Aspek Hukum Kekarantinaan Kesehatan Dan Perlindungan Konsumen Atas Penanggulangan Covid-19

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 44

ASPEK HUKUM KEKARANTINAAN KESEHATAN DAN PERLINDUNGAN

KONSUMEN ATAS PENANGGULANGAN COVID-19


(Legal Aspects Of Health Quarantine And Consumer Protection Of Covid-19 Vaccination)

Marulak Pardede
Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum
Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta marulakp@yahoo.com

Tulisan Diterima: …………….; Direvisi: …………..; Disetujui Diterbitkan: …………..


DOI: http://dx.doi.org/10.30641/dejure.2020.V20.335-362

ABSTRACT
The purpose of this research is to find out the implications of implementing Law No. 6 of
2018 concerning Health Quarantine, in connection with efforts to eradicate the covid-19 virus,
and the existence of Law No. 8 of 1999 concerning Consumer Protection, Law No. 12 of 2011
juncto Law Number 15 of 2019 concerning the Formation of statutory regulations; as well as for
determine the consistency of the application of these regulations. The benefits of this research
are: First, theoretical benefits in the form of contributing ideas in legal science, especially
consumer protection law; and second, at a practical level in the form of contributing thoughts to
law enforcement officials, especially understanding the importance of consistent harmonization
and synchronization of laws and regulations in their application so as to ensure legal certainty
and justice. By using a research method with a juridical-normative approach. Therefore, the data
required is limited to secondary data in the form of primary legal materials, secondary legal
materials and tertiary legal materials, especially laws and regulations related to the
implementation of the eradication of the Covid-19 virus in Indonesia. These legal materials are
collected through (method) library research (library research). Furthermore, the legal materials
are processed and analyzed in a qualitative normative manner, especially to detect the level of
harmonization and synchronization of the application of laws on health quarantine with
consumer protection. The results showed that the enforcement of the health quarantine law is
possible to be sued because it is not harmonious and in sync with the consumer protection law. To
overcome this, it is suggested, among others: it is necessary to make efforts to harmonize the two
laws and regulations; It is necessary to do socialization, transparency of the uses and risks of the
covid-19 vaccination.

Key words: Health quarantine law enforcement and consumer protection.

ABSTRAK

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui implikasi pelaksanaan Undang-
Undang No 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan, sehubungan dengan upaya
pemberantasan virus covid-19, dan keberadaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan konsumen, Undang-Undang No.12 Tahun 2011 juncto Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2019 tentang Pembentukan Perturan perundang-undangan; serta untuk mengetahui
konsistensi berlakunya peraturan tersebut. Adapun manfaat penelitian ini, adalah: Pertama, manfaat
teoretis berupa memberikan sumbangan pemikiran dalam ilmu hukum khususnya hukum
perlindungan konsumen; dan kedua, dalam tataran praktis berupa memberikan sumbangan
pemikiran bagi aparat penegak hukum terutama memahami pentingnya konsistensi harmonisasi dan
sinkronisasi peraturan perundang-undangan dalam penerapannya sehingga dapat menjamin
kepastian hukum dan keadilan. Dengan menggunakan metode penelitian dengan pendekatan
yuridis-normatif. Oleh karena itu data yang diperlukan sebatas data sekunder berupa bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder maupun bahan hukum tersier, khususnya peraturan perundang-
undangan yang terkait dengan pelaksanaan pemberantasan virus covid-19 di Indonesia. Bahan-
bahan hukum tersebut dikumpulkan melalui (metode) studi kepustakaan (library research).
Selanjutnya bahan hukum tersebut diolah dan dianalisis secara normatif kualitatif terutama untuk
mendeteksi taraf harmonisasi dan sinkronisasi penerapan peraturan perundangan tentang
Kekarantinaan Kesehatan dengan perlindungan konsumen. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa
penegakan hukum kekarantinaan Kesehatan, dimungkinkan untuk digugat karena tidak harmonis
dan sinkron dengn hukum perlindungan konsumen. Untuk menanggulangi hal tersebut, disarankan
antara lain: perlu dilakukan upaya penyelarasan kedua peraturan perundang-undangan tersebut;
perlu dilakukan sosialisasi, transparansi akan kegunaan dan resiko vaksinasi covid-19 dimaksud.
Kata kunci: penegakan hukum kekarantinaan Kesehatan, dan perlindungan konsumen.
A. PENDAHULUAN
Perubahan-perubahan pada varian baru ini kemungkinan tidak akan memengaruhi vaksin, tapi
seluruh dunia sekarang berada di zona yang sangat dinamis. Beberapa varian Corona yang mendapat
perhatian khusus contohnya adalah B117 yang pertama kali dilaporkan di Inggris. Selain itu
belakangan juga ada varian 501.V2 yang muncul di Afrika Selatan dan varian D614G yang juga
dilaporkan ada di Indonesia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyadari makin banyak varian
virus Corona baru yang dilaporkan di dunia. Beberapa varian mendapat perhatian khusus karena
disebut memiliki potensi bersifat lebih mudah menular dan 'kebal' terhadap vaksin. Direktur bidang
imunisasi dan biologi WHO, Dr Kate O'Brien,1 menjelaskan sebetulnya normal bagi sebuah virus
untuk bermutasi. Ia menyampaikan setidaknya sampai saat ini belum ada bukti kuat varian-varian
baru tersebut tidak bisa dilawan vaksin (Ciri-ciri Terinfeksi Corona, Tak Selalu Sama Tapi Perlu
Waspada). "Evaluasi terkait apakah vaksin akan terdampak varian baru ini masih berjalan." "Tapi
apa yang bisa kami katakan dengan keyakinan kuat adalah agar secepat mungkin masyarakat
divaksinasi. Perubahan-perubahan pada varian baru ini kemungkinan tidak akan memengaruhi
vaksin, tapi sekali lagi kita sekarang berada di zona yang sangat dinamis."
Beberapa varian Corona yang mendapat perhatian khusus contohnya adalah B117 yang
pertama kali dilaporkan di Inggris. Selain itu belakangan juga ada varian 501.V2 yang muncul di
Afrika Selatan dan varian D614G yang juga dilaporkan ada di Indonesia. Melihat kenaikan covid19
di Jakarta, penanganannya butuh bantuan Kemenkes langsung dan Polda Metro Jaya untuk

1
Dr Kate O'Brien, Direktur bidang imunisasi dan biologi WHO, menjelaskan seperti dikutip dari akun Twitter resmi WHO,
Rabu, 20 Januri 2021 08:19 WIB, Makin Banyak Varian Corona Baru, WHO: Lakukan Vaksinasi Secepatnya! Firdaus Anwar –
detikHealth.
pengawasan Prokes. Kampung tangguh secepatnya dibentuk untuk seluruh RW zona merah, Pemda
DKI, Jakarta kelihatan sudah kewalahan. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengungkap kondisi
rumah sakit (RS) Ibu Kota hampir penuh seiring dengan meningkatnya kasus Covid-19. Kini,
kapasitas yang tersisa hanya 13 persen untuk menampung pasien Covid-19. Kapasitas tersisa 13
persen lagi untuk menampung pasien Covid-19, baik yang berasal dari Jakarta maupun luar Jakarta.
Angka penggunaan tempat tidur atau bed occupancy ratio (BOR) rumah sakit di DKI Jakarta
sebanyak 87 persen karena melayani warga lintas provinsi. Di antara negara-negara Asia, Indonesia
berada di urutan ke-4 penyumbang kasus positif terbanyak. Urutan pertama ditempati India dengan
10.558.710 kasus, disusul Turki dengan 2.380.665 kasus, dan Iran dengan 1.324.395 kasus.2

Program vaksinasi yang dimulai pada Rabu (13/1/2021) diharapkan bisa membantu
mengendalikan pertambahan kasus. Namun sepertinya masih butuh waktu lama, karena penyuntikan
181,5 juta warga yang menjadi sasaran vaksinasi diproyeksikan bakal memakan waktu 15 bulan.
Dari sejak kasus COVID-19 pertama kali ditemukan di Indonesia pada Maret 2020,
perkembangannya hingga tembus 900 ribu kasus. Harusnya di buka vaksin, secara mandiri kepada
perusahaan agar operasi perusahaan berjalan lancer. Ketua umum kamar dagang dan industri
Indonesia atau KADIN, Rosan P. Roeslani, 3 meminta pemerintah membuka akses vaksin Covid-19
secara mandiri kepada dunia usaha. Program vaksin mandiri dianggap akan mempercepat
pemerataan vaksinasi. "Jika vaksinasi ini bisa cepat dilakukan bagi karyawan, pekerja maupun
kalangan dunia usaha, harapannya akan mempercepat pemulihan ekonomi juga. Sasaran penyuntikan
saat ini sangat besar, yakni mencapai ratusan juta dosis. Dengan program vaksin mandiri, ia
meyakini vaksinasi bisa kelar dalam waktu kurang dari satu tahun. Pemerintah sempat membuka opsi
vaksin mandiri untuk vaksinasi Covid-19. Namun, rencana itu dihentikan lantaran memperoleh
protes dari masyarakat. Pemerintah akhirnya memutuskan vaksin diberikan gratis kepada seluruh
penduduk.

Tahun baru 2021 ini Indonesia, bahkan dunia masih dihadapkan dengan pandemi COVID-19.
Virus yang awal mulanya ditemukan di Wuhan, China dan mulai menyebar di Indonesia pada awal
tahun 2020 ini telah menelan banyak korban jiwa. Tidak ada yang bisa menebak dan memperkirakan
bagaimana COVID-19 bisa tersebar sebegitu luas dan cepat, serta kapan akan berakhir. Hal ini
membuat semua pihak berupaya keras dalam “memerangi” COVID-19, salah satunya adalah dengan
menemukan vaksin COVID-19. Tentu adanya vaksin ini menjadi harapan bagi semua orang yang
hampir setahun ini dihantui oleh pandemi COVID-19. Di Indonesia sendiri berbagai berita dan
informasi telah memuat tentang perkembangan temuan vaksin COVID-19, yang kemudian
dipertajam dengan masuk dan sudah mulai suntikkannya vaksin COVID-19 pada awal bulan Januari
tahun 2021 ini, yang diawali pertama kali oleh Presiden Jokowi.

Sebagaimana diketahui, vaksinasi Covid-19 memerlukan waktu 15 bulan. Mulai dari


pertengahan Januari 2021 hingga Maret 2022 di 34 provinsi. “Secara total, dibutuhkan waktu 15
bulan, mulai Januari 2021 hingga Maret 2022, untuk menuntaskan program vaksinasi COVID-19 di
2
Akun Instagram Pemprov DKI Jakarta @dkijakarta, Selasa (19/1/2021).
3
Rosan P Roeslani, Ketua Umum Kadin, dalam keterangannya, kepada Tempo.co.id, Kamis, 14 Januari 2021.
34 provinsi dan mencapai total populasi sebesar 181,5 juta orang. Tahap pelaksanaan program
vaksinasi yang sudah dimulai pada tanggal 13 Januari 2021 ini, dilaksanakan dengan pemberitahuan
melalui pesan singkat (short messaging service/SMS) kepada kelompok prioritas penerima vaksin
COVID-19 pada 31 Desember 2020 lalu, SMS pemberitahuan yang dikirimkan oleh Kementerian
Kesehatan RI ini telah terhubung dengan aplikasi Pedulilindungi. 4 Informasi-informasi terkait isu
vaksin ini mendapat berbagai tanggapan dari masyarakat Indonesia sendiri, berbagai kalangan
masyarakat pasti bertanya-tanya terlebih jika kita tidak termasuk ke dalam kelompok prioritas
penerima vaksin COVID-19. Belum lagi adanya informasi-informasi keliru atau hoax yang membuat
masyarakat cemas atas kefektivitasan vaksin COVID-19 ini, ditambah di penghujung tahun 2020
silam terdapat berita varian baru dari virus COVID-19 yang pertama kali ditemukan di Inggris. Hal
ini membuat masyarakat bertanya-tanya apakah vaksinasi COVID-19 di Indonesia ini efektif untuk
memberikan kekebalan terhadap virus COVID-19?
Ketua Satgas Penanganan COVID-19 Doni Monardo,5 meminta masyarakat tidak ragu lagi
dengan vaksinasi Corona. Doni menilai pengorbanan Presiden Jokowi menjadi yang pertama
divaksinasi COVID-19 luar biasa. Bapak Presiden saja sudah divaksin, seorang kepala negara,
kepala pemerintahan yang telah bersedia menjadi orang pertama divaksin kalau ada risiko. Tidak
mungkin seorang kepala negara itu proteksi keamanan, proteksi kesehatannya itu luar biasa. Sejauh
ini tidak ada gejala yang dirasakan oleh sejumlah orang yang telah disuntik vaksin, termasuk
Presiden Jokowi. Untuk itu, menurutnya, tidak ada lagi alasan untuk tidak melakukan vaksin. "Jadi
sebelum Bapak Presiden itu mendapat vaksin, sejumlah pihak yang telah dilakukan sebelumnya. Dan
mereka dimintain pendapat dan masukannya. Tidak ada satu pun yang mengalami gejala sampai hari
ini, sehingga Bapak Presiden telah divaksin dan ini tidak ada alasan lain bagi kita, untuk tidak
percaya. "Mohon dalam forum ini siapa pun yang berusaha untuk membuat rakyat tidak percaya
harus kita lawan bersama-sama. Tidak boleh kita biarkan”. Diketahui, Presiden Jokowi menjadi
orang pertama yang divaksinasi menggunakan vaksin Sinovac. Mantan Wali Kota Solo tersebut
mengatakan vaksinasi sangat penting untuk memutus mata rantai penyebaran Corona dengan
perlindungan yang diberikan vaksin itu sendiri. 6 Vaksinasi COVID-19 penting kita lakukan untuk
memutus rantai penularan virus Corona ini dan memberikan perlindungan kesehatan kepada kita, dan
keselamatan, keamanan bagi kita semuanya masyarakat Indonesia dan membantu percepatan proses
pemulihan ekonomi.7 Pihak Istana membenarkan pernyataan Menteri Kesehatan Budi Gunadi
Sadikin bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) disuntik vaksin Covid-19 pada, Rabu 13 Januari
2021. Hal itu disampaikan Kepala Sekretariat Presiden (Kasetpres) Heru Budi Hartono. Proses
vaksinasi itu, telah disiarkan langsung sehingga masyarakat bisa menyaksikannya. Diharapkan siaran

4
dr. Siti Nadia Tarmidzi, Juru Bicara Vaksin Covid-19 Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dikutip dari laman
kemenkes.go.id.

5
Doni Monardo, Penjelasannya dalam raker bersama Komisi VIII di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis
(14/1/2021).
6
Tiffany Theresia – detikNews, Satgas: Siapa Pun yang Buat Rakyat Tak Percaya soal Vaksin, Kita Lawan, Kamis, 14 Jan
2021 17:09 WIB.
7
Presiden, Jokowi, dalam penjelasannya seperti yang dikutip dari YouTube Sekretariat Presiden, Rabu (13/1-2021).
langsung ini dapat memberikan semangat kepada masyarakat untuk menyukseskan program
vaksinasi Covid-19.8
Vaksin wajib, kalau menolak dijatuhi hukuman, sesuai dengan UU. No 6 Tahun 2018 Tentang
Kekarantinaan Kesehatan, Pasal.9 Ayat 1 ", Tidak Mau Di Vaksin Penjara 1 Tahun Dan Atau Denda
Rp.100 Juta. Menurut Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Prof Edward OS Hiariej, 9
orang yang menolak vaksinasi dapat dikenakan sanksi hukuman penjara dan denda hingga ratusan
juta. Ia mengacu pada Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan
Kesehatan. UU menyatakan bahwa setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan
kekarantinaan kesehatan atau menghalangi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan bisa dipidana.
"Yakni penjara paling lama satu tahun atau denda maksimal Rp 100 juta," Aturan itu terdapat pada
Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 yang berbunyi seperti berikut: Setiap orang yang tidak mematuhi
penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau
menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan
Kesehatan Masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Sementara itu, dalam Perpu Nomor 1
Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan
Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang selama ini dijadikan dasar untuk setiap
program penanggulangan virus corona, tidak terdapat sanksi ataupun denda bagi yang menolak
vaksin. Bahkan belum ada peraturan di tingkat pusat yang mengatur sanksi pidana bagi pihak yang
menolak vaksinasi COVID-19. Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 yang mengatur pengadaan
vaksin dan pelaksanaan vaksinasi covid-19 juga tidak mencantumkan sanksi ataupun denda jika
menolak divaksin. Namun lain ceritanya di tingkat daerah.
Ketua Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jatim, Drs Muhammad Said
Sutomo,10 mengingatkan pemerintah soal dampak buruk vaksin Covid-19. Apalagi dikabarkan
produsen vaksin, Pfizer Pfzer-BioNTech ‘cuci tangan’ alias minta bebas tuntutan hukum jika ada
efek buruknya. Jangan gegabah, jangan grusa-grusu. Vaksinasi covid-19 hari ini, terkesan
dipaksakan. Terasa bau bisnis, uang. Bayangkan, negeri kita, Indonesia, menjadi konsumen vaksin
covid-19 made in sinovac, China. Bagaimana dengan dampak buruknya? Vaksin ini dengan
mudahnya mendapatkan izin penggunaan darurat (EUA) dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan
(BPOM) maupun sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Wajar kalau di masyarakat
terjadi pro kontra. Ini karena tampak ketidakjeliannya dalam membaca dampak buruk vaksin
tersebut. Sementara itu, menurut Undang-undang No. 8/1999 tentang perlindungan konsumen,
mewajibkan produsen obat atau vaksin yang menjamin memiliki sertifikat halal dan atau sertifikat
jaminan kemanjurannnya. Bahkan dalam Omnibus Law UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 yang
baru ditandatangani Presiden Jokowi, mewajibkan produsen barang dan atau jasa memiliki sertifikat

8
Lennny Tristia Tambun / EAS, 13 Januari, Presiden Joko Widodo Divaksinasi Covid-19, Selasa, 5 Januari 2021 | 13:59 WIB,
Sumber: BeritaSatu.com.

9
Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Prof Edward OS Hiariej ungkap Wamenkum dalam 'Webinar Nasional:
Kajian Hukum, Kewajiban Warga Negara Mengikuti Vaksinasi' yang diselenggaran PB IDI, Senin (11/1/2021).
10
Drs Muhammad Said Sutomo, Ketua Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jatim, Penjual ‘Cuci Tangan’!
YLPK Minta Pemerintah Pikirkan Dampak Buruk Vaksin Covid-19, (FT/mediamerahputih.id), Kamis, 14 Januari 2021.
SURABAYA |duta.co –
jaminan keamanan dan keselamatan produk barang dan atau sebelum dipasarkan atau
diperdagangkan kepada konsumennnya. Regulasikan ini mau dikemanakan? Mau dikesampingkan?
Dikhawatirkan, di balik semua ini adalah bisnis, uang. Padahal, negara atau pemerintah tidak boleh
berbisnis dengan rakyatnya.” Contoh, bagaimana kecelakaan penumpang pesawat yang kemudian
korban minta kompensasi kerugian ke produsennya, Boeing. Perusahaan pun harus menjamin
kerugiannya. Vaksin ini jaminannya apa? Kalau konsumen nanti dirugikan apa tanggungjwab
mereka. Selain itu, konsumen memiliki hak bebas memilih divaksin atau menolak, dan itu dilindungi
oleh Undang-undang. Dengan demikian, pemerintah tidak boleh memaksa. Apalagi, jika benar,
produsen vaksin tidak mau bertanggungjawab. Masak kita mau jadi ‘kelinci’ percobaan?11

 Selain itu, pengamat Kesehatan, Marius Wijajarta, 12 berencana gugat pemerintah dalam hal ini
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) karena tak melakukan sosialisasi vaksin Covid-19.
Saya akan gugat pakai Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999. Seharusnya,
BPOM menyampaikan kepada masyarakat mengenai indikasi, kontra indikasi, hingga sasaran umur
sebelum vaksinasi Covid-19 dilaksanakan. Pemerintah sendiri telah menjadwalkan vaksinasi Covid-
19 pada 13 Januari 2021. Presiden Joko Widodo merupakan orang pertama yang mendapatkan
vaksinasi Covid-19. Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 tahun 1999,
masyarakat berhak mendapatkan informasi yang benar, jelas dan jujur. Karena itu, seharusnya
BPOM menyampaikan informasi vaksin Covid-19 kepada masyarakat melalui media elektronik,
cetak maupun media sosial. Konsumen juga berhak menuntut ganti rugi denda maksimal, Rp.2 M,
tuntutan pidana 5 tahun penjara. Hingga saat ini pemerintah belum/tidak menyampaikan kepada
masyarakat mengenai indikasi, kontra indikasi, sasaran umur hingga orang dengan komorbid yang
belum bisa divaksin. Pemerintah justru terlihat diam dan menjadwalkan pelaksanaan vaksinasi
Covid-19. Harusnya dikomunikasikan dulu kegunaan vaksin Covid-19. Berapa kali disuntik, terus
penyakit-penyakit ini ditunda dulu. Itu jangan diam-diam, tahu-tahu Pak Jokowi disuntik. Sementara
itu, Juru Bicara Vaksinasi Covid-19, Siti Nadia Tarmizi, menanggapi ancaman Marius, mengatakan,
pemerintah terus menerus melakukan sosialisasi vaksin Covid-19 kepada tenaga kesehatan sebagai
sasaran awal vaksinasi. Pemerintah terus menerus melakukan sosialisasi kepada nakes sebagai
sasaran awal vaksinasi, juga bersama organisasi profesi melakukan workshop dan sosialisasi, begitu
juga pemda melalui dinkes provinsi atau kabupaten kota melakukan sosialisasi kepada nakes di
lingkungannya. Meskipun BPOM belum menerbitkan emergency use authorization (EUA) atau izin
penggunaan vaksin Covid-19 Sinovac, pemerintah tetap melakukan sosialisasi kepada tenaga
kesehatan hingga jadwal pelaksanaan vaksinasi tiba.13 Kita secara pararel ya karena kita berpacu
dengan waktu. Kita ini kan dalam keadaan pandemi, dalam keadaan darurat. Semakin lambat kita
maka semakin banyak yang akan menjadi sakit bahkan kematian.14
11
https://duta.co/penjual-cuci-tangan-ylpk-minta-pemerintah-pikirkan-dampak-buruk-vaksin-covid-19
12
Marius Wijajarta, Pengamat Kesehatan, "Saya gugat, saya akan gugat pakai Undang-Undang Perlindungan Konsumen
Nomor 8 Tahun 1999," ujarnya saat dihubungi merdeka.com, Senin (11/1). Supriatin: Reporter: Merdeka.com -, Sosialisasi Vaksinasi
Covid-19 Tak Jelas, Pemerintah Terancam Digugat, Senin, 11 Januari 2021 10:24. 

13
Erick Thohir tinjau vaksin Covid-19. ©2021 Merdeka.com/Aksara Bebey.

14
Mochammad Januar Rizki, Senin, 14 Desember 2020, Catatan Pelanggaran Konsumen Sepanjang 2020, Pengaduan
konsumen sebelum pandemi Covid-19 didominasi sektor properti, tapi kini mulai diikuti sektor keuangan dan e-commerce.
Mengingat masyarakat Indonesia merupakan konsumen yang memiliki hak konsumen yang
diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) Nomor 8 Tahun 1999 pasal 4 huruf
b: Konsumen mempunyai hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang dan/atau jasa. Maka harus dipastikan bahwa vaksin yang akan digunakan memenuhi standar
keamanan, sehingga yang mendapat vaksin dapat dijamin keselamatannya serta efektif memberikan
kekebalan pada masyarakat dari penularan COVID-19. Sejak World Health Organization (WHO)
mengumumkan status pandemi Covid-19 global pada awal tahun 2020 lalu, seluruh pola tata
kehidupan manusia diseantero dunia, terasa berubah memaksa masyarakat bergeser ke era
digitalisasi. Teknologi informasi menjadi sangat berperan penting untuk berinteraksi, dan harus
hidup menyesuaikan diri dengan era new normal, bahkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,
berbelanja online, dengan mudah bertransaksi virtual dalam berbelanja, misalnya: cash on delivery
(COD), e-wallet, rekening bersama, transfer, dan kartu kredit.15 Namun kondisi dan situasi ini, disisi
lain ternyata juga telah disalahgunakan oleh sebagian pelapak untuk mengeruk keuntungan dengan
berbagai macam modus, sehingga menimbulkan berbagai kasus, seperti: pengabaian perlindungan
tabungan nasabah perbankan, kartu-kredit, asuransi jaminan simpanan, gagal bayar, klaim asuransi
ditolak, masalah hubungan pinjam-meminjam uang (kredit macet), perjanjian jual-beli barang on-line
yang bahkan melibatkan negara lain dan jasa perbankan, dan lain sebagainya, merupakan contoh
kasus yang cukup sering terjadi.16 Pembelian barang tidak sesuai perjanjian (barang yang dikirim
berbeda dengan yang ditampilkan pada iklan); barang yang dibeli tidak datang (belum diterima oleh
konsumen); barang yang sampai rusak/tidak bisa digunakan. Tak hanya itu, persoalan pembatalan
sepihak yang dilakukan pelaku usaha; waktu kedatangan barang tidak sesuai yang diperjanjikan;
pengembalian dana (refund) yang sangat lama; dan mengalami penipuan pada sistem loka pasar yang
merugikan konsumen.17

Yayasan Lembaga Konsumen (YLKI) sering menerima pengaduan masyarakat, karena


pesanan barang belum sampai, cacat produk, sulitnya proses pengembalian barang, hingga proses
refund atau pengembalian uang.18 Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Januari 2020-
Mei 2020, menerima 70 kasus pengaduan kerugian bertransaksi e-commerce. Sebagian besar
berkaitan dengan phishing dan OTP, melakukan manipulasi pelanggan untuk mengirim OTP yang
membuat orang lain bisa membuat transaksi dengan akunnya. 19 Sistem bertransaksi ini, belum
dilindungi oleh hukum, memiliki kelemahan, karena pelaku kejahatan bisa saja menyusupi malware
berkemampuan mengawasi dan mencuri data di hand phone, tanpa disadari melalui pesan bermuatan

https://www.merdeka.com/peristiwa/sosialisasi-vaksinasi-covid-19-tak-jelas-pemerintah-mau-digugat.html
15
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5ec83e3377b73/risiko-hukum-belanja-online-di-masa-pandemi diakses tanggal,
26/09/2020
16
Pardede, Marulak, “Aspek Hukum Pertanggungjawaban Hukum Pidana Terhadap Korporasi Sebagai Pelaku Korupsi Dalam
Perpajakan”, Diterbitkan dalam Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, Volume 20, Nomor 3 September 2020.
17
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4989911/tertipu-belanja-online-ngadunya-ke-mana diakses 25/09/2020
22:15
18
https://ekonomi.kompas.com/read/2018/01/19/171756726/toko-online-paling-banyak-diadukan-konsumen-ke-ylki-ini-
daftarnya?page=all diakses 25/09/2020
19
https://www.bpkn.go.id/posts/show/id/1649 di akses 24/09/2020 : 16:22
tautan berbahaya atau phising.20 Kementerian Perdagangan-RI, telah memblokir 321 akun pelapak
online yang menjual alat kesehatan (alkes) dengan mutu rendah, dan sembako dengan harga yang
sangat tinggi. Sejak 2018, juga telah diterima pengaduan berjumlah 127 laporan. Sanksinya hanya
akunnya diblokir. Kegiatan berbisnis tersebut, telah menimbulkan persoalan hukum karena fakta
menunjukkan, belum diikuti dengan perlindungan hukum dalam sistem keamanan bertransaksi, dan
telah membuka peluang bagi pelaku tindak pidana penipuan, dengan berbagai modus yang
mengakibatkan kerugian konsumen.21 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pelaksanaan
vaksinasi anti virus Covid-19 sesuai dengan UU.Kekarantinaan kesehatan, bagaikan pedang bermata
dua, dimana selain memberikan kontribusi positif bagi peningkatan kesehatan, kesejahteraan,
kemajuan, dan peradaban manusia, juga menjadi masalah bagi perlindungan konsumen, karena
disinyalir dapat menjadi perbuatan melawan hukum.22 Bertitik tolak dari uraian tersebut diatas,
menimbulkan pertanyaan: Bagaimakah harmonisasi dan sinkronisasi peraturan perundang-undangan
tentang Kekarantinaan Kesehatan dengan perlindungan hukum konsumen, dikaitkan dengan
eksistensi Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 juncto Undang-undang Nomor 15 Tahun 2019
tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, dalam pemberantasan pandemi covid-19 yang
sangat membahayakan ini? Ditinjau dari segi hukum, upaya apakah yang perlu dilakukan untuk
mengatasi permasalahan yang timbul dalam pemberantasan virus Covid-19 melalui vaksinasi ini?

B. METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan dengan pendekatan yuridis-normatif, data yang diperlukan sebatas data
sekunder berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder maupun bahan hukum tersier,
khususnya peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pelaksanaan pmberantasan virus
covid-19 di Indonesia. Bahan-bahan hukum tersebut dikumpulkan melalui (metode) studi
kepustakaan (library research). Selanjutnya bahan hukum tersebut diolah dan dianalisis secara
normatif kualitatif terutama untuk mendeteksi taraf harmonisasi dan sinkronisasi penerapan
peraturan perundangan tentang Kekarantinaan Kesehatan dengan perlindungan konsumen.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui implikasi pelaksanaan Undang-Undang
Kekarantinaan Kesehatan, sehubungan dengan upaya pemberantasan virus covid-19, serta
keberadaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999, tentang Perlindungan konsumen, dan untuk
mengetahui konsistensi berlakunya peraturan tersebut. Ada dua manfaat penelitian ini. Pertama,
manfaat teoretis berupa memberikan sumbangan pemikiran dalam ilmu hukum khususnya hukum
perlindungan konsumen; dan kedua, dalam tataran praktis berupa memberikan sumbangan
pemikiran bagi aparat penegak hukum terutama memahami pentingnya konsistensi harmonisasi dan
sinkronisasi peraturan perundang-undangan dalam penerapannya sehingga dapat menjamin
kepastian hukum dan keadilan.

20
https:// infokomputer .grid.id/read/ 121999464/apa-itu-sistem-keamanan-one-time-password- otp diakses 26/09/2020
21
Pardede, Marulak, “Arti Penting Pengatturan Keuangan Negara dalam Sistem Hukum Nasional”, diterbitkan dalam: Jurnal
Penelitian Hukum DE JURE, Akreditasi LIPI No.511/akred/P2MI-LIPI/04/2013/Volume 15 No.3, September 2013.
22
Siswanto Sunarso, Hukum Informasi dan Transaksi Elektronik : studi kasus Prita Mulyasari, Jakarta : Rineka Cipta, 2009,
hal. 39
C. TINJAUAN PUSTAKA.

1). Harmonisasi dan Sinkronisasi Peraturan Perundang-Undangan.


Harmonisasi peraturan perundang-undangan merupakan keserasian antara peraturan
perundang-undangan antara yang satu dengan yang lainnya, baik yang berbentuk vertikal (hierarki
perundang-undangan) ataupun horizontal (perundang-undangan yang sederajat).23 Keserasian
tersebut, yakni tidak ada pertentangan antara peraturan yang satu dengan yang lainnya, akan tetapi
peraturan yang satu dengan yang lainnya saling memperkuat ataupun mempertegas dan memperjelas.
Dengan demikian pembuatan peraturan perundang-undangan harus memperhatikan harmonisasi
peraturan perundang-undangan, dengan tidak terlepas dari tiga landasan atau dasar pembuatan
peraturan perundang-undangan, yakni; landasan filosofis, landasan yuridis, dan landasan
sosiologis.24
Harmonisasi Horizontal, adalah Penelitian yang bertujuan untuk melihat apakah suatu
peraturan perundangan-undangan yang berlaku bagi suatu bidang kehidupan tertentu tidak saling
bertentangan antara satu dengan lainnya apabila dilihat dari sudut vertikal atau hierarki peraturan
perundang-undangan yang ada.25 Dalam penelitian ini yang ditelaah adalah peraturan perundang-
undangan suatu bidang tertentu, didalam perspektif hierarkisnya. Sudah tentu bahwa telaah ini juga
harus didasarkan pada fungsi masing-masing perundang-undangana tersebut, sehingga taraf
keserasiannya akan tampak dengan jelas. Misalnya, suatu Peraturan Pemerintah yang setingkat lebih
rendah dari undang-undang merupakan peraturan yang diciptakan untuk menjalankan atau
menyelenggarakan undang-undang.26 Dengan demikian dapat pula kita tinjau sebab-sebab terjadinya
kasus yang dihadapi sepanjang mengenai hierarki peraturan perundang-undangan tersebut, dari
tingkat tertinggi sampai tingkat terendah.27
Sedangkan Harmonisasi Vertikal, adalah Jenis penelitian ini sebagaimana dikutip dari Prof.
Soerjono Soekanto,28 bertujuan untuk menggungkap kenyataan sampai sejauh mana perundang-
undangan tertentu serasi secara horizontal, yaitu mempunyai keserasian antara perundang-undangan
yang sederajat mengenai bidang yang sama. Didalam penelitian mengenai taraf sinkronisasi secara
horizontal ini, mula-mula harus terlebih dahulu dipilih bidang yang akan diteliti. 29 Setelah bidang
tersebut ditentukan, misalnya bidang pemerintahan daerah, maka dicarilah peraturan perundang-
undangan yang sederajat yang mengatur segala aspek tentang pemerintahan daerah tersebut. Aspek-
aspek tersebut merupakan suatu kerangka untuk menyusun klasifikasi peraturan perundang-
undangan yang telah diseleksi, untuk kemudian dianalisa. Dari hasil analisa akan dapat terungkap,
sampai sejauh mana taraf sinkronisasi secara horizontal dari pelbagai macam peraturan perundang-

23
L.M. Gandhi, Harmonisasi Hukum Menuju Hukum Yang Responsif, Makalah, yang disampaikan pada Pidato Pengukuhan
Guru Besar Tetap FH-UI, 1995,  hal 4-5. 
24
Kusnu Goesniadhie, Harmonisasi Hukum Dalam Persfektif perundang-undangan; Lex Specialis Suatu Masalah, (Surabaya;
JP Books, 2006), hal. 100. 
25
Untuk memperjelas tentang hierarki yang berlaku di Indonesia, sialakan lihat Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
26
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Op. Cit hal 79.
27
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum , Op. Cit hal 257 
28
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Op Cit, hal 74.
29
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Op.cit, hal 257.
undamgan yang mengatur bidang pemerintahan daerah ini. Selain mendapatkan data tentang
peraturan perundangan-undangan untuk bidang-bidang tertentu secara menyeluruh dan lengkap,
maka penelitian dengan pendekatan ini juga dapat menemukan kelemahan-kelemahan yang ada pada
peraturan perundangan-undangan yang mengatur bidang-bidang tertentu. Dengan demikian peneliti
dapat membuat rekomendasi untuk melengkapi kekurangan-kekurangan, menghapus kelebihan-
kelebihan yang saling tumpang tindih, memperbaiki penyimpangan-penyimpangan yang ada, dan
seterusnya. Hasil-hasil penelitian ini tidak hanya berguna bagi penegak hukum, akan tetapi juga bagi
ilmuwan dan pendidikan hukum.30

2). Asas-asas & Teori Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.


Pembentukan peraturan perundang-undangan perlu berpedoman pada asas-asas pembentukan
peraturan yang baik dan ideal. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari kesalahan dan kecacatan
dalam pembentukan norma. Asas-asas pembentukan peraturan perundangundangan yang baik
menurut para ahli/pakar pembentukan perundang-undangan, antara lain adalah: I.C. Van der Vlies, 31
dalam bukunya yang berjudul Handboek Wetgeving, menyebutkan, bahwa asa-asas pembentukan
perundang-undangan yang baik, dibagi dalam dua kelompok yaitu:

a. Asas-asas Formil:
1) Asas tujuan yang jelas (beginsel van duidelijke doelstelling),  yakni setiap pembentukan
peraturan perundang-undangan harus mempunyai tujuan dan manfaat yang jelas untuk apa
dibuat;
2) Asas organ/lembaga yang tepat (beginsel van het juiste orgaan), yakni setiap jenis peraturan
perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga atau organ pembentuk peraturan
perundagundagan yang berwenang; peraturan perundangundangan tersebut dapat
dibatalkan (vernietegbaar) atau batal demi hukum (vanrechtswege nieteg), bila dibuat oleh
lembaga atau organ yang tidak berwenang;
3) Asas kedesakan pembuatan pengaturan (het noodzakelijkheidsbeginsel);
4) Asas kedapatlaksanaan (dapat dilaksanakan) (het beginsel van uitvoerbaarheid), yakni setiap
pembentukan peraturan perundang-undangan harus didasarkan pada perhitungan bahwa
peraturan perundang-undangan yang dibentuk nantinya dapat berlaku secara efektif di
masyarakat karena telah mendapat dukungan baik secara filosofis, yuridis, maupun sosiologis
sejak tahap penyusunannya;
5) Asas konsensus (het beginsel van de consensus).

b. Asas-asas Materiil:
1) Asas terminologi dan sistematika yang benar (het beginsel van duidelijke terminologie en
duidelijke systematiek);
2) Asas dapat dikenali (het beginsel van de kenbaarheid);

30
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Rajawali Press, 1997), halaman: 97.
31
Romli Atmasasmita,  Moral dan Etika Pembangunan Hukum Nasional: Reorientasi Politik Perundang-undangan, Makalah
disampaikan dalam Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII di Bali, 14-18 Juli 2003.
3) Asas perlakuan yang sama dalam hukum (het rechtsgelijkheidsbeginsel);
4) Asas kepastian hukum (het rechtszekerheidsbeginsel);
5) Asas pelaksanaan hukum sesuai dengan keadaan individual (het beginsel van de individuele
rechtsbedeling).

3). Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Menurut UU.No.12/2011 jo UU No.15


Tahun 2019.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 jo UU No.15 Tahun 2019 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, mengingatkan kepada pembentuk undang-undang
agar selalu memperhatikan asas pembentukan peraturan perundangundangan yang baik dan asas
materi muatan. Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan
pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, yang antara lain meliputi:
a. Asas kejelasan tujuan, bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus
mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai;
b. Asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat, bahwa setiap jenis peraturan
perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga negara atau
c. Pejabat pembentuk peraturan perundang-undangan yang berwenang,
d. Peraturan perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum apabila dibuat
oleh lembaga negara atau pejabat yang tidak berwenang;
e. Asas kesesuaian antara jenis,hierarki, dan materi muatan, bahwa dalam pembentukan peraturan
perundang-undangan harus benarbenar memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan
jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan;
f. Asas dapat dilaksanakan, bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus
memperhitungkan efektivitas peraturan perundangundangan tersebut di dalam masyarakat, baik
secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis;
g. Asas kedayagunaan dan kehasilgunaan, bahwa setiap peraturan perundang-undangan dibuat
karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;
h. Asas kejelasan rumusan, bahwa setiap peraturan perundang-undangan harus memenuhi
persyaratan teknis penyusunan peraturan perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau
istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan
berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya;
i. Asas keterbukaan,  bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari
perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan
bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai
kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam pembentukan peraturan
perundang-undangan.

4). Asas-asas Materi Muatan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.


Adapun mengenai materi muatan peraturan perundang-undangan yang baik, harus
mencerminkan asas-asas, antara lain sebagai berikut:
a) Asas pengayoman,  bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundangundangan harus
berfungsi memberikan pelindungan untuk menciptakan ketentraman masyarakat;
b) Asas kemanusiaan, bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundangundangan harus
mencerminkan pelindungan dan penghormatan hak asasi manusia serta harkat dan martabat
setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional;
c) Asas kebangsaan, bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus
mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang majemuk dengan tetap menjaga prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d) Asas kekeluargaan, bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundangundangan harus
mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan;
e) Asas kenusantaraan, bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundangundangan senantiasa
memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan Materi muatan Peraturan
Perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional
yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
f) Asas bhinneka tunggal ika, bahwa Materi Muatan Peraturan Perundangundangan harus
memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah serta
budaya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;
g) Asas keadilan, bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus
mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara;
h) Asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, bahwa setiap Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan tidak boleh memuat hal yang bersifat membedakan
berdasarkan latar belakang, antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial;
i) Asas ketertiban dan kepastian hukum, bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-
unAdangan harus dapat mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian;
j) Asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara
kepentingan individu, masyarakat dan kepentingan bangsa dan negara;
k) Asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan,
antara lain: dalam Hukum Pidana, misalnya, asas legalitas, asas tiada hukuman tanpa
kesalahan, asas pembinaan narapidana, dan asas praduga tak bersalah; dalam Hukum Perdata,
misalnya, dalam hukum perjanjian, antara lain, asas kesepakatan, kebebasan berkontrak, dan
itikad baik.

Asas-asas tersebut merupakan dasar berpijak bagi pembentuk peraturan perundang-undangan


dan penentu kebijakan dalam membentuk peraturan perundang-undangan. Semua asas di atas, harus
terpateri dalam diri penentu kebijakan yang akan membentuk peraturan perundangundangan yang
biasanya diwujudkan dalam bentuk-bentuk pertanyaan dalam setiap langkah yang ditempuh.
Misalnya, apakah pentingnya membentuk peraturan ini? Tujuannya apa? Apakah bermanfaat bagi
kemaslahatan masyarakat? Tidakkah instrumen lain, selain peraturan, sudah cukup? Dalam
menyusun substansi yang diinginkan oleh penentu kebijakan, pembentuk peraturan perundang-
undangan harus selalu bertanya, apakah rumusan tersebut sudah jelas dan tidak menimbulkan
penafsiran? Di luar asas-asas  di atas, dalam ilmu hukum atau ilmu perundangundangan, diakui
adanya beberapa teori atau asas-asas yang selalu mengikuti dan mengawali pembentukan peraturan
perundang-undangan dan secara umum teori dan asas-asas terserbut dijadikan acuan oleh pembentuk
peraturan perundang-undangan.

5). Teori Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.


Dalam membentuk peraturan perundang-undangan, ada beberapa teori yang perlu dipahami
oleh perancang yakni teori jenjang norma. Hans Nawiasky, salah satu murid Hans
Kelsen, mengembangkan teori gurunya tentang teori jenjang norma dalam kaitannya dengan suatu
negara. Hans Nawiasky dalam bukunya “Allgemeine Rechtslehre” mengemukakan bahwa sesuai
dengan teori Hans Kelsen, suatu norma hukum negara selalu berlapis-lapis dan berjenjang yakni
norma yang di bawah berlaku, berdasar, dan bersumber pada norma yang lebih tinggi dan begitu
seterusnya sampai pada suatu norma yang tertinggi yang disebut norma dasar. Hans
Nawiasky menambahkan bahwa selain norma itu berlapis-lapis dan berjenjang, norma hukum juga
berkelompok-kelompok. Nawiasky mengelompokkan menjadi empat kelompok besar yakni:
Staatsfundamental norm (norma fundamental negara);   Staatsgrundgezets (aturan dasar negara);
Formell Gezetz (undang-undang formal); Verordnung dan Autonome Satzung (aturan pelaksana dan
aturan otonom). Kelompok norma di atas hampir selalu ada dalam tata susunan norma hukum di
setiap negara, walaupun istilahnya dan jumlah norma yang berbeda dalam setiap kelompoknya.
Di Indonesia, norma fundamental negara adalah Pancasila dan norma ini harus dijadikan
bintang pemandu bagi perancang dalam membentuk peraturan perundang-undangan. Penempatan
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara adalah sesuai dengan Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea keempat yaitu Ketuhanan
Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Menempatkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus
dasar filosofis negara sehingga setiap materi muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh
bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.32
Krems memperkenalkan cabang ilmu baru, Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan
(Gesetzgebungswissenschaft), yaitu: ilmu pengetahuan yang interdisipliner tentang pembentukan
hukum Negara. Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan ini oleh Krems dibagi dua yaitu: Ilmu
Perundang-undangan dan Teori Perundang-undangan. Ilmu Perundang-undangan dibaginya menjadi
tiga bagian yaitu: Proses perundang-undangan; Metode perundang-undangan; dan Teknik
perundang-undangan. Ilmu perundang-undangan, menurut Krems, Maihofer, dan van der Velden,
termasuk dalam cabang Ilmu Hukum dalam arti luas. Krems menyebutkan bahwa ilmu pengetahuan
perundang-undangan (Gesetzgebungs wissenchaft) secara eksplisit merupakan ilmu interdisipliner
yang berdiri sendiri. Ilmu Perundang-undangan bersifat normatif dengan orientasi pada melakukan
perbuatan menyusun peraturan perundang-undangan, karenanya bermanfaat memberikan bekal

32
Rais Rozali:September 12, 2013:https://zalirais.wordpress.com/2013/09/12/asas-asas-dan-teori-pembentukan-perundang-
undangan/
pengetahuan dan kemampuan membuat peraturan perundang-undangan. Beberapa asas dalam
perundang-undangan, antara lain adalah sebagai berikut:
a. Asas Undang-undang tidak berlaku surut;
b. Asas Undang-undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi, mempunyai kedudukan
yang lebih tinggi pula;
c. Asas Lex Specialis derogat Lex Generalis;
d. Asas Lex posteriore derogat lex priori (Udang-undang yang berlaku belakangan membatalkan
undang-undang yang berlaku terdahulu);
e. Asas undang-undang tidak dapat diganggu gugat, asas ini misalnya secara tegas dicantumkan
dalam pasal 95 ayat 2 Undang-undang Dasar Sementara 1950.

6). Aspek dan Kaidah Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.


Menurut teori perundang-undangan, aspek-aspek penyusunan peraturan perundang-undangan
meliputi tiga masalah pokok, yaitu:
a. Aspek materiil/Substansial, berkenaan dengan masalah pengolahan isi dari suatu peraturan
perundang-undangan;
b. Aspek Formal/Prosedural, berhubungan dengan kegiatan pembentukan peraturan perundang-
undangan yang berlangsung dalam suatu negara tertentu;
c. Aspek Struktur Kaidah Hukum, adalah aturan hukum sebagai pedoman perilaku yang dibuat
oleh para pengemban kewenangan hukum memiliki struktur dasar yang terdiri atas unsur-
unsur, sebagai berikut:
1) Subjek kaidah: menunjuk pada subjek hukum yang termasuk ke dalam sasaran penerapan
sebuah pengaturan;
2) Objek kaidah: menunjuk pada peristiwa-peristiwa atau perilaku apa saja yang hendak
diatur dalam aturan hukum tersebut;
3) Operator kaidah: menunjuk pada cara bagaimana objek kaidah diatur, misalnya
menetapkan keharusan atau larangan atas perilaku tertentu, memberikan suatu hak atau
membebankan kewajiban tertentu;
4) Kondisi kaidah: menunjuk pada kondisi atau keadaan apa yang harus dipenuhi agar suatu
aturan hukum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Aturan hukum yang dirumuskan dalam sebuah peraturan perundang-undangan memiliki sifat-
sifat tertentu yang dapat digolongkan menjadi empat, yakni: Sifat umum abstrak; Umum-konkret;
Individual-abstrak; dan Individual-konkret. Keempat sifat kaidah hukum ini digunakan secara
kombinatif dalam suatu peraturan perundang-undangan, bergantung pada isi/substansi dari wilayah
penerapan/jangkauan berlakunya aturan hukum yang bersangkutan. Kombinasi sifat aturan hukum
ini sebagian akan ditentukan pula oleh jenis peraturan yang terdapat dalam hirarkhi peraturan
perundang-undangan. Makin tinggi tingkatan peraturan perundang-undangan, makin abstrak dan
umum sifatnya.
Berdasarkan pemahaman terhadap kaidah-kaidah hukum, dapat diidentifikasi beberapa jenis kaidah
hukum, yaitu sebagai berikut:
a) Kaidah Perilaku, adalah jenis kaidah yang menetapkan bagaimana kita harus atau boleh
berperilaku. Fungsinya untuk mengatur perilaku orang-orang dalam kehidupan masyarakat;
b) Kaidah Kewenangan, adalah jenis kaidah hukum yang menetapkan siapa yang berhak atau
berwenang untuk menciptakan dan memberlakukan kaidah perilaku tertentu. Fungsinya adalah
untuk menetapkan siapa yang berwenang untuk mengatur perilaku orang, menentukan dengan
prosedur bagaimana kaidah perilaku itu ditetapkan dan sekaligus menentukan bagaimana suatu
kaidah harus ditetapkan jika dalam suatu kejadian tertentu terdapat ditidakjelasan;
c) Kaidah Sanksi, adalah jenis kaidah yang memuat reaksi yuridis atau akibat-akibat hukum
tertentu jika terjadi pelanggaran atau ketidakpuasan terhadap kaidah tertentu. Secara umum
kaidah sanksi memuat kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu;
d) Kaidah Kualifikasi: adalah jenis kaidah yang menetapkan persyaratan-persyaratan tertentu
yang harus dipenuhi oleh seseorang untuk dapat melakukan perbuatan hukum tertentu atau
sebaliknya dibebaskan dari kewajiban untuk melakukan suatu perbuatan hukum tertentu;
e) Kaidah Peralihan, adalah jenis kaidah hukum yang dibuat sebagai sarana untuk
mempertemukan aturan hukum tertentu sebagai akibat kehadiran peraturan perundang-
undangan dengan keadaan sebelum peraturan perundang-undangan itu berlaku. Kaidah
peralihan ini fungsinya untuk menghindari kemungkinan terjadinya kekosongan hukum;
menjamin kepastian dan memberi jaminan perlindungan hukum kepada subjek hukum
tertentu.33

D. PEMBAHASAN DAN ANALISIS PERMASALAHAN.


1. Disharmonisasi/Sinkronisasi Peraturan Perundang-Undangan Penanggulangan Covid-
19.
Pandemi Covid-19 membawa dinamika baru dalam pelanggaran konsumen sepanjang 2020.
Tingginya transaksi daring atau online saat pandemi ternyata seiring pula dengan maraknya
pelanggaran konsumen dalam bisnis digital. Industri e-commerce hingga keuangan yang sudah
berbasis teknologi tersebut mencatatkan peningkatan signifikan pelanggaran konsumen sepanjang
tahun ini. Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Rizal E Halim, menyatakan
pandemi Covid-19 menyebabkan situasi tidak dapat diprediksi. Pengaduan konsumen yang sebelum
pandemi Covid-19 didominasi sektor properti, kini mulai diikuti sektor keuangan dan e-commerce.
Sepanjang 2020 setelah terjadi pembatasan sosial berskala besar April-Desember banyak kasus yang
diterima BPKN secara online maupun surat fisik dan elektronik. Dari sekian kasus ada berapa hal
jadi catatan, jumlah pengaduan 2020 ada pergeseran dari pengaduan sepanjang tahun ini yang
tadinya didominasi sektor perumahan maka ada dua sektor yang melonjak tinggi yaitu keuangan dan
e-commerce. Dia menjelaskan pihaknya menjadikan pengaduan konsumen sektor keuangan dan e-
commerce sebagai fokus penanganan karena dampak kerugian bagi masyarakat yang besar. Selain
itu, regulasi pada kedua sektor tersebut belum ketat sehingga terdapat risiko kerugian konsumen.
BPKN fokus pada dua sektor ini karena regulasinya belum ajeg dan dampaknya masif serta

33
Saepudin, Proses dan Teknik Penyusunan Perundang-undangan , Posted on Juli 24, 2010, Istilah dan Pengertian
Perundang-undangan.
meresahkan masyarakat. Berdasarkan data tahunan BPKN, tercatat pengaduan konsumen sepanjang
2020 mencapai 1.276 laporan. Tiga terbesar pengaduan konsumen yaitu sektor perumahan mencapai
507 laporan, e-commerce 295 laporan dan keuangan 205 laporan. Total jumlah pengaduan menurun
dibandingkan 2019 yang mencapai 1.518 laporan.
Kebijakan perlindungan konsumen 2020 hingga 2023 fokus pada tiga isu fundamental yaitu:
Pertama, penguatan kelembagaan, meliputi penguatan kerangka kerja kelembagaan (Institutional
FrameWork); penguatan regulasi dan produk hukum turunannya; indepedensi serta kemandirian
lembaga.34Kedua, edukasi dan sosialisasi perlindungan konsumen secara masif dan intensif dengan
bekerjasama para pemangku kepentingan seperti kementerian dan lembaga, pemerintah daerah,
lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat, entitas pendidikan mulai dari sekolah dasar
hingga perguruan tinggi serta organisasi kemasyarakatan. Ketiga, sinkronisasi dan kebijakan
perlindungan konsumen yang tersebar disejumlah sektor dan daerah tersebarnya regulasi
perlindungan konsumen baik disejumlah sektor dan wilayah kadang kala menjadi persoalan dalam
menjalankan amanat Undang Undang 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Wakil Ketua
Komisi Penelitian dan Pengembangan BPKN, Anna Maria Tri Anggraini, menyampaikan sepanjang
2020, pihaknya telah mengeluarkan 19 rekomendasi kepada kementerian dan lembaga dengan
mempertimbangkan kondisi pandemi virus Covid-19 serta bersiap memasuki era kenormalan baru.
Rekomendasi tersebut terkait sektor asuransi, epidemi Covid-19, perlunya juknis restrukturisasi
kredit bagi debitur terdampak wabah Covid-19, refund tiket, distribusi pangan pokok, pangan pokok,
data ketersediaan pangan pokok per wilayah, lonjakan tagihan listrik, kepastian hukum sektor
asuransi, pembinaan dan pengawasan keamanan pangan kepada 5 K/L, antisipasi perkembangan
produk halal, pembinaan keamanan pangan, penyelenggaraan dan layanan jasa telekomunikasi,
peninjauan harga rapid test, swab test, harga vaksin Covid-19, dan produksi masker. Namun, dari
sekian banyak rekomendasi tersebut baru 5 rekomendasi yang ditanggapi di antaranya: pangan
pokok, data ketersediaan pangan pokok per wilayah, kepastian hukum sektor asuransi, pembinaan
dan pengawasan keamanan pangan dan pembinaan keamanan pangan. Sementara itu, Ketua Komisi
Komunikasi dan Edukasi (BPKN) Johan Effendi, menyampaikan pihaknya telah melakukan
serangkaian komunikasi dengan publik melalui media sosial, edukasi ke kampus-kampus dan
komunitas. Sepanjang 2020 kita aktif menyambangi 12 kampus untuk memberikan kuliah umum dan
berdiskusi mengenai perlindungan konsumen agar konsumen menjadi cerdas dan berdaya. Juga
merangkul komunitas dan kaum milenial dengan menggelar lomba vlog mengenai perlindungan
konsumen yang bertemakan “Pemulihan Hak Konsumen di Masa Pandemi Covid-19. BPKN juga
melakukan penilaian Raksa Nugraha Indonesia Consumer Protection Award dan memberikan
penghargaan bagi pelaku usaha peduli pada perlindungan konsumen.
Vaksinasi Covid-19 mulai dilaksanakan perdana, Rabu (13/1/2021). Vaksinasi dilaksanakan
setelah BPOM mengeluarkan izin penggunaan dalam kondisi darurat atau emergency use
authorization (EUA) pertama kali untuk vaksin Covid-19 produksi Sinovac pada Senin (11/1/2021).
Berbagai persiapan masih terus dilakukan, termasuk mempersiapkan infrastruktur satu data penerima
vaksinasi guna menghasilkan data yang akurat dan tepat sasaran. Pemerintah menargetkan 181,5 juta
sasaran divaksinasi dengan waktu pelaksanaan 15 bulan terhitung sejak Januari 2021 sampai Maret

34
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5fd75bca16b62/catatan-pelanggaran-konsumen-sepanjang-2020
2022. Untuk mendukung hal tersebut, pemerintah menunjuk dua BUMN, yakni PT Telekomunisasi
Indonesia dan PT Bio Farma untuk menyelenggarakan sistem informasi satu data vaksinasi Covid-
19. Sistem integrasi data ini akan menghasilkan data dalam bentuk by name by address dari berbagai
sumber guna menghindari data sasaran ganda. Dari data tersebut, pemerintah memetakan dan
mendistribusikan vaksin berdasarkan kebutuhan vaksin per kabupaten/kota. Pelaksanaannya merujuk
pada Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Kesehatan dan Menteri Komunikasi dan Informatika
tentang Penyelenggaraan Sistem Informasi Satu Data Vaksinasi Sistem Informasi Satu Data
Vaksinasi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). SKB itu merupakan landasan hukum untuk
menjamin dan memastikan perlindungan data pribadi penerima vaksinasi serta mendukung
pelaksanaan vaksinasi berjalan dengan lancar dan tepat sasaran. Kita bersama berharap agar program
vaksiansi perdana yang akan dilakukan segera berjalan dengan lancer.

Pada tahap awal persiapan vaksinasi, pemerintah telah melakukan validasi data dengan
mengirimkan SMS blast undangan vaksinasi kepada 1,3 juta kelompok prioritas penerima vaksinasi,
yakni tenaga kesehatan dan tenaga penunjang kesehatan di 34 provinsi di Indonesia. SMS blast ini
dimulai 12-13 Januari 2021. SMS blast terus disampaikan untuk menjangkau semua sasaran.
Dilakukannya SMS blast adalah untuk menjangkau tenaga kesehatan yang akan segera mengikuti
proses vaksinasi. Setelah menerima notifikasi atau pemberitahuan, sasaran diminta untuk registasi
ulang dan melakukan verifikasi guna memastikan kesesuaian data. Sasaran juga dapat mengecek
ulang data melalui aplikasi PeduliLindungi. Melalui SKB ini, penyelenggaraan sistem informasi satu
data vaksinasi Covid-19 telah memperhatikan perlindungan data pribadi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Data yang akurat sangat penting untuk mengatasi pandemi dan
vaksinasi Covid-19, menjadi landasan penting untuk menyusun kebijakan yang tepat sasaran.35

SMS blast ini terintegrasi dengan aplikasi Pedulilindungi.id. Penerima vaksin akan
mendapatkan notifikasi melalui SMS Blast dengan ID pengirim PeduliCovid. Di mana penerima
vaksin akan melakukan verifikasi, yaitu registrasi ulang untuk status kesehatan sekaligus memilih
tempat serta jadwal vaksinasi. Untuk daerah dengan kendala jaringan internet, proses verifikasi dan
registrasi akan dilakukan oleh Satgas Penanganan Covid-19 di kecamatan. “Registrasi ini sangat
penting karena sebagai upaya verifikasi dan menjawab pertanyaan yang akan dilakukan oleh sistem
untuk mengonfirmasi domisili, dan skrining sederhana terhadap penyakit penyerta yang diderita,”
kata Juru Bicara Vaksin Covid-19 Kemkes, Siti Nadia Tarmizi. Bagi peserta yang tidak melakukan
registrasi ulang akan dilakukan oleh Satgas Penanganan Covid-19. Registrasi ulang calon penerima
akan dilakukan dalam beberapa hari mendatang. Kemenkes akan mengumumkan kemudian untuk
alur yang lebih detail. Saat hari pelaksanaan vaksinasi, penerima SMS akan mendatangi fasyankes
yang sudah ditentukan. Di fasyankes ini penerima vaksin akan melalui empat alur atau meja layanan,
yakni:

35
Dina Manafe / ABPastikan Penerima Vaksin Covid-19 Tepat Sasaran, Pemerintah Integrasikan Data,Selasa, 12 Januari 2021
| 21:55 WIB, Jakarta, Beritasatu.com – 
1. Meja petugas pendaftaran dan verifikasi. Di sini petugas memastikan sasaran menunjukkan
nomor e-ticket atau KTP untuk dilakukan verifikasi sesuai dengan tanggal pelayanan vaksinasi
yang telah ditentukan.

2. Meja petugas kesehatan. Petugas kesehatan melakukan anamnesa atau pemeriksaan untuk
melihat kondisi kesehatan dan mengidentifikasi kondisi penyerta (komorbid) serta melakukan
pemeriksaan fisik sederhana. Pemeriksaan meliputi suhu tubuh dan tekanan darah. Vaksinasi
Covid-19 tidak diberikan pada sasaran yang memiliki riwayat konfirmasi Covid-19, wanita
hamil, menyusui, usia di bawah 18 tahun dan beberapa kondisi komorbid.

3. Meja vaksinator. Petugas memberikan vaksinasi secara intra muskular sesuai prinsip
penyuntikan aman. Selesai penyuntikan, petugas meminta dan mengarahkan sasaran ke meja 4
dan menunggu selama 30 menit.

4. Meja petugas pencatatan. Petugas menerima memo yang diberikan oleh petugas meja 3.
Petugas memasukkan hasil vaksinasi yaitu jenis vaksin dan nomor batch vaksin yang diterima
masing-masing sasaran ke dalam aplikasi Pcare Vaksinasi. Petugas memberikan kartu
vaksinasi baik manual atau elektronik, serta penanda kepada sasaran yang telah mendapat
vaksinasi. Kartu tersebut ditandatangani dan diberi stempel lalu diberikan kepada sasaran
sebagai bukti bahwa sasaran telah diberikan vaksinasi.

Petugas mempersilakan penerima vaksinasi untuk menunggu selama 30 menit di ruang


observasi dan diberikan penyuluhan tentang pencegahan Covid-19 melalui 3M dan vaksinasi.
Diketahui, terdapat sekitar 16 kondisi kesehatan yang ditanyakan sebelum menjalani proses
vaksinasi, di antaranya: Riwayat gagal jantung atau penyakit jantung coroner; Penyakit autoimun
sistemik, seperti systemic lupus erythematosus (SLE) atau lupus, sjogren, vaskulitis, dan autoimun
lainnya; Penyakit ginjal khususnya penyakit ginjal kronis dan sedang menjalani hemodialisis, dialisis
peritoneal, transplantasi ginjal, sindroma nefrotik dengan kortikosteroid; Penderita reumatik
autoimun atau rhematoid arthritis; Penyakit saluran pencernaan kronis; Hipertiroid atau hipotiroid
karena autoimun; Penderita kanker; Kelainan darah; Imunokompromais atau defisiensi imun;
Penerima produk darah atau transfuse; Penderita diabetes melitus; Pengidap HIV; Penderita penyakit
paru khususnya asma, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), dan tuberkulosis (TBC).

Jika sasaran layak divaksinasi maka ia akan menuntaskan prosesnya. Sebaliknya jika tidak
layak maka vaksinasi ditunda atau bahkan tidak diberikan sama sekali. Jika vaksinasi harus ditunda
hari itu, maka sasaran akan mendapat notifikasi ulang melalui sms blast atau melalui aplikasi
PeduliLindungi untuk melakukan registrasi ulang dan menentukan jadwal pengganti pelaksanaan
vaksinasi. Ketika pada saat screening dideteksi ada penyakit tidak menular atau dicurigai adanya
infeksi Covid-19 maka pasien dirujuk ke Poli Umum untuk mendapat pemeriksaan lebih lanjut. Jadi,
belum tentu sasaran yang datang ke fasyankes mendapatkan vaksinasi saat itu. Jika sasaran yang
dinyatakan sehat, maka petugas memberikan penjelasan singkat tentang vaksin yang akan diberikan,
manfaat dan reaksi simpang atau kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) yang mungkin akan terjadi
dan upaya penanganannya.

Untuk pelaksanaan vaksinasi, 3 juta dosis vaksin Sinovac sudah mulai didistribusikan oleh Bio
Farma secara perdana pada Minggu (3/1/2021), ke 14 provinsi dan seterusnya ke 34 provinsi.
Distribusi dilakukan lebih cepat dengan harapan vaksinasi bisa dilaksanakan serentak di 34 provinsi.
Program vaksinasi sendiri menurut rencana pemerintah dilaksanakan pada pekan kedua atau ketiga
Januari 2021.Menkes mengatakan vaksinasi mulai tanggal 13 Januari di mana Presiden Jokowi
adalah orang pertama yang disuntik vaksin. Apalagi, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
telah mengeluarkan izin penggunaan dalam kondisi darurat atau emergency use authorization (EUA)
vaksin Sinovac. Izin ini sangat penting karena memastikan keamanan, mutu dan khasiat atau efikasi
vaksin sebelum digunakan. Secara keamanan dan mutu BPOM sudah mendapatkan data-data dari uji
klinis fase 1 dan fase 2 dari negara asal vaksin. Berdasarkan Petunjuk Teknis (Juknis) Pelaksanaan
Vaksinasi Covid-19 yang dikeluarkan Kemkes pada 2 Januari 2021, vaksinasi dilaksanakan dua
periode. Periode pertama dimulai Januari-April 2021, dan periode kedua pada April 2021 sampai
Maret 2022 atau selama 15 bulan.36
Staf khusus (stafsus) Presiden, Billy Mambrasar mengajak masyarakat menyukseskan
program vaksinasi Covid-19. Billy dan anggota DPRD dari berbagai wilayah terluar di Indonesia
menekankan pentingnya dampak positif dari program vaksinasi terhadap Indonesia. Billy pun telah
berkeliling ke berbagai provinsi terluar di Indonesia, termasuk kabupaten dan provinsi asal
kelahirannya di Tanah Papua. Tujuannya untuk menjelaskan tentang vaksinasi sejak kuarter terakhir
pada 2020. Apresiasi yang mendalam atas inisiatif Presiden untuk menjadi orang pertama divaksinasi
disampaikan oleh perwakilan masyarakat dari berbagai kabupaten.

Demikian halnya ajakan untuk tidak percaya kepada hoax yang bertebaran. Presiden beberapa
hari yang lalu telah divaksinasi dan sekarang waktunya kita untuk mengikuti langkah beliau. Jangan
percaya hoax dan tetap berpikir positif untuk mendukung program ini. 37 Presiden telah divaksin pada
Rabu (13/1/2021). Vaksinasi tersebut menjadi penanda bangkitnya Indonesia untuk melawan
pandemi Covid-19.38Anggota Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) Ribka Tjiptaning dirotasi oleh pimpinan
fraksinya dari Komisi IX DPR yang mengurusi isu kesehatan. Kini dia ditugaskan ke Komisi VII
DPR yang mengurusi isu energi dan sumber daya mineral. Rotasi itu tak menyangkut Ribka sendiri.
Namun juga beberapa nama lain termasuk Ihsan Yunus, yang belakangan disebut-sebut terkait kasus
dugaan korupsi Bantuan Sosial (Bansos) di Kementerian Sosial. Selengkapnya, Ribka dirotasi dari
Komisi IX ke Komisi VII. Ihsan dari Komisi VIII ke Komisi II yang menangani isu pemerintahan
dalam negeri. Lalu Johan Budi SP dari Komisi II ke Komisi III yang menangani isu hukum.39

Sebagian besar masyarakat Indonesia tengah menanti program vaksinasi, demi membentuk
sistem kekebalan atau imun, sehingga bisa melawan virus penyebab Covid-19 kalau sampai suatu

36
Dina Manafe / IDS, Siap-siap Divaksin Besok, Begini Alur dan Syaratnya, Selasa, 12 Januari 2021 | 19:55 WIB, Sumber:
BeritaSatu.com.
37
Fridolin Warkawani , Wakil Ketua DPRD Kepulauan Yapen Provisi Papua, Oktavianus Ekkeng Anggota DPRD Melawi,
Kalimantan Barat, dalam keterangannya kepada pers, Jumat (15/1/2021). Saya mendukung dan mengajak semua masyarakat untuk
mendukung Program Vaksinasi Covid 19 ini.
38
Hendro D Situmorang / CAR, Masyarakat Diharapkan Sukseskan Program Vaksinasi Covid-19, Jumat, 15 Januari 2021 |
11:22 WIB, Jakarta, Beritasatu.com  https://www.beritasatu.com/kesehatan/720255/masyarakat-diharapkan-sukseskan-program-
vaksinasi-covid19.

39
Markus Junianto Sihaloho / JAS,, Jakarta, Beritasatu.com, PDIP Rotasi Sejumlah Anggota Termasuk Ribka Tjiptaning,
Selasa, 19 Januari 2021 | 15:52 WIB.
saat tertular. Namun, tidak sedikit pula suara penolakan program vaksinasi yang datang dari berbagai
kalangan. Seperti penolakan yang dilakukan oleh anggota Fraksi PDIP DPR, Ribka Tjiptaning.
Ribka yang juga seorang dokter itu menegaskan dirinya menolak vaksinasi Covid-19. Salah satu
alasan penolakannya karena, Bio Farma belum menyampaikan hasil uji klinis ketiga vaksin Covid-
19. Menurut Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman,40 persoalan penolakan
seperti ini tidak boleh dianggap sepele oleh pemerintah. Suara penolakan yang diungkap oleh wakil
rakyat ini bisa saja menjadi sebuah bahan pemikiran dan pertimbangan bagi sebagian masyarakat.
Jadi ini tantangan dan pekerjaan rumah besar pemerintah untuk melakukan strategi komunikasi risiko
yang efektif dan tepat. Strategi komunikasi risiko yang tepat bisa dilakukan dalam dua tahap.
Pertama, pemerintah harus sampaikan sisi manfaat dan risiko dari vaksin yang dipilih saat ini secara
transparan, apa adanya dan berbasis sains. Sehingga kepercayaan masyarakat akan terbangun dengan
menerima informasi yang telah disampaikan. Ke dua, pemerintah harus menelusuri penyebab dari
penolakan vaksinasi yang tersebar di masyarakat. Mengingat, hingga saat ini bahwa komunikasi
yang dibangun pemerintah belum efektif, terutama untuk melawan isu, hoaks, dan rumor yang timbul
di masyarakat. Ini akan menjadi bahan evaluasi besar, karena ini hal yang serius adanya penolakan
secara terang-terangan, merupakan tantangan pelaksanaan vaksinasi. Selain mengutamakan strategi
komunikasi risiko, pemerintah juga harus membangun kepercayaan publik dengan cara menunjukkan
keberhasilan dalam pengendalian pandemi. Mulai dari mengurangi angka kasus aktif, kematian,
hingga menekan angka test positivity rate (TPR) di bawah 5%, sesuai dengan standar yang telah
ditentukan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO). “Semakin pandemi tidak terkendali, semakin
menurun juga trust public kepada pemerintah dalam upaya yang dilakukan untuk mengendalikan
pandemi.41

Pengorbanan Presiden Jokowi menjadi yang pertama divaksinasi COVID-19 luar biasa, sangat
diapresiasi. Sejauh ini tidak ada gejala yang dirasakan oleh sejumlah orang yang telah disuntik
vaksin, termasuk Presiden Jokowi, sehingga tidak ada lagi alasan untuk tidak melakukan, tidak ada
alasan lain bagi masyarakat untuk tidak percaya. Vaksinasi sangat penting untuk memutus mata
rantai penyebaran Corona dengan perlindungan yang diberikan vaksin itu sendiri, memberikan
perlindungan kesehatan, dan keselamatan, keamanan bagi kita semuanya masyarakat Indonesia dan
membantu percepatan proses pemulihan ekonomi. Oleh karenanya, vaksinasi covid-19, wajib
hukumnya, kalau menolak dijatuhi hukuman, sesuai dengan UU. No 6 Tahun 2018 Tentang
Kekarantinaan Kesehatan, Pasal.9 Ayat 1 ", Tidak Mau Di Vaksin Penjara 1 Tahun Dan Atau Denda
Rp.100 Juta.

40
Dicky Budiman, Epidemiolog Universitas Griffith Australia, memberikan penjelasannya melalui pesan suara yang
dikirimkan kepada Suara Pembaruan, Selasa (12/1/2021).

41
Dina Fitri Anisa / CAH, Penolakan Vaksinasi Jadi Tantangan Besar Pemerintah, Rabu, 13 Januari 2021 | 05:33 WIB,
Jakarta, Beritasatu.com –
Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Prof Edward OS Hiariej,42 menjelaskan
bahwa: orang yang menolak vaksinasi dapat dikenakan sanksi hukuman penjara dan denda hingga
ratusan juta, dengan mengacu pada Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2018 tentang
Kekarantinaan Kesehatan, yang menyatakan bahwa: setiap orang yang tidak mematuhi
penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan atau menghalangi penyelenggaraan kekarantinaan
kesehatan bisa dipidana. "Yakni penjara paling lama satu tahun atau denda maksimal Rp 100 juta,"
Aturan itu terdapat pada Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 yang berbunyi seperti berikut: Setiap
orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan
sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Namun ternyata bila ditilik dari sudut pandang kebijakan peraturan perundang-undangan
lainnya, yaitu dalam Perpu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas
Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang selama
ini dijadikan dasar untuk setiap program penanggulangan virus corona, tidak terdapat sanksi ataupun
denda bagi yang menolak vaksin. Bahkan belum ada peraturan di tingkat pusat yang mengatur sanksi
pidana bagi pihak yang menolak vaksinasi COVID-19. Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020
yang mengatur pengadaan vaksin dan pelaksanaan vaksinasi covid-19 juga tidak mencantumkan
sanksi ataupun denda jika menolak divaksin.
Oleh karenanya, bila ditinjau dari segi pembentukan peraturan perundang-undangan
sebagaimana diatur dalam UU.No.12 Tahun 2011 juncto UU.No.15 Tahun 2019, dimana dalam
pembentukannya harus dilakukan harmonisasi dan sinkronisasi baik horizontal maupun vertical,
maupun asa-asas pembentukan peraturan perundang-undangan, tampaknya penyusunan peraturan
perundang-undangan tersebut diatas tidak dilakukan secara cermat. Untuk itu, keberadaan peraturan
perundang-undangan tersebut perlu ditinjau ulang.
Dalam kaitan ini pulalah, perlu mengingatkan pemerintah soal dampak buruk vaksin Covid-19.
Apalagi dikabarkan produsen vaksin, Pfizer Pfzer-BioNTech ‘cuci tangan’ alias minta bebas tuntutan
hukum jika ada efek buruknya. Vaksin ini dengan mudahnya mendapatkan izin penggunaan darurat
(EUA) dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) maupun sertifikasi halal dari Majelis
Ulama Indonesia (MUI). Wajar kalau di masyarakat terjadi pro kontra. Ini karena tampak
ketidakjeliannya dalam membaca dampak buruk vaksin tersebut. Sementara itu, menurut Undang-
undang No. 8/1999 tentang perlindungan konsumen, mewajibkan produsen obat atau vaksin yang
menjamin memiliki sertifikat halal dan atau sertifikat jaminan kemanjurannnya. Bahkan dalam
Omnibus Law UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 yang baru ditandatangani Presiden Jokowi,
mewajibkan produsen barang dan atau jasa memiliki sertifikat jaminan keamanan dan keselamatan
produk barang dan atau sebelum dipasarkan atau diperdagangkan kepada konsumennnya. Sebagai
contoh dapat dikemukakan, bagaimana kecelakaan penumpang pesawat yang kemudian korban
minta kompensasi kerugian ke produsennya, Boeing. Perusahaan pun harus menjamin kerugiannya.
Vaksin ini jaminannya bagaimana, kalau konsumen nanti dirugikan apa tanggungjwab pihak
produsen. Selain itu, konsumen memiliki hak bebas memilih divaksin atau menolak, dan itu
42
Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Prof Edward OS Hiariej ungkap Wamenkum dalam 'Webinar Nasional:
Kajian Hukum, Kewajiban Warga Negara Mengikuti Vaksinasi' yang diselenggaran PB IDI, Senin (11/1/2021).
dilindungi oleh Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dengan
demikian, pemerintah tidak boleh memaksa. Apalagi, jika benar, produsen vaksin tidak mau
bertanggungjawab.

Terkait dengan masalah tersebut, beberapa kalangan masyarakat berencana gugat pemerintah
dalam hal ini Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) karena tak melakukan sosialisasi vaksin
Covid-19, berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999. Seharusnya,
BPOM menyampaikan kepada masyarakat mengenai indikasi, kontra indikasi, hingga sasaran umur
sebelum vaksinasi Covid-19 dilaksanakan. Pemerintah sendiri telah menjadwalkan vaksinasi Covid-
19 pada 13 Januari 2021. Memang, bila merujuk merujuk kepada Undang-Undang Perlindungan
Konsumen Nomor 8 tahun 1999, ntara lain ditegaskan, bahwa: masyarakat berhak mendapatkan
informasi yang benar, jelas dan jujur. Karena itu, seharusnya BPOM menyampaikan informasi
vaksin Covid-19 kepada masyarakat melalui media elektronik, cetak maupun media sosial.
Konsumen juga berhak menuntut ganti rugi denda maksimal, Rp.2 M, tuntutan pidana 5 tahun
penjara. Hingga saat ini pemerintah belum/tidak menyampaikan kepada masyarakat mengenai
indikasi, kontra indikasi, sasaran umur hingga orang dengan komorbid yang belum bisa divaksin.
Pemerintah justru terlihat diam dan menjadwalkan pelaksanaan vaksinasi Covid-19. Harusnya
dikomunikasikan dulu kegunaan vaksin Covid-19. Berapa kali disuntik, terus penyakit-penyakit ini
ditunda dulu. Itu jangan diam-diam, tahu-tahu Pak Jokowi disuntik. Sementara itu, Juru Bicara
Vaksinasi Covid-19, Siti Nadia Tarmizi, menanggapi ancaman Marius, mengatakan, pemerintah
terus menerus melakukan sosialisasi vaksin Covid-19 kepada tenaga kesehatan sebagai sasaran awal
vaksinasi. Pemerintah terus menerus melakukan sosialisasi kepada nakes sebagai sasaran awal
vaksinasi, juga bersama organisasi profesi melakukan workshop dan sosialisasi, begitu juga pemda
melalui dinkes provinsi atau kabupaten kota melakukan sosialisasi kepada nakes di lingkungannya.
Meskipun BPOM belum menerbitkan emergency use authorization (EUA) atau izin penggunaan
vaksin Covid-19 Sinovac, pemerintah tetap melakukan sosialisasi kepada tenaga kesehatan hingga
jadwal pelaksanaan vaksinasi.

Mengingat masyarakat Indonesia merupakan konsumen yang memiliki hak konsumen yang
diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) Nomor 8 Tahun 1999 pasal 4 huruf
b: Konsumen mempunyai hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang dan/atau jasa. Maka harus dipastikan bahwa vaksin yang akan digunakan memenuhi standar
keamanan, sehingga yang mendapat vaksin dapat dijamin keselamatannya serta efektif memberikan
kekebalan pada masyarakat dari penularan COVID-19. Namun bila di kaitkan dengan ketentuan
Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, yang menyatakan
bahwa: setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan atau
menghalangi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan bisa dipidana, yakni penjara paling lama satu
tahun atau denda maksimal Rp 100 juta, Aturan itu terdapat pada Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018
yang berbunyi seperti berikut: Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan
Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi
penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Tampaknya kedua peraturan perundang-undangan
saling bertentangan, alias terjadi disharmonisasi dan sinkronisasi. Hal melahirkan persoalan, apakah
prosedur penyusunan pembentukan kedua perundang-undangan tersebut sudah dilakukan sesuai
dengan aturan main, sebagaimana ditetapkan dalam UU.No.12 Tahun 2011 juncto UU.No.15 Tahun
2019, dimana dalam pembentukannya harus dilakukan harmonisasi dan sinkronisasi baik horizontal
maupun vertical, maupun asa-asas pembentukan peraturan perundang-undangan, tampaknya
penyusunan peraturan perundang-undangan tersebut diatas tidak dilakukan secara cermat. Untuk itu,
keberadaan peraturan perundang-undangan tersebut perlu ditinjau ulang.
Pada hal, taraf pengharmonisasian suatu pembentukan peraturan perundang-undangan
merupakan, keserasian antara peraturan perundang-undangan antara yang satu dengan yang lainnya,
baik yang berbentuk vertikal (hierarki perundang-undangan) ataupun horizontal (perundang-
undangan yang sederajat).43 Keserasian tersebut, yakni tidak ada pertentangan antara peraturan yang
satu dengan yang lainnya, akan tetapi peraturan yang satu dengan yang lainnya saling memperkuat
ataupun mempertegas dan memperjelas. Dengan demikian pembuatan peraturan perundang-
undangan harus memperhatikan harmonisasi peraturan perundang-undangan, dengan tidak terlepas
dari tiga landasan atau dasar pembuatan peraturan perundang-undangan, yakni; landasan filosofis,
landasan yuridis, dan landasan sosiologis.44
Harmonisasi Horizontal, adalah merupakan aktifitas penelitian yang bertujuan untuk melihat
apakah suatu peraturan perundangan-undangan yang berlaku bagi suatu bidang kehidupan tertentu
tidak saling bertentangan antara satu dengan lainnya apabila dilihat dari sudut vertikal atau hierarki
peraturan perundang-undangan yang ada.45 Dalam penelitian ini yang ditelaah adalah peraturan
perundang-undangan suatu bidang tertentu, didalam perspektif hierarkisnya. Sudah tentu bahwa
telaah ini juga harus didasarkan pada fungsi masing-masing perundang-undangana tersebut, sehingga
taraf keserasiannya akan tampak dengan jelas. Misalnya, suatu Peraturan Pemerintah yang setingkat
lebih rendah dari undang-undang merupakan peraturan yang diciptakan untuk menjalankan atau
menyelenggarakan undang-undang.46 Dengan demikian dapat pula kita tinjau sebab-sebab terjadinya
kasus yang dihadapi sepanjang mengenai hierarki peraturan perundang-undangan tersebut, dari
tingkat tertinggi sampai tingkat terendah.47
Sedangkan harmonisasi vertikal, adalah suatu jenis penelitian, sebagaimana dikutip dari Prof.
Soerjono Soekanto,48 bertujuan untuk menggungkap kenyataan sampai sejauh mana perundang-
undangan tertentu serasi secara horizontal, yaitu mempunyai keserasian antara perundang-undangan
yang sederajat mengenai bidang yang sama. Didalam penelitian mengenai taraf sinkronisasi secara
horizontal ini, mula-mula harus terlebih dahulu dipilih bidang yang akan diteliti. 49 Setelah bidang
43
L.M. Gandhi, Harmonisasi Hukum Menuju Hukum Yang Responsif, Makalah, yang disampaikan pada Pidato Pengukuhan
Guru Besar Tetap FH-UI, 1995,  hal 4-5. 
44
Kusnu Goesniadhie, Harmonisasi Hukum Dalam Persfektif perundang-undangan; Lex Specialis Suatu Masalah, (Surabaya;
JP Books, 2006), hal. 100. 
45
Untuk memperjelas tentang hierarki yang berlaku di Indonesia, lihat Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 juncto
UU.No.15 Tahun 2019 tentang perubahan Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
46
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Op. Cit hal 79.
47
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum , Op. Cit hal 257 
48
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Op Cit, hal 74.
49
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Op.cit, hal 257.
tersebut ditentukan, misalnya bidang pemerintahan daerah, maka dicarilah peraturan perundang-
undangan yang sederajat yang mengatur segala aspek tentang pemerintahan daerah tersebut. Aspek-
aspek tersebut merupakan suatu kerangka untuk menyusun klasifikasi peraturan perundang-
undangan yang telah diseleksi, untuk kemudian dianalisa. Dari hasil analisa akan dapat terungkap,
sampai sejauh mana taraf sinkronisasi secara horizontal dari pelbagai macam peraturan perundang-
undamgan yang mengatur bidang pemerintahan daerah ini. Selain mendapatkan data tentang
peraturan perundangan-undangan untuk bidang-bidang tertentu secara menyeluruh dan lengkap,
maka penelitian dengan pendekatan ini juga dapat menemukan kelemahan-kelemahan yang ada pada
peraturan perundangan-undangan yang mengatur bidang-bidang tertentu. Dengan demikian peneliti
dapat membuat rekomendasi untuk melengkapi kekurangan-kekurangan, menghapus kelebihan yang
saling tumpang tindih, memperbaiki penyimpangan-penyimpangan yang ada, dan seterusnya. Hasil-
hasil penelitian ini tidak hanya berguna bagi penegak hukum, akan tetapi juga bagi ilmuwan dan
pendidikan hukum.50
Oleh karena itu, pembentukan peraturan perundang-undangan harus berpedoman pada asas-
asas pembentukan peraturan yang baik dan ideal. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari kesalahan
dan kecacatan dalam pembentukan norma. Asas-asas pembentukan peraturan perundangundangan
yang baik menurut para ahli/pakar pembentukan perundang-undangan, antara lain adalah: I.C. Van
der Vlies,51 dalam bukunya yang berjudul Handboek Wetgeving, menyebutkan, bahwa asa-asas
pembentukan perundang-undangan yang baik, dibagi dalam dua kelompok yaitu: Asas-asas Formil,
yang terdiri atas: Asas tujuan yang jelas (beginsel van duidelijke doelstelling), yakni setiap
pembentukan peraturan perundang-undangan harus mempunyai tujuan dan manfaat yang jelas untuk
apa dibuat; Asas organ/lembaga yang tepat (beginsel van het juiste orgaan), yakni setiap jenis
peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga atau organ pembentuk peraturan
perundagundagan yang berwenang; peraturan perundangundangan tersebut dapat
dibatalkan (vernietegbaar) atau batal demi hukum (vanrechtswege nieteg), bila dibuat oleh lembaga
atau organ yang tidak berwenang; Asas kedesakan pembuatan pengaturan (het
noodzakelijkheidsbeginsel); Asas kedapatlaksanaan (dapat dilaksanakan) (het beginsel van
uitvoerbaarheid), yakni setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus didasarkan pada
perhitungan bahwa peraturan perundang-undangan yang dibentuk nantinya dapat berlaku secara
efektif di masyarakat karena telah mendapat dukungan baik secara filosofis, yuridis, maupun
sosiologis sejak tahap penyusunannya; Asas konsensus (het beginsel van de consensus). Sedangkan
Asas-asas Materiil, terdiri atas: Asas terminologi dan sistematika yang benar (het beginsel van
duidelijke terminologie en duidelijke systematiek); Asas dapat dikenali (het beginsel van de
kenbaarheid); Asas perlakuan yang sama dalam hukum (het rechtsgelijkheidsbeginsel); Asas
kepastian hukum (het rechtszekerheidsbeginsel); Asas pelaksanaan hukum sesuai dengan keadaan
individual (het beginsel van de individuele rechtsbedeling).
Selain daripada itu, dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan berdasarkan ketentuan
UU.No.12/2011 jo UU No.15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan,
mengingatkan kepada pembentuk undang-undang agar selalu memperhatikan asas pembentukan
50
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Rajawali Press, 1997), halaman: 97.
51
Romli Atmasasmita,  Moral dan Etika Pembangunan Hukum Nasional: Reorientasi Politik Perundang-undangan, Makalah
disampaikan dalam Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII di Bali, 14-18 Juli 2003.
peraturan perundangundangan yang baik dan asas materi muatan. Dalam membentuk Peraturan
Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-
undangan yang baik, yang antara lain meliputi: Asas kejelasan tujuan, bahwa setiap pembentukan
peraturan perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai; Asas
kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat, bahwa setiap jenis peraturan perundang-undangan
harus dibuat oleh lembaga negara atau Pejabat pembentuk peraturan perundang-undangan yang
berwenang; Peraturan perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum apabila
dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang tidak berwenang; Asas kesesuaian antara
jenis,hierarki, dan materi muatan, bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan harus
benarbenar memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki peraturan
perundang-undangan; Asas dapat dilaksanakan, bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-
undangan harus memperhitungkan efektivitas peraturan perundangundangan tersebut di dalam
masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis; Asas kedayagunaan dan
kehasilgunaan, bahwa setiap peraturan perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar
dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;
Asas kejelasan rumusan, bahwa setiap peraturan perundang-undangan harus memenuhi persyaratan
teknis penyusunan peraturan perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau istilah, serta bahasa
hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi
dalam pelaksanaannya; Asas keterbukaan,  bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-
undangan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan
pengundangan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat
mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan.
Disamping itu, dalam pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam
UU.12 Tahun 2011 Juncto UU.No.15 Tahun 2019, harus memenuhi Asas-asas Materi Muatan
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Adapun mengenai materi muatan peraturan
perundang-undangan yang baik, harus mencerminkan asas-asas, antara lain sebagai berikut: Asas
pengayoman,  bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundangundangan harus berfungsi
memberikan pelindungan untuk menciptakan ketentraman masyarakat; Asas kemanusiaan, bahwa
setiap Materi Muatan Peraturan Perundangundangan harus mencerminkan pelindungan dan
penghormatan hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk
Indonesia secara proporsional; Asas kebangsaan, bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-
undangan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang majemuk dengan tetap
menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia; Asas kekeluargaan, bahwa setiap Materi
Muatan Peraturan Perundangundangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat
dalam setiap pengambilan keputusan; Asas kenusantaraan, bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundangundangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan Materi
muatan Peraturan Perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum
nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945; Asas bhinneka tunggal ika, bahwa Materi Muatan Peraturan Perundangundangan harus
memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah serta
budaya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; Asas keadilan, bahwa setiap
Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional
bagi setiap warga negara; Asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, bahwa setiap
Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh memuat hal yang bersifat membedakan
berdasarkan latar belakang, antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial; Asas
ketertiban dan kepastian hukum, bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-unAdangan
harus dapat mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian; Asas
keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-
undangan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan
individu, masyarakat dan kepentingan bangsa dan negara; Asas lain sesuai dengan bidang hukum
Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan, antara lain: dalam Hukum Pidana, misalnya, asas
legalitas, asas tiada hukuman tanpa kesalahan, asas pembinaan narapidana, dan asas praduga tak
bersalah; dalam Hukum Perdata, misalnya, dalam hukum perjanjian, antara lain, asas kesepakatan,
kebebasan berkontrak, dan itikad baik.
Asas-asas tersebut merupakan dasar berpijak bagi pembentuk peraturan perundang-undangan
dan penentu kebijakan dalam membentuk peraturan perundang-undangan. Semua asas di atas, harus
terpateri dalam diri penentu kebijakan yang akan membentuk peraturan perundangundangan yang
biasanya diwujudkan dalam bentuk-bentuk pertanyaan dalam setiap langkah yang ditempuh.
Misalnya, apakah pentingnya membentuk peraturan ini? Tujuannya apa? Apakah bermanfaat bagi
kemaslahatan masyarakat? Tidakkah instrumen lain, selain peraturan, sudah cukup? Dalam
menyusun substansi yang diinginkan oleh penentu kebijakan, pembentuk peraturan perundang-
undangan harus selalu bertanya, apakah rumusan tersebut sudah jelas dan tidak menimbulkan
penafsiran? Di luar asas-asas  di atas, dalam ilmu hukum atau ilmu perundangundangan, diakui
adanya beberapa teori atau asas-asas yang selalu mengikuti dan mengawali pembentukan peraturan
perundang-undangan dan secara umum teori dan asas-asas terserbut dijadikan acuan oleh pembentuk
peraturan perundang-undangan.
Jika dihubungkan dengan permasalahan tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa pelaksanaan
vaksinasi anti virus Covid-19 sesuai dengan UU.Kekarantinaan kesehatan, bagaikan pedang bermata
dua, dimana selain memberikan kontribusi positif bagi peningkatan kesehatan, kesejahteraan,
kemajuan, dan peradaban manusia, juga menjadi masalah bagi perlindungan konsumen, karena
disinyalir dapat menjadi perbuatan melawan hukum. Untuk mengatasi permasalahan tersebut,
menurut penulis para stake holder, antara lain: Pemerintah Cq. Kementerian Hukum dan Ham,
Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, Makhamah Agung, DPR, dan pihak terkait
lainnya, perlu untuk duduk bersama membahas disharmonisasi dan sinkronisasi peraturan
perundang-undangan tentang Kekarantinaan Kesehatan dengan Undang-undang tentang
perlindungan hukum konsumen, dikaitkan dengan eksistensi Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011
juncto Undang-undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan,
dalam pemberantasan pandemi covid-19 yang sangat membahayakan ini.

2. Pilihan Hukum Penyelesaian Sengketa Perlindungan Konsumen.


Hukum Belum Sepenuhnya Melindungi Konsumen. Perlindungan konsumen dalam bidang
hukum privat ditemukan dalam KUHPerdata Buku III tentang perikatan. Ketentuan tentang
wanprestasi (Pasal 1243-1252; 1313 – 1351; 1351 – 1369; 1365 – 1369). 52 Wanprestasi pihak
debitur, berakibat debitur harus: mengganti kerugian benda objek perikatan, sejak terjadinya
wanprestasi menjadi tanggungan gugat debitur; jika perikatan itu timbul dari perikatan timbal balik,
kreditor dapat minta pembatalan (pemutusan) perjanjian.53
Ketentuan khusus transaksi elektronik diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Ttahun 2016
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (UU.ITE). Perlindungan hukum konsumen atas tindakan penjual online tidak
mencantumkan data dan informasi barang dagangan yang diperjual-belikan secara online, diatur
dalam pasal 65 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan juncto pasal 1 ayat 2; 13
ayat (1); 25 ayat (1), (2); 28; Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan
Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Ketentuan khusus perlindungan konsumen diatur dalam pasal1
angka 1, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK), mengatur:
perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk
memberi perlindungan kepada konsumen.
H.Ahmad M.Ramli, mengatakan perlu implementasi lebih lanjut perlindungan konsumen
mencakup perlindungan konsumen secara online dengan mengadopsi prinsip-prinsip perlindungan
konsumen PBB dan OECD.54 Dalam praktiknya, UUPK pasal 4 dan 9, belum sepenuhnya
melindungi konsumen dalam transaksi elektronik, karena UUPK belum mengatur mengenai
implementasi lebih lanjut pengertian perlindungan konsumen yang mencakup perlindungan
konsumen online, hak atas informasi konsumen melalui media online untuk mencegah terjadinya
tindakan curang, penyalahgunaan kartu pembayaran milik orang lain, tanggung jawab pelaku usaha
yang mencakup tanggung jawab ISP (Internal Service Provider), beban pembuktian elektronik, dan
penyelesaian sengketa melalui sarana tehnologi informasi.
Litigasi itu adalah penyelesaian sengketa antara para pihak yang dilakukan di muka
pengadilan. Dr. Frans Hendra Winarta, S.H., M.H., 55 mengatakan: secara konvensional, penyelesaian
sengketa dalam dunia bisnis, seperti dalam perdagangan, perbankan, proyek pertambangan, 56 minyak
dan gas, energi, infrastruktur, dan sebagainya dilakukan melalui proses litigasi. Dalam proses litigasi
menempatkan para pihak saling berlawanan satu sama lain, selain itu penyelesaian sengketa secara
litigasi merupakan sarana akhir (ultimum remidium) setelah alternatif penyelesaian sengketa lain
tidak membuahkan hasil. Dengan demikian, dapat disimpulkan, bahwa litigasi itu adalah
penyelesaian sengketa antara para pihak yang dilakukan di muka pengadilan. Namun oleh sementara
kalangan di masyarakat, disinyalir berkembang pendapat bahwa, berperkara di pengadilan (litigasi),
adalah menguras biaya yang tidak sedikit, waktu yang sangat panjang, intrik-intrik, tenaga dan
pemikiran.
52
Ahmadi Miru, Prinsip-prinsip Perlindungan Hukum bagi Konsumen di Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2013, hal. 71
53
Purwahid Patrik dalam Ahmad Miru, Ibid, hal. 72
54
H. Ahmad M. Ramli, Cyber Law dan HAKI dalam Sistem Hukum Indonesia, Bandung : Refika Aditama, 2010, hal. 27
55
Dr. Frans Hendra Winarta, S.H., M.H.: Hukum Penyelesaian Sengketa, Jakarta, 2012 : Sinar Grafika, halaman. 1-2.
56
Pardede, Marulak, “Aspek Hukum Kontrak Karya Dalam Pertambangan”, Diterbitkan dalam Jurnal Penelitian Hukum DE
JURE, Volume 18, Nomor 2 Juni 2018.
Grand design pembangunan sistem hukum penyelesaian sengketa sederhana, cepat, dan biaya
murah, sebenarnya telah ditetapkan sebagai asas dalam peradilan di Indonesia, sesuai pasal 4 ayat (2)
Undang-undang nomor 4 Tahun 2004 tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman. 57 Secara teoritis,
tuntutan dunia bisnis yang menghendaki penyelesaian sengketa secara informal, sudah diakomodir
dalam perundang-undangan Indonesia. Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 4 Tahun 2019
tentang Perubahan Perma No. 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana,
semakin memudahkan masyarakat berperkara di pengadilan. Hal ini selaras dengan asas dari
peradilan yang murah, cepat dan sederhana. Penyelesaian Gugatan Sederhana adalah tata cara
pemeriksaan di persidangan terhadap gugatan perdata dengan nilai gugatan meteriil paling banyak
Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), yang diperiksa Hakim tunggal yang ditunjuk oleh Ketua
Pengadilan. Dalam Gugatan sederhana ini diajukan terhadap perkara cidera janji dan/atau perbuatan
melawan hukum. Penyelesaian gugatan sederhana ini paling lama 25 (dua puluh lima) hari sejak hari
sidang pertama.
Dalam perkembangannya, ada juga bentuk penyelesaian di luar pengadilan yang menjadi salah
satu proses dalam penyelesaian di dalam pengadilan (litigasi), yaitu mediasi, diatur dalam Peraturan
Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Setiap hakim,
mediator, para pihak dan/atau kuasa hukum wajib mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui
mediasi. Dalam pasal 3 ayat (1) Perma 1/2016 ditegaskan, bahwa semua sengketa perdata yang
diajukan ke pengadilan termasuk perkara perlawanan (verzet) atas putusan verstek dan perlawanan
pihak berperkara (partij verzet) maupun pihak ketiga (derden verzet) terhadap pelaksanaan putusan
berkekuatan hukum tetap, wajib terlebih dahulu diupayakan mediasi, kecuali ditentukan lain
berdasarkan Pasal 4 ayat (1). Pasal 4 ayat (2) Perma No.1 Tahun 2016, menegaskan: sengketa
yang dikecualikan dari kewajiban mediasi, meliputi: sengketa yang pemeriksaannya di persidangan
ditentukan tenggang waktu penyelesaiannya, antara lain: sengketa yang diselesaikan melalui
prosedur Pengadilan Niaga; sengketa yang diselesaikan melalui prosedur Pengadilan Hubungan
Industrial; keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha; keberatan atas putusan
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen; permohonan pembatalan putusan arbitrase; keberatan atas
putusan Komisi Informasi; penyelesaian perselisihan partai politik; sengketa yang diselesaikan
melalui tata cara gugatan sederhana; dan sengketa lain yang pemeriksaannya di persidangan
ditentukan tenggang waktu penyelesaiannya dalam ketentuan peraturan perundang-undangan;
sengketa yang pemeriksaannya dilakukan tanpa hadirnya penggugat atau tergugat yang telah
dipanggil secara patut; gugatan balik (rekonvensi) dan masuknya pihak ketiga dalam suatu perkara
(intervensi); sengketa mengenai pencegahan, penolakan, pembatalan dan pengesahan perkawinan;
sengketa yang diajukan ke Pengadilan setelah diupayakan penyelesaian di luar Pengadilan melalui
mediasi dengan bantuan mediator bersertifikat yang terdaftar di Pengadilan setempat tetapi
dinyatakan tidak berhasil berdasarkan pernyataan yang ditandatangani oleh para pihak dan mediator
bersertifikat.

57
Pardede, Marulak, “Grand Design Reformasi Penelitian Hukum Kementerian Hukum dan HAM,” diterbitkan dalam Jurnal
Penelitian Hukum DE JURE, IPHI, Akreditasi LIPI No. 740/AU/P2MI-LIPI/04/2016, Volume 16, Nomor 2 juni 2016.
Namun dalam kenyataan, asas itu langsung berhadapan dengan sistem upaya hukum dalam
berbagai bentuk. Seperti upaya hukum biasa yaitu banding, dan kasasi, juga berhadapan dengan
upaya hukum luar biasa yaitu Peninjauan Kembali (PK). Penyelesaian sengketa menjadi formalistik,
panjang, dan berbelit, memakan waktu yang lama, buang waktu percuma, dan penyelesaian sengketa
menjadi mahal. Berdasarkan kenyataan yang demikian, maka dicarilah suatu alternatif penyelesaian
sengketa di luar pengadilan yang mengandung asas sederhana, cepat, dan biaya ringan. Di satu sisi,
perbankan merupakan salah satu industri jasa keuangan yang terus mengalami perkembangan,
seiring dengan melesatnya perkembangan tekhnologi informasi. Terlebih lagi, kehadiran financial
technology menyebabkan industri ini semakin menjadi pilar utama sumber pembiayaan nasional.
Namun di sisi lain, kondisi tersebut tentunya juga meningkatkan risiko sengketa antara nasabah
sebagai konsumen dengan perusahaan bank. Sehingga, diperlukan lembaga yang kredibel tempat
penyelesaian sengketa.

Kementerian Perdagangan, menjamin adanya kepastian hukum, guna


memberikan  perlindungan kepada seluruh konsumen Indonesia. Sepanjang 2020, tercatat sebanyak
931 pengaduan. mengatakan, jumlah tersebut menurun dibandingkan 2019 yang sebanyak 1.110
pengaduan, serta 2018 sebanyak 1.771 pengaduan. Kemendag selalu berupaya melindungi konsumen
Indonesia. Sebagaimana diketahui  bersama, salah satu komponen penting stabilitas perekonomian
yakni menjaga konsumsi masyarakat.58 Untuk itu, diperlukan dukungan pemerintah dalam
menciptakan kepercayaan konsumen dalam bertransaksi. Menurutnya, dari total 931 pengaduan
konsumen, Kemendag berhasil menyelesaikan 93,12 persen pengaduan atau sebanyak 863 kasus
berhasil diselesaikan dan sebanyak 4 kasus ditolak karena bukan permasalahan konsumen
akhir. Sedangkan yang masih dalam proses sebanyak 64 kasus. Jumlah pengaduan terbesar berasal
dari niaga elektronik (niagal-el atau e-commerce) sebanyak 396 kasus. Selama 2020, Kemendag
berhasil menyelesaikan sebanyak 355 kasus niaga-el. Sedangkan  sebanyak 41 kasus masih dalam
proses penyelesaian. Bagi pelaku usaha daring yang terbukti melakukan penipuan, Kemendag telah
melakukan penindakan berupa peringatan hingga pencabutan izin usaha. Sekilas tentang Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), dalam upaya menyelesaikan sengketa konsumen di
daerah telah terbentuk 171 BPSK yang tersebar di 31 provinsi. Lembaga ini berperan dalam
membantu konsumen yang mengalami kerugian dalam bertransaksi barang atau jasa.59

Pasal 65 ayat (5) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan menyebutkan
bahwa:“Dalam hal terjadi sengketa terkait dengan transaksi dagang melalui sistem elektronik, orang
atau badan usaha yang mengalami sengketa dapat menyelesaikan sengketa tersebut melalui
58
Veri Anggrijono Direktur Jenderal PKTN, Kementerian Perdagangan  (Kemendag) melalui Direktorat Jenderal
Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (Ditjen PKTN), penjelasannya melalui siaran pers, Selasa (12/1 2021).

59
Rep: iit septyaningsih/ Red: Hiru Muhammad, Kemendag Jamin Kepastian Hukum demi Perlindungan Konsumen, Rabu 13 Jan
2021 07:58 WIB, Direktur Jenderal (Dirjen) Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN), Kemendag RI, Veri Anggrijono
(berbaju putih)  saat memimpin pemusnahan secara simbolis barang importasi hasil pemeriksaan dan pengawasan di luar
kepabeanan (post border), di area parker Saloka Theme Park, Tuntang, kabupaten Semarang, Senin (9/9). Foto: Republika/Bowo
Pribadi. Dari total 931 pengaduan konsumen, Kemendag berhasil menyelesaikan 93,12 persen, REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA:
https://www.republika.co.id/berita/qmtlfo380/kemendag-jamin-kepastian-hukum-demi-perlindungan-konsumen.
pengadilan atau melalui mekanisme penyelesaian sengketa lainnya, seperti arbitrase dan mediasi.
Penyelesaian sengketa yang diatur dalam UUPK Pasal 45 menentukan dua pilihan dalam
menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha melalui peradilan yang berada di
lingkungan peradilan umum atau diluar pengadilan. Penyelesaian sengketa dalam transaksi
elektronik cendrung memilih forum arbitrase.60
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa, menetapkan: Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan
umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang
bersengketa. Pasal 6 yang menyatakan bahwa Sengketa atau beda pendapat perdata dapat
diselesaikan oleh para pihak melalui alternatif penyelesaian sengketa yang didasarkan pada itikad
baik dengan mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri (ayat 1),
diselesaikan dalam pertemuan langsung oleh para pihak dalam waktu paling lama 14 (empat belas)
hari dan hasilnya dituangkan dalam suatu kesepakatan tertulis (ayat 2). Pengaturan mengenai mediasi
terdapat dalam Pasal 6 ayat (3), (4), (5) dan (6) UU Arbitrase dan APS. Dalam Pasal 6 ayat (3)
disebutkan bahwa dalam hal sengketa atau beda pendapat tidak dapat diselesaikan, maka dapat
meminta bantuan seorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui seorang mediator. Kemudian
dalam ayat (4) dikatakan bahwa Apabila para pihak dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari
dengan bantuan seorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui seorang mediator tidak berhasil
mencapai kata sepakat, maka para pihak dapat menghubungi sebuah lembaga arbitrase atau lembaga
alternatif penyelesaian sengketa untuk menunjuk seorang mediator. Selanjutnya dalam ayat (4)
dikatakan bahwa Setelah penunjukan mediator oleh lembaga arbitrase atau lembaga alternatif
penyelesaian sengketa, dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari usaha mediasi harus sudah dapat
dimulai. Lalu, dalam ayat (6) dikatakan bahwa dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari harus
tercapai kesepakatan dalam bentuk tertulis yang ditandatangani oleh semua pihak yang terkait.
UUPK membuat terobosan dengan memfasilitasi para konsumen yang merasa dirugikan
dengan mengajukan gugatan ke pelaku usaha di luar peradilan, yaitu Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen (BPSK). Mekanisme gugatan dilakukan secara sukarela dari kedua belah pihak yang
bersengketa. Hal ini berlaku untuk gugatan secara perorangan, sedangkan gugatan secara kelompok
(class action) dilakukan melalui peradilan umum. Putusan dari BPSK tidak dapat dibanding kecuali
bertentangan dengan hukum yang berlaku.61 Pasal 49 UUPK menetapkan: BPSK dibentuk di Daerah
Tingkat II,62 yang anggotanya harus memenuhi syarat: warga negara Republik Indonesia; berbadan
sehat; berkelakuan baik; tidak pernah dihukum karena kejahatan; memiliki pengetahuan dan
pengalaman di bidang perlindungan konsumen; berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun;
terdiri atas unsur pemerintah, unsur konsumen, dan unsur pelaku usaha; setiap unsur berjumlah
sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang. Pengangkatan dan
pemberhentiannya ditetapkan oleh Menteri. Tugas dan wewenangnya: melaksanakan penanganan

60
Rizka Syafriana, Perlindungan Konsumen dalam Transaksi Elektronik, Jurnal : De Lega Lata, Volume I, Nomor 2, Juli –
Desember 2016, hal. 433
61
Marianus Gaharpung dalam Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Sinar Grafika, 2016, hal.
126
62
Pardede, Marulak, “Legitimasi Pemilihan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah”, diterbitkan: di Majalah Hukum Nasional,
BPHN, No.1, Tahun 2015.
dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi
(Pasal 52 UUPK).

3. UPAYA MENGATASI PERMASALAHAN PEMBERANTASAN VIRUS COVID-19


DARI SUDUT PANDANG HUKUM.

Pandemi Covid-19 telah berdampak pada banyak sektor kehidupan terutama sosial, kesehatan,
ekonomi. Dalam sebulan terakhir, meski telah diberlakukan adaptasi kebiasaan baru, penyebaran
wabah Covid-19 terus merangkak naik. Seiring dengan itu, pemerintah pun telah mengeluarkan
berbagai produk hukum guna menekan atau mengatasi penyebaran virus mematikan ini berikut
peraturan dampak ikutannya.  Kepala Pusat Perencanaan Hukum Nasional, Badan Pembinaan
Hukum Nasional (BPHN) Djoko Pudjirahardjo mengatakan data Gugus Tugas Percepatan
Penanganan Covid 19 per 16 Juli 2020 menunjuk angka positif corona berjumlah 81.668 orang,
sembuh 40.345, dan meninggal 3.873 orang. Sejak awal, pemerintah telah mengambil langkah/upaya
dengan menerbitkan berbagai produk peraturan perundang-undangan, untuk mencegah, dampak
menanggulangi dampak Covid-19, antara lain, yaitu:63 

a. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.1 Tahun 2020 tentang


Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Negara untuk Penanganan
Pandemi Covid-19 dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan
Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan. Kini, Perppu ini menjadi
UU No. 2 Tahun 2020.
b. Perppu No.2 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang. 
c. Peraturan pemerintah (PP) No.21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar
(PSBB) dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19.
d. Keputusan Presiden (Keppres) No. 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat Covid-19. 
e. Keppres No. 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non Alam Penyebaran Covid 19
Sebagai Bencana Nasional. 
f. Keppres No. 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19
sebagaimana telah diubah dengan Keppres No. 9 Tahun 2020.
g. Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 9 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pembatasan
Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019
(Covid-19). “Jadi sudah begitu banyak produk hukum yang dikeluarkan dalam rangka
mengatasi pandemi ini. Karena dampaknya sangat besar.64
63
Djoko Pudjirahardjo, Kepala Pusat Perencanaan Hukum Nasional, Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN),
Kementerian Hukum dan HAM, dalam Webinar 20 Tahun Hukumonline bertema “Tantangan Hukum Sebagai Instrumen
Penyelamatan Indonesia pada Masa Transisi dari Krisis Covid-19”, Jumat (17/72020).
64
Rofiq Hidayat, Sejumlah Instrumen Hukum Atasi Dampak Pandemi Covid-19, Mulai Perppu, Perpres, Permenkes, hingga
peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai upaya mengatasi dampak ekonomi. Namun, pemerintah dan DPR dinilai tidak tepat
memetakan masalah untuk menanggulangi pandemi Covid-19 berikut dampaknya, Jumat, 17 Juli 2020,
Sejumlah jenis usaha yang tidak berkaitan langsung dengan kesehatan, pangan, dan keamanan
mengalami penurunan pendapatan. Seperti usaha pariwisata, perhotelan, transportasi dan industri.
Masalah lain muncul akibat turunnya pendapatan masyarakat, sulitnya pemenuhan kewajiban, seperti
utang yang selama ini dijadikan satu dari sekian sumber permodalan dan biaya operasional.
Ujungnya, banyak terjadi perusahaan dan masyarakat mengalami gagal bayar. Pemerintah telah
menempuh sejumlah kebijakan untuk mengurangi dampak ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Seperti, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus
Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus
Disease 2019. Kemudian POJK Nomor 14/POJK.05/2020 tentang Kebijakan Countercyclical
Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 bagi Lembaga Jasa Keuangan Nonbank. Selain itu,
Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 22/4/PBI/2020 tentang Insentif Bagi Bank yang Memberikan
Penyediaan Dana untuk Kegiatan Ekonomi Tertentu Guna Mendukung Penanganan Dampak
Perekonomian Akibat Wabah Virus Corona.
Berbekal sejumlah instrumen hukum itu, idealnya lembaga pembiayaan ataupun perbankan
perlu mengedepankan penyelesaian secara musyawarah, khususnya pada debitur yang terdampak
yang tak mampu membayar utangnya. Pandemi Covid-19 melalui kebijakan antara lain
restrukturisasi utang atau penjadwalan utang (resceduling).Di sisi lain, situasi pandemi serta
terbitnya sejumlah peraturan dianggap sebagai penyebab force majeure (keadaan memaksa) dalam
kontrak pada umumnya. Dalam KUHPerdata, terdapat pasal yang kerap digunakan sebagai acuan
dalam pembahasan force majeure yakni Pasal 1244 dan Pasal 1245 KUHPerdata. Kedua pasal itu
menyebutkan unsur yang dapat menimbulkan force majeure, seperti adanya kejadian yang tidak
terduga. Kemudian adanya halangan yang menyebabkan suatu prestasi tidak mungkin dilaksanakan,
ketidakmampuan tersebut tidak disebabkan oleh kesalahan debitur, serta ketidakmampuan tersebut
tidak dapat dibebankan risiko kepada debitur. Berdasarkan sejumlah unsur dan produk peraturan
perundang-undangan dalam rangka merespon situasi wabah pandemi Covid-19 dapat dijadikan
sebagai alasan terjadinya force majeure secara umum. Keadaan force majeure tersebut semakin
diperkuat dengan kebijakan PSBB di hampir seluruh wilayah Indonesia.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah mengumpulkan uang sebanyak Rp 5.585.495.000 dari
sanksi denda terhadap pelanggaran protokol kesehatan selama pembatasan sosial berskala
besar (PSBB). Sanksi tersebut dikumpulkan dari 5 Juni hingga 23 Desember 2020. “Total denda
PSBB dari 5 Juni hingga 23 Desember 2020 sebesar Rp 5.585.495.000,- Denda tersebut
dikumpulkan dari pelanggaran penggunaan masker dan juga pelanggaran protokol kesehatan di
tempat usaha. Dalam Ketentuan Peraturan Gubernur DKI Nomor 101 Tahun 2020 tentang Penerapan
Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan sebagai Upaya Pencagahan dan Pengendalian
Covid-19, denda terhadap pelanggaran penggunaan masker sebesar Rp 250.000. Sanksi denda ini
bersifat progresif. Jika pelanggaran penggunaan masker berulang sekali maka denda naik menjadi Rp
500.000. Jika berulang dua kali, maka dendanya naik lagi menjadi Rp 750.000 dan berulang tiga kali,
dendanya menjadi Rp 1 juta. Begitu juga terhadap tempat usaha. Pelanggaran awalnya dikenakan
sanksi penutupan sementara. Jika pelanggaran berulang sekali, dendanya Rp 50 juta, berulang dua
kali, dendanya Rp 100 juta dan berulang tiga kali, dendanya Rp 150 juta. Sementara nilai sanksi
denda yang dikumpulkan dari 12 Oktober hingga 23 Desember 2020 (PSBB transisi) sebesar Rp
769.630.000. Sanksi tersebut berasal dari denda penggunaan masker sebesar Rp Rp 537.730.000,
denda pelanggaran prokes di restoran/rumah makan dan kafe sebesar Rp 133.600.000 denda
pelanggaran prokes di perkantoran, tempat usaha dan industri sebesar Rp 98.300.000. Data
Penerapan Sanksi selama PSBB Transisi, 12 Oktober-23 Desember 2020: 1. Pelanggaran
Penggunaan masker: - Kerja Sosial: 89.356 orang; - Denda: 3.451 orang dengan nilai denda Rp
537.730.000; Jumlah: 92.807 orang: 2. Restoran/rumah makan, kafe: - Penutupan sementara: 333; -
Denda: 21 dengan nilai denda Rp 133.600.000; - Tidak ditemukan pelanggaran: 5.483; Jumlah:
5.837 restoran/rumah makan: 3. Perkantoran, tempat usaha dan tempat industry: - Penutupan
sementara: 112; - Denda: 21 dengan nilai denda Rp 98.300.000; - Tidak ditemukan pelanggaran:
2.352; Jumlah: 2.485; Total nilai denda: Rp 769.630.000. Total nilai denda dari PSBB hingga PSBB
transisi: Rp 5.585.495.000.65
Jokowi mengetahui selama pandemi omzet penjualan para pengusaha, baik besar, kecil,
menengah maupun mikro mengalami penurunan yang cukup besar. Karena itu, pemerintah
memberikan bantuan modal kerja sebesar Rp 2,4 juta bagi pedagang usaha kecil. dipakai untuk
tambahan modal usaha, untuk menambah dagangan sehingga bisa membesarkan usaha. Dan saya
harapkan dalam kondisi seperti ini tidak ada yang menyerah. Tapi harus tetap berusaha keras, bekerja
keras agar bisa bertahan dalam kondisi yang sangat sulit ini.66

Ahli epidemiologi dari Universitas Hasanuddin Prof Ridwan Amiruddin, 67 mengemukakan


bahwa: hasil uji klinis menunjukkan penggunaan vaksin Covid-19 tidak menimbulkan efek samping
yang signifikan karenanya warga tidak perlu ragu untuk menjalani vaksinasi. Tidak perlu ragu karena
ini ikhtiar yang baik dan tidak akan menimbulkan efek samping signifikan, menanggapi munculnya
keraguan di kalangan masyarakat untuk menjalani vaksinasi Covid-19. Vaksinasi merupakan salah
satu ikhtiar mengendalikan penularan penyakit yang sudah lama dilakukan dan contoh
keberhasilannya sudah banyak, termasuk di antaranya dalam penanggulangan polio, ini bermanfaat
bagi kita semua. Vaksin Covid-19 yang akan disediakan oleh pemerintah sudah melalui uji klinis.
Vaksin tersebut, digunakan setelah Badan Pengawas Obat dan Makanan serta Majelis Ulama
Indonesia memastikan manfaat, keamanan, dan kehalalannya. Penerima vaksin Covid-19 harus
memenuhi beberapa persyaratan, antara lain berusia 18 sampai 59 tahun serta tidak memiliki riwayat
penyakit penyerta seperti diabetes, penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal, stroke, hepatitis
kronis, dan penyakit auto-imun.68

Vaksinasi dilaksanakan setelah BPOM mengeluarkan izin penggunaan dalam kondisi darurat
atau emergency use authorization (EUA) pertama kali untuk vaksin Covid-19 produksi Sinovac.
Berbagai persiapan masih terus dilakukan, termasuk mempersiapkan infrastruktur satu data penerima
65
Yustinus Paat / YUD, DKI Kumpulkan Rp 5,58 Miliar dari Sanksi Denda PSBB, Kamis, 31 Desember 2020 | 20:19 WIB. Sumber:
BeritaSatu.com.
66
Lenny Tristia Tambun / YUD, Jokowi Ungkap 5,8 Juta Warga Akan Divaksinasi Bulan Ini, Jumat, 8 Januari 2021 | 15:47
WIB, Sumber: BeritaSatu.com.

67
Prof Ridwan Amiruddin, Ahli epidemiologi dari Universitas Hasanuddin, Ketua Tim Konsultan Penanganan Covid-19
Sulawesi Selatan, dalam penjelasannya kepada pers di Makassar, Rabu (6/1/2021).
68
YUD, Sumber: BeritaSatu.com, Pakar Epidemiologi: Tak Perlu Ragu Jalani Vaksinasi Covid-19, Rabu, 6 Januari 2021 |
14:59 WIB, Oleh : Makassar, Beritasatu.com –
vaksinasi guna menghasilkan data yang akurat dan tepat sasaran. Pemerintah menargetkan 181,5 juta
sasaran divaksinasi dengan waktu pelaksanaan 15 bulan terhitung sejak Januari 2021 sampai Maret
2022. Untuk mendukung hal tersebut, pemerintah menunjuk dua BUMN, yakni PT Telekomunisasi
Indonesia dan PT Bio Farma untuk menyelenggarakan sistem informasi satu data vaksinasi Covid-
19. Sistem integrasi data ini akan menghasilkan data dalam bentuk by name by address dari berbagai
sumber guna menghindari data sasaran ganda. Dari data tersebut, pemerintah memetakan dan
mendistribusikan vaksin berdasarkan kebutuhan vaksin per kabupaten/kota. Pelaksanaannya merujuk
pada Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Kesehatan dan Menteri Komunikasi dan Informatika
tentang Penyelenggaraan Sistem Informasi Satu Data Vaksinasi Sistem Informasi Satu Data
Vaksinasi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang telah ditandatangani pada Selasa (12/1) di
kantor Kementerian Kesehatan, Jakarta. Penandatanganan SKB dilakukan oleh Menteri
Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate.

Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G Plate mengatakan SKB merupakan landasan
hukum untuk menjamin dan memastikan perlindungan data pribadi penerima vaksinasi serta
mendukung pelaksanaan vaksinasi berjalan dengan lancar dan tepat sasaran. “Kita bersama berharap
agar program vaksiansi perdana yang akan dilakukan segera berjalan dengan lancar,” kata Johnny.
Pada tahap awal persiapan vaksinasi, pemerintah telah melakukan validasi data dengan mengirimkan
SMS blast undangan vaksinasi kepada 1,3 juta kelompok prioritas penerima vaksinasi, yakni tenaga
kesehatan dan tenaga penunjang kesehatan di 34 provinsi di Indonesia. SMS blast ini dimulai 12-13
Januari 2021. SMS blast terus disampaikan untuk menjangkau semua sasaran. “Mulai hari ini,
bahkan sampai besok akan dilakukan SMS blast untuk menjangkau tenaga kesehatan yang akan
segera mengikuti proses vaksinasi,” ujar Johnny. Setelah menerima notifikasi atau pemberitahuan,
sasaran diminta untuk registasi ulang dan melakukan verifikasi guna memastikan kesesuaian data.
Sasaran juga dapat mengecek ulang data melalui aplikasi PeduliLindungi.

Melalui SKB ini, menkominfo kembali menegaskan bahwa penyelenggaraan sistem informasi
satu data vaksinasi Covid-19 telah memperhatikan perlindungan data pribadi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Pada kesempatan yang sama, Menteri Kesehatan Budi
Gunadi Sadikin mengatakan data yang akurat sangat penting untuk mengatasi pandemi dan vaksinasi
Covid-19. Data yang valid akan menjadi landasan penting untuk menyusun kebijakan yang tepat
sasaran. Dia mengakui di Kementerian Kesehatan, data masih menjadi persoalan yang mendesak
untuk diselesaikan, termasuk data pandemi Covid-19. Dia berharap integrasi data tersebut bisa
digunakan untuk mengatasi ketidaksinkronan data yang ada selama ini. “Kita minta tolong, kalau
bisa Bapak bantu menyimpan, bantu mengelola, bantu menganalisis, bantu juga keamaannya, serta
bantu mengintegrasikan data kami dengan data pemerintah lainnya,” ucap Menkes Budi Gunadi
Sadikin.69

Menurut pendapat Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada
(UGM) Yogyakarta, Zainal Arifin Mochtar, pemetaan masalah di awal pandemi Covid-19 menjadi
penting. Sayangnya, pemerintah dan DPR dinilai tidak tepat memetakan masalah untuk
menanggulangi pandemi Covid-19 berikut dampaknya. Tapi, malah memilih
mengundang influencer agar sektor pariwisata bergeliat. Sementara pandemi Covid-19 sudah
memakan banyak korban. Dengan situasi darurat ini, presiden semestinya memiliki kewenangan
yang “membengkak”. Artinya Presiden dapat membuat banyak terobosan di luar sistem biasanya

69
Dina Manafe / AB.. pastikan Penerima Vaksin Covid-19 Tepat Sasaran, Pemerintah Integrasikan Data, Selasa, 12 Januari
2021 | 21:55 WIB, Jakarta, Beritasatu.com – 
diterapkan.  Pemerintah semestinya menerbitkan Perppu penanganan Covid secara menyeluruh
termasuk pembatasan hak asasi. DPR pun semestinya bergerak cepat membuat UU terkait
penanganan Covid-19 dalam waktu cepat, sehingga Presiden tak perlu menerbitkan Perppu
sepanjang ada kemauan DPR membuat UU dalam waktu cepat. Merujuk Pasal 23 ayat (2) UU No.
12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, pemerintah dapat mengajukan
RUU apapun di luar Prolegnas sepanjang memenuhi kondisi dan syaratnya, salah satunya situasi
kedaruratan. Masak Pasal 23 ayat (2) UU 12/2011 digunakan untuk merevisi UU KPK. Logika itu
dulu digunakan untuk merevisi UU KPK. Tapi justru alasan kondisi darurat itu tidak digunakan
dalam kondisi pandemi saat ini.70

Seluruh negara di dunia, masih dalam suasana perang melawan serangan dahsyat Covid-19,
dengan segala cara yang kita bisa gunakan termasuk teknologi maju, sains, infrastruktur dan
peralatan kesehatan, dokter-dokter dan perawat-perawat hebat, aturan hukum, dan pelaksanaan
disiplin yang keras di lapangan. Tidak ada yang bisa meramal dengan pasti kapan serangan ini
berakhir. WHO memperingatkan bahwa Covid-19 akan tetap berkeliaran di tengah kita sampai 2
tahun mendatang. Sejumlah hitungan statistik dengan melihat tren dunia mengatakan kapan suatu
negara mencapai puncak pandemi, kapan itu melandai, dan kapan kemudian menurun sampai
akhirnya ke titik paling bawah, berakhirnya pandemi. Mungkin begitu, mungkin juga tidak.
Penemuan obat-obatan di sejumlah negara dan laboratorium penelitian menunjukkan tren
menggembirakan, tetapi tentunya itu hanya untuk mereka yang terpapar. Sekali terpapar, walaupun
sudah ada obatnya, risiko fatal atau cacat tetap masih menghantui sejumlah penduduk dunia yang
rentan. Masyarakat akan lebih lega kalau vaksin antivirus ini sudah ditemukan, diproduksi secara
besar-besaran, dan didistribusikan secara merata ke seluruh penduduk dunia. Kapan itu terjadi?
Tidak ada seorangpun yang bisa memastikan.

Ditinjau dari sudut pandang hukum, tentu menarik untuk membicarakan hukum dan
interaksinya dengan serangan Covid-19 ini. Rentangannya cukup lebar, dari aksi Trump dan
sejumlah negara atau organisasi untuk menggugat Tiongkok yang secara absurd dituduh mengkultur
dan dengan sengaja atau tidak sengaja menyebarkannya ke seluruh dunia, deklarasi keadaan darurat,
peraturan penutupan atau pembatasan wilayah, pembatasan kegiatan warga, pengeluaran kebijakan
stimulus, bantuan langsung kepada penduduk dalam klaster pembatasan,  relaksasi sejumlah
kewajiban termasuk pajak, sampai sengketa antar sektor swasta maupun individu karena ketidak-
mampuan melaksanakan kewajiban dengan alasan terjadinya keadaan memaksa (force majeure) yang
katanya dikait-kaitkan juga dengan pernyataan Kepala Negara tentang pandemi ini sebagai bencana
nasional. Peraturan perundangan yang dikeluarkan oleh setiap pemerintah sangat tergantung dari
sudut pandang mereka dalam menilai pandemi Covid-19, dan seberapa siap mereka menghadapi
dampaknya secara ekonomi, hukum, sosial, politik dan tentu saja kemanusiaan. Setiap pemimpin
negara kalau ditanya tentu akan mengatakan bahwa mereka mengutamakan keselamatan jiwa dan
kesehatan warganya. Akan tetapi aturan hukum pertama yang mereka keluarkan tidak selalu selaras
dengan pernyataan politiknya. Kalau didalami sedikit, keputusan untuk menyatakan keadaan darurat,
melakukan lockdown seluruh negara atau wilayah, melakukan kebijakan herd immunity, melakukan
pembatasan wilayah, melakukan pembatasan sosial skala besar, atau kebijakan apapun namanya,
mencerminkan cara pandang dan kesiapan dari suatu negara dalam menghadapi pandemi ini.
70
Jumat, 17 Juli 2020, Sejumlah Instrumen Hukum Atasi Dampak Pandemi Covid-19, Pemetaan tidak tepat.
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5f1174a4aa031/sejumlah-instrumen-hukum-atasi-dampak-pandemi-covid-19?page=3
Setiap kebijakan yang dipilih itu pasti ada dampak negatifnya. Apakah dampak negatifnya
sudah diukur atau belum, itu juga yang menjadi masalah besarnya. Apakah juga betul bahwa
kebijakan tersebut mencerminkan keadaan negara yang sebenarnya, atau mungkin kebijakan tersebut
diambil karena kekurangan data yang sahih, atau mungkin saja kebijakan tersebut semata hanya
mencerminkan kekhawatiran tidak beralasan, atau bahkan kebijakan tersebut diambil dalam rangka
melindungi kepentingan politik tertentu. Kita belum bisa menilainya sampai semua ini berangsur
berakhir, dan kita mendapatkan gambarnya secara utuh dan fakta-faktanya. Suatu kebijakan bisa saja
salah, tetapi tidak boleh bahwa suatu kebijakan dilakukan untuk secara terselubung atau terang-
terangan melindungi kepentingan politik atau ekonomi seseorang atau segolongan orang tertentu.
Sejumlah politisi tingkat dunia diduga memanfaatkan pandemi Covid-19 untuk kepentingan politik
mereka, sehingga kebijakan yang diambilpun menunjukkan ketidak-berpihakannya kepada
kepentingan terbaik rakyatnya.71
Kehati-hatian pemerintah Indonesia dengan menerapkan aturan PSBB diperkirakan telah
mempertimbangkan beberapa faktor utama: (a) 60% perekonomian kita yang berbasis UMKM, dan
tenaga kerja kita yang sebagian besar hidup dari upah harian, sehingga tidak bisa seluruhnya dipaksa
tinggal atau bekerja dari rumah, (b) pemerintah tidak mampu memberikan bantuan kehidupan
mereka (dan ternak) kalau semua warga dipaksa tinggal dirumah, (c) disiplin social dan physical
distancing bisa diterapkan, dan (d) larangan mudik ditegakkan. Apakah semuanya bisa dilaksanakan
secara tegas di lapangan? Kita melihat bahwa pelaksanan lapangan tidak maksimal. Sejumlah
petugas lapangan mengatakan "kami melaksanakan aturan yang sifatnya sosial, sehingga tidak bisa
memaksa", suatu sikap yang bisa menimbulkan bahaya baru. Mereka yang dibiarkan "lolos" dari
aturan ketat PSBB merupakan senjata pembunuh yang berkeliaran bebas terhadap warga lain yang
mungkin sudah sangat taat aturan. Aturan Gubernur Jakarta yang melarang para pemudik kembali ke
Jakarta sampai waktu yang tidak ditentukan merupakan aturan tegas yang baik. Karena sebagian
besar dari mereka adalah para pelanggar (aturan mudik), dan bukan tidak mungkin ketika kembali ke
Jakarta mereka membawa bom waktu yang menimbulkan serangan kedua kepada penduduk Jakarta
yang sudah taat aturan. Sekali lagi, ketegasan petugas lapangan harus ditingkatkan, kalau perlu
dengan sanksi berat.
Aspek hukum lainnya adalah aturan stimulus dan relaksasi yang memang perlu dan harus
cepat diterapkan. Yang menjadi masalah besarnya adalah sistem governance-nya termasuk
pengawasan yang selama ini saja, dalam kondisi normal, sering kebobolan. Pemberian stimulus dan
relaksasi karenanya juga harus diikuti dengan peningkatan pengawasan oleh lembaga pengawas, dan
juga penegak hukum, seperti KPK yang punya fungsi-fungsi pencegahan. Kalau belakangan ini KPK
banyak dikritik sebagai lemah dalam penegakkan hukum, mungkin sekarang bisa sedikit mengobati
kekecewaan publik dengan menjalankan fungsi pencegahannya dalam mengawasi kucuran uang
triliunan yang digelontorkan negara.  Keterbatasan untuk bekerja langsung di lapangan karena
keharusan WFH menyebabkan pengawasan bisa berkurang.
Demikian juga, kalangan organisasi masyarakat sipil yang selama ini aktif ikut mengawasi
kebijakan dan pelaksanaan kegiatan keuangan negara menjadi berkurang efektivitasnya karena
71
Hukumonline, Selasa, 05 Mei 2020, Covid-19 dan Hukum, Virus kecil yang tidak terlihat mata telanjang ini masuk
mencampuri urusan setiap unsur dalam struktur kenegaraan, perusahaan dan pribadi banyak pihak.
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5eb0bfaa1d9cc/covid-19-dan-hukum
aturan PSBB yang harus mereka taati. Mau tidak mau, sikap para pengawas dan penegak hukum
harus diselaraskan, yaitu bahwa post-audit atas pelaksanaan kebijakan stimulus dan relaksasi harus
dilaksanakan dengan ketat, dan bila terbukti ada pelanggaran dari pelaksanaan kebijakan ini
pelanggarnya harus dihukum dengan lebih berat daripada hukuman atas kasus yang terjadi di masa
normal. Mencuri atau menyalahgunakan uang negara dalam masa krisis sama juga dengan
membunuh rakyat miskin yang sedang menderita dan membutuhkan bantuan.
Negara melalui OJK juga memberlakukan kebijakan yang meminta dunia perbankan dan
keuangan untuk lebih menerapkan pendekatan restrukturisasi hutang kepada para debitur karena
dampak pandemi ini. Hal ini memberikan kesan bahwa pendekatan hukum semata, dengan
menggunakan instrumen eksekusi pasal-pasal perjanjian pembiayaan menjadi tidak disarankan. Hal
ini memicu suatu perdebatan lain, yang menyangkut hubungan B to B antara kreditur dengan debitur
perusahaan (besar dan menengah), yaitu apakah alasan "force majeure" dapat digunakan untuk tidak
melaksanakan kewajiban debitur dalam perjanjian pembiayaan. Lebih luas lagi, dalam kontrak-
kontrak lain antara para pelaku usaha, apakah alasan yang sama bisa digunakan untuk menghindar
dari kewajiban kontraktual mereka.
Sejumlah seminar dan diskusi dalam banyak forum sudah dilakukan dengan menghadirkan
para ahli dari dunia akademis maupun praktik. Duniapun mempertanyakan hal yang sama. Para
lawyers memberikan advis yang beragam menghadapi gejala baru ini. Sebenarnya ini bukan hal
baru, karena konsep force majeure sudah hadir dalam paling tidak di dua sistem hukum terbesar
dunia, common law dan civil law systems selama lebih dari seabad yang lalu. Konsep ini berubah dan
berkembang sesuai dengan kemajuan zaman, karena apa yang menjadi halangan atau ketidak-
mungkinan pada masa lalu, kini menjadi sesuatu yang masih masuk dalam pengertian mungkin dan
bisa dilakukan, walaupun dengan upaya luar biasa dan biaya yang lebih besar. Ini menjadikan
konsep force majeure menjadi berbeda, sehingga seseorang tidak bisa lagi dengan seenaknya
menggunakan alasan terjadinya force majeure ini untuk lari dari kewajibannya.
Betul bahwa banyak pebisnis terdampak secara dahsyat sebagai akibat dari pandemi Covid-
19. Pendapatan menurun karena produk tidak bisa dibuat sehubungan dengan PSBB, atau tidak dapat
dikirim karena sistem transportasi terutama penerbangan sangat terbatas. Pihak pemasok gagal
memasok untuk alasan yang sama sehingga sistem produksi juga tidak berjalan. Sub-kontraktor juga
gagal melaksanakan kewajibannya sehingga kontraktor tidak mampu menyelesaikan pekerjaannya.
Demikian saling kait mengkait. Sebagai lawyer, dalam hal kliennya menghadapi kondisi pandemi
Covid-19, apakah sebagai pihak yang tidak dapat memenuhi kewajibannya atau sebagai pihak yang
tidak menerima prestasi dari pihak lawan kontraknya, pertanyaan pertama tentunya adalah hukum
apa yang digunakan dalam kontrak mereka (governing law). Penggunaan common law, akan berbeda
akibatnya bila hukum yang dipilih tunduk pada civil law system. Sistem hukum kita yang
berorientasi ke civil law system lebih memungkinkan pengakuan diterimanya suatu krisis yang
dampaknya sehebat pandemi Covid-19 ini sebagai keadaan atau kejadian force majeure. Civil Law
Systems mengadopsi prinsip "impossibillium nulla obligatio est" (the impossible is no legal
obligation).
Jadi menurut sistem ini, kalau memang sesuatu hal menjadi tidak mungkin (untuk
dilaksanakan), maka hal ini tidak bisa menjadi kewajiban hukum seseorang. Apalagi kalau
kontraknya sendiri tidak memuat dan merinci apa yang dimaksud dengan kejadian force majeure,
dan bagaimana akibatnya terhadap pemenuhan kewajiban dalam kontrak tersebut. Sistem ini belum
secanggih sistem hukum Inggris misalnya, yang sudah lebih spesifik di dalam menghadapi masalah
seperti ini, sehingga hakim tidak dengan mudah memberikan persetujuan atau pengakuan bahwa
seseorang boleh tidak memenuhi kewajibannya jika menghadapi kondisi force majeure. Sistem
hukum Inggris menganut prinsip bahwa seseorang tidak dengan mudah dibebaskan dari
kewajibannya dalam kontrak hanya karena pelaksanaannya menjadi lebih mahal atau lebih sulit, atau
bahkan terbukti menjadi tidak mungkin. Hukum Inggris dengan mudah meneguhkan bahwa para
pihak tetap bertanggung jawab untuk memenuhi kewajibannya karena gagal untuk memenuhi hal-hal
yang sebenarnya tidak mungkin lagi dilaksanakannya. 72 Menurut Raynes, pandemi Covid-19
karenanya tidak serta merta bisa dijadikan alasan untuk seseorang dapat lari dari kewajibannya,
walaupun untuk memenuhi kewajibannya itu dia harus berupaya lebih keras, mengeluarkan biaya
lebaih banyak, bahkan tidak mungkin baginya untuk melaksanakannya. Hakim atau arbiter di Inggris
akan mengupas satu-satu semua fakta yang terkait dengan kontrak tersebut, alasan tidak
dilaksanakannya kewajiban, dan pelaksanaan atau kegagalan pelaksanaannya.
Hakim Indonesia, walaupun lebih condong kepada sistem hukum code civil, agaknya perlu
memperhatikan lebih teliti sebelum memutuskan apakah Covid-19 bisa dijadikan sebagai
kondisi force majeure yang bisa melepaskan seseorang dari kewajiban kontraktualnya. Pertama,
apakah kontrak yang dipermasalahkan tunduk pada hukum Indonesia atau hukum asing, yang
menjadikan penafsiran atas kontrak menjadi bisa berbeda. Kedua, apakah kontrak tersebut mengatur
mengenai keadan memaksa (force majeure), lebih khusus lagi apakah bahwa pandemi suatu penyakit
merupakan salah satu dari yang masuk dalam pengertian keadaan memaksa. Ketiga apakah kontrak
tersebut memuat adanya suatu kewajiban mkinimum atau maksimum dari pelanggar kewajiban,
walaupun sebagai akibat dari kondisi force majeure, misalnya membayar tidak lebih atau tidak
kurang dari x rupiah.  Keempat, apakah sebagai akibat dari tidak dipenuhinya kewajiban tersebut
kontrak mengatur bahwa pelanggar atau pihak yang dilanggar kewajibannya karena kondisi force
majeure berhak untuk memutuskan kontrak dengan seketika, dan jika dibolehkan apa akibat dari
pemutusan tersebut. Tentu Hakim harus selalu memperhatikan unsur keadilan. Hanya apakah
pandemi Covid-19 yang mungkin bisa dianggap sebagai kejadian force majeure, sehingga suatu
pihak dalam kontrak bisa mengelak untuk memenuhi kewajibannya, juga adil untuk pihak yang
seharusnya menerima pelaksanaan kewajiban tersebut. Pihak yang seharusnya menerima pemenuhan
kewaiban juga korban pandemi ini, mereka juga menderita karenanya. Mereka bisa bank, bisa
manufaktur, bisa usaha jasa yang juga membutuhkan bantuan.
Demikianlah, ternyata virus kecil yang tidak terlihat mata telanjang ini masuk mencampuri
urusan setiap unsur dalam struktur kenegaraan, perusahaan dan pribadi banyak pihak, dan mengacau
sedemikian rupa sehingga merepotkan banyak pihak. Dalam masa-masa mendatang ini kita diminta
untuk lebih melakukan introspeksi diri untuk memikirkan banyak hal yang sebelumnya belum pernah
kita pikirkan. Dunia hukum juga harus bersiap diri, karena cara kerja, sumber pekerjaan hukum,
kebijakan publik, organisasi pemerintahan dan korporasi, pengaturan transaksi, dan penyelesiaan
sengketa juga akan memasuki suatu normal baru. Normal yang harus kita hadapi dengan penuh

72
Jonathan Raynes, Client Alerts: Covid-19: English Law Contracts - Force Majeure, Frustration, and other Reflief, 2020 .
kepercayaan diri, iktikad menjadi lebih baik, dengan mempertahankan etika dan tata kelola yang
lebih baik.73
Untuk menangani wabah tersebut, penegakan hukum menjadi salah satu langkah yang dipilih
pemerintah. Aparat kepolisian pun dikerahkan dalam mengatasi wabah virus corona di Tanah Air.
Secara garis besar, polisi bertugas dalam membubarkan kerumunan massa, menangani penyebar
berita bohong atau hoaks, serta penimbun bahan pokok. Untuk itu, Kapolri Jenderal (Pol) Idham
Azis telah memberikan sejumlah arahan kepada jajarannya dalam penanganan wabah Covid-19.
Polisi juga menyiapkan ancaman pidana bagi mereka yang melanggar. Awalnya, mengeluarkan
Maklumat Kapolri Nomor Mak/2/III/2020 tentang Kepatuhan terhadap Kebijakan Pemerintah dalam
Penanganan Penyebaran Virus Corona (Covid-19). Melalui maklumat yang ditandatangani Idham
pada 19 Maret 2020, Kapolri meminta masyarakat tidak berkerumun. "Tidak mengadakan kegiatan
sosial kemasyarakatan yang menyebabkan berkumpulnya massa dalam jumlah banyak, baik di
tempat umum maupun di lingkungan sendiri.74
Adapun, tindakan pengumpulan massa terdiri atas lima hal: Pertama, pertemuan sosial,
budaya, keagamaan dan aliran kepercayaan dalam bentuk seminar, lokakarya, sarasehan dan kegiatan
lainnya yang sejenis; Kedua, kegiatan konser musik, pekan raya, festival, bazar, pasar malam,
pameran dan resepsi keluarga. Ketiga, kegiatan olahraga, kesenian, dan jasa hiburan; Keempat, unjuk
rasa, pawai dan karnaval. Terakhir, kegiatan lain yang menjadikan berkumpulnya massa; Kapolri
juga meminta masyarakat tak menimbun bahan pokok serta tidak menyebarkan berita bohong atau
hoaks. Anak buahnya diminta menindak dengan tegas bila ada yang melanggar maklumat tersebut.
Ancaman pidana menanti bagi mereka yang melanggar imbauan polisi untuk membubarkan diri.
"Apabila ada masyarakat yang membandel, yang tidak mengindahkan perintah personel yang
bertugas untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara, kami akan proses hukum. Mereka akan
dijerat Pasal 212 KUHP, Pasal 216 KUHP, dan Pasal 218 KUHP. Ancaman hukumannya adalah satu
tahun empat bulan penjara. 75

Baru-baru ini jug pemerintah memutuskan untuk menerapkan pembatasan sosial berskala
besar (PSBB) dalam rangka penyebaran virus corona. Kapolri pun kembali mengeluarkan telegram
bagi jajarannya. "Menolak atau melawan petugas yang berwenang sebagaimana Pasal 212 sampai
dengan Pasal 218 KUHP dan menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah penyakit
sebagaimana UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular Pasal 14 ayat (1) dan
(2).76" Dalam Pasal 14 ayat 1 UU tentang Wabah Penyakit Menular disebutkan, siapa saja yang
73
Selasa, 05 Mei 2020, Covid-19 dan Hukum https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5eb0bfaa1d9cc/covid-19-dan-
hukum?page=3
74
© Disediakan oleh Kompas.com Kapolri Jenderal (Pol) Idham Azis (kanan) periksa siswa saat upacara pembukaan
pendidikan Setukpa Polri angkatan ke-49 di Sukabumi, Jawa Barat, Selasa (3/3/2020).JAKARTA, KOMPAS.com - Jumlah
pasien positif Covid-19 di Indonesia kembali bertambah per Minggu (5/4/2020), dengan total sebanyak 2.273 orang.
75
Irjen Muhammad Iqbal, Kepala Divisi Humas Polri, dalam penjelasannya saat konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta
Selatan, Senin (23/3/2020).

76
Komjen Listyo Sigit Prabowo, Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri, yang menandatangani Surat Telegram
Kapolri Nomor ST/1098/IV/HUK.7.1./2020, ancaman pidana bagi mereka yang melawan imbauan polisi untuk membubarkan diri
bertambah, seperti dikutip Kompas.com, Minggu (5/4/2020).
menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah, diancam pidana penjara selama-lamanya satu
tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 1.000.000. Sementara, Pasal 14 ayat 2 UU yang sama
menuliskan, bagi siapapun yang karena kealpaannya mengakibatkan terhalanginya pelaksanaan
penanggulangan wabah, diancam hukuman kurungan enam bulan dan/atau denda setinggi-tingginya
Rp 500.000.

Polisi mengantisipasi bentuk pelanggaran atau kejahatan yang mungkin terjadi selama PSBB
antara lain kejahatan yang terjadi pada saat arus mudik (street crime), kerusuhan/penjarahan yaitu
pencurian dengan kekerasan, pencurian dengan pmberatan. Tindak pidana tersebut sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 362, 363, 365, 406, dan 170 KUHP. Bentuk kejahatan lainnya, yakni upaya
menghambat kemudahan akses sebagaimana diatur dalam UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana Pasal 77 juncto Pasal 50 Ayat (1) dan Pasal 79 Ayat (1) dan (2).
Kemudian, ancaman pidana bagi mereka yang tidak mematuhi atau melanggar penyelenggaraan
kesehatan seperti tertuang Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Telegram berikutnya membahas soal hukuman pidana bagi masyarakat maupun korporasi
yang dengan sengaja menimbun bahan kebutuhan pokok masyarakat selama pandemi Covid-19. Hal
itu tertuang pada telegram bernomor ST/1099/IV/HUK.7.1./2020 yang ditandatangani Kabareskrim
Komjen Listyo Sigit Prabowo tertanggal 4 April 2020. Mereka yang memainkan harga atau
menimbun bahan pokok disangkakan Pasal 29 dan Pasal 107 UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang
Perdagangan, Pasal 62 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, serta UU lain
yang terkait. Sementara, oknum yang menghambat jalur distribusi pangan dikenakan Pasal 107 huruf
f UU Nomor 27 Tahun 1999 tentang Perubahan KUHP yang berkaitan dengan Kejahatan terhadap
Keamanan Negara.

Di telegram berikutnya, bernomor ST/1100/IV/HUK.7.1./2020, mengatur soal ancaman


pidana bagi masyarakat yang menghina Presiden Joko Widodo maupun pejabat pemerintah lainnya
dalam menangani Covid-19 di media sosial. "Bentuk pelanggaran atau kejahatan serta masalah yang
mungkin terjadi dalam perkembangan situasi serta opini di ruang siber: penghinaan kepada
penguasa/Presiden dan pejabat pemerintah sebagaimana dimaksud Pasal 207 KUHP," tulis surat
telegram tersebut seperti dikutip Kompas.com, Minggu (5/4/2020). Sesuai Pasal 207 KUHP, maka
penghinaan itu bisa terancam pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan. Bentuk pelanggaran lain
yang juga diatur di dalam surat telegram itu yakni ketahanan akses data internet selama masa darurat;
penyebaran hoaks terkait Covid-19 dan kebijakan pemerintahan dalam mengantisipasi penyebaran
wabah Covid-19 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 atau Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946
tentang Peraturan Hukum Pidana.77

E. PENUTUP.

77
Diamanty Meiliana, Langkah Hukum di Tengah Penanganan Wabah Covid-19, Ini Pelanggaran yang Dibidik Polri,
06/04/2020:https://www.msn.com/id-id/berita/nasional/langkah-hukum-di-tengah-penanganan-wabah-covid-19-ini-pelanggar
an-yang-dibidik-polri/ar-BB1
1. KESIMPULAN

Penegakan hukum dalam pelaksanaan pemberantasan virus Covid-19, belum optimal, karena
dihadapkan ke berbagai kendala penghambat, yaitu: Substansi/Materi/Isi Hukum (Legal Substance);
Struktur/Pranata, Aparatur Hukum (Legal Structure); Budaya Hukum (Legal Culture). Keberadaan
berbagai peraturan terkait penanganan virus covid-19, disinyalir saling berbenturan satu sama lain,
terjadi disharmonisasi dan sinkronisasi, baik secara horizontal maupun vertical. Serta tidak belum
memperhatikan sepenuhnya teori, landasan, asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan
yang baik. Pada hal disi lain, ketentuan perundang-undangan tentang mekanisme pembentukan
peraturan perundang-undangan di Indonesia, sudah sangat jelas mengaturnya.

2. SARAN/REKOMENDASI

Pemerintah cq. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; Kementerian Perdagangan,
DPR, serta Instansi terkait, perlu melakukan tinjauan yuridis tentang harmonisasi dan sinkronisasi
terhadap keberadaan Undang-Undang Nomor tentang Kekarantinaan Kesehatan, Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-undang Nomor 12 tahun 2011
juncto Undang-undang Nomor 15 tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Disamping itu, dalam jangka waktu yang sangat dekat ini, pemerintah perlu melakukan strategi
komunikasi risiko yang efektif dan tepat, antara lain adalah sebagai berikut:
a. Pemerintah harus menyampaikan sisi manfaat dan risiko dari vaksin yang dipilih saat ini secara
transparan, apa-adanya dan berbasis sains. Sehingga kepercayaan masyarakat akan terbangun
dengan menerima informasi yang telah disampaikan;
b. Pemerintah harus menelusuri penyebab dari penolakan vaksinasi yang tersebar di masyarakat.
Mengingat, hingga saat ini dinilai bahwa komunikasi yang dibangun pemerintah belum efektif,
terutama untuk melawan isu, hoaks, dan rumor yang timbul di masyarakat. Hal ini akan
menjadi bahan evaluasi besar, karena ini hal yang serius adanya penolakan secara terang-
terangan, karena inilah tantangan pelaksanaan vaksinasi;
c. Selain mengutamakan strategi komunikasi risiko, pemerintah juga harus membangun
kepercayaan publik dengan cara menunjukkan keberhasilan dalam pengendalian pandemi.
Mulai dari mengurangi angka kasus aktif, kematian, hingga menekan angka  test positivity
rate (tpr) di bawah 5%, sesuai dengan standar yang telah ditentukan oleh badan kesehatan
dunia (who). Karena semakin pandemi tidak terkendali, semakin menurun juga trust
public kepada pemerintah dalam upaya yang dilakukan untuk mengendalikan pandemic.

UCAPAN TERIMAKASIH.

Penulis menghaturkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dan atas dukungan
Isteri dan Anak anak, serta keluarga, sehingga karya tulis ini dapat terselesaikan dengan baik. Selain
itu, kami juga mengucapkan terimakasih kepada: Ibu Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan
Hukum dan HAM, Ibu Dr. Sri Puguh Budi Utami; Kepala Pusat Penelitian Dan Pengembangan
Hukum Bapak Ceno, S.H., M.H; Kepala Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan, Bapak
Asep Sarifudin BcIP, S.H., C..N., M.H.; Bapak Kepala Pusat Penelitian dan pengembangan Hak
Asasi Manusia, Bapak Timbul Daniel Tobing, S.H; Bapak Kepala Pusat Data dan Informasi, Bapak
Aman Riyadi., S.I.P.,S.H., M.Si; Sekretaris Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM
Ibu Yayah Mariani, S.H., M.H., Ibu Fitriyani, Kepala Bagian Pusdatin; Bapak Virsyah Djayadilaga,
S.H., MH; Muhaimin (Peneliti Muda) . Ucapan terima kasih juga diucapkan kepada teman teman
yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan sumbang saran dan pemikiran,
sehingga terselesaikannya karya tulis ilmiah ini.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Abdul Halim Barkatullah and Teguh Prasetyo, E-Commerce Business: A Study of Security and Legal Systems
in Indonesia (Yogyakarta: Student Library, 2006)
Ahmadi Miru, Principles of Legal Protection for Consumers in Indonesia (Jakarta: Rajawali Pers, 2013)
‘Aspek-Hukum-Bisnis-Ecommerce’ <https://libera.id/blogs/aspek-hukum-bisnis-ecommerce/>
Black Law Dictionary, Eight Edit (West Publishing Co, 2004)
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Consumer Protection Law (Jakarta: Sinar Grafika, 2016)
Chandra Ahmadi dan Dadang Hermawan, E-Business & E-Commerce (Yogyakarta: Andi, 2013)
Frans Hendra Winarta, Indonesian and International National Arbitration Dispute Resolution Laws (Jakarta:
Sinar Grafika, 2011)
Gunawan Wijaya, Alternative Dispute Resolution (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002)
H. Ahmad M. Ramli, Cyber Law and HAKI in the Indonesian Legal System (Bandung: Refika Aditama, 2010)
hukumonline.com, ‘Batalnya-Suatu-Perjanjian’
———, ‘Risiko-Hukum-Belanja-Online-Di-Masa-Pandemi’
<https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5ec83e3377b73/risiko-hukum-belanja-online-di-masa-
pandemi> [accessed 26 September 2020]
I Putu Agus Eka Pratama, E-Commerce, E-Business Dan Mobile Commerce (Bandung: Informatika Bandung,
2015)
Infokomputer.grid.id, ‘Apa Itu Sistem Keamanan One Time Password OTP’
<https://infokomputer.grid.id/read/121999464> [accessed 26 September 2020]
‘Istilah-Marketplace-e-Commerce-Dan-Jualan-Online’ <https://www.lenerp.com/news/mynews/istilah-
marketplace-e-commerce-dan-jualan-online > [accessed 23 October 2020]
J. Satrio, Agreement Law (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1992)
Kompas, ‘Toko Online Paling Banyak Diadukan Konsumen Ke YLKI’
<https://ekonomi.kompas.com/read/2018/01/19/1> [accessed 25 September 2020]
———, ‘Transaksi Belanja Online Meningkat, Mendag Minta UMKM Masuk Ke Market Digital’ <Transaksi
Belanja Online Meningkat, Mendag Minta UMKM Masuk ke Market Digital Kompas.com > [accessed 1
September 2020]
Mila Nila Kusuma Dewi, ‘Dispute Resolution in Online Purchase and Purchase Agreements’, Cahaya
Keadilan, 5 No. 2 (2017), 78
‘Peluang-Bisnis-2020-Bisnis-Ecommerce-Akan-Memasuki-Tahun-Emas’ <https://www.hsbc.co.id/1/PA_esf-
ca-app-content/content/indonesia/personal/offers/news-and-lifestyle/files/articles/html/201907/peluang-
bisnis-2020-bisnis-ecommerce-akan-memasuki-tahun-emas.html > [accessed 24 October 2020]
‘Pengertian-e-Commerce’ <https://www.progresstech.co.id/blog/pengertian-e-commerce/> [accessed 23
October 2020]
‘Perbedaan-Perikatan-Perjanjian-Dan-Kontrak/’ <https://doktorhukum.com/2019/07/24/perbedaan-perikatan-
perjanjian-dan-kontrak/ > [accessed 24 October 2020]
Pikiran Rakyat, ‘Belanja Online Meningkat 400 Persen, BPKN : Masih Banyak Dikeluhkan Konsumen’
<https://www.bpkn.go.id/posts/show/id/1649 > [accessed 24 September 2020]
Rizka Syafriana, ‘Consumer Protection in Electronic Transactions’, De Lega Lata, 1 No. 2 (2016), 433
‘Shop-Marketplace-Dan-e-Commerce-Apa-Bedanya’ <https://www.dewaweb.com/blog/online-shop-
marketplace-dan-e-commerce-apa-bedanya/ > [accessed 23 October 2020]
Sunarso, Siswanto, Information Law and Electronic Transactions: Prita Mulyasari Case Study (Jakarta:
Rineka Cipta, 2009)
Yaqin, Ainul, ‘Due to Default Law in Online Buying and Selling According to the Law on Electronic
Information and Transactions’, Dinamika : Journal of Legal Sciences, 25 No.26 (2019), 14
Yudha Sri Wulandari, ‘Legal Protection for Consumers of E-Commerce Buying and Selling Transactions’,
Jurnal Ilmu Hukum, 2 No.2 (2018), 199–210

DATA ELEKTRONIK/INTERNET:
Kompas.com,Transaksi Belanja Online Meningkat, Mendag Minta UMKM Masuk ke Market Digital
01/09/2020, 16:24 WIB
Klinik hukumonline.com.
http://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Arbitrase_Nasional_Indonesia
http://maspurba.wordpress.com/2008/05/10/penyelesaian-sengketa-bisnis-melalui-arbitrase-
internasional/
https://suwarnatha.files.wordpress.com/2012/05/permohonan-pembatalan-putusan-arbitrase.pdf
Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah membentuk sekretariat bersama
bagi enam lembaga keuangan yang sebelumnya merupakan bagian dari Lembaga
Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS). Reni Lestari - Bisnis.com25 Desember 2018
|  16:08 WI
http://hukum.kompasiana.com/2012/11/03/opsi-mediasi-sebagai-solusi-polemik-gadai-emas-syariah-
505616.html
http://ekonomi.inilah.com/read/detail/1815934/bi-catat-510-kasus-sengketa-nasabah-
bank#.UZRXTEpKaLE.
https://www.bpkn.go.id/posts/show/id/1649 di akses 24/09/2020 : 16:22
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4989911/tertipu-belanja-online-ngadunya-ke-mana
diakses 25/09/2020 22:15
https://ekonomi.kompas.com/read/2018/01/19/171756726/toko-online-paling-banyak-diadukan-
konsumen-ke-ylki-ini-daftarnya?page=all diakses 25/09/2020
https://www.bpkn.go.id/posts/show/id/1649 di akses 24/09/2020 : 16:22
https:// infokomputer .grid.id/read/ 121999464/apa-itu-sistem-keamanan-one-time-password- otp
diakses 26/09/2020
https://www.lenerp.com/news/mynews/istilah-marketplace-e-commerce-dan-jualan-online diakses
23/10/ 2020 15:52
https://www.dewaweb.com/blog/online-shop-marketplace-dan-e-commerce-apa-bedanya/ diakses
23/10/ 2020
https://www.progresstech.co.id/blog/pengertian-e-commerce/ diakses 23/10/2020 19:39
https://www.hsbc.co.id/1/PA_esf-ca-app-content/content/indonesia/personal/offers/news-and-life
style/files/articles/html/201907/peluang-bisnis-2020-bisnis-ecommerce-akan-memasuki-
tahun-emas.html. diakses 24/10/2020 11:20
https://doktorhukum.com/2019/07/24/perbedaan-perikatan-perjanjian-dan-kontrak/diakses 24/10/
2020 12:25
https://libera.id/blogs/aspek-hukum-bisnis-ecommerce/ diakses 15/10/2020 15:49
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/cl3520/batalnya-suatu-perjanjian/diakses 24/10/
2020 14:54
https://libera.id/blogs/aspek-hukum-bisnis-ecommerce/ diakses 15/10/2020 15:49

You might also like