Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 15

HOLISTIK, Tahun XI No.

21A / Januari - Juni 2018

KEPEMIMPINAN KEPALA SUKU PADA SUKU LANI DI DESA YOWO


DISTRIK KEMBU KABUPATEN TOLIKARA

Oleh :
Yoiles Enembe1

Djefry Deeng 2 Jetty E. T. Mawara 3

ABSTRACT

People are associated with one another and environment. Lifelike clusters of
both the large and small group. The relationship pattern give birth to the
concept of leadership. Leadership is needed by man for set and take care of
the dynamics of community itself.
In some rural communities, in addition to government leadership formal kind
the village head, too to know the leadership of informal or leadership is not
official. Even though called leadership is not official, but sometimes in his
leadership is a big influence or stronger in society than formal leader.
Methods used in this research namely qualitative descriptive. The qualitative
method as procedure research that yields data in the form of descriptive of
words written or spoken of other people and of observable behavior.
Change or shifts more is visible on several institutions culture, like the,
livelihoods, art, language caused by the contact with culture outside. Change
or shifts in a systems and the role in leadership, this seen when held
discussions and interviews with some high-profile figures in society, no
openness full and maintain the certain information that should not be known
by clan other.
Unity live which is in a bond kinship in the form of each clan, but by the dutch
government then combined (rivers with and the bottom) into one community.
So the leadership on the head clan reduced but in fact located Lani leadership.

Keywords : leadership, tribe, clan

1
Mahasiswa Antropologi Fispol Unsrat
2
Pembimbing Skripsi 1
3
Pembimbing Skripsi 2

1
Pendahuluan senantiasa terbagi ke dalam
lapisan kelompok yang memimpin
Manusia selalu berhubungan
(ruling class) dan kelompok yang
dengan sesama dan lingkungan.
dipimpin (ruled class). Hampir
Manusia hidup berkelompok baik
setiap masyarakat memiliki keyaki-
kelompok besar maupun kelom-
nan, nilai, kaidah dan simbol
pok kecil. Pola hubungan tersebut
tertentu mengenai peran masing-
akan melahirkan konsep kepemim-
masing kelompok. Kepemimpinan
pinan. Kepemimpinan sangat
merupakan lembaga sosial (Social
dibutuhkan oleh manusia untuk
intitution), karena keberadaannya
mengatur dan mengurus dinamika
menunjukkan adanya kebutuhan
komunitas itu sendiri. Dan kepe-
sosial asas pemimpin serta aturan
mimpinan bisa terjadi di mana saja
sosial mengenai kepemimpinan.
asalkan sikap para anggota
menunjukkan tercapainya tujuan Pada sebagian masyarakat
bersama, artinya dalam konteks pedesaan, selain kepemimpinan
tertentu dilihat dari kelebihan dan pemerintahan formal seperti
keunggulan para anggota dalam kepala desa, juga mengenal kepe-
mendengarkan dan melakukan apa mimpinan informal atau kepemim-
yang diperintahkan. pinan tidak resmi. Walaupun
disebut kepemimpinan tidak resmi,
Kepemimpinan (leadership)
namun kadang kala dalam
selalu menarik perhatian para ahli.
kepemimpinannya memiliki pena-
Berbagai literatur tentang kepe-
ruh yang besar atau lebih kuat
mimpinan senantiasa memberikan
dalam masyarakat dibandingkan
gambaran dan penjelasan bagai-
pemimpin formal. Seperti pada
mana berbagai aspek kepemim-
masyarakat desa Yowo Distrik
pinan. Jenis, landasan, saluran,
Kembu Kabupaten Tolikara
kegiatan, nilai dan simbol kepe-
Propinsi Papua, dalam kepemim-
mimpinan merupakan beberapa
pinan di desa juga mengenal
aspek kepemimpinan yang sering
kepemimpinan informal selain
menjadi fokus perhatian para ahli.
kepemimpinan formal.
Hal ini berkaitan dengan realitas
sosial tentang pelapisan dalam Kepemimpinan informal
struktur masyarakat. Kapan pun disebut kepala suku (Ondoafi),
dan dimana pun, masyarakat sedangkan kepemimpinan formal

2
HOLISTIK, Tahun XI No. 21A / Januari - Juni 2018

disebut kepala desa (kepala pendapat yang mengatakan bahwa


kampung). Setiap etnis dan sub kebudayaan berasal dari kata budi
etnis di Papua memiliki pimpinan dan daya. Budi adalah akal yang
yang disebut kepala suku merupakan unsur rohani dalam
(Ondoafi). Pada masyarakat Papua kebudayaan, sedangkan daya
terdapat beberapa etnis (suku) dan berarti perbuatan atau ikhtiar
sub etnis. Setiap etnis dan sub etnis sebagai unsur jasmani sehingga
memiliki pimpinannya masing- kebudayaan diartikan sebagai hasil
masing seperti pada etnis Lani di dari akal dan ikhtiar manusia.
desa Yowo Distrik Kembu. Dalam disiplin antropologi,
Dalam kehidupan masya- kebudayaan dan budaya itu
rakat, kepemimpinan kepala suku diartikan oleh (Koentjaraningrat,
memegang peranan penting 1980). “Kebudayaan adalah kese-
antara lain seperti perintah luruhan sistim gagasan, tindakan,
menyatakan perang atau damai dan hasil karya manusia dalam
dengan suku lain. Begitu pula rangka kehidupan masyarakat
peranannya berkaitan dengan adat yang dijadikan milik diri manusia
istiadat setempat. Oleh karena dengan cara belajar”. Konsep
peranan kepala suku terkait erat kebudayaan dari Kontjaraningrat
dengan adat istiadat setempat, tersebut melihat bahwa kebu-
maka kepala suku dapat juga dayaan memiliki 3 wujud yakni :
disebut sebagai kepala adat. gagasan, tindakan, hasil karya. Ini
Fungsi dan tugas utama kepala berarti bahwa kebudayaan dapat
suku (Ondoafi) yaitu melaksanakan dikaji dalam tiga aspek secara
keputusan hasil musyawarah terpisah maupun bersamaan. Pada
lembaga adat. dasarnya kebudayaan itu dalam
rangka kehidupan masyarakat
Kebudayaan
yang bersangkutan. Oleh karena
Kata kebudayaan berasal dari
itu kebudayaan harus menjadi milik
kata budh dalam bahasa Sanse-
masyarakat tersebut.
kerta yang berarti akal, kemudian
Kebudayaan ataupun yang
menjadi kata budhi (tunggal) atau
disebut peradaban, mengandung
budhaya (majemuk), sehingga
pengertian luas, meliputi pema-
kebudayaan diartikan sebagai hasil
haman perasaan suatu bangsa
pemikiran atau akal manusia. Ada

3
yang kompleks, meliputi penge- kerangka landasan mendorong
tahuan, kepercayaan, seni, moral, terwujudnya kelakuan.
hukum, adat-istiadat (kebiasaan), Kebudayaan dari definisi ini
dan pembawaan lainnya yang menekankan pada pengetahuan
diperoleh dari anggota masyarakat manusia dalam menginterpretasi
(Taylor, 1897). lingkungannya. Bagaimana Manu-
Kebudayaan terdiri atas sia memahami lingkungan sekitar-
berbagai pola, bertingkah laku nya ini suatu bentuk kebudayaan-
mantap, pikiran, perasaan dan nya. Selanjutnya dari pengetahuan
reaksi yang diperoleh dan yang ada menjadi pedoman untuk
terutama diturunkan oleh simbol- berperilaku. Ini berarti bahwa
simbol yang menyusun penca- perilaku manusia didasari pada
paiannya secara tersendiri dari pengetahuan yang ada padanya.
kelompok-kelompok manusia, ter- Suku Bangsa
masuk di dalamnya perwujudan
Tiap kebudayaan yang hidup
benda-benda materi, pusat esensi
dalam suatu masyarakat atau
kebudayaan terdiri atas tradisi cita-
komunitas di desa, kota atau
cita atau paham, dan terutama
sebagai kelompok adat yang lain,
keterikatan terhadap nilai-nilai.
dapat menampilkan sesuatu corak
Ketentuan-ketentuan ahli kebu-
khas yang terlihat oleh orang luar
dayaan itu sudah bersifat universal,
yang bukan warga masyarakat
dapat diterima oleh pendapat
yang bersangkutan. Seorang warga
umum meskipun dalam praktik, arti
dari suatu kebudayaan yang telah
kebudayaan menurut pendapat
hidup dari hari ke hari di dalam
umum ialah suatu yang berharga
lingkungan kebudayaannya biasa-
atau baik (Bakker, 1984). Menurut
nya tidak melihat corak khas itu.
Parsudi Suparlan dalam Moleong L.
Sebaliknya terhadap kebudayaan
(2001), kebudayaan adalah
tetangganya, ia dapat melihat
keseluruhan pengetahuan manusia
corak khasnya, terutama mengenai
sebagai makhluk sosial yang
unsur-unsur yang berbeda men-
digunakannya untuk memahami
colok dengan kebudayaan sendiri.
dan mengintepretasi lingkungan
dan pengalamannya, serta menjadi Corak khas dari suatu
kebudayaan biasa tampil karena

4
HOLISTIK, Tahun XI No. 21A / Januari - Juni 2018

kebudayaan itu menghasilkan “kesatuan kebudayaan”, sedang-


suatu unsur yang kecil, berupa kan kesadaran dan identitas
suatu unsur kebudayaan fisik yang seringkali dikuatkan juga oleh
khusus, atau diantara pranata- kesatuan bahasa”. Dalam
pranatanya (institution) ada suatu kenyataan konsep “suku bangsa”
pola sosial yang khusus, atau dapat lebih kompleks, ini disebabkan
juga karena warga menganut suatu karena dalam kenyataan batas dari
tema budaya yang khusus. kesatuan manusia yang merasakan
Sebaliknya corak khas tadi juga diri mengikat oleh keseragamaan
dapat disebabkan adanya kom- kebudayaan itu dapat meluas atau
pleks unsur-unsur yang lebih menyempit, tergantung pada
besar. Berdasarkan atas corak keadaan, (Koentjaraningrat, 1980).
hidup tadi maka suatu kebudayaan Kepemimpinan
dapat dibedakan dengan
Dalam pendekatan sebuah
kebudayaan lain.
masyarakat yang relatif kecil,
Pokok perhatian dari suatu dimana kesatuan-kesatuan sosial-
deskripsi etnografi adalah nya juga kecil, yang hanya terdiri
kebudayaan dengan corak khas. dari sepuluh hingga lima belas
Istilah etnografi untuk suatu orang saja. Pandangan yang
kebudayaan dengan corak khas dikemukakan oleh Koentjara-
adalah “suku bangsa” atau dalam ningrat (1984) bahwa mereka tidak
bahasa inggris ethnic group memerlukan seorang pimpinan
(kelompok etnik). Koentjaraningrat untuk menguasai dan mengatur
menganjurkan untuk memakai mereka secara formal. Kekuasaan
istilah “suku bangsa” karena istilah dan kepemimpinan bagi mereka
“kelompok etnik” dalam hal ini hanya dibutuhkan pada saat-saat
tidak cocok. Sifat kesatuan dari tertentu saja, seperti pada saat ada
suatu suku bangsa bukan sifat pekerjaan atau aktivitas bersama,
kesatuan suatu kelompok, me- yang memerlukan seorang kordi-
lainkan sifat kesatuan “golongan”. nator untuk aktivitas tersebut, di
Menurut Koentjaraningrat luar adanya kegiatan itu maka
konsep suku bangsa adalah, “suatu mereka tidak memerlukan adanya
golongan yang terkait oleh suatu kekuasaan yang didominasi oleh
kesadaran dan identitas akan beberapa orang yang akan

5
mengatur dan mengontrol mereka. Namun demikian, Koentjara-
Dan ini terjadi kebanyakan di ningrat (1984) mengemukakan
dalam masyarakat tradisional yang bahwa dalam “masyarakat sedang”
tinggal di pedalaman suatu daerah. ini untuk menjadi pemimpin dan
mempertahankan kekuasaanya
Oleh karena itu, Koentjara-
tidak hanya diperlukan kewiba-
ningrat (1984) menyatakan bahwa
waan dan kepandaian atau
dalam masyarakat yang kesatuan-
keterampilan dalam bidang
kesatuan sosialnya sudah lebih
tertentu saja sebagaimana dalam
besar dan kompleks, maka mereka
masyarakat komunitas sosialnya
juga membutuhkan adanya
yang masih kecil, akan tetapi
seorang pemimpin formal yang
kekuasaan bagi mereka harus
tidak hanya ada atau muncul pada
dipertahankan melalui berbagai
saat-saat tertentu saja ketika ada
kemampuan dan sifat yang dimiliki.
sebuah aktivitas bersama, tetapi
mereka membutuhkan seorang Secara sederhana dapat
pemimpin yang hadir dan dapat dikatakan bahwa terdapat bebe-
memberikan arahan dan penga- rapa komponen penting dalam
turan dalam seluruh lini kehidupan. kekuasaan yang harus diperhatikan
Dan ini biasanya menurut Koen- oleh seorang pemimpin. Pertama
tjaraningrat (1984) terjadi pada adalah kewibawaan, yang
komunitas-komunitas yang hidup melingkupi popularitas, memiliki
di daerah pegunungan di Papua kapasitas rasional untuk meme-
dan Malanesia pada umumnya. cahkan masalah sosial ekonomi
Kesatuan-kesatuan yang sudah politik, kecendikiawanan atau
relatif besar dalam pandangan intelektual, dan memiliki sifat-sifat
Koentjaraningrat disebut sebagai yang sesuai dengan cita-cita serta
“masyarakat sedang”. Ini menun- keyakinan dari sebagian besar
jukkan bahwa dalam “masyarakat warga masyarakat. Kedua, adalah
sedang” diperlukan suatu bentuk wewenang, dimana seorang
kepemimpinan yang mantap dan pemimpin memiliki legitimasi
tetap, dan untuk memantapkan melalui prosedur-prosedur adat
kepemimpinan itu diperlukan ke- atau hukum yang berlaku dalam
kuasaan di samping kewibawaan. masyarakat. Ketiga, adalah
memiliki kepemimpinan dan ciri-

6
HOLISTIK, Tahun XI No. 21A / Januari - Juni 2018

ciri rohaniah yang disegani. sendiri merupakan orang yang


Kekuasaan dalam arti khusus, menjadi tumpuan bagi organisasi
dimana seorang pemimpin mampu atau kelompok. Setidaknya ter-
mengerahkan kekuatan fisik dan dapat dua macam pemimpin seuai
mengorganisasi orang banyak atas dengan terpilihnya seorang
dasar sanksi. Sebagian besar pemimpin yaitu Pemimpin Formal
berada pada masyarakat yang ada dan Pemimpin Informal, berikut
pada kelas bawah, terutama di dijelaskan oleh Kartono (2013)
pedesaan. Di daerah-daerah Indo- Pemimpin Formal dan Pemimpin
nesia menurut Koentjaraningrat Informal yaitu :
hampir seluruhnya sistim kepe- A. Pemimpin Formal
mimpinan yang ada di desa-desa
Pemimpin formal yaitu orang
masih sangat tradisional. Nampak
yang oleh organisasi/lembaga
adanya pergeseran yang relatif
tertentu ditunjuk sebagai pemim-
banyak dalam memandang kekua-
pin, berdasarkan keputusan dan
saan dengan kaca mata masa kini
pengangkatan untuk memangku
atau modern baru terjadi di tingkat
suatu jabatan dalam struktur
kelas-kelas menengah atas yang
organisasi, dengan segala hak dan
ada di perkotaan, juga terjadi
kewajiban yang berkaitan dengan-
dalam sektor-sektor kehidupan
nya, untuk mencapai sasaran
sosial yang lain, seperti sektor
organisasi.
kehidupan perekonomian, keaga-
maan dan lain-lain. Akan tetapi B. Pemimpin Informal
sebenarnya sistim kepemimpinan Pemimpin informal yaitu
tradisional ini banyak terjadi dalam orang yang tidak mendapatkan
sistim pimpinan informal. pengangkatan formal sebagai
Pemimpin Formal dan Informal pemimpin, namun karena ia,
memiliki sejumlah kualitas unggul,
Setiap organisasi atau kelom-
dia mencapai kedudukan sebagai
pok selalu memiliki keterkaitan
orang yang mampu mempenga-
dengan pemimpin karena suatu
ruhi kondisi psikis dan perilaku
organisasi tanpa adanya pemimpin
suatu kelompok atau masyarakat.
maka organisasi tersebut tidak
akan mencapai suatu tujuan, Kepemimpinan Tradisional di
dimana seorang pemimpin itu Papua

7
Kepemimpinan tradisional di Dalam sistim organisasi sosial
Papua terdiri dari beberapa tipe, kemasyarakatan terdapat
yaitu tipe kepemimpinan pria beberapa sistim kepemimpinan,
berwibawa, tipe kepemimpinan diantaranya adalah sebagai
kepala suku, kepemimpinan raja, berikut:
dan sistim kepemimpinan a. Pemimpin Pria Berwibawa
campuran (Mansoben, 1995). Berdasarkan Kemampuan
A. Konsep Pria Berwibawa / Big Berwiraswasta
Man Barth mengungkapkan
Konsep pria berwibawa atau bahwa tindakan-tindakan seorang
big man berasal dari terjemahan pemimpin pria berwibawa dapat
bebas terhadap istilah-istilah lokal disamakan dengan seorang
yang digunakan oleh penduduk entrepreneur atau seorang
setempat untuk menamakan wiraswasta, sehingga dapat
orang-orang penting dalam mengakumulasi sumber-sumber
masyarakatnya sendiri. Konsep pria daya tertentu dan memanipulasi
berwibawa digunakan untuk satu orang-orang untuk mencapai
bentuk atau tipe kepemimpinan tujuan berupa kekayaan,
politik yang berciri kewibawaan kedudukan dan prestise.
(authority) atas dasar kemampuan Soeprapto (2013) mengungkapkan
pribadi seseorang untuk menga- bahwa kepemimpinan pria
lokasi dan merealokasi sumber- berwibawa berdasar kemampuan
sumber daya yang penting untuk berdagang (big man trade)
umum (Sahlins, 1963). Strathern terdapat pada orang Me, orang
dalam Mensoben, (1995) Muyu dan orang Maybrat.
mengemukakan bahwa ada dua b. Pemimpin Pria Berwibawa
arena yang digunakan untuk Berdasarkan Kemampuan
merebut kedudukan pria ber- Memimpin Perang
wibawa, yaitu hubungan intern dan
Soeprapto (2013)
hubungan ekstern.
mendeskripsikan bahwa Mengenai
B. Tipe-tipe Pemimpin Pria peran kepemimpinan pria
Berwibawa berwibawa berdasarkan
kemampuan berperang (big man

8
HOLISTIK, Tahun XI No. 21A / Januari - Juni 2018

war) muncul karena kelompok kampung maupun di tingkat


etnis tertentu mendukung sistim konfederasi merupakan jabatan
ini sebagai fokus kebudayaannya, seumur hidup dan diwariskan
sehingga dimunculkanlah orang- secara patrilineal. Menurut
orang tertentu yang memiliki ketentuan adat proses alih
keberanian untuk tampil sebagai kepemimpinan terjadi apabila
pemimpin. Keberanian diwujudkan seseorang fungsionaris tidak dapat
dalam bentuk membunuh orang lagi menjalankan tugasnya karena
pada saat berperang melawan meninggal dunia, atau karena tidak
musuh. Kelompok etnis tidak melaksanakan kewajibannya
mengenal kepemimpinan yang dengan baik atau melakukan
bercirikan hirarkhis, birokratis dan pelanggaran terhadap norma-
pewarisan kekuasaan. Sejalan norma adat (Mensoben, 1995).
dengan banyaknya pemekaran D. Sistim Kepemimpinan Raja
kabupaten peran kepemimpinan
Kepemimpinan raja
big man war semakin nyata.
merupakan sistim yang dianut dari
C. Sistim Kemimpinan Kepala kerajaan Tidore yang berkuasa
Suku / Ondoafi pada saat itu di kepulauan raja
Soeprapto (2013) Ampat. Sistim ini menghargai
mengungkapkan bahwa sistim seorang raja yang diperoleh
kepemimpinan ondoafi merupakan berdasarkan garis keturunan.
sistim kekuasaan politik yang Kewibawaan dan otoritas seorang
bersifat pewarisan. Bonefasius raja pada waktu lalu adalah sangat
(2012) menjelaskan bahwa besar, hal ini tercermin dalam
kepemimpinan ondoafi memiliki kepatuhan yang ditunjukkan oleh
beberapa modal yang kuat untuk rakyatnya terhadap keputusan,
dikelola bagi kepentingan dirinya peraturan yang dikeluarkan oleh
maupun bagi warga. Modal-modal raja. Dalam kepemimpinan raja
kekuasaan tersebut antara lain terdapat struktur organisasi yang
adalah modal sosial, modal jelas dan pembagian kerja yang
simbolik dan modal material. jelas berdasarkan bagian-bagian
struktur tersebut.
Secara prinsip semua jabatan
dalam sistim kepemimpinan E. Sistim Kemimpinan Campuran
ondoafi baik di tingkat klan kecil,

9
Soeprapto (2013) dapat dikategorikan dalam dua
mengungkapkan bahwa sistim tipe kepemimpinan, yaitu,
kepemimpinan campuran kepemimpinan formal dan
merupakan tipe kepemimpinan informal. Dalam pembahasan ini
yang muncul dari individu-individu sesuai dengan obyek kajian, yaitu
yang tampil sebagai pemimpin tipe kepemimpinan informal yang
atas dasar kemampuannya sendiri, kami sebut dengan kepemimpinan
atau atas dasar keturunan. Tipe tradisional yang ada pada Etnis
yang bersifat campuran yaitu Lani di Distrik Kembu. Sistim
antara tipe kepemimpinan pria kepemimpinan tradisional
berwibawa, tipe kepemimpinan merupakan bagian dari obyek
raja dan tipe kepemimpinan klen. kajian dalam sistim politik
Tipe kepemimipinan tersebut tradisional. Etnis Lani mengenal
terdapat di daerah Papua, kepemimpinan dengan tipe
diantaranya pada suku-suku di ondoafi, yang pada tipe
kawasan Teluk Cenderawasih, kepemimpinan ini, ciri utama
seperti di Biak, Yapen dan mengenal pewarisan dalam
Waropen. Mensoben, (1995) kepemimpinan dan juga memiliki
menjelaskan bahwa sifat-sifat wilayah kekuasaan dalam
utama yang dijadikan kriteria mengatur baik secara politik
pokok dalam kepemimpinan ataupun ekonomi. Dalam
campuran yaitu sifat pewarisan melaksanakan kekuasaan tersebut
kedudukan pemimpin yang juga harus memiliki keterampilan
terdapat pada sistim untuk keperluan adat yang berlaku
kepemimpinan raja dan ondoafi, di suku Lani desa Yomo. Seperti
dan sifat pencapaian kedudukan - Terampil dalam Perang
pemimpin yang terdapat pada - Terampil Membuat Rumah Adat
sistim kepemimpinan pria - Terampil dalam upacara bakar
berwibawa. batu
- Terampil kerja kebun
Makna dan Sistim
- Terampil membuat koteka dan
Kepemimpinan Etnis Lani
berburu
Berbicara sistim
kepemimpinan pada Etnis Lani
yang ada di kampung Yowo, maka

10
HOLISTIK, Tahun XI No. 21A / Januari - Juni 2018

Kepemimpinan Tradisional Etnis yang menjadi fokus analisis


Lani antropologi, perubahan sosial
Dalam konsep kepemimpinan mungkin salah satu yang paling
tradisional kelompok-kelompok sulit dipahami. Perubahan sosial
etnis di Yowo dikenal dengan tipe secara sederhana dapat diartikan
ondoafi, dari ciri pewarisan dan sebagai proses yang dalam suatu
sistim birokrasi tradisional, tetapi sistim sosial terdapat perbedaan-
dari hasil temuan data penelitian perbedaan dapat diukur yang
pada Etnis Lani Kabupaten Tolikara, terjadi dalam kurun waktu tertentu.
ada beberapa konsep yang Pola perubahan sosial meliputi;
berbeda dengan konsep ondoafi pola linier, siklus, dan gabungan
pada umumnya. Pada prinsipnya beberapa pola. Dimensi perubahan
Etnis Lani dibagi menjadi tiga keret sosial sendiri terdiri atas; dimensi
yaitu ; (1) Dani (2) Yali (3) Nduga, strukural, kultural dan
yang dipimpin oleh kepala-kepala interaksional. Perubahan sosial
keret yang bersifat otonom sering juga diartikan sama
(mandiri). Kriteria yang digunakan (meskipun rancu) dengan konsep-
dalam menentukan seorang kepala konsep seperti; pergeseran sosial,
keret masih menggunakan kriteria- transformasi sosial, pembangunan,
kriteria asli dalam tradisi Etnis Lani. evolusi sosial, revolusi sosial,
Akulturasi dan Perubahan Sosial kemajuan dan pertumbuhan.
Merupakan hal yang Kesimpulan
senantiasa bergerak terus atau Hasil dari penelitian dapat
mengalami perubahan dari masa disimpulkan bahwa kepemimpinan
ke masa atau dapat dikatakan tidak tradisional di Kampung Yowo di
statis, itulah yang dapat wilayah Distrik Kembu ada
digambarkan mengenai kehidupan beberapa konsep yang berbeda
sosial. Namun tidak semua orang dengan konsep ondoafi pada
berpendapat sama dalam umumnya. Pada prinsipnya Etnis
mengartikan perubahan sosial. Lani dibagi menjadi tiga keret yaitu
Dalam perkembangannya pun ; (1) Dani (2) Yali (3) Nduga, yang
beberapa ahli mengemukakan dipimpin oleh kepala-kepala keret
pendapat yang berbeda dalam yang bersifat otonom (mandiri).
memahami perubahan sosial. Dari Kriteria yang digunakan dalam
sekian banyaknya fenomena sosial

11
menentukan seorang kepala keret pembagian wilayah tersebut dan
masih menggunakan kriteria- juga adanya kontak budaya dari
kriteria asli dalam tradisi Etnis Lani. luar, maka dahulunya sistim
kepemimpinan etnis Lani yang
Perubahan atau pergeseran
berciri konfederasi karena masih
lebih nampak pada beberapa
adanya perang, namun kini terlihat
unsur kebudayaan, seperti bahasa,
ada perubahan peran dan
mata pencaharian, kesenian,
kedudukan yang berciri bigman
bahasa diakibatkan oleh adanya
(pria berwibawa) karena adanya
kontak dengan budaya luar. Tiga
pencapaian individual.
kelompok yang berbeda pertama
adalah (1) Dani (2) Yali (3) Nduga. Kenyataannya sekarang ini
Ketiga klen ini awalnya memiliki mempunyai kedudukan sebagai
wilayah teritorial yang berbeda PNS karena tingkat pendidikan
yang berada di sekitar sungai yang dikuasainya. Terlihat juga ada
Membramo, kemudian karena semacam ciri tipe kepemimpinan
alasan-alasan yang telah campuran, meskipun masih belum
disebutkan di atas kemudian jelas ditetapkan karena masih
dipindahkan ke Kampung Yowo, simpang siur di antara para
kampung sekarang. Pembagian ini pemimpin tradisional. Di sini, perlu
yang membuat terjadinya ada kajian lebih dalam. Kesatuan
perubahan atau pergeseran dalam hidup yang dahulunya ada dalam
kedudukan dan peranan pada ikatan kekerabatan dalam bentuk
sistim kepemimpinan, hal ini masing-masing klen, namun oleh
terlihat saat melakukan diskusi dan pemerintah Belanda saat itu
wawancara dengan beberapa digabungkan (sungai atas dan
tokoh penting dalam masyarakat, sungai bawah) menjadi satu
tidak ada keterbukaan penuh dan komunitas. Sehingga ciri
saling menjaga informasi tertentu kepemimpinan pada kepala klen
yang tidak boleh diketahui oleh berkurang namun justru terletak
marga atau keret lain. Karena kepemimpinan Lani.
alasan penempatan kembali dan

12
HOLISTIK, Tahun XI No. 21A / Januari - Juni 2018

DAFTAR PUSTAKA

Agustinus Jarona. 1999. Tema-tema Kebudayaan Irian Jaya (Pendekatan /


Aliran Struktural - Fungsionalisme dan Penerapannya). Disampaikan
dalam Ceramah Diskusi Ilmiah yang diselenggarakan BKSNT,
Jayapura, 25-26 Januari 1999.
Bakker SJ, JWM, 1984. Filsafat Kebudayaan. Yogyakarta: Yayasan Kanisius
Bogdan J., Robert., Taylor Steven. 1975. Introduction to Qualitative Research
Methods. USA : A Wiley-Interscience Publication
Bungin, Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Raja.
Grafindo Persada
_____________. 2007. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan
Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group
Davis Keith., Newstrom JW, 1995, Perilaku Dalam Organisasi (Terjemahan
Agus Dharm ) Jakarta, Erlangga.
Dumma Socratez Sofyan Yoman. 2010. Kita Minum Air Dari Sumur Kita
Sendiri Mengangkat Budaya Orang Suku Lani. Jayapura: Davis Keith
dan Newstrom JW, 1995, Perilaku Dalam Organisasi (Terjemahan
Agus Dharm ) Jakarta, Erlangga.Cendrawasih Press.
Taylor, Edward B., 1897. Primitive Culture: Researches into the Developmen
of Mythology, Philosophy, Religion, Art, and Cumtom. New York: Henry
Holt.
Elemberg, J.E. 1965. The Popot Feast Cycle: Acculturated exchange among the
Mejprat Papuans. Journal Ethnos Vol.30.
Kartono, Kartini. 1983. Pemimpin dan Kepemimpinan. CV. Rajawali. Jakarta.
Koentjaraningrat. 1963. Lingkungan Alam, Dalam Penduduk Irian Barat.
Penerbit: PT. Penerbit Universitas.
_______________. 1984. Kepemimpinan dan Kekuasaan Tradisional, Masa Kini,
Resmi dan Tak Resmi dalam Budiardjo, Miriam (eds.). Aneka Kuasa
dan wibawa. Jakarta: Sinar Harapan
_______________. 1990. Pengantar Antropologi. Aksara Baru. Jakarta.
_______________. 1999.Berita Penelitian Arkeologi. Laporan Survei Prasejarah
den Tradisinya di Sekitar Lembah Baliem Kabupaten Jayawijaya
Propinsi Irian Jaya, Tahun 1999 : Proyek Penelitian Purbakala Balai
Arkeologi Jaya Pura. PT.Gramedia Prasetyo Bagyo

13
Mansoben, J.R. 1995. Sistim Politik Tradisional di Papua. Lembaga
Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Leidin University: Jakarta.
Mauss, Marcel. 1924. The Gift. London: Cohen and West. Meskell, Lynne.
Meinarno, Eko A. 2011. Manusia Dalam Kebudayaan Dan Masyarakat.
Salemba Humanika : Jakarta.
Moleong, Lexy J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif: Edisi revisi. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Nasution, 2002. Metode Research : Penelitian Ilmiah, Jakarta, PT. Bumi Aksara
Patton, Adri, 2005. Peran Pemimpin Infromal dalam Pelaksanaan
Pembangunan Desa di daerah perbatasan Kabupaten Malinau
Rivai Vethzal., Mulyadi Deddy, 2009. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi.
Edisi ketiga. Rajawali Pers. Jakarta.
Rudatin, Danang. Belum terbit. Laporan Penelitian Arkeologi Peninjauan
Situs Arkeologi Kabupaten Jayawijaya Propinsi Irian Jaya, Tahun 1997
: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Balai Arkeologi Jayapura, 1997.
Sahlins, M.D. 1963. Poor Man, Rich Man, Big-Man, Chief: Political Types in
Melanesia and Polinesia. STOR Journal Vol. 5.
Sanaba, R., 2000, Eksistensi Kepemimpinan Tradisional terhadap Proses
Birokrasi: kasus desa Fogi Kecamatan Sanana Kabupaten Maluku
Utara, Tesis, Universitas Gadjah Mada, Jogjakarta.
Sedarmayanti. 2009, Sumber Daya Manusia dan Produktivitas. Kerja.
Bandung : Penerbit Mandar Maju
Siagian, Sondang. 1995. Organisasi, Kepemimpinan & Perilaku Administrasi,
Penerbit PT. Gunung Agung, Jakarta.
Siagian, H.,1997, Manajemen Suatu Pengantar, Alumni Bandung
Soekanto, Soerjono. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Rajawali Pers. Jakarta
Sugiyono, 2005. Memahami Penelitian Kualitatif, Alfabeta, Bandung.
________. 2010. Metode Penelitian Administrasi: Pendekatan Kuantitatif,.
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta
Sunario, Astrid S. Susanto (ed.). 1997. Kebudayaan Jayawijaya Dalam
Pembangunan Bangsa. Penerbit : PT. Sinar Harapan.
Suparlan, Parsudi. 1994. Keanekaragaman Kebudayaan, Strategi
Pembangunan dan Transformasi Sosial, dalam Buletin Penduduk dan
Pembangunan, Jilid V No. 1-2, Lembaga Iimu Pengetahuan Indonesia
(LIPI).

14
HOLISTIK, Tahun XI No. 21A / Januari - Juni 2018

_______________. 1994a. The Diversity Of Cultures In Irian Jaya, The Indonesian


Quartely, 22:2, 170-182.
Soeprapto, T. 2013. Peran Kelompok Etnis dalam Kepemimpinan pada
Pemda Provinsi Papua. Jurnal Aplikasi Manajemen Vol. 2.
Widjaja H.A.W. 2003. Otonomi Desa: Merupakan Otonomo Yang Asli, Bulat
dan Utuh. Raja Grafindo Persada. Jakarta

15

You might also like