Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 9

https://journal.unilak.ac.id/index.

php/forestra E-ISSN : 2548-608X


P-ISSN : 1858-4209

Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan


Vol. 14 No. 1 Januari 2019

PERTUMBUHAN SEMAI KELOR (Moringa oleifera) ASAL NUSA


TENGGARA TIMUR DENGAN PERLAKUAN PERBEDAAN MEDIA
TUMBUH
(Growth of Kelor (Moringa oleifera) Seedling Origin of East Nusa Tenggara
With Growing Medium Treatment)

Hery Kurniawan1
1)
Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Serat Tanaman Hutan Kuok
Jl. Raya Bangkinang-Kuok Km.9, Kuok, Kampar, Riau 28401
Email: herykurniawan2012@gmail.com

Diterima: 29 April 2019, Direvisi: 14 Juli 2019, Disetujui: 10 Juli 2019


DOI: https://doi.org/10.31849/forestra

ABSTRACT

Kelor is a plant species that has many benefits because of its nutritional content. The
World Health Organization (WHO) has declared Moringa as a miracle plant, because it has
saved many lives, especially children in many poor countries. Kelor has the opportunity to be
developed in Sumatra, especially Riau as an alternative food crop, source of some important
nutrients such as vitamins, proteins and anti-oxidants. Kelor from East Nusa Tenggara (NTT)
is known to have the best quality in Indonesia. Its development in Riau requires preliminary
research related to the growth of seedlings in several growing medium that have
characteristics similar to those in Riau. This study uses a completely randomized design with
treatment of growing medium in the form of three treatments, namely black soil, podsolic soil
and peat soil mixture. The analysis was carried out descriptively and inference to the
parameters of the percentage of life and height of Moringa seedlings. The results showed that
seedling growing medium from top soil + fuel husk were best for Moringa seedling growth.
Seedling growing media from top soil + sub soil or from top soil alone can be the best
alternative afterwards.
Keywords :growth, growing media, kelor

ABSTRAK

Kelor merupakan tumbuhan yang memiliki banyak manfaat karena kandungan gizinya. Badan
kesehatan dunia WHO telah menyebut kelor sebagai tanaman ajaib, karena telah menyelamatkan
banyak kehidupan terutama anak-anak di banyak negara miskin. Kelor berpeluang untuk
dikembangkan di Sumatera khususnya Riau sebagai tanaman alternatif pangan sumber gizi penting
seperti vitamin, protein, anti oksidan. Kelor asal Nusa Tenggara Timur (NTT) diketahui memiliki
kualitas terbaik di Indonesia. Pengembangannya di Riau memerlukan penelitian awal terkait dengan
pertumbuhan semainya pada beberapa media tumbuh yang memiliki karakteristik serupa dengan tanah
di Riau.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui komposisi media tumbuh terbaik bagi
pertumbuhan semai kelor asal NTT. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan

Hery Kurniawan/Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan Vol 14 No 01/2019 1


https://journal.unilak.ac.id/index.php/forestra E-ISSN : 2548-608X
P-ISSN : 1858-4209

Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan


Vol. 14 No. 1 Januari 2019

perlakuan media tumbuh berupa tiga perlakuan, yakni tanah hitam, tanah podsolik dan campuran tanah
gambut. Analisis dilakukan secara deskriptif dan inferensi terhadap parameter persen hidup dan tinggi
semai kelor. Hasil penelitian menunjukkan media tumbuh semai dari top soil + sekam bakar adalah
terbaik untuk pertumbuhan semai kelor. Media tumbuh semai dari top soil + sub soil atau dari top soil
saja bisa menjadi alternatif terbaik setelahnya.
Kata kunci : pertumbuhan, media tumbuh, kelor

I. PENDAHULUAN Sumatera merupakan salah satu


penghasil tanaman kelor yang bermanfaat.
Tanaman kelor dikenal dengan
Beberapa lokasi seperti di Dumai, mulai
berbagai nama daerah, seperti murong
dikembangkan menjadi sentra pertanian
(Aceh), munggai (Sumatera Barat), kilor
termasuk kelor. Kelor bukan hanya menjadi
(Lampung), kelor (Jawa Barat dan Jawa
produk untuk konsumsi rumah tangga saja,
Tengah), marongghi (Madura), kiloro
namun di pasaran termasuk pasar
(Bugis), parongge (Bima), kawano
internasional, kelor ternyata memiliki
(Sumba), marungga/hau fo (Timor),
tingkat permintaan yang cukup tinggi.
moltong (Flores)dan kelo (Ternate).
Wasonowati dan kawan-kawan (2017)
Sebaran kelor sangat luas mulai dari Asia,
menyatakan bahwa kelor mempunyai
Afrika, dan Amerika (Harryana et al.,
prospek bagus untuk dikembangkan serta
2013). Di Indonesia kelor tersebar mulai
mempunyai nilai ekonomis yang tinggi dan
dari Sumatera hingga Papua. Bahkan
berpotensi untuk peningkatan pendapatan
Menteri Kesehatan RI Nila Moeloek, telah
masyarakat.Pada level internasional,
merekomendasikannya sebagai penyelamat
investor dari Spanyol dan Tiongkok
gizi buruk di Papua khususnya Asmat
berminat untuk membeli daun kelor asal
(Anonim, 2018).
NTT (Anonim, 2014).
Kelor merupakan tumbuhan yang
Penanaman kelor saat ini banyak
memiliki kandungan gizi yang tinggi baik
dilakukan di NTT khususnya Pulau Timor.
kandungan nutrisi mikro maupun mikro,
Peluang pasar yang tinggi dan manfaat
sehingga kelor bukan hanya merupakan
yang menjanjikan dari kelor ini perlu
sumber nutrisi pangan namun juga memiliki
diimbangi dengan pencarian informasi dan
efek secara farmakologi (Aminah et al.,
teknologi untuk meningkatkan kualitas dan
2015). Lebih dari itu kelor juga memiliki
kuantitas tanaman kelor yang masih perlu
manfaat lingkungan yang sangat penting
dikembangkan hingga diperoleh tanaman
bagi kehidupan.Kemampuannya untuk
kelor yang unggul. Penelitian ini
hidup pada lahan kering ataupun marginal,
merupakan penelitian di tingkat persemaian
menjadikan kelor sebagai tanaman
dengan maksud untuk mengetahui sejauh
penyelamat lingkungan sekaligus
mana kelor asal NTT mampu tumbuh di
penyelamat gizi dan kesehatan masyarakat
Sumatera khususnya Riau. Secara lebih
yang hidup pada wilayah kering. Kelor juga
spesifik penelitian ini ditujukan untuk
memiliki khasiat sebagai penjernih air,
mengetahui komposisi media tumbuh
bagian yang digunakan biasanya daun
terbaik bagi pertumbuhan semai kelor asal
ataupun biji kelor.Kemampuan ini semakin
NTT.
melengkapi fungsi kelor sebagai
penyelamat kehidupan.

Hery Kurniawan/Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan Vol 14 No 01/2019 2


https://journal.unilak.ac.id/index.php/forestra E-ISSN : 2548-608X
P-ISSN : 1858-4209

Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan


Vol. 14 No. 1 Januari 2019

uji perbandingan berganda Duncan (Nazir,


II. METODE PENELITIAN 2013).
Penelitian ini dilakukan di
persemaian milik Balai Penelitian dan III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengembangan Teknologi Serat Tanaman Kelor (Moringa oleifera Lam)
Hutan Kuok, pada bulan Januari sampai merupakan tanaman yang memiliki daerah
dengan bulan April tahun 2018. Bahan- penyebaran sangat luas dan diyakini berasal
bahan yang digunakan adalah media semai dari dataran India (Muluvi G. et al., 1999).
dengan empat macam perlakuan, polibag,
Tanaman yang banyak ditanam sebagai
dan bibit kelor asal NTT. Alat-alat yang tanaman pagar di pekarangan dan kebun ini,
digunakan adalah alat ukur tinggi berupa dikenal dengan istilah tanaman ajaib yang
mistar dan caliper untuk mengukur memiliki banyak manfaat (Fuglie, 2001).
diameter bibit, serta alat tulis untuk
Manfaat tersebut antara lain sebagai sumber
pencatatan data pengukuran. vitamin A sebanyak empat kali wortel,
Penelitian ini menggunakan metode vitamin C sebanyak tujuh kali dari jeruk,
eksperimental kuantitatif, dengan desain kalsium sebanyak empat kali susu dan
penelitian menggunakan rancangan acak minyak bijinya digunakan sebagai alternatif
lengkap (RAL). Faktor perlakuan yang bahan baku pengganti solar (Krisnadi,
digunakan adalah tunggal yakni media 2015).
tumbuh semai, dengan variasi perlakuannya Benih kelor yang digunakan dalam
sebanyak empat perlakuan, sebagai berikut : penelitian ini berasal dari Pulau Timor,
A0= media top soil Provinsi NTT. Benih kelor yang diperoleh
A1 = media top soil + sekam padi bakar kemudian disemaikan di pesemaian
A2 = media top soil + sub soil permanen Balai Penelitian dan
A3 = media gambut Pengembangan Teknologi Serat Tanaman
Hutan (BP2TSTH), untuk mendapatkan
Seluruh semai dengan masing-
bibit kelor yang akan diteliti. Media tumbuh
masing perlakuan diukur tinggi dan
disiapkan di polibag dengan empat macam
diameter bibit untuk mendapatkan
perbedaan sebagai perlakuan (A0= top soil ;
parameter tinggi dan diameter bibit
A1= top soil + sekam padi bakar ; A2= top
kelor.Selain itu persen tumbuh juga
soil+sub soil; A3= gambut). Bibit kelor
dihitung berdasarkan rasio jumlah
ditabur secara langsung ke dalam polibag.
kecambah/bibit yang tumbuh dengan benih
Selanjutnya pertumbuhan kelor diukur pada
yang tidak tumbuh.Analisis dilakukan
saat kelor mencapai umur 1 bulan setelah
secara statistik dengan metode deskriptif
tanam, 2 bulan setelah tanam, dan 3 bulan
maupun inferensi. Analisis statistik secara
setelah tanam (bst). Hasil pengukuran tinggi
inferensi dilakukan menggunakan uji F, dan
semai kelor untuk keempat perlakuan media
dilanjutkan dengan uji lanjut menggunakan
tumbuh pada saat 1 bst, 2 bst dan 3 bst,
Duncan Multiple Range Test (DMRT) atau
dapat dilihat pada gambar 1 di bawah ini.

Hery Kurniawan/Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan Vol 14 No 01/2019 3


https://journal.unilak.ac.id/index.php/forestra E-ISSN : 2548-608X
P-ISSN : 1858-4209

Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan


Vol. 14 No. 1 Januari 2019

Tinggi (cm)

Top Soil TS+SekamBkr TS+SubSoil Gambut

Sumber: data primer (2018)


Gambar 1. Grafik tinggi tanaman kelor pada tiga kali pengukuran
Picture 1. Kelor plant height chart on three times measurements

Berdasarkan hasil pengukuran tinggi Beberapa kemungkinan yang


bibit yang disajikan dalam bentuk grafik menyebabkan tinggi tanaman kelor
pada gambar 1 di atas, diketahui bahwa menggunakan top soil + sekam padi lebih
media top soil + sekam bakar memiliki cepat pertumbuhannya adalah adanya
grafik pertumbuhan tinggi terbaik. Pada pengaruh pada faktor aerasi dan porositas
saat satu bulan setelah tanam (1 bst), media semai yang menggunakan sekam
tingginya dapat dikatakan sama dengan padi.Sekam padi merupakan media yang
tinggi kelor menggunakan media top soil berasal dari limbah penggilingan padi yang
saja, yakni 39,45 cm. Pada saat mencapai memiliki sifat ringan, porous dan bersih
umur 2 bst, tingginya mencapai 49,77 cm, (Hayati 2006). Sedangkan menurut (Gustia
terjadi penambahan tinggi sekitar 10,32 cm. 2013), penggunaansekam padi bakar pada
Sementara untuk semai menggunakan media tanam dapat memperbaiki sifat fisik
media top soil saja,pada umur 2 bst dan kimia tanah, serta melindungi
tingginya baru mencapai 44,7 cm, terdapat tanaman.Selain itu dengan penambahan
perbedaan sekitar 5 cm antara media sekam padi drainase serta aerasi akan
tumbuh top soil + sekam bakar dengan meningkat, Hal ini disebabkan sekam bakar
media top soil saja.Pada saat umur 3 bst, lebih porous karena memiliki pori-pori
terjadi penambahan tinggi ±1cm untuk makro dan mikro yang hampir seimbang,
semai dengan media top soil + sekam sehingga sirkulasi udara yang dihasilkan
bakar, sedangkan untuk mediatop soil saja cukup baik serta memiliki daya serap air
terjadi penambahan sekitar 1,68cm. yang tinggi (Wuryan, 2008). Selain itu,
Terdapat perbedaan tinggi total pada umur masih menurut Wuryan (2008), komposisi
3 bst sekitar 3cm antara media top soil kimiawi sekam bakar adalah SiO2 dengan
dengan TS + sekam bakar. kadar 52% dan C sebanyak 31%. Sementara
kandungan lainnya terdiri dari Fe2O3, K2O,

Hery Kurniawan/Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan Vol 14 No 01/2019 4


https://journal.unilak.ac.id/index.php/forestra E-ISSN : 2548-608X
P-ISSN : 1858-4209

Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan


Vol. 14 No. 1 Januari 2019

MgO, CaO, MnO, dan Cu dengan jumlah sangat lambat sehingga air sulit masuk ke
yang kecil serta beberapa bahan organik dalam lapisan di bawahnya. Sedangkan
lainnya.Lebih lanjut hasil penelitian menurut Hardjowigeno (2003) tanah yang
(Gustia, 2013) menunjukkan bahwa mempunyai berat isi tinggi akan sulit
penambahan sekam bakar pada media meneruskan air atau sukar ditembus akar
tanam tanah menunjukkan hasil yang lebih tanaman, sebaliknya tanah dengan berat isi
baik dibandingkan dengan tanpa rendah, akar tanaman lebih mudah
penambahan sekam bakar. Hasil penelitian berkembang. Pengurangan hasil
(Sawaludin et al., 2018) juga menunjukkan pertumbuhan tinggi pada semai kelor yang
bahwa media terbaik untuk pertumbuhan menggunakan media top soil + sub soil
bibit kelor adalah media tanah yang diduga kuat karena adanya pengurangan
ditambah dengan arang sekam. ketersediaan unsur hara atau nutrisi yang
diperlukan tanaman serta meningkatnya
Pada tabel terlihat bahwa tingkat
berat isi tanah.
pertumbuhan tertinggi adalah menggunakan
media top soil + sekam padi, selanjutnya Namun demikian, pengamatan
berturut-turut adalah menggunakan media parameter tinggi ini dilakukan hanya
top soil saja, diikuti oleh media top soil + sampai 3 bulan setelah tanam. Melihat tren
sub soil, dan berikutnya yang terakhir grafik pertumbuhan tinggi kelor pada
adalah menggunakan media gambut. Media gambar 1 di atas, maka terlihat grafik
top soil dan sub soil dalam penelitian ini pertumbuhan tinggi semai kelor dengan
diketahui tidak memberikan efek yang media top soil + sub soil masih cenderung
signifikan, bahkan cenderung terjadi naik. Sedangkan tren grafik pertumbuhan
pengurangan hasil. Apabila media top soil semai kelor dengan media top soil terlihat
saja dianggap sebagai kontrol maka hasil sudah cenderung melandai (datar). Pada
yang diperoleh pada semai kelor analisis ragam dengan menggunakan uji F
menggunakan media top soil + sub soil, statistik, diketahui hasil pertumbuhan tinggi
adalah di bawah kontrol. Sebagaimana semai kelor antara yang menggunakan
diketahui bahwa media top soil pada media top soil dengan top soil + sub soil,
umumnya memiliki kandungan hara yang secara statistik tidak berbeda nyata.
cukup tinggi dibandingkan media sub soil Perbedaan nyata terdapat pada pertumbuhan
yang ada di bawahnya (Harahap, 2010; tinggi semai dengan media top soil + sekam
Winarso, 2005). Pencampuran media top bakar (tertinggi) terhadap semua perlakuan
soil dengan sub soil diduga kuat akan lainnya. Demikian juga untuk semai
mengurangi kandungan hara dan nutrisi menggunakan media gambut (terendah)
yang diperlukan oleh tanaman. Selain itu, berbeda nyata dengan semuanya.Secara
menurut Hidayat dan kawan-kawan 2007, lengkap hasil uji statistik dapat dilihat pada
tanah subsoil yang padat dapat tabel 1 di bawah ini.
menyebabkan pergerakan air di dalam tanah

Hery Kurniawan/Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan Vol 14 No 01/2019 5


https://journal.unilak.ac.id/index.php/forestra E-ISSN : 2548-608X
P-ISSN : 1858-4209

Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan


Vol. 14 No. 1 Januari 2019

Tabel 1. Hasil Uji F Tinggi Semai Kelor


Table 1.F test Result of Kelor Seedling Height
JK Db KT F Sig.
Antar kelompok 141722,47 3 47240,82 1009,55 0,000
Dalam kelompok 14506,14 310 46,79
Total 156228,61 313

Berdasarkan tabel 1, diketahui statistik.Subset pertama adalah untuk media


bahwa terdapat perbedaan yang nyata gambut yang berbeda nyata dengan seluruh
terhadap tinggi semai kelor dengan perlakuan lainnya. Subset kedua adalah
perlakuan media tumbuh yang berbeda- untuk media topsoil+subsoil dan media
beda. Selanjutnya untuk mengetahui topsoil saja. Kedua perlakuan ini tidak
perbedaan pada tiap perlakuan, dilakukan berbeda nyata secara statistik, namun
uji lanjut menggunakan metode Duncan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.
Multiple Range Test (DMRT). Hasil uji Selanjutnya subset yang terakhir adalah
lanjut pada tabel 2, menunjukkan bahwa untuk media tumbuh topsoil+sekam bakar
terdapat 3 subset yang berbeda, artinya yang berbeda nyata dengan semua
terdapat 3 kelompok hasil tinggi semai perlakuan lainnya.
kelor yang satu sama lain berbeda secara

Tabel 2. Hasil Uji Lanjut Perbedaan Tinggi Semai Kelor


Table 2. Post hoc Test Result of Kelor Seedling Height Differences
Subset for alpha = 0,05
Media N 1 2 3
Duncana,b Gambut 84 0,00
TopSoil+SubSoil 87 45,65
Top Soil 69 46,37
TopSoil+SekamBkr 74 51,45
Sig. 1,00 0,51 1,00

Pengamatan terhadap tinggi bibit Kematian ini diduga kuat karena


kelor yang menggunakan media tumbuh tanaman kelor kurang mampu beradaptasi
tanah gambut, diketahui pertumbuhannya dengan kondisi tanah yang asam. Menurut
adalah paling rendah yakni pada saat 1 bst Krisnadi (2015) persyaratan tumbuh untuk
mencapai 8,68 cm dan saat umur 2 bst kelor diantaranya adalah media tumbuh
hanya mencapai 18,25 cm. Pada saat berupa tanah berpasir atau lempung
mencapai umur 3 bst seluruh bibit kelor berpasir dengan pH tanah berkisar antara 5-
yang menggunakan media tanam tanah 9. Kondisi tanah gambut yang asam
gambut mengalami kematian seluruhnya. menjadikan tanaman kelor tidak dapat
tumbuh dengan baik bahkan pada akhirnya
mengalami kematian yang cepat.

Hery Kurniawan/Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan Vol 14 No 01/2019 6


https://journal.unilak.ac.id/index.php/forestra E-ISSN : 2548-608X
P-ISSN : 1858-4209

Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan


Vol. 14 No. 1 Januari 2019

TopTS+SekamBkr;
Soil; Umur
TS+SubSoil; TS+SekamBkr;
TS+SubSoil;
% Hidup Semai
(bulan
Umur (bulan(bulan Top Soil;
setelah
Umur Umur
Umur Umur
(bulan(bulan TS+SubSoil;
tanam)
setelah
1setelah
bst;
tanam) tanam)
1 1 (bulan setelah
setelah
setelah
tanam) tanam)
2 2 Umur (bulan
Gambut; Umur TS+SekamBkr;
tanam) 2 bst;
bst;9799bst; 96 setelah
100
bst; 100
bst;(bulan
100 setelah Umur
Top Soil; Umur(bulantanam) 3
setelah bst; 88
tanam) 3
tanam) 1 bst; 85 (bulan setelah
bst;
tanam) 3 bst; 7578

Gambut; Umur
(bulan setelah
tanam) 2 bst; 14 Gambut; Umur
(bulan setelah
tanam) 3 bst; 0
Top Soil TS+SekamBkr TS+SubSoil Gambut

Gambar 2. Grafik persen hidup tanaman kelor pada 3 kali pengukuran


Picture 2. Chart of Kelor life percentage on three times measurements

Pengamatan persen hidup semai 9 (Krisnadi, 2015; (Palada M. & Chang L,


kelor dapat dilihat pada gambar 2 di atas. 2003)
Berdasarkan pengamatan terhadap persen
Berbeda dengan hasil pengamatan
hidup semai pada 1 bst, 2 bst dan 3 bst, tinggi, pada parameter persen hidup
diketahui pada saat 1 bst persen hidup tanaman, media top soil + sub soil
belum terpaut cukup jauh. Hanya pada menghasilkan nilai tertinggi untuk persen
media gambut persen hidup pada 1 bst yang hidup. Selanjutnya adalah media top soil +
angkanya berbeda. Selanjutnya perbedaan sekam padi di peringkat kedua. Perbedaan
persen hidup semakin meningkat dengan persen tumbuh antara semai yang
bertambahnya usia semai. Bahkan pada 3 menggunakan media top soil + sub soil
bst, persen hidup semai dengan media dengan yang menggunakan media top soil +
gambut adalah 0, atau mati semua. Persen sekam padi adalah 10 %. Perbedaan ini
hidup tertinggi saat sudah mencapai 3 bst diduga kuat karena sifat tanaman kelor yang
adalah pada semai yang menggunakan kurang cocok dengan media yang terlalu
media top soil + sub soil yakni 88,39%. kuat mengikat air. Hasil penelitian
Selanjutnya adalah pada semai
Sawaludin dan kawan-kawan (2018)
menggunakan media top soil + sekam padi menunjukkan bahwa media tanah+sekam
yakni 78,1%. Sedangkan semai dengan memiliki kemampuan mengikat air
media top soil persen hidupnya mencapai tertinggi.Tanah subsoil jenis ultisol
75,27%.Kematian seluruh semai kelor (sebagian besar Riau) memiliki kandungan
dengan media gambut diduga kuat karena bahan organikyang rendah dengan
tingkat keasaman media gambut yang kemampuan mengikat air yang rendah,
melebihi persyaratan tumbuh kelor yakni 5- sedangkan tanah top soil memiliki
kandungan bahan organik yang cukup

Hery Kurniawan/Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan Vol 14 No 01/2019 7


https://journal.unilak.ac.id/index.php/forestra E-ISSN : 2548-608X
P-ISSN : 1858-4209

Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan


Vol. 14 No. 1 Januari 2019

tinggi pada umumnya sehingga akan media mengikat dan melepaskan air dalam
meningkatkan kemampuan mengikat airnya media.
(Utama Nst R. et al., 2015). Sedangkan
menurut (Amri et al., 2014), pada V. UCAPAN TERIMAKASIH
umumnya top soil banyak mengandung Ucapan terimakasih saya ucapkan kepada
bahan organik dan memiliki kerapatan yang Bapak Arifin Budi Siswanto dan Bapak
lebih kecil dari sub-soil, hal ini disebabkan Sunarto yang telah banyak membantu
bahan organik pada tanah top soil lebih selama kegiatan penelitian ini, terutama
ringan daripada partikel padat tanah mineral terkait kegiatan persemaian dan pengukuran
pada sub soil dalam volume yang sama. bibit.
Sehingga porositas dan kemampuan
mengikat air pada tanah top soil lebih tinggi VI. DAFTAR PUSTAKA
daripada tanah subsoil. Meskipun demikian Aminah, S., Ramdhan, T. & Yanis, M.,
pada media top soil + sekam, kelor masih 2015. Kandunga Nutrisi dan Sifat
mampu tumbuh dengan baik, dengan Fungsional Tanaman Kelor (Moringa
adanya pengurangan daya mengikat air oleifera). Buletin Pertanian Perkotaan,
karena peningkatan porositas media oleh 5(2), pp.35–44.
sekam padi. Bahkan dengan kandungan
nutrisi yang lebih dibandingkan tanah Amri, S., Nasrul, B. & Armaini, 2014.
subsoil, maka semai kelor mampu tumbuh Tingkat Kerusakan Tanah Akibat
dengan tinggi tanaman di atas semai yang Produksi Biomassa Pertanian di
menggunakan media top soil + sub soil. Kecamatan Kuala Cenaku Kabupaten
Sehingga kematian semai pada semai yang Indragiri Hulu. Jom Faperta, 1(2).
menggunakan top soil + sekam padi diduga Anonim, 2018. Daun Kelor Bisa Jadi Solusi
kuat karena media yang terlalu basah Gizi Buruk di Asmat. Available at:
memicu munculnya kebusukan pada akar. www.life.trubus.id.
IV. KESIMPULAN Anonim, 2014. Fakta dan Mitos Mistis Soal
Daun Kelor yang Melegenda.
Berdasarkan pembahasan di atas Available at: www.quranic-
dapat disimpulkan bahwa semai atau bibit healing.com. [Accessed March 8,
kelor mampu tumbuh dengan baik pada 2018].
media tumbuh dari top soil, top soil +
sekam padi dan top soil + sub soil. Namun, Fuglie, L.J., 2001. The Miracle Tree: The
secara statistik dapat dinilai bahwa media multiple attributes of moringa, Dakar,
terbaik untuk pembibitan kelor adalah Senegal: Church World Service.
dengan menggunakan media top soil + Gustia, H., 2013. Pengaruh Penambahan
sekam bakar, karena memiliki peringkat Sekam Bakar Pada Media Tanam
yang cukup stabil berdasarkan pengamatan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi
parameter tinggi dan persen hidup. Tanaman Sawi (Brassica juncea L.). E-
Pertumbuhan tinggi lebih dipengaruhi oleh Journal WIDYA Kesehatan dan
kesuburan medianya, sedangkan persen Lingkungan, 1(1), pp.12–17.
hidup lebih dipengaruhi oleh kemampuan
Harahap, O.A., 2010. Pemanfaatan Kompos
Tandan Kosong Kelapa Sawit Dan

Hery Kurniawan/Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan Vol 14 No 01/2019 8


https://journal.unilak.ac.id/index.php/forestra E-ISSN : 2548-608X
P-ISSN : 1858-4209

Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan


Vol. 14 No. 1 Januari 2019

Konsentrat Limbah Cair Pabrik B.B., 2018. Pengaruh Berbagai


Kelapa Sawit Untuk Memperbaiki Macam Media terhadap Pertumbuhan
Sifat Kimia Media Tanam Sub Soil Bibit Kelor ( Moringa oleifera Lam .)
Ultisol Dan Pertumbuhan Bibit Asal Stek Batang. Jurnal Sains
Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Teknologi dan Lingkungan, 4(1),
Jacq.). Universitas Sumatera Utara. pp.31–42.
Hardjowigeno, S., 2003. Ilmu Tanah, Utama Nst R., A., Ardian & En Yulia, A.,
Jakarta: Akademikan Pressindo. 2015. Pengaruh Campuran Subsoil
Ultisol dengan Kompos TKKS sebagai
Harryana, E. et al., 2013. Daun Ampuh
Media Tanam dan Voume Penyiraman
Basmi Berbagai Penyakit, Jogjakarta:
Terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa
Nusa Creativa.
Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di
Hayati, M., 2006. Penggunaan Sekam Padi Pembibitan Utama. Jom Faperta, 2(2).
sebagai Media Alternatif dan Available at: http://miracletrees.org/ [4
Pengujuian Efektivitas Penggunaan Oktober 2015].
Media Pupuk Daun Terhadap
Wasonowati, C. et al., 2017. Kajian
Pertumbuhan dan Hasil Tanaman
Budidaya Tanaman Kelor (Moringa
Tomat Secara Hidroponik. Jurnal
oleifera Lamk) sebagai Sayuran dan
Floratek, 2, pp.63–68.
Pangan Alternatif di Madura. In
Hidayat, T.C. et al., 2007. Pengaruh Yogyakarta: Fakultas Pertanian
Pemanfaatan Berbagai Limbah Universitas Gadjah Mada, pp. 43–48.
Pertanian untuk Pembenah Media
Winarso, S., 2005. Kesuburan Tanah,
Tanam Bibit Kelapa Sawit. Jurnal
Dasar Kesehatan dan Kualitas Tanah
Penelitian Kelapa Sawit, 15(2),
Pertama., Yogyakarta: Gava Media.
pp.185–193.
Krisnadi A., D., 2015. Kelor Super Nutrisi, Wuryan, 2008. Pengaruh Media Sekam
Padi Terhadap Pertumbuhan Tanaman
Jakarta: Morindo.
Hias Pot Spathiphyllum sp. Buletin
Muluvi G., M. et al., 1999. Amplified Penelitian Tanaman Hias. Jurnal
Fragment Length polymorphism ( Hortikultura, 2(2), pp.81–89.
AFLP ) Analysis of Genetic Variation
in Moringa oleifera Lam . Molecular
Ecology, 8, pp.463–470. © 2019 Wahana Forestra:
Nazir, M., 2013. Metode Penelitian, Bogor: Jurnal Kehutanan. All rights
Ghalia Indonesia. reserved. This is an open
access article distributed
Palada M., C. & Chang L., C., 2003. under the terms of the BY NC - ND License
Suggested Cultural Practices for (https://creativecommons.org/licenses/by-nc-
Moringa. , (AVRDC pub#03-545). nd/4.0/).
Available at: http://miracletrees.org/ [4
Oktober 2015].
Sawaludin, Nikmatullah, A. & Santoso,

Hery Kurniawan/Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan Vol 14 No 01/2019 9

You might also like