untuk menghindari suhu gelatinisasi yang
terlalu tinggi karena adanya gula, maka penambahan gula dilakukan setelah
terjadinya gelatinisasi. Pengaruh gula terhadap gelatinisasi tergantung jenis gula,
sukrosa mempunyai suhu gelatinisasi tertinggi, dimana peningkatannya
tergantung konsentrasi sukrosa. Gula lain yaitu fruktosa, glukosa, maltosa
mempengaruhi gelatinisasi dengan pola yang sama. Lebih tinggi konsentrasi
substansi mengandung hidroksil yang larut air, lebih besar penghambatan
pengembangan granula (Christianson 1982). Hal ini mengakibatkan adanya
korelasi antara suhu gelatinisasi dengan rasio pati dibanding gula reduksi (r = -
0.463, p ≤ 0.05).
Tabel 15 Suhu gelatinisasi adonan jagung yang dihasilkan dengan variasi waktu
fermentasi grits jagung
Waktu fermentasi jagung (jam) Suhu gelatinisasi (oC)*
0 82bc±1.5
12 80.8b±2.5
24 76.2a±0.8
36 76.3a±0.9
48 76.7a±1.2
60 82.1bc±2.8
72 85.2c±1.8
Keterangan: * suhu awal gelatinisasi
** merupakan angka rata-rata 3 ulangan dan 2 kali analisa
*** angka yang diikuti dengan huruf sama menunjukkan tidak beda
nyata pada taraf 5%.
90
Tg = 0.006t2 - 0.39t+ 82.8
suhu gelatinisasi (o C)
R2 = 0.7504
85
80
75
70
0 20 40 60 80
waktu (jam)
Gambar 22 Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap suhu gelatinisasi
adonan jagung
65
Tabel 16 Viskositas puncak adonan jagung yang dihasilkan dengan variasi waktu
fermentasi grits jagung
Waktu fermentasi jagung (jam) Viskositas puncak (BU)
0 493,3a±27,5
12 513,3ab±41,6
24 510ab±17,3
36 560abc±26,5
48 648,3c±53,5
60 573,3bc±35,1
72
550ab±36,1
Keterangan: * merupakan angka rata-rata 3 ulangan dan 2 kali analisa
66
Tabel 17 Sifat-sifat adonan jagung selama pemanasan yang dihasilkan dengan variasi waktu
fermentasi grits jagung
Waktu fermentasi grits Viskositas panas (BU) Viskositas panas 15 Breakdown viscosity
jagung (jam) menit (BU) (BU)
VP
Vpa15
Gambar 23 Amilografi tepung jagung yang dihasilkan dengan variasi waktu fermentasi
grits jagung
Keterangan: ____ non fermentasi, ____ fermentasi 12 jam,
____ fermentasi 24 jam, ____ fermentasi 36 jam
____ fermentasi 48 jam, ____ fermentasi 60 jam
____ fermentasi 72 jam
Semakin besar kadar protein tepung jagung, semakin rendah Vpa15 (Gambar 24).
Korelasi antara kadar protein tepung jagung dengan viskositas panas 15 menit adonan
jagung dapat dinyatakan sebagai persamaan linier:
Vpa15 = 96.601Pr + 1394.8 (R2 = 0.7635) (16)
dengan Vpa15 adalah viskositas panas 15 menit adonan jagung putih dalam BU, Pr adalah
kadar protein tepung jagung dalam jam sedangkan R2 adalah koefisien determinasi.
Apabila dilakukan substitusi persamaan 16 dengan persamaan 1 maka akan didapatkan
persamaan linier antara waktu fermentasi grits jagung dengan viskositas panas 15 menit :
Vpa15 = 2.78t + 443.1 (17)
dengan Vpa15 adalah viskositas panas 15 menit adonan jagung putih dalam BU dan t
adalah waktu fermentasi grits jagung dalam jam.
800
600
Vpa 15 (BU)
400
Vpa15 = -96.601Pr + 1394.8
R 2 = 0.7635
200
0
8.0 8.5 9.0 9.5 10.0 10.5
kadar protein (% bk)
Gambar 24 Pengaruh kadar protein tepung jagung terhadap viskositas panas 15 menit.
Semakin tinggi kadar lemak, semakin rendah stabilitas adonan selama pemanasan
sehingga menurunkan viskositas panas 15 menit yang berarti semakin lemah
pengembangan granula pati. Helstad (2006) menyatakan bahwa pada pati serealia,
biasanya lipid menghambat hidrasi granula dan pengembangan terutama akibat jumlah
amilopektin tinggi. Menurut Singh et al. (2006) pembentukan kompleks amilosa-lipid
akan menghambat pengembangan granula pati. Pada saat gelatinisasi, amilosa keluar
dari granula pati dan membentuk kompleks inklusi amilosa-lemak. Pembentukan
kompleks ini mengurangi kecenderungan amilosa untuk berikatan, membentuk gel dan
teretrogradasi sehingga menghambat kecepatan pengerasan selama pemanasan. Hal ini
70
mengakibatkan adanya korelasi antara kadar lemak tepung jagung dengan viskositas
panas 15 menit (r = -0.642, p ≤ 0.01).
Menurut Fredriksson et al. (1998) sifat pati selama gelatinisasi dipengaruhi rasio
amilosa:amilopektin. Amilopektin berperan terhadap pengembangan dan sifat adonan
pati, sedangkan amilosa menghambat pengembangan. Granula pati dengan kadar
amilopektin tinggi menghasilkan granula yang lebih mengembang dan viskositas tinggi
sementara rantai linier amilosa keluar dari granula dan membuat fase kontinyu di luar
granula bersama lipid sehingga menghambat pengembangan dan menghasilkan viskositas
adonan yang rendah.
Semakin besar kapasitas penyerapan air pada suatu bahan, semakin kuat
mengikat air dan hal ini juga mengakibatkan adonan lebih stabil selama pemanasan.
Kapasitas penyerapan air berkorelasi dengan viskositas panas 15 menit (r = 0.684, p ≤
0.01). Hal ini sesuai dengan penelitian Henshaw et al. (1996) bahwa perbedaan
viskositas merupakan variasi penyerapan air.
Pada pH rendah, ikatan hidrogen dalam granula pati akan terpecah lebih cepat
sehingga meningkatkan kecepatan pengembangan granula. Semakin tinggi pH tepung
jagung, semakin rendah indeks kemudahan pemasakan dan semakin lemah
pengembangan granula pati. Hal ini didukung dengan adanya korelasi antara pH dengan
viskositas panas (r = -0.679, p ≤ 0.01) dan viskositas panas 15 menit (r = -0.584, p ≤
0.01).
Mineral yang berada dalam adonan pati selama pemanasan mudah mengalami
leaching. Semakin banyak mineral yang berada dalam bahan, semakin tinggi
kemungkinan bahan tersebut mengalami leaching sehingga kestabilan adonan selama
pemanasan menurun. Hal ini dapat dilihat dari menurunnya viskositas selama pemanasan
yang didukung dengan adanya korelasi antara kadar abu dengan viskositas panas 15
menit (r = -0.676, p ≤ 0.01).
Stabilitas selama pemanasan berkorelasi dengan densitas tepung. Hal ini
berhubungan juga dengan pengaruh hidrofobisitas protein jagung terhadap densitas
protein. Protein jagung sebagian besar terdiri dari asam amino hidrofobik yang
diasumsikan berbentuk globular (mendekati spherical) sehingga meminimalkan rasio area
permukaan dibanding volume (Damodaran 1996). Rasio area permukaan:volume yang
kecil pada protein jagung mengakibatkan tepung jagung mempunyai densitas besar
sehingga pengembangan granula, peningkatan viskositas dan stabilitas adonan menjadi
rendah. Hal ini mengakibatkan adanya korelasi viskositas panas 15 menit adonan jagung
dengan loose density (r = 0.717, p ≤ 0.01) dan packed density (r = 0.849, p ≤ 0.01).
71
Semakin besar packed density tepung jagung, semakin kecil viskositas panas 15
menit adonan jagung (Gambar 25). Korelasi antara packed density dengan viskositas
panas 15 menit dapat digambarkan sebagai grafik linier dengan persamaan:
Vpa15 = -2409.2Dp + 2167.9 (R2 = 0.7696) (18)
Apabila persamaan 18 disubstitusi dengan persamaan 7 maka akan didapatkan
persamaan hubungan antara viskositas panas 15 menit dengan waktu fermentasi grits
jagung sebagai berikut:
Vpa15 = 2.17t + 452.3 (19)
dimana Vpa15 adalah viskositas panas 15 menit adonan jagung dalam BU dan t adalah
waktu fermentasi grits jagung dalam jam.
800
600
Vpa 15 (BU)
400
Vpa15 = -2409.2Dp + 2167.9
200 R2 = 0.7696
0
0.64 0.66 0.68 0.70 0.72 0.74
Vd
Vpao
selama 15 menit pada suhu 95 C ( 15 ). Selama pendinginan, berkumpulnya kembali
antar molekul pati terutama amilosa akan menghasilkan pembentukan struktur gel dan
viskositas akan meningkat ke viskositas akhir. Peningkatan viskositas saat pendinginan
menentukan kecenderungan berkumpul kembali pati yang merefleksikan kecenderungan
produk untuk teretrogradasi (Hagenimana et al. 2006). Namun apabila kecenderungan
untuk berkumpul kembali tersebut lemah, ikatan hidrogen akan terbentuk secara lambat,
molekul air akan sempat keluar dan yang terbentuk bukan gel akan tetapi endapamm.
Peristiwa keluarnya air dari perangkap hidrogen pasta ini disebut sineresis.
Fermentasi jagung selama 36 jam meningkatkan viskositas dingin tepung jagung
dari 1260 BU pada tepung yang dibuat tanpa fermentasi menjadi 1430 BU pada tepung
yang dibuat dengan fermentasi selama 36 jam. Selanjutnya fermentasi sampai 48 jam
menurunkan viskositas dingin (1045 BU) dan fermentasi lanjutan sampai 72 jam
meningkatkan lagi viskositas dinginnya menjadi 1308 BU seperi terlihat pada Tabel 18.
Peningkatan viskositas pada saat pendinginan sesuai dengan penelitian Subagio (2006)
yang menyatakan bahwa tepung ubi kayu yang dibuat melalui proses fermentasi akan
meningkat viskositas dinginnya.
Vd
Lebih tinggi Vpa15 , lebih besar retrogradasi yang terjadi. Menurut Sowbhagya
Vd
dan Bhattacharya (2001), Vpa15 lebih menggambarkan retrogradasi selama pendinginan
dibandingkan parameter lain seperti viskositas dingin atau setback viscosity. Tepung
Vd
jagung yang dibuat tanpa fermentasi mempunyai Vpa15 2.97 dan perendaman sampai 48
Vd
jam akan menurunkan Vpa15 (1.87). Fermentasi lanjutan sampai 72 jam cenderung tidak
Vd
mengubah Vpa15 (2.14).
Tabel 18 Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap kecenderungan retrogradasi
adonan tepung jagung
Waktu fermentasi Viskositas dingin Setback viscosity Vd
grits jagung (jam) (BU) (BU) Vpa15
3
Rv
2
Rv = 0.553Pr - 2.542
R 2 = 0.6638
1
8.0 8.5 9.0 9.5 10.0 10.5
Vd
Vpa
Gambar 26 Pengaruh kadar protein tepung jagung terhadap Rv ( 15 )
Vd
Semakin tinggi kadar protein, semakin besar Vpa15 . Hubungan antara kadar
Vd
protein dengan Vpa15 dapat digambarkan sebagai grafik linier dengan persamaan:
Rv = 0.553Pr– 2.542 (R2 = 0.6638) (20)
Apabila persamaan 20 disubstitusi dengan persamaan 1 maka akan didapatkan persamaan
:
Rv = -0.02t + 2.9 (21)
74
Vd
dengan Rv adalah Vpa15 dan t adalah waktu fermentasi grits jagung (jam). Persamaan Rv
Vd
= -0.02t + 2.9 selanjutnya digunakan sebagai model prediktif Vpa15 yang masih harus
dibuktikan ketepatannya pada tahap validasi.
Semakin besar loose dan packed density, semakin besar kecenderungan
Vd
terjadinya retrogradasi. Mekanisme pengaruh densitas kamba terhadap Vpa15 hampir
sama dengan mekanisme pengaruh densitas kamba terhadap adonan jagung selama
pemanasan. Pengaruh densitas kamba terhadap retrogradasi dapat dilihat dengan adanya
Vd
korelasi antara Vpa15 dengan loose density (r = 0.67, p ≤ 0.01) dan packed density (r =
0.802, p ≤ 0.01).
Kemudahan adonan saat dimasak juga mempengaruhi tingkat retrogradasi tepung
jagung. Semakin mudah pemasakan dan semakin stabil selama pemanasan, maka
semakin rendah kecenderungan produk teretrogradasi.
Tabel 19 Sifat gel adonan jagung yang dihasilkan dengan variasi waktu fermentasi grits
jagung
Waktu fermentasi grits Kekuatan gel (g force) Kelengketan gel
jagung (jam)
0 5.95a±0.6 -4.48c±0.38
b
12 9.11 ±0.88 -4.18c±0.5
24 13.9cd±0.24 -5.28c±0.78
d
36 15.39 ±1.04 -5.02c±0.76
e
48 19.47 ±1.15 -4.7c±0.78
d
60 14.48 ±0.93 -7.02b±0.63
c
72 12.86 ±0.85 -8.33a±0.99
75
Keterangan: angka yang diikuti dengan huruf sama menunjukkan tidak beda nyata pada
taraf 5%
Semakin tinggi pH tepung jagung, semakin rendah kekuatan gel adonan jagung
seperti terlihat pada Gambar 27. Pada pH rendah, pati lebih cepat tergelatinisasi dan akan
menghasilkan gel yang semakin kuat. Pada pH rendah yang sangat ekstrim menyebabkan
hidrolisis pati, dimana bagian amorf granula pati akan dipecah terlebih dahulu sedangkan
bagian kristalin dihidrolisis pada kecepatan lebih rendah. Pada penelitian ini tepung
jagung yang digunakan mempunyai range pH 4,4 sampai 5.7 sehingga belum terjadi
hidrolisis pati. Hal ini mengakibatkan gel yang dihasilkan makin kuat dengan
menurunnya pH (r = -0.867, p ≤ 0.01). Gel paling lemah terbentuk pada pH asam yang
ekstrem (pH 1-2) dan sangat basa (pH>10), sedangkan pada pH 12 tidak terbentuk gel
(Kilara 2006).
Semakin tinggi pH tepung jagung, semakin rendah kekuatan gel. Hubungan
antara pH tepung jagung dengan kekuatan gel dapat dinyatakan sebagai persamaan:
Gs = -8.19Ph + 53.8 (R2 = 0.7516) (22)
2
dengan Gs adalah kekuatan gel dalam g force, Ph adalah pH tepung jagung dan R adalah
koefisien determinasi.
Apabila persamaan 22 disubstitusi dengan persamaan 2 maka akan didapatkan
persamaan hubungan antara waktu fermentasi grits jagung dengan kekuatan gel adonan
jagung sebagai berikut:
Gs = -0.004t2 + 0.4t + 6.4 (23)
dengan Gs adalah kekuatan gel dalam g force, dan t adalah waktu fermentasi grits jagung
dalam jam.
25
kekuatan gel (force)
20
15
10
Gs = -8.19Ph + 53.8
5
R2 = 0.7516
0
4.0 4.5 5.0 5.5 6.0
pH
76
Semakin tinggi kadar gula reduksi tepung jagung, semakin rendah kekuatan gel
yang dihasilkan seperti dapat dilihat pada Gambar 28. Gula bersifat hidrofilik sehingga
dapat menghambat pengikatan air pada pati. Kadar gula reduksi yang semakin rendah
akan menurunkan suhu gelatinisasi dan sebagai konsekuensinya meningkatkan viskositas
dan kekuatan gel yang terbentuk. Pengaruh kadar gula reduksi tepung jagung terhadap
kekuatan gel adonan jagung dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi yaitu r = -0.901, p ≤
0.01. .
Semakin besar kadar gula reduksi, semakin rendah kekuatan gel adonan jagung
dan hubungan ini dapat dinyatakan dengan persamaan:
Gs = -6.98Gr + 25.185 (R2 = 0.8113) (24)
dengan Gs adalah kekuatan gel adonan jagung dalam g force, Gr adalah kadar gula
reduksi tepung jagung dalam % berat kering dan R2 adalah koefisien determinasi. Apabila
persamaan 24 disubstitusi dengan persamaan 3 akan didapatkan hubungan antara waktu
fermentasi grits jagung dengan kekuatan gel tepung jagung dengan persamaan:
Gs = -0.004t2 + 0.4t + 6.3 (25)
25
Kekuatan gel (gforce)
20
15
10
Gs = -6.98Gr + 25.2
5
R 2 = 0.8113
0
0.0 1.0 2.0 3.0
gula reduksi (%)
Gambar 28 Pengaruh kadar gula reduksi tepung jagung terhadap kekuatan gel.
Semakin tinggi kadar protein tepung jagung atau semakin rendah rasio pati
dibanding protein, semakin rendah kekuatan gel adonan jagung yang terbentuk. Tanpa
adanya panas, mekanisme interaksi protein-pati merupakan interaksi antar muatan, yang
sangat tergantung pH dan titik isoelektrik protein. Pemanasan meningkatkan
kompleksitas reaksi antara pati dan protein. Perubahan thermal dalam protein
77
berhubungan dengan denaturasi yang dipacu dengan keberadaan air. Denaturasi protein
sereal berhubungan dengan reaksi disulfida-sulfhidril yang menghasilkan ikatan silang
protein, misalnya interaksi protein-protein. Pati menjadi kehilangan kristalinitas,
pengembangan granula dan leaching amilosa meninggalkan amilopektin. Granula pecah
dan matriks amilosa membentuk jaringan gel. Pada saat terjadi kontak protein dan pati,
terbentuk matriks pati-protein yang stabil melalui ikatan hidrogen, kovalen dan ionik.
Matrik pati-protein yang terbentuk menentukan kekuatan gel. Hal ini didukung dengan
adanya korelasi antara kekuatan gel dengan kadar protein (r = -0.832, p ≤ 0.01) dan rasio
pati dibanding protein (r = 0.74, p ≤ 0.01).
Tepung yang lebih cepat mengalami gelatinisasi atau suhu gelatinisasinya rendah,
akan menghasilkan granula yang lebih mengembang, lebih tahan terhadap pemasakan
sehingga meningkatkan kekuatan gel yang dihasilkan. Retrogradasi adonan jagung
menurunkan kekuatan gel. Hal ini dapat dilihat dari adanya korelasi antara kekuatan gel
dengan suhu gelatinisasi (r = -0.467, p ≤ 0.05), viskositas puncak (r = 0.715, p ≤ 0.01),
viskositas panas (r = 0.74, p ≤ 0.01), dan viskositas panas 15 menit (r = 0.578, p ≤ 0.01)
Vd
dan Vpa15 (r = -0.638, p ≤ 0.01).
Berdasarkan variabel yang berkorelasi didapatkan persamaan 23 dan 25 untuk
memprediksi kekuatan gel. Kedua persamaan tersebut sedikit berbeda hanya di
intersepnya, yaitu 6.4 dan 6.3. Persamaan 25 diturunkan dari persamaan 24 yang
mempunyai koefisien determinasi lebih besar sehingga persamaan ini (Gs = -0.004t2 +
0.4t + 6.3) ditetapkan sebagai model prediktif yang akan dibuktikan pada tahap
berikutnya.
Fermentasi grits jagung selama 48 jam menghasilkan tepung jagung dengan
kelengketan gel -4.7, tidak berbeda nyata dengan tepung jagung non fermentasi (-4.48),
selanjutnya fermentasi sampai 72 jam meningkatkan kelengketan gel (-8.33) seperti
terlihat pada Tabel 19. Nilai yang semakin negatif pada kelengketan gel menunjukkan
kelengketan gel yang semakin besar.
Kelengketan gel terutama berkaitan dengan kadar amilosa dan kadar lemak.
Selama pengembangan, amilosa cenderung larut dan lepas ke dalam media air, mengalami
reasosiasi di antara ikatan hidrogennya dan menghasilkan gel. Adonan menjadi keruh dan
buram saat didinginkan dan akhirnya akan mengeluarkan air membentuk konsistensi
elastis. Eliasson dan Gudmundsson (1996) menyatakan bahwa rasio amilosa/amilopektin
mempunyai pengaruh besar terhadap sifat rheologi adonan dan gel. Kompleks inklusi
amilosa-lemak yang terbentuk dipermukaan granula menghambat pengembangan dan
78
Tabel 20 Model prediktif beberapa sifat fisik dan fungsional tepung jagung berdasar
waktu fermentasi grits jagung
No Persamaan Variabel terikat
1. Dp = -0.0009t + 0.712 Packed density
2. Dl = -0.0007t + 0.493 Loose density
3. Sr = -0.072t + 43.7 Sudut curah
4. W = 0.13t + 63.3 Derajat putih
5. Tg = 0.006t2 – 0.39t + 82.8 Suhu gelatinisasi
6. Vpa15 = 2.17t + 452.3 Viskositas panas 15 menit
7. Rv = -0.02t + 2.9 Vd
Vpa15
2
8. Gs = -0.004t + 0.4t + 6.3 Kekuatan gel
79
dihasilkan dari grits jagung dengan waktu fermentasi 0 sampai 72 jam, dan
penggunaan di luar waktu tersebut perlu penelitian lebih lanjut.
tidak hanya dipengaruhi loose density, tetapi juga kadar protein, kadar serat
kasar, kadar pati dan packed density sehingga hasil pengukuran sudut curah
mempunyai standar deviasi yang tinggi dibandingkan hasil pengukuran. Dengan
demikian persamaan tersebut hanya tepat digunakan untuk memprediksi sudut
curah berdasar waktu fermentasi grits jagung selama 0 sampai 30 jam. .
4.3.6 Viskositas panas saat dipertahankan selama 15 menit pada suhu 95oC
(Vpa15)
karena setelah itu menghasilkan nilai Vd dengan standar deviasi antara nilai
Vpa15
Pada tahap kedua penelitian ini didapat beberapa model dalam bentuk
persamaan matematika yang telah divalidasi untuk menguji kelayakannya (Tabel
29). Model matematika ini diharapkan dapat diaplikasikan untuk mengendalikan
sifat fisik dan fungsional tepung jagung berdasar waktu fermentasi grits jagung.
85
Tabel 29 Model prediktif sifat fisik dan fungsional tepung jagung yang telah
divalidasi
4.4 Pengaruh interaksi waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel
tepung terhadap sifat fisik, kimia dan fungsional tepung
(a)
(b) (c)
(d) (e)
Gambar 29 Partikel tepung jagung tanpa fermentasi dilihat menggunakan
scanning electron microscope (SEM) (perbesaran 50 kali) (a) 60 mesh (b) >150 -
250 µm c) >106 – 150 µm, (d) >75 – 106 µm, (e) ≤ 75 µm.
3.0
2.5
serat kasar (% bk)
2.0
1.5
1.0
waktu (jam)
Gambar 30 Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung
terhadap kadar serat kasar tepung jagung
89
Semakin kecil ukuran partikel tepung, semakin besar kadar protein tepung
jagung. Hal ini mirip dengan sifat pada tepung gandum yaitu tepung dengan
ukuran partikel lebih kecil mempunyai kadar protein lebih besar (Barbosa-
Canovas dan Yan 2003). Pada tepung jagung berukuran ≤ 75 µm, waktu
fermentasi selama 70 jam menurunkan kadar protein menjadi 8.96%
dibandingkan tepung jagung berukuran ≤ 75 µm tanpa fermentasi (11.03 %).
Pada tepung berukuran partikel >150-250 µm, kadar protein tepung setelah
fermentasi 70 jam (7.21%) relatif tidak berubah dari kadar protein tepung tanpa
fermentasi (7.85%). Perubahan kadar protein tepung jagung pada masing-masing
ukuran partikel ini dapat dilihat pada Gambar 31.
12.0
11.0
10.0
protein (%bk)
9.0
8.0
7.0
waktu (jam)
Gambar 31 Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung
terhadap kadar protein tepung jagung
tidak ada perbedaan kadar pati antara ukuran partikel tepung yang berbeda.
Sebagian besar pati (87,6%) berada pada bagian endosperm yang dapat menjadi
halus pada proses penggilingan dan terdistribusi hampir merata pada semua
ukuran partikel tepung jagung.
Tabel 31 Kadar pati, kadar gula reduksi dan pH tepung jagung yang dihasilkan
dengan variasi waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel
tepung
Waktu Ukuran Kadar pati Kadar gula pH
fermentasi partikel (% bk) reduksi (% bk)
jagung (jam)
0 60 mesh 77.0±0,4 2.70±0.08 5.67±0.04
>150-250 µm 74.1 ± 0.6 2.04±0.07 5.66±0.05
>106-150 µm 76. ± 1.2 2.15±0.03 5.73±0.1
>75-106 µm 75.7 ± 0.3 2.21±0.11 5.69±0.04
≤75 µm 76.3 ± 0.8 2.57±0.03 5.67±0.06
15 60 mesh 76.5±2.4 1.37±0.12 4.8±0.12
>150-250 µm 75.0 ± 2.5 1.37±0,133 4.69±0.12
>106-150 µm 74.4 ± 1.5 1.31±0.07 4.71±0.8
>75-106 µm 74.6±1.3 1.52±0.10 4.78±0.07
≤75 µm 75.3±2.0 1.32±0.18 4.84±0.03
30 60 mesh 76.6±1.7 1.33±0.23 4.72±0.11
>150-250 µm 72.0 ± 2.2 1.23±0.16 4.72±0.1
>106-150 µm 72.5±3.4 1.28±0.11 4.69±0.05
>75-106 µm 73.2±4.2 1.36±0.09 4.69±0.06
≤75 µm 72.6±2.7 1.43±0.22 4.63±0.09
45 60 mesh 73.7±0.8 1.72±0.19 4.57±0.28
>150-250 µm 71.9±2.3 1.46±0.15 4.34±0.08
>106-150 µm 72.6±2.8 1.54±0.09 4.33±0.1
>75-106 µm 72.2± 4 1.26±0.11 4.35±0.11
≤75 µm 71.8±2.4 1.48±0.13 4.19±0.03
57.5 60 mesh 74.6±3.1 1.25±0.25 4.42±0.02
>150-250 µm 72.2±2.8 1.32±0.13 4.33±0.06
>106-150 µm 70.6±2.2 1.50±0.05 4.4±0.08
>75-106 µm 71.4 ± 3.8 1.28±0.19 4.39±0.05
≤75 µm 71.6±2.6 1.25±0.32 4.39±0.02
70 60 mesh 71.6±2.3 1.48±0.33 4.34±0.12
>150-250 µm 69.7±1.6 1.33±0.06 4.67±0.09
>106-150 µm 72.2 ± 2.6 1.47±0.05 4.61±0.03
>75-106 µm 69.4 ± 2.5 1.57±0.06 4.66±0.1
≤75 µm 69.0 ± 2.6 1.37±0.04 4.67±0.05
Keterangan: angka dengan huruf yang sama pada satu kolom menunjukkan tidak beda
nyata pada taraf 0.05
91
0.800
0.600
0.500
>150-250 µm >106 - 150 µm
>75 – 106 µm ≤75 µm
0.400
5.0 7.0 9.0 11.0 13.0
protein (%bk)
Gambar 32 Pengaruh kadar protein dan ukuran partikel terhadap packed density
tepung jagung.
Semakin tinggi kadar serat kasar dan semakin besar ukuran partikel,
semakin tinggi packed density tepung jagung (Gambar 33). Apabila dibuat suatu
grafik hubungan antara kadar serat kasar dan packed density tepung jagung akan
didapatkan garis regresi linier seperti dapat dilihat pada Gambar 34. Berdasarkan
hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa kadar serat kasar mempunyai pengaruh
terhadap packed density tanpa dipengaruhi ukuran partikel tepung.
0.80
packed density (g/ml)
0.70
0.60
0.50
> 150 - 250 µm >106 - 150 µm
>75 – 106 µm ≤ 75 µm
0.40
0.0 1.0 2.0 3.0 4.0
Gambar 33 Pengaruh kadar serat kasar dan ukuran partikel tepung terhadap
packed density tepung jagung
93
0.80
0.60
Dp = 0.0764s + 0.5148
0.50
R 2 = 0.7386
0.40
0.0 1.0 2.0 3.0
serat kasar (% bk)
Gambar 34 Hubungan kadar serat kasar dan packed density tepung jagung.
0.60
Dlii= -0.001t + 0.508
Dli = -0.001x + 0.532
R 2 = 0.8272
0.40
0.30
> 150-250 µm >106 - 150 µm
>75 – 106 µm ≤ 75 µm
0.20
0 20 40 60 80
waktu (jam)
Gambar 35 Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung
terhadap loose density tepung jagung.
0.80
Dpii= -0.0012t + 0.702
0.60
Dpiii = -0.0011t + 0.678
0.50 R 2 = 0.8555
0.40
> 150-250 µm >106 - 150 µm
>75 – 106 µm ≤ 75 µm
0.30
0 20 40 60 80
waktu (jam)
Gambar 36 Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung
terhadap packed density tepung jagung.
terlihat pada Gambar 37. Pada tepung jagung berukuran ≤ 75 µm , sudut curah
tidak berubah dengan bertambahnya waktu fermentasi; sedangkan pada tepung
jagung berukuran > 150-250 µm fermentasi 70 jam meningkatkan sudut curah
menjadi 47.6o, dari tepung non fermentasi (29.4o).
60
50
sudut curah ( )
o
40
30
Sri = 0.225t + 31.53
20 R2 = 0.8579
Semakin kecil ukuran partikel, perubahan kadar protein, lemak, serat kasar
dan abu cenderung tidak mengubah sudut curah tepung jagung (Lampiran 13).
Pada tepung jagung berukuran partikel kecil, kadar lemak cenderung tidak
mempengaruhi daya alirnya sehingga menghasilkan grafik mendatar seperti pada
Gambar 38. Hal ini sesuai dengan penelitian Fitzpatrick et al. (2004) bahwa pada
susu bubuk berukuran partikel kecil mempunyai daya alir relatif tidak berubah
dengan meningkatnya kadar lemak; sedangkan pada susu bubuk berukuran
partikel besar, daya alirnya meningkat dengan menurunnya kadar lemak. Hal ini
disebabkan pengaruh gaya kohesiveness akibat kadar lemak yang tinggi lebih
dominan daripada ukuran partikel pada susu bubuk berukuran partikel kecil .
97
60
50
sudut curah ( )
o
40
30
Sri = -24.48l + 106.2
20 R2 = 0.7084
Semakin tinggi densitas dan semakin besar ukuran partikel, semakin kecil
sudut curah. Semakin tinggi densitas, semakin kecil luas permukaan, demikian
juga semakin besar ukuran partikel. Gaya permukaan antarpartikel seperti gaya
gesekan dan kohesi ditentukan oleh luas permukaan dan masa yang proporsional
terhadap volume, merupakan indikasi yang baik bagi daya alir pada sistem bubuk.
Semakin besar ukuran partikel tepung, semakin kecil luas permukaan sehingga
tepung lebih mudah mengalir atau sudut curah semakin kecil. Pada tepung jagung
dengan ukuran partikel kecil, perubahan packed density cenderung tidak
mempengaruhi daya alir tepung seperti dapat dilihat pada Gambar 39.
60
50
sudut curah (o )
40
30
Sri = -130.48Dp + 129.2
R2 = 0.7999
20
Gambar 39 Pengaruh packed density dan ukuran partikel tepung terhadap sudut
curah tepung jagung putih.
98
90
Wiii = 0.087t + 69.4
Wiv = 0.068t + 74.7
2 R 2 = 0.7195
70
Wi = 0.097t + 63.3
Wii = 0.042t + 68.4
60 2 R2 = 0.6422
R = 0.5498
> 150-250 µm >106 - 150 µm
>75 – 106 µm ≤ 75 µm
50
0 20 40 60 80
waktu (jam)
Gambar 41 Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung
terhadap derajat putih tepung jagung.
Derajat putih tepung jagung berkorelasi dengan kadar protein, gula reduksi
dan pH pada hampir semua ukuran (Lampiran 14). Hubungan antara kadar
protein dan gula reduksi dengan derajat putih berkorelasi dengan reaksi
pencoklatan non enzimatis, yang didukung dengan korelasi antara derajat putih
dengan pH pada tepung jagung semua ukuran. Tepung jagung berukuran partikel
≤75 µm mempunyai kisaran derajat putih lebih tinggi (74.9 – 79.6 %) pada pH
antara 4.2 sampai 5.7 dibanding tepung berukuran partikel >150-250 µm (60.7 -
68.7 %) pada kisaran pH yang hampir sama (4.3 sampai 5.7) seperti dapat dilihat
pada Gambar 42.
90
80
derajat putih (%)
70
60
Wi = -6.042Ph + 95.4
R2 = 0.873
50
40
> 150 - 250 µm >106 - 150 µm
>75 – 106 µm ≤ 75 µm
30
4.0 4.5 5.0 5.5 6.0
pH
Semakin tinggi packed density, semakin kecil luas permukaan bahan dan
dengan adanya pemantulan cahaya akan terbentuk bayangan yang kelihatan lebih
gelap. Hubungan densitas dengan derajat putih tepung jagung berhubungan juga
dengan luas permukaan. Pada tepung jagung berukuran partikel ≤ 75 µm,
peningkatan packed density dari 0.639 g/ml menjadi 0.748 g/ml menurunkan
derajat putih (dari 68.7 % menjadi 60.7 %); demikian juga pada tepung berukuran
partikel >150-250 µm peningkatan packed density (dari 0.585 g/ml menjadi 0.635
g/ml) akan menurunkan derajat putih (dari 79.6 % menjadi 74.9 %) seperti dapat
dilihat pada Gambar 43.
90
80
derajat putih (%)
70
60
> 150 - 250 µm >106 - 150 µm
>75 – 106 µm ≤ 75 µm
50
0.50 0.60 0.70 0.80
Gambar 43 Pengaruh packed density dan ukuran partikel tepung terhadap derajat
putih tepung jagung.
140
kapasitas penyerapan air(%)
120
100
100
kapasitas penyerapan minyak (%) Kpm iv = -0.205t + 83
R 2 = 0.7258
80
60
40
0
0 20 40 60 80
waktu (jam)
Gambar 45 Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung
terhadap kapasitas penyerapan minyak tepung jagung.
Bedolla dan Rooney (1984) bahwa semakin tinggi ukuran partikel tepung jagung
ternikstamalisasi, semakin tinggi suhu gelatinisasi. Valdez-Niebla et al. (1993)
juga menyatakan bahwa pada tepung amaranth, meningkatnya ukuran partikel
tepung akan meningkatkan suhu gelatinisasi. Hubungan antara waktu fermentasi
grits jagung terhadap suhu gelatinisasi pada semua ukuran partikel tepung
menunjukkan grafik seperti terlihat pada Gambar 46.
90
85
suhu gelatinisasi (o C)
80
75
70
65
> 150 - 250µm >106 - 150 µm
>75 – 106 µm ≤ 75 µm
60
0 20 40 60 80
waktu (jam)
Gambar 46 Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung
terhadap suhu gelatinisasi tepung jagung.
(629 BU) hampir sama dengan viskositas puncak tepung berukuran partikel ≤ 75
µm ( 665 BU) seperti dapat dilihat pada Gambar 47.
VP
800
400
Vp i = 3.17t + 370.9
R2 = 0.7957
200
VP
mempengaruhi densitas dan sudut curah sehingga pada tepung jagung dengan
ukuran partikel kecil, variabel-variabel tersebut tidak mempengaruhi viskositas
puncak. Pada tepung dengan ukuran partikel besar, peningkatan kadar protein,
serat kasar dan lemak akan meningkatkan densitas dan menurunkan sudut curah
sehingga menurunkan viskositas puncak. Semakin mudah bahan mengalir atau
semakin rendah sudut curah, semakin rendah viskositas puncak. Pada tepung
berukuran partikel >150-250 µm, meningkatnya sudut curah (dari 29.4o menjadi
47.6o) akan meningkatkan viskositas puncak (dari 328 BU menjadi 587 BU)
seperti terlihat pada Gambar 50. Sedangkan tepung berukuran partikel ≤ 75 µm
mempunyai kisaran sudut curah yang kecil (45.7–47.7o) sehingga viskositas
puncak hampir sama (665–698 BU), mirip dengan tepung berukuran partikel > 75
– 106 µm (sudut curah 45 – 47.2o dan viskositas puncak 585-662 BU).
800
Viskositas puncak (BU)
600
400
Vpi = 13.002Sr - 30
R 2 = 0.7888
200
> 150 - 250 µm >106 - 150 µm
>75 – 106 µm ≤ 75 µm
0
25 30 35 40 45 50
o
sudut curah ( )
Gambar 50 Pengaruh sudut curah dan ukuran partikel tepung terhadap
viskositas puncak adonan jagung.
Viskositas puncak tepung jagung berkorelasi dengan kadar lemak pada dan
amilosa pada tepung jagung berukuran partikel besar (108-149 µm dan 150-249
µm) (Gambar 51 dan 52). Pengaruh lemak dan amilosa berhubungan dengan
pembentukan kompleks amilosa-lemak yang akan menghambat pengembangan
granula pati. Pada tepung dengan ukuran partikel kecil (75-105.9 µm dan 0.1-74.9
107
800
Viskositas puncak (BU)
600
400
Vpi = -357.83l + 1457.7
R2 = 0.7064
200
> 150 - 250 µm >106 - 150 µm
>75 – 106 µm ≤ 75 µm
0
2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5
kadar lemak (% bk)
800
400
200
> 150 - 250 µm >106 - 150 µm
>75 – 106 µm ≤ 75 µm
0
25 26 27 28 29 30
tepung non fermentasi (-88 BU). Pada tepung jagung berukuran partikel ≤ 75 µm,
fermentasi relatif tidak mengubah viskositas panas selama 15 menit (Vpa15) dan
breakdown viscosity (Gambar 53 dan 54).
800
600
VPa15 (BU)
400
200
> 150 - 250 µm >106 - 150 µm
>75 – 106 µm ≤ 75 µm
0
0 20 40 60 80
waktu (jam)
Gambar 53 Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung
terhadap viskositas panas 15 menit tepung jagung.
200
breakdown viscosity (BU)
100
0
0 20 40 60 80
waktu (jam) Bdi = 1.48x - 77
-100 R2 = 0.8102
Gambar 54 Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung
terhadap breakdown viscosity tepung jagung.
200
breakdown viscosity (BU)
100
0
1.0 2.0 3.0 4.0 5.0
kadar lemak (% bk)
-100
Kadar protein, lemak, serat kasar, abu dan amilosa mempengaruhi sudut
curah pada tepung jagung dengan ukuran partikel besar. Sudut curah tepung
jagung mempengaruhi sifat-sifat tepung jagung dengan ukuran partikel besar
selama proses pemanasan, salah satunya adalah breakdown viscosity (Gambar 56).
111
Peningkatan sudut curah (dari 29.4o menjadi 47.6o) pada partikel tepung
berukuran >150 – 250 µm akan mengubah breakdown viscosity dari -88 BU
menjadi 35 BU. Tepung berukuran partikel kecil mempunyai kisaran sudut curah
kecil (47 - 47.7o) sehingga breakdown viscosity relatif tidak terpengaruh seperti
terlihat pada Gambar 56.
150
breakdown viscosity BU)
100
50
0
25 30 35 40 45 50 55
-50 o
sudut curah ( )
Gambar 56 Pengaruh sudut curah dan ukuran partikel tepung terhadap breakdown
viscosity tepung jagung.
µm dalam Brabender Unit (BU), Bdi adalah breakdown viscosity adonan jagung
berukuran partikel >150-250 µm dalam Brabender Unit (BU), t adalah waktu
fermentasi grits jagung (jam).
(Gambar 57 dan 58). Semakin kecil ukuran partikel tepung, semakin luas
permukaan sehingga lebih besar kemungkinan terjadinya leaching amilosa dari
granula pati. Semakin banyak terjadinya leaching meningkatkan retrogradasi
adonan jagung. Pada tepung berukuran partikel ≤ 75 µm fermentasi grits selama
30 jam menurunkan viskositas dingin (1120 BU) dari tepung non fermentasi (1642
BU) dan fermentasi lanjutan sampai 70 jam meningkatkan lagi viskositas dingin
(1950 BU). Pada tepung berukuran partikel > 150 – 250 µm, peningkatan waktu
fermentasi selama 70 jam meningkatkan viskositas dingin tepung (1263 BU) dari
tepung non fermentasi (983 BU) (Gambar 57).
Pada tepung berukuran partikel ≤ 75 µm fermentasi grits selama 30 jam
jam meningkatkan lagi Vd (2.40) seperti dapat dilihat pada Gambar 58.
Vpa15
113
2500
1500
1000
500
> 150 - 250 µm >106 - 150 µm
>75 – 106 µm ≤ 75 µm
0
0 20 40 60 80
waktu (jam)
Gambar 57 Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung
terhadap viskositas dingin adonan jagung.
4.0
3.0
2.0
1.0
> 150 - 250 µm >106 - 150 µm
>75 – 106 µm ≤ 75 µm
0.0
0 20 40 60 80
waktu (jam)
Gambar 58 Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung
Vd
terhadap adonan jagung.
Vpa15
terlihat pada Gambar 59. Hal ini sesuai dengan penelitian Iwuoha dan Nwakanma
(1998) pada tepung ubi jalar, bahwa semakin besar ukuran partikel ubi jalar,
semakin rendah viskositas adonan saat pendinginan.
VD
semakin besar terjadinya leaching amilosa dari granula pati yang akan
menurunkan kekuatan gel dan meningkatkan kelengketan gel. Pada tepung
berukuran partikel ≤ 75 µm, kekuatan gel relatif tidak berubah dengan
meningkatnya waktu fermentasi (Gambar 60). Pada tepung berukuran partikel
>150-250 µm, fermentasi selama 30 jam meningkatkan kekuatan gel (27.9 gforce)
dari tepung non fermentasi (18.6 gforce), fermentasi lanjutan sampai 45 jam tidak
mengubah kekuatan gelnya (27.6 gforce), dan waktu fermentasi selanjutnya
sampai 70 jam akan menurunkan kekuatan gel (17.6 gforce). Pada tepung
berukuran partikel >106-150 µm, fermentasi selama 45 jam meningkatkan
kekuatan gel (25.4 gforce) dari tepung non fermentasi (13.2 gforce), dan waktu
fermentasi selanjutnya sampai 70 jam akan menurunkan kekuatan gel (14 gforce).
35
Gs i = -0.008t2 + 0.57t + 18.7
30 R 2 = 0.9363
kekuatan gel (g force)
25
20 y
Gs ii = -0.009t2 + 0.663t+ 12.9
15 R2 = 0.9221
10
Gambar 60 Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung
terhadap kekuatan gel tepung jagung
dibandingkan kekuatan gel pati jagung varietas sama yang dimodifikasi secara
oksidasi, yaitu sebesar 25.5 gforce (Nur Aini dan Hariyadi 2007).
Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap kekuatan gel
menunjukkan grafik yang bersifat kuadratik seperti terlihat pada Gambar 65.
Hubungan antara waktu fermentasi grits jagung dan kekuatan gel pada tepung
jagung dapat dinyatakan dengan persamaan:
Gsi = -0.008t2 + 0.57t + 18.7 (R2 = 0.9363)
Gsii = -0.009t2 + 0.66t + 12.9 (R2 = 0.9221)
dimana Gsi dan Gsii adalah kekuatan gel tepung jagung berukuran partikel 150-
249.9 µm dan 106-149.9 µm dalam g force, t adalah waktu fermentasi grits
jagung dalam jam dan R2 adalah koefisien determinasi.
jalar, semakin besar ukuran partikel ubi jalar, semakin rendah viskositas adonan
saat pendinginan.
Fermentasi grits jagung selama 48 jam menghasilkan tepung jagung
dengan kekuatan gel 19.47 gforce, hampir sama dengan kekuatan gel pati jagung
varietas Srikandi yang dimodifikasi secara oksidasi asetilasi, yaitu sebesar 19.23
gforce (Nur-Aini dan Hariyadi 2007). Sedangkan tepung jagung berukuran >150
– 250 µm yang dibuat dengan waktu perendaman grits jagung selama 30 jam
mempunyai kekuatan gel tertinggi yaitu sebesar 27.9 gforce. Kekuatan gel tepung
jagung ini sedikit lebih tinggi dibandingkan kekuatan gel pati jagung varietas
sama yang dimodifikasi secara oksidasi, yaitu sebesar 25.5 gforce (Nur Aini dan
Hariyadi 2007). Pati jagung tersebut dapat digunakan sebagai pengganti gelatin
pada pembuatan marshmallow ceam, sehingga tepung jagung dengan kekuatan
gel hampir sama juga dapat digunakan sebagai pengganti gelatin sebagai gelling
agent.
Pada produk-produk bakery, terjadinya retrogradasi tidak diinginkan
karena dapat mengakibatkan terjadinya staling (pengerasan) produk selama
penyimpanan. Untuk meminimalkan terjadinya hal tersebut, dapat digunakan
tepung hasil fermentasi selama 30 jam dengan ukuran partikel <106 – 150 µm,
>75 – 106 µm atau ≤ 75 µm.
120
5.1 Simpulan
Sifat fisik, kimia dan fungsional tepung jagung dipengaruhi waktu fermentasi grits
jagung dan ukuran partikel tepung jagung.
1. Fermentasi grits jagung putih menurunkan kadar protein, lemak, serat kasar,
abu, pati, gula reduksi, pH, densitas kamba dan kapasitas penyerapan minyak
pada tepung yang dihasilkan; sedangkan sudut curah, derajat putih dan
kapasitas penyerapan air meningkat.
2. Proses fermentasi grits jagung putih selama 24 jam menurunkan suhu
gelatinisasi tepung jagung (76.2oC) dibandingkan tepung jagung yang dibuat
tanpa fermentasi (82oC) karena adanya leaching pada sebagian granula yang
bersifat amorf mengakibatkan partikel tepung jagung yang dihasilkan mudah
tergelatinisasi sehingga suhu gelatinisasi menurun. Fermentasi grits selama
perendaman 24 sampai 48 jam relatif tidak mengubah suhu gelatinisasi tepung
jagung, sedangkan proses fermentasi selama perendaman 72 jam
meningkatkan suhu gelatinisasi tepung jagung (85.2oC).
3. Tepung jagung yang dibuat tanpa fermentasi mempunyai viskositas puncak
493 BU, dan proses fermentasi sampai 36 jam menghasilkan tepung jagung
dengan viskositas puncak relative tetap (560 BU). Selanjutnya proses
fermentasi selama 48 jam menghasilkan tepung jagung dengan viskositas
puncak meningkat (648 BU), hampir sama dengan viskositas puncak tepung
jagung yang dihasilkan dengan perendaman grits jagung selama 60 jam (573
BU). Proses fermentasi grits jagung selama 72 jam menghasilkan tepung
jagung dengan viskositas puncak menurun lagi (550 BU), hampir sama
dengan viskositas puncak tepung jagung tanpa fermentasi.
4. Tepung jagung yang dihasilkan dengan proses fermentasi jagung selama 12
jam mempunyai breakdown viscosity 0 BU, sehingga stabilitas pemanasan
lebih tinggi daripada tepung jagung yang dibuat tanpa fermentasi (68 BU).
Stabilitas ini terus dipertahankan selama fermentasi sampai jam ke 60, dan
setelah 72 jam stabilitas pemanasan menurun menjadi -60 BU.
121
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
123
Henshaw FO, McWatters KH, Oguntunde AO, Phillips RD. 1996. Pasting
properties of cowpea flour: Effects of soaking and decortication method.
J. Agric. Food Chemistry 44:1864-1870.
Hizukuri S. 1996. Starch: Analytical aspects. Di dalam Eliasson A. editor.
Carbohydrates in food. New York: Marcel Dekker. hlm 363-403.
Hounhouigan DJ, Nout MJR, Nago CM, Houben JH, Rombouts FM. 1993a.
Characterization and frequency distribution of species of lactic acid
bacteria involved in the processing of mawe, a fermented maize dough
from Benin. International Journal of Food Microbiology. 18:279-287.
Hounhouigan DJ, Nout MJR, Nago CM, Houben JH, Rombouts FM. 1993b.
Composition of microbial and physical attributes of mawe, a fermented
maize dough from Benin. International Journal of Food Science and
Technology. 28:513-517.
Hounhouigan DJ, Nout MJR, Nago CM, Houben JH, Rombouts FM. 1993c.
Changes in the physico-chemical properties of maize during natural
fermentation of mawe. Journal of Cereal Science. 17:291-300.
Hoseney RC. 1994. Principles of cereal science and technology. 2nd ed. St. Paul
MN: American Association of Cereal Chemists. hlm 125 – 146.
Hruskova M, Svec I, Kucerova I. 2003. Effect of malt flour addition on the
rheological properties of wheat fermented dough. Czechnia. Journal Food
Science 21:210-218.
Hung PV, Morita N. 2004. Dough properties and bread quality of flours
supplemented with cross-linked cornstarches. Food Research
International 37:461-467.
Ingbian EK, Akpapunam MA. 2005. Appraisal of traditional technologies in the
processing and utilization of mumu; a cereal based local food product.
African Journal of Food and Nutritional Sciences 5(2)
http://www.ajfand.net. (7 Juli 2006).
Ipteknet. 2009. Teknologi tepat guna tentang pengolahan pangan: tanaman
penghasil pati. http://www.iptek.net.id/warintek/htm. Diakses 27 Februari
2009.
Iwuoha CI, Nwakanma MI. 1998. Density and viscosity of cold flour pastes of
cassava (Manihot esculenta Grantz), sweet potato (Ipomoea batatas L.
Lam) and white yam (Dioscorea rotundata Poir) tubers as affected by
concentration and particle size. Carbohydrate Polymers 37: 91-101.
Jayne TS et al. 1996. Effects of market reform on access to food by low-income
households: Evidence from four countries in Eastern and Southern Africa.
Technical Paper No. 25. Bureau for Africa/USAID.
Jobling, S. 2004. Improving starch for food and industrial application. Current
opinion in Plant Biology 7: 210-218.
Johansson ML, Sanni A, Lonner C, Mollin G. 1995. Phenotypic based taxonomy
using API 50 CH of lactobacilli from Nigerian ogi, and the occurrence of
127
Yuan J, Flores RA. 1996. Laboratory dry milling performance of white corn:
effect of physical and chemical corn characteristics. Cereal Chemistry
73:574-578.
Zhang W, Jackson DS. 1992. Retrogradation behavior of wheat starch gels with
differing molecular profiles. J. of Food Science 57:1428-1432.
Zhang G, Hamaker BR. 2005. Sorghum (Shorgum bicolor L. Moench) flour
pasting properties influenced by free fatty acids and protein. Cereal
Chemistry 82:534-540.
132
(a)
(b) (c)
(d) (e)
Keterangan : (a) tepung jagung 60 mesh
(b) tepung jagung berukuran partikel 150 – 249.9 µm
(c) tepung jagung berukuran partikel 106 – 149.9 µm,
(d) tepung jagung berukuran partikel 75 – 105.9 µm,
(e) tepung jagung berukuran partikel 0.1 – 74.9 µm.
133
Lampiran 2 Korelasi antara loose density dan packed density dengan variabel
kimia dan fisik tepung jagung putih yang dipengaruhi waktu
fermentasi butiran jagung
Lampiran 3 Korelasi antara sudut curah dengan variabel kimia dan fisik tepung
jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi butiran jagung
Lampiran 4 Korelasi antara derajat putih dengan variabel kimia dan fisik tepung
jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi butiran jagung
Lampiran 5 Korelasi antara kapasitas penyerapan air dengan variabel kimia dan
fisik tepung jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi butiran
jagung
Variabel Koefisien korelasi
Kadar amilosa -0.442*
Rasio amilosa:amilopektin -0.46*
Kadar protein -0.521*
Kadar serat kasar -0.75**
Kadar abu -0.59**
Loose density -0.462*
Packed density -0.54*
Waktu fermentasi butiran jagung 0.606**
Lampiran 7 Korelasi antara suhu gelatinisasi dengan variabel kimia dan fisik
tepung jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi butiran
jagung
Lampiran 8 Korelasi antara viskositas puncak dengan variabel kimia dan fisik
tepung jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi butiran
jagung
Koefisien korelasi
Variabel Viskositas Viskositas panas Breakdown
panas 15 menit viscosity
Kadar protein -0.659** -0.827** 0.435*
pH -0.679** -0.584** -
Kadar gula reduksi -0.575** -0.478* -
Kadar serat kasar - -0.618** 0.601**
Kadar lemak - -0.642** -
Kadar abu -0.494* -0.676** 0.535*
Kadar amilosa - -0.486* -
Loose density - -0.717** 0.631**
Packed density -0.568** -0.849** 0.596**
Kapasitas penyerapan air 0.439* 0.684** -0.482*
Viskositas puncak 0.876** 0.735** -
Waktu fermentasi grits 0.587** 0.799** -0.557**
jagung
Lampiran 10 Korelasi antara retrogradasi pasta jagung dengan variabel kimia dan
fisik tepung jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi grits
jagung
Koefisien korelasi
Variabel Viskositas Setback Rasio VD:VPa15
dingin
viscosity
Rasio pati:gula reduksi -0.484* -0.588** -0.577**
Kadar protein - 0.496* 0.815**
Kadar lemak - - 0.645**
Kadar serat kasar - - 0.614**
Kadar abu - - 0.55**
Kadar gula reduksi - - 0.584**
Loose density - - 0.67**
Packed density - - 0.802**
pH - - 0.434*
Kapasitas penyerapan air - - -0.542*
Viskositas puncak - -0.664** -0.745**
Viskositas panas - -0.645** -0.627**
Waktu fermentasi grits - - -0.691**
jagung
Lampiran 11 Korelasi antara kekuatan dan kelengketan gel dengan variabel kimia
dan fisik tepung jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi
grits jagung
Koefisien korelasi
Variabel Kekuatan gel Kelengketan gel
Kadar protein -0.832** 0.463*
Rasio pati:protein 0.74** -0.443*
Kadar gula reduksi -0.901** -
pH -0.867** -
Kadar abu -0.801** 0.536*
Kadar serat kasar -0.666** -
Kadar air - -0.517*
Kadar lemak - 0.658**
Kadar amilosa - 0.636**
Packed density -0.685** 0.687**
Kapasitas penyerapan air 0.669** -
Sudut curah 0.685** -0.603**
Suhu gelatinisasi -0.467* -0.554**
Viskositas puncak 0.715** -
Viskositas panas 0.74** -
Viskositas panas 15 menit 0.578** -0.544*
Breakdown viscosity - 0.583**
Rasio VD:VPa15 -0.638** -
Waktu fermentasi grits jagung 0.642** -0.777*
Keterangan: * = korelasi nyata pada taraf 0.05
** = korelasi nyata pada taraf 0.01
143
Lampiran 12 Korelasi antara loose density dan packed density dengan variabel
kimia dan fisik tepung jagung putih yang dipengaruhi waktu
fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung
Lampiran 13 Korelasi antara sudut curah dengan variabel kimia dan fisik tepung
jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi grits jagung dan
ukuran partikel tepung
Lampiran 14 Korelasi antara derajat putih dengan variabel kimia dan fisik tepung
jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi grits jagung dan
ukuran partikel tepung
Lampiran 16 Korelasi antara suhu gelatinisasi dengan variabel kimia dan fisik
tepung jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi grits jagung
dan ukuran partikel tepung
Lampiran 17 Korelasi antara viskositas puncak dengan variabel kimia dan fisik
tepung jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi grits jagung
dan ukuran partikel tepung
Lampiran 19 Korelasi antara retrogradasi pasta jagung dengan variabel kimia dan
fisik tepung jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi grits
jagung dan ukuran partikel tepung
Lampiran 20 Korelasi antara kekuatan gel dengan variabel kimia dan fisik tepung
jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi grits jagung dan
ukuran partikel tepung
Lampiran 21 Kadar amilosa tepung jagung yang dihasilkan dengan variasi waktu
fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung
ABSTRACT
The uses of white corn in food industry in Indonesia are still limited. To
explore the potential uses, evaluation of chemical physical, and functional
properties of white corn flour is needed. The objective of this study was to
evaluate chemical, physical and functional properties of white corn flour, and its
changes as affected by spontaneous fermentation during soaking of white corn
grits. Corn flour was prepared by soaking of white corn grits followed by drying
and grinding. Soaking was done at closed pan and controlled temperature, to
promote spontaneous fermentation. The resulted flour was fractionated using
multiple sieve of 100 mesh (150 µm), 150 mesh (106 µm) and 200 mesh (75µm)
and analyzed for its chemicals, physicals and functional characteristics.
Fermentation process as long as 24 hr will reduce gelatinization temperature (Tg)
of resulted flour from 82oC to 76.2oC; but finally Tg would increase (85.2oC) at
72 hr of fermentation. Fermentation process of corn grits do not affect its peak
viscosity (in the range of 493 -560BU), but will increase only after fermentation
of more than 48-60 hr (648 -573 BU); and further fermentation would reduce the
peak viscosity (550 BU)similar to that of flour resulted from process without
fermentation. Flour resulted from corn grits after fermentation process of 12 hr
has breakdown viscosity of 0 BU. This suggests that heat stability of flour
produced from corn grits after 12 hr fermentation is higher that that of control
flour (breakdown viscosity of 68 BU). The breakdown viscosity was maintained
relatively constant until fermentation process up to 60 hr; and finally decreases to
-60 BU after 72 hr of fermentation. Measured as ratio of cold viscosity/hot
viscosity after 15 minutes of stirring at constant temperature of 95oC ( Vd ),
Vpa15
tendency of retrogradation was reduced by fermentation process for 48 hr ( Vd =
Vpa15
1.87) as compared to that of control ( Vd = 2.97). After 48 fermentation of corn
Vpa15
grits do not affect the tendency of retrogradation of the resulted flour; at which
Vd remain at 2.14. Flour produced using fermentation process of corn grits
Vpa15
exhibit very high gel strength. After 48 hr fermentation of corn grits, the flour
has gel strength of 19.47 gforce, very high as compared to that of control flour of
5.95 gforce. Further fermentation of more than 48 hr only slightly reduced the gel
strength to 14.48 gforce, still very high as compared to that of control flour. The
smaller particle size, the lower fiber content, loose density, packed density,
gelatinization temperature and gel strength o, the higher protein and fat content,
angle of repose, whiteness, water absorption capacity, oil absorption capacity,
peak viscosity, breakdown viscosity, tendency of retrogradation and gel stickiness
4
of the resulted flour. Using correlation and regression analysis several correlation
equations were proposed to be used as a prediction tools of several chemical,
physical and functional properties as affected by extend of fermentation process
and particle size of flour. Several equations proposes were Tg = 0.006t2 - 0.39t +
82.8; Vpa15 = 2.17t + 452.3, Gsi = -0.0084t2 + 0.57t + 18.754, Gsii = -0.0091t2
+ 0.6628T + 12.923, where Tg is gelatinization temperature (oC), Vpa15 is hot
viscosity after 15 minutes constant stirring (Brabender Unit; BU), Gsi and Gsii are
gel strength (gforce) of corn flour with particle size of >150-250 µm and >106-
150 µm, respectively, and t is length of fermentation (steeping) of corn grits (hr).
Overall, our results showed that control of length of fermentation of corn grits and
particle size may be used as a mean t control several chemical, physical and
functioal properties of the resulted corn flour.