Professional Documents
Culture Documents
Meninjau Kembali Teorisasi Mengenai Desentralisasi, Community Driven Development, Dan Kapitalisasi Agraria
Meninjau Kembali Teorisasi Mengenai Desentralisasi, Community Driven Development, Dan Kapitalisasi Agraria
Meninjau Kembali Teorisasi Mengenai Desentralisasi, Community Driven Development, Dan Kapitalisasi Agraria
213
ISSN 2580-2151 (Online)
Abstract: The article shows a theoretical debate on the consequence of decentralization policy and Community
Driven Development (CDD) especially in relation to the way capitalism develop. The decentralization
policy reshapes local government bureaucracy more responsive and accountable toward people’s needs,
and the CDD facilitate rural and urban communities to manage collectively efforts to eradicating their
poverty condition. Both are promoted by neo-institutionalist thinking in the World Bank and Civil Society
within the same interlocking direction. Furthermore, I explicate critiques toward theory and practice of
decentralization policy and CDD, launched by Vedi Hadiz, Toby Carroll, Tania Li, and Frederich Rawski. I
connect those with the theorization of the ways capitalism develop as articulated by Paul Cammack, Michael
Perelman, Massimo de Angelis and David Harvey. I argue that the presence of space of struggle, contestation
and negotiation open the possibility for multiple forces to participate, or refuse to participate, to reshape the
practice of decentralization and CDD, and furthermore the forces dialectically are reshaped because of their
struggle, contestation and negotiation.
Intisari: Artikel ini mengemukakan debat teori dari konsekuensi kebijakan desentralasi dan Pembangunan
Berbasis Masyarakat (CDD) terutama dalam hubungannya dengan bagaimana kapitalisme berkembang.
Kebijakan desentralisasi telah membentuk pemerintah lokal menjadi lebih responsif dan akuntabel terhadap
kebutuhan masyarakat, dan CDD telah memfasilitasi komunitas perkotaan maupun perdesaan untuk secara
kolektif berusaha mengatasi kondisi kemiskinannya. Selanjutnya, penulis mengutarakan kritik terhadap
teori dan praktik kebijakan desentralisasi dan CDD, yang dikemukakan oleh Vedi Hadiz, Toby Carroll, Tania
Li dan Frederich Rawski. Penulis juga menghubungkan teori tersebut dengan teorisasi tentang bagaimana
kapitalisme berkembang seperti yang dikemukakan oleh Paul Cammack, Michael Perelman, Massimo de
Angelis dan David Harvey. Penulis berpendapat bahwa keberadaan ruang pertarungan, kontestasi dan
negosiasi membuka kemungkinan untuk berbagai kekuatan untuk berpartisipasi, atau menolak untuk
berpartisipasi, untuk membentuk kembali praktik desentralisasi dan CDD, dan selanjutnya kekuatan
dialektika dibentuk kembali karena usaha, kontestasi dan negosiasi mereka.
Kata Kunci: Desentralisasi, Community Driven Development (CDD), kapitalisme, ruang-ruang pertarungan
dan perundingan, gerakan sosia.
Naskah Diterima: 20 Maret 2018 Direview: 13 April 2018 Disetujui: 08 Mei 2018
2 Bhumi Vol. 4 No. 1, Mei 2018
pinjaman Bank Dunia untuk proyek tersebut membuat rekening bank sendiri dan dapat
telah melonjak dari 325 juta dolar AS di tahun menarik uang secara langsung dari sebuah
1996 menjadi 2 milyar dolar di tahun 2003 – bank. Mereka akan menerima uang proyek kira-
atau jika turut disertakan dengan pinjaman kira paling lambat tiga bulan setelah perjanjian
untuk menyiapkan kondisi yang layak bagi kontrak ditandatangani di forum perencanaan
keberlangsungan proyek tersebut pinjaman pembangunan di tingkat kecamatan.
itu mencapai 3 Miliar dollar di tahun 1996, Di tahun 2007, pemerintah Indonesia
meningkat menjadi 7 Milyar dollar di tahun telah meningkatkan skala proyek-proyek CDD
2003 (Mansuri and Rao 2004:2). Saat itu, ini menjadi suatu program nasional bernama
proyek-proyek CDD di Indonesia merupakan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
sebuah pinjaman pembangunan Bank Dunia Mandiri (PNPM Mandiri), sebagai andalan
yang paling besar, paling penting dan paling untuk pengentasan kemiskinan, dengan
utama. jangkauan 2.827 kecamatan dengan alokasi
Di Indonesia, proyek CDD yang terbesar anggaran sekitar Rp. 3,6 trilyun. Pada tahun
adalah Program Pengembangan Kecamatan 2008, jumlah kecamatan yang dijangkau
(PPK). Cakupan wilayah PPK membengkak, ditargetkan akan menjadi 3.999 kecamatan
meluas dari sebuah pelaksanaan percontohan dengan anggaran yang disediakan sekitar
kecil di 25 desa pada tahun 1997; kemudian 13 trilyun. Sedangkan pada tahun 2009
tahun 2003 menjadi lebih dari 28.000 desa diagendakan seluruh kecamatan di Indonesia
(Guggenheim, Wiranto, Prasta, and Wong yang berjumlah sekitar 5.263 kecamatan akan
2004). Program ini terutama menyediakan mendapat PNPM Mandiri. Besarnya bantuan
mekanisme jalan baru bagi masyarakat langsung jika pada tahun 2007 antara Rp
untuk dapat mengakses dana pembangunan 750 juta s/d Rp 1,5 milyar per kecamatan,
secara langsung. Tidak seperti proyek-proyek maka pada tahun 2008 besarnya bantuan
Bank Dunia sebelumnya yang menempatkan per kecamatan sudah ada yang mencapai Rp
pemerintah Indonesia sebagai pemilik 3 milyar (Menko Kesra 2008). Hingga akhir
proyek dan rakyat didudukkan sebagai masa kepemimpinan SBY-Boediono pada
penerima manfaat, dalam CDD kelompok- 2014, secara total Program Pengembangan
kelompok masyarakatlah yang memiliki Kecamatan dan bentuk barunya, yakni PNPM
proyek itu. Dengan bantuan fasilitator, Mandiri Perdesaan, telah mengalokasikan dana
satu kelompok masyarakat memprakarsai, Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) sebesar
merencanakan proyek dan menyampaikannya Rp 74,46 triliun. Sedangkan dana Bantuan
pada forum antar desa di kecamatan. Pada langsung Masyarakat (BLM) dari Proyek
setiap forum terjadi diskusi tentang alasan Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan
pentingnya, pengelolaannya, dan kapasitas (P2KP) dan bentuk barunya bernama PNPM
menjalankannya. Juga ada penilaian keuangan Mandiri Perkotaan tahun 2008-2013 sebesar
dan ahli teknik lokal (antara lain seorang Rp 9,124 triliun dan pada 2014 dana yang
insinyur di kabupaten) yang kemudian akan dialokasikan sebesar Rp 1,380 triliun.
membuat daftar urutan proyek-proyek yang Oleh perancangnya, proyek-proyek
akan didanai. Karena jumlah alokasi uang CDD ini diklaim telah berhasil menata-
bagi setiap kecamatan relatif tetap, maka ulang kepemerintahan lokal Indonesia.
terbentuklah kompetisi antar proposal. Bagi Demikian pula pemerintah Indonesia secara
yang mendapatkan proyek, kelompok itu resmi mengklaim bahwa PNPM Mandiri dan
4 Bhumi Vol. 4 No. 1, Mei 2018
pendahulunya “telah menghasilkan berbagai baik yang berasal dari kekuatan dari pihak
dampak positif terhadap peningkatan masyarakat politik, pengusaha kapitalistik,
kapasitas, kesejahteraan, dan kemandirian organisasi masyarakat sipil maupun gerakan
masyarakat” (Tim PNPM 2014). Pada tahun sosial––dapat aktif terlibat, atau juga dapat
2004, berdasarkan implementasi dan hasil- menolak, atau tidak memiliki kapasitas untuk
hasil proyek, program-program CDD mampu terlibat, membentuk, mengisi ruang-ruang
meningkatkan kualitas kerangka kerja itu, serta untuk selanjutnya secara dialektis
desentralisasi dengan cara: dibentuk kembali oleh arah, dinamika dan
a. Lebih mendorong partisipasi warga negara, hasil pertarungan dan perundingan beragam
suara, dan akuntabilitas pemerintahan kekuatan-kekuatan tersebut.
lokal; Penulis berusaha meninjau kembali
b. Menyediakan cara yang efektif untuk debat teoritik mengenai tersedianya ruang-
menyampaikan pelayanan-pelayanan ruang pertarungan dan perundingan baru
yang amat dibutuhkan dalam konteks dan berbagai kekuatan sosial yang bekerja
desentralisasi dengan biaya yang lebih di dalamnya, dengan meletakkannya dalam
efektif dan waktu yang lebih efisien; serta konteks pembangunan kapitalisme. Dalam
c. Secara langsung menginformasikan dan hal ini penulis mengerjakan kembali alat kerja
membentuk aturan-aturan desentralisasi analitik yang dikembangkan oleh Gillian Hart
(Wong dan Guggenheim 2005:254). (2002), khususnya mengenai pembedaan
antara Pembangunan (dengan huruf “P”
Telah jelas adanya agenda yang eksplisit besar) sebagai “suatu proyek intervensi paska-
dari kebijakan desentralisasi Indonesia yang perang dunia kedua terhadap negara-negara
berorientasi pada transformasi dari birokrasi ‘dunia ketiga’ yang berkembang dalam konteks
pemerintah yang sentralistik, birokratis, dekolonisasi dan perang dingin (cold war)”,
otoriter, pemburu rente dan juga represif beralih dan pembangunan (dengan “p” kecil) yang
menjadi pemerintah yang lebih responsif “merupakan pembangunan kapitalisme sebagai
dan bertanggungjawab. Telah jelas pula suatu rangkai-proses sejarah yang dipenuhi
agenda proyek-proyek CDD yang menempa dengan beragam kontradiksi dan secara geografis
komunitas-komunitas pedesaan dan perkotaan tidak sama antara satu lokasi dengan lokasi
mengembangkan prinsip-prinsip ‘mengatur lainnya” (Hart 2001: 650). Dengan demikian,
diri sendiri’. Keduanya, birokrasi pemerintahan saya menempatkan kebijakan desentralisasi dan
daerah dan komunitas-komunitas itu, terus proyek-proyek CDD bukanlah khas Indonesia,
dipermak menjadi agen-agen aktif penyokong melainkan suatu bentuk kontemporer dari
apa yang dikenal dengan istilah “tata Pembangunan saat ini.
pemerintahan yang baik” (good governance).
Seperti nanti akan ditunjukkan dalam artikel B. Argumen Bank Dunia
ini, keduanya merupakan neoliberal subject Dimulai sejak awal abad 21, Bank
yang dibutuhkan bagi pembangunan kapitalis Dunia telah banyak sekali mengubah
yang lebih luas. Artikel ini bermuara pada suatu pendekatan pembangunan dari Structural
kesimpulan tentatif mengenai tersedianya Adjustment (Penyesuaian Struktural) menjadi
berbagai arena pertarungan dan perundingan Comprehensive Development Framework
(spaces of contestation and negotiation) (Kerangka Pembangunan Komprehensif).
baru dimana berbagai kekuatan sosial–– Meski diluncurkan di tahun 1999, CDF
Noer Fauzi Rachman, Meninjau Kembali Teorisasi Mengenai ... 1-24 5
bukanlah hal baru. Yang baru adalah kombinasi karya-karya Michael Goldman (2005a, 2005b),
seluruh komponen-komponen menjadi Penny Griffin (2006), David Craigh dan Doug
sebuah kerangka untuk mengarahkan bantuan Porter (2006) yang memberi penjelasan
pembangunan, yakni: penting tentang cara bagaimana Bank Dunia
a) Hambatan-hambatan pembangunan menjalani rute-rute tertentu, menggunakan
itu bersifat sosial dan struktural, dan mengubah paradigma pembangunannya
yang tidak bisa hanya diatasi semata- dari waktu ke waktu hingga pada giliriannya
mata melalui stabilitas ekonomi dan sampai pada yang disebut sebagai Post-
kebijakan penyesuaian kebijakan belaka. Washington Consensus.1
Pembangunan membutuhkan visi Sekelompok ekonom makro di Bank Dunia
kebutuhan dan solusi yang holistik dan mengerangkakan desentralisasi dalam konteks
berjangka panjang. Comprehensive Development Framework itu
b) Reformasi kebijakan dan pelembagaan dengan menggunakan teori Rational Choice,
pembangunan tidak bisa diimport atau dan memperlakukan pemerintah lokal bersifat
dipaksakan; tanpa kepemilikan domestik, fungsional terhadap ruang ekonomi lokal
reformasi dan investasi tidak akan dengan cara mengefisienkan pelayanan pada
bertahan lama. masyarakat. Mereka menetapkan bahwa
c) Keberhasilan pembangunan mensyaratkan desentralisasi sekedar memfasilitasi efisiensi
kemitraan antara pemerintah, masyarakat ekonomi-ekonomi lokal ini. Mereka sangat
lokal, sektor swasta, masyarakat sipil serta menyadari bahwa kebijakan-kebijakan
pelaku-pelaku pembangunan lainnya; dan desentralisasi tidak selalu mencapai tujuan
d) Aktivitas-aktivitas pembangunan harus untuk menjadikan pemerintah lokal lebih
diarahkan dan dinilai berdasarkan hasil resposif dan bertanggungjawab, terutama
yang telah dicapai sebelumnya. karena lemahnya rancangan, korupsi
Perubahan ini dipahami dapat sebagai dan pembajakan oleh elit (elite capture).
respon Bank Dunia terhadap pengalaman Berdasarkan studi empiris komparatif, mereka
negatif kegagalan resep kebijakan mereka, ter berteori bahwa mendekatkan pemerintah pada
lihat nyata setelah krisis keuangan Asia-Timur warga negara serta memberikan kesempatan
(Pender 2001). Juga sebagai suatu konsekuensi partisipasi warga negara dalam pengambilan
dari “paradigma baru pembangunan” yang keputusan niscaya akan menciptakan kondisi
meletakan “pembangunan sosial” sepenting dimana desentralisasi akan mampu memenuhi
“pembangunan ekonomi” (Stiglitz 2002). janji-janjinya (Crook and Manor 2000; Manor
Akan tetapi, mengapa perubahan ini terjadi 1999; World-Bank 2001).
tepat saat hadirnya demokrasi liberal pasca
kejatuhan rejim otoriter-sentralis, seiring C. Argumen Hans Antlov
dengan semakin meluasnya kemiskinan, Aliran pemikiran lain yang harus menjadi
semakin terkonsentrasinya kekayaan pada pertimbangan di seputar perdebatan mengenai
perusahaan transnasional, menjamur dan
besarnya peran LSM dalam pembangunan
lokal, dan saat gerakan protes mendunia 1 Carroll (2005) telah menganalisis secara
mendalam Post-Washington Consensus yang
menentang institusi dan juga kebijakan memberi tempat besar bagi pembasisan teori-
neoliberal? Untuk mendapat jawaban yang teori social capital lyang mendasari proyek-
proyek CDD, dan teori-teori rational choice
lebih memuaskan kita bisa merujuk pada
yang mendasari kebijakan desentralisasi.
6 Bhumi Vol. 4 No. 1, Mei 2018
desentralisasi di Indonesia dikemukakan oleh dan devolusi kekuasaan dari pusat ke tingkat
sekelompok sarjana peneliti maupun aktivis lokal, dan sejumlah kewenangan, kebijakan, dan
terpelajar yang bekerja pada sektor yang pengaturan dialihkan ke badan-badan lokal yang
disebut sebagai “masyarakat sipil”. Analisis bertanggungjawab dan mampu mendekatkan
yang paling berpengaruh ditulis oleh Hans jarak proses-proses kebijakan, pelaksanaan
Antlov.2 Antlov mengamati masalah utama di regulasi, penyelenggaraan program, dan layanan
Indonesia bukan terletak pada tidak adanya birokrasi kepada rakyat (Antlov 2004).
pemerintah yang efektif (ia merujuk pada
negara-negara Afrika dan Eropa Timur), bukan D. Kritik Vedi Hadiz dan Toby Carroll
pula pemerintah kurang dekat dengan rakyat Saya menempatkan karya-karya Vedi
(ia merujuk pada Asia Timur). Sebaliknya, Hadiz yang menganut perspektif Structural
ia menegaskan bahwa di bawah Orde Baru, Marxist dalam perbincangan dengan karya-
pemerintah terlalu dekat dengan rakyat dan karya kaum neo-institusionalis seperti
terlalu efektif, mengintervensi seluruh aspek direpresentasikan oleh Bank Dunia (Hadiz
kehidupan publik dan pribadi. Tantangan 2004a; Hadiz 2004b). Hadiz3 menempatkan
masyarakat Indonesia adalah mereformasi konsekuensi desentralisasi sebagai pokok
lembaga-lembaga yang ada, bukan membuat perdebatannya dengan “literatur-literatur
institusi-institusi baru. Agendanya secara neo-institusionalis”, yang merupakan aliran
khusus adalah mendemokratiskan lembaga- pemikiran sejumlah besar orang dalam
lembaga negara sehingga rakyat bisa percaya organisasi-organisasi pembangunan seperti
mereka (Antlov 2004). Bank Dunia dan badan dana bantuan Amerika
Ia mengibaratkan roti sandwich bahwa ada Serikat, USAID” (Hadiz 2004a: 698).4
dua jenis kekuatan pembentuk pemerintahan
lokal saat itu: proses desentralisasi dari pusat
ke daerah (top-down) dan proses partisipasi 3 Vedi Hadiz saat ini adalah professor di Asian
warga negara dari masyarakat ke pusat (bottom- Studies, Asia Institute, the University of
Melbourne. Sebelumnya, dia mendapat PhD
up). Diharapkan proses ini akan “bertemu dari Murdock University, Australia, dibawah
di pertengahan” dan mampu membentuk bimbingan langsung Richard Robinson.
kontrak sosial baru serta membangun 4 Mohan dan Stokke (2000) menjuluki
pandangan-pandangan neo-institutionalist
kepercayaaan pemerintah lokal yang vital bagi ini sebagai ‘revisionist neo-liberalism’, yang
keberlangsungan Indonesia. Demokratisasi di pada pokoknya berposisi menganjurkan
suatu strategi ‘top-down’ untuk reformasi
tingkat nasional tidak akan bertahan lama tanpa
kelembagaan dalam arti bahwa badan-badan
memahami kebutuhan khusus masyarakat pemerintahan dan NGO-NGO mengusahakan
di tingkat lokal. Pertumbuhan ekonomi yang kelembagaan-kelembagaan yang ada lebih
efisien dan mengikutkan kelompok-kelompok
lebih berkelanjutan seiring dengan stabilitas sasaran tertentu dalam proses pembangunan.
politik hanya dapat terpenuhi melalui sebuah Konseptualisasi partisipasi dan pemberdayaan
model demikian ini didasarkan pada model
proses penguatan masyarakat dengan seksama tatanan kekuasaan yang seimbang. Kekuasaan
melekat di dalam anggota-anggota individual
suatu komunitas dan dapat meningkat seiring
dengan keberhasilan dalam pencapaian
2 Ia adalah mantan Pimpinan Program Ford tujuan-tujuan individual dan kolektif. Hal
Foundation untuk tata pemerintahan dan ini menunjukkan bahwa pemberdayaan dari
masyarakat sipil, dan sekarang ia bekerja kaum yang tak berdaya dapat dicapai melalui
sebagai penasihat tata pemerintahan di USAID tatanan sosial yang ada tanpa akibat negatif
bagian program pendukung tata pemerintahan apapun terhadap kekuasaan pihak yang
lokal di Indonesia. berkuasa” (hlm. 249).
Noer Fauzi Rachman, Meninjau Kembali Teorisasi Mengenai ... 1-24 7
David Harvey (Harvey 2003, 2004 2005; 2006c). menganggap bahwa cara Marx merumuskan
Tiga pemikir ini berangkat dari semacam akumulasi primitif sebagai kenyataan masa
kesepakatan dari beberapa hal berikut: lampau sungguh dapat dimengerti, karena
a) Analisis Marx pada Capital vol 1, Bagian “Marx mengabdikan keterangannya mengenai
VIII yang membahas fenomena historis akumulasi primitif sebagai kritik yang
di Inggris selama periode transisi agraria meyakinkan terhadap kapitalisme, yakni sekali
menuju kapitalisme. Marx, mengutip kapitalisme memegang kendali, kaum kapitalis
karya Adam Smith mengenai previous belajar bahwa tekanan-tekanan pasar sungguh
accumulation dan menggunakannya lebih efektif dalam mengeksploitasi tenaga
untuk menganalisis proses pembentukan kerja ketimbang tindakan brutal akumulasi
modal untuk pertama kalinya. Para primitive” (Perelman 2000: 30). Perelman juga
sarjana umumnya mengutip kalimat Marx yang memecahkan misteri “primitif” dalam
yang paling terkenal “akumulasi primitif “akumulasi primitif”. Seperti yang secara tegas
berperan dalam ekonomi politik kira-kira tercantum dalam tulisan Marx, kata primitif
sama seperti dosa asal pada teologi”; “tidak berasal dari istilah Adam Smith: previous
lain dari pada proses sejarah pemisahan accumulation. Dalam karyanya, Perelman
produsen dari alat produksinya”; “ketika menunjukkan kalimat lengkap dimana Marx
sejumlah besar orang tiba-tiba dipisahkan mengambil dari Adam Smith, yakni “the
secara paksa dari caranya melanjutkan accumulation of stock must, in the nature of
hidup, dan terlempar menjadi proletariat things, be previous to the division of labour”.
bebas dan ‘bergantung melulu’ pada Marx yang menulis dalam bahasa Jerman
pasar tenaga kerja”; “perampasan tanah menerjemahkan kata ‘previous’ dari karya
dari para produser pertanian, dari para Adam Smith menjadi “ursprunglich”, dimana
petani, adalah fondasi dari seluruh proses penerjemah bahasa Inggris Marx kemudian
(pembentukan kapitalisme); “sebuah menerjemahkannya menjadi “primitive”
sejarah yang musti ditulis dalam almanak (Perelman 2000: 25).
manusia dengan tinta darah dan api.” Sumbangsih yang lebih besar dari karya
b) Yang disebut “akumulasi primitif” Perelman itu adalah secara lugas mengungkap
bukanlah fenomena sejarah yang hanya hal yang ia sebut sebagai “siasat terselubung”
terjadi sekali saja, melainkan transformasi (dark design) dari karya ekonom politik klasik
itu adalah proses yang berjalan seperti Adam Smith, David Ricardo, Sir James
terus menerus (on-going processes). Stuart dan berbagai pemikiran lain yang kurang
Keberadaannya selalu menjadi ada dan seterkenal mereka. Perelman menegaskan
penting dalam perkembangan kapitalisme. bahwa mereka:
Maka, ada soal besar dalam teorisasinya “mengaburkan peran akumulasi
mengapa kaum Marxist cenderung primitif dalam karya teoritis mereka.
menafsirkan akumulasi primitif bukan Namun ... ketika kita merujuk pada
sebagai fenomena yang berlangsung terus- surat, catatan harian, dan berbagai
menerus. rekomendasi kebijakan mereka, arti
penting akumulasi primitif menjadi
jauh lebih jelas... Para penulis tersebut
Michael Perelman bertanya mengapa
sepertinya dengan sengaja telah sejauh
Marx tidak lebih lugas mengemukakan sifat mungkin mengaburkan makna, supaya
keberlangsungan akumulasi primitif? Ia makna tersebut tidak melemahkan
Noer Fauzi Rachman, Meninjau Kembali Teorisasi Mengenai ... 1-24 11
dari akumulasi yang (dalam bahasa ekonomi) sarjana-sarjana Marxian tersebut yang tidak
dikenal sebagai ”negative externalities”, yang memandang serius cara bagaimana hal-hal di
tak dikalkulasi dalam harga pasar dari barang- luar modal itu dihasilkan secara terus menerus
barang yang dihasilkan, karena biaya-biaya melalui perjuangan yang berkelanjutan. Ia
yang dikeluarkan oleh para penghasil barang mengenali adanya tiga dimensi penting dari
itu memang berada di luar perusahaan yang perjuangan berkelanjutan ini: (a) watak
memiliki barang itu (de Angelis 2004:77-78). komunitariannya; (b) proses artikulasinya; dan
Jika modal dipahami sebagai sebuah (c) pada sifat dan keefektifan tantangannya
enclosing social force, kekuatan sosial yang terhadap modal.
senantiasa melakukan enclosure, bagaimana Tokoh lain yang mengerjakan kembali
de Angelis menteorisasi sesuatu ”yang berada konsep akumulasi primitif ini adalah geografer
di luar modal itu”? Ia memikirkan pertanyaan ternama, David Harvey. Apa yang dikemukakan
itu secara serius, bukan sekedar pertanyaan Harvey mengenai accumulation by disposession
analitis, tapi juga pertanyaan politis. Ia harus dilihat sebagai sebuah tema baru yang
menegaskan posisinya bahwa muncul dari upayanya selama hampir tiga
”apa yang berada di luar modal adalah dekade tanpa henti menunjukkan betapa
suatu proses untuk menjadi yang pentingnya geography dalam analisa Marxian,
lain, yang bukan modal, dan dengan yang kemudian usahanya ini dikenal dengan
demikian menghadirkan dirinya nama historical geographical materialism,
sebagai suatu halang-rintang terhadap suatu upaya sungguh-sungguh membawa
proses akumulasi tanpa batas dan,
ruang (space) sebagai kata kuncinya (Harvey
sejak mula, proses enclosure, harus
2006b). Usaha yang pada mulanya dirintis
menghadapi … berbagai bentuk
perlawanan konkrit serta berbagai oleh Henry Lefebrve, seorang filsuf Marxian
sikap manusia yang menyertainya. dari Perancis, yang dalam karya klasiknya The
Dan jelaslah, bahwa, munculnya Production of Space (1974/1991) dengan brilian
berbagai hal di luar modal ini tidak menunjukkan secara eksplisit mengusulkan
menjamin kepastian keberlangsungan suatu kosa kata “ruang” dan ”produksi ruang”
dan reproduksi modal dengan
ke dalam ilmu-ilmu sosial dan humaniora.
sendirinya” (De Angelis 2007:229).
Di sini kita akan mengedepankan
Kemudian, uraiannya sampai pada sumbangsih pemikiran Harvey sebagai tafsir
perbandingan dan kritik yang sungguh kontemporer atas akumulasi primitif, yang
penting dan menarik terhadap cara bagaimana dia jabarkan berangkat dari elaborasinya
kaum Marxist menempatkan “hal-hal di luar mengenai capital overaccumulation dan
modal dalam konteks kehadiran maupun tenaga kerja. Overaccumulation terjadi pada
ketidakhadirannya sebagai suatu fungsi saat surplus modal (terlihat saat komoditas-
dari sesuatu yang terbentuk secara ex-ante komoditas berlimpah di pasar sehingga
dan dalam hal ini akan sampai juga pada tidak dapat terjual tanpa rugi, saat kapasitas
posisi akhirnya dalam proses perkembangan produktif ideal dan/atau ketika surplus modal
kapitalisme (Wolpe, Hart dan Negri), atau uang kekurangan saluran untuk investasi
hal ini dalam proses menuju kematiannya produktif dan menguntungkan), dan surplus
melalui accumulation by dissposessions yang buruh (pengangguran meningkat) tidak lagi
berlangsung terus (Harvey)” (de Angelis dapat diinvestasikan kembali pada tingkatan
2007:232). Ia melontarkan kritik pada keuntungan rata-rata pada wilayah atau tempat
Noer Fauzi Rachman, Meninjau Kembali Teorisasi Mengenai ... 1-24 13
dipandang melulu sebagai suatu cara dari untuk menggunakan kekuasaannya demi
akumulasi modal. De Angelis menunjukkan menciptakan sebuah syarat-syarat yang
kekuatan dan sekaligus kelemahan dari cara kondusif bagi proses enclosure selanjutnya.
bagaimana “kekuatan di luar modal” itu Namun, wawasan makro Harvey mengabaikan
diteorisasi. De Angelis mengusulkan untuk bagaimana proses-proses kongkrit yang
menambal lubang teoritis itu dan mencoba menghubungkan keduanya. Hart berpendapat
memahami kekuatan di luar modal sebagai bahwa gerakan-gerakan perlawanan tidak dapat
sebuah ruang (space)7 yang merupakan ditebak secara otomatis dari accumulation
“suatu kondisi material yang dimiliki bersama by dispossession (Hart 2006). Selain itu,
… dimana problema reproduksi sosial itu “fakta-fakta material yang menghubungkan
sungguh-sungguh bergantung pada kaum yang dispossession itu dengan gerakan perlawanan
tersingkir, baik yang telah dapat pekerjaan perlu dianalisis apa maknanya, yang benar-
maupun belum, dan tentunya daya jangkau benar memperhitungkan beragam cara
organisasi mereka” (Huruf miring berasal dari determinasi, hubungan dan artikulasi historis/
kutipan asli) (De Angelis 2007: 232). Dengan geografisnya” (Hart 2006: 11)
kata lain, reproduksi sosial kekuatan di luar
modal itu benar-benar bergantung pada H. Refleksi Penutup
efektivitas, jangkauan organisasional dan cara Penulis mengajukan argumen pokok
bagaimana kelompok-kelompok masyarakat mengenai pentingnya kepekaan dan
itu memperjuangkan dan membentuk ruang pemahaman mengenai pertarungan dan
yang dimiliki bersama tersebut. perundingan baru dan bagaimana ruang-ruang
Problematisasi “ruang di luar modal” dan itu diproduksi di berbagai lokalitas, khususnya
bagaimana perjuangan-perjuangan untuk yang terbentuk sebagai konsekuensi dari
memproduksi, mengisinya dan mengubahnya kebijakan desentralisasi, proyek-proyek CDD
yang dilakukan, hampir tidak mucul dalam dan pembangunan kapitalisme yang berjalan
kerangka pikiran Harvey. Pada perspektif secara tidak sama antara satu lokasi dengan
Harvey, accumulation by dispossession lokasi lainnya. Visibilitas dari hal ini bergantung
dapat diramalkan secara otomatis memicu pada posisi dan cara pandang masing-masing.
bangkitnya gerakan sosial penentang pelaku Dalam konteks ini perlu ditegaskan terlebih
dispossession itu. Selanjutnya, ketika gerakan dahulu bahwa cara pandang kita benar-benar
sosial telah menguat dan tampil sebagai suatu akan dipengaruhi koordinat dan tempat
hambatan tersendiri bagi modal, berbagai dimana kita berangkat dan kemana kita akan
mesin kelembagaan kapitalis akan melangkah pergi. Pentingnya posisi dan kesadaran akan
untuk membongkar halang-rintang itu. Mesin- posisi (positionality) ini akan memengaruhi isi
mesin kapitalis pun mendesak pemerintah dan cara pengetahuan dihasilkan dan disajikan.
Hal ini telah disadari lama oleh sejumlah
7 De Angelis menggunakan istilah detritus yang penulis kalangan antropologi refleksif,
dipinjamnya dari Chari (2005), dan kemudian
mendefinisikannya sebagai “the layers of waste sosiologi ilmu, dan feminis di tengah tahun
inscribed in the body and in the environment 1980-an (misalnya Clifford dan Marcus 1986;
and that emerge out of articulation of life
practices following their own conatus to Haraway 1988; Hartsock 1987). Argumen utama
capital’s loops (and their conatus)” (De yang mereka kemukakan adalah bahwa semua
Angelis 2007: 232). Suatu penjelasan ilustratif
pengetahuan akademik, juga pengetahuan
mengenai conatus-detritus terdapat pada
karya de Angelis (2007: 234-237). lainnya, senantiasa bergantung situasi (are
Noer Fauzi Rachman, Meninjau Kembali Teorisasi Mengenai ... 1-24 17
always situated), dan selalu dihasilkan oleh kelompok rakyat yang tidak lagi punya rasa
pelaku yang berposisi tertentu (are always hormat atau takut lagi pada instruksi-instruksi
produced by positioned actors), yang bekerja di yang otoritarian, merupakan ruang yang disi
dalam berbagai hubungan sosial dan di antara oleh proyek-proyek CDD dan proyek-proyek
berbagai posisi lain yang dihadapinya. Semua organisasi non-pemerintah, yang pada intinya
inilah yang membuat satu pengetahuan yang adalah suatu cara memerintah kelompok-
satu berbeda dengan pengetahuan lainnya, kelompok masyarakat melalui masyarakat
sebagai akibat dari proses pembuatannya yang mengatur dirinya sendiri. Studi-studi
(dilakukan oleh siapa, bagaimana dan juga mengenai governmentality, seperti yang dibuat
untuk siapa bentuk akhir pengetahuan itu mau oleh Tania Li (2005), berada dalam pendekatan
disajikan) (Cook 2005). ini.
Penulis yakin bahwa justru dengan Arus utama skenario neo-institutionalist
kesadaran dan pengakuan bahwa pengetahuan untuk membentuk tata kepemerintahan
yang dihasilkan senantiasa bersifat kontekstual yang baik, good governance, antar badan
dan relasional inilah yang akan dinilai lebih pemerintah, antara pemerintah dengan
jujur, meyakinkan dan memberdayakan para kelompok masyarakat, dan antar kelompok
pembaca dan peneliti lainnya untuk melihat masyarakat itu mungkin hanya sedikit yang
hubungan-hubungan baru yang sering tidak berjalan seperti yang dirancang, dan tak
terduga, termasuk yang memberi kemungkinan disangka-sangka, ternyata telah dibajak oleh
untuk aksi-aksi kolektif yang baru pula. elite-elite dalam jaringan oligarki kapitalis
Penegasan ini sangatlah penting untuk cum politico—birokrat otoritarian lama yang
diperhadapkan dengan klaim bahwa proses mampu bekerja dalam alam demokrasi—
produksi dan narasi ilmu sosial dan humaniora seperti dikemukakan oleh Vedi Hadiz (2004a;
itu bebas-posisi alias netral. Dalam hal ini yang 2004b). Aliansi elit kapitalis dan politico-
musti diselidiki adalah bukan benar salahnya birokrat itu ternyata sanggup terus bercokol
klaim tersebut, karena akan sia-sia dan tak dan menjalankan kuasanya yang bersifat
berkesudahan, melainkan dalam kondisi apa predatoris melintasi batas-batas hidup
dan bagaimana klaim itu disebarluaskan dan dari tatanan politik otoritarian di masa
kemudian dianut oleh komunitas tertentu, dan lampau. Mereka sanggup dan pada gilirannya
kemudian kepentingan apa yang diemban oleh menyenangi menjadi pemain utama dalam
pengetahuan dan penyebar-penganut klaim tatanan politik demokratis di masa kini.
tersebut. Pada titik ini pula, penulis dapat melihat apa
Dalam artikel ini penulis menawarkan suatu yang diargumentasikan ole Cammack (2001a;
pendekatan yang dapat dijadikan pegangan 2002; 2003; 2004) bahwa proyek-proyek
untuk penelitian empiris mengenali produksi pembangunan Bank Dunia pun berperan
ruang-ruang politik baru di tingkat lokal, yang membentuk “kekuatan di luar modal”,
terbentuk sebagai akibat dari pengaruh antara: mendisiplinkan mereka, dan pada gilirannya
(a) proses-proses kebijakan desentralisasi; menjadi sumber dari cadangan tenaga
(b) proyek-proyek CDD; dan (c) proyek- kerja (reserve army of labor) yang lebih siap
proyek organisasi-organisasi non-pemerintah, mengisi pos-pos pekerjaan yang dibutuhkan
dan cara bagaimana ketiganya berinteraksi secara spesifik sebagai konsekuensi dari
menyusun ulang karakter pemerintahan lokal. perkembangan kapitalisme agraria dan
Penulis melihat bagaimana gejala kelompok- industri yang lebih luas.
18 Bhumi Vol. 4 No. 1, Mei 2018
Akan tetapi, penulis berpendapat bahwa Dengan pedekatan ini penulis melihat
seluruh argumentasi tersebut tidak secara bahwaproyek-proyek CDD juga memungkinkan
eksplisit mengungkap bagaimana kesemua itu komunitas untuk mereorganisasi diri bukan
bukanlah sepenuhnya berupa ruang-ruang yang untuk ke arah yang dirancang oleh kaum neo-
telah dikuasai sebelumnya dan sepenuhnya institutionalist, bukan pula sekedar menerima
oleh kekuatan modal. Sesungguhnya ruang- menjadi korban aliansi dari elite-elite kapitalis
ruang itu adalah ruang-ruang pertarungan cum politico-birokrat yang predatoris itu, atau
dan perundingan (spaces of contestation and menyiapkan diri sendiri menjadi tenaga kerja
negotiation), yang pada dasarnya bersifat relatif yang telah terdisiplinkan. Akan tetapi proyek-
terbuka dapat juga dibentuk oleh mereka proyek tersebut juga membuka ruang baru
yang dapat memasukinya. Penulis melihat bagi kerja pengorganisasian komunitas untuk
proses kebijakan desentralisasi sesungguhnya agenda-agenda gerakan sosial yang luas.8
juga membuka ruang bagi pertarungan dan Namun perlu disadari sepenuhnya
perundingan beragam visi, agenda, dan bahwa memasuki ruang-ruang demikian itu
skenario, dimana berbagai kemungkinan baru memiliki konsekuensi untuk berhadapan
dapat terwujud bergantung pada sejauh mana dengan berbagai agenda dari kekuatan lain
hubungan-hubungan antar kekuatan-kekuatan yang tidak dengan sendiri sejalan dengan
sosial yang bekerja pada ruang itu tersebut maksud pengorganisasian komunitas itu
dapat ditempa, dipertemukan dan disinergikan sendiri, dan dengan demikian tidak akan
untuk perjuangan sosial yang transformatif. ada jaminan bahwa pertarungan dan
Seperti yang dicontohkan pada tulisan kami perundingan tersebut akan dengan sendirinya
yang sebelumnya (Fauzi dan Zakaria 2001, 2002, bersifat transformatif terhadap hubungan
Zakaria et al 2001), kebijakan desentralisasi kekuasaan yang melingkupinya. Agenda
ternyata memberikan ruang bagi kelompok-
kelompok gerakan petani dan masyarakat adat
8 Seperti yang telah ditunjukkan oleh
untuk memberdayakan dan menampilkan sekelompok aktivis perempuan yang secara
diri untuk mengusung kepentingannya serta cemerlang telah berhasil mengerjakan kembali
skema CDD menjadi ruang yang dipergunakan
mengintervensi pembentukan kebijakan untuk pemberdayaan bagi para perempuan
lokal di tingkat kabupaten serta desa-desa di kepala keluarga, yang menjanda karena
proses-proses perang, konflik etnis, maupun
Kabupaten Garut (Jawa Barat), Kabupaten migrasi. Dengan mengerjakan kembali
Toraja (Sulawesi Tengah), dan Kabupaten proyek-proyek CDD, mereka dimungkinkan
untuk memperjuangkan pengakuan atas
Sanggau (Kalimantan Barat). Yang dapat
status, identitas dan martabatnya menjadi
mereka hasilkan adalah suatu pengakuan atas Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA). Lebih
pentingnya agenda untuk mempertahankan dari itu, mereka telah sanggup menunjukkan
kemampuan untuk mengatur diri sendiri
atau merebut kembali akses pada wilayah yang dan mengelola proyek-proyek secara lebih
disebut “tanah/hutan negara” yang dikuasai baik dari pada yang dikelola kelompok-
kelompok pengelola CDD lainnya (lihat
perusahaan perkebunan dan badan usaha http://www.pekka.or.id/). PEKKA berhasil
kehutanan. Akses itu dipertahankan atau membuat perempuan-perempuan kepala
keluarga bisa memperoleh akses pada
diperoleh kembali melalui penggarapan tanah administrasi kependudukan (akte kelahiran,
secara langsung, pengubahan tata guna tanah dll) dan kemudahan pengurusan perceraian
di pengadilan (lihat Akhmadi dkk 2010).
dan pengelolaan sumberdaya agraria dan Inovasi lainnya adalah ”Sistem Pemantauan
lingkungan setempat. Kesejahteraan Keluarga Berbasis Komunitas
(SPKBK-PEKKA)” (lihat PEKKA, 2014;
Zuminarni 2009).
Noer Fauzi Rachman, Meninjau Kembali Teorisasi Mengenai ... 1-24 19
Gillian Hart dari Departement of Geography, Brenner, Robert. 2006. “What Is and What
University of California, Berkeley. Selain Is Not, Imperialism?” Historical
itu, naskah ini pernah diedarkan secara materialism 14:79-105.
terbatas dan memperoleh apresiasi, kritik dan Cammack, Paul. 2001a. “Making Poverty Work.”
komentar dari Nancy Peluso, Bonnie Setiawan, in Socialist register 2002: A World of
Mohamad Shohibudin, Laksmi Savitri, Coen Contradictions, edited by L. Panitch
Husain Pontoh, dan Vedi Hadiz. Kepada and C. Leys. London: Merlin Press.
mereka diucapkan terima kasih, dan hal yang —. 2001b. “Making the Poor Work for
sama kepada Lilis Mulyani yang telah membuat Globalization.” New Political Economy
review atas naskah ini. Seperti biasanya, 6:397-408.
tanggungjawab naskah ini sepenuhnya berada
—. 2002. “Attacking The Poor.” New Left Review
pada penulis.
13:125-134.
Guggenheim, Scott, Tatag Wiranto, Yogana —. 2004. “The ‘New’ Imperialism: Accumulation
Prasta, and Susan Wong. 2004. by Disposession.” in Socialist Register
“Indonesia’s Kecamatan Development 2004, edited by L. Panitch and C. Leys.
Program: A Large-Scale Use of New York: Monthly Review Press.
Community Development to Reduce
—. 2005. A Brief History of Neoliberalism.
Poverty.” in Scaling Up Poverty
Oxford: Oxford University Press.
Reduction: A Global Learning Processes
and Conference. Shanghai. —. 2006a. “Comment on Commentaries.”
Historical Materialism 14:157-166.
Hadiz, R. Vedi and Richard Robison. 2005.
“Neo-liberal Reforms and Illiberal —. 2006b. Space of Global Capitalism: Toward
Consolidations: The Indonesia a Theory of Uneven Geographical
Paradox.” teh journal of Development Development. London: Verso.
Studies 41:220-241. —. 2006c. Spaces of Global Capitalism. London:
Hadiz, Vedi. 2004a. “Decentralisation and Verso.
Democracy in Indonesia: A Critique Hofman, Bert and Kai Kaiser. 2002. “The Making of
of Neo-Institutionalist Perpectives.” the Big Bang and its Aftermath, A Political
Development and Change 35:697-718. Economy Perspective.” Paper presented at
—. 2004b. “Indonesian Local Party Politics: the conference “Can Decentralization Help
A Site of Resistance to Neo-Liberal Rebuild Indonesia?” The International
Reform.” Critical Asian Studies 36:615- Studies Program, Andrew Young School
636. of Policy Studies, Georgia State University,
Atlanta. http://www1.worldbank.
Hall, Stuart. 2003. “Marx’s Notes on Method:
org/publicsector/LearningProgram/
A “Reading” Of the “1857 Introduction”.”
Decentralization/Hofman2.pdf Last
Haraway, Donna, 1988, “Situated Knowledges: accesed on 07/08/2009.
The Science Question in Feminism and
Jessop, Bob. 1982. The Capitalist State. New
Privilege of Partial Perspective”, dalam
York: New York University Press.
Feminist Studies 14, p.575-99.
Lefebvre, Hendry. 1974/1991. The Production of
Hartsock, Nancy, 1987, “The Feminist
Space. D. Nicholson-Smith (translator),
Standpoint” dalam Sandra Harding
Oxford: Basil Blackwell.
(ed.), Feminism and Methodology,
Milton Keynes: Open University Press. Li, Tania. 2006. “Neoliberal Strategies of
Government Through Community:
Hart, Gillian. 2001: Development Debates in
The Social Development Program
the 1990s: Culs de sac and Promising
of the World Bank in Indonesia.” in
Paths. Progress in Human Geography
International Law and Justice Working
25, 605–14.
Papers. New York: Institute for
__.2006. “Denaturalizing Dispossession: International Law and Justice, New
Critical Ethnography in the Age of York University School of Law.
Resurgent Imperialism.” Antipode
Manor, James. 1999. The Political Economy
38:977-1004.
of Democratic Decentralization.
Harvey, David. 2003. The New Imperialism. Washington, DC.: The World Bank.
Oxford: Oxford University Press.
Mansuri, Ghazala and Vijayendra Rao. 2004.
“Community-Based and -Driven
Noer Fauzi Rachman, Meninjau Kembali Teorisasi Mengenai ... 1-24 23