Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 20

PENOLAKAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DALAM

KASUS ASTRO ALL ASIA NETWORK PLC


Kajian Putusan Nomor 05/Pdt/ARB-INT/2009/PNJP
Mutiara Hikmah, Fakultas Hukum Universitas Indonesia,
Kampus Baru UI, Depok 16424
Email: muti_h@ui.ac.id atau mtiara90@yahoo.com

THE REFUSAL OF INTERNATIONAL ARBITRATION DECISION


IN THE CASE OF ASTRO ALL ASIA NETWORK PLC (ASTRO)
An Analysis of Decision Number 05/Pdt/ARB-INT/2009/PNJP

Mutiara Hikmah, Faculty of law of University of Indonesia


Kampus Baru UI, Depok 16424
Email: muti_h@ui.ac.id atau mtiara90@yahoo.com

ABSTRAK Abstract
Meskipun Indonesia telah memiliki Undang-Undang Even though Indonesia has already had the Arbitration
Arbitrase, penolakan keputusan arbitrase internasional Law, refusals of the international arbitration decisions
masih terjadi. Salah satunya adalah objek analisis still happen. One of which is the object of analysis in
dalam artikel ini, yaitu kasus Astro Jaringan this article, that is the case of Astro All Asia Network
Semua Plc Asia. Penerapan keputusan arbitrase Plc. The application of the international arbitration
internasional dari Singapura ditolak oleh Pengadilan decision from Singapore was refused by the Central
Negeri Jakarta Pusat. Penolakan ini diperkuat oleh Jakarta District Court. This refusal is confirmed by
Mahkamah Agung. Artikel ini membahas seksama the Supreme Court. This article discuss any court’s
pertimbangan pengadilan untuk penolakan tersebut. considerations for the refusal. It seems that some

Terdapat beberapa alasan yang tidak sesuai dengan reasoning are not in accordance with the Arbitration
Law, that come from both at the district court level and
UU Arbitrase, baik di tingkat pengadilan maupun
the Supreme Court. That such refusal, in consequence,
Mahkamah Agung. Penolakan tersebut dapat
could cause bad impact to the international bussiness
menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan
climate. The Government was supposed to admit and
perdagangan internasional, khususnya terhadap
implement the international arbitration decisions as
pengusaha asing. Pemerintah seharusnya mengakui
a consequence of Indonesia’s membership of the 1958
dan melaksanakan keputusan arbitrase internasional
New York Convention.
sebagai konsekuensi dari keanggotaan Indonesia di
Konvensi New York tahun 1958. Keywords: Arbitration Law, international arbitration
decision.
Kata kunci: UU Arbitrase, keputusan arbitrase
internasional.

64 | Jurnal Yudisial Vol. 5 No. 1, April 2012: 64-83


I. PENDAHULUAN penyelesaian sengketa melalui arbitrase dan
umumnya arbitrase ditentukan akan dilangsungkan
Indonesia telah menjadi anggota Konvensi
di luar negeri (Gautama (a), 2004: 1). Walaupun
New York 1958 (Convention on The Recognition
dalam kontrak ditentukan bahwa hukum Indonesia
and Enforcement of Foreign Arbitral Awards 1958)
yang dipilih untuk menyelesaikan sengketa,
melalui Keputusan Presiden RI (Keppres) No.
namun pelaksanaan pemeriksaan arbitrasenya
34 Tahun 1981 dan diterbitkan dalam Lembaran
dilangsungkan di luar negeri. Jika pelaksanaan
Negara RI Tahun 1981 No. 40 (Gautama, 1981:
pemeriksaan dan proses arbitrase berlangsung di
214). Dengan ikut sertanya negara Indonesia
luar negeri, ketika putusan arbitrase diucapkan
dalam Konvensi New York 1958, maka Indonesia
dan pihak yang kalah dalam proses tersebut adalah
terikat pada ketentuan-ketentuan yang terdapat di
pihak dari Indonesia, maka hal ini akan berakibat
dalam konvensi tersebut mengenai pengakuan
pihak yang menang dalam proses arbitrase
dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional
tersebut memohon pelaksanaan putusan arbitrase
(Rajagukguk, 2001: 65).
internasional tersebut di Indonesia.
Pada awalnya, sikap Pemerintah Indonesia
Mengenai pelaksanaan putusan arbitrase
(dalam hal ini Mahkamah Agung RI), tidak
internasional, sangat terkait dengan pemahaman
mengakui pelaksanaan putusan arbitrase
dan kemampuan hakim serta sikap pengadilan
internasional. Akan tetapi, kesadaran bahwa
(Prodjodikoro, 1954: 74). Pengadilan-
negara Indonesia akan terus tumbuh menjadi
pengadilan mempunyai peranan penting dalam
bagian dari aktivitas bisnis dunia, maka
menyelesaikan sengketa-sengketa di bidang
Pemerintah Indonesia harus memikirkan langkah
perdagangan, walaupun para pihak telah sepakat
ke depan untuk dapat mengakui dan melaksanakan
untuk menyelesaikan sengketa yang bersangkutan
putusan-putusan arbitrase internasional.
melalui lembaga arbitrase. Pengadilan diminta
Khususnya dalam upaya menarik perhatian para
campur tangan manakala proses arbitrase telah
investor untuk memilih Indonesia sebagai tempat
selesai dan salah satu pihak tidak bersedia
utama dalam aktivitas investasinya. Maka negara
melaksanakan putusan arbitrase tersebut
Indonesia harus membuka diri untuk mengikuti
(Rajagukguk, 2001: 4).
model penyelesaian sengketa melalui arbitrase
yang diikuti dengan pengakuan dan pelaksanaan Dalam proses pelaksanaan putusan arbitrase,
putusan arbitrase internasionalnya (Simanjuntak, lembaga arbitrase tidak dapat memaksakan
2002: 85). pelaksanaan putusannya (Zuraida, 2009: 222),
melainkan lembaga pengadilan yang harus
Apalagi jika melihat tendensi yang terjadi
memaksa pihak yang kalah untuk melaksanakan
pada akhir-akhir ini, dalam kontrak-kontrak yang
putusan arbitrase tersebut. Dalam prakteknya,
ditandatangani oleh Badan Usaha Milik Negara
pengadilan dapat sewaktu-waktu campur tangan
(BUMN) atau perusahaan negara di satu pihak
dalam hal pemeriksaan proses arbitrase sedang
dengan pihak asing, baik dalam bentuk Kerja Sama
berjalan.
Operasi (KSO)/Joint Operation Contract (JOC)
atau lain-lain usaha bersama dan perjanjian yang Sejak Indonesia menjadi anggota Konvensi
bersifat ”internasional”, dipakai klausul mengenai New York 1958 pada tahun 1981, pada kurun

Penolakan Putusan Arbitrase Internasional Dalam Kasus Astro All Asia Network PLC (Mutiara Hikmah) | 65
waktu sebelum berlakunya Peraturan Mahkamah Kanada). Pembatalan putusan arbitrase Swiss
Agung RI No. 1 Tahun 1990 tentang Tata Cara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut
Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing di Indonesia kemudian dibatalkan oleh Mahkamah Agung
(untuk selanjutnya disingkat dengan ”Perma”), RI dengan Putusan No. 01/BANDING/WASIT-
masih terdapat hambatan-hambatan bagi pelaku INT/2002, tanggal 8 Maret 2004.
usaha asing dalam hal pelaksanaan putusan arbitrase
Pada tahun 2010, terdapat putusan arbitrase
internasional di Indonesia. Mahkamah Agung RI
internasional asal Singapore International
sebagai lembaga peradilan tertinggi di Indonesia
Arbitration Center/SIAC yang ditolak
berpendirian bahwa putusan arbitrase internasional
pelaksanaannya oleh Ketua Pengadilan Negeri
tidak dapat dilaksanakan di Indonesia.
Jakarta Pusat, serta penolakan tersebut kemudian
Setelah Mahkamah Agung RI mengeluarkan dikuatkan oleh Mahkamah Agung RI. Kasus
Perma, pelaksanaan putusan arbitrase internasional tersebut merupakan salah satu kasus arbitrase
di Indonesia mulai mendapat kepastian, karena internasional yang juga diajukan banding ke
hukum acara yang mengatur tentang tata cara Mahkamah Agung adalah kasus antara AAAN
pelaksanaan putusan arbitrase internasional dengan PT APM, anak perusahaan. PT APM
sudah jelas. Untuk mengatur pelaksanaan putusan sebagai pemilik PT DV bersama dengan AG,
arbitrase internasional dalam hierarki perundang- di mana A memiliki saham sebanyak 49%. Dan
undangan di Indonesia, pada 12 Agustus 1999 sisanya dimiliki Silver Concord sebesar 51%.
diundangkanlah Undang-Undang No. 30 Tahun APM sendiri, dimiliki oleh PT FM, sebanyak 99%
1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian dalam bentuk nilai penyertaan sebesar Rp.34,54
Sengketa (untuk selanjutnya disingkat dengan UU juta dan PT MVC dengan nilai penyertaan Rp.35
Arbitrase) terdiri dari XI Bab dan 82 Pasal. Pada ribu (1%).
Bab VI UU Arbitrase tersebut mengatur tentang
Gugatan bermula dari perselisihan terkait
Pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional.
kerja sama televisi swasta AAAN dengan LG
Setelah berlakunya UU Arbitrase, satu- melalui PT DV. Kerja sama ini mewajibkan LG
satunya putusan arbitrase internasional yang menanamkan 50 persen saham mereka di Astro,
dibatalkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat namun tidak dipenuhi. Akhirnya, keputusan
adalah putusan arbitrase asal Jenewa, Swiss pengadilan arbitrase menetapkan PT DVharus
(tanggal 18 Desember 2000), yaitu pada perkara membayar US$230 juta. Sementara FM dan PT
KBC vs. PT P dan PL (Putusan No. 86/Pdt-G/2002, APM, juga anak perusahaan milik LG, diwajibkan
tanggal 19 Agustus 2002 dengan Ketua Majelis membayar sejumlah US$95 juta.
Hakim HS, S.H). Kasus tersebut mengundang
Menurut keterangan dari kuasa hukum pihak
perhatian berbagai pihak dari dalam dan luar
AAAN, PT APM telah gagal dalam menyelesaikan
negeri, karena selain melibatkan beberapa saksi
rencana kerjasama antara AAAN dan LG di
ahli dari berbagai negara, juga putusan arbitrase
dalam PT DV, sehingga AAAN menggunakan
tersebut dimohonkan pelaksanaannya oleh pihak
haknya dengan mendaftarkan masalah tersebut
KBC di beberapa negara, sehubungan dengan
ke persidangan arbitrase di Singapura, SIAC.
aset pihak PT P yang terdapat di beberapa negara
Majelis arbitrase SIAC memutuskan bahwa pihak
(antara lain di Hongkong, Singapura, Texas dan

66 | Jurnal Yudisial Vol. 5 No. 1, April 2012: 64-83


PT APM harus membayar denda sebesar US$ 2. Bagaimana analisis mengenai
230 juta kepada AAAN, dengan putusan SIAC pertimbangan Mahkamah Agung RI
No. 62 of 2008 tanggal 7 Mei 2009. Oleh kuasa yang telah menguatkan penolakan
hukum pihak AAAN, putusan arbitrase asal SIAC terhadap putusan arbitrase
tersebut didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta internasional pada kasus AAAN?
Pusat dengan nomor pendaftaran No. 05/2009,
tanggal 1 September 2009. Pada keesokan harinya, III. STUDI PUSTAKA DAN ANALISIS
secara terpisah PT DV mengajukan permohonan
1. Studi Pustaka
pembatalan atas putusan Arbitrase SIAC dengan
Register Nomor: 177/PDT.P/2009/PN.JKT. Kajian mengenai putusan arbitrase
PST, tanggal 2 September 2009. Demikian pula internasional merupakan salah satu kajian di
dengan PT APM, juga mengajukan permohonan bidang Hukum Perdata Internasional (untuk
pembatalan putusan arbitrase internasional asal selanjutnya disingkat dengan HPI), karena adanya
SIAC dengan Register Nomor: 178/PDT.P/2009/ unsur-unsur asing (foreign elements) dalam suatu
PN.JKT.PST. Berdasarkan Penetapan Pengadilan putusan arbitrase internasional. Perumusan
Negeri Jakarta Pusat tertanggal 28 Oktober yang diberikan oleh ahli HPI Inggris Chesire,
2009, permohonan pelaksanaan putusan arbitrase adalah “That part of English Law known as
internasional oleh pihak AAAN tersebut ditolak Private International Law comes into operation
oleh Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. whenever the court is seized of a suit that contains
as foreign element”. (Terjemahan bebas dari
II. RUMUSAN MASALAH penulis: Bagian dari Hukum Inggris yang dikenal
dengan Hukum Perdata Internasional adalah
Pada kasus AAAN di atas, Pengadilan berasal dari hubungan-hubungan yang memiliki
Negeri Jakarta Pusat telah menolak pelaksanaan unsur asing).
putusan arbitrase asal Singapore International
Arbitration Center, dan penolakan tersebut Adanya unsur-unsur asing tersebut,
dikuatkan oleh Mahkamah Agung RI. Dengan ditandai dengan adanya hal-hal atau keadaan
terikatnya Indonesia pada Konvensi New York yang menyebabkan berlakunya suatu stelsel
1958, Pemerintah RI seharusnya berhati-hati hukum. Hal ini disebut juga sebagai suatu titik-
dalam menolak putusan arbitrase internasional titik pertalian, yang dalam pembahasan tentang
yang dimohonkan pelaksanaannya di Indonesia. HPI, terdiri dari Titik-titik Pertalian Primer (untuk
selanjutnya disingkat dengan TPP), Titik-titik
Berdasarkan pemaparan latar belakang Pertalian Sekunder (untuk selanjutnya disingkat
tersebut di atas, maka terdapat beberapa masalah dengan TPS), serta Titik-titik Pertalian Lebih
yang dapat dirumuskan, antara lain: Lanjut.

1. Bagaimana analisis mengenai Yang dimaksud dengan TPP adalah hal-


pertimbangan pengadilan yang hal dan keadaan-keadaan yang melahirkan
memberikan penolakan terhadap atau menciptakan suatu hubungan HPI. Karena
putusan arbitrase internasional pada terdapatnya TPP ini, maka lahirlah hubungan-
kasus AAAN? hubungan HPI. Macam-macam TPP dalam

Penolakan Putusan Arbitrase Internasional Dalam Kasus Astro All Asia Network PLC (Mutiara Hikmah) | 67
HPI antara lain (Gautama, 1986: 24-62): Mengenai titik pertalian ini, Chesire
kewarganegaraan, bendera kapal, domisili, memberikan uraian dengan mengemukakan
tempat kediaman, tempat kedudukan badan bahwa ”connecting factor” merupakan ”some
hukum, dan pilihan hukum. Selain TPP, juga outstanding fact which establishes a natural
ada TPS, yaitu hal-hal atau keadaan yang connection between the factual situation before
menentukan hukum mana yang berlaku dalam the court and a particular system of law”(Chesire
suatu peristiwa HPI. Macam-macam TPS terdiri dan North, 1992: 10). (Terjemahan bebas dari
dari: kewarganegaraan, bendera kapal, domisili, penulis: ”Beberapa faktor utama yang timbul
tempat kediaman, tempat kedudukan badan sebagai hubungan antara keadaan sesungguhnya
hukum, pilihan hukum, tempat letaknya benda, yang menyangkut sistem hukum yang khusus”).
tempat dilangsungkannya perbuatan hukum,
Pembahasan tentang pelaksanaan putusan
tempat dilaksanakannya perjanjian, tempat
arbitrase internasional di Indonesia berhubungan
terjadinya perbuatan melawan hukum.
dengan salah satu teori HPI, yaitu teori tentang
Sedangkan yang termasuk ke dalam Titik- hak-hak yang telah diperoleh (vested rights
titik Pertalian Lebih Lanjut, adalah (Gautama theory) ). Istilah hak-hak yang telah diperoleh
1986: 63-72): Titik pertalian kumulatif, adalah dalam bidang HPI tidak hanya mencakup hak-
terdapat suatu kumulasi (penumpukan) dari titik- hak kebendaan, hak-hak kekeluargaan dan
titik pertalian. Kumulasi ini dapat berlangsung status personal, tetapi juga mencakup hak-hak
dalam dua bentuk tertentu. Salah satu dari stelsel yang timbul dari tiap-tiap hubungan hukum atau
hukum yang berlaku bersamaan ini adalah stelsel keadaan hukum (Gautama, 1986: 257-258).
hukum nasional dan yang lainnya adalah stelsel
Jika mempelajari sejarahnya, teori tentang
hukum asing.
hak-hak yang telah diperoleh, merupakan
Bentuk yang lainnya adalah stelsel hukum teori yang sudah tua usianya (Gautama, 2008:
yang berlaku bersamaan ini adalah stelsel hukum 274). Dalam abad pertengahan, teori ini sudah
yang kebetulan dipertautkan. Titik pertalian ditemukan di dalam pemikiran-pemikiran sarjana
alternatif, yaitu adanya lebih dari satu titik hukum pada saat itu. Hal ini dapat dilihat pada
pertalian yang dapat menentukan hukum yang pendapat-pendapat sarjana asal Belanda dan
berlaku. Salah satu dari dua atau lebih faktor- Jerman. Dalam abad ke-18 teori tentang hak-
faktor ini dapat merupakan faktor yang berlaku. hak yang telah diperoleh ini disandarkan pada
Titik pertalian pengganti, adalah titik-titik teori hukum alam (natuurrecht). Terutama
pertalian yang diperlakukan apabila titik taut yang di Jerman teori ini telah memperoleh banyak
seharusnya dipergunakan tidak terdapat. Titik pengikut dalam permulaan abad ke-19. Jika
pertalian tambahan, bahwa titik taut penentu yang terdapat “pertemuan” (“kollisie”) kaidah-kaidah
harus berlaku adanya tidak mencukupi. Dalam hal hukum, maka diberikan prioritas kepada kaidah-
ini diperlukan titik taut tambahan. Titik pertalian kaidah hukum negara di mana hubungan hukum
accessoir, adalah penempatan suatu hubungan bersangkutan telah tercipta. Dengan demikian
hukum di bawah satu stelsel hukum yang sudah dikedepankan pengertian tentang “hak-hak yang
berlaku untuk lain hubungan hukum yang lebih telah diperoleh”.
utama.

68 | Jurnal Yudisial Vol. 5 No. 1, April 2012: 64-83


Beberapa penulis seperti Frankenstein, hukum yang telah memberikan inspirasi kepada
telah menerima prinsip hak-hak yang telah pembuat undang-undang daripada suatu kaidah
diperoleh. Menurut pendapatnya, bahwa jika hukum yang berdiri sendiri (zelfstandige regel),
diadakan perubahan kewarganegaraan seseorang pengakuan status personil orang asing pemakaian
atau perubahan letaknya benda karena terdapat lex rei sitae, pengakuan sahnya suatu perbuatan
hubungan hukum dengan sistem hukum lain, yang sesuai dengan syarat-syarat formal di luar
maka hak-hak yang telah diperoleh itu tetap negeri, semua ini boleh dianggap disandarkan
berlaku (Frankenstein, 1926: 132). Pendapat atas asas “hak-hak yang diperoleh” itu. Asas
tersebut juga didukung oleh Raape dan Martin ini dapat dianggap telah “tersirat” (“verwerkt”)
Wolff (Wolff, 1950: 2). dalam kaidah hukum bersangkutan (Gautama,
1998: 307).
Martin Wolff memberikan penjelasan
bahwa tidak ada suatu negara dalam HPI-nya akan Dicey merupakan sarjana HPI Inggris
boleh mengatur sesuatu sedemikian rupa hingga yang telah mengedepankan teori tentang “vested
kewajiban-kewajiban hukum internasionalnya rights”. Dalam pandangan Dicey dikemukakan
berkenaan dengan hak-hak orang asing dapat lagi perbedaan antara kaidah-kaidah hukum asing
dilanggar begitu saja. Dalam hubungan ini (laws) dan hak-hak (rights) yang telah diperoleh di
beliau menunjuk kepada apa yang dinamakan luar negeri. Yang hendak diberikan perlindungan
teori tentang “hak-hak yang diperoleh”. Menurut ialah hak-hak yang disebut terakhir ini. Atas
beliau, jika suatu hubungan hukum telah terjadi dasar apakah dianggap perlu untuk menghargai
di negara asing antara warga negara dari negara hak-hak yang telah diperoleh di luar negeri ini?
itu menurut hukum yang berlaku di sana, maka Dasarnya menurut pandangan Dicey bukan
lain-lain negara akan mengakuinya sebagai semata-mata “courtoisie” (“comity”). Tidaklah
tercipta secara sah, sekalipun dalam hal bahwa tergantung kepada kehendak sendiri pihak negara
kemudian hubungan ini telah dipindahkan ke yang berdaulat untuk memperhatikan hak-hak
dalam negeri dan menurut hukum dalam negeri yang telah diperoleh di negara-negara lain. Yang
ini harus dipandang sebagai tidak sah adanya menjadi dorongan ialah kenyataan bahwa jika
(Wolff, 1950. :1). tidak dihargai “hak-hak yang telah diperoleh” di
luar negeri ini akan timbullah banyak kesulitan
Ahli HPI Belanda yang kenamaan seperti
dan “inconveniences” serius serta ketidak-adilan
Meijers dan Van Brakel juga menerima teori
yang sangat, hingga dengan demikian ini akan
tentang “hak-hak yang telah diperoleh”. Menurut
diperlambat atau dihalang-halangi perkembangan
Van Brakel, harus diadakan pengakuan terhadap
hubungan dalam HPI.
hak-hak yang telah tercipta di luar negeri. Tanpa
pengakuan itu tidak akan mungkin hubungan lalu Jika mempelajari perkembangan teori
lintas internasional HPI akan dapat berkembang. hak-hak yang telah diperoleh di Indonesia,
Pengakuan hak-hak yang telah diperoleh, Mahkamah Agung RI (di bawah Ketua Prof.
merupakan salah satu pikiran fundamental di Wirjono Prodjodikoro) menganggap lebih
mana gedung HPI telah dibangun. Menurut beliau tepat untuk mempergunakan istilah ”pelanjutan
doktrin tentang “hak-hak yang telah diperoleh” keadaan hukum”. Prof. Wirjono menjelaskan:
lebih banyak harus dilihat sebagai suatu asas ”Dalam perkataan-perkataan recht, right atau

Penolakan Putusan Arbitrase Internasional Dalam Kasus Astro All Asia Network PLC (Mutiara Hikmah) | 69
droit tidak berarti sebagai hak hukum, melainkan mempunyai hubungan erat dengan masalah
keadaan hukum atau perhubungan hukum. Beliau ketertiban umum. Menurut pandangan berbagai
menambahkan, bahwa sebetulnya tidak berarti sarjana hukum tujuan daripada “hak-hak yang
melindungi hak-hak atau kekuasaan hukum, diperoleh” ini justru adalah sebaliknya daripada
melainkan berarti melanjutkan suatu keadaan tujuan ketertiban umum dalam HPI. Ketertiban
hukum. Menurut beliau, dalam banyak peristiwa, umum internasional merupakan dasar kuat untuk
untuk mana hukum perdata asing harus berlaku, melakukan hukum perdata nasional sang hakim,
memang alasannya dapat diketemukan pada suatu padahal menurut kaidah-kaidah HPI sang hakim
pelanjutan keadaan hukum. Akan tetapi, menurut sendiri, kaidah-kaidah hukum perdata asing yang
beliau pelanjutan keadaan hukum ini bukan satu- harus dipergunakan.
satunya alasan untuk menunjuk kepada hukum
Ajaran “hak-hak yang diperoleh” justru
perdata asing (Gautama, 1998: 312).
menghendaki kebalikannya, bukan hukum asing
Secara hukum positif ditunjuk pula yang dikesampingkan, tetapi justru hukum asing
kepada ketentuan yang termaktub pada Pasal inilah yang diakui dan dipergunakan. Prinsip hak-
16 A.B. yang berhubungan dengan Pasal 3 A.B. hak yang diperoleh ini dalam prakteknya dapat
Pasal ini menunjuk kepada hukum perdata bagi dipergunakan untuk memperbaiki pelaksanaan
orang-orang asing yang berada di Indonesia. prinsip ketertiban umum. Di mana pemakaian
Pasal ini mengedepankan prinsip nasionalitas prinsip ketertiban umum ini akan menghasilkan
(nationaliteits-beginsel) untuk status personal dikesampingkannya hukum perdata asing,
seseorang. Pasal 16 A.B. ini secara letterlijk hanya padahal hukum asing ini perlu diperhatikan juga
mengenai status para warga negara Republik demi terpenuhinya rasa keadilan para pihak.
Indonesia yang berada di luar negeri. Pemakaian prinsip “hak-hak yang diperoleh”
dapat memperbaiki dan melembutkan pelaksanaan
Secara analogi, juga status personal orang-
prinsip ketertiban umum.
orang asing yang berada di Indonesia tetap takluk
di bawah hukum nasionalnya, sesuai dengan Dalam kajian Hukum Perdata Internasional,
ketentuan yang terdapat dalam Pasal 3 A.B. tidak ada definisi khusus yang dirumuskan untuk
bahwa hukum perdata dan hukum dagang pada istilah ketertiban umum. Tetapi pada esensinya,
pokoknya adalah sama, baik untuk para warga hakim suatu negara dapat mengenyampingkan
negara maupun untuk orang asing. berlakunya kaidah hukum asing, jika hukum
asing tersebut bertentangan dengan sendi-sendi
Menurut Wirjono Prodjodikoro kata-kata
asasi hukum sang hakim. Relativitas merupakan
dalam Pasal 16 A.B. “mengandung penafsiran
sifat dari ketertiban umum, artinya ketertiban
pelanjutan keadaan”. Dengan demikian dapatlah
umum bersifat relatif, berlakunya tergantung pada
ditarik kesimpulan seolah-olah prinsip “pelanjutan
faktor-faktor waktu, tempat dan intensitas (dalam
keadaan hukum” atau penghormatan terhadap
bahasa Jerman Inlandsbeziehungen) (Gautama
“hak-hak yang telah diperoleh” termasuk pula
1998: 142).
dalam peraturan-peraturan tertulis yang berlaku
untuk Indonesia (Gautama, 1998: 313). Juga dalam hubungan “hak-hak yang telah
diperoleh” pembahasan asas resiprositas adalah
Teori tentang “hak-hak yang telah diperoleh”

70 | Jurnal Yudisial Vol. 5 No. 1, April 2012: 64-83


penting. Prinsip saling harga-menghargai juga sedemikian rupa, sehingga pelanjutan keadaan
harus diperhatikan dalam hubungan ini. Memang hukum itu tidak dapat dipertanggungjawabkan.
tidak dapat disangkal bahwa soal timbal balik Dalam hal ini, ditambahkan oleh beliau bahwa jika
memegang peranan penting dalam seluruh inconcreto harus disebutkan suatu alasan tertentu
bidang HPI. Jika timbal-balik penting baik untuk untuk membatasi pengakuan prinsip “hak-hak
ketertiban umum maupun untuk “hak-hak yang yang telah diperoleh” ini, maka akan kembali
telah diperoleh”, perlu diperhatikan pula bahwa lagi kepada alasan berdasar atas ketertiban umum
dalam wujudnya terdapat perbedaan tertentu. negara awal.

Dalam wujudnya, timbal balik ini adalah Ketertiban umum dalam hal ini merupakan
berlainan dalam hal ketertiban umum dan dalam pembatasan dari berlakunya hak-hak-yang telah
hal “hak-hak yang telah diperoleh”. Letak diperoleh. Mengenai hal tersebut, Konvensi New
perbedaannya adalah, dalam hal ketertiban umum York 1958 pun mengatur mengenai ketertiban
resiprositas mengakibatkan bahwa hakim menjaga umum yang dapat dijadikan dasar untuk
supaya berhati-hati dalam menggunakan asas penolakan terhadap berlakunya putusan arbitrase
ini sebagai alasan untuk mengutamakan hukum internasional di suatu negara. Konvensi New
nasional, sedangkan dalam hal “hak-hak yang York 1958 merupakan konvensi internasional
telah diperoleh” resiprositas adalah mendorong yang diprakarsai oleh PBB mengenai pengakuan
hakim supaya mengetahui seberapa boleh dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional.
memperhatikan hak-hak yang telah diperoleh Indonesia merupakan salah satu negara peserta
(atau melanjutkan keadaan hukum). dari 145 jumlah negara yang menjadi anggota
Konvensi New York 1958.
Menurut Wirjono Prodjodikoro dalam
hubungan mengenai hak-hak yang telah diperoleh Dengan ikut sertanya negara Indonesia
ini: “jika suatu negara kurang memperhatikan dalam Konvensi New York 1958, maka Indonesia
hak perlanjutan keadaan hukum ini terhadap terikat pada ketentuan-ketentuan yang terdapat
lain negara, maka tidak boleh diharapkan, di dalam konvensi tersebut. Salah satu pasal
bahwa negara lain itu akan memperhatikan dari konvensi tersebut dengan jelas menyatakan,
hal perlanjutan keadaan hukum itu sepatutnya bahwa apabila terdapat suatu klausul arbitrase
terhadap negara yang tersebut pertama tadi”. (Pasal 2 ayat (3) Konvensi New York 1958), yaitu
perjanjian yang dibuat oleh para pihak, dalam hal
Sebagai kelanjutan tinjauannya beliau
timbul sengketa, mereka akan menyelesaikan
telah menjelaskan lebih jauh persoalan sampai
sengketa ini dengan jalan arbitrase, maka pihak
di manakah negara masing-masing akan
hakim dari pengadilan harus menyatakan dirinya
memperhatikan prinsip “hak-hak yang telah
tidak berwenang serta mempersilahkan para pihak
diperoleh” itu. Paling tegas hanya dapat dikatakan,
untuk melanjutkan perkara mereka di hadapan
bahwa suatu negara akan mungkin menghentikan
forum arbitrase.
perhatian prinsip “hak-hak yang telah diperoleh”
ini, jika ternyata, bahwa dengan diakuinya hak- Badan-badan peradilan dari negara peserta
hak yang telah diperoleh di luar negeri ini, rasa konvensi, apabila diminta untuk mengadili suatu
keadilan rakyat sang hakim akan tersinggung perkara di mana para pihak telah mengadakan

Penolakan Putusan Arbitrase Internasional Dalam Kasus Astro All Asia Network PLC (Mutiara Hikmah) | 71
persetujuan secara tertulis untuk memilih LLC (perseroan terbatas yang berkedudukan di
forum arbitrase, para pihak dipersilahkan untuk UEA).
menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase.
Para pihak tersebut secara keseluruhan
Kecuali apabila badan peradilan yang berwenang
disebut sebagai pemohon pada arbitrase SIAC
menganggap bahwa perjanjian arbitrase yang
Nomor: 062 Tahun 2008 (ARB 062/08/JL) pada
telah dibuat oleh para pihak telah dianggap batal
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan pemohon
adanya atau tidak dapat dilaksanakan.
kasasi terhadap penetapan Ketua Pengadilan
Prinsip dalam Konvensi New York 1958 Negeri Jakarta Pusat No. 05/Pdt/ARB-INT/2009
ini, dikenal dengan istilah Limitation of Court pada Mahkamah Agung RI, melawan pihak:
Involvement. Di mana menurut prinsip ini,
PT APM, PT FM Tbk dan PT DV/PT
terdapat pembatasan campur tangan pengadilan
DV (perseroan terbatas yang berkedudukan di
di dalam proses arbitrase. Dengan kata lain,
Indonesia). Para pihak tersebut secara keseluruhan
jika para pihak sudah sepakat memilih arbitrase
disebut sebagai termohon pada arbitrase SIAC,
sebagai tempat penyelesaian sengketa, maka
termohon penetapan pengakuan dan pelaksanaan
pengadilan harus menolak untuk memeriksa
putusan arbitrase SIAC Nomor: 062 Tahun 2008
sengketa tersebut. Hal ini seperti yang diatur
(ARB 062/08/JL) pada Pengadilan Negeri Jakarta
di dalam Pasal 2 ayat (3) Konvensi New York
Pusat, dan termohon kasasi terhadap penetapan
1958. Prinsip dalam Konvensi New York 1958
Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 05/
tersebut merupakan penghormatan terhadap asas
Pdt/ARB-INT/2009 pada Mahkamah Agung RI.
kebebasan berkontrak.

B. Intisari Kasus
2. Analisis
AN adalah stasiun televisi satelit
2.1. Analisis Terhadap Penolakan Putusan
berlangganan di Indonesia yang beroperasi sejak
Arbitrase Internasional asal SIAC oleh
28 Februari 2006 hingga 19 Oktober 2008. AN
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
dioperasikan oleh PT DV, dimana kepemilikan
Dalam sub bahasan ini akan diuraikan sahamnya adalah 49% oleh PT APM dan 51% oleh
beberapa hal sehubungan dengan kasus posisi, Silver Concord Holding Limited (Badan Hukum
antara lain: BVI), keduanya adalah anak perusahaan milik LG.
PT DV memperoleh pasokan siaran dari AAAN
A. Para Pihak PLC, operator televisi satelit berlangganan Astro
di Malaysia dan Brunei Darussalam, dan juga
Para pihak yang bersengketa adalah: ANI
berhak menggunakan nama ”A” melalui suatu
B.V., ANH B.V., AMC N.V., AM N.V. (adalah
perjanjian lisensi penggunaan merek dagang
beberapa perseroan terbatas yang berkedudukan
(Trademark License Agreement). Kedua pihak
di Belanda), AOL (perseroan terbatas yang
juga menyepakati Subsciption and Shareholder
berkedudukan di Bermuda), AAAN PLC
Agreement (untuk selanjutnya disingkat dengan
(perseroan terbatas yang berkedudukan di
SSA) dalam waktu dua tahun AAAN akan turut
Inggris), MBNS Sdn Bhd (perseroan terbatas
serta menjadi pemegang saham di PT DV.
yang berkedudukan di Malaysia) dan AAMN FZ-

72 | Jurnal Yudisial Vol. 5 No. 1, April 2012: 64-83


Pada tanggal 11 Maret 2005 diadakan Negeri Jakarta Selatan, dengan AAAN, MBNS,
penutupan SSA antara pihak pemohon dan PT Sdn Bhd, AAMN FZ-LLC, MSS Sdn Bhd, RM,
DV. Berdasarkan SSA, Astro harus melakukan SD, NM, LT, PT AKV, TAS (pemilik PT AKV),
penyetoran modal sebesar tiga puluh sembilan PT KMA (perusahaan yang berkedudukan di
juta Dollar Amerika ditambah dukungan teknis Indonesia, penyelenggara jasa penyiaran televisi
sebesar seratus tiga puluh enam juta Dollar berlangganan dengan merek dagang Aora), PT
Amerika kepada PT DV. Pada 26 Agustus 2005, AB (perusahaan yang berkedudukan di Indonesia
Pemerintah Indonesia memberlakukan Undang- yang diperkenalkan oleh AAN sebagai pemegang
Undang Penyiaran yang mewajibkan semua saham sebesar tiga puluh satu persen pada PT
operator, termasuk yang telah memiliki ijin DV), sebagai tergugat dan PT DV sebagai turut
multimedia seperti PT DV untuk mengajukan ijin tergugat. Gugatan didasarkan atas perbuatan
penyelenggaraan penyiaran berdasarkan Undang- melawan hukum berkenaan dengan pendanaan
Undang Penyiaran yang membatasi kepemilikan dan pengaturan PT DV dengan petitum pada
asing menjadi 20%. AAAN, MBNS, Sdn Bhd, All Asia MN FZ-LLC
untuk meneruskan pendanaan dan jasa pada
Konsekuensinya, L dan A kemudian
PT DV serta membayar US$1,62 miliar atas
membicarakan lebih lanjut untuk restrukturisasi
pencemaran nama baik PT APM.
PT DV agar dapat memenuhi ketentuan dalam
Undang-Undang Penyiaran yang baru. Badan Sementara itu, AAAN mengajukan perkara
Koordinasi Penanaman Modal kemudian mengenai SSA pada SIAC tanggal 6 Oktober
memberikan ijin, bahwa hingga tahun 2010 Astro 2008. Pengajuan perkara pada SIAC didasarkan
diperbolehkan memiliki hingga 51% saham. pada Pasal 17.4 SSA. Pada tanggal 7 Mei 2009
SIAC mengeluarkan Putusan Arbitrase SIAC
Perundingan dilanjutkan kembali pada
No. 062 Tahun 2008. Salah satu isi Putusan
bulan Mei 2007. Hingga akhir Mei 2007, perkiraan
Arbitrase SIAC adalah memerintahkan PT APM
biaya yang telah dikeluarkan pihak Astro adalah
menghentikan proses perkara di Indonesia selama
US$107,6 juta dalam bentuk pendanaan awal dan
berkaitan dengan AAAN, MBNS Sdn Bhd,
jasa. Hingga akhir Agustus 2007, tidak ada tanda
AAMN FZ-LLC, dan RM.
bahwa SSA akan ditutup, namun para pihak
mulai memikirkan pilihan untuk keluar. Astro C. Putusan Arbitrase
menyatakan tidak akan melanjutkan pemberian
dukungan berupa dana maupun jasa pada PT Putusan arbitrase yang dimintakan
DV. Pada bulan Juli dan Agustus 2008, pemohon pelaksanaannya di Indonesia adalah Putusan
menerbitkan dan mengirimkan tagihan pada PT Arbitrase SIAC Nomor: 062 Tahun 2008 (ARB
DV atas jasa dan meminta pengembalian atas 062/08/JL). Putusan ini dikeluarkan oleh lembaga
dana yang telah diberikan. Di lain pihak, Lippo arbitrase SIAC yang berkedudukan di Singapura.
bersikeras bahwa Astro berkewajiban memberi Ketika para pihak memilih SIAC sebagai forum
dana dan jasa pada PT DV. penyelesaian sengketa berdasar Pasal 17.4 SSA,
maka ada beberapa hukum yang berlaku, yaitu:
Tanggal 4 September 2008, PT APM
mengajukan gugatan perdata pada Pengadilan 1. Hukum Singapura sebagai lex

Penolakan Putusan Arbitrase Internasional Dalam Kasus Astro All Asia Network PLC (Mutiara Hikmah) | 73
arbitri (hukum tempat arbitrase pihak memilih SIAC sebagai institusi
berlangsung). arbitrase serta menyatakan bahwa
SIAC Rules akan berlaku dalam proses
Singapura memiliki dua undang-
arbitrase. Sesuai dengan asas pacta
undang arbitrase, satu yang berlaku
sunt servanda (perjanjian bersifat
untuk arbitrase nasional dan satu
mengikat bagi para pembuatnya)
lagi untuk arbitrase internasional.
maka mahkamah arbitrase dalam
Untuk perjanjian-perjanjian arbitrase
menjalankan proses arbitrase tunduk
internasional, undang-undang
pada SIAC Rules tahun 2007. SIAC
yang berlaku adalah International
sendiri juga mengadopsi Uncitral
Arbitration Act (untuk selanjutnya
Model Law on International
disebut IAA), Chapter 143 A, yang
Commercial Arbitration.
berlaku untuk arbitrase internasional
maupun arbitrase non-internasional 3. Hukum Singapura sebagai substantive
apabila para pihak memperjanjikan law (hukum yang mengatur mengenai
secara tertulis bahwa Part II IAA materi perjanjian).
dan Model Law akan berlaku.  IAA
Berdasarkan Pasal 18.5 SSA, “This
memberikan Model Law kekuatan
Agreement shall be governed by and
berlaku di Singapura, dengan
construed in accordance with the laws
pengecualian Chapter VIII (tentang
of the Republic of Singapore.” sesuai
Pengakuan dan Pelaksanaan
dengan asas pacta sunt servanda,
Putusan).
maka mahkamah arbitrase ketika
Hukum Singapura merupakan lex memeriksa sengketa antara para
arbitri, mengingat SIAC merupakan pihak yang timbul berdasarkan SSA,
institusi arbitrase yang berkedudukan memperlakukan hukum Singapura.
di Singapura. Maka ketentuan IAA
berlaku pula untuk arbitrase antara D. Penetapan Pengadilan
PT APM dan Astro. SIAC sebagai
Setelah memperoleh Putusan Provisi
lembaga yang berwenang, selain
Arbitrase SIAC, pihak Astro mendaftarkan
harus tunduk pada procedural law
putusan tersebut di Kepaniteraan Pengadilan
dan menerapkan substantive law
Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 1 September
dalam penyelesaian sengketa, juga
2009 untuk dimintakan eksequatur di Indonesia.
tunduk pada ketentuan arbitrase
internasional Singapura dalam IAA. Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat No. 05/Pdt/ARB-INT/2009
2. SIAC Rules tahun 2007 sebagai
procedural law (hukum yang Dalam Penetapan Putusan Arbitrase
mengatur tatacara dalam proses Internasional berdasarkan Peraturan SIAC
berarbitrase). Nomor: 062 Tahun 2008 tanggal 07 Mei
2009, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
Berdasarkan Pasal 17.4 SSA, para

74 | Jurnal Yudisial Vol. 5 No. 1, April 2012: 64-83


berpendapat bahwa substansi Putusan Provisi dalam Pasal 66 butir (b) Undang-
Arbitrase SIAC bukanlah substansi dalam bidang Undang No. 30 Tahun 1999;
perdagangan; bahwa Putusan Provisi Arbitrase
- Bahwa untuk mencegah kekeliruan
SIAC merupakan intervensi pelaksanaan proses
yang timbul di kemudian hari, apabila
peradilan di Indonesia; dan bahwa Putusan Provisi
permohonan eksekuatur tersebut
Arbitrase SIAC bukanlah merupakan putusan
tetap dilaksanakan, maka Pengadilan
final mengenai pokok perkara; oleh karenanya
Negeri Jakarta Pusat memandang
menetapkan bahwa Putusan Provisi Arbitrase
perlu untuk menyatakan bahwa
SIAC tidak dapat dilaksanakan.
Putusan Arbitrase SIAC tidak dapat
Dalam kasus PT A di atas, Pengadilan Negeri dilaksanakan (non eksekuatur).
Jakarta Pusat menolak permohonan pelaksanaan
Atas penetapan Ketua Pengadilan Negeri
putusan arbitrase asal SIAC yang diajukan oleh
Jakarta Pusat terhadap putusan Arbitrase SIAC,
pihak PT A . Adapun yang menjadi alasan ketua
dalam hal ini penulis tidak sependapat. Adapun
pengadilan dalam menolak pelaksanaan putusan
beberapa alasannya adalah:
arbitrase internasional asal SIAC tersebut
adalah: 1. Bahwa putusan arbitrase tersebut telah
melebihi kewenangan yang sudah ditetapkan
- Bahwa substansi Putusan Arbitrase
yaitu telah mengintervensi pelaksanaan
Internasional berdasarkan SIAC, telah
proses peradilan di Indonesia. Hal tersebut
melebihi kewenangan yang sudah
kurang tepat, mengingat di dalam Undang-
ditetapkan yaitu telah mengintervensi
Undang Arbitrase dinyatakan di dalam
pelaksanaan proses peradilan di
Pasal 3, bahwa pengadilan negeri tidak
Indonesia yang telah berjalan sesuai
berwenang untuk mengadili sengketa para
dengan perundang-undangan yang
pihak yang telah terikat dalam perjanjian
berlaku, maka Putusan Arbitrase
arbitrase. Kemudian di dalam Pasal 11
Internasional dimaksud tidak dapat
ayat (1) dinyatakan bahwa, adanya suatu
dijalankan (Non Eksekutorial);
perjanjian arbitrase tertulis meniadakan hak
- Bahwa setelah diteliti dan dipelajari para pihak untuk mengajukan penyelesaian
permasalahan dalam berkas perkara sengketa atau beda pendapat yang termuat
Putusan Arbitrase Internasional dalam perjanjiannya ke pengadilan negeri.
berdasarkan SIAC yang diputus
2. Bahwa adalah ternyata Putusan Arbitrase
tanggal 7 Mei 2009, adalah ternyata
Internasional tersebut bukan merupakan
Putusan Arbitrase Internasional
putusan akhir/final. Hal tersebut kurang
tersebut bukan merupakan putusan
tepat, mengingat prinsip umum dalam
akhir/final;
perjanjian arbitrase, bahwa putusannya
- Bahwa sengketa dalam putusan bersifat final dan binding. Hal ini seperti
arbitrase SIAC, bukanlah sengketa yang diatur di dalam Undang-Undang
mengenai ruang lingkup hukum Arbitrase Pasal 60 dan di dalam Konvensi
perdagangan sebagaimana ditentukan New York 1958, Pasal 3.

Penolakan Putusan Arbitrase Internasional Dalam Kasus Astro All Asia Network PLC (Mutiara Hikmah) | 75
3. Bahwa sengketa dalam putusan arbitrase hukum, dari segi hukum acara dan dari segi
SIAC, bukanlah sengketa mengenai ruang hukum materiil. Kedua, bahwa dari segi hukum
lingkup hukum perdagangan sebagaimana materiil, penolakan pemberian eksekuatur oleh
ditentukan dalam Pasal 66 butir (b) Undang- Judex Facti adalah sudah benar dan tepat.
Undang No. 30 Tahun 1999. Menurut penulis
Ketiga, bahwa perintah dalam putusan
hal ini kurang tepat, mengingat kerjasama di
arbitrase SIAC, untuk menghentikan proses
bidang penyiaran televisi adalah kerjasama
peradilan di Indonesia, adalah melanggar asas
di bidang jasa, dalam hal ini termasuk ke
souvereignty dari Negara Republik Indonesia.
dalam bidang perniagaan. Di samping itu
Tidak ada sesuatu kekuatan asing pun yang dapat
kerjasama mengenai permodalan yang
mencampuri proses hukum yang sedang berjalan
berupa saham, juga termasuk dalam bidang
di Indonesia. Hal ini jelas melanggar ketertiban
keuangan, sehingga ruang lingkup putusan
umum di Indonesia dan materi yang termuat
arbitrase SIAC tersebut termasuk ke dalam
dalam Putusan Arbitrase SIAC tersebut bukan
ruang lingkup hukum perdagangan, sesuai
termasuk dalam bidang perdagangan, tetapi
dengan penjelasan Pasal 66 butir (b) UU
termasuk dalam hukum acara.
Arbitrase.
Menurut penulis penolakan pelaksanaan
2.2. Analisis Putusan Mahkamah Agung RI, putusan arbitrase asal SIAC oleh Pengadilan
menguatkan penolakan putusan SIAC Negeri Jakarta Pusat dan Mahkamah Agung
Astro mengajukan kasasi terhadap penetapan RI, adalah kurang tepat. Sehubungan dengan
Putusan Provisi Arbitrase SIAC oleh Pengadilan pertimbangan yang disampaikan oleh Mahkamah
Negeri Jakarta Pusat. Mahkamah Agung dalam Agung RI, dalam hal ini penulis berpendapat,
Putusan No. 01 K/Pdt.Sus/ 2010 berpendapat bahwa: seharusnya, hakim pada instansi ini lebih
bahwa penolakan pemberikan eksequatur cermat lagi memeriksa penetapan Pengadilan
oleh pengadilan negeri sudah benar dan tepat, Negeri Jakarta Pusat, mengenai sudahkan Pasal 66
karena perintah dalam Putusan Provisi Arbitrase Undang-Undang Arbitrase diteliti dan diterapkan
SIAC untuk menghentikan proses peradilan di dengan seksama. Selain itu, apakah dasar-dasar
Indonesia adalah melanggar asas sovereignty penolakan yang diberikan oleh hakim Pengadilan
Negara Republik Indonesia, bahwa tidak ada Negeri Jakarta Pusat sesuai dengan dasar-dasar
suatu kekuatan asing pun yang dapat mencampuri penolakan yang diatur di dalam Konvensi New
proses hukum yang sedang berjalan di Indonesia. York 1958.
Hal ini dipandang melanggar ketertiban umum Dalam hal penolakan putusan arbitrase
(public orde) di Indonesia; materi yang termuat internasional, Konvensi New York 1958 memberi
dalam Putusan Provisi Arbitrase SIAC bukan kesempatan kepada negara peserta konvensi
termasuk dalam bidang perdagangan tetapi untuk melakukan penolakan terhadap putusan
termasuk dalam hukum acara. arbitrase internasional, jika memenuhi syarat-
Beberapa pendapat yang dijadikan alasan syarat seperti yang diatur di dalam Pasal V (1)
oleh Mahkamah Agung RI adalah, pertama Judex Konvensi, antara lain:
Facti (pengadilan negeri) tidak salah menerapkan a. Para pihak dalam perjanjian seperti yang

76 | Jurnal Yudisial Vol. 5 No. 1, April 2012: 64-83


diatur dalam Pasal II, menurut hukum SIAC, maka dapat diketahui bahwa Singapura
yang berlaku, tidak mempunyai kapasitas, dan Indonesia adalah sesama anggota Konvensi
atau perjanjian tersebut tidak sah menurut New York 1958. Keanggotaan Singapura pada
hukum yang berlaku, atau tidak ada petunjuk konvensi tersebut, terhitung sejak 21 Agustus
bahwa perjanjian tersebut sah, berdasarkan 1986. Jika mempelajari, bahwa kedua negara
hukum negara di mana putusan itu dibuat; adalah sesama anggota Konvensi New York 1958,
maka hal ini telah memenuhi asas resiprositas,
b. Pihak yang diminta untuk melaksanakan
seperti yang diatur di dalam Pasal 66 butir (a)
putusan tidak mendapat pemberitahuan
Undang-Undang Arbitrase.
yang wajar mengenai penunjukan para
arbitrator atau dalam proses arbitrase ia Berdasarkan Pasal 66 butir (b) Undang-
tidak dapat menyampaikan kasusnya; Undang Arbitrase, pelaksanaan putusan arbitrase
internasional hanya berlaku terbatas pada bidang
c. Putusan berkenaan dengan hal yang berbeda
hukum perdagangan. Jika mempelajari lebih
atau tidak sesuai dengan hal-hal yang
jauh mengenai penjelasan pasal tersebut, bahwa
diajukan kepada arbitrator, atau putusan
yang dimaksud dengan ruang lingkup hukum
mengandung hal-hal di luar ruang lingkup
perdagangan adalah kegiatan-kegiatan antara
pengajuan arbitrase;
lain di bidang perniagaan, perbankan, keuangan,
d. Komposisi dari kekuasaan arbitrase atau penanaman modal, industri dan hak kekayaan
prosedur arbitrase tidak sesuai dengan intelektual. Berdasarkan Hukum Indonesia,
perjanjian yang dibuat oleh para pihak, pendirian perusahaan patungan merupakan bentuk
atau persetujuan itu gagal, jika tidak sesuai penanaman modal secara langsung di Indonesia.
dengan hukum negara di tempat arbitrase Bila mempelajari ruang lingkup sengketa, maka
berlangsung; sengketa pada perkara ”A” termasuk ruang
lingkup hukum perdagangan. Sehingga putusan
e. Putusan belum mempunyai kekuatan
arbitrase tersebut seharusnya dapat dilaksanakan
mengikat terhadap para pihak, atau telah
di Indonesia.
dikesampingkan atau ditangguhkan oleh
otoritas yang berwenang di negara atau Berdasarkan Pasal 66 butir (c) Undang-
berdasarkan hukum negara di mana putusan Undang Arbitrase, putusan arbitrase yang dapat
itu dibuat. dilaksanakan di Indonesia adalah putusan yang
tidak bertentangan dengan ketertiban umum
Pada prinsipnya, putusan arbitrase
di Indonesia. Mahkamah Agung berpendapat,
internasional seharusnya mendapat pengakuan
bahwa jika pelaksanaan putusan arbitrase asal
dan dapat dilaksanakan di Indonesia. Hal ini
SIAC di atas diberikan, maka akan melanggar
disebabkan, karena sejak tanggal 7 Oktober 1981,
ketertiban umum di Indonesia. Pertanyaan
Indonesia telah terikat dalam suatu Perjanjian
selanjutnya adalah, ketertiban umum yang mana
Internasional yang mengatur tentang pengakuan
yang dilanggar, apabila putusan arbitrase tersebut
dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional.
dilaksanakan di Indonesia. Mengingat sampai
Jika melihat putusan arbitrase tersebut berasal
saat ini, tidak ada batasan yang jelas mengenai
dari lembaga arbitrase di Singapura, yaitu
ketertiban umum. Hal ini dikarenakan sifat

Penolakan Putusan Arbitrase Internasional Dalam Kasus Astro All Asia Network PLC (Mutiara Hikmah) | 77
ketertiban umum yang bersifat sangat relatif. bahwa putusan arbitrase yang memenangkan
Pada Pasal 4 Peraturan Mahkamah Agung No. pihak kontraktor New Zealand atas sub-kontraktor
1 Tahun 1990, mengenai Tata Cara Pelaksanaan AS dapat dilaksanakan. Pihak termohon eksekusi
Putusan Arbitrase Asing Di Indonesia, dikatakan (perusahaan AS) mengajukan argumen bahwa
yang dimaksud dengan Ketertiban Umum putusan arbitrase ini bertentangan dengan
adalah sendi-sendi asasi dan susila sang hakim. ketertiban umum AS karena adanya benturan
Dari definisi tersebut, dapat dikatakan masih kepentingan antara pihak penasehat hukum
abstraknya konsep ketertiban umum. Hal ini akan perusahaan AS itu dengan pihak kontraktor New
membuat hakim menafsirkan konsep tersebut Zealand.
berbeda-beda.
Benturan kepentingan ini terjadi karena
Mengenai penolakan terhadap putusan penasehat hukum tersebut pernah mewakili sebuah
arbitrase internasional seperti yang disebutkan perusahaan joint venture salah satu anggotanya
dalam Pasal V ayat (2) butir (b) karena alasan adalah pemerintah New Zealand dan operator
bertentangan dengan ketertiban umum, banyak mesin yang sedianya akan mengoperasikan mesin
dilakukan dalam praktek pengadilan di negara- yang seharusnya dibangun oleh perusahaan AS
negara lain. Dapat dilihat penerapan Pasal V tersebut. Namun argumentasi ini ditolak oleh
ayat (2) butir (b) yang membolehkan penolakan pengadilan karena pihak termohon eksekusi
pelaksanaan putusan arbitrase internasional dianggap kurang dapat membuktikan bahwa
karena alasan ketertiban umum dalam beberapa benar penasehat hukum tersebut pernah mewakili
putusan Mahkamah Agung Amerika Serikat dan perusahaan joint venture.
bagaimana Mahkamah Agung Amerika Serikat
Selain itu, pengadilan berpendapat bahwa
menafsirkan konsep ketertiban umum.
pihak termohon eksekusi tidak dapat membuktikan
Hal ini seperti terlihat dalam perkara antara bagaimana sesungguhnya hubungan antara
Bremen melawan Zapata Off-Shore (5th Circuit, penasehat hukum tersebut dan perusahaan joint
1972). Dalam perkara antara Vimar Seguros y venture akan dapat mempengaruhi hasil putusan
Reaseguros, S.A. melawan M/V Sky Reefer (1995), arbitrase (Andrew M. Campbell “Refused to
Mahkamah Agung Amerika Serikat memutuskan Enforce Foreign Arbitral Awards on Public
bahwa klausula arbitrase dalam sebuah bill of Policy Grounds”. https://web2.westlaw.com/find/
lading dapat dilaksanakan berdasarkan Federal default.wl?care.html, 1 November 2010).
Arbitration Act, sekalipun klausula tersebut
Jika memperhatikan tentang teori hak-
mencakup penyelesaian sengketa melalui
hak yang telah diperoleh, seharusnya hakim
arbitrase di Jepang berdasarkan Hukum Jepang
di pengadilan maupun di Mahkamah Agung
dan dalam Underlying Contract terdapat klausula
RI, menghormati tentang hak-hak yang telah
yang menyimpangi hukum Amerika Serikat, yaitu
diperoleh pihak ASTRO yang memenangkan
Carriage of Goods by Seas Act (COGSA).
perkara di hadapan lembaga arbitrase SIAC.
Dalam perkara antara Fitzroy Engineering, Menurut penulis, penolakan putusan arbitrase
Ltd. v. Flame Engineering, Inc., 1994 (N.D. 1994), internasional asal SIAC di atas, hanya menambah
Mahkamah Agung Amerika Serikat memutuskan deretan panjang mengenai kurang kondusifnya

78 | Jurnal Yudisial Vol. 5 No. 1, April 2012: 64-83


negara Indonesia bagi pelaksanaan putusan pelaksanaan proses peradilan di
arbitrase internasional. Indonesia. Hal tersebut kurang tepat,
mengingat di dalam Undang-undang
Hal ini bisa berakibat menjadi preseden
Arbitrase dinyatakan di dalam Pasal
buruk bagi pelaku usaha-pelaku usaha asing
3, bahwa pengadilan negeri tidak
yang akan memohon pelaksanaan putusan
berwenang untuk mengadili sengketa
arbitrase internasional di Indonesia. Berdasarkan
para pihak yang telah terikat dalam
data di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat per
perjanjian arbitrase. Kemudian di
31 Desember 2011, sejak ditolaknya putusan
dalam Pasal 11 ayat (1) dinyatakan
arbitrase internasional asal SIAC pada perkara
bahwa, adanya suatu perjanjian
ASTRO, belum ada lagi pendaftaran permohonan
arbitrase tertulis meniadakan hak para
pelaksanaan putusan arbitrase internasional di
pihak untuk mengajukan penyelesaian
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
sengketa atau beda pendapat yang
Salah satu pakar dan praktisi hukum termuat dalam perjanjiannya ke
menilai, bahwa dengan ditolaknya putusan pengadilan negeri.
arbitrase internasional tersebut, memberikan
b. Putusan arbitrase internasional
dampak negatif yang signifikan terhadap
tersebut bukan merupakan putusan
kepercayaan investor asing atau pelaku usaha
akhir/final. Hal tersebut kurang
asing di Indonesia (Lubis, Media Indoneasia.
tepat, mengingat prinsip umum
com, 23 Februari 2010).
dalam perjanjian arbitrase, bahwa
putusannya bersifat final dan binding.
IV. SIMPULAN Hal ini seperti yang diatur di dalam
Dari pemaparan tulisan di atas, ada Undang-Undang Arbitrase Pasal 60
beberapa hal yang dapat disimpulkan oleh penulis dan di dalam Konvensi New York
sehubungan dengan penolakan putusan arbitrase 1958, Pasal 3.
internasional asal SIAC, antara lain: c. Sengketa dalam putusan arbitrase
1. Bahwa penolakan putusan yang dilakukan SIAC, bukanlah sengketa mengenai
oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ruang lingkup hukum perdagangan
terhadap putusan arbitrase internasional asal sebagaimana ditentukan dalam Pasal
SIAC dalam perkara PT A , adalah kurang 66 butir (b) Undang-Undang No. 30
tepat, mengingat dasar-dasar penolakan Tahun 1999. Menurut penulis hal ini
yang diberikan oleh hakim masih belum kurang tepat, mengingat kerjasama
berpedoman dengan konvensi New York di bidang penyiaran televisi adalah
dan Undang-Undang Arbitrase; Adapun kerjasama di bidang jasa, dalam
beberapa alasannya adalah: hal ini termasuk ke dalam bidang
perniagaan. Di samping itu kerjasama
a. Putusan arbitrase tersebut telah mengenai permodalan yang berupa
melebihi kewenangan yang sudah saham, juga termasuk dalam bidang
ditetapkan yaitu telah mengintervensi keuangan, sehingga ruang lingkup

Penolakan Putusan Arbitrase Internasional Dalam Kasus Astro All Asia Network PLC (Mutiara Hikmah) | 79
putusan arbitrase SIAC tersebut Jika melihat putusan arbitrase tersebut berasal
termasuk ke dalam ruang lingkup dari lembaga arbitrase di Singapura, yaitu SIAC,
hukum perdagangan, sesuai dengan maka dapat diketahui bahwa Singapura dan
penjelasan Pasal 66 butir (b) Undang- Indonesia adalah sesama anggota Konvensi New
Undang Arbitrase. York 1958. Keanggotaan Singapura pada konvensi
tersebut, terhitung sejak 21 Agustus 1986. Jika
2. Putusan Mahkamah Agung RI yang
mempelajari, bahwa kedua negara adalah sesama
menguatkan penolakan pelaksanaan
anggota Konvensi New York 1958, maka hal ini
putusan arbitrase internasional asal SIAC
telah memenuhi asas resiprositas, seperti yang
dalam perkara PT A, adalah kurang tepat,
diatur di dalam Undang-Undang Arbitrase.
mengingat peran Mahkamah Agung sebagai
Guardian of The Awards. Seharusnya
penelitian yang dilakukan oleh Mahkamah
DAFTAR PUSTAKA
Agung mengenai penolakan putusan
arbitrase internasional tersebut dilakukan Buku:
secara seksama dan mendalam. Menurut
Abrurrachman A. 1991. Ensiklopedia Ekonomi,
penulis penolakan pelaksanaan putusan
Keuangan dan Perdagangan. Jakarta:
arbitrase asal SIAC oleh Pengadilan Negeri
Pradnya Paramita.
Jakarta Pusat dan Mahkamah Agung
RI, adalah kurang tepat. Sehubungan Abdurrasyid, Priyatna. 2002. Arbitrase &
dengan pertimbangan yang disampaikan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Cetakan
oleh Mahkamah Agung RI, dalam hal ini pertama. Jakarta: PT Fikahati Aneska
penulis berpendapat, bahwa: Seharusnya, bekerjasama dengan Badan Arbitrase
hakim pada instansi ini lebih cermat lagi Nasional Indonesia.
memeriksa penetapan Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat, mengenai sudahkan Pasal Adolf, Huala. 1991. Arbitrase Komersial
66 Undang-Undang Arbitrase diteliti Internasional. Jakarta: Rajawali Press.
dan diterapkan dengan seksama. Selain -----------------. 1990. Pelaksanaan Keputusan
itu, Apakah dasar-dasar penolakan yang Badan Arbitrase Komersil Intenasional
diberikan oleh hakim Pengadilan Negeri Menurut Konvensi New York 1958. Varia
Jakarta Pusat sesuai dengan dasar-dasar Peradilan, No.58, Juli 1990. Jakarta: Ikatan
penolakan yang diatur di dalam Konvensi Hakim Indonesia.
New York 1958.
-----------------. 1994. Hukum Arbitrase Komersial
Pada prinsipnya, putusan arbitrase Internasional. Jakarta: Radjagrafindo.
internasional seharusnya mendapat pengakuan
dan dapat dilaksanakan di Indonesia. Hal ini -----------------. 2008. Dasar-dasar Hukum
disebabkan, karena sejak tanggal 7 Oktober 1981, Kontrak Internasional. Cetakan kedua.
Indonesia telah terikat dalam suatu Perjanjian Bandung: Refika Aditama.
Internasional yang mengatur tentang pengakuan
Black, Henry Campbell. 1968. Black’s Law
dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional.

80 | Jurnal Yudisial Vol. 5 No. 1, April 2012: 64-83


Dictionary. Revised fourth edition. St.Paul, Internasional Indonesia. Jilid II bagian 4,
Minnesota: West Publishing Co. buku kelima. Bandung: Alumni.

Cheshire & Norths. 1992. Private International -----------------. 1995. Indonesian Business Law.
Law. Twelfth edition. London: Cetakan I. Bandung: PT. Citra Aditya
Butterworths. Bakti.

Elkouri, Frank & Edna Elkouri. 1974. How -----------------. 1996. Aneka Hukum Arbitrase
Arbitration Works. Washington D.C. (Ke Arah Hukum Arbitrase Indonesia Yang
Baru). Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Gautama, Sudargo. 1979. Arbitrase Dagang
Internasional. Cetakan I. Bandung: -----------------. 1998. Hukum Perdata
Alumni. Internasional Indonesia. Cetakan ketiga.
Jilid III bagian 2. Buku ke-8. Bandung:
-----------------. 1982. Soal-soal Aktual Hukum
Alumni.
Perdata Internasional. Cetakan I. Bandung:
Alumni. Hartono, Sunarjati. 1976. Pokok-pokok Hukum
Perdata Internasional Indonesia. Cetakan
-----------------. “Konsep Rancangan Undang-
I. Bandung: Binacipta.
Undang Hukum Perdata Internasional
Indonesia”, disajikan dalam Lokakarya -----------------. 1982. In Search of New Legal
Hukum Perdata Internasional Indonesia, Principles. Bandung: Binacipta.
yang diselenggarakan oleh Badan
-----------------. 1976. Kapita Seleka Hukum
Pembinaan Hukum Nasional Departemen
Ekonomi. Jakarta: Binacipta.
Kehakiman RI, di Jakarta 29 September
1983. Janvan Den Berg, Albert. 1981. The New
York Arbitration Convention of 1958.
-----------------. 1985. Aneka Masalah Hukum
Netherlands: Kluwer Law & Taxation
Perdata Internasional. Cetakan I. Bandung:
Publishers.
Alumni.
Kusumah Atmadja, Asikin Z. 1973. Commercial
-----------------. 1989. Perkembangan Arbitrase
Arbitration, Present and future Role of
Dagang Internasional Di Indonesia.
Commercial. Jakarta: The Law Association
Bandung: PT. Eresco.
for The Asia And The Western Pacific.
-----------------. 1991. Hukum Dagang Dan
-----------------. 1998. Arbitrase Perdagangan
Arbitrase Internasional. Cetakan I.
Internasional. Bunga Rampai Eksekusi
Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Putusan Arbitrase Asing. Jakarta:
-----------------. 1992. Hukum Perdata Mahkamah Agung RI.
Internasional Indonesia. Jilid I, buku 1.
Longdong, Tineke Tuegeh. 1998. Asas Ketertiban
Cetakan V. Bandung: Alumni.
Umum dan Konvensi New York 1958.
-----------------. 1995. Hukum Perdata Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Penolakan Putusan Arbitrase Internasional Dalam Kasus Astro All Asia Network PLC (Mutiara Hikmah) | 81
Prodjodikoro, Wirjono. 1954. Asas-Asas Hukum Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa
Perdata Internasional. Cetakan kedua. Perdagangan di Indonesia”. Surabaya:
Jakarta: Van Dop & Co. Disertasi Universitas Airlangga.

Purbacaraka, Purnadi dan Agus Brotosusilo. 1991. Zuraida, Tin. 2006. ”Prinsip Eksekusi Putusan
Sendi-sendi Hukum Perdata Internasional Arbitrase Internasional di Indonesia, Teori
(Suatu Orientasi). Cetakan III. Jakarta: dan Praktek Yang Berkembang”. Surabaya:
Rajawali Pers. Disertasi Universitas Airlangga.

Rajagukguk, Erman. 2000. Arbitrase Dalam Internet:


Putusan Pengadilan. Jakarta: Chandra
Pratama. Budidjaja, Tony. ”Pembatalan Putusan Arbitrase
di Indonesia”. Akses 30 Oktober 2007.
Sumampouw, Mathilde. 1958. Pilihan Hukum http://cms.sp.co.id/hukumonline/detail.
Sebagai Titik Pertalian Dalam Hukum asp?id=13217&cl=Kolom>.
Perjanjian Internasional. Jakarta: Disertasi
Doktor FHUI. Blum, George L. ”Setting Aside Arbitration award
on Ground of interest or bias arbitrators,
Suparman, Eman. 2004. Pilihan Forum Arbitrase commercial,bussiness”. Akses 1 November
dalam Sengketa Komersial Untuk 2007. https://web2.westlaw.com/find/
Penegakan Keadilan. Jakarta: Tatanusa. default.wl?care.html.
Yuhassarie, Emmy. (editor). 2003. Proceedings, Campbell, Andrew M. “Refused to Enforce
Arbitrase dan Mediasi. Jakarta: Pusat Foreign Arbitral Awards on Public Policy
Pengkajian Hukum. Grounds”. Akses 1 November 2007. https://
Zuraida, Tin. 2009. Prinsip Eksekusi Putusan web2.westlaw.com/find/default.wl?care.
Arbitrase Internasional di Indonesia, Teori html.
dan Praktek Yang Berkembang. Surabaya: ”Hakim Dan Mafia Peradilan”. Akses 17 Maret
PT Wastu Lanas Grafika. 2008. http://www.kompas.com/31 Agustus
2007.
Karya Ilmiah/Disertasi:
Hukum Online,” Pengguna SIAC Asal Indonesia
Mathilde, Sumampouw. 1958. Pilihan Hukum
Terus Meningkat, Bagaimana nasib
Sebagai Titik Pertalian dalam Hukum
BANI?,”(Jakarta, 28/11/2006). Akses 24
Perjanjian Internasional. Jakarta: Disertasi
Januari 2008. http://hukumonline.com/
Doktor FHUI.
detail.asp?id.
Suparman, Eman. 2004. Pilihan Forum
Parish, Matthew. “The Proper Law of an
Arbitrase dalam Sengketa Komersial untuk
Arbitration Agreement”. Akses 25
Penegakan Keadilan. Semarang: Disertasi
November 2010. http://login.westlaw.
Universitas Diponegoro.
co.uk/maf/wluk/app/delivery?&docguide.
Wibowo, Basuki Rekso. 2007. ”Arbitrase

82 | Jurnal Yudisial Vol. 5 No. 1, April 2012: 64-83


Rosenhouse, Michael.A. “Confirmation of Agung RI tentang Tata Cara Pelaksanaan
Foreign Arbitral Awards Under Convention Putusan Arbitrase Asing di Indonesia.
on Recognition and Enforcement of Foreign Perma RI No. 1 Tahun 1990.
Arbitral Awards”. Akses 1 November 2007.
Geneva Convention on The Execution of Foreign
https://web2.westlaw.com/find/default.
Arbitral Awards 0f 1927.
wl?care.html.
New York Convention on The Recognition and
Rubins, Noah.”The Enforcement and Annulment
Enforcement of Foreign Arbitral Awards of
of International Arbitration in Indonesia”.
1958.
Akses 1 November 2007. https://web2.
westlaw.com/World Journals/default. United Nation Commission on International
wl?n=top&rs.html. Trade Law. Model Law on International
Commercial Arbitration.
UNCITRAL. “UNCITRAL Model Law on
International Commercial Arbitration”.
Akses 30 Oktober 2010. <http://www.
uncitral.org/pdf/english/texts/arbitration.
ml-arb/06-54671/Ebook.pdf.

Peraturan Perundang-undangan dan


Konvensi Internasional:

Indonesia. Keputusan Presiden RI tentang


Pengesahan Konvensi New York tahun
1958. Keppres No.34, L.N. No.40 Tahun
1981.

--------. Undang-Undang tentang Arbitrase dan


Alternatif Penyelesaian Sengketa.UU No.
30, L.N. No.138 Tahun 1999.

-------. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007


tentang Perseroan Terbatas).

-------. Keputusan Presiden RI tentang


Penangguhan/Pengkajian Kembali Proyek
Pemerintah, BUMN Dan Swasta yang
berkaitan Dengan Pemerintah BUMN.
Keppres No. 39 Tahun 1997.

-------. Keppres No. 5 Tahun 1998.

Mahkamah Agung RI. Peraturan Mahkamah

Penolakan Putusan Arbitrase Internasional Dalam Kasus Astro All Asia Network PLC (Mutiara Hikmah) | 83

You might also like