Karakterisasi Tumbuhan HAYATI Sofi-Abban

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 5

Karakterisasi Tumbuhan Lokal untuk Konservasi Tanah dan Air,

Studi Kasus pada Kluwih (Artocarpus altilis Park. ex Zoll.) Forsberg) dan
Bambu Hitam (Gigantochloa atroviolaceae Widjaja)

Siti Sofiah1 dan Abban Putri Fiqa2


UPT Balai Koonservasi Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi
Jl. Raya Surabaya-Malang km. 65 Purwodadi-Pasuruan,
1
sofie2291@yahoo.com dan 2abbanpf@gmail.com

Java Island low land forest known with their plants diversity, either their species also
their function. Kluwih (Artocarpus altilis Park. ex Zoll. Forsberg) and Black Bamboo
(Gigantochloa atroviolaceae Widjaja), are Javanese local plants, that surely has important
roles in ecosystem as land and water source conservation. This research was done to
understanding both of plants and their relation with land and water source conservation.
Observed parameters were root and canopy storage, whether their function on land and water
source conservation, investigated by their canopy and leaf litter interception, also stem flow of
the rainfall. The rainfall observation was done in the Purwodadi Botanic Garden, whether
root, plant and canopy storage were observed around the natural water source. Data were
analyzed descriptively based on their root and canopy storage. Canopy, leaf litter interception
and stem flow analyzed with MS Excel 2007. Result showed that kluwih has a round canopy
and taproot type. Black bamboo with its fibrous root and hairy stem character can keep the
water loss 84.63415% of rainfall, better than kluwih that only keep 51.00685%. Both of them
have an ability to keep the water loss and conserve land from eruption and keep save the
water from the rainfall.
Key words: kluwih, bamboo, conservation, land, water.

Pengantar dalam tanah, yang terdiri dari system


perakaran, meningkatkan kekuatan
Vegetasi merupakan unsur pokok mekanik tanah (Styczen and Morgan, 1995
dalam usaha konservasi tanah dan air. dalam Arsyad, 2006).
Keberadaan hutan akan menjadikan Rahim (2003), perakaran tumbuhan
permukaan tanah tertutup serasah dan berperan sebagai pemantap agregat dan
humus. Tanah menjadi berpori, sehingga memperbesar porositas tanah. Akar juga
air mudah terserap ke dalam tanah dan berfungsi “menggenggam” massa tanah
mengisi persediaan air tanah. Hal ini akan sehingga mempengaruhi nilai daya geser
membantu meningkatkan persediaan air tanah (shear strength). Dengan demikian,
tanah sekaligus menghindari terjadinya tanah yang memiliki perakaran tumbuhan
banjir (Soemarwoto, 2003). baik di salah satu sisi kemampuan
Vegetasi mempengaruhi siklus meneruskan air ke lapisan tanah bawah
hidrologi melalui pengaruhnya terhadap air tinggi, di sisi lain ketahanan tanah terhadap
hujan yang jatuh dari atmosfer ke perusakan oleh air menjadi tinggi pula.
permukan bumi, ke tanah dan batuan yang Keberadaan vegetasi hutan dan
dibawahnya. Bagian vegetasi yang berada serasah, air hujan yang jatuh di atas lahan
di atas permukaan tanah, seperti daun dan ini tidak semuanya berubah menjadi aliran
batang menyerap energi perusak hujan, permukaan, bahkan hampir sebagian besar
sehingga mengurangi dampaknya terhadap mampu diubah menjadi air bawah
tanah, sedangkan bagian vegetasi yang ada permukaan (groundwater). Kondisi

1
demikian tidak hanya penting dalam Pengukuran ini menggunakan alat
penyediaan air tanah, namun lebih jauh ombrometer.
dari itu sangat penting dalam Hasil pengamatan karakter tanaman
mempertahankan kestabilan tanah terutama dianalisis dengan cara deskriptif,
di daerah-daerah berlereng curam. sedangkan data pendistribusian air hujan
(Asriningrum, 2004). yang jatuh dianalisis dengan bantuan MS
Berbagai jenis tumbuhan atau Excel 2007, untuk diketahui perbandingan
vegetasi mempunyai efisiensi yang antara keduanya.
berlainan dalam menekan aliran
permukaan. Berdasarkan hal tersebut, Hasil
pemahaman mengenai potensi tumbuhan
penekan aliran permukaan beserta peranan Kluwih (Artocarpus altilis Park. ex
ekologisnya dalam mendukung konservasi Zoll. Forsberg), merupakan salah satu
tanah dan air sangat diperlukan. Selain itu, anggota famili Moraceae, yang banyak
hal yang tak kalah penting untuk dalam dijumpai di hutan dataran rendah di daerah
mengkonservasi tanah dan air adalah Jawa. Tanaman ini banyak dimanfaatkan
dengan memberdayakan tanaman lokal. masyarakat tradisional untuk dikonsumsi
Tanaman lokal diyakini oleh masyarakat buahnya, sebagai bahan mentah dari sayur.
tradisional mampu menjaga keberadaan Tanaman ini, sebagaimana tanaman
sumber-sumber air alami dan menjaga Moraceae lainnya, juga sering dijumpai
kelestarian tanah. Porey (2000), juga pada mata air. Di Kebun Raya Purwodadi,
menyatakan bahwa masyarakat tradisional koleksi tanaman kluwih dapat dijumpai di
melakukan konservasi biodiversitas dan vak IV.B.I (Gambar 1).
sekaligus memperoleh keuntungan
pelestarian terhadap tanah dan air.
Diharapkan, penelitian yang bersumber
pada kekayaan sumberdaya tanaman lokal
ini dapat dijadikan sebagai sumber
informasi serta landasan kebijakan dalam
mengelola atau merehabilitasi suatu
kawasan
.
Bahan dan Cara Kerja
Penelitian dilakukan di dalam
Kebun Raya Purwodadi dengan cara
mengamati langsung karakter, bentuk
kanopi dan tipe akar, koleksi tanaman
kluwih (Artocarpus altilis Park. ex Zoll.
Forsberg) dan bambu hitam (Gigantochloa
atroviolaceae Widjaja). Sedangkan
parameter yang sulit teramati langsung
seperti tipe akar, selain diamati secara
langsung, penentuannya juga ditunjang
Gambar 1. Tanaman Kluwih (Artocarpus altilis
dengan studi literatur. Park. ex Zoll. Forsberg) di Kebun
Selain itu, dilakukan pengukuran Raya Purwodadi
fungsi tumbuhan dalam pendistribusian air Bambu hitam (Gigantochloa
hujan yang jatuh. Parameter yang diamati atroviolaceae Widjaja), merupakan salah
meliputi aliran batang, tetesan tajuk dan satu jenis bambu yang menjadi primadona
lolosan tajuk serta erosivitas hujan. untuk dimanfaatkan buluhnya sebagai

2
bahan dasar furniture. Bambu hitam juga 25

merupakan salah satu tanaman asli di 20


dataran rendah Pulau Jawa. Di Kebun

Nilai (mm)
15
Raya, jenis ini bisa dijumapi di vak XII.J.I
(Gambar 2). 10

0
Intersepsi Intersepsi Aliran
Curah hujan
tajuk serasah batang

kluw ih 17.35 8.85 2.24 6.24


bambu 20.5 17.35 8.85 2.24
Param eter yang diam ati

Gambar 3. Kemampuan Distribusi air hujan


pada tanaman

90 84.634146

80

70
60
51.008646

nilai (%)
50

40

30
20

10
Gambar 2. Tanaman Bambu Hitam 0
(Gigantochloa atroviolaceae Widjaja) kluw ih bambu
koleksi Kebun Raya Purwodadi tanam an
Gambar 4. Perbandingan Kemampuan Tanaman
Menahan Lolosan Hujan
Berdasarkan pengamatan yang
dilakukan, diketahui bahwa tanaman Pembahasan
kluwih, memiliki tipe kanopi bulat. Bambu
hitam yang memiliki karakter khas tumbuh Bambu hitam adalah salah satu
merumpun, juga dikategorikan berkanopi jenis bambu yang banyak diminati karena
bulat, berdasarkan bentuk keseluruhan warna buluhnya yang khas. Jenis ini
rumpun yang dibentuknya. Sedangkan dicirikan dengan warna buluhnya yang
berdasarkan klasifikasi tipe akar, bambu hitam. Rebungnya kehitaman dengan
memiliki akar serabut (fibrous root), ujung jingga, tertutup bulu coklat hingga
sedangkan tanaman kluwih memiliki tipe hitam. Buluh tingginya mencapai 15 m,
tunggang (tap root). tegak. Buluh muda dengan bulu hitam
Hasil pengukuran fungsi tumbuhan hingga coklat, gundul ketika tua dan
dalam pendistribusian air hujan yang jatuh keunguan, ruas panjangnya 40-50 cm,
pada kedua tanaman menunjukkan hasil berdiameter 6-8 cm, dinding tebalnya
yang berbeda satu sama lain (Gambar 3). mencapai 8mm. Daun 20-28 x 2-5 cm,
Bambu hitam memiliki kemampuan gundul; ligula menggerigi, tinggi 2 mm,
menahan lolosan hujan lebih tinggi gundul (Widjaja, 2001).
dibandingkan kluwih. Bambu banyak dijumpai di sekitar
Sehingga diketahui daya tahan mata air maupun daerah tepian sungai.
terhadap lolosan hujan pada keduanya Tanaman bambu memiliki kemampuan
(Gambar 4), didapatkan dari Intersepsi menahan erosi, dengan perakarannya yang
tajuk/ Curah hujan saat itu dikalikan 100%. menyebar luas sehingga mampu menyerap

3
dan menyimpan air lebih banyak di dalam permukaan akan diserap kembali oleh
tanah. Tipe perakaran yang dimiliki bambu, akar-akar permukaan dan dipergunakan
yaitu fibrous root, juga menjadikan bambu untuk metabolismenya (Larcher, 1995).
memiliki kemampuan untuk mengikat Berdasarkan pengamatan yang
tanah dengan baik. dilakukan, diketahui bahwa bambu,
Kluwih, merupakan tanaman mampu menahan lolosan hujan hingga
berhabitus pohon. Tinggi mencapai 30 m, 84,63%, jauh lebih besar dibandingkan
batang lurus, diameter 0,6-1,8 m, tanaman kluwih yang menahan lolosan
seringkali berakar papan, memiliki tanda- hanya 51,00%. Sejalan dengan hal itu,
tanda bekas daun dan bekas penumpu. Sikumbang (2010), menyebutkan bahwa
Daun berselang-seling, berbentuk bundar dibandingkan dengan pepohonan yang
telur sampai menjorong, berukuran 20-60 hanya menyerap air hujan 35-40% air
(-90) cm x 20-40 (-50) cm, sewaktu muda hujan, bambu dapat menyerap air hujan
pinggiran rata atau terbagi menyirip hingga 90 %.
dalam-dalam, lembaran daun tebal Intersepsi tajuk dan serasah pada
menjangat, berwarna hijau tua dan berkilap bambu, juga diketahui lebih besar
pada lembaran bawah. Perbungaan muncul dibandingkan dengan kluwih. Helaian
di ketiak daun, perbungaan jantan daun pada bambu lebih kecil dibandingkan
menggantung berbentuk gada, berukuran helaian daun luwih. Pengaruh luasan
(15-25) cm x (3-4) cm. Perbungaan betina helaian daun ini berpengaruh bagi
berbentuk bulat /silinder, berukuran (8-10) besarnya intersepsi tajuknya. Selain itu,
cm x (5-7) cm, berwarna hijau. Buah bentuktajuk bambu yang lebih rapat, juga
berbentuk silinder sampai bulat, membantunya meningkatkan daya tahan
berdiameter 10-30 cm. Biji berwarna terhadap cucuran air hujan. Tajuk kluwih
kecoklatan, berbentuk bulat atau memipih yang berbentuk bulat dengan helaian daun
dan panjangnya mencapai 2,5 cm lebar, cenderung tidak rapat dibandingkan
(Rajendran, 1992). tajuk bambu, meskipun demikian, tipe
Kluwih memiliki tipe akar tunjang kanopi dapat berubah akibat penyempitan
(tap root), seperti halnya spesies lain area tumbuh dan stres yang disebabkan
dalam famili Moraceae. Menurut Oliveira oleh pemangkasan (Sutrisno dkk., 1998).
(2003) dalam Fiqa dkk. (2005) Karena itulah, tipe kanopi hanya dapat
menyebutkan bahwa single tap root ditentukan jika pohon tumbuh secara alami
memiliki kemampuan untuk menyerap air di alam secara soliter. Tajuk tumbuhan
dari kedalaman tanah yang dalam dan yang berlapis-lapis, dengan batang
mencukupi kebutuhan air lebih dari 65% berbagai dimensi, ruangan yang penuh
pada tanaman tersebut pada musim terisi dari lantai hutan hingga pucuk pohon
kemarau, membuktikan bahwa tanaman ini dominan, disertai lapisan serasah dan
mampu menembus lapisan tanah yang humus berbagai tingkat kemasakan
dalam untuk mencukupi kebutuhan airnya. merupakan ciri-ciri ekosistem yang unggul
Tanaman dengan tipe perakaran yang dalam memelihara kualitas lingkungan
dalam seperti pada jenis ini, diketahui pada (Manan, 1992).
dini hari hingga pagi hari saat musim Menurut Morgan (1986 dalam
kemarau permukaan tanah tempat Suripin, 2002), efektifitas tanaman penutup
tumbuhan tersebut tumbuh kondisinya dalam mengurangi erosi dan aliran
basah (Fiqa, dkk., 2005). Ada dugaan permukaan dipengaruhi oleh tinggi
bahwa tanaman mempunyai mekanisme tanaman dan kontinuitas dedaunan sebagai
hydraulic conductance yaitu kemampuan kanopi, kerapatan tanaman, dan kerapatan
tanaman dalam menyerap air dalam jumlah sistem perakaran. Seperti diketahui bahwa
banyak di malam hari untuk disebarkan ke semakin tinggi tempat jatuh butiran hujan
permukaan, selanjutnya saat pagi hari air makin tinggi kecepatannya pada saat

4
mencapai permukaan tanah, dengan Porey, D.A. 2000. Ethnobiology and
demikian makin tinggi pula energi Ethnoecology in The Contex of
kinetiknya. Oleh karena itu ketinggian National Laws & International
tanaman berperan sangat penting, karena Agreement Affecting Indigenous
semakin tinggi tanaman akan semakin and Local Knowledge, Traditional
besar energi kinetik butiran air hujan yang Resources and Intellectual Property
jatuh dari tanaman tersebut. Lebih jauh Rights. Dalam R. Ellen, P. Parkes,
lagi, butiran air hujan yang jatuh dari A. Bicker (Ed.). Indegenous
ketinggian tujuh meter dapat mencapai Environmental Knowledge and its
kecepatan 90% kecepatan maksimumnya, Transformations Critical
sehingga tinggi tanaman yang melebihi Anthropological Perspectives.
ketinggian ini tidak efektif sebagai Harwood Academic Publishers.
tanaman konservasi. Di samping itu, Singapore.
butiran hujan yang terinsepsi oleh tanaman Widjaja, E. A. 2001. Identikit Jenis-jenis
dapat saling menyatu untuk membentuk Bambu di Jawa. Puslitbang
butiran yang lebih besar sehingga lebih Biologi LIPI. Bogor.
erosif. Dengan demikian tanaman rendah Rajendran, R. 2010. Plant Resources of
berdaun kecil memberi dampak lebih South East Asia2 Edible Fruits and
efektif dalam mengurangi energi kinetik Nuts. Verheij, E.W.M dan R.E.
butiran hujan dibanding tanaman tinggi Coronel (Ed.). PROSEA. Bogor.
dan berdaun lebar, sebab daun lebar akan Fiqa, A.P., E. Arisoesilaningsih dan
berfungsi sebagai cawan pengumpul Soejono. 2005. Konservasi Mata
butiran air hujan. Air DAS Brantas Memanfaatkan
Keberadaan kedua tanaman ini di Diversitas Flora Indonesia.
alam, membuktikan keduanya memiliki disampaikan pada Seminar
peran penting dalam menjaga kelestarian Nasional Basic Science II FMIPA
tanah dan air, lengkap dengan karakteristik UNIBRAW Tanggal 26 Februari
keduanya. 2005.
Larcher, W. 1995. Physiological Plant
Kepustakaan Ecology. Third Edition. Springer.
Austria Sikumbang, H. 2010.
Soemarwoto, O. 2003. Hutan, Bambu untuk Menghadapi
Reboisasi/Penghijauan, dan Air. Pemanasan Global.
http://www.kompas.co.id/ kompas- http://ksupointer.com/2010/bambu-
cetak/ 0310/20/opini/ 618287.htm, untuk-mengahadapi-pemanasan-
tanggal akses 14 September 2004. global. Akses tanggal 12 Juni 2010.
Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Sutrisno, U.,T. Kalima, Purnadjaja. 1998.
Air. IPB Press. Bogor Seri Manual Pedoman Pengenalan
Rahim, S. E. 2003. Pengendalian Erosi Pohon Hutan di Indonesia. Yayasan
Tanah: Dalam Rangka Pelestarian PROSEA, Pusat Diklat Pegawai
Lingkungan Hidup. Bumi Aksara. dan SDM Kehutanan. Bogor. Hal
Jakarta. 24-31.
Asriningrum, W. 2004. Perubahan Manan, S. 1992. Silvikultur. Dalam
Penggunaan Lahan Dan Kaitannya Manual Kehutanan. Departemen
Terhadap Bahaya Banjir Dab Kehutanan Republik Indonesia.
Tanah Longsor. TIM Pemantauan Jakarta
Bencana Alam PSDAL Suripin. 2002. Pelestarian Sumber Daya
PUBANGJALAPAN.http://www.la Tanah dan Air. Penerbit Andi.
panrs.com/SMBA/smba.php?hal=3 Yogyakarta.
&data_ id+bj_hr_20040207_pwj,
tanggal akses 3 Maret 2005.
5

You might also like