Professional Documents
Culture Documents
26-Article Text-105-1-10-20200729
26-Article Text-105-1-10-20200729
http://ejournal.alkhairat.ac.id/index.php/JKPI
ISSN: 2655-9692
EISN:-
Vol. 01 No. 02, Juli 2020
serabutan agar tetap bertahan hidup di 2. Penge 170 150 170 134 134 Oran Dina
kota. mis g s
Sosia
Hal tersebut mengakibatkan
l
banyaknya gepeng yang kita jumpai di
berbagai tempat, di jalan raya juga Sumber: www.bappeda.jogjaprov.go.id
ditempat-tempat umum lainnya,
gelandangan dan pengemis merupakan Berdasarkan tabel 1 secara
fenomena yang menjadi masalah sosial keseluruhan dapat disimpulkan bahwa
yang kerap mendatangkan kerugian bagi gelandangan di Yogyakarta mengalami
individu, kelompok, bahkan masyarakat kenaikan lebih dari 100%, sedangkan
luas.(Sari, 2017). Beberapa kerugian pengemis mengalami penurunan
yang ditimbulkan oleh gelandangan dan sebanyak 7,8%. Ada banyak faktor yang
pengemis diantaranya terganggunya menyebabkan jumlah gelandangan dan
kenyamanan dan keamanan masyarakat pengemis bisa setinggi itu, diantaranya
karena kebiasaan mereka yang sering dari perekonomian di desa dianggap
kali menggunakan tempat-tempat kurang mencukupi dan sulitnya
umum sebagai tempat tinggal, tempat kehidupan di pedesaan sebagai akibat
istirahat sekaligus tempat mencari uang laju pertumbuhan penduduk dan tanah
dengan meminta-minta sehingga garapan yang semakin hari semakin
menghasilkan sebuah pemandangan berkurang. Sementara masyarakat desa
yang tidak nyaman. pada umumnya adalah petani, yang
Permasalahan gelandangan dan sebagian besar merupakan petani
pengemis dirasakan pula di Daerah penggarap dan ekonominya di bawah
Istimewa Yogyakarta yang merupakan rata-rata. Sehingga mereka mencari
daerah destinasi pelajar sebagai kota tempat penghidupan lain yang mereka
pendidikan serta destinasi wisata harapkan dapat memberikan masa
dengan segala pesona alam dan kearifan depan yang lebih baik, dengan cara
lokal yang ada. Gelandangan dan merantau ke kota.
pengemis tersebut dapat dengan mudah Terdapat juga akibat ketidak-
ditemukan di tempat umum seperti mampuan dalam menyesuaikan diri
dengan tuntutan pekerjaan di kota-kota jejaring kerja pada setiap tahap kegiatan
besar terutama di sektor formal, terlebih belum dimanfaatkan secara maksimal.
lagi lapangan pekerjaan yang minim Berbicara tentang tahapan
membuat persaingan semakin ketat kegiatan, Sutiya (2017) menjelaskan
maka mereka menerima pekerjaan tahap-tahap dalam pemberdayaan
apapun tanpa memandang jumlah upah gelandangan dan pengemis, hasil
yang diperoleh, hanya sekedar untuk penelitiannya menunjukkan bahwa
mempertahankan hidupnya. Akibatnya mekanisme pemberdayaan meliputi
mereka terpaksa tinggal di kolong tahap penerimaan, proses penyadaran,
jembatan, pinggiran rel kereta api, proses peningkatan pengetahuan dan
bantaran sungai bahkan di kaki lima keterampilan, serta tindak lanjut. Dan
pertokoan dan sebagainya, karena tidak juga telah diungkapkan oleh Putro &
mampu menyediakan tempat tinggal Sutarto (2015) dalam artikelnya
bagi keluarganya. (Murni, 2016). Pembinaan Pengemis, Gelandangan,
Selain dari menerima pekerjaan Orang Terlantar (PGOT) di Balai
apapun seperti yang dijelaskan diatas, Rehabilitasi Sosial “Samekto Karti
Ahmad (2010) dalam penelitiannya yang Balas” Pemalang, hasil penelitiannya
dilakukan di Pekalongan menjelaskan menunjukkan bahwa pada umumnya
bahwa ada beberapa strategi gepeng pembinaan PGOT ada beberapa tahap
dalam melangsungkan hidupnya, yakni yaitu pendekatan awal, pengungkapan
mengemis dengan menggunakan dan pemahaman masalah, perencanaan
berbagai model, mulai dari program layanan, pelaksanaan
mengamankan wilayah operasi, pelayanan, dan pasca pelayanan.
meningkatkan strategi dan teknik Berbagai hal telah dilakukan oleh
mempengaruhi orang lain agar hatinya masyarakat yang peduli dengan
tersentuh dengan cara baju compang- kehadiran gelandangan dan pengemis di
camping, menggunakan tongkat, tengah-tengah keramaian kota
menggendong anak, dan lain-lain. Selain khususnya balai rehabilitasi sosial di
mengemis, mereka juga terus berbagai kota. Namun semakin
menyalakan api pengharapan. Bahwa maraknya gelandangan di daerah
masih ada asa untuk memperbaiki nasib Yogyakarta, memberikan PR (pekerjaan
dan mengubah generasi menjadi lebih rumah) bagi pemerintah kota untuk
baik. memberikan penanganan yang sesuai.
Jejaring kerja pun memiliki peran Salah satu lembaga yang berperan
dalam membantu keberlangsungan dalam menangani kasus gepeng adalah
kehidupan gepeng terutama Balai Rehabilitasi Bina Karya Dan
penyandangan disabilitas, Murni (2017) Laras (BRSBKL) Yogyakarta. Ada
dalam penelitiannya menjelaskan bahwa beberapa program yang diberikan oleh
jejaring kerja dapat membantu balai salah satunya adalah praktik
mengoptimalkan pelaksanaan pelayanan konseling pada gepeng yang baru masuk
dan rehabilitasi yang diberikan PSBKPL balai rehabilitasi. Pada penelitian
(Panti Sosial Bina karya Pangudi Luhur) terdahulu yang telah dilakukan,
Bekasi kepada warga binaan sosial penelitian terkait pemberian konseling
yakni para penyandang disabilitas tubuh pada gepeng masih sangat langka,
yang dilakukan oleh pekerja sosial dan sehingga penulis tertarik untuk meneliti
tenaga profesional, namun peran peran konseling logoterapi pada gepeng
dalam lagi mengenai bagaimana peran Bina Karya berlokasi di Sidomulyo yang
logoterapi dalam membantu berfokus pada penanganan gelandangan
gelandangan dan pengemis untuk dan pengemis, sedangkan unit Bina
mengintrospeksi diri dengan Laras berlokasi di Purwomartani
menggunakan komunikasi Kalasan yang berfokus pada
transendental. penanganan eks psikotik.
Tujuan rehabilitasi sosial yang
METODE PENELITIAN dilaksanakan di BRSBKL Yogyakarta
bagi gelandangan dan pengemis adalah
Penelitian ini menggunakan jenis
untuk memberikan bimbingan fisik,
penelitian kualitatif dengan pendekatan
mental, sosial dan ketrampilan sebagai
fenomenologi yang bersifat deskriptif.
bekal kemandirian.Semua kegiatan
Creswell (2018) menjelakan Tujuan
pemberdayaan di BRSBKL berjalan
utama dari fenomenologi adalah untuk
bersamaan tanpa adanya sebuah proses
mereduksi pengalaman individu pada
yang sistematis. Hal tersebut
fenomena menjadi deskripsi tentang
dikarenakan masuknya warga binaan
esensi atau intisari universal. Penelitian
tidak bersamaan sehingga jika proses
dilakukan di Balai Rehabilitasi Sosial
pemberdayaan berjalan secara bertahap
Bina Karya dan Laras (BSNKBL)
maka warga binaan yang baru masuk
Yogyakarta dengan informan dalam
tidak dapat mengikuti satu atau lebih
penelitan ini adalah mahasiswa magang
kegiatan dalam rangka memberdayakan
UIN Sunan Kalijaga sebagai konselor,
mereka.
gepeng sebagai klien dan peksos sebagai
2. Mekanisme Pemberdayaan
pamong yang memberikan arahan
Gelandangan Dan Pengemis
sekaligus pengawasan dalam praktik
Mekanisme pemberdayaan
konseling. Teknik pengumpulan data
gelandangan dan pengemis meliputi
pada penelitian ini menggunakan teknik
empat tahapan. Pertama, tahap
observasi dan wawancara
penerimaaan gelandangan dan pengemis
semiterstruktur.
menjadi warga binaan di Balai RSBKL
terdapat dua jalur. Jalur pertama yaitu
HASIL PENELITIAN
hasil rujukan dari penampungan
Gambaran Umum Balai Rehabilitasi sementara di Sewon, Bantul, dan hasil
Sosial Bina Karya dan Laras Yogyakarta dari razia yang dilakukan oleh satpol
1. Kelembagaan PP. Jalur kedua yaitu penyerahan diri
Tahun 2002 saat terjadi secara langsung ke Balai RSBKL.
penghapusan Departemen Sosial maka Kedua, tahap penyadaran dilakukan
PSBK menjadi UPTD dari Dinas melalui bimbingan agama, budi pekerti,
Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial, kedisiplinan serta bimbingan dari
dan tahun 2003 pelayanan PSBK mulai koramil. Upaya penyadaran bertujuan
menjangkau eks penderita sakit jiwa untuk menciptakan kondisi warga
terlantar. Tahun 2004 PSBK berubah binaan bisa lebih peka terhadap
nama menjadi Balai Rehabilitasi Sosial keadaannya saat ini. Ketiga, tahap
Bina Karya dan Laras (BRSBKL) peningkatan pengetahuan dan
Yogyakarta. Kemudian pada tahun 2017 keterampilan terwujud dalam bentuk
BRSBKL memisahkan unit Bina Karya bimbingan keterampilan yang di
dan Bina Laras menjadi dua lokasi. Unit dalamnya terdapat pemberian