Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 11

Aplikasi Metode Modifikasi Panas Lembab untuk Sintesis Tepung Ubi Jalar dengan Karakteristik

Antioksidan sebagai Bahan Baku Pangan Non Terigu Non Beras

APLIKASI METODE MODIFIKASI PANAS LEMBAB UNTUK


SINTESIS TEPUNG UBI JALAR DENGAN KARAKTERISTIK
ANTIOKSIDAN SEBAGAI BAHAN BAKU PANGAN NON TERIGU
NON BERAS

Application of Heat Moisture Treatment to Synthesize Sweet


Potato Flour with Antioxidant Properties as Raw Materials for
‘Non Wheat and Non Rice’ Food

1 1 2 2
Widya Dwi Rukmi Putri , Dian Widya Ningtyas , Intan Liza , dan Ruly Agustin
1
Staf pengajar Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya
2
Alumni Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya
Jl. Veteran Malang 65145
E-mail: widya2putri@ub.ac.id

ABSTRACT
Indonesia is a country which has rich of biological diversity, but it has not been used
properly. It proved by increasing of rice impor. Local commodities which can
potentiallyusedare purple and orange sweet potato. The utilization of this commodity is still
limited because of the instability of the starch characteristic. Therefore, the modification of
starch is necessary by using Heat Moisture Treatments. Expect of that, sweet potato flour
can be used as raw material for making artificial rice and noodle. The purpose of this
research is to find out the length effect of steaming process and the proportion effect of
adding beans flour to artificial rice characteristic. This study used Rondomized Block Design
o o
(RBD) with two factor. First factor was temperature of heat moisture treatment (50 C, 77 C,
o
105 C) and the second factor was the heat moisture treatment length (3, 6 and 9 hours) with
three times repetition. The results showed that temperature and length of heat moisture
treatments had significantly influenced on amylosa content, antocyanin and carotene
contents of two types sweet potato flours. The best treatment of purple sweet potato is heat
o
moisture treatment at 50 C for 9 hours with the characteristics as follows swelling power
7,04 g/g, solubillity 39,65 percent, starch content 51,45 percent, amylose content 10,76
percent and anthocyanin content 161,53 ppm. Whereas, the best treatment for orange
o
sweet potato is heat moisture treatment at 105 C for 6 hours with the properties i.e. starch
content 56,897 percent, amylose content 16,360 percent, amylopectin 40,537 percent, total
carotene 341.123 ppm, swelling power 4.893 g/g and solubility 36,177 percent.
Keywords : multifunctional flour sweet potato, antioxidant activity. Physical modification,
imitation rice, sweet potato noodle

ABSTRAK
Masyarakat Indonesia memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap beras sebagai
bahan pangan pokok. Padahal Indonesia adalah Negara yang kaya akan komoditas tinggi
karbohidrat, contohnya ubi-ubian. Ubi jalar banyak keunggulan dari ubi-ubian lainnya dari
sisi nutrisi yaitu selain tinggi pati juga tinggi kandungan antioksidan dan senyawa prebiotik,
selain itu umur panennya pendek dan produktifitasnya tinggi. Beberapa varietas ubi jalar

803
Widya Dwi Rukmi Putri, Dian Widya Ningtyas, Intan Liza, dan Ruly Agustin

dengan karakteristik daging berwarna ungu dan oranye merupakan jenis ubi yang memiliki
sifat fungsional tinggi karena dapat berperan sebagai antioksidan. Untuk itu penelitian ini
bertujuan untuk mengembangkan metode pembuatan tepung dengan modifikasi Heat
Moisture Treatment (HMT) untuk memodifikasi karakteristik dan mempertahankan nilai gizi
serta kandungan senyawa antioksidan (antosianindan karoten) pada ubi jalar untuk
menghasilkan tepung yang bersifat fungsional sebagai bahan baku dalam pembuatan beras
instan dan mie.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 2 faktor
o o o
perlakuan yaitu faktor I adalah suhu HMT (50 C, 77 C, 105 C) dan faktor II lama waktu HMT
(3 jam, 6 jam, 9 jam) dengan 3 kali pengulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
perlakuan akibat suhu dan waktu HMT memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar
amilosa, kadar antosianin dan kadar karoten tepung. Kombinasi perlakuan terbaik tepung
o
ubi ungu adalah pada perlakuan suhu HMT 50 C dan lama HMT 9 jam dengan karakteristik
swelling power 7,04 g/g, solubillity 39,65 persen, kadar pati 51,45 persen, kadar amilosa
10,76 persen dan kadar antosianin 161,53 ppm. Perlakuan terbaik tepung ubi oranye
0
didapatkan pada perlakuan heat moisture treatment pada suhu 105 C selama 6 jam,
dengan karakteristik kadar air 6,023 persen, kadar pati 56,897 persen, kadar amilosa
16,360 persen, kadar amilopektin 40,537 persen, kadar total karoten 341.123 ppm,
kecerahan 58,910, swelling power 4.893 g/g dan kelarutan 36,177 persen.
Kata kunci : tepung multifungsional, ubi jalar, aktifitas antioksidan. modifikasi fisik, beras
imitasi, mie ubi jalar

PENDAHULUAN

Ubi jalar ungu mempunyai berbagai kandungan nutrisi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan ubi jalar putih maupun ubi jalar orange. Kandungan nutrisi
ubi jalar terdiri dari karbohidrat sebesar 27,9 gram yang dapat menghasilkan kalori
sebesar 123 kalori per 100 gram bahan, sumber serat pangan berupa serat larut
yang dapat menyerap kelebihan lemak/kolesterol dalam darah, vitamin (vitamin A,
B1, B2, B6 (piridoksin) yang berperan penting dalam kekebalan tubuh, niacin,
asam pentatonat dan vitamin C), mineral (Ca, P, Fe, Na, K, Zn dan Cu) dan
senyawa polifenol (Ishida et al., 2000). Komponen-komponen nutrisi tersebut
menjadikan ubi jalar ini sebagai bahan baku pangan fungsional yang potensial.
Menurut Suda et al. (2003), hampir semua zat gizi yang terkandung dalam ubi jalar
ungu mendukung kemampuannya memerangi serangan jantung koroner.
Antosianin memiliki kemampuan sebagai antimutagenik dan antikarsinogenik,
mencegah gangguan pada fungsi hati, antihipertensi dan menurunkan kadar gula
darah (antihiperglisemik).
Teknologi tepung merupakan salah satu proses alternatif produk setengah
jadi yang dianjurkan karena memiliki daya simpan yang lebih lama, mudah
dicampur (dibuat komposit), diperkaya zat gizi (difortifikasi), dibentuk dan lebih
cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang ingin serba praktis
(Damardjati et. al., 2000). Namun dalam penggunaan tepung ubi jalar pada
pembuatan bahan makanan seringkali tidak dapat ditambahkan dalam jumlah yang
banyak karena karakteristik patinya yang memiliki stabilitas tekstur yang kurang
kokoh, memiliki pola pengembangan terbatas saat pemanasan dan cenderung

804
Aplikasi Metode Modifikasi Panas Lembab untuk Sintesis Tepung Ubi Jalar dengan Karakteristik
Antioksidan sebagai Bahan Baku Pangan Non Terigu Non Beras

mudah teretrogradasi karena mudah mengalami gelatinisasi dengan viskositas


yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan modifikasi terhadap karakteristik pati dari
tepung ubi jalar ungu.
Terdapat berbagai metode modifikasi pati, yaitu secara fisik, kimia dan
enzimatis. Dari ketiga jenis modifikasi, yang paling efisien dalam mempertahankan
kandungan antosianin tepung ubi jalar sekaligus mudah untuk diterapkan pada
industri kecil menengah adalah modifikasi secara fisik. Modifikasi menggunakan
panas pada kisaran suhu gelatinisasi pati atau Heat Moisture Treatment (HMT)
dengan kadar air terbatas (<35%), akan menyebabkan pelemahan ikatan hidrogen
inter- dan intramolekul amilosa dan amilopektin dalam granula pati sehingga
mengubah karakteristikmya (Collado et al., 2001).
Upaya untuk mempertahankan jumlah antosianin menjadi pertimbangan
dalam pemilihan metode modifikasi pati. Dengan adanya hal tersebut, maka perlu
dilakukan pengkajian karakterisasi tepung ubi jalar ungu dengan modifikasi
menggunakan metode Heat Moisture Treatment (HMT) untuk dapat
mempertahankan nilai gizi dan kandungan antosianin pada ubi jalar ungu serta
dapat menghasilkan tepung yang bersifat fungsional sebagai bahan baku dalam
pembuatan beras instan.

METODOLOGI PENELITIAN

Bahan-bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan tepung ubi jalar oranye


adalah ubi jalar oranye varietas Ase jantan dan ubi jalar ungu varietas
Ayamurasaki yang di dapat dari desa Sumber Pasir kecamatan Pakis Kabupaten
Malang dan air dan bahan yang digunakan untuk analisa adalah amilosa murni,
karoten standar, etanol 95 persen, NaOH 1N, asam asetat 1N, iodine, aquades,
alcohol 80 persen, kertas saring, arsenomolibdat, reagen nelson, petroleum eter,
aseton, Na sulfat anhidrat, alumunium oksida. Penelitian ini menggunakan
Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang disusun secara faktorial dengan dua
faktor yaitu suhu heat moisture treatment (50, 77, dan 105˚C) dan lama heat
moisture treatment (3, 6, dan 9 jam) dengan 3 kali pengulangan sehingga
diperoleh 27 satuan percobaan.
Pengamatan terhadap tepung ubi jalar modifikasi heat moisture treatment
meliputi analisis kadar air (Sudarmaji et al., 1997), kadar pati metode hidrolisis
asam (AOAC, 1990 dalam Sudarmaji et al., 1997) kadar amilosa dan amilopektin
metode iodometri menggunakan larutan iodin (Apriyantono et al., 1989), swelling
power dan kelarutan metode Abera et al. (2003), total karoten metode AOAC
(1975) dalam Sudarmaji (1997), warna metode L*a*b* Hunter (Yuwono dan
Susanto, 1998), sedangkan analisis pada mie kering meliputi penentuan cooking
time, cooking loss, rasio pengembangan dan penyerapan air (Oh et al., 1985),
aktivitas antioksidan metode DPPH (Hatano et al., 1989).
Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan analisis ragam
(ANOVA), jika terdapat perbedaan dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT)

805
Widya Dwi Rukmi Putri, Dian Widya Ningtyas, Intan Liza, dan Ruly Agustin

dengan selang kepercayaan 5 persen dan jika terdapat interaksi antara kedua
perlakuan dilakukan uji lanjut DMRT selang kepercayaan 5 persen dan untuk
perlakuan terbaik ditentukan dengan metode Zeleny (1982).

Pembuatan tepung ubi jalar


Proses pembuatan tepung ubi jalar meliputi pencucian ubi jalar oranye dan
kemudian dikupas kulitnya, selanjutnya dilakukan pencucian dengan air mengalir.
Ubi jalar bersih kemudian diiris menjadi 4-7 bagian dengan ketebalan ±3 cm
0
kemudian dikukus suhu 100 C selama 5 menit. Ubi jalar kukus diiris menjadi chip
kemudian dikeringkan menggunakan cabinet drying selama 12 jam pada suhu
0
60 C. Chip kering dihaluskan dengan menggunakan blender dan menjadi tepung.
Tepung diayak 60 mesh sehingga didapatkan tepung ubi jalar oranye.

Penerapan metode heat moisture treatment pada tepung ubi jalar


Tepung ubi jalar yang diketahui kadar airnya ditambah air sampai berkadar
0
air 30 persen, selanjutnya dikondisikan pada suhu 5 C selama 12 jam. Tepung
basah kemudian ditingkatkan suhunya pada suhu ruang sebelum dimodifikasi.
0
Modifikasi heat moisture treatment dilakukan pada suhu 50,77 dan 105 C selama
3, 6 dan 9 jam dalam keadaan tertutup alumunium foil. Tepung hasil modifikasi
o
kemudian dikeringkan pada suhu 50 C selama 12 jam, selajutnya diblender dan
diayak 60 mesh.

Pembuatan mie
Tepung perlakuan terbaik hasil modifikasi heat moisture treatment
diaplikasikan pada pembuatan mie. Tepung ditambah dengan 2,5 persen garam
dapur, 60 persen air dan 1 persen putih telur kemudian dicampur hingga adonan
kalis dan dapat dibentuk. Adonan dipress menggunakan press roll dengan
ketebalan ± 1,5 mm berbentuk lembaran, selanjutnya dicetak dengan pencetak
0
mie. Mie dikukus dengan suhu 100 C selama 5 menit. Mie kemudian didinginkan
0
pada suhu ruang yang selanjutnya dikeringkan pada cabinet drying suhu 60 C
selama 8 jam dan jadilah mie tepung ubi jalar oranye modifikasi heat moisture
treatment.

Pembuatan beras imitasi dari tepung ubi jalar


Tepung perlakuan terbaik dari hasil modifikasi heat moisture treatment
diaplikasikan pada pembuatan beras. Tepung ditambah air sebanyak 100 persen
(b/v) selanjutnya dilakukan pengadukan hingga rata, dilakukan proses pencetakan
menggunakan pencetak ekstruksi modifikasi dari alat pembuat mie. Selanjutnya
adonan yang sudah dicetak dilakukan pengukusan (suhu 90±5ºC, 15 menit)
o o
kemudian dikeringkan menggunakan pengeringan kabinet suhu 50 -60 C, selama
3 jam sehingga didapatkan beras imitasi kering. Untuk dibuat nasi maka beras

806
Aplikasi Metode Modifikasi Panas Lembab untuk Sintesis Tepung Ubi Jalar dengan Karakteristik
Antioksidan sebagai Bahan Baku Pangan Non Terigu Non Beras

direndam dengan air mendidih selama 5 menit, penirisan dan pengukusan suhu
90±5ºC, 5 menit sehingga didapatkan nasi ubi matang.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Bahan Baku


Bahan baku yang digunakan adalah ubi jalar yang segar atau baru dilepas ke
pasaran, sehingga perlu diteliti untuk mengetahui sifat fisik dan kimianya sebelum
digunakan sebagai bahan baku pembuatan tepung ubi jalar yang akan dimodifikasi
HMT. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini adalah hasil analisis karakteristik ubi
jalar segar dan tepung ubi jalar keringnya. Hasil analisis ubi jalar segar dengan
daging umbi warna ungu, kuning dan putih dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perbandingan Komposisi Ubi Jalar


Parameter Ubi jalar kuning Ubi jalar ungu
Kadar air (%) 68,34 67,85
Kadar pati (%) 24,66 22,87
Kadar fenol (mg/100g) - -
Kadar antosianin (ppm) - 184,23
Kadar betakaroten (ppm) 360,68 -

Tabel 1 menunjukkan bahwa kadar pati ubi jalar hasil analisa sebesar 31,04
persen. Hasil analisa ini sesuai dengan data dari Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan (2012), yang menyebutkan bahwa kadar pati
ubi jalar varietas Sukuh sebesar 31,16 persen. Sebelum ubi jalar diekstrak menjadi
pati, perlu diketahui terlebih dahulu kandungan patinya agar dapat
memperhitungkan rendemen pati yang akan dihasilkan. Semakin tinggi kandungan
pati ubi jalar segar diharapkan semakin tinggi pula pati hasil ekstraksi yang
diperoleh.
Nilai gizi ubi jalar secara kualitatif selalu dipengaruhi oleh varietas, umur
panen, musim tanam, iklim dan lokasi budidaya. Pada musim kemarau dari
varietas yang sama akan menghasilkan rendemen yang relatif lebih tinggi dari
pada musim penghujan, demikian juga komposisi kimia yang berbeda akan
menghasilkan mutu pati yang bervariasi pula.

Karakteristik Tepung Ubi Jalar


Karakteristik fisik dan kimia tepung dari dua varietas ubi jalar sebelum
dilakukan modifikasi dengan metode heat moisture treatment disajikan pada Tabel
2. Terdapat perbedaan karakteristik tepung ubi jalar karena perbedaan varietas.

807
Widya Dwi Rukmi Putri, Dian Widya Ningtyas, Intan Liza, dan Ruly Agustin

Varietas yang berbeda menyebabkan efek pengeringan menghasilkan karakter


tepung yang tidak sama.

Tabel 2. Karakteristik Kimia dan Fisik Tepung Ubi Jalar dari Dua Varietas
Analisis Ubi jalar kuning Ubi jalar ungu
Kadar air (%) 6,57 6,80
Kadar pati (%) 62,12 51,66
Amilosa (%) 16,93 10,10
Amilopektin (%) 45,19 41,58
Total Karoten (ppm) 553,76 -
Total Fenol (mg/100g) - -
Total antosianin (ppm) - 171,10
Kadar serat (%) 2,60 2,61
Swelling power (g/g) 45,46 34,39
Kelarutan (%) 7,78 6,24
Kecerahan 44,40 38,41

Keterangan : data diperoleh dari tiga kali ulangan

Berdasarkan hasil analisa tepung ubi jalar tanpa perlakuan, nilai kadar air
tepung ubi jalar dari ketiga varietas tidak berbeda signifikan. Hal ini dapat
disebabkan karena karakteristik jaringan penyusun ubi yang cenderung sama
sehingga proses penguapan air saat pengeringan dalam waktu yang sama akan
berlangsung serupa.
Kadar pati ubi jalar kuning lebih tinggi dibandingkan dengan ubi jalar putih
maupun ubi jalar ungu. Perbedaan ini diakibatkan karena perbedaan umur panen
masing-masing varietas Menurut Marzempi (2012), panen ubi jalar dapat dilakukan
bila ubi sudah tua. Waktu panen berpengaruh terhadap hasil komoditas, komposisi
kimia, dan kandungan serat ubi. Secara umum, umur panen optimum varietas/klon
ubi jalar pada penanaman musim kering berkisar 120-130 hari setelah tanam.
Kadar amilosa dan amilopektin juga mengalami perbedaan. Hal ini
diakibatkan perbedaan klon ubi jalar yang diuji antara tepung ubi jalar kuning dan
ubi jalar ungu. Menurut Dewi (2007), perbedaan varietas pada ubi jalar dapat
mempengaruhi komposisi kimia dan fisik ubi jalar, sehingga menghasilkan nilai
yang berbeda. Perhitungan amilopektin didapatkan dengan mengurangi kadar pati
dengan kadar amilosa.
Proses pengeringan menghasilkan efek yang berbeda terhadap komponen
antioksidan. Kadar karoten tepung ubi jalar kuning sebesar 553,760 ppm lebih
tinggi dibandingkan dengan kadar karoten pada ubi jalar segarnya. Hal ini
o
menunjukkan bahwa karoten lebih tahan terhadap panas pengeringan (50-60 C)
dibandingkan senyawa fenol dan antosianin, Adanya panas yang diterima, cahaya,
oksigen yang berbeda akan mempengaruhi jumlah karoten pada bahan, nilai

808
Aplikasi Metode Modifikasi Panas Lembab untuk Sintesis Tepung Ubi Jalar dengan Karakteristik
Antioksidan sebagai Bahan Baku Pangan Non Terigu Non Beras

karoten pada tepung lebih besar dibandingkan pada ubi jalar segarnya karena
adanya penurunan kadar air.
Antosianin merupakan senyawa penyusun warna merah, biru dan ungu
pada ubi jalar. Ubi jalar ungu jepang mengandung pigmen antosianin yang lebih
tinggi dari pada ubi jalar jenis lain yang berwarna putih, kuning dan jingga (Aripnur,
2010). Jumlah antosianin tepung yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan ubi
segarnya menunjukkan bahwa antosianin cenderung lebih sensitif terhadap suhu.
Hal yang sama terjadi juga pada senyawa fenol pada ubi jalar putih. Perbedaan
kadar komponen antioksidan berpengaruh terhadap tingkat kecerahan tepung ubi
jalar. Seperti yang dikemukakan Marzempi (2012) yang menyatakan bahwa waktu
panen berpengaruh terhadap hasil, komposisi kimia, dan kandungan serat ubi.
Maga et al. (1994) menyatakan bahwa kadar antosianin juga bisa menentukan
warna dari tepung ubi jalar ungu.

Karakteristik beras dan mie ubi jalar


Beras instan adalah beras yang secara cepat dapat diproses menjadi nasi
dengan waktu pemasakan yang diharapkan adalah sekitar 5-10 menit. Kunci
utama terbentuknya nasi siap santap (nasi instan) adalah terbuka lebarnya pori-
pori beras sehingga memudahkan rehidrasi dan diperoleh waktu rehidrasi yang
cepat (Hubeis, 1984 dalam Widowati et. al., 2010). Beras instan dibuat dari tepung
ubi jalar ungu modifikasi HMT hasil analisa perlakuan terbaik yang dijadikan butir-
butir beras dan mempunyai porous (berpori-pori) sehingga air dan uap panas lebih
cepat masuk kedalamnya dan mengakibatkan waktu pemasakan menjadi jauh
lebih cepat. Hasil analisa beras dari tepung ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Analisa Beras Instan Ubi Jalar


Beras Instan Parameter Hasil Analisa
Kadar Antosianin 85,33 ppm
Mentah
Kemampuan Penyerapan Air 266,7%
Pengembangan Volume 60,6%
Matang Teksture Sedikit keras, kenyal
Kepulenan Pulen

Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa kadar antosianin yang diperoleh dari
hasil analisa beras instan mentah sebesar 85,3 ppm. Kadar antosianin beras
instan mentah mengalami penurunan kadar antosianin dari tepung modifikasi HMT
perlakuan terbaik. Rendahnya kadar antosianin pada beras instan mentah
disebabkan karena proses pengolahan dalam pembuatan beras instan banyak
menggunakan pemanasan yang dapat menyebabkan degradasi antosianin
sehingga menurunkan kadar antosianin. Menurut James (1995), pemanasan
mempengaruhi stabilitas pigmen antosianin. Kemampuan penyerapan air yang
diperoleh dari hasil analisa beras instan mentah sebesar 266,7 persen. Tingginya

809
Widya Dwi Rukmi Putri, Dian Widya Ningtyas, Intan Liza, dan Ruly Agustin

kemampuan penyerapan air dipengaruhi oleh kandungan pati yang terkait dengan
peranan komposisi amilosa-amilopektin di dalam pati. Harper (1981) dalam
Widowati et al. (2010) menyatakan bahan pangan dengan kadar pati yang tinggi
akan semakin mudah menyerap air akibat tersedianya molekul amilopektin yang
bersifat reaktif terhadap molekul air, sehingga jumlah air yang terserap ke dalam
bahan pangan semakin banyak.
Pengembangan volume yang diperoleh dari hasil analisa beras instan
matang sebesar 60,6 persen, tekstur yang sedikit keras dan kenyal. Kekerasan
tekstur beras instan matang mungkin disebabkan oleh retrogradasi amilosa setelah
dingin karena retrogradasi berimplikasi pada keluarnya sejumlah cairan,
peningkatan ikatan pati dan pembentukan kristalin. Namun, meskipun beras instan
matang yang dihasilkan bertekstur sedikit keras, beras instan matang tersebut
pulen karena ketika dipijat teksturnya lekat diantara kedua jari. Menurut Hubeis
(1985) dalam Widowati et al. (2010), kepulenan merupakan gabungan antara
kelekatan dan kekerasan atau kelunakan nasi yang dihasilkan dan juga respon
enak atau tidak enaknya nasi yang dicicip. Penilaian kepulenan nasi umumnya
didasarkan atas parameter kelengketan dan kekerasan dari sifat tekstur nasi yang
dapat dilakukan dengan cara dicicip dan pijat. Kepulenan nasi secara dicicip
didasarkan pada tekstur nasi yang dikunyah, sedangkan pada cara dipijat, nasi
dikatakan pulen bila lekat diantara kedua jari dan pera bila tidak melekat diantara
kedua jari.
Untuk mengetahui perbedaan karakteristik tepung ubi jalar hasil modifikasi
dengan perlakuan terbaik dan tanpa perlakuan maka tepung hasil modifikasi
diaplikasikan pada pembuatan mie kering untuk mengetahui perbedaan
karakteristik tepung modifikasi dengan tepung tanpa modifikasi, sedangkan
sebagai pembanding keberhasilan modifikasi, dilakukan juga pembuatan mie
dengan menggunakan tepung terigu (Tabel 4).

Tabel 4. Karakteristik Mie dari Berbagai Jenis Tepung


Mie tepung ubi Mie tepung
Parameter Mie tepung ubi jalar
jalar modifikasi terigu
Penyerapan air (%) 140,246 124,820 162,152
Pengembangan volume (%) 148,184 131,501 185,487
Cooking time (menit) 2,356 2, 778 3,879
Cooking loss (%) 19,167 13,821 4,174
Aktivitas antioksidan (%) 14,100 8,200 5,490

Penyerapan air tertinggi terdapat pada mie dari tepung terigu sebesar
162,152 persen dan penyerapan air terendah pada mie tepung ubi jalar modifikasi
sebesar 124,820 persen. Tepung terigu mempunyai keistimewaan dibanding
dengan tepung lain karena mampu membentuk gluten saat dibasahi dengan air,
akibat interaksi antara prolamin yang sedikit gugus polarnya dengan glutelin yang
banyak gugus polarnya (De Man, 1976). Gluten yang terbentuk dari ikatan
prolamin dan glutelin dapat menahan serapan air hingga lebih dari dua kali

810
Aplikasi Metode Modifikasi Panas Lembab untuk Sintesis Tepung Ubi Jalar dengan Karakteristik
Antioksidan sebagai Bahan Baku Pangan Non Terigu Non Beras

beratnya. Hal inilah yang menyebabkan penyerapan air yang tinggi pada mie
tepung terigu. Sedangkan mie tepung ubi jalar lebih tinggi dari pada mie tepung ubi
jalar modifikasi. Hal ini disebabkan kemampuan mengembang (swelling power)
tepung ubi jalar lebih tinggi yaitu 7,413 dan tepung ubi jalar modifikasi 4,893.
Swelling power diakibatkan karena struktur pati yang merenggang sehingga
mudah menyerap air. Oleh karena itu, semakin tinggi swelling power maka
kemampuan menyerap air juga akan semakin tinggi.
Analisa cooking time pada Tabel 4 menunjukkan bahwa waktu pemasakan
mie tepung terigu lebih lama jika dibanding dengan mie lainnya yaitu 3,897 menit
dan mie tepung ubi jalar memiliki waktu pemasakan yang paling singkat yaitu
2,356 menit. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi protein maka waktu yang
dibutuhkan untuk mematangkan mie semakin lama. Cooking loss pada mie tepung
ubi jalar kunig lebih besar (19,167%) dari pada mie tepung ubi jalar oranye
modifikasi (13,821%). Hal ini disebabkan karena tepung ubi jalar oranye memiliki
nilai kelarutan (solubility) yang lebih tinggi (44,400%) dari pada tepung ubi jalar
oranye modifikasi (36,17%). Semakin tinggi nilai kelarutan maka nilai cooking loss
juga akan semakin tinggi.
Aktivitas antioksidan yang disajikan pada Tabel 18 menunjukkan mie tepung
ubi jalar memiliki aktivitas antioksidan tertinggi yaitu 14,100 persen jika dibanding
dengan mie tepung ubi jalar modifikasi (8,200%) dan mie dari tepug terigu
(5,490%). Hal ini disebabkan kandungan total karoten sebagai antioksidan tepung
ubi jalar oranye lebih besar yaitu 553,76 ppm dan total karoten pada tepung ubi
jalar oranye lebih rendah yaitu 341,723 ppm sehingga aktivitas antioksidan pada
mie tepung ubi jalar akan lebih tinggi jika dibandingkan mie tepung ubi jalar
modifikasi. Sedangkan pada mie tepung terigu aktivitas antioksidanya sebesar
5,490 persen.

KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan suhu heat moisture


treatment berpengaruh nyata terhadap kadar pati, kadar amilosa, kadar karoten,
tingkat kecerahan dan swelling power pada dua varietas ubi yang digunakan.
Perlakuan lama heat moisture treatment memberikan pengaruh yang nyata
terhadap kadar pati, kadar amilosa, kadar karoten, tingkat kecerahan dan
kelarutan
Kombinasi perlakuan terbaik tepung ubi ungu adalah pada perlakuan suhu
o
HMT 50 C dan lama HMT 9 jam dengan karakteristik swelling power 7,04 gr/gr,
solubillity 39,65 persen, kadar pati 51,45 persen, kadar amilosa 10,76 persen dan
kadar antosianin 161,53 ppm. Perlakuan terbaik tepung ubi oranye didapatkan
0
pada perlakuan heat moisture treatment pada suhu 105 C selama 6 jam, dengan
karakteristik kadar air 6.023 persen, kadar pati 56,897 persen, kadar amilosa
16,360 persen, kadar amilopektin 40,537 persen, kadar total karoten 341.123 ppm,
kecerahan 58,910, swelling power 4,893 g/g dan kelarutan 36,177 persen.

811
Widya Dwi Rukmi Putri, Dian Widya Ningtyas, Intan Liza, dan Ruly Agustin

Penggunaan tepung ubi jalar termodifikasi menjadi beras dan mie menunjukkan
adanya potensi untuk menggantikan beras maupun terigu.

UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terimakasih disampaikan kepada Direktorat Pendidikan Tinggi


Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang telah membiayai penelitian ini
melalui dana Hibah Strategis Nasional tahun 2012 dan juga kepada Lembaga
penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Brawijaya yang telah
memfasilitasi kegiatan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Mahmud. 2012. Indonesia Importir Gandum Terbesar di Dunia.


http://berita.liputan6.com/read/413446/indonesia-importir-gandum-terbesar-kedua-di-
dunia. diakses 30 juli 2012
BPS. 2012. Tabel Luas Panen- Produktivitas- Produksi Tanaman Ubi Jalar Seluruh Provinsi.
http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php. diakses tanggal 30 Juli 2012
FAOSTAT. 2003. Database Statistik Tentang Keseimbangan Makanan. http://www.fao.ora.
Diakses tanggal 4 April 2011.
Apraidji. W. H., 2007. Khasiat Ubi Jalar Merah Bagi Kesehatan
http://vibizlife.com/healthdetail.php?p-health&awal=470&puge=48&id=1. Diakses
tanggal 15 Oktober 2011.
Syamsir, E dan T, Honestin. 2009. Karakteristik Fisiko Kimia Tepung Ubi Jalar dengan
Variasi Proses Penepungan. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Fateta. IPB.
Bogor
Nugroho, J,S. 2006. Optimalisasi Pemanfaatan Ikan Pepetek (Leiognathus sp.) dan Ubi
Jalar Putih (Ipomoea batatas l.) untuk Substitusi Parsial Tepung Terigu dalam
Pembuatan Biskuit. Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan. IPB. Bogor.
Collado, L.S. dan H. Corke. 1999. Heat Moisture Treatment Effects on Sweet Potato
Differing in Amylose Content. Food Chemistry 65: 329-346.
Collado,L.S, L.B.Mabesa,C.G. Oates and H. Corke. 2001. Bibon Types Noodles from Heat
Moisture Treatment – Moisture Treated Sweet Potatoes Starch. Journal of Food
Science.
Herawati, D. 2009. Modifikasi Pati Sagu dengan Teknik Heat Moisture Treatment (HMT) dan
Aplikasinya dalam Memperbaiki Kualitas Bihun. [Tesis]. Program Pascasarjana, IPB,
Bogor
Sudarmaji, S. Haryono. B, Suhardi. 1997.Prosedur Analisa Untuk Bahan Pangan dan
Pertanian. Liberty. Yogyakarta.
Apriyantono, A., D. Fardiaz, N.L. Puspitasari, S. Yasni, dan S. Budiyanto. 1989. Petunjuk
Praktikum Analisis Pangan. IPB Press. Bogor.

812
Aplikasi Metode Modifikasi Panas Lembab untuk Sintesis Tepung Ubi Jalar dengan Karakteristik
Antioksidan sebagai Bahan Baku Pangan Non Terigu Non Beras

Abera, S. K, Rakshit. 2003. Comparison of Physicochemical and Fungsional Properties of


Cassava starch extracted from Fresh Root and Dry Chips. Starch/ Starke 55: 287-
296
Oh, N.H., D.A. Seib, C.W. Deyoe dan A.B.Ward.1985. The Surface Firmness of Cooked
Noodles From Soft and Hard Wheat Flours. Cerea chemistry62(6):431-436.
Muhamed, A, Jamilah B, Abbas KA, Rahman KA and K. Roseline. 2008. A Review on
Physicochemical and Thermorheological Properties of Sago Starch. Am J of Agric
and bio sci.
Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Khasanah U. 2003. Formulasi, Karakterisasi Fisikokimia dan Organoleptik Produk Makanan
Sarapan Ubi Jalar (Sweet Potato Flakes). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB,
Bogor.
Kikuta,C. Y, Sugimoto. A, Yamasaki. K, Tanaka. N, Kawanishi. M, Asaoka. Effects of Native
and Modified Tapioca Starches on The Properties of Sponge Cakes. Faculty of
agriculture. Kinki University. Japan
Lu, S. C-Y. Chen and C-Y. Lii. 1996. Gel-Cromatrography Fractionation and Thermal
Characterization of Rice Starch Affected by Hidrotermal Treatment. Cereal Chem.
73(1):5-11.
Socaciu, Carmen. 2008, Food Colorants Chemical and Functional Properties. CRC Press.
Boca Raton.
Klaui, H dan J.C, Bauernfeind. 1981. Carotenoid as Food Colors. Di dalam: Carotenoid as
Colorants and Vitamin A Precursor. Bauernfeind, J.C (ed), hal 30. Academic Press,
New York.
Kanner ,J. 1978. Carotene Oxidazing Factors in Red Pepper Fruits (Capsicum annuum,L)
Ascorbid Acid and Coper in a β-Caroten-Linoleic Acid Solid Model. J.Food Sci.,
43:524.
Anonymous. 2012. Uji Gluten dan Daya Serap Terigu.
http://enchantedboyz.blogspot.com/2012/03/uji-gluten-dan-daya-serap-tepung-
terigu.html. diakses 31 Juli 2012
Calligaris, S., P. Falcone and M. Anese. 2002. Color Changes of Tomato Purees During
Storage at Freezing Temperatures. Journalof Food Science. 67(6):2432 -2435.
Yuwono, S.S. dan T. Susanto. 1998. Pengujian Fisik Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Brawijaya. Malang.
Zeleny, M. 1982. Multiple Criteria Decision Making. McGraw-Hill Co. New York.

813

You might also like