Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 13

137

ZIRAA’AH, Volume 42 Nomor 2, Juni 2017 Halaman 137-149 e - ISSN 2355-3545

STRUKTUR DAN KOMPOSISI VEGETASI PADA KAWASAN LINDUNG


AIR TERJUN TELAGA KAMELOH KABUPATEN GUNUNG MAS

(Structure And Composition Of Vegetation On Protected Areas Waterfall Telaga Kameloh


Distric Gunung Mas)

Nicko Haryadi
Fakultas Pertanian Universitas PGRI Palangka Raya
Jl. Hiu Putih, Tjilik Riwut Km.7 Palangka Raya Provinsi Kalimantan Tengah
Email : nickoharyadi@ymail.com

ABSTRACT
Diversity is a natural characteristic and is the basis of ecological stability, biodiversity
expressed a measure that describes the variation of plant species from a community that is affected
by the number of species and relative abundance of each species. The presence of trees at a site
generally will have a positive impact for the balance of the ecosystem in a wider scale. In general,
the role of vegetation in an ecosystem associated with the regulation of carbon dioxide and oxygen
balance in the air, improved physical properties, chemical and biological soil, ground water system
settings, and others. The behavior of each type of tree growth and regeneration of species
adaptation to environmental changes are a result of degradation is very useful information for
consideration in determining the form of further processing of forest. The purpose of this study
was to determine the structure and composition of vegetation in the protected area forest Telaga
Kameloh waterfall area in subdistrict Kurun district Gunung Mas. Note that the value of diversity
type (H ') from all levels of vegetation; seedling, stake, poles and trees, the largest located in
protected areas with high diversity (H> 3 - 3,5). Richness of Species with the highest seedling of
protected areas with a value of 7,49 in areas with the highest degradation of seedlings is 5.27. The
highest value of evenness of species found on poles level in areas hedge with the value 0.97 and
the area of degradation value with the highest poles evenness of 0.96. Dominance index (C) the
highest found in tree in protected area 16,73, in the area of degradation value of the highest
dominance on the tree with the value 23,37. Community similarity index or index of similarity (IS)
has a value Of between 44,53% to 77.07%.The vegetation structure in degradasi area from curve
J is inversed, it sign that the comumity was annoyed. In the protected area, vegetation structure not
from curve J inversed.

Keywords: Protected Area, Degradation, structure and composition of vegetation

PENDAHULUAN ekosistem hutan yang tersusun dari berbagai


Kawasan Lindung Air Terjun Bawin jenis vegetasi dan berbagai tingkatan
Kameloh Kecamatan Kurun Kabupaten pertumbuhan. Potensi sumberdaya alam
Gunung Mas merupakan suatu kawasan hayati dan ekosistemnya tersebut, perlu
dengan potensi sumberdaya alam hayati yang dikembangkan dan dimanfaatkan untuk
tinggi. Daerah sekitar air terjun menjadi kepentingan dan kesejahteraan masyarakat
sangat lembab dan menjadi habitat yang baik tanpa melupakan upaya konservasi sehingga
bagi tumbuhan lalu membentuk suatu tetap tercapai keseimbangan antara
138
ZIRAA’AH, Volume 42 Nomor 2, Juni 2017 Halaman 137-149 e - ISSN 2355-3545

perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan Arboretum karena terdapat spesies pohon


yang lestari. yang dilindungi, berbagai spesies pohon yang
Vegetasi tumbuh dengan baik pada tumbuh alami dengan jenis yang beragam,
kawasan ini dengan sistem siklus hara dinamakan Bawin Kameloh karena dipercaya
tertutup, sehingga kelestariannya sangat masyarakat setempat bahwa telaga yang
berpengaruh terhadap kondisi lingkungan menerima air dari sebuah air terjun setinggi
yang selalu terjaga sehingga struktur dan 25 meter yang terletak tepat ditengah–tengah
komposisi vegetasi merupakan informasi hutan sebagai tempat pemandian seorang
yang sangat berguna sebagai bahan bidadari (Bawin Kameloh).
pertimbangan dalam penentuan bentuk Penelitian ini menjadi penting artinya
pengolahan hutan selanjutnya. Sumberdaya karena dapat diketahui kehadiran vegetasi
hutan telah mengalami banyak perubahan dari setiap tingkatan pertumbuhan.
dan sangat rentan terhadap kerusakan. Keberadaan pohon pada suatu umumnya
Sebagai salah satu sumber devisa negara, akan memberikan dampak positif bagi
hutan telah dieksploitasi secara besar- keseimbangan ekosistem dalam skala yang
besaran untuk diambil kayunya. Ekploitasi lebih luas. Secara umum peranan vegetasi
ini menyebabkan berkurangnya potensi dalam suatu ekosistem terkait dengan
hutan dengan sangat cepat. Keadaan pengaturan keseimbangan karbon dioksida
semakin diperburuk dengan adanya konversi dan oksigen di udara, perbaikan sifat fisik,
lahan hutan secara besar-besaran untuk kimia dan biologis tanah, pengaturan tata air
lahan pemukiman, perindustrian, pertanian, tanah, dan lain-lain.
peternakan, perkebunan serta kebakaran Melihat potensi ekologi kawasan dan
hutan yang selalu terjadi hampir di setiap kerusakan atau degradasi yang terjadi maka,
tahun. Akibat dari aktivitas tersebut tentu penulis tertarik mengamati secara langsung
menyisakan vegetasi yang kurang bernilai dan mempelajari struktur dan komposisi serta
secara niagawi. Hal itu yang diwariskan keanekaragaman vegetasi pada area Kawasan
kepada masyarakat sekitar dan tradisi Lindung Air Terjun Bawin Kameloh
kegiatan ladang berpindah yang dilakukan Kecamatan Kurun Kabupaten Gunung Mas.
masyarakat tradisional sering kali Ide ini sejalan dengan perkembangan
dipersalahkan. Meskipun demikian masih kebutuhan pariwisata alam, maka kawasan
ada areal yang tidak dieksploitasi dan masih Pelestarian alam seperti Taman Nasional,
dijaga oleh masyarakat dan pemerintah dalam Taman Hutan Raya dan taman Wisata Alam
hal ini adalah Kawasan Lindung dan Wilayah yang memiliki keunikan alam, keindahan
Adat yang juga merupakan areal yang alam, keanekaragaman flora dan faunanya
ditetapkan sebagai kawasan Arboretum oleh sangat potensial untuk dikembangkan
Pemerintah Kabupaten Gunung Mas, yaitu sebagai objek dan daya tarik wisata alam, di
area Kawasan Lindung Air Terjun Bawin samping sebagai wahana penelitian,
Kameloh Kecamatan Kurun Kabupaten pendidikan dan pengembangan ilmu
Gunung Mas. Kawasan tersebut telah pengetahuan.
ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Agar objek memiliki daya tarik wisata
sebagai kawasan Lindung berdasarkan Surat dapat dimanfaatkan secara nyata diperlukan
Keputusan Bupati Gunung Mas No. 130 modal dan teknologi yang memadai, serta
Tahun 2004 tentang Penetapan Lokasi untuk menjaga kelestariannya diperlukan
Kawasan Lindung di Wilayah Kabupaten pengelolaan yang arif agar tidak
Gunung Mas, tanggal 20 April 2004 dan menimbulkan dampak negatif terhadap
kemudian difungsikan juga sebagai objek lingkungan kawasan dan sosial budaya
wisata karena memiliki keindahan alam yang masyarakat sekitar. Pemanfaatan potensi
khas dan ditetapkan pula sebagai kawasan sumberdaya alam flora dan fauna serta jasa
139
ZIRAA’AH, Volume 42 Nomor 2, Juni 2017 Halaman 137-149 e - ISSN 2355-3545

lingkungannya di kawasan Pelestarian Alam 1. Vegetasi tingkat semai, yaitu anakan atau
dan Hutan Lindung mengacu kepada prinsip- permudaan tingginya kurang dari 1,5 m.
prinsip social forest management yang dalam 2. Vegetasi tingkat pancang, yaitu pohon
pemanfaatannya berazaskan kelestarian muda dengan ukuran tinggi minimal 1,5
ekologi, social dan ekonomi. m sampai diameter kurang dari 10 cm.
Potensi jasa lingkungan hutan baik 3. Vegetasi tingkat tiang, yaitu pohon
langsung ataupun tidak langsung dapat dengan ukuran diameter antara 10 cm
dimanfaatkan secara terukur dan tidak hingga kurang dari 20 cm.
terukur oleh manusia antara lain untuk : 4. Vegetasi tingkat pohon dengan ukuran
wisata alam, pemanfaatan sumberdaya air, diameter lebih dari atau sama dengan 20
suplai oksigen, perlindungan sistem cm.
hidrologis dan penyerapan karbon.
Pemanfaatan jasa lingkungan untuk Desain penelitian
kepentingan wisata alam, perlu Data yang dikumpulkan untuk
memperhatikan prinsip-prinsip kelengkapan penelitian ini adalah data primer
pengembangan pariwisata alam yakni yang merupakan data mengenai jenis-jenis
konservasi, edukasi, ekonomi, rekreasi dan pohon, jumlah individu dan diameter. Data
peran/partisipasi masyarakat. sekunder merupakan data penunjang dalam
penelitian ini antara lain data curah hujan,
mata pencaharian masyarakat, data-data yang
METODE PENELITIAN
menyangkut keadaan objek penelitian.
Waktu dan Tempat Penelitian Pengamatan diawali dengan menentukan
Penelitian dilaksanakan di Kawasan sampel, sampel ditentukan dengan cara
Lindung Air Terjun Bawin Kameloh Purposive Sampling atau pengambilan
Kecamatan Kurun Kabupaten Gunung Mas. sampel secara sengaja dengan memilih areal
yang dianggap mewakili keadaan objek
Alat dan Bahan secara keseluruhan. Metode yang digunakan
Peralatan yang digunakan dalam untuk mengumpulkan data menggunakan
penelitian ini adalah : kompas untuk sistem jalur berpetak (Nested Sampling).
menentukan arah. Pengamatan dilakukan dengan
Global Positioning System (GPS), Phi Band metode kombinasi antara metode jalur
(Pita diameter) untuk mengukur diameter dengan garis berpetak. Dibuat 6 jalur yang
tingkat tiang dan pohon, kamera untuk terbagi sesuai dengan kondisi hutan yaitu: 3
dokumentasi, peta lokasi kegiatan penelitian, jalur pada areal yang masih lindung dan 3
alat-alat tulis untuk mencatat data, tali rapia jalur pada areal yang telah di
untuk membuat plot analisis, parang untuk konversi/terdegradasi. Jalur tersebut dibuat
membuat rintisan, meteran dan tambang sepanjang 500 m dengan lebar jalur 20 m,
plastik untuk mengukur jalur pengamatan dan sebanyak tiga jalur dengan jarak antara jalur
luas petak ukur. sejauh 200 m dapat dilihat pada Gambar 1
dan 2.
Variabel Penelitian Pengamatan dilakukan dengan
Objek yang diteliti dalam penelitian metode kombinasi antara metode jalur
ini adalah vegetasi berkayu pada Kawasan dengan garis berpetak. Dibuat 6 jalur yang
Lindung Air Terjun Bawin Kameloh terbagi sesuai dengan kondisi hutan yaitu: 3
Kecamatan Kurun Kabupaten Gunung Mas. jalur pada areal yang masih lindung dan 3
Adapun variabel yang diteliti mengacu pada jalur pada areal yang telah di
Soerianegara dan Indrawan (1998) adalah : konversi/terdegradasi. Jalur tersebut masing-
masing dibuat sepanjang 500 m dengan lebar
140
ZIRAA’AH, Volume 42 Nomor 2, Juni 2017 Halaman 137-149 e - ISSN 2355-3545

jalur 20 m, dengan jarak antara jalur sejauh pancang data yang dikumpulkan berupa nama
200 m dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2. jenis dan jumlah individu setiap jenis.
Pada setiap jalur dibuat petak-petak Penentuan nama jenis selama pengumpulan
pengamatan dengan luas yang berbeda-beda data
berdasarkan tingkat pertumbuhan dibantu oleh pengenal pohon dari daerah
vegetasinya. Untuk tingkat pohon dibuat setempat. Pengenalan pohon saat kegiatan
petak ukur dengan ukuran 20 m x 20 m, untuk penelitian menggunakan nama daerah,
tingkat tiang dibuat petak ukur dengan penggunaan nama ilmiah baru dilakukan
ukuran 10 m x 10 m, untuk tingkat pancang dalam kegiatan analisis data.
dibuat petak ukur dengan ukuran 5 m x 5 m,
dan untuk tingkat semai dibuat petak ukur Analisis Data
dengan ukuran 2 m x 2 m. Soegianto (1994) Data vegetasi yang telah terkumpul
Dari data vegetasi yang dikumpulkan kemudian dianalisis untuk menghitung faktor
untuk tingkat tiang dan pohon meliputi nama kerapatan, frekuensi atau dominansi jenis.
jenis dan diameter masing-masing individu digunakan rumus Soerianagara dan Indrawan
pohon, sedangkan untuk tingkat semai dan (1998), sebagai berikut :

Indeks Nilai Penting untuk tingkat Dominansi Relatif (DR), sehingga


pertumbuhan semai dan pancang merupakan maksimum INP adalah 300%
penjumlahan kerapatan relatif dengan Keanekaragaman jenis dari
Frekuensi Relaif, sehingga maksimum Nilai komunitas yang diteliti dapat diketahui
INP tingkat semai dan pancang adalah 200%. dengan menghitung nilai keanekaragaman
Untuk pertumbuhan tingkat tiang dan pohon jenis menggunakan Indeks Shannon
INP diperoleh dari penjumlahan Kerapatan (Shannon’s Index), dengan rumus sebagai
Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR), berikut :
n
ni
H'    ( pi. ln . pi) ;
i 1
pi 
N
( Ludwig and Reynold, 1988)

Keterangan :
H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon ln= Logaritma natural
ni = Jumlah individu suatu jenis pi = Proporsi individu jenis ke-I terhadap
N = Jumlah seluruh individu semua jenis
141
ZIRAA’AH, Volume 42 Nomor 2, Juni 2017 Halaman 137-149 e - ISSN 2355-3545

Makin besar indeks Keanekaragaman Indeks Kekayaan Jenis


Jenis suatu komunitas, maka makin mantap Indeks Kekayaan Jenis Margallef
komunitas tersebut. Ludwig dan Reynolds (R1), menunjukkan kekayaan jenis pada suatu
(1988) menyatakan, nilai H’ = 0 dapat komunitas yang diteliti, dari indeks ini dapat
terjadi bila hanya terdapat satu jenis dalam dilihat tingkatan kekayaan suatu jenis
suatu contoh (sampel) dan nilai H’ akan vegetasi dengan jenis lainnya dalam suatau
mencapai maksimum bila semua jenis komunitas.
mempunyai jumlah individu yang sama dan
ini berarti kelimpahan distribusi tidak
sempurna.

S-1
R1=
ln ( N )
Keterangan :
R1 = Indeks kekayaan Margallef N = Total jumlah individu
S = Jumlah jenis

Indeks Kemerataan Jenis pertumbuhan, maka ditentukan Indeks


Untuk menentukan apakah individu – Kemerataan (e) jenis. Menurut Pielou dan
individu terdistribusi secara lebih merata Odum dalam Bratawinata (2001)
pada jenis-jenis yang hadir pada suatu tingkat

H’
E=
ln ( S )
Keterangan :
E = Indeks kemerataan jenis H’ = Indeks keanekaragaman jenis
S = Jumlah jenis

Indeks kemerataan yang lebih tinggi dari terkonsentrasi pada satu jenis, nilai indeks
suatu tinggkat pertumbuhan menunjukan dominasi akan meningkat dan sebaliknya jika
terdistribusinya individu-individu kepada beberapa jenis mendominasi secara bersama-
jenis-jenis akan merata. sama maka nilai indeks dominasi akan
rendah. Untuk menentukan nilai indeks
Indeks Dominansi dominasi digunakan rumus Simpson (1949)
Dominasi digunakan untuk dalam Bratawinata (2001)
mengetahui pemusatan dan penyebaran jenis- sebagai berikut :
jenis dominan. Jika dominasi lebih

Keterangan :
C : Indeks dominasi
ni : Nilai penting masing-masing jenis ke-n N : Total nilai penting dari seluruh jenis
142
ZIRAA’AH, Volume 42 Nomor 2, Juni 2017 Halaman 137-149 e - ISSN 2355-3545

Koefisien Kesamaan Komunitas menggunakan rumus sebagai berikut Bray


Untuk mengetahui kesamaan relatif dan Curtis (1957) dalam Soerianegara dan
dari komposisi jenis dan struktur antara dua Indrawan (1998) :
tegakan yang dibandingkan dapat

2W
IS = x 100
a+b
komunitas Index of Disimilarity (ID) yang
Keterangan : dihitung dengan rumus yaitu : ID = 100-IS
IS = Nilai Koefisien kesamaan komunitas
W = Jumlah nilai yang sama dan nilai HASIL DAN PEMBAHASAN
terendah ( < ) dari dua jenis-jenis yang
terdapat dalam dua tegakan yang Komposisi Vegetasi
dibandingkan Berdasrkan hasil penelitian diketahui
a = Jumlah nilai kuantitatif dari semua jenis bahwa objek penelitian tersusun atas
yang terdapat pada tegakan pertama. beragam jenis, mamun didominasi oleh jenis-
B =Jumlah nilai kuantitatif dari semua jenis jenis dari familia yang sama yaitu
yang terdapat pada tegakan kedua. Dipterocarpaceae, ditemukan jumlah yang
bervariasi pada setiap tingkat pertumbuhan
Nilai kesamaan komunitas (IS) dapat dan area yang diteliti.
ditentukan koefisien ketidaksamaan

Tabel 1. Komposisi Vegetasi Pada Kawasan Lindung Air Terjun Bawin Kameloh
Tingkat Jumlah Jenis Jumlah Familia
Pertumbuhan Lindung Degradasi Lindung Degradasi
Semai 49 37 32 17
Pancang 25 23 11 12
Tiang 37 29 16 15
Pohon 27 20 17 7

Tabel 1 menunjukan bahwa pada pohon area lindung disusun oleh lebih banyak
kondisi lindung (alami) merupakan habitat jenis, artinya kondisi lingkungan yang alami
yang baik bagi pertumbuhan vegetasi, memberi kesempatan tumbuh yang lebih
dimana area lindung disusun oleh lebih banyak bagi vegetasi.
banyak jenis dari pada area degradasi tingkat
semai pada area lindung disusun oleh 49 jenis Kerapatan per Hektar
sementara pada area degradasi terdapat 37 Data hasil penelitian terhadap
jenis ini menunjukan ada beberapa jenis yang kerapatan individu per hektar (N/Ha)
tidak dapat menyesuaikan diri dengan menunjukan bahwa individu tingkat semai
perubahan lingkungan, jenis-jenis itu tumbuh memiliki jumlah yang lebih banyak, namun
diarea lindung tapi tidak ditemukan pada area pada tingkat pertumbuhan selanjutnya jumlah
degradasi. Tingkat pancang pada kedua area individu lebih sedikit. Ditemukan bahwa
disusun oleh jenis-jenis vegetasi dengan jumlah suatu individu vegetasi berbeda pada
jumlah yang tidak jauh berbeda, hal ini terjadi setiap tingkat pertumbuhan dan lokasi
karena mulai tejadi persaingan pada tahapan penelitian, semakin tinggi tingkat
ini yang mengakibatkan beberapa jenis tidak pertumbuhan atau semakin besar diameter,
mampu bertahan. Pada tingkat tiang dan jumlah individu semakin sedikit. Pada tingkat
143
ZIRAA’AH, Volume 42 Nomor 2, Juni 2017 Halaman 137-149 e - ISSN 2355-3545

pertumbuhan pohon jumlah individu (pohon) Jumlah individu per ha dari dua lokasi
per hektar paling sedikit. penelitian tersebut dijelaskan lebih rinci
dalam Gambar 1.

Gambar 1. Kurva Kerapatan Individu/ha Pada Area Lindung dan Degradasi

Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa pohon-pohon besar yang berada diatasnya
tingkat semai pada area degradasi memiliki sehingga cahaya yang masuk sampai
jumlah terbanyak yaitu 25.766 individu/ha kebawah melalui rumpang-rumpang tajuk
pada area degradasi kurva membentuk huruf lebih sedikit namun masih bisa dimanfaatkan
“J” terbalik. Artinya pada area degradasi dengan baik untuk pertumbuhan semai dilihat
jumlah tumbuhan dari tingkat pertumbuhan dari ditemukannya 20.200 individu semai/ha.
yang lebih rendah memiliki jumlah yang Tingkat pancang pada area lindung memiliki
lebih banyak dibandingkan dengan jumlah jumlah lebih tinggi dibandingkan area
tumbuhan dari tingkat pertumbuhan yang degradasi. Pada areal yang masih lindung
lebih tinggi. Kurva membentuk huruf “J” terdapat 17.126 individu/ha, hal ini terjadi
terbalik mencerminkan komunitas relatif karena semai yang tumbuh diarea lindung
terganggu (Kusumoantono, 1996) tumbuh secara alami, memanfaatkan cahaya
Tingginya jumlah vegetasi tingkat yang sedikit namun berada pada habitat yang
semai pada area degradasi terjadi karena alami, tidak mengalami gangguan yang
perubahan lingkungan yang terjadi berarti dalam pertumbuhannya, sehingga
terbukanya tajuk yang berpengaruh terhadap peluang untuk tumbuh menjadi tingkat
masuknya cahaya matahari dan kurangnya pancang lebih besar. Dalam Sutisna (1996)
dominasi dari tingkatan pertumbuhan pohon, dikatakan bahwa pada perkembangannya di
sehingga semai yang sangat membutuhkan alam Dipterocarpaceae tahan kekurangan
cahaya matahari untuk pertumbuhannya sinar.
mendapat cukup cahaya dan tumbuh oftimal. Pada areal yang telah mengalami
Untuk areal yang lindung tingkat degradasi ditemukan ditemukan vegetasi
pertumbuhan semai memiliki 20.200 tingkat pancang yang lebih sedikit yaitu
individu/ha dengan selisih antara keduanya 10.133 individu/ha, atau selisih 6.992
adalah 5.632 individu/ha. Memang terjadi individu/ha dengan area lindung. Hal tersebut
penurunan jumlah pada tingkatan yang lebih terjadi karena terjadi persaingan yang
tinggi namun kurva tidak menunjukan “J” mengakibatkan matinya sebagian vegetasi
terbalik dan artinya komunitas tidak tingkat pancang pada area degradasi
terganggu. vegetasi tingkat semai pada area dikarenakan persaingan dan ketidak cocokan
lindung yang tumbuh dibawah naungan habitat. Seperti yang dikatakan oleh
144
ZIRAA’AH, Volume 42 Nomor 2, Juni 2017 Halaman 137-149 e - ISSN 2355-3545

Bratawinata (2001) bahwa tumbuhan pionir memiliki tingkat adaftasi yang baik sehingga
yang tumbuh dengan lebat dilantai hutan hadir dan berpengaruh pada area lindung dan
akan mengalami persaingan, baik dalam hal degradasi, Adapun ciri dari vegetasi dari
mendapatkan cahaya, maupun unsur hara dan familia Dipterocarpaceae : merupakan
ruang gerak, dari persaingan tersebut tumbuhan dengan biji yang bersayap dua
sebagian vegetasi yang survive dan mamun pada dasarnya semua jenis pada suku
mengalami adaftasi. ini memiliki buah yang bersayap 2, 3, atau 5.
Pada tingkat pertumbuhan tiang di Sifat umum jenis ini biasanya berdamar dan
areal lindung terdapat 6.056 individu/ha selalu hijau tidak pernah meranggas atau
merupakan jumlah yang besar bila menggugurkan daun sekalipun pada musim
dibandingkan dengan tingkat tiang pada area kemarau, batang pada umumnya berbanir,
degradasi yaitu 1.074 individu/ha . Pada area kulit luar sering mengelupas bersisik atau
lindung vegetasi tumbuh dengan alami tanpa merekah dan memiliki jenis daun tunggal.
gangguan, kecendrungan vegetasi tumbuh Samingan (1982)
meninggi bersaing untuk mendapat cahaya
mengakibatkan lambatnya pertambahan Indeks Keanekaragaman Jenis
diameter. Pada areal yang telah terdegradasi Kawasan hutan yang diteliti dalam
vegetasi tingkat tiang mendapat banyak penelitian ini adalah kawasan hutan hujan
gangguan, antara lain penebangan, tropis yang lembab, tersusun atas berbagai
terbukanya lapisan tanah sehingga terjadi jenis vegetasi yang kemudian membentuk
kurangnya kesuburan tanah dan rusaknya keanekaragaman jenis. Nilai
sistem perakaran vegetasi tingkat tiang, keanekaragaman jenis pada area lindung
selisih antara keduamya 4.982 individu/ha. dalam objek penelitian dihitung dengan
Tingkat pertumbuhan pohon pada Indeks Shannon (Shannon’s Index). Menurut
objek penelitian memiliki nilai kerapatan Soerianegara (1996) dalam Sutisna (2005)
yang paling rendah diantara tingkatan masih belum ada ukuran atau patokan
pertumbuhan lainya, untuk areal yang mengenai tinggi rendahnya indeks
lindung terdapat 502 individu/ha sedangkan keanekaragaman jenis di suatu daerah. Untuk
untuk area degradasi terdapat 103 individu/ha Indonesia, dari perhitungan berbagai tipe
(lampiran 16). Jumlah ini tidak jauh berbeda hutan dapat diakatakan bahawa
dengan yang ditemukan oleh keanekaragaman jenis diatas 3,5 dapat
Parhtomiharrdjo dan supardiyono (1993) dinyatakan tinggi.
dalam penelitiannya menemukan 528
pohon/ha pada hutan tropis alami, Ririhena Untuk memudahkan pembacaan data
(2010) menemukan 187 phon/ha pada area maka dibuat kriteria berdasarkan teori
bekas tebangan. tersebut.
H < 1,5 = Keanekaragaman rendah
Indeks Nilai Penting 1,5 ≤ H ≤ 3,5 = Keanekaragaman sedang
Vegetasi tingkat semai pada objek H >3,5 = Keanekaragaman tinggi
penelitian tersusun oleh berbagai jenis dan Maka sesuai dengan kriteria tersebut
didominasi oleh beberapa jenis. Jenis-jenis diarea lindung dapat dilihat bahwa:
vegetasi yang dominan untuk masing-masing Tingkat semai memiliki nilai H = 3,61
tingkat pertumbuhan cenderung bervariasi, (H >3 Keanekaragaman tinggi)
namun berasal dari familia yang sama yaitu Tingkat pancang memiliki nilai H = 3,01
Dipterocarpaceae. Bila dilihat dari INP dari (H <3 Keanekaragaman sedang)
setiap tingkatan pertumbuhan pada kedea Tingkat Tiang memiliki nilai H = 3,50
area yang diteliti maka diketahui jenis (H >3 Keanekaragaman tinggi)
Meranti merah dari famili Dipterocarpacea Tingkat pohon memiliki nilai H = 3,10
145
ZIRAA’AH, Volume 42 Nomor 2, Juni 2017 Halaman 137-149 e - ISSN 2355-3545

(H >3 Keanekaragaman sedang) Tingkat Tiang memiliki nilai H = 3,24


dan pada area degradasi : (H >3 Keanekaragaman sedang)
Tingkat semai memiliki nilai H = 3,48 Tingkat pohon memiliki nilai H = 2,747
(H >3 Keanekaragaman sedang) (H <3 Keanekaragaman sedang)
Tingkat pancang memiliki nilai H = 2,91 Dengan demikian untuk lebih jelasnya
(H <3 Keanekaragaman sedang) dapat lihat gambar 2.

Gambar 2. Kurva Indeks Keanekaragaman Jenis Vegetasi Dari Semua Tingkat Pertumbuhan Pada
Semua Area Penelitian

Terjadi perbedaan keanekaragaman pada suatu komunitas. Kekayaan jenis pada


jenis pada area lindung dan degradasi. Area suatu komunitas berbeda-beda, maka
lindung memiliki nilai keanekaragaman jenis dilakukan analisis nilai kekayaan jenis pada
yang lebih tinggi dibandingkan area setiap tingkatan pertumbuhan vegetasi pada
degradasi, perbedaan kondisi lingkungan dan area lindung dan degradasi.
kesesuaian tempat tumbuh dari suatu jenis Area lindung memiliki kekayaan jenis
mempengaruhi pertumbuhan jenis terlihat yang lebih banyak dibandingkan area
dari tingginya keanekaragaman jenis pada degradasi, kekayaan jenis tertinggi pada
area lindung yang merupakan habitat alami. tingkat semai area lindung dengan nilai 7,49
Keanekaragaman jenis ini sangat erat Pada area degradasi kekayaan tertinggi juga
kaitannya dengan komposisi jenis. terdapat pada tingkat semai 5,27 hal ini
Komposisi Jenis, dapat dilihat bahwa pada terjadi karena vegetasi tingkat semai pada
area yang tersusun oleh lebih banyak jenis area lindung masih ada cahaya yang sampai
didalamnya maka indeks kelantai hutan sehingga pertumbuhan semai
keanekaragamannya semakin tinggi, masih berjalan dengan baik. Pada area
dibuktikan oleh tingginya Indeks degradasi tajuk lebih terbuka sehingga
Keanekaragaman pada area yang masih banyak cahaya yang sampai kelantai hutan
lindung. Dalam keberagaman jenis dalam dan dimanfaatkan untuk pertumbuhan semai
suatu area/komunitas tersebut tersimpan meskipun memiliki jumlah individu yang
kekayaan jenis didalamnya, maka selanjutnya lebih banyak namun pada area degradasi
dilakukan analisis vegetasi dengan Indeks memiliki tingkat kekayaan jenis yang lebih
Kekayaan Jenis. rendah dibandingkan area lindung, hal
tersebut dikarenakan beberapa jenis yang
Indeks Kekayaan Jenis ditemukan pada area lindung tidak ditemukan
Indeks Kekayaan Jenis menurut lagi pada area degradasi. Jenis yang dapat
Margallef (R1), menunjukkan kekayaan jenis tumbuh adalah jenis-jenis yang bisa
146
ZIRAA’AH, Volume 42 Nomor 2, Juni 2017 Halaman 137-149 e - ISSN 2355-3545

beradaftasi atau cocok tumbuh dengan menjadi vegetasi pada tingkat pertumbuhan
lingkungan sekitar hutan tersebut. pendapat selanjutnya karena seleksi alam.
ini sependapat dengan (Konse, 1995 dalam
Ririhena, 2010) menyatakan bahwa suatu Indeks Dominansi
jenis tumbuh dengan baik pada lingkungan Dari Indeks Dominansi diketahui
yang sesuai. tingkat pertumbuhan pohon pada area
lindung dan degradasi memiliki nilai
Indeks Kemerataan Jenis dominansi yang tertinggi diantara tingkat
Indeks Kemerataan (e) jenis. pertumbuhan lainnya. Hal ini disebabkan
Menurut Pielou dan Odum digunakan untuk jumlah jenis lebih sedikit sehingga terjadi
menentukan apakah individu–individu dominansi jenis tertentu. Pada area lindung
terdistribusi secara lebih merata pada jenis- nilai Dominansi terbesar terdapat pada
jenis yang hadir pada suatu tingkat tingkat pertumbuhan pohon dengan Indeks
pertumbuhan. Tingginya nilai (e) ini Dominansi 16,37 artinya nilai dominansi
menandakan bahwa tidak terdapat jenis yang individu lebih terpusatkan pada tingkat
lebih dominan di suatu komunitas, artinya pertumbuhan pohon, jenis Keruing adalah
secara umum dominansi jenis relatif sama, jenis yang paling mendominasi dengan nilai
bila ada yang dominan hanya beberapa jenis dominansi 4,25. Pada area degradasi nilai
saja atau hampir semua jenis tumbuh merata. dominansi yang tertinggi juga terdapat pada
Pada area lindung, tingkat tiang tingkat pertumbuhan pohon dan jenis yang
memiliki nilai yang paling tinggi 0,97 paling mendominasi didalamnya adalah
(Lampiran 9) dibanding tingkat pertumbuhan Meranti putih dengan nilai Dominansi 7,42.
lainya. Karena pada lokasi penelitian vegetasi dapat lihat bahwa dari semua tingkatan
tingkat tiang tersebar secara merata dan pertumbuhan pada kedua area nilai
mengelompok dengan alami menunjukan Dominansi (C) tertinggi terdapat pada tingkat
sifat khas hutan hujan tropis yang alami. Pohon 23,37% dan kedua area didominasi
Pada area degradasi tingkat tiang memiliki oleh jenis dari famili Dipterocarpaceae yaitu
nilai kemerataan tertinggi 0,96 (Lampiran jenis Keruing pada area lindung dan Meranti
22), hal ini antara lain terjadi karena aktifitas putih pada area degradasi.
manusia, tiupan angin yang menyebabkan
penyebaran biji, aktifitas burung dan Indeks Kesamaan Komunitas (IS)
serangga, bahkan oleh hewan lainya seperti Indeks kesamaan komunitas atau
owa-owa, kelelawar dan babi hutan pada Indek of similarity (IS) dan Indeks of
objek penelitian, ketika biji jatuh pada tanah Disimilarity atau indeks kesamaan dan
yang cocok, biji tersebut kemudian indeks ketidak samaan komunitas pada tiap
berkecambah dan tumbuh menjadi semai, petak ukur pada area lindung dan degradasi
namun tidak semuanya bertahan dan hidup pada objek penelitian dapat dilihat dalam
tabel 2.
147
ZIRAA’AH, Volume 42 Nomor 2, Juni 2017 Halaman 137-149 e - ISSN 2355-3545

Tabel 2. Matrik Kesamaan dan Ketidaksamaan Komunitas


ID SEMAI PANCANG TIANG SEMAI PANCANG
TIANG DEGRADASI POHON DEGRADASI
IS LINDUNG
(%)
LINDUNG
(%)
LINDUNG
(%)
POHON LINDUNG DEGRADASI
(%)
DEGRADASI
(%)
(%) (%)

SEMAI LINDUNG 44,78 39,57 49,08 31,97 46,74 54,29 55,84


(%) 0
PANCANG
LINDUNG 55,22 0 27,59 41,59 48,92 28,95 40,67 44,34
(%)

TIANG
LINDUNG 60,43 72,41 0 30,25 43,76 40,32 27,00 48,81
(%)

POHON LINDUNG
(%)
50,92 58,41 69,75 0 44,24 22,93 37,24 28,69
SEMAI
DEGRADASI 68,03 51,08 56,24 55,78 0 44,55 40,80 55,47
(%)

PANCANG
DEGRADASI 53,24 71,05 59,68 77,07 55,55 0 39,91 38,23
(%)

TIANG DEGRADASI
(%)
45,71 59,33 73,00 62,58 59,20 60,09 0 42,56
POHON DEGRADASI
(%) 44,16 55,66 51,19 71,31 44,53 61,77 57,49
0

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa KESIMPULAN


Indeks kesamaan komunitas atau Indeks of
Dari hasil penelitian dan pembahasan,
similarity (IS) berkisar antara 44,16 % s.d.
dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
77,07% artinya area lindung dan degradasi
1) Objek penelitian tersusun oleh beragam
memiliki kesamaan komunitas yang cukup
jenis vegetasi dari berbagai familia.
tinggi dan hanya ada 2 nilai IS yang dibawah
Keanekaragaman vegetasi pada objek
50%. Kesamaan jenis tertinggi ditemukan
penelitian khususnya area lindung
antara tingkat pancang pada area degradasi
tergolong sedang hingga tinggi. Pada
dengan tingkat pohon pada area lindung.
area degradasi Indeks Keanekaragaman
Kesamaan jenis antara area lindung dan
sedang, dan indeks keanekaragaman
degradasi antara lain disebabkan karena
terendah terdapat pada tingkat pohon
kedua area masih dalam suatu lokasi yang
karena sedikitnya jumlah jenis dan
berdekatan dan masih termasuk Kawasan
jumlah pohon.
Lindung Air Terjun Bawin Kameloh.
2) Terdapat kesamaan struktur dan
Sementara pada Indeks
komposisi pada area lindung dan
ketidaksamaan komunitas atau Indeks of
degradasi, kedua area didominasi jenis-
Disimilarity (ID) didapatkan nilai antara
jenis dari familia Dipterocarpaceae,
22,93 s/d. 55,84% nilai ketidaksamaan
namun tingkat dominasinya berdeda-
tertinggi didapatkan antara tingkat pohon
beda. Terdapat kesamaan jenis yang
area degradasi dengan tingkat semai area
tinggi pada area lindung dan degradasi.
lindung, ini terjadi karena pada area
Meskipun telah mengalami penurunan
degradasi kerapatan pohon sangat sedikit
kualitas, area degradasi masih memiliki
yaiti 103 pohon/ha dan 20 jenis didalamnya
kestabilan ekologi yang baik dilihat dari
sedangkan pada area degradasi terdapat 502
masih lengkapnya tingkat pertumbuhan
individu/ha dengan 49 jenis didalamnya. Hal
vegetasi dari semai hingga pohon, dan
ini disebabkan karena terjadi perubahan
tersusun oleh beragam jenis dengan
habitat yang diakibatkan aktivitas masyarakat
tingkat keanekaragaman yang sedang,
dan aktivitas pembangunan, sehingga bagi
maka disimpulkan bahwa terjadi
beberapa jenis vegetasi tidak tumbuh
penurunan mutu/degradasi pada objek,
didaerah tersebut dan adanya upaya
namun fungsi ekologis masih terjaga.
pemulihan dengan upaya penanaman jenis-
jenis lain juga berpengaruh terhadap Indeks
of Disimilarity (ID).
148
ZIRAA’AH, Volume 42 Nomor 2, Juni 2017 Halaman 137-149 e - ISSN 2355-3545

DAFTAR PUSTAKA Nasional Gunung Halimun dan


Pengaruhnya Terhadap Tumbuhan
Badan Perencanaan Pembangunan dan
Bawah. Program Studi Biologi,
Pengembangan Daerah Kabupaten
Fakultas Matematika dan Ilmu
Gunung Mas, 2010, Data Base
Pengetahuan Alam, Program
Kabupaten Gubung Mas 2010, Kuala
Pascasarjana, Universitas Indonesia.
Kurun.
Jakarta.
Badan Perencanaan Pembangunan dan
Ludwig J A and Reynolds J F, 1988.
Pengembangan Daerah Kabupaten
Statistical Ecology, John Wiley &
Gunung Mas, 2004, Rencana Detail
Sons, New York.
Tata Ruang Kota Kuala Kurun Tahun
2004-2009, Kuala Kurun.
Marsono, Dj. 1977. Diskusi Vagetasi dan
Tipe-tipe Vegetasi Tropika. Yayasan
Badan Pusat Statistik Kabupaten Gunung
Pembina Fakultas Kehutanan
Mas, 2010, Gunung Mas Dalam
Universitas Gadjah Mada,
Angka 2010, Kuala Kurun.
Yogyakarta.
Bratawinata, A, 2001. Ekologi Hutan Hujan
Marsono, Dj. Dan Thoyib, 1984. Ekosistem
Tropis dan Metoda Analisis Hutan.
Hutan Hujan Tropika Humida
Departeman Pendidikan Nasional
(Proyek Diklat). Fakultas Kehutanan
Direktorat Jenderal Pendidikan
Universitas Gadjah Mada,
Tinggi Badan Kerjasama Perguruan
Yogyakarta.
Tinggi Indonesia Timur, Makasar.
Marsono, Dj., 1997. Peningkatan
Christopheros, 1993, Analisis Vegetasi Hutan
Produktivitas dan dalam
Rawa Gambut di Hutan Tropika
Pembangunan Hutan Alam
Humida PT. Bintang Cikupa Botani
Berkelanjutan. Pidato pengukuhan
Riau. (Tesis) Program Pascasarjana
Jabatan Guru Besar dalam Ekologi
Universitas Gadjah Mada,
Hutan pada Fakultas Kehutanan
Yogyakarta.
Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Departemen Kehutanan., 1993. Pentunjuk
Teknis Tebang Pilih Tanam
Odum, E. P., 1993. Dasar-Dasar Ekologi.
Indonesia, Pada Hutan Alam
Gadjah Mada University Press,
Daratan, Jakarta.
Yogyakarta.
Greig, S. P. Quantitative Plant Ecology,
Parthomihardjo, T dan Supardiyono., 1993.
Blackwell Scientific Publications,
Penelaahan Ekologi Kawasan Hutan
Oxford. 1983.
Wanduga Dan Jalur Wawena Tengon
(km 65) Jayawijaya, Irian Jaya.
Groombridge, B.ed 1992. Global
Biodiversity status of The Earth’s
Polunin, N., 1990. Pengantar Geografi
Living Resources. Chapman & Hall.
Tumbuhan dan Beberapa Ilmu
London.
Serumpun. Gadjah mada University
Press, Yogyakarta.
Kusumoantono, 1996, Komposisi dan
struktur Komunitas Pohon di
Beberapa Daerah Tepi Taman
149
ZIRAA’AH, Volume 42 Nomor 2, Juni 2017 Halaman 137-149 e - ISSN 2355-3545

Rencana Detail Tata Ruang Kota Kuala Soegianto, A., 1994. Ekologi Kuantitatf:
Kurun Tahun 2004-2009. Metode Analisis Populasi Komunitas.
Usaha Nasional, Surabaya Soekotjo,
Ririhena, M., 2010 Kajian Komposisi dan W. 1975. Silvika. Departemen
Sruktur Tegakan Dalam Penerapan manajemen Hutan Fakultas
Sisitem Silvikultur Intensif, Di Kehutanan IPB. Bogor.
UUPHK/HA PT Sarmiento
Parakantja Timber Kalimantan Soerianegara, I . dan A. Indrawan, 1998.
Tengah (Tesis). Program Magister Ekologi Hutan Indonesia.
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Laboratorium Ekologi Hutan
Lingkungan Universitas Palangka Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Raya, Palangka Raya. Bogor, Bogor.

Samingan, T. (1982) Dendrologi. Gramedia, Sutisna M. 2005. Silvikultur Hutan Alam


Jakarta Indonesia, Direktorat Pembinaan dan
penelitian dan Pengabdian pada
Setiarno, 1998. Studi Keanekaragaman masyarakat, Direktorat Pendidikan
Vegetasi Hutan Rawa Gambut Di Tinggi. Samarinda.
HPH PT. Arjuna Wiwaha
Kalimantan Tengah. (Tesis). Toni, H., 2003. Studi Struktur dan Komposisi
Program Magister Ilmu Kehutanan Vegetasi Bekas Tebangan Areal HPH
Universitas Mulawarman, PT Sarmiento Prakantja Timber
Samarinda. Kalimantan Tengah. (Tesis). Program
Pascasarjana Universitas Gadjah
Shiva, Vandana. 1994. Keragaman Hayati: Mada, Yogyakarta.
Dari Bioimperialisme ke
Biodemokrasi. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.

You might also like