Professional Documents
Culture Documents
165 497 1 SM
165 497 1 SM
ABSTRAK Abstract
Meskipun Indonesia telah memiliki Undang-Undang Even though Indonesia has already had the Arbitration
Arbitrase, penolakan keputusan arbitrase internasional Law, refusals of the international arbitration decisions
masih terjadi. Salah satunya adalah objek analisis still happen. One of which is the object of analysis in
dalam artikel ini, yaitu kasus Astro Jaringan this article, that is the case of Astro All Asia Network
Semua Plc Asia. Penerapan keputusan arbitrase Plc. The application of the international arbitration
internasional dari Singapura ditolak oleh Pengadilan decision from Singapore was refused by the Central
Negeri Jakarta Pusat. Penolakan ini diperkuat oleh Jakarta District Court. This refusal is confirmed by
Mahkamah Agung. Artikel ini membahas seksama the Supreme Court. This article discuss any court’s
pertimbangan pengadilan untuk penolakan tersebut. considerations for the refusal. It seems that some
Terdapat beberapa alasan yang tidak sesuai dengan reasoning are not in accordance with the Arbitration
Law, that come from both at the district court level and
UU Arbitrase, baik di tingkat pengadilan maupun
the Supreme Court. That such refusal, in consequence,
Mahkamah Agung. Penolakan tersebut dapat
could cause bad impact to the international bussiness
menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan
climate. The Government was supposed to admit and
perdagangan internasional, khususnya terhadap
implement the international arbitration decisions as
pengusaha asing. Pemerintah seharusnya mengakui
a consequence of Indonesia’s membership of the 1958
dan melaksanakan keputusan arbitrase internasional
New York Convention.
sebagai konsekuensi dari keanggotaan Indonesia di
Konvensi New York tahun 1958. Keywords: Arbitration Law, international arbitration
decision.
Kata kunci: UU Arbitrase, keputusan arbitrase
internasional.
Penolakan Putusan Arbitrase Internasional Dalam Kasus Astro All Asia Network PLC (Mutiara Hikmah) | 65
waktu sebelum berlakunya Peraturan Mahkamah Kanada). Pembatalan putusan arbitrase Swiss
Agung RI No. 1 Tahun 1990 tentang Tata Cara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut
Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing di Indonesia kemudian dibatalkan oleh Mahkamah Agung
(untuk selanjutnya disingkat dengan ”Perma”), RI dengan Putusan No. 01/BANDING/WASIT-
masih terdapat hambatan-hambatan bagi pelaku INT/2002, tanggal 8 Maret 2004.
usaha asing dalam hal pelaksanaan putusan arbitrase
Pada tahun 2010, terdapat putusan arbitrase
internasional di Indonesia. Mahkamah Agung RI
internasional asal Singapore International
sebagai lembaga peradilan tertinggi di Indonesia
Arbitration Center/SIAC yang ditolak
berpendirian bahwa putusan arbitrase internasional
pelaksanaannya oleh Ketua Pengadilan Negeri
tidak dapat dilaksanakan di Indonesia.
Jakarta Pusat, serta penolakan tersebut kemudian
Setelah Mahkamah Agung RI mengeluarkan dikuatkan oleh Mahkamah Agung RI. Kasus
Perma, pelaksanaan putusan arbitrase internasional tersebut merupakan salah satu kasus arbitrase
di Indonesia mulai mendapat kepastian, karena internasional yang juga diajukan banding ke
hukum acara yang mengatur tentang tata cara Mahkamah Agung adalah kasus antara AAAN
pelaksanaan putusan arbitrase internasional dengan PT APM, anak perusahaan. PT APM
sudah jelas. Untuk mengatur pelaksanaan putusan sebagai pemilik PT DV bersama dengan AG,
arbitrase internasional dalam hierarki perundang- di mana A memiliki saham sebanyak 49%. Dan
undangan di Indonesia, pada 12 Agustus 1999 sisanya dimiliki Silver Concord sebesar 51%.
diundangkanlah Undang-Undang No. 30 Tahun APM sendiri, dimiliki oleh PT FM, sebanyak 99%
1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian dalam bentuk nilai penyertaan sebesar Rp.34,54
Sengketa (untuk selanjutnya disingkat dengan UU juta dan PT MVC dengan nilai penyertaan Rp.35
Arbitrase) terdiri dari XI Bab dan 82 Pasal. Pada ribu (1%).
Bab VI UU Arbitrase tersebut mengatur tentang
Gugatan bermula dari perselisihan terkait
Pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional.
kerja sama televisi swasta AAAN dengan LG
Setelah berlakunya UU Arbitrase, satu- melalui PT DV. Kerja sama ini mewajibkan LG
satunya putusan arbitrase internasional yang menanamkan 50 persen saham mereka di Astro,
dibatalkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat namun tidak dipenuhi. Akhirnya, keputusan
adalah putusan arbitrase asal Jenewa, Swiss pengadilan arbitrase menetapkan PT DVharus
(tanggal 18 Desember 2000), yaitu pada perkara membayar US$230 juta. Sementara FM dan PT
KBC vs. PT P dan PL (Putusan No. 86/Pdt-G/2002, APM, juga anak perusahaan milik LG, diwajibkan
tanggal 19 Agustus 2002 dengan Ketua Majelis membayar sejumlah US$95 juta.
Hakim HS, S.H). Kasus tersebut mengundang
Menurut keterangan dari kuasa hukum pihak
perhatian berbagai pihak dari dalam dan luar
AAAN, PT APM telah gagal dalam menyelesaikan
negeri, karena selain melibatkan beberapa saksi
rencana kerjasama antara AAAN dan LG di
ahli dari berbagai negara, juga putusan arbitrase
dalam PT DV, sehingga AAAN menggunakan
tersebut dimohonkan pelaksanaannya oleh pihak
haknya dengan mendaftarkan masalah tersebut
KBC di beberapa negara, sehubungan dengan
ke persidangan arbitrase di Singapura, SIAC.
aset pihak PT P yang terdapat di beberapa negara
Majelis arbitrase SIAC memutuskan bahwa pihak
(antara lain di Hongkong, Singapura, Texas dan
Penolakan Putusan Arbitrase Internasional Dalam Kasus Astro All Asia Network PLC (Mutiara Hikmah) | 67
HPI antara lain (Gautama, 1986: 24-62): Mengenai titik pertalian ini, Chesire
kewarganegaraan, bendera kapal, domisili, memberikan uraian dengan mengemukakan
tempat kediaman, tempat kedudukan badan bahwa ”connecting factor” merupakan ”some
hukum, dan pilihan hukum. Selain TPP, juga outstanding fact which establishes a natural
ada TPS, yaitu hal-hal atau keadaan yang connection between the factual situation before
menentukan hukum mana yang berlaku dalam the court and a particular system of law”(Chesire
suatu peristiwa HPI. Macam-macam TPS terdiri dan North, 1992: 10). (Terjemahan bebas dari
dari: kewarganegaraan, bendera kapal, domisili, penulis: ”Beberapa faktor utama yang timbul
tempat kediaman, tempat kedudukan badan sebagai hubungan antara keadaan sesungguhnya
hukum, pilihan hukum, tempat letaknya benda, yang menyangkut sistem hukum yang khusus”).
tempat dilangsungkannya perbuatan hukum,
Pembahasan tentang pelaksanaan putusan
tempat dilaksanakannya perjanjian, tempat
arbitrase internasional di Indonesia berhubungan
terjadinya perbuatan melawan hukum.
dengan salah satu teori HPI, yaitu teori tentang
Sedangkan yang termasuk ke dalam Titik- hak-hak yang telah diperoleh (vested rights
titik Pertalian Lebih Lanjut, adalah (Gautama theory) ). Istilah hak-hak yang telah diperoleh
1986: 63-72): Titik pertalian kumulatif, adalah dalam bidang HPI tidak hanya mencakup hak-
terdapat suatu kumulasi (penumpukan) dari titik- hak kebendaan, hak-hak kekeluargaan dan
titik pertalian. Kumulasi ini dapat berlangsung status personal, tetapi juga mencakup hak-hak
dalam dua bentuk tertentu. Salah satu dari stelsel yang timbul dari tiap-tiap hubungan hukum atau
hukum yang berlaku bersamaan ini adalah stelsel keadaan hukum (Gautama, 1986: 257-258).
hukum nasional dan yang lainnya adalah stelsel
Jika mempelajari sejarahnya, teori tentang
hukum asing.
hak-hak yang telah diperoleh, merupakan
Bentuk yang lainnya adalah stelsel hukum teori yang sudah tua usianya (Gautama, 2008:
yang berlaku bersamaan ini adalah stelsel hukum 274). Dalam abad pertengahan, teori ini sudah
yang kebetulan dipertautkan. Titik pertalian ditemukan di dalam pemikiran-pemikiran sarjana
alternatif, yaitu adanya lebih dari satu titik hukum pada saat itu. Hal ini dapat dilihat pada
pertalian yang dapat menentukan hukum yang pendapat-pendapat sarjana asal Belanda dan
berlaku. Salah satu dari dua atau lebih faktor- Jerman. Dalam abad ke-18 teori tentang hak-
faktor ini dapat merupakan faktor yang berlaku. hak yang telah diperoleh ini disandarkan pada
Titik pertalian pengganti, adalah titik-titik teori hukum alam (natuurrecht). Terutama
pertalian yang diperlakukan apabila titik taut yang di Jerman teori ini telah memperoleh banyak
seharusnya dipergunakan tidak terdapat. Titik pengikut dalam permulaan abad ke-19. Jika
pertalian tambahan, bahwa titik taut penentu yang terdapat “pertemuan” (“kollisie”) kaidah-kaidah
harus berlaku adanya tidak mencukupi. Dalam hal hukum, maka diberikan prioritas kepada kaidah-
ini diperlukan titik taut tambahan. Titik pertalian kaidah hukum negara di mana hubungan hukum
accessoir, adalah penempatan suatu hubungan bersangkutan telah tercipta. Dengan demikian
hukum di bawah satu stelsel hukum yang sudah dikedepankan pengertian tentang “hak-hak yang
berlaku untuk lain hubungan hukum yang lebih telah diperoleh”.
utama.
Penolakan Putusan Arbitrase Internasional Dalam Kasus Astro All Asia Network PLC (Mutiara Hikmah) | 69
droit tidak berarti sebagai hak hukum, melainkan mempunyai hubungan erat dengan masalah
keadaan hukum atau perhubungan hukum. Beliau ketertiban umum. Menurut pandangan berbagai
menambahkan, bahwa sebetulnya tidak berarti sarjana hukum tujuan daripada “hak-hak yang
melindungi hak-hak atau kekuasaan hukum, diperoleh” ini justru adalah sebaliknya daripada
melainkan berarti melanjutkan suatu keadaan tujuan ketertiban umum dalam HPI. Ketertiban
hukum. Menurut beliau, dalam banyak peristiwa, umum internasional merupakan dasar kuat untuk
untuk mana hukum perdata asing harus berlaku, melakukan hukum perdata nasional sang hakim,
memang alasannya dapat diketemukan pada suatu padahal menurut kaidah-kaidah HPI sang hakim
pelanjutan keadaan hukum. Akan tetapi, menurut sendiri, kaidah-kaidah hukum perdata asing yang
beliau pelanjutan keadaan hukum ini bukan satu- harus dipergunakan.
satunya alasan untuk menunjuk kepada hukum
Ajaran “hak-hak yang diperoleh” justru
perdata asing (Gautama, 1998: 312).
menghendaki kebalikannya, bukan hukum asing
Secara hukum positif ditunjuk pula yang dikesampingkan, tetapi justru hukum asing
kepada ketentuan yang termaktub pada Pasal inilah yang diakui dan dipergunakan. Prinsip hak-
16 A.B. yang berhubungan dengan Pasal 3 A.B. hak yang diperoleh ini dalam prakteknya dapat
Pasal ini menunjuk kepada hukum perdata bagi dipergunakan untuk memperbaiki pelaksanaan
orang-orang asing yang berada di Indonesia. prinsip ketertiban umum. Di mana pemakaian
Pasal ini mengedepankan prinsip nasionalitas prinsip ketertiban umum ini akan menghasilkan
(nationaliteits-beginsel) untuk status personal dikesampingkannya hukum perdata asing,
seseorang. Pasal 16 A.B. ini secara letterlijk hanya padahal hukum asing ini perlu diperhatikan juga
mengenai status para warga negara Republik demi terpenuhinya rasa keadilan para pihak.
Indonesia yang berada di luar negeri. Pemakaian prinsip “hak-hak yang diperoleh”
dapat memperbaiki dan melembutkan pelaksanaan
Secara analogi, juga status personal orang-
prinsip ketertiban umum.
orang asing yang berada di Indonesia tetap takluk
di bawah hukum nasionalnya, sesuai dengan Dalam kajian Hukum Perdata Internasional,
ketentuan yang terdapat dalam Pasal 3 A.B. tidak ada definisi khusus yang dirumuskan untuk
bahwa hukum perdata dan hukum dagang pada istilah ketertiban umum. Tetapi pada esensinya,
pokoknya adalah sama, baik untuk para warga hakim suatu negara dapat mengenyampingkan
negara maupun untuk orang asing. berlakunya kaidah hukum asing, jika hukum
asing tersebut bertentangan dengan sendi-sendi
Menurut Wirjono Prodjodikoro kata-kata
asasi hukum sang hakim. Relativitas merupakan
dalam Pasal 16 A.B. “mengandung penafsiran
sifat dari ketertiban umum, artinya ketertiban
pelanjutan keadaan”. Dengan demikian dapatlah
umum bersifat relatif, berlakunya tergantung pada
ditarik kesimpulan seolah-olah prinsip “pelanjutan
faktor-faktor waktu, tempat dan intensitas (dalam
keadaan hukum” atau penghormatan terhadap
bahasa Jerman Inlandsbeziehungen) (Gautama
“hak-hak yang telah diperoleh” termasuk pula
1998: 142).
dalam peraturan-peraturan tertulis yang berlaku
untuk Indonesia (Gautama, 1998: 313). Juga dalam hubungan “hak-hak yang telah
diperoleh” pembahasan asas resiprositas adalah
Teori tentang “hak-hak yang telah diperoleh”
Dalam wujudnya, timbal balik ini adalah Ketertiban umum dalam hal ini merupakan
berlainan dalam hal ketertiban umum dan dalam pembatasan dari berlakunya hak-hak-yang telah
hal “hak-hak yang telah diperoleh”. Letak diperoleh. Mengenai hal tersebut, Konvensi New
perbedaannya adalah, dalam hal ketertiban umum York 1958 pun mengatur mengenai ketertiban
resiprositas mengakibatkan bahwa hakim menjaga umum yang dapat dijadikan dasar untuk
supaya berhati-hati dalam menggunakan asas penolakan terhadap berlakunya putusan arbitrase
ini sebagai alasan untuk mengutamakan hukum internasional di suatu negara. Konvensi New
nasional, sedangkan dalam hal “hak-hak yang York 1958 merupakan konvensi internasional
telah diperoleh” resiprositas adalah mendorong yang diprakarsai oleh PBB mengenai pengakuan
hakim supaya mengetahui seberapa boleh dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional.
memperhatikan hak-hak yang telah diperoleh Indonesia merupakan salah satu negara peserta
(atau melanjutkan keadaan hukum). dari 145 jumlah negara yang menjadi anggota
Konvensi New York 1958.
Menurut Wirjono Prodjodikoro dalam
hubungan mengenai hak-hak yang telah diperoleh Dengan ikut sertanya negara Indonesia
ini: “jika suatu negara kurang memperhatikan dalam Konvensi New York 1958, maka Indonesia
hak perlanjutan keadaan hukum ini terhadap terikat pada ketentuan-ketentuan yang terdapat
lain negara, maka tidak boleh diharapkan, di dalam konvensi tersebut. Salah satu pasal
bahwa negara lain itu akan memperhatikan dari konvensi tersebut dengan jelas menyatakan,
hal perlanjutan keadaan hukum itu sepatutnya bahwa apabila terdapat suatu klausul arbitrase
terhadap negara yang tersebut pertama tadi”. (Pasal 2 ayat (3) Konvensi New York 1958), yaitu
perjanjian yang dibuat oleh para pihak, dalam hal
Sebagai kelanjutan tinjauannya beliau
timbul sengketa, mereka akan menyelesaikan
telah menjelaskan lebih jauh persoalan sampai
sengketa ini dengan jalan arbitrase, maka pihak
di manakah negara masing-masing akan
hakim dari pengadilan harus menyatakan dirinya
memperhatikan prinsip “hak-hak yang telah
tidak berwenang serta mempersilahkan para pihak
diperoleh” itu. Paling tegas hanya dapat dikatakan,
untuk melanjutkan perkara mereka di hadapan
bahwa suatu negara akan mungkin menghentikan
forum arbitrase.
perhatian prinsip “hak-hak yang telah diperoleh”
ini, jika ternyata, bahwa dengan diakuinya hak- Badan-badan peradilan dari negara peserta
hak yang telah diperoleh di luar negeri ini, rasa konvensi, apabila diminta untuk mengadili suatu
keadilan rakyat sang hakim akan tersinggung perkara di mana para pihak telah mengadakan
Penolakan Putusan Arbitrase Internasional Dalam Kasus Astro All Asia Network PLC (Mutiara Hikmah) | 71
persetujuan secara tertulis untuk memilih LLC (perseroan terbatas yang berkedudukan di
forum arbitrase, para pihak dipersilahkan untuk UEA).
menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase.
Para pihak tersebut secara keseluruhan
Kecuali apabila badan peradilan yang berwenang
disebut sebagai pemohon pada arbitrase SIAC
menganggap bahwa perjanjian arbitrase yang
Nomor: 062 Tahun 2008 (ARB 062/08/JL) pada
telah dibuat oleh para pihak telah dianggap batal
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan pemohon
adanya atau tidak dapat dilaksanakan.
kasasi terhadap penetapan Ketua Pengadilan
Prinsip dalam Konvensi New York 1958 Negeri Jakarta Pusat No. 05/Pdt/ARB-INT/2009
ini, dikenal dengan istilah Limitation of Court pada Mahkamah Agung RI, melawan pihak:
Involvement. Di mana menurut prinsip ini,
PT APM, PT FM Tbk dan PT DV/PT
terdapat pembatasan campur tangan pengadilan
DV (perseroan terbatas yang berkedudukan di
di dalam proses arbitrase. Dengan kata lain,
Indonesia). Para pihak tersebut secara keseluruhan
jika para pihak sudah sepakat memilih arbitrase
disebut sebagai termohon pada arbitrase SIAC,
sebagai tempat penyelesaian sengketa, maka
termohon penetapan pengakuan dan pelaksanaan
pengadilan harus menolak untuk memeriksa
putusan arbitrase SIAC Nomor: 062 Tahun 2008
sengketa tersebut. Hal ini seperti yang diatur
(ARB 062/08/JL) pada Pengadilan Negeri Jakarta
di dalam Pasal 2 ayat (3) Konvensi New York
Pusat, dan termohon kasasi terhadap penetapan
1958. Prinsip dalam Konvensi New York 1958
Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 05/
tersebut merupakan penghormatan terhadap asas
Pdt/ARB-INT/2009 pada Mahkamah Agung RI.
kebebasan berkontrak.
B. Intisari Kasus
2. Analisis
AN adalah stasiun televisi satelit
2.1. Analisis Terhadap Penolakan Putusan
berlangganan di Indonesia yang beroperasi sejak
Arbitrase Internasional asal SIAC oleh
28 Februari 2006 hingga 19 Oktober 2008. AN
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
dioperasikan oleh PT DV, dimana kepemilikan
Dalam sub bahasan ini akan diuraikan sahamnya adalah 49% oleh PT APM dan 51% oleh
beberapa hal sehubungan dengan kasus posisi, Silver Concord Holding Limited (Badan Hukum
antara lain: BVI), keduanya adalah anak perusahaan milik LG.
PT DV memperoleh pasokan siaran dari AAAN
A. Para Pihak PLC, operator televisi satelit berlangganan Astro
di Malaysia dan Brunei Darussalam, dan juga
Para pihak yang bersengketa adalah: ANI
berhak menggunakan nama ”A” melalui suatu
B.V., ANH B.V., AMC N.V., AM N.V. (adalah
perjanjian lisensi penggunaan merek dagang
beberapa perseroan terbatas yang berkedudukan
(Trademark License Agreement). Kedua pihak
di Belanda), AOL (perseroan terbatas yang
juga menyepakati Subsciption and Shareholder
berkedudukan di Bermuda), AAAN PLC
Agreement (untuk selanjutnya disingkat dengan
(perseroan terbatas yang berkedudukan di
SSA) dalam waktu dua tahun AAAN akan turut
Inggris), MBNS Sdn Bhd (perseroan terbatas
serta menjadi pemegang saham di PT DV.
yang berkedudukan di Malaysia) dan AAMN FZ-
Penolakan Putusan Arbitrase Internasional Dalam Kasus Astro All Asia Network PLC (Mutiara Hikmah) | 73
arbitri (hukum tempat arbitrase pihak memilih SIAC sebagai institusi
berlangsung). arbitrase serta menyatakan bahwa
SIAC Rules akan berlaku dalam proses
Singapura memiliki dua undang-
arbitrase. Sesuai dengan asas pacta
undang arbitrase, satu yang berlaku
sunt servanda (perjanjian bersifat
untuk arbitrase nasional dan satu
mengikat bagi para pembuatnya)
lagi untuk arbitrase internasional.
maka mahkamah arbitrase dalam
Untuk perjanjian-perjanjian arbitrase
menjalankan proses arbitrase tunduk
internasional, undang-undang
pada SIAC Rules tahun 2007. SIAC
yang berlaku adalah International
sendiri juga mengadopsi Uncitral
Arbitration Act (untuk selanjutnya
Model Law on International
disebut IAA), Chapter 143 A, yang
Commercial Arbitration.
berlaku untuk arbitrase internasional
maupun arbitrase non-internasional 3. Hukum Singapura sebagai substantive
apabila para pihak memperjanjikan law (hukum yang mengatur mengenai
secara tertulis bahwa Part II IAA materi perjanjian).
dan Model Law akan berlaku. IAA
Berdasarkan Pasal 18.5 SSA, “This
memberikan Model Law kekuatan
Agreement shall be governed by and
berlaku di Singapura, dengan
construed in accordance with the laws
pengecualian Chapter VIII (tentang
of the Republic of Singapore.” sesuai
Pengakuan dan Pelaksanaan
dengan asas pacta sunt servanda,
Putusan).
maka mahkamah arbitrase ketika
Hukum Singapura merupakan lex memeriksa sengketa antara para
arbitri, mengingat SIAC merupakan pihak yang timbul berdasarkan SSA,
institusi arbitrase yang berkedudukan memperlakukan hukum Singapura.
di Singapura. Maka ketentuan IAA
berlaku pula untuk arbitrase antara D. Penetapan Pengadilan
PT APM dan Astro. SIAC sebagai
Setelah memperoleh Putusan Provisi
lembaga yang berwenang, selain
Arbitrase SIAC, pihak Astro mendaftarkan
harus tunduk pada procedural law
putusan tersebut di Kepaniteraan Pengadilan
dan menerapkan substantive law
Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 1 September
dalam penyelesaian sengketa, juga
2009 untuk dimintakan eksequatur di Indonesia.
tunduk pada ketentuan arbitrase
internasional Singapura dalam IAA. Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat No. 05/Pdt/ARB-INT/2009
2. SIAC Rules tahun 2007 sebagai
procedural law (hukum yang Dalam Penetapan Putusan Arbitrase
mengatur tatacara dalam proses Internasional berdasarkan Peraturan SIAC
berarbitrase). Nomor: 062 Tahun 2008 tanggal 07 Mei
2009, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
Berdasarkan Pasal 17.4 SSA, para
Penolakan Putusan Arbitrase Internasional Dalam Kasus Astro All Asia Network PLC (Mutiara Hikmah) | 75
3. Bahwa sengketa dalam putusan arbitrase hukum, dari segi hukum acara dan dari segi
SIAC, bukanlah sengketa mengenai ruang hukum materiil. Kedua, bahwa dari segi hukum
lingkup hukum perdagangan sebagaimana materiil, penolakan pemberian eksekuatur oleh
ditentukan dalam Pasal 66 butir (b) Undang- Judex Facti adalah sudah benar dan tepat.
Undang No. 30 Tahun 1999. Menurut penulis
Ketiga, bahwa perintah dalam putusan
hal ini kurang tepat, mengingat kerjasama di
arbitrase SIAC, untuk menghentikan proses
bidang penyiaran televisi adalah kerjasama
peradilan di Indonesia, adalah melanggar asas
di bidang jasa, dalam hal ini termasuk ke
souvereignty dari Negara Republik Indonesia.
dalam bidang perniagaan. Di samping itu
Tidak ada sesuatu kekuatan asing pun yang dapat
kerjasama mengenai permodalan yang
mencampuri proses hukum yang sedang berjalan
berupa saham, juga termasuk dalam bidang
di Indonesia. Hal ini jelas melanggar ketertiban
keuangan, sehingga ruang lingkup putusan
umum di Indonesia dan materi yang termuat
arbitrase SIAC tersebut termasuk ke dalam
dalam Putusan Arbitrase SIAC tersebut bukan
ruang lingkup hukum perdagangan, sesuai
termasuk dalam bidang perdagangan, tetapi
dengan penjelasan Pasal 66 butir (b) UU
termasuk dalam hukum acara.
Arbitrase.
Menurut penulis penolakan pelaksanaan
2.2. Analisis Putusan Mahkamah Agung RI, putusan arbitrase asal SIAC oleh Pengadilan
menguatkan penolakan putusan SIAC Negeri Jakarta Pusat dan Mahkamah Agung
Astro mengajukan kasasi terhadap penetapan RI, adalah kurang tepat. Sehubungan dengan
Putusan Provisi Arbitrase SIAC oleh Pengadilan pertimbangan yang disampaikan oleh Mahkamah
Negeri Jakarta Pusat. Mahkamah Agung dalam Agung RI, dalam hal ini penulis berpendapat,
Putusan No. 01 K/Pdt.Sus/ 2010 berpendapat bahwa: seharusnya, hakim pada instansi ini lebih
bahwa penolakan pemberikan eksequatur cermat lagi memeriksa penetapan Pengadilan
oleh pengadilan negeri sudah benar dan tepat, Negeri Jakarta Pusat, mengenai sudahkan Pasal 66
karena perintah dalam Putusan Provisi Arbitrase Undang-Undang Arbitrase diteliti dan diterapkan
SIAC untuk menghentikan proses peradilan di dengan seksama. Selain itu, apakah dasar-dasar
Indonesia adalah melanggar asas sovereignty penolakan yang diberikan oleh hakim Pengadilan
Negara Republik Indonesia, bahwa tidak ada Negeri Jakarta Pusat sesuai dengan dasar-dasar
suatu kekuatan asing pun yang dapat mencampuri penolakan yang diatur di dalam Konvensi New
proses hukum yang sedang berjalan di Indonesia. York 1958.
Hal ini dipandang melanggar ketertiban umum Dalam hal penolakan putusan arbitrase
(public orde) di Indonesia; materi yang termuat internasional, Konvensi New York 1958 memberi
dalam Putusan Provisi Arbitrase SIAC bukan kesempatan kepada negara peserta konvensi
termasuk dalam bidang perdagangan tetapi untuk melakukan penolakan terhadap putusan
termasuk dalam hukum acara. arbitrase internasional, jika memenuhi syarat-
Beberapa pendapat yang dijadikan alasan syarat seperti yang diatur di dalam Pasal V (1)
oleh Mahkamah Agung RI adalah, pertama Judex Konvensi, antara lain:
Facti (pengadilan negeri) tidak salah menerapkan a. Para pihak dalam perjanjian seperti yang
Penolakan Putusan Arbitrase Internasional Dalam Kasus Astro All Asia Network PLC (Mutiara Hikmah) | 77
ketertiban umum yang bersifat sangat relatif. bahwa putusan arbitrase yang memenangkan
Pada Pasal 4 Peraturan Mahkamah Agung No. pihak kontraktor New Zealand atas sub-kontraktor
1 Tahun 1990, mengenai Tata Cara Pelaksanaan AS dapat dilaksanakan. Pihak termohon eksekusi
Putusan Arbitrase Asing Di Indonesia, dikatakan (perusahaan AS) mengajukan argumen bahwa
yang dimaksud dengan Ketertiban Umum putusan arbitrase ini bertentangan dengan
adalah sendi-sendi asasi dan susila sang hakim. ketertiban umum AS karena adanya benturan
Dari definisi tersebut, dapat dikatakan masih kepentingan antara pihak penasehat hukum
abstraknya konsep ketertiban umum. Hal ini akan perusahaan AS itu dengan pihak kontraktor New
membuat hakim menafsirkan konsep tersebut Zealand.
berbeda-beda.
Benturan kepentingan ini terjadi karena
Mengenai penolakan terhadap putusan penasehat hukum tersebut pernah mewakili sebuah
arbitrase internasional seperti yang disebutkan perusahaan joint venture salah satu anggotanya
dalam Pasal V ayat (2) butir (b) karena alasan adalah pemerintah New Zealand dan operator
bertentangan dengan ketertiban umum, banyak mesin yang sedianya akan mengoperasikan mesin
dilakukan dalam praktek pengadilan di negara- yang seharusnya dibangun oleh perusahaan AS
negara lain. Dapat dilihat penerapan Pasal V tersebut. Namun argumentasi ini ditolak oleh
ayat (2) butir (b) yang membolehkan penolakan pengadilan karena pihak termohon eksekusi
pelaksanaan putusan arbitrase internasional dianggap kurang dapat membuktikan bahwa
karena alasan ketertiban umum dalam beberapa benar penasehat hukum tersebut pernah mewakili
putusan Mahkamah Agung Amerika Serikat dan perusahaan joint venture.
bagaimana Mahkamah Agung Amerika Serikat
Selain itu, pengadilan berpendapat bahwa
menafsirkan konsep ketertiban umum.
pihak termohon eksekusi tidak dapat membuktikan
Hal ini seperti terlihat dalam perkara antara bagaimana sesungguhnya hubungan antara
Bremen melawan Zapata Off-Shore (5th Circuit, penasehat hukum tersebut dan perusahaan joint
1972). Dalam perkara antara Vimar Seguros y venture akan dapat mempengaruhi hasil putusan
Reaseguros, S.A. melawan M/V Sky Reefer (1995), arbitrase (Andrew M. Campbell “Refused to
Mahkamah Agung Amerika Serikat memutuskan Enforce Foreign Arbitral Awards on Public
bahwa klausula arbitrase dalam sebuah bill of Policy Grounds”. https://web2.westlaw.com/find/
lading dapat dilaksanakan berdasarkan Federal default.wl?care.html, 1 November 2010).
Arbitration Act, sekalipun klausula tersebut
Jika memperhatikan tentang teori hak-
mencakup penyelesaian sengketa melalui
hak yang telah diperoleh, seharusnya hakim
arbitrase di Jepang berdasarkan Hukum Jepang
di pengadilan maupun di Mahkamah Agung
dan dalam Underlying Contract terdapat klausula
RI, menghormati tentang hak-hak yang telah
yang menyimpangi hukum Amerika Serikat, yaitu
diperoleh pihak ASTRO yang memenangkan
Carriage of Goods by Seas Act (COGSA).
perkara di hadapan lembaga arbitrase SIAC.
Dalam perkara antara Fitzroy Engineering, Menurut penulis, penolakan putusan arbitrase
Ltd. v. Flame Engineering, Inc., 1994 (N.D. 1994), internasional asal SIAC di atas, hanya menambah
Mahkamah Agung Amerika Serikat memutuskan deretan panjang mengenai kurang kondusifnya
Penolakan Putusan Arbitrase Internasional Dalam Kasus Astro All Asia Network PLC (Mutiara Hikmah) | 79
putusan arbitrase SIAC tersebut Jika melihat putusan arbitrase tersebut berasal
termasuk ke dalam ruang lingkup dari lembaga arbitrase di Singapura, yaitu SIAC,
hukum perdagangan, sesuai dengan maka dapat diketahui bahwa Singapura dan
penjelasan Pasal 66 butir (b) Undang- Indonesia adalah sesama anggota Konvensi New
Undang Arbitrase. York 1958. Keanggotaan Singapura pada konvensi
tersebut, terhitung sejak 21 Agustus 1986. Jika
2. Putusan Mahkamah Agung RI yang
mempelajari, bahwa kedua negara adalah sesama
menguatkan penolakan pelaksanaan
anggota Konvensi New York 1958, maka hal ini
putusan arbitrase internasional asal SIAC
telah memenuhi asas resiprositas, seperti yang
dalam perkara PT A, adalah kurang tepat,
diatur di dalam Undang-Undang Arbitrase.
mengingat peran Mahkamah Agung sebagai
Guardian of The Awards. Seharusnya
penelitian yang dilakukan oleh Mahkamah
DAFTAR PUSTAKA
Agung mengenai penolakan putusan
arbitrase internasional tersebut dilakukan Buku:
secara seksama dan mendalam. Menurut
Abrurrachman A. 1991. Ensiklopedia Ekonomi,
penulis penolakan pelaksanaan putusan
Keuangan dan Perdagangan. Jakarta:
arbitrase asal SIAC oleh Pengadilan Negeri
Pradnya Paramita.
Jakarta Pusat dan Mahkamah Agung
RI, adalah kurang tepat. Sehubungan Abdurrasyid, Priyatna. 2002. Arbitrase &
dengan pertimbangan yang disampaikan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Cetakan
oleh Mahkamah Agung RI, dalam hal ini pertama. Jakarta: PT Fikahati Aneska
penulis berpendapat, bahwa: Seharusnya, bekerjasama dengan Badan Arbitrase
hakim pada instansi ini lebih cermat lagi Nasional Indonesia.
memeriksa penetapan Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat, mengenai sudahkan Pasal Adolf, Huala. 1991. Arbitrase Komersial
66 Undang-Undang Arbitrase diteliti Internasional. Jakarta: Rajawali Press.
dan diterapkan dengan seksama. Selain -----------------. 1990. Pelaksanaan Keputusan
itu, Apakah dasar-dasar penolakan yang Badan Arbitrase Komersil Intenasional
diberikan oleh hakim Pengadilan Negeri Menurut Konvensi New York 1958. Varia
Jakarta Pusat sesuai dengan dasar-dasar Peradilan, No.58, Juli 1990. Jakarta: Ikatan
penolakan yang diatur di dalam Konvensi Hakim Indonesia.
New York 1958.
-----------------. 1994. Hukum Arbitrase Komersial
Pada prinsipnya, putusan arbitrase Internasional. Jakarta: Radjagrafindo.
internasional seharusnya mendapat pengakuan
dan dapat dilaksanakan di Indonesia. Hal ini -----------------. 2008. Dasar-dasar Hukum
disebabkan, karena sejak tanggal 7 Oktober 1981, Kontrak Internasional. Cetakan kedua.
Indonesia telah terikat dalam suatu Perjanjian Bandung: Refika Aditama.
Internasional yang mengatur tentang pengakuan
Black, Henry Campbell. 1968. Black’s Law
dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional.
Cheshire & Norths. 1992. Private International -----------------. 1995. Indonesian Business Law.
Law. Twelfth edition. London: Cetakan I. Bandung: PT. Citra Aditya
Butterworths. Bakti.
Elkouri, Frank & Edna Elkouri. 1974. How -----------------. 1996. Aneka Hukum Arbitrase
Arbitration Works. Washington D.C. (Ke Arah Hukum Arbitrase Indonesia Yang
Baru). Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Gautama, Sudargo. 1979. Arbitrase Dagang
Internasional. Cetakan I. Bandung: -----------------. 1998. Hukum Perdata
Alumni. Internasional Indonesia. Cetakan ketiga.
Jilid III bagian 2. Buku ke-8. Bandung:
-----------------. 1982. Soal-soal Aktual Hukum
Alumni.
Perdata Internasional. Cetakan I. Bandung:
Alumni. Hartono, Sunarjati. 1976. Pokok-pokok Hukum
Perdata Internasional Indonesia. Cetakan
-----------------. “Konsep Rancangan Undang-
I. Bandung: Binacipta.
Undang Hukum Perdata Internasional
Indonesia”, disajikan dalam Lokakarya -----------------. 1982. In Search of New Legal
Hukum Perdata Internasional Indonesia, Principles. Bandung: Binacipta.
yang diselenggarakan oleh Badan
-----------------. 1976. Kapita Seleka Hukum
Pembinaan Hukum Nasional Departemen
Ekonomi. Jakarta: Binacipta.
Kehakiman RI, di Jakarta 29 September
1983. Janvan Den Berg, Albert. 1981. The New
York Arbitration Convention of 1958.
-----------------. 1985. Aneka Masalah Hukum
Netherlands: Kluwer Law & Taxation
Perdata Internasional. Cetakan I. Bandung:
Publishers.
Alumni.
Kusumah Atmadja, Asikin Z. 1973. Commercial
-----------------. 1989. Perkembangan Arbitrase
Arbitration, Present and future Role of
Dagang Internasional Di Indonesia.
Commercial. Jakarta: The Law Association
Bandung: PT. Eresco.
for The Asia And The Western Pacific.
-----------------. 1991. Hukum Dagang Dan
-----------------. 1998. Arbitrase Perdagangan
Arbitrase Internasional. Cetakan I.
Internasional. Bunga Rampai Eksekusi
Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Putusan Arbitrase Asing. Jakarta:
-----------------. 1992. Hukum Perdata Mahkamah Agung RI.
Internasional Indonesia. Jilid I, buku 1.
Longdong, Tineke Tuegeh. 1998. Asas Ketertiban
Cetakan V. Bandung: Alumni.
Umum dan Konvensi New York 1958.
-----------------. 1995. Hukum Perdata Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Penolakan Putusan Arbitrase Internasional Dalam Kasus Astro All Asia Network PLC (Mutiara Hikmah) | 81
Prodjodikoro, Wirjono. 1954. Asas-Asas Hukum Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa
Perdata Internasional. Cetakan kedua. Perdagangan di Indonesia”. Surabaya:
Jakarta: Van Dop & Co. Disertasi Universitas Airlangga.
Purbacaraka, Purnadi dan Agus Brotosusilo. 1991. Zuraida, Tin. 2006. ”Prinsip Eksekusi Putusan
Sendi-sendi Hukum Perdata Internasional Arbitrase Internasional di Indonesia, Teori
(Suatu Orientasi). Cetakan III. Jakarta: dan Praktek Yang Berkembang”. Surabaya:
Rajawali Pers. Disertasi Universitas Airlangga.
Penolakan Putusan Arbitrase Internasional Dalam Kasus Astro All Asia Network PLC (Mutiara Hikmah) | 83