Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 11

Jurnal Syntax Transformation Vol. 2 No.

5, Mei 2021
p-ISSN : 2721-3854 e-ISSN : 2721-2769 Sosial Sains

KAJIAN KARAKTER TOKOH PANDAWA DALAM KISAH MAHABHARATA


DISELARASKAN DENGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA INDONESIA

Muhammad Arifin dan Arif Rahman Hakim


Universitas Indraprasta (Unindra) PGRI Jakarta, Indonesia
Email: dutabudayaindraprasta@gmail.com dan arsyanriftyrahman@gmail.com

INFO ARTIKEL ABSTRACT


Diterima Wayang has been recognized by UNESCO as a
21 April 2021 Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity.
Direvisi However, in reality there are facts among the younger
2 Mei 2021 generation of Indonesians who are still low on
Disetujui understanding of wayang culture, especially in the
15 Mei 2021 mahabharata story. Specifically, it is often found that the
young generation in formal education circles understand
Keywords: the character of the Pandawa characters in the
Mahabharata story; Pandawa Mahabharata story. On the other hand, the younger
character; character education generation of Indonesia is also being encouraged to have a
of the indonesian nation character that is in accordance with the character
education program of the Indonesian nation. This article,
which is compiled in the form of a literature review, aims
to examine the character of the Pandawa figures in the
Mahabharata story to be aligned with the character
education of the Indonesian nation in the formal education
environment. The conceptual substance of this article is in
the form of an effort to optimize character education
through understanding the Pandawa characters in the
Mahabharata story, so that it can form the younger
generation as human resources who have superior
competencies as well as holistic characteristics as a
manifestation of building the civilization of the life of the
nation and state of IndonesiaMinistry of Youth and Sports
and other sports institutions.

ABSTRAK
Wayang telah diakui UNESCO sebagai Masterpiece of
Oral and Intangible Heritage of Humanity. Namun secara
nyata ditemui fakta di kalangan generasi muda bangsa
Indonesia yang masih rendah atas pemahaman budaya
wayang, khususnya pada kisah mahabharata. Secara
spesifik, seringkali dijumpai masih awamnya generasi
muda di lingkungan pendidikan formal yang memahami
karakter tokoh pandawa dalam kisah mahabharata. Pada
sisi yang lain juga generasi muda Indonesia sedang
didorong untuk memiliki karakter yang sesuai dengan
program pendidikan karakter bangsa Indonesia. Artikel
yang disusun berupa kajian pustaka ini bertujuan untuk
mengkaji karakter tokoh Pandawa dalam kisah
How to cite: Arifin, Muhammad., dan Arif Rahman Hakim (2021) Kajian Karakter Tokoh Pandawa dalam Kisah
Mahabharata Diselaraskan Dengan Pendidikan Karakter Bangsa Indonesia. Jurnal Syntax
Ttansformation 2(5). https://doi.org/10.46799/jurnalsyntaxtransformation.v2i3.284
E-ISSN: 2721-2769
Published by: Ridwan Institute
Muhammad Arifin dan Arif Rahman Hakim

Mahabharata untuk kemudian diselaraskan dengan


pendidikan karakter bangsa Indonesia di dalam lingkungan
pendidikan formal. Adapun metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan
pendekatan psikologis. Metode deskriptif kualitatif dengan
menggunakan pendekatan psikologi pendidikan merupakan
sebuah penelitian yang memberikan gambaran secara
menyeluruh terhadap objek yang diteliti secara sistematis
dengan mendeskripsikan tokoh Pandawa dalam kisah
Mahabharata. Melalui pemahaman tokoh Pandawa dalam
kisah Mahabharata ini, maka penulis mengharap akan
terciptanya sebuah upaya optimalisasi pendidikan karakter
dalam setiap jenjang lembaga pendidikan baik formal
maupun non formal yang ada di Indonesia. Dan pada
Kata Kunci: akhirnya kita dapat menghasilkan generasi masa depan
Kisah Mahabharata; karakter bangsa yang unggul sebagai sumber daya manusia yang
tokoh Pandawa; pendidikan memiliki keunggulan kompetensi sekaligus berkarakter
karakter bangsa indonesia holistik sebagai perwujudan membangun peradaban
kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia.

Pendahuluan kenyataannya, masih relatif sangat minim


Wayang telah diakui UNESCO sejak pendidikan formal di era modern yang
2003 sebagai Masterpiece of Oral and menjadikan wayang sebagai senjata utama
Intangible Heritage of Humanity. Hal ini dalam hal menyampaikan pesan
harusnya menjadi suatu hal membanggakan pembelajaran.
bagi seluruh rakyat Indonesia karena salah Secara nyata ditemui fakta di
satu kebudayaan nasional Bangsa Indonesia kalangan generasi muda bangsa Indonesia
diakui oleh UNESCO. (Riyanto, 2011) yang masih rendah atas pemahaman budaya
memaparkan “Ketika Ki Hajar Dewantara wayang, khususnya pada kisah
menyatakan bahwa kebudayaan nasional Mahabharata. (Hasani, 2013) menyatakan
merupakan kumpulan dari puncak-puncak bahwa “wayang merupakan hal yang asing
kebudayaan daerah, salah satu puncak itu bagi siswa”. Perkembangan hiburan barat
pastilah seni pertunjukan wayang”. Wayang yang datang ke Indonesia menjauhkan
sebagai salah satu produk budaya tanah generasi muda dari seni tradisional, salah
Jawa tentunya dapat menjadi ikon penting satunya adalah wayang. Generasi muda
bagi representasi ekspresi budaya nasional lebih menyukai hiburan berupa konser
Indonesia. Sudah sangat wajar pula musik, film dan game, yang didukung oleh
manakala wayang dijadikan ikon terpenting teknologi yang canggih. (Haryadi, T.,
dari pengembangan kebudayaan nasional Irfansyah, & Santosa, 2013) menjelaskan
Indonesia di berbagai bidang termasuk di bahwa “terjadinya modernisasi yang
bidang pendidikan. ditandai semakin majunya teknologi dan
Kemajuan suatu bangsa dapat masuknya budaya barat ke Indonesia
dinilai dari bagaimana penyelenggaraan menyebabkan wayang kulit mulai
dan pelayanan pendidikan tersebut ditinggalkan masyarakat, khususnya
berlangsung (Ningsih, 2021). Harusnya kalangan muda”. Tidak dapat dipungkiri
pendidikan secara formal bisa menjadikan bahwa fakta di lapangan menunjukkan film,
wayang sebagai senjata utama penyampaian konser musik, dan game lebih disukai
pesan pembelajaran. Namun pada daripada wayang yang dianggap kuno dan

614 Syntax Transformation, Vol. 2 No. 5, Mei 2021


Kajian Karakter Tokoh Pandawa dalam Kisah Mahabharata Diselaraskan dengan Pendidikan
Karakter Bangsa Indonesia

tidak mengikuti perkembangan zaman di era karakter yang baik pada generasi muda
sekarang. Jika hal ini dibiarkan begitu saja, khususnya para peserta didik yang ada di
maka lambat laun akan pudar rasa bangga di ruang-ruang kelas. Karena sudah dapat
kalangan generasi muda bangsa Indonesia diyakini bahwa pengembangan karakter atau
atas budaya wayang sebagai Masterpiece of kebudayaan suatu bangsa tidak pernah dapat
Oral and Intangible Heritage of Humanity. lepas dari berbagai nilai tradisi yang telah
Secara umum, hakikat pendidikan itu mendasari dan membesarkannya. Kelahiran
di dalamnya terdapat interaksi belajar dan karya sastra diprakondisi oleh kehidupan
mengajar. Tidak dapat dipungkiri sosial budaya tempat pengarang hidup,
bahwasanya pendidikan dapat dijadikan sehingga sikap dan pandangan hidup
sebagai jembatan untuk transformasi budaya pengarang terhadap masalah yang
dari satu generasi ke generasi berikutnya. diceritakan dalam karyanya juga
Oleh karena pendidikan di Indonesia itu ada mencerminkan kehidupan sosial budaya
tiga jalur, yaitu jalur formal, nonformal, dan masyarakatnya (Nurgiyantoro, 2018).
informal, sudah sepatutnya wayang dapat Seperti di Indonesia, khususnya Jawa,
dibawakan dalam pendidikan jalur formal. wayang merupakan tradisi dan budaya yang
Beragam hal yang berkaitan dengan wayang telah mendasari dan berperan besar dalam
di Indonesia sudah menjadi bahan cerita membentuk karakter dan eksistensi bangsa
yang turun temurun harus dilestarikan agar Indonesia, khususnya yang beretnis Jawa.
tongkat estafet transformasi budaya lintas Untuk itu, membawakan budaya wayang ke
generasi tetap terjaga dengan baik. Dalam ruang kelas menjadi bagian dari upaya
UU No.20 tahun 2003 disebutkan bahwa: pengembangan karakter sekaligus
“Pembelajaran adalah proses interaksi pengembangan kebudayaan Bangsa
peserta didik dengan pendidik dan sumber Indonesia.
belajar pada suatu lingkungan belajar”. Dengan demikian, tidak kalah
Dalam hal ini dapat difahami bahwa sumber pentingnya memperkenalkan kepada peserta
belajar, guru, dan siswa menjadi satu didik di jalur pendidikan formal perihal
kesatuan harus saling terjadi interaksi yang kisah pewayangan yang sarat nilai-nilai
baik. Program Penguatan Pendidikan luhur dan kearifan lokal menjadi salah satu
Karakter (PPK) digagas oleh Kemendikbud alternatif cara untuk mendukung gerakan
sejalan dengan upaya menyukseskan program penguatan pendidikan karakter
Gerakan Nasional Revolusi Mental yang sekarang gencar digalakkan oleh
(GNRM). Dalam hal ini, lembaga yang semua pihak di lingkungan jalur pendidikan
menjadi prioritas adalah pendidikan dasar, formal. Sejumlah tokoh pewayangan dengan
mulai dari jenjang Pendidikan Anak Usia jelas merupakan simbol dari kehidupan
Dini Formal dan Nonformal, jenjang secara nyata. Tokoh Punakawan adalah
Sekolah Dasar sederajat, lalu jenjang salah satu tokoh yang ada pada wayang
Sekolah Menengah Pertama sederajat, untuk orang cerita Mahabharata. Berbagai tokoh
kemudian ke jenjang Sekolah Menengah dalam wayang kisah Mahabharata tentu saja
Atas sederajat. dapat dijadikan sumber belajar para peserta
Berbagai cara dapat dilakukan untuk didik. (Narimo & Wiweko, 2017)
menyampaikan pesan pembelajaran di jalur menyebutkan bahwa “Nilai-nilai wayang
pendidikan formal, termasuk dengan cara menyangkut kehidupan sosial dan
membawakan budaya wayang ke ruang kehidupan religius. Nilai wayang terlihat
kelas pembelajaran. Hal ini tentu saja dapat kental terkait dengan nilai kegotong
secara otomatis menumbuhkan berbagai royongan, kerukunan hidup, kedamaian,

Syntax Transformation, Vol. 2 No. 5, Mei 2021 615


Muhammad Arifin dan Arif Rahman Hakim

kepedulian kepada sesama, solidaritas wayang ini, kita akan semakin menghargai
sesama, dan lain-lain dengan muara akhir pentingnya peran budaya tidak hanya dalam
ketentraman dan kedamaian hidup memberikan kita rambu-rambu dalam
bersama”. Semua hal itu dapat dibangun hidup, tetapi dalam membantu kita
dengan senjata utama berupa wayang yang menemukan jalan untuk bertahan hidup.
secara disengaja dibawa ke dalam ruang Kenyataannya, budaya menyediakan kita
kelas pendidikan formal. aturan-aturan yang memastikan
Pementasan yang melibatkan banyak keberlangsungan hidup, dengan asumsi
orang untuk kesuksesan suatu pentas bahwa sumber daya hidup masih tersedia.
wayang dapat menjadi pelajaran bagi Tentu saja studi ini berperan untuk
melahirkan pengetahuan tentang nilai nilai
peserta didik agar menghargai pihak lain,
budaya terhadap prestasi psikologis siswa
saling berkasih sayang, sopan dan memupuk dalam meningkatkan kesadaran dan
rasa persaudaraan tanpa melihat derajat, ras, pembentukan moral karakter kita sebagai
dan agama. Mendidik siswa agar bermoral Bangsa Indonesia.
baik tidak harus mencontoh nilai-nilai dari
luar. Sebab nilai-nilai yang ada di luar Metode Penelitian
belum tentu cocok dengan bangsa kita, Artikel ilmiah ini disusun
karena masing-masing bangsa memiliki menggunakan metode deskriptif kualitatif
budayanya sendiri. Seperti yang dikatakan dengan pendekatan psikologi pendidikan.
(Budiningsih, 2008), “Pemahaman tentang Analisis deskriptif digunakan untuk
budaya sebagai bentuk-bentuk prestasi mendeskripsikan sebuah kajian karakter
psikologis, yaitu sebagai kompleks gagasan tokoh Pandawa dalam kisah Mahabharata.
yang bersifat abstrak, spesifik, subjektif, dan Adapun pendekatan psikologi pendidikan
tidak teramati yang akan mewarnai digunakan untuk menyelaraskan karakter
kehidupan moral para remajanya, perlu tokoh pandawa dengan pendidikan karakter
dipahami oleh guru dan pendidik moral, bangsa Indonesia di jalur pendidikan formal.
sebagai dasar pengembangan program- Hal ini dimaksudkan untuk memahami daya
program pendidikan moral yang imajinasi dan kejiwaan yang ditimbulkan
kontekstual”. Oleh karena itu, perlu digagas dalam menyerap dan menghayati karakter
sebuah kajian tentang karakter tokoh tokoh pandawa dalam rangkaian kegiatan
Pandawa dalam kisah Mahabharata yang pembelajaran di jalur pendidikan formal.
diselaraskan dengan penanaman pendidikan Tahapan objektif berupa kajian pustaka
karakter bangsa indonesia. Hal ini tentu saja dalam artikel ini dimulai dari kajian karakter
dengan maksud mencapai pemahaman tokoh Pandawa dalam kisah Mahabharata.
budaya wayang sebagai bentuk prestasi Kemudian dilanjutkan dengan program
psikologis, berikut didalamnya secara penguatan pendidikan karakter yang
spesifik tentang karakter tokoh Pandawa menjadi amanah dari kemendikbud di
untuk diselaraskan dengan program bidang pendidikan bangsa Indonesia. Pada
pemerintah tentang penanaman pendidikan bagian akhir berupa narasi sebagai analisis
karakter bangsa Indonesia. Menyelaraskan deskriptif kualitatif dalam artikel ini,
karakter tokoh Pandawa dalam kisah dipaparkan bagaimana menyelaraskan
Mahabharata dengan program penguatan karakter tokoh Pandawa dalam kisah
pendidikan karakter bangsa Indonesia secara Mahabharata dengan program penguatan
spesifik dapat dilaksanakan secara khusus pendidikan karakter bangsa Indonesia
untuk di jalur pendidikan formal. Dengan khusus untuk jalur pendidikan formal..
meningkatnya pemahaman tentang budaya

616 Syntax Transformation, Vol. 2 No. 5, Mei 2021


Kajian Karakter Tokoh Pandawa dalam Kisah Mahabharata Diselaraskan dengan Pendidikan
Karakter Bangsa Indonesia

Hasil dan Pembahasan pernah berdusta seumur hidupnya,


A. Karakter Tokoh Pandawa dalam memiliki moral yang sangat tinggi, dan
Kisah Mahabharata suka memaafkan orang lain.
Pagelaran wayang sebagai budaya Kemudian untuk tokoh Bima
tentu menyimpan beragam hal unik di berdasarkan pemahaman penulis adalah
dalamnya, diantaranya ada perangkat sosok yang gagah berani, memiliki fisik
gamelan sebagai pengiring pagelaran, yang kuat, dan tetap berhati baik. Hal ini
ada berbagai cerita yang tiap kali disebutkan juga oleh (Wiyono, 2009)
pagelaran akan berbeda cerita, ada bahwa Bima itu berwatak tegas, jujur,
sejumlah tokoh, ada karater tokoh yang adil, tidak pandang bulu. Kemudian,
berbeda antara satu tokoh dengan tokoh (Dyna, 2015) juga memaparkan sosok
lainnya, dan lain sebagainya. Spesifik Bima itu sebagai seorang yang sangat
tentang karakter tokoh wayang, secara kuat, lengannya panjang, tubuhnya
umum akan tersampaikan pesan dari tinggi, berwajah paling sangar diantara
setiap tokoh dengan sebuah nama dan saudara-saudaranya, dan tetap memiliki
karakteristik dari karater pribadi si hati yang baik. Selain hal itu semua,
tokohnya. (Narimo & Wiweko, 2017) tokoh Bima dalam pagelaran wayang
menyatakan bahwa “Nilai-nilai karakter juga sangat identik dengan sebuah
yang terkandung dalam perwajahan senjata yang disebut dengan gada.
wayang berupa tata rias wajah pada alis, Tokoh berikutnya dari pandawa
mata, hidung, dan bentuk mulut, antara adalah Arjuna yang memiliki karakter
lain: religius, jujur, bertanggung jawab, cerdik, pandai, teliti, cermat, sopan,
cintai damai; bersahabat, bijaksana, santun, dan suka melindungi yang lemah.
optimis, komunikatif dan demokratis”. Dalam hal ini, (Wiyono, 2009)
Dari sekian banyak tokoh dalam cerita memaparkan bahwa tokoh Arjuna itu
wayang, ada lima tokoh protagonis yang berwatak pandai, tenang, teliti, sopan,
sangat familiar di setiap pagelaran pemberani, pelindung yang
pewayangan, yaitu pandawa. Tokoh lemah.(Dyna, 2015) juga menyebutkan
pandawa dalam kisah mahabharata karater Arjuna itu berparas menawan,
terdiri dari lima orang saudara yang lemah lembut budi pekertinya, gemar
masing-masing diberi nama dan karakter, berkelana berguru dan menuntut ilmu.
yaitu Yudhistira, Bima, Arjuna, nakula, Kemudian untuk Nakula dikisahkan
dan Sadewa. sebagai seorang yang paling tampan
Berdasarkan pemahaman awal rupawan, sosok yang rajin bekerja dan
penulis, tokoh Yudhistira itu sifatnya rajin menghormati sekaligus melayani
sangat bijaksana, tidak memiliki musuh, kakak-kakaknya. (Wiyono, 2009)
dan hampir tidak pernah berdusta seumur menjabarkan Nakula sebagai sosok yang
hidupnya. Hal ini sesuai dengan berwatak jujur, setia, taat, belas kasih,
pernyataan (Wiyono, 2009) yang tahu balas budi, dan dapat dipercaya.
menjelaskan tokoh Yudhistira sebagai Begitu pula dengan Sadewa yang
sosok yang berwatak halus, sopan, bijak, merupakan saudara kembar dari Nakula
rendah hati, jujur, suka memaafkan. diceritakan memiliki karakter yang
Sementara itu, (Dyna, 2015) juga sangat rajin, bijaksana, memiliki
menjelaskan hal yang sama bahwa kelebihan dalam bidang astronomi, dan
Yudhistira itu sifatnya sangat bijaksana, sangat baik dalam hal menyimpan
tidak memiliki musuh, hampir tidak rahasia.

Syntax Transformation, Vol. 2 No. 5, Mei 2021 617


Muhammad Arifin dan Arif Rahman Hakim

B. Program Penguatan Pendidikan Untuk nilai utama dalam pendidikan


Karakter Bangsa Indonesia karakter ditampilkan dalam gambar 1.
Secara umum, karakter dapat Untuk dimensi dalam pendidikan
dipahami sebagi sebuah tabiat, karakter ditampilkan dalam gambar 2.
kepribadian, identitas diri, jatidiri. Dan untuk ruang lingkup dalam
Karakter adalah jatidiri, kepribadian, dan pendidikan karakter ditampilkan dalam
watak yang melekat pada diri seseorang gambar 3. Tiga buah gambar tentang
yang berkaitan dengan dimensi psikis pendidikan karakter bangsa Indonesia di
dan fisik. (Ghufron, 2010) menjabarkan bawah ini disertai dengan penjabaran
bahwa pada tatanan mikro karakter segingga menunjukkan kejelasan arah
adalah (i) kualitas dan kuantitas reaksi penanaman pendidikan karakter di
terhadap diri sendiri, orang lain, dan lingkungan jalur pendidikan formal.
situasi tertentu, dan (ii) watak, akhlak,
dan ciri psikologis. Ciri psikologis yang
dimiliki oleh individu pada lingkup
pribadi secara evolutif akan berkembang
lebih luas menjadi ciri sosial. Ciri
psikologis individu akan memberi warna
dan corak identitas kelompok yang pada
tatanan makro akan menjadi ciri
psikologis atau karakter bangsa. Gambar 1
Pembentukan karakter suatu bangsa Lima Nilai Utama dalam Pendidikan
berproses secara dinamis sebagai sebuah Karakter
Sumber: Olahan Sendiri
fenomena sosio-ekologis.
Lima nilai utama dalam
Karakter bangsa merupakan
pendidikan karakter yang menjadi bagian
akumulasi dari karakter-karakter warga
dari amanah, yakni sebagai berikut:
masyarakat bangsa itu. Karakter
a) Religius, merupakan dasar dari
merupakan nilai dasar perilaku yang
pembentukan pendidikan karakter,
menjadi acuan tata nilai interaksi
karena tanpa adanya penanaman nilai
antarmanusia, yang when character is
religius, maka pendidikan karakter
lost then everything is lost. Secara
tidak akan terbentuk. Pemahaman
universal karakter dirumuskan sebagai
nilai religius yang baik, umumnya
nilai hidup bersama berdasarkan pilar:
akan mampu menanamkan sikap
kedamaian (peace), menghargai
sabar, tidak sombong, dan tidak
(respect), kerjasama (cooperation),
angkuh kepada sesama. Pemahaman
kebebasan (freedom), kebahagiaan
nilai religius juga akan menjadikan
(happiness), kejujuran (honesty),
manusia saling mencintai dan saling
kerendahhatian (humility), kasih sayang
menghormati di setiap aktivitasnya.
(love), tanggung jawab (responsibility),
b) Integritas, artinya selalu berupaya
kesederhanaan (simplicity), toleransi
menjadikan dirinya sebagai orang
(tolerance),dan persatuan (unity)
yang bisa dipercaya dalam perkataan
(Gufron, 2010).
dan tindakan. Siswa yang
Secara keseluruhan, pendidikan
berintegritas akan berhati-hati dalam
karakter bangsa Indonesia mengerucut ke
menjalin pergaulan, sebab
dalam tiga pokok penting, yaitu: nilai
kepercayaan yang diberikan teman-
utama, dimensi, dan ruang lingkup.

618 Syntax Transformation, Vol. 2 No. 5, Mei 2021


Kajian Karakter Tokoh Pandawa dalam Kisah Mahabharata Diselaraskan dengan Pendidikan
Karakter Bangsa Indonesia

temannya itu teramat sangat mahal


harganya. Dengan maraknya praktik
bullying dan perundungan, sekolah
perlu membuat kebijakan tegas
bahwa siswa di sekolah harus berkata
dan bertindak positif antar teman
sebagai bagian dari pembiasaan Gambar 2
melatih karakter integritas. Dimensi dalam Pendidikan Karakter
c) Mandiri, artinya tidak bergantung
pada orang lain dalam menggunakan Berdasarkan gambar 2 tentang
tenaga, pikiran, dan waktu untuk dimensi dalam pendidikan karakter,
merealisasikan harapan, mimpi, dan dapat dipahami bahwa gerakan
cita-cita. Mandiri erat hubungannya penguatan pendidikan karakter sebagai
dengan kesuksesan seseorang. Secara fondasi dan ruh utama pendidikan yang
umum, orang yang hidup mandiri secara spesifik terbagi dalam empat
sejak kecil akan meraih sukses saat dimensi, yaitu: etik, literasi, estetik, dan
menginjak usia dewasa. Itulah alasan kinestetik. Karakteristik karakter etik
mandiri menjadi karakter terdepan ditunjukkan dengan ruh individu yang
yang harus dimiliki anak di sekolah. memiliki korohanian mendalam,
d) Nasionalis, berarti menempatkan beriman, dan bertakwa. Karakteristik
kepentingan bangsa dan negara di karakter literasi ditunjukkan dengan ruh
atas kepentingan pribadi dan individu yang memiliki keunggulan
kelompok. Untuk memupuk jiwa akademis sebagai hasil pembelajaran dan
nasionalis di sekolah, perlu dimulai proses pembelajaran sepanjang hayat.
dari hal-hal yang sederhana, seperti Karakteristik karakter estetik
siswa mengikuti upacara bendera ditunjukkan dengan ruh individu yang
dengan khidmat, siswa melaksakana memiliki integritas moral, rasa
tugas kebersihan kelas sesuai dengan berkesenian, dan berkebudayaan. Dan
kesepakatan satu kelas, dan siswa karateristik karakter kinestetik
mematuhi segenap peraturan sekolah. ditunjukkan dengan ruh individu yang
e) Gotong Royong, mencerminkan sehat dan mampu berpartisipasi aktif
tindakan mengahargai kerja sama dan sebagai warga negara.
bahu membahu menyelesaikan
persoalan bersama. Disadari atau
tidak, tradisi gotong royong semakin
lama semakin hilang akibat arus
teknologi yang membuat siapapun
bisa menyelesaikan pekerjaan sendiri.
Hal ini harus diputus, salah satunya
lewat pembiasaan-pembiasaan di
sekolah seperti kerja bakti,
mengedepankan musyawarah dan Gambar 3
Ruang Lingkup dalam Pendidikan
saling menghargai.
Karakter

Berdasarkan gambar 3 tentang


ruang lingkup dalam pendidikan karakter

Syntax Transformation, Vol. 2 No. 5, Mei 2021 619


Muhammad Arifin dan Arif Rahman Hakim

dapat dipahami bahwa gerakan yang lebih mencerminkan kurangnya


penguatan pendidikan karakter sebagai status berkarakter itu. Bocornya soal
fondasi dan ruh utama pendidikan yang ujian nasional di berbagai pelosok tanah
secara spesifik terbagi dalam empat air, usaha guru dan peserta didik untuk
ruang lingkup, yaitu: olah hati, olah menempuh segala cara asal lulus, kasus
pikir, olah rasa, dan olah raga. Ruang plagiat yang baru saja membelalakkan
lingkup olah hati meliputi karakteristik mata yang menimpa guru besar dan
pribadi yang beriman, bertakwa, jujur, doktor dari universitas ternama di negeri
amanah, adil, bertanggungjawab, ini, dan berbagai kasus lainnya seolah-
berempati, berani mengambil resiko, olah memperkuat dugaan tersebut. Hal
pantang menyerah, rela berkorban, dan itu belum lagi berbagai kasus yang kini
berjiwa patriotik. Ruang lingkup olah menimpa para pelaku kerah putih seperti
pikir meliputi karakteristik pribadi yang kejahatan makelar kasus perpajakan dan
cerdas, kritis, kreatif, inovatif, ingin perbankan. Keadaan itu semua
tahu, berpikir terbuka, produktif, menunjukkan betapa urgennya
berorientasi IPTEKS, dan reflektif. pendidikan karakter menjadi isu
Ruang lingkup olah rasa meliputi nasional.
karakteristik pribadi yang ramah, saling Cara mengenalkan budaya wayang
menghargai, toleran, peduli, suka kepada peserta didik di jalur pendidikan
menolong, gotong royong, nasionalis, formal bisa dengan berbagai cara yaitu
kosmopolit, mengutamakan kepentingan antara lain membaca buku wayang,
umum,bangga menggunakan bahasa dan mengajak menonoton pertunjukan,
produk Indonesia, dinamis, kerja keras, datang ke museum wayang, guru
dan beretos kerja. Ruang lingkup olah membawa wayang di kelas atau guru
raga meliputi karakteristik pribadi yang bercerita tentang kisah pewayangan.
bersih, sehat, disiplin, sportif, tangguh, Metode konvensional semacam itu bisa
andal, berdaya tahan, bersahabat, saja dilakukan tetapi kadang perlu
kooperatif, determinatif, kompetitif, inovasi metode yang lebih atraktif dan
ceria, dan gigih. menarik bahkan bisa mengasah imajinasi
C. Menyelaraskan Karakter Tokoh dan kreativitas anak. Beberapa pihak
Pandawa dalam Kisah Mahabharata sudah mengupayakan cara-cara agar
dengan Program Penguatan wayang bisa diterima dan dekat dengan
Pendidikan Karakter Bangsa anak-anak antara lain dari dibukanya
Indonesia sanggar dalang untuk anak-anak,
Ketika di hadapan kita tersaji pementasan wayang oleh dalang anak-
berita carut-marutnya kehidupan anak, pembuatan komik, film animasi,
berbangsa ini yang tiada habis-habisnya, wayang dalam film bentuk tokusatsu,
baik lewat pemberitaan televisi, internet, dan lain sebagainya.
surat kabar, maupun media massa yang Pemanfaatan media pembelajaran
lain, kita mungkin setuju bahwa keadaan dapat membangkitkan keinginan dan
itu semua lebih disebabkan oleh kurang minat baru, meningkatkan motivasi dan
mengenanya pendidikan karakter anak rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan
bangsa. Lembaga pendidikan yang berpengaruh secara psikologis kepada
seharusnya berada di ujung tombak siswa. Untuk mewujudkan gagasan
selaku penjaga ketangguhan karakter, dalam bentuk karya diperlukan adanya
bahkan tidak jarang menampilkan sosok media. Persoalan media merupakan

620 Syntax Transformation, Vol. 2 No. 5, Mei 2021


Kajian Karakter Tokoh Pandawa dalam Kisah Mahabharata Diselaraskan dengan Pendidikan
Karakter Bangsa Indonesia

persoalan material formal yang bersifat selaras, harmonis, dan bahagia. Dalam
tekstual dengan determinasinya pada wayang ditampilkan contoh-contoh
pemilihan bahan, penggunaan alat, perilaku baik dan jahat, namun pada
pengolahan teknik, pendekatan dan hal- akhirnya perilaku jahat akan kalah oleh
hal yang berkaitan dengan serapan kebaikan. Dengan bercerita atau
inderawi, sesuai dengan konteks mendongeng, wayang membentuk ide-
tujuannya. Media berperan atau memiliki ide, moralitas, dan tingkah laku dari
kedudukan sebagai sarana bagi seseorang generasi ke generasi. Di samping itu,
untuk mengekspresikan diri (Djamarah, wayang memberikan hiburan yang sehat
2006). Dunia pendidikan karya seni bagi para penontonnya. Ada unsur-unsur
dapat dijadikan sebagai media tragedi, komedi, dan tragikomedi.
pembelajaran untuk menciptakan proses Menyelaraskan karakter tokoh
pembelajaran yang dapat menempatkan pandawa dalam kisah mahabharata
suatu media karya begitu penting. dengan program penguatan pendidikan
Orang pasti sependapat bahwa ada karakter bangsa Indonesia khusus untuk
banyak cara dan “bahan” yang dapat jalur pendidikan formal dapat dilihat
dikreasikan untuk mendidik, memupuk dengan akumulasi pemahaman secara
dan mengembangkan, serta membentuk menyeluruh dari karakter tokoh
karakter peserta didik. Cara yang pandawa. Dalam kisah mahabharata,
dimaksudkan adalah proses dan strategi, Yudhistira itu karakternya sangat
sedang “bahan” adalah bahan ajar (baca: bijaksana, tidak memiliki musuh, dan
mata pelajaran, pokok bahasan) yang hampir tidak pernah berdusta seumur
dapat dimuati usaha pendidikan karakter. hidupnya. Kemudian, Bima itu
Pendidikan karakter dalam usaha karakternya gagah berani, memiliki fisik
pembentukan karakter tidak diajarkan yang kuat, tetap berhati baik, dan
secara mandiri sebagai sebuah bahan ajar menganggap semua orang sama
sebagaimana halnya mata-mata pelajaran derajatnya. Adapun Arjuna memiliki
yang lain, melainkan termuat dan karakter yang cerdik, pandai, teliti,
diikutsertakan dalam pembelajaran cermat, sopan, santun, dan suka
berbagai mata pelajaran tersebut baik melindungi yang lemah. Serta Nakula
dalam proses dan strategi pembelajaran memiliki karakter yang paling tampan
maupun, jika dimungkinkan, juga rupawan, sosok yang rajin bekerja dan
inklusif dalam bahan ajar. Jadi, ia dapat rajin menghormati sekaligus melayani
masuk dalam pembelajaran agama, kakak-kakaknya. Untuk Sadewa
kesenian, bahasa dan sastra, sejarah, dan memiliki karakter yang sangat rajin,
lain-lain. bijaksana, memiliki kelebihan dalam
Di masa sekarang khususnya bidang astronomi, dan sangat baik dalam
dikalangan apresiator muda, dalam hal hal menyimpan rahasia.
ini anak-anak usia sekolah dasar, wayang Keseluruhan karakter tokoh
tidak banyak di kenal. Jangankan pandawa dalam kisah mahabharata
mengenal ceritanya, tokoh-tokoh masuk ke dalam lima nilai utama, yaitu:
pewayangan juga jarang yang mereka religius, integritas, mandiri, nasionalis,
ketahui. Padahal cerita pewayangan ini dan gotong royong. Keseluruhan
bisa kita jadikan media untuk mendidik karakter tokoh pandawa dalam kisah
karakter anak-anak. Cerita-cerita wayang mahabharata masuk ke dalam empat
dapat mengajarkan manusia untuk hidup dimensi, yaitu: etik, literasi, estetik, dan

Syntax Transformation, Vol. 2 No. 5, Mei 2021 621


Muhammad Arifin dan Arif Rahman Hakim

kinestetik. Kemudian juga keseluruhan membangun peradaban kehidupan


karakter tokoh pandawa dalam kisah berbangsa dan bernegara Indonesia. Dan
mahabharata masuk ke dalam empat simpulannya adalah menyelaraskan karakter
ruang lingkup, yaitu: olah hati, olah tokoh pandawa dalam kisah mahabharata di
pikir, olah rasa, dan olah raga. dalam lingkungan pendidikan formal harus
Menyelaraskan karakter tokoh pandawa selaras sejalan dengan konsep pendidikan
dalam kisah mahabharata di dalam Indonesia menurut Ki Hajar Dewantara,
lingkungan pendidikan formal haruslah yaitu: ING NGARSA SUNG TULADHA
dimulai dari teladan guru, teladan dosen, yang artinya: di depan, seseorang harus bisa
teladan peminpin, teladan tokoh yang memberi teladan atau contoh, ING MADYA
tampil di depan. Kemudian dilanjutkan MANGUN KARSA yang artinya: ditengah–
dengan ide dan prakarsa dari guru. Ide tengah atau diantara seseorang bisa
dan prakarsa dari dosen, ide dan prakarsa menciptakan prakarsa dan ide, dan TUT
dari pemimpin, ide dan prakarsa WURI HANDAYANI yang artinya: dari
darisemua tokoh berpengaruh. Dan belakang seorang pendidik harus bisa
terakhir berupa dorongan dan arahan dari memberikan dorongan dan arahan.
guru, dorongan dan arahan dari dosen,
dorongan dan arahan dari peminpin, Bibliografi
dorongan dan arahan dari semua tokoh
berpengaruh. Hal ini tentunya selaras Budiningsih, C. A. (2008). Pembelajaran
sejalan dengan konsep pendidikan Moral Berpijak Pada Karakteristik
Indonesia menurut Ki Hajar Dewantara, Siswa dan Budayanya. Jakarta:
Rineka Cipta. Google Scholar
yaitu: ING NGARSA SUNG TULADHA
yang artinya: di depan, seseorang harus Djamarah, S. B. (2006). Strategi Belajar
bisa memberi teladan atau contoh, ING Mengajar. Bandung: Sinar Baru.
MADYA MANGUN KARSA yang artinya: Google Scholar
ditengah–tengah atau diantara seseorang
bisa menciptakan prakarsa dan ide, dan Dyna, A. (2015). Mengenal Lagi Budaya
TUT WURI HANDAYANI yang artinya: Indonesia, Tokoh Wayang Pandawa
Lima. Google Scholar
dari belakang seorang pendidik harus
bisa memberikan dorongan dan arahan. Ghufron, A. (2010). Integrasi nilai-nilai
karakter bangsa pada kegiatan
Kesimpulan pembelajaran. Jurnal Cakrawala
Dengan mengenalkan kisah Pendidikan, 1(3). Google Scholar
mahabharata dalam kegiatan pembelajaran
secara formal, diharapkan mampu menjadi Haryadi, T., Irfansyah, & Santosa, I. (2013).
Perancangan Visualisasi Tokoh
upaya pendidik untuk mengajak siswa atau Wayang Bambang Tetuka. Google
anak-anak ikut nguri-uri budaya sendiri agar Scholar
terus lestari. Substansi konseptual dari
artikel ini berupa sebuah upaya optimalisasi Hasani, N. I. (2013). Pengembangan
pendidikan karakter melalui pemahaman multimedia pembelajaran bahasa jawa
tokoh pandawa dalam kisah mahabharata, mengenai tokoh wayang pandawa lima
untuk siswa sekolah dasar. UNS
sehingga dapat membentuk generasi muda
(Sebelas Maret University). Google
sebagai sumber daya manusia yang scholar
memiliki keunggulan kompetensi sekaligus
berkarakter holistik sebagai perwujudan Narimo, S., & Wiweko, A. (2017). Nilai-

622 Syntax Transformation, Vol. 2 No. 5, Mei 2021


Kajian Karakter Tokoh Pandawa dalam Kisah Mahabharata Diselaraskan dengan Pendidikan
Karakter Bangsa Indonesia

nilai pendidikan karakter dalam tata


rias wajah punakawan wayang orang Riyanto, B. (2011). Wayang Purwa dan
sriwedari surakarta. Jurnal Pendidikan Tantangan Teknologi Media Baru.
Ilmu Sosial, 27(1), 41–48. Google Nirmana, 13(1), 5–11. Google Scholar
Scholar
Wiyono, K. M. (2009). Mengenal Pandawa
Ningsih, R. (2021). Meningkatan dan Kurawa. Semarang: Aneka.
Kemampuan Sumber Daya Manusia Google Scholar
Dengan Melaksanakan Pendidikan
Menengah Universal Dan Pendidikan
Vokasi. Jurnal Revolusi Indonesia,
1(2), 140–148. Google Scholar

Nurgiyantoro, B. (2018). Teori pengkajian


fiksi. Yogyakarta: UGM press. Google
Scholar
Copyright holder:
Muhammad Arifin dan Arif Rahman Hakim (2021).

First publication right:


Journal Syntax Transformation

This article is licensed under:

Syntax Transformation, Vol. 2 No. 5, Mei 2021 623

You might also like