Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 23

SITUS GUNUNG PADANG, DIANGGAP SEBAGAI

PERUBAH SEJARAH DUNIA

Irza Nafiatus Sa`adah


Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
inafiatus@gmail.com

Abstract
This research discusses the myth of Jabal Nur which is considered to have developed
around the megalithic sites of Mount Padang, Campaka, Cianjur. These stories are considered to
have a connection between Jabal Nur, which is the place where the revelations of the Prophet
Muhammad and Mount Padang were revealed. The majority of people believe in this myth and
develop as folklore.
Literary and semiotic reception approaches are used to examine the story of this
mountain of the Padang. Data collection was carried out using field and literature techniques.
The literary reception approach was used to analyze public criticism of the Jabal Nur myth that
developed around the Mount Padang megalithic site. The semiotic approach is used to analyze the
function of the Jabal Nur myth for the community based on the reception that has been obtained.
The results of this study indicate that the public's response to the Jabal Nur myth varies.
Society understands based on its emergence because there are similarities in terms of structure,
name and function. On the other hand, it can also affect people's beliefs such as maintaining
tawhid, increasing piety, improving morals, and enriching cultural treasures. Jabal Nur according
to society is a myth that functions not only in mystical terms but in social terms as well as a
means of education and morals as well.
Keywords: Changes, Gunung Padang Site, World History

Abstrak
Penelitian ini membahas tentang mitos Jabal Nur yang dianggap berkembang di sekitar
situs megalitikum Gunung Padang, Campaka, Cianjur. Cerita – cerita tersebut dianggap
adanya keterkaitan antara Jabal Nur yang merupakan tempat diturunkannya wahyu bagi Nabi
Muhammad Saw dengan Gunung Padang. Mayoritas masyarakat mempercayai mitos ini dan
berkembang sebagai folklor.
Pendekatan resepsi sastra dan semiotika digunakan untuk meneliti cerita gunung padang
ini. Pengumpulan data dilakukan menggunakan teknik lapangan dan kepustakaan. Pendekatan
resepsi sastra digunakan untuk menganalisis kritik masyarakat terhadap mitos Jabal Nur yang
berkembang di sekitar situs megalitikum Gunung Padang. Pendekatan semiotika digunakan
untuk menganalisis fungsi mitos Jabal Nur tersebut bagi masyarakat berdasarkan resepsi yang
telah didapatkan.
Hasil dari penelitian ini bahwa tanggapan masyarakat mengenai mitos Jabal Nur secara
beragam. Masyarakat memahami berdasarkan kemunculannya karena adanaya persamaan
dalam hal struktur, nama, dan fungsinya. Disisi lainjuga dapat berpengaruh terhadao
kepercayaan masyarakat seperti menjaga tauhid, meningkatkan ketakwaan, memperbaiki
akhlak, dan memperkaya khazanah kebudayaan. Jabal Nur menurut masyarakat adalah mitos
yang berfungsi bukan hanya dalam hal mistis akan tetapi mitos dalam hal sosial dan juga sarana
pendidikan dan moral juga.
Kata Kunci: Perubah, Situs Gunung Padang, Sejarah Dunia
PENDAHULUAN

Sejak diadakannya penelitian oleh Tim Terpadu Riset Mandiri (TTRM) pada
tahun 2010-2014, saat ini situs megalitikum Gunung Padang semakin dikenal oleh
luas masyarakat luas dan juga kepopuleran Gunung Padang sebagai cagar budaya
sudah meluas ke ranah internasional. Dengan keilmuwan yang dimiliki oleh para
arkeolog dan geolog, terus melakukan penggalian untuk menemukan temuan
terbaru. Dalam penelitiannya (2014) menyebut bahwa Gunung Padang merupakan
bangunan yang unik dan didapatkan dari warisan para leluhur sebelum masehi.
Gunung Padang sebagai sebuah gejala alam telah ada dan dikenal sejak lama
oleh masyarakat Dusun Gunung padang, Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka,
Kabupaten Cianjur. Salah satu folklor yang berkembang di masyarakat sekitar
Gunung Padang adalahcerita asal-usul nama Gunung Padang yang dikaitkan dengan
Jabal Nur di Mekah, Arab Saudi. Menurut Nanang, juru pelihara Gunung Padang,
sebagaimana dikutip dalam www.liputan6.com, kata padang berarti terang atau
cahaya dalam bahasa Sunda. Nama tersebut berasal dari Nagara Siang Padang. Oleh
karena itu, nama tersebut diasosiasikan dengan Jabal Nur, yang terletak di Arab
Saudi karena kata padang dan nur memiliki makna leksikal yang sama.
Berkaitan dengan hal tersebut, Gunung Padang yang memiliki asal-usul nama
yang sama dengan Jabal Nur diyakini masyarakat sekitar memiliki fungsi yang sama
dengan Jabal Nur. Struktur Gunung Padang terdiri atas punden berundak dengan
tinggi 885 meter di atas permukaan laut. Punden tersebut terbagi menjadi lima teras.
Menurut Nanang, keberadaan lima teras tersebut dianggap memiliki makna
spiritual. Masing masing teras memiliki nama dan fungsinya. Teras yang paling tinggi
merupakan tempat yang dianggap suci dan dipercaya masyarakat sebagai singgasana
Prabu Siliwangi.
Masyarakat sekitar, lanjut Nanang, percaya bahwa tingkat tertinggi yang
dianggap sebagai singgasana Prabu Siliwangi merupakan tempat tersuci di antara
teras-teras Gunung Padang. Tempat yang paling tinggi dari Gunung Padang tersebut
dianggap sebagai tempat berhening setelah melalui empat tingkatan terdahulu. Di
tempat tersebut, orang-orang pada masa lalu menjauhkan diri dari keramaian dan
memohon ketenangan dari Zat yang Maha Agung.
Dengan demikian, dapat dilihat bahwa Gunung Padang dan Jabal Nur tidak
hanya memiliki persamaan arti dalam asal-usul namanya. Namun juga, keduanya
memiliki persamaan fungsi, yaitu untuk mengasingkan diri dari keramaian untuk
memperoleh ketenangan. Kata padang dan nur tidak sekadar merujuk pada makna
leksikal, tapi juga memiliki makna semantis yang lebih dalam. Maka dari itu,
masyarakat percaya bahwa Jabal Nur yang dikenal dalam sejarah Islam sebagai tempat
Muhammad Saw. Menerima wahyu memiliki keterkaitan yang erat dengan
keberadaan Gunung Padang.
Maka, pada penelitian ini, masalah utama yang akan dibahas adalah mitos
Jabal Nur sebagai bagian dari folklor Sunda yang akan dianalisis secara komprehensif
menggunakan beberapa pendekatan ilmu sastra, yaitu resepsi dan semiotika.
Pendekatan resepsi berfokus pada peranan masyarakat sekitar Gunung Padang
dalam membentuk estetika pada pemaknaan mitos Jabal Nur tersebut, sedangkan
makna-makna di balik mitos tersebut selanjutnya dianalisis dengan pendekatan
semiotika. Makna-makna yang diungkap secara semiotis tersebut kemudian akan
menjawab fungsi mitos tersebut bagi masyarakat sekitar Gunung Padang pada
khususnya dan masyarakat lain pada umumnya.
Penelitian ini berfokus pada resepsi masyarakat sekitar situs megalitikum
Gunung Padang, Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur,
terhadap mitos Jabal Nur yang dikaitkan dengan keberadaan Gunung Padang.
Setelah resepsi tersebut dijelaskan, penelitian akan mengungkapkan fungsi mitos
tersebut bagi masyarakat sekitar Gunung Padang pada khususnya dan masyarakat
lain pada umumnya.
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, rumusan masalah dalam
penelitian ini terdiri atas beberapa pertanyaan berikut: 1. Bagaimana mitos Jabal
Nur diresepsi oleh masyarakat sekitar Gunung Padang? 2. Apa fungsi mitos Jabal
Nur bagi masyarakat sekitar Gunung Padang pada khususnya dan masyarakat lain
pada umumnya? Tujuan Penelitian Berdasarkan pertanyaan penelitian yang
diajukan dalam rumusan masalah, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Mengungkapkan resepsi masyarakat sekitar Gunung Padang terhadap mitos Jabal
Nur. Menjelaskan fungsi mitos Jabal Nur bagi masyarakat sekitar Gunung Padang
pada khususnya dan masyarakat lain pada umumnya.
Namun, hal tersebut dapat diupayakan dengan terus melakukan penelitian yang kom
prehensif terhadap obat tradisional.

KERANGKA TEORI

• Foklor
Folklor Menurut Dundes, sebagaimana dijelaskan Danandjaya, kata folklor
berasal dari bahasa Inggris, yaitu folklore yang terdiri atas dua kata, yaitu folk dan
lore. Adapun lore adalah tradisi yang dimiliki folk, yaitu kebudayaan yang
diwariskan secara turun-temurun secara lisan atau melalui contoh gerak isyarat dan
alat pembantu pengingat. Berdasarkan definisi tersebut, maka folklor dapat disebut
sebagai kebudayaan sekelompok masyarakat tertentu yang diwariskan secara turun-
temurun melalui lisan atau perangkat pendukung komunikasi lisan lainnya.
Senada dengan definisi tersebut, Endraswara menambahkan bahwa
folklor disebarkan dengan cara yang khas, yaitu diwariskan dari mulut ke mulut dan
oleh tradisi dan praktik adat istiadat. Dengan cara demikian, folklor akan tetap
bertahan dan berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat di suatu daerah
tempat folklor tersebut lahir. Hal tersebut yang disebut Danandjaya bahwa folklor
bersifat tradisional karena relatif tetap dan memiliki bentuk yang standar meski telah
penerimanya telah berganti generasi. Namun, meski cenderung tetap, folklor
biasanya memiliki versi yang berbedabeda dari setiap masyarakat penuturnya.
Adapun isi dan bentuk dasar folklor tersebut tetap memiliki
persamaan. 8 Karakteristik folklor lainnya adalah anonimitasnya. Selain, itu folklor
juga bersifa pralogis, yaitu memiliki logika sendiri yang berlainan degan logika
umum yang dikenal masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Namun demikian,
folklor memiliki kegunaan bagi masyarakat penerimanya, seperti pegangan untuk
bertindak. Anonimitas folklor juga menjadikan folklor menjadi milik kolektif dan
diakui sebagai kekayaan bersama.
Berdasarkan tipenya, Brunvand, sebagaimana dijelaskan Danandjaya,
menyebutkan bahwa folklor dapat dibedakan menjadi tiga kelompok. Pertama,
folklor lisan, yaitu folklor yang murni berbentuk bahasa lisan. Bentuk folklor lisan
antara lain: bahasa rakyat, ungkapan tradisional, teka-teki, puisi rakyat, dan prosa
rakyat. Kedua, folklor sebagian lisan, yaitu folklor yang menggabungkan unsur lisan
dengan unsur bukan lisan, seperti gerak isyarat dan adat istiadat. Ketiga, folklor
bukan lisan, yaitu folklor yang bentuknya bukan lisan meski pembuatannya
diajarkan secara lisan, seperti adat istiadat, rumah adat, dan obat tradisional.
Kategorisasi folklor lainnya juga dilakukan oleh Dundes.
Semua jenis folklor tersebut dapat ditemui di dalam masyarakat
Indonesia. Namun demikian, penelitian terhadap folklor belum mencapai titik yang
memuaskan, baik secara kualitas maupun kuantitas. Menurut Endraswara,
kurangnya penelitian folklor disebabkan folklor belum menjadi program khusus
dalam kajian akademik. Folklor seringkali masih "Menempel" pada bidang ilmu lain.
Hal tersebut menjadikan pemanfaatan keilmuan folklor belum dilakukan secara
optimal. Namun, hal tersebut dapat diupayakan dengan terus melakukan penelitian
yang komprehensif terhadap banyaknya folklor yang ada di Indonesia. Hal
terpenting adalah melakukan penelitian folklor dengan metode dan pendekatan yang
tepat.
Finnegan sebagaimana dijelaskan oleh Endraswara menyebutkan
bahwa penelitian folklor harus bertolak dari folklor sebagai suatu tradisi yang
menurutnya 9 berkarakteristik: verbal, tanpa tulisan, milik kolektif rakyat, memiliki
makna fundamental, dan dapat ditransmisikan dari generasi ke generasi.
Selanjutnya, penelitian yang dilakukan terhadap folklor-folklor tersebut juga
memiliki langkah-langkah yang berbeda. Endraswara menyebutkan bahwa teknik
penelitian tersebut dibedakan berdasarkan pesan dan nuansa folklor yang menurut
Dorson dikelompokkan menjadi: oral literature, social folk custome, material
culture, dan folk arts. Namun demikian, penelitian terhadap semua genre folklor
tersebut pada intinya dilakukan dengan studi lapangan, arsip, sumber tertulis, dan
pemetaan.
Klasifikasi folklor lainnya yang perlu dibahas dalam penelitian adalah
klasifikasi Jansen. Menurutnya sebagaimana dijelaskan Endraswara, folklor terdiri
atas folklor esoterik dan folklor eksoterik. Folklor esoterik adalah folklor yang
dimengerti oleh sejumlah orang saja, sedangkan folklor eksoterik adalah folklor yang
dimengerti oleh umum dan tidak terbatas pada kolektif tertentu. Suatu masyarakat
memiliki folklor, baik esoterik maupun eksoterik, disebabkan tiga hal. Jika suatu
kelompok sangat berbeda dengan kelompok yang lain, seperti berbeda keyakinan dan
adat istiadat, maka folklor yang dihasilkan pun seringkali berbeda. Semakin suatu
kelompok menutup diri, maka folklor yang dihasilkan pun kian esoterik. Misalnya,
para tukang santet dan ahli tenung biasanya memiliki folklor esoterik yang sulit
dipahami oleh orang-orang awam pada umumnya. Ketiga, adanya kekhususan dalam
pemberian pujian, harapan, dan kegemaraan seseorang biasanya memunculkan
folklor yang khas. Hal tersebut biasanya menjadikan kelompok tersebut menciptakan
cerita mengenai figur secara berlebihan sehingga dapat dikategorikan sebagai folklor.
Berdasarkan teori-teori yang dipaparkan tersebut, penelitian ini akan
dilakukan dengan mengacu pada beberapa konsep penting dari folklor, seperti genre,
karakteristik, dan langkah penelitian yang relevan dengan objek penelitian dalam
penelitian ini. Selanjutnya, akan dibahas teori mengenai mitos sebagai bagian dari
folklor sebagaimana telah disebutkan terdahulu.

• Mitos

Mitos Pada subbab sebelumnya dijelaskan batasan folklor dan karakteristikanya.


Sebagaimana disebutkan di awal bahwa kisah Jabal Nur yang dikaitkan dengan
Gunung Padang merupakan mitos yang lahir seiring keberadaan Gunung Padang itu
sendiri. Mitos tersebut berkembang di sekitar masyarakat Gunungpadang dan
menjadi bagian dari tatanan hidup sehari-hari. Bascon, sebagaimana dijelaskan
Danandjaya, menyebutkan bahwa mitos merupakan salah satu dari tiga macam
folklor yang berupa prosa rakyat, selain legenda, dan dongeng.
Mitos adalah cerita yang dianggap benar-benar terjadi serta dianggap
suci oleh si empunya cerita. Berdasarkan definisi ini, kepercayaan bahwa Gunung
Padang dianggap sebagai Jabal Nur merupakan mitos bagi masyarakat sekitar situs
megalitikum tersebut. Mitos diyakini sebagai suatu peristiwa di masa lampau
mengenai asal mula segala sesuatu yang memberikan sebuah makna bagi kehidupan
di masa kini dan menentukan hasil yang akan diperoleh di masa datang. Berdasarkan
definisi tersebut, mitos dimaknai sebagai pelajaran yang didapatkan dari cerita di
masa lampau yang mampu memberikan petunjuk demi memperoleh kebaikan di
masa depan.
Van Baal, sebagaimana dijelaskan Minsarwati, menyebutkan bahwa
mitos adalah sebuah cerita dalam suatu sistem kerangka agama. Cerita tersebut
kemudian dianggap sebagai sebuah kebenaran yang berlaku di masa lalu dan masa
sekarang. Cerita tersebut hadir dalam bahasa simbolis yang merepresentasikan
konsepkonsep seperti "Yang Kudus" atau Ilahi. Dalam kaitannya dengan folklor,
Endraswara menjelaskan bahwa mitos menjadikan seseorang memiliki hubungan
yang erat kepada Sang Pencipta. Mitos menghadirkan nilai-nilai suci yang hanya
dikenal dalam konsep agama. Nilai-nilai tersebut ditransformasikan menjadi sebuah
cerita yang secara turun-temurun disebarluaskan dan diterima menjadi sebuah ajaran
yang tidak tertuang dalam ajaran agama.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dikatakan bahwa mitos
hanyalah cerita yang kebenarannya berupa anggapan belaka. Kebenaran tersebut
merupakan kepercayaan kepada Sang Pencipta yang dimanifestasikan dalam bentuk
ajaran-ajaran moral yang dianggap sebagai petunjuk. Petunjuk tersebut diikuti
sebagai bagian dari penerimaan masyarakat terhadap mitos yang berada di sekitarnya.
Berdasarkan bentuknya, Endraswara mengemukakan empat macam
mitos sebagai berikut: a. Mitos yang berupa gugon tuhon, yaitu larangan-larangan
tertentu yang mengakibatkan seseorang menerima dampak buruk jika melanggarnya;
b. Mitos yang berupa bayangan asosiatif, yaitu mitos yang berhubungan dengan
mimpi, misalnya mimpi buruk pertanda datangnya musibah atau sebaliknya; c.
Mitos yang berupa sirikan yang harus dihindari, mitos ini masih bersifat asosiatif,
tetapi penekanan utamanya adalah pada aspek ora ilok jika dilakukan. Dalam arti
jika melanggar hal-hal yang telah disirik, maka dipercaya akan mendapat akibat yang
tidak menyenangkan; d. Mitos yang berupa dongeng, legenda, dan cerita-cerita. Hal
ini biasanya diyakini karena memiliki legitimasi yang kuat didalam pikiran orang
Jawa. Misalnya mitos terhadap Kanjeng Ratu Kidul, Dewi Sri, dan sebagainya.
Namun demikian, mitos tidak sekadar cerita kosong yang tidak memiliki makna.
Campbell, seorang mitologis Amerika, menyebutkan bahwa mitos
setidaknya memiliki empat fungsi. Menurut Campbell, mitos menunjukkan
kebesaran alam semesta dan manusia. Berdasarkan fungsi ini, mitos sejatinya
membuka sebuah dunia yang disebut dengan realitas misteri. Realitas misteri
tersebut mendasari semua aspek kehidupan manusia. Maka dari itu, mitos perlu
disingkapkan karena memiliki nilai-nilai transenden dari setiap aspek tersebut.
Berdasarkan fungsi ini, mitos menghadirkan gambaran kosmos dan
segala sesuatu yang berada di sekitarnya. Maka, mitos ada untuk menjelaskan segala
hal yang menjadi pertanyaan manusia mengenai segala macam penciptaan. Menurut
fungsi ini, mitos berfungsi untuk mendukung atau mengesahkan tatanan sosial
tertentu. Mitos yang berkembang di suatu daerah tentu berbeda dengan daerah lain.
Maka, mitos di setiap daerah mengandung suatu legitimasi memungkinkan pembaca
mengisi tempat tersebut dengan beragam pemaknaan.
Sehubungan dengan hal tersebut, mitos Jabal Nur yang dikaitkan
masyarakat Gunung Padang dengan keberadaan situs Gunung Padang tentu
memiliki resepsi yang beragam dari masyarakat. Resepsi tersebut dapat diteliti
melalui respons yang muncul disertai pemaknaan yang mereka miliki terhadap
keberadaan mitos tersebut.

• Teori resepsi sastra


Teori resepsi adalah salah satu pendekatan yang digunakan dalam
meneliti karya sastra. Teori ini menekankan pada peranan pembaca dalam
membentuk estetika dalam sebuah teks. Pendekatan ini berfokus pada dampak yang
timbul, senang tidaknya pembaca, dan latar belakang penilaian pembaca. Selain itu,
Adi menambahkan bahwa resepsi melibatkan pembaca dalam membangun makna
pada suatu teks.
Namun demikian, cara pembaca dalam membangun makna tersebut
tentu akan berbeda. Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan horizon of expectation
yang dimiliki setiap orang dalam menanggapi suatu teks. Horizon of expectation
itulah yang disebut Hans Robert Jauss sebagai harapan-harapan pembaca yang timbul
sebelum membaca sebuah teks sastra. Horizon tersebut ditentukan oleh tingkat
pendidikan, pengalaman, pengetahuan, dan kemampuan dalam menanggapi sebuah
karya sastra.
Selain itu, perbedaan cara pembacaan tersebut juga disebabkan adanya
kesenjangan antara teks dengan pembacanya. Kesenjangan tersebut dikenal dengan
konsep efek yang diperkenalkan Wolfgang Iser. Kesenjangan yang dimaksud adalah
adanya tempat terbuka antara teks dengan pembaca yang memungkinkan pembaca
mengisi tempat tersebut dengan beragam pemaknaan. Sehubungan dengan hal
tersebut, mitos Jabal Nur yang dikaitkan masyarakat Gunung Padang dengan
keberadaan situs Gunung Padang tentu memiliki resepsi yang beragam dari
masyarakat. Resepsi tersebut dapat diteliti melalui respons yang muncul disertai
pemaknaan yang mereka miliki terhadap keberadaan mitos tersebut.

• Teori semiotika
Semiotika Barthes merupakan pengembangan dari teori Saussure yang
membagi dua unsur tanda, yaitu signifiant dan signifie. Menurut Barthes, sistem
signifikansi tanda terdiri atas relasi antara tanda dan maknanya. Sistem signifikansi
tanda tersebut dibagi menjadi sistem pertama yang disebut sistem denotatif dan
sistem kedua yang dibagi lagi menjadi dua yaitu sistem konotatif dan sistem
metabahasa.
Bagi Barthes, relasi antara tanda dan maknanya terjadi pada kognisi
manusia dalam lebih dari satu tahap. Tahap pertama adalah dasar yang terjadi pada
saat tanda diserap untuk pertama kalinya, yakni adanya relasi pertama antara tanda
pertama dan makna pertama. Inilah yang disebut dengan denotasi, yakni pemaknaan
yang secara umum diterima dalam konvensi dasar sebuah masyarakat. Piliang,
sebagaimana dikutip Christommy, menjelaskan bahwa denotasi adalah tingkat
penandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda, atau antara
tanda dan rujukannya pada realitas, yang menghasilkan makna yang eksplisit,
langsung dan pasti. Denotasi adalah tanda yang penandaannya mempunyai tingkat
konvensi atau kesepakatan yang tinggi. Namun, pemaknaan tanda tidak pernah
terjadi hanya pada tahap primer. Proses itu akan dilanjutkan dengan
pengembangannya pada sistem sekunder, yakni relasi kedua antara tanda kedua dan
makna kedua. Proses penandaan ini yang disebut dengan penandaan tahap kedua.
Konotasi yang mantap, menurut Barthes, dapat berkembang menjadi
mitos, yaitu makna tersembunyi yang secara sadar disepakati oleh komunitas. Mitos
yang mantap dapat berkembang menjadi sebuah ideologi, yaitu sesuatu yang
mendasari pemikiran sebuah komunitas sehingga secara tidak sadar pandangan
mereka dipengaruhi oleh ideologi tersebut. Sehubungan dengan itu, Piliang,
sebagaimana dikutip Christommy menyebutkan bahwa konotasi adalah tingkat
penandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda yang di
dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti.
Konotasi menciptakan makna lapis kedua, yang terbentuk ketika penanda dikaitkan
dengan berbagai aspek psikologis, seperti perasaan, emosi atau keyakinan.
Berdasarkan pemaparan tersebut, maka teori semiotika Barthes relevan
untuk mengungkapkan penciptaan mitos Jabal Nur dan fungsinya bagi masyarakat
pemilik mitos tersebut, yaitu masyarakat Gunungpadang. Pertama, proses
penandaan dilakukan dengan menghubungkan gejala-gejala alam yang ditunjukkan
di situs Gunung Padang dengan resepsi masyarakat terhadap pemaknaan gejala alam
tersebut. Kedua, hubungan antara gejala alam dan resepsi masyarakat yang disebut
sebagai pemaknaan lapis pertama dihubungkan dengan nilai-nilai religius yang dapat
diambil dari mitos tersebut. Dengan demikian, akan diperoleh fungsi mitos tersebut
bagi masyarakat sekitar pada khususnya dan masyarakat lain pada umumnya
METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi Penelitian
Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode deskriptif analitik, yaitu dengan mendeskripsikan fakta-fakta yang
ditemukan di lapangan kemudian menganalisis fakta-fakta tersebut. Fakta tersebut
dianalisis dengan pendekatan yang sesuai dengan jenis penelitian yang dilakukan.
Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan untuk menganalisis data adalah
pendekatan resepsi dan semiotika yang keduanya telah dijelaskan dalam subbab
Kerangka Berpikir. Berdasarkan pengumpulan datanya, penelitian ini termasuk ke
dalam penelitian kepustakaan dan lapangan.
Penelitian kepustakan dilakukan dengan mengumpulkan data-data
kepustakaan berupa literatur mengenai situs megalitikum Gunung Padang dan
mitos-mitos yang berkembang di masyarakat sekitarnya. Selain itu, dikumpulkan
pula buku-buku teori yang relevan dengan penelitian ini, seperti buku-buku folklor,
penelitian folklor, teoeri sastra, dan buku-buku yang berkaitan dengan nilai-nilai
Islam, khususnya tauhid, untuk dikomparasikan dengan nilai-nilai yang terkandung
dalam mitos yang diteliti dalam penelitian ini. Literatur yang menunjang tersebut
sebagian telah dijelaskan dalam subbab Tinjauan Pustaka.
Adapun penelitian lapangan dilakukan dengan melakukan
pengumpulan data di lapangan. Pengumpulan data berupa pengamatan langsung
dan wawancara. Pengamatan langsung dilakukan di lokasi situs megalitikum
Gunung Padang dan dusundusun sekitar situs tersebut. Pengamatan bertujuan
untuk melihat gambaran umum mengenai lokasi penelitian, kondisi masyarakat, dan
cerita-cerita lisan yang berkembang di sekitar masyarakat tersebut. Wawancara
dilakukan untuk mengetahui secara lebih detail kondisi masyarakat langsung dari
masyarakat sekitar.
Wawancara juga bermaksud untuk mengetahui cerita-cerita lisan yang
mereka percayai seputar Gunung Padang serta tanggapan mereka terhadap mitos
Jabal Nur yang dikaitkan dengan keberadaan Gunung Padang. Wawancara
dilakukan dengan tatap muka di lokasi penelitian terhadap beberapa informan.
Berdasarkan objek kajian yang dipilih, yaitu folklor, penelitian ini memiliki langkah-
langkah tertentu yang relevan.
Sebagaimana disebutkan Soeratno bahwa metode yang dilakukan
dalam penelitian telah diatur agar tepat guna berdasarkan karakteristik objek
penelitiannya. Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam penelitian ini
berdasarkan rumusan Danandjaya adalah sebagai berikut: 1. Tahap prapenelitian di
tempat, yaitu memahami objek penelitian sebelum dilakukan pengumpulan data di
lapangan; 2. Tahap penelitian di tempat, yaitu menggali data-data dari informan di
lokasi penelitian; 3. Tahap pembuatan naskah folklor sebagai arsip, yaitu
pengumpulan hasil analisis menjadi sebuah folklor tertulis yang utuh.
Namun demikian, penelitian ini dilakukan hingga tahap kedua, yaitu
penelitian di tempat. Data-data yang telah dikumpulkan akan dianalisis sesuai
rumusan masalah yang ditentukan, yaitu resepsi masyarakat sekitar Gunung Padang
terhadap mitos Jabal Nur dan fungsi mitos tersebut dalam kehidupan masyarakat
sekitar. Penelitian ini telah mencakup pembahasan yang luas dan memiliki
signifikansi yang komprehensif sehingga tahapan pengarsipan dapat dilakukan dalam
penelitian khusus lanjutan.
Sumber Data Sumber data penelitian ini adalah cerita-cerita lisan
yang dikenal masyarakat sekitar situs megalitikum Gunung Padang, termasuk mitos
Jabal Nur yang dipercaya memiliki keterkaitan dengan keberadaan Gunung Padang.
Jenis Data Jenis data penelitian ini adalah mitos Jabal Nur yang
merupakan bagian dari cerita lisan yang dimiliki masyarakat sekitar Gunung Padang,
Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur. Mitos tersebut dikumpulkan melalui
sumber tertulis dan sumber lisan. Sumber tertulis berupa literatur yang membahas
mitos tersebut Jabal Nur yang relevan dan kompeten dengan penelitian ini. Jenis
data lainnya adalah tanggapan masyarakat terhadap mitos Jabal Nur tersebut.
Teknik Pengumpulan Data Sebagaimana disebutkan sebelumnya
bahwa penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan.
Pada penelitian kepustakaan, pengambilan data dilakukan dengan menginvetarisasi
mitos Jabal Nur yang diperoleh dari berbagai literatur, baik berupa buku-buku
mengenai Gunung Padang maupun artikel daring. Artikel daring yang diperoleh di
antaranya berupa berita dan catatan perjalanan yang diunggah di portal berita dan
blog.
Adapun pada penelitian lapangan, pengambilan data dilakukan
dengan menginventarisasi mitos Jabal Nur yang diperoleh dengan cara
mewawancarai beberapa informan yang relevan dan kompeten dalam penelitian ini.
Wawancara dilakukan sebagai tahapan prapenelitian, yaitu mengumpulkan data
sebanyak mungkin mengenai mitos Jabal Nur yang diyakini masyarakat berkaitan
erat dengan keberadaan Gunung Padang serta resepsi terhadap keberadaan mitos
tersebut. Wawancara dilakukan dengan dua teknik, yaitu wawancara langsung dan
wawancara tertulis. Wawancara langsung dilakukan dengan beberapa orang
informan yang tinggal atau berada di sekitar situs Gunung Padang. Adapun
wawancara tertulis melalui surat elektronik dilakukan kepada beberapa informan
yang pernah mengunjungi situs Gunung Padang atau melakukan penelitian di sana.
SITUS GUNUNG PADANG, DIANGGAP SEBAGAI
PERUBAH SEJARAH DUNIA

Secara administratif, situs megalitikum Gunung Padang terletak di desa


Karyamukti, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur. Situs tersebut dikelilingi
oleh beberapa dusun, di antaranya dusun Gunungpadang dan Cipanggulaan yang
paling banyak penduduknya. Letaknya sekitar 30 km dari kota Cianjur, 91 km dari
kota Bandung, dan 137 km dari ibukota Jakarta. Situs ini terletak pada ketinggian
989 m² di atas permukaan laut.
situs ini dikenal masyarakat secara luas, baik nasional bahkan
internasional, setelah dilakukan penelitian arkeologis yang komprehensif sejak 2010
oleh Tim Terpadu Riset Mandiri. Luas situs ini mencapai 3 Ha dengan bentuk
punden berundak yang terdiri atas beberapa teras. Setiap teras tersusun atas ribuan
batu yang meliputi menhir, tiang-tiang batu yang menyerupai kursi, alat musik, altar,
dan mahkota, hingga batu-batu lainnya yang bertebaran di seluruh area situs. Setelah
dilakukan ekskavasi besar-besaran oleh TTRM, situs Gunung Padang banyak
dikunjungi wisatawan sehingga sekeliling area situs tampak sebagaimana tempat
wisata lainnya.
Di gerbang utama yang terletak di kaki gunung terdapat lahan parkir,
loket karcis, pusat informasi, dan tempat peristirahatan. Dari gerbang utama,
pengunjung perlu mendaki sekitar 400 anak tangga dengan sudut kemiringan sampai
45 derajat. Pada anak tangga pertama, terdapat sumur Cikahuripan yang dipercaya
masyarakat sekitar sebagai "Air kehidupan" karena sebagian meyakini air tersebut
memiliki khasiat luar biasa. Namun, fungsi pokoknya adalah menyucikan diri
sebelum masuk ke area situs yang dahulu dipercaya sebagai tempat bermeditasinya
para leluhur dan wali. Oleh karena itu, pada subbab ini akan dijelaskan terlebih
dahulu hasil wawancara dengan para informan sebagai temuan penelitian.
Temuan penelitian ini akan dibahas sesuai dengan metodologi
penelitian yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Wawancara dilakukan dengan
dua teknik, yaitu wawancara langsung dan wawancara tertulis. Wawancara langsung
dilakukan dengan beberapa informan yang tinggal dan berada di area situs Gunung
Padang, di antaranya: kepala desa, juru pelihara situs Gunung Padang, dan
masyarakat sekitar. Wawancara langsung dilakukan dengan bahasa Sunda sehingga
perlu dialihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia saat proses transkripsi. Transkripsi
hasil wawancara langsung juga mengalami beberapa suntingan tanpa mengubah
substansi topik yang dibicarakan.
Adapun wawancara tertulis dilakukan dengan beberapa informan yang
pernah mengunjungi situs Gunung Padang atau melakukan penelitian di sana.
Wawancara dilakukan secara tertulis melalui surat elektronik dan Google Doc,
layanan pengolah data dalam jaringan dari Google. Informan yang dipilih sebagai
narasumber ditentukan berdasarkan relevansi dan kompetensinya dengan masalah
yang dibahas dalam penelitian ini, di antaranya: peneliti, guru Ilmu Pengetahuan
Sosial, mahasiswa, dan penjelajah.
Transkripsi hasil wawancara dengan para informan dapat dilihat sebagai berikut:

1. Ujang Sutarna (Kepala Desa Karyamukti periode 2003-2014)


Mengenai masalah Gunung Padang, saya menyambut baik seluruh
proses ekskavasi yang dilakukan sejak 2010. Jadi, masyarakat banyak yang
menjadi tukang ojek dan bersiap menyambut wisatawan dari Stasiun Lampegan.
Bahkan, ada juga penginapan yang disediakan untuk wisatawan yang ingin
menginap. Dulu, orang mengenal Gunung Padang sebagai tempat yang suci,
tempat orang-orang mengasingkan diri. Perkara kebutuhan orang-orang yang
datang itu bermacam-macam. Yang jelas, orang-orang yang datang harus
memperhatikan perilakunya saat datang ke Gunung Padang.
Tanya : Di antara kesakralan Gunung Padang tersebut, apakah ada mitos yang
dipercaya masyarakat yang berhubungan dengan keberadaan Gunung
Padang? Jawab : Orang-orang dulu mengenal Gunung Padang sebagai tempat
yang dianggap suci. Yang dimaksud suci di situ adalah bahwa Gunung
Padang sebagai alam ciptaan harus dijaga kelestariaannya. Tapi, di balik itu
semua, masih banyak orang yang memiliki kepercayaan lain yang dianggap
orang sebagai mitos-mitos. Dulu, Gunung Padang dianggap tempat untuk
orang-orang yang bertapa dan meminta keahlian tertentu,
khususnya dalam bidang seni. Orang-orang yang ingin pandai bersinden,
vokalis, dalang, semuanya datang ke Gunung Padang untuk mendapatkan
keahlian tersebut. Hal itu masih terjadi hingga saat ini, meski dengan
jumlah yang lebih sedikit. Tapi, masih saja ada yang percaya hal-hal
yang bersifat mitos itu. Mereka yang datang tinggal menemui sesepuh
sehingga nanti ditunjukkan cara dan tempat mana saja yang perlu mereka
lalui. Selain itu, masih banyak lagi cerita-cerita yang berkembang di tengah
masyarakat.
Tanya : Terkait nama Gunung Padang itu sendiri, apakah ada mitos yang
berkembang?
Jawab : Nama Gunung Padang itu, kan, dari bahasa Sunda. Kita dapat melihat
bintang dari segala penjuru dan juga gunung-gunung yang mengelilingi Gunung
Padang. Jabal Nur dijadikan tempat Nabi memperoleh wahyu, sedangkan Gunung
Padang dijadikan tempat memperoleh ilham bagi orang-orang terdahulu, bahkan
hingga saat ini masih ada yang percaya itu. Namun, ada yang melakukannya dengan
cara-cara yang tidak baik. Asalkan, cerita itu tidak membuat masyarakat melupakan
ajaran yang semestinya. Terus juga, asal mitos itu hanya dianggap sebagai cerita
belaka yang dapat diambil sebagai suatu pelajaran, saya rasa tidak menjadi masalah.
Kita jangan melihat mitosnya yang merupakan cerita yang dibuat-buat belaka, tapi
nilai positifnya adalah bahwa masyarakat secara sadar harus menjaga diri agar selalu
bersih. Mereka menyucikan badan juga menyucikan diri dari perilku yang buruk.
Biasanya orang-orang tua yang masih memegang teguh itu.
Tanya : Apa yang membuat pergeseran perilaku tersebut, terutama di kalangan anak
muda?
Jawab : Banyak hal yang membuat masyarakat sekarang tidak lagi seperti dulu,
terutama anak-anak muda. Selain itu, anak-anak muda sekarang lebih senang
bermain dan bergaul dengan pergaulan kota sehingga mengabaikan hal-hal
yang sifatnya sakral. Itu justru membuat masyarakat kian terbuka dengan para
wisatawan yang datang. Namun, maksud saya, fokus orang lebih banyak terarah
pada bagaimana menyambut para wisatawan, bagaimana agar para pengunjung
yang datang dapat meningkatkan kesejahteraan mereka sehingga mereka tidak
terlalu memperhatikan cerita-cerita yang berkembang tadi.
Tanya : Apakah mitos itu perlu disebarluaskan, bahkan dikumpulkan jadi cerita
rakyat agar orang-orang mengetahuinya?
Jawab : Untuk hal-hal yang positif sebetulnya perlu. Jangan jadi mitos, tapi jadi cerita
yang harus diketahui oleh semua orang bahwa Gunung Padang adalah tempat suci
yang memiliki persamaan dengan Gunung Nur di Mekah. Itu membuat orang
kembali seperti dulu, menjaga perilakunya, menjaga etikanya, menyebarkannya pada
pengunjung yang datang sehingga Gunung Padang ini dapat selalu terpelihara
dengan baik, tidak rusak dan orang-orang tidak berlaku sembarangan di sana.
Tanya : Apakah ada upaya dari pihak desa agar masyarakat dapat tetap menjaga
perilaku baiknya?
Jawab : Pihak desa terus berupaya agar masyarakat, khususnya masyarakat Desa
Karyamukti, terus melestarikan Gunung Padang sebagai alam ciptaan Allah Swt.
Saat ini, masyarakat bergembira dengan banyaknya manfaat yang mereka dapatkan
dari Gunung Padang. Namun, itu jangan sampai membuat masyatakat hanya
berharap apa yang mereka dapat dari Gunung Padang, tapi juga berpikir apa yang
mereka berikan untuk Gunung Padang. Hanya saja, mereka terus menyebarkan
palajaran-pelajaran positif yang diperoleh dari kepercayaan masyarakat mengenai
Gunung Padang.
Tanya : Terkait dengan kesejahteraan masyarakat yang meningkat, apa saja upaya
yang dilakukan pemerintah dalam mendukung upaya tersebut?
Jawab : Pemerintah sangat mendukung seluruh kegiatan peningkatan kesejahteraan
masyarakat yang tinggal di sekitar area situs Gunung Padang, umumnya masyarakat
Campaka, Cianjur, ini. Bukti kongkretnya, akses menuju Gunung Padang
diperbaiki, jalan-jalan semakin bagus seiring bertambahnya pengunjung yang
berminat mengunjungi situs. Semua memiliki program kerja dan anggaran yang
jelas, meskipun belum dilakukan secara maksimal. Karena sebelumnya tidak banyak
yang tahu bahwa di Kabupaten Cianjur, ada daerah bernama Campaka.
Tanya : Apa harapan Anda dengan penelitian-penelitian yang dilakukan akademisi
lainnya selain penelitian arkeologis yang saat ini masih dilakukan?
Jawab : Saya berharap para akademisi dan peneliti dapat menyumbangkan ilmunya
demi kemajuan masyarakat pada khususnya dan Indonesia pada umumnya. Jika ada
penelitian yang dilakukan, saya harap memberikan sumbangan ilmu dan manfaat
bagi masyarakat.
2. Usman (Juru Pelihara Situs Gunung Padang)

Tanya : Bisakah Anda jelaskan gambaran umum situs Gunung Padang?


Jawab : Gunung Padang sebetulnya adalah bukit yang berbentuk punden berundak.
Sumur itu digunakan sebagai tempat bersuci, sebelum masuk ke area Gunung
Padang dan mendaki ke teras pertama. Di sini juga terdapat batu gamelan, yaitu
batu-batu yang dapat mengeluarkan nada 31 seperti gamelan jika diketuk. Di teras
ketiga ini terdapat batu kujang, yaitu batu yang berukiran kujang di tengahnya. Di
batu tersebut terdapat cekungan yang mirip dengan tempat duduk, tapak tangan,
tapak kaki, dan lubang bekas tongkat. Ada pula masyarakat sekitar yang percaya
bahwa itu jejak Prabu Siliwangi. Ada kepercayaan bahwa siapa saja yang dapat
mengangkat batu kanuragan ini, permintaannya dapat terkabul. Hanya "Orang-orang
dulu" yang dapat melakukannya meski tanpa melakukan usaha apa-apa, kecuali
berbekal doa. Di bagian barat teras keempat juga terdapat sebidang tanah kosong
yang konon dijadikan sebagai tempat melakukan ritual atau upacara. Teras kelima
dianggap sebagai teras yang paling suci. Di teras ini terdapat bangunan yang terdiri
atas beberapa tumpukan batu monolit. Bahkan, ada pula yang percaya bahwa di teras
ini, Prabu Siliwangi beristirahat.
Tanya : Apa saja mitos-mitos yang berkembang di sekitar situs Gunung Padang?
Jawab : Banyak sekali mitos yang dipercaya masyarakat terkait Gunung Padang ini.
Bahkan, ada juga yang percaya bahwa Gunung Padang dulu hancur oleh Prabu
Siliwangi yang marah karena istananya belum selesai dibangun. Ada juga
kepercayaan bahwa di sini adalah tempat bermukimnya para wali yang dapat hilir-
mudik melakukan haji ke Baitullah. Bahkan, sebagian orang mengaitkan Gunung
Padang ini dengan Jabal Nur dan Gua Hira. Selain itu, Gunung Padang dikenal
orang sebagai tempat memohon bagi orang-orang yang memiliki hajat tertentu,
terutama para sinden yang ingin memiliki suara bagus.
Tanya : Apakah mitos tersebut masih dipercaya hingga sekarang?
Jawab : Saya kira, yang namanya mitos, ada saja orang yang mempercayainya. Tapi,
masih saja ada orang yang percaya bahwa hajat mereka dapat terpenuhi jika telah
berkunjung ke Gunung Padang. Meskipun tidak sebanyak dulu, tapi ada saja orang
yang pada malam-malam tertentu perlu ditemani untuk dengan "Maksud tertentu".
Tanya : Bagaimana tanggapan masyarakat sekitar terhadap mitos tersebut?
Jawab : Seperti yang saya katakan tadi bahwa mitos tersebut masih saja ada 33 yang
percaya, meski tidak sekuat dulu. Kebanyakan yang datang tidak hanya dari
masyarakat sekitar, melainkan datang dari tempat yang jauh. Misalnya, orang yang
ingin jadi sinden atau dalang, masih saja ada yang percaya bahwa setelah datang ke
Gunung Padang, mereka akan memiliki keahlian. Yang penting adalah masyarakat
itu sendiri selalu menjaga akidahnya agar tidak tercampur dengan hal-hal demikian.
Tapi masih ada sebagian yang memahami itu sebagai bagian dari kesaktian orang-
orang pada zaman dahulu. Kesaktian itu memang ada tapi sulit dipahami oleh orang-
orang yang hidup di zaman sekarang. Hal terpenting dari itu adalah bahwa
orangorang dulu memiliki keuatan doa yang berbeda dengan orang pada zaman
sekarang. Kalau dikatakan memiliki keterkaitan, keduanya sama-sama berupa
gunung, keduanya sama-sama merupakan tempat mengasingkan diri, keduanya sama-
sama memiliki puncak yang terang benderang jika malam hari. Gunung Padang ini
juga terdiri atas banyak teras yang memiliki nila-nilai kearifan yang tinggi, yang
intinya adalah menggambarkan kehidupan manusia.
Tanya : Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap keterkaitan Gunung Padang
dengan Jabal Nur di Mekah?
Jawab : Ada beberapa masyarakat yang mempercayai cerita itu. Mereka menganggap
bahwa Gunung Padang adalah tempat yang sakral, tidak boleh dirusak, dan perlu
dijaga dengan baik, sebagaimana mereka menganggap bahwa ini adalah Jabal Nur.
Tapi, hal pokok yang dapat kita ambil dari situ adalah bahwa Gunung Padang ini,
kan, bagian dari alam.
Tanya : Apa pengaruh mitos tersebut bagi masyarakat, termasuk Anda?
Jawab : Sejauh masyarakat mengenal mitos di Gunung Padang ini, yang paling
penting adalah jangan sampai akidahnya rusak karena kepercayaan pada mitos.
Cerita-cerita yang diyakini dulu memang belum bisa jadi mengandung kebenaran,
hanya saja perlu diambil nilai-nilai kearifan dari setiap cerita itu. Kalau masyarakat
memiliki kepercayaan bahwa Gunung Padang ini terkait dengan Jabal Nur di
Mekah, maka nilai baiknya adalah orang-orang akan menjaga Gunung Padang
dengan baik. Tidak berperilku buruk, tidak berbuat semena-mena, bahkan merusak
Gunung Padang sebagai bagian dari alam.
Tanya : Apakah mitos tersebut perlu disebarluaskan, bahkan dijadikan cerita rakyat?
Jawab : Saya kira perlu, dalam arti pelajaran yang kita peroleh dari cerita-cerita
leluhur dan orang tua dulu seharusnya dipegang teguh. Orang dulu biasanya
memiliki logika yang berbeda dengan kita. Tapi, dari cerita itu sesungguhnya
terdapat kearifan yang seharusnya dipegang teguh. Jadi, tidak masalah cerita-cerita
tersebut dijadikan pelajaran yang baik bagi masyarakat.

Resepsi Masyarakat terhadap Mitos Jabal Nur di Situs Megalitikum Gunung


Padang

Berdasarkan wawancara yang dilakukan, baik secara langsung maupun


tertulis,
diperoleh tanggapan yang beragam dari masyarakat mengenai mitos Jabal Nur yang
dikaitkan dengan keberadaan Gunung Padang. Dari data-data yang diperoleh, resepsi
masyarakat terhadap mitos Jabal Nur di situs megalitikum Gunung Padang terbagi
menjadi beberapa tanggapan berikut:
1. Kemunculan Mitos Jabal Nur
a. Persamaan Struktur
b. Persamaan Nama
2. Pengaruh Mitos Jabal Nur terhadap Masyarakat
a. Menjaga Tauhid
b. Meningkatkan Ketakwaan kepada Allah Swt.
c. Memperbaiki Akhlak
d. Menambah Khazanah Sastra Lisan
3. Mitos Jabal Nur sebagai Folklor Masyarakat Gunung Padang
Mitos Jabal Nur diresepsi secara beragam oleh masyarakat. Namun,
pada intinya, mitos tersebut tetap masih hidup, dipegang teguh oleh sebagian
kalangan, dan bahkan terus berkembang hingga saat ini. Hal tersebut
menjadikan mitos tersebut tumbuh menjadi bagian dari kekayaan cerita
rakyat masyarakat setempat. Maka, resepsi selanjutnya diarahkan pada
tanggapan masyarakat terhadap perlunya mitos Jabal Nur disosialisasikan
lebih luas menjadi folklor yang dimiliki masyarakat Gunung Padang.
Fungsi Mitos Jabal Nur
1. Mitos Sebagai Mistik
Mitos Sebagai Mistik Fungsi pertama mitos Jabal Nur disebut Campbell
sebagai fungsi mistis, yaitu untuk membangkitkan rasa bersyukur individu atas segala
macam misteri alam semesta. Berdasarkan fungsi ini, mitos Jabal Nur menjadi cerita
rakyat yang menjelaskan banyak keagungan penciptaan Allah Swt. Sebagaimana
dijelaskan pada subbab resepsi masyarakat terhadap mitos Jabal Nur, mitos tersebut
menunjukkan bahwa Allah Swt. telah menciptakan Gunung Padang dengan segala
keluarbiasaannya, yaitu memiliki persamaan dengan Jabal Nur.
2. Mitos Sebagai Sarana Sosial
Mitos Sebagai Sarana Sosial Fungsi mitos Jabal Nur berikutnya adalah
fungsi sosiologis. Barthes menyebutkan bahwa mitos dibuat sebagai sarana
komunikasi yang memiliki proses signifikansi sehingga dapat diterima oleh
akal. Dengan perkataan lain, dalam suatu sistem sosial, mitos bukan suatu
konsep yang stagnan, melainkan terus bergerak secara dinamis menuju
pemikiran yang baru. Hal tersebut yang disebuat Barthes sebagai proses
signifikansi.
3. Mitos Sebagai Pendidikan dan Formal
Mitos Sebagai Pendidikan dan Moral Fungsi terakhir mitos Jabal Nur adalah
sebagai sarana pendidikan dan moral. Fungsi ini berkaitan erat dengan aspek
psikologis dari setiap individu di dalam masyarakat. Berdasarkan fungsi ini,
mitos berfungsi untuk mengarahkan hidup seseorang kepada norma-normal
moral yang berlaku dalam masyarakat. Mitos akan dijadikan sebagai pegangan
hidup yang lagi-lagi, disadari atau tidak, terinternalisasi dalam kehidupan
seseorang.
KESIMPULAN

Mitos Jabal Nur yang berkembang di situs megalitikum Gunung Padang


merupakan salah satu khazanah kebudayaan Sunda yang dimiliki masyarakat dusun
Gunung Padang, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur. Resepsi yang
dikumpulkan mencakup kemunculan mitos Jabal Nur, pengaruh mitos tersebut, dan
perlunya sosialisasi mitos tersebut sebagai folklor. Selain itu, mitos tersebut juga
berpengaruh pada peningkatan ketakwaan masyarakat kepada Allah Swt. Selain
aspek religiusitas, mitos tersebut juga berdampak pada aspek sosial, yaitu dengan
kesadaran untuk memperbaiki akhlak. Banyaknya pengaruh mitos terhadap
masyarakat menjadikan sebagian besar dari mereka menginginkan agar mitos Jabal
Nur dikumpulkan dan disosialisasikan sebagai folklor milik masyarakat Gunung
Padang, Campaka, Cianjur. Mitos Jabal Nur yang berkembang di sekitar Gunung
Padang berfungsi sebagai suatu sistem sosial yang disadari atau tidak telah
terinternalisasi dalam kehidupan masyarakat. Meskipun sebagaian masyarakat
mengaku tidak terpengaruh oleh mitos tersebut, namun tanpa disadari mengikuti
beberapa hal yang menjadi bagian dari kontekstualisasi mitos. Dalam perspektif
Islam, folklor seperti mitos Jabal Nur dapat dijadikan sarana dakwah melalui bentuk
karya sastra agar masyarakat meningkatkan keimanan dan ketakwaannya kepada
Allah Swt. Dengan catatan, pemahaman masyarakat terhadap makna kata mitos
perlu disesuaikan dengan konteks kebudayaan dan ilmu kesusastraan.

You might also like