Assessing Lahar Hazard and Community'S Vulnerability in Coping With Lahar Hazard in Salam Sub-District - Magelang

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 27

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG BAHAYA LAHAR DAN

KERENTANAN DALAM MENGHADAPI ANCAMAN BANJIR LAHAR


DI KECAMATAN SALAM, MAGELANG1

ASSESSING LAHAR HAZARD AND COMMUNITY’S VULNERABILITY IN COPING


WITH LAHAR HAZARD IN SALAM SUB-DISTRICT - MAGELANG

Haruman Hendarsah
Biro Umum, Kementerian Sosial RI
Jl. Salemba Raya No. 28, Gedung A Lt. 2, Jakarta Pusat. Telp. 021-3103783
E-mail: harumanh@gmail.com

Diterima: 15 Juni 2013, Direvisi: 13 Agustus 2013, Disetujui: 28 Agustus 2013

ABSTRACT
Communities and settlements in the Salam Sub-District at the lahar prone area is one of the elements
at risk that will be affected by the lahar hazard. Community vulnerabilities to disasters of each group will
be different so it is important to assess vulnerabilities against various social groups. This research aims
to identify the characteristics of lahar hazard and the elements at risk as well as assessing community
vulnerabilities to lahar hazard. The research methodology of this research by using survey approach with
Participatory Geographic Information System (P-GIS). Population by grade village in the Salam Sub-
District with the total sample of 180 respondents. Lahar hazard assessment conducted through a qualitative
approach based on the hazard categories of high, moderate and low. To assess the level of vulnerability at
the regional level based on the household sector, the appropriate method is to measure the vulnerability by
using a local scale of weighting matrix for each category of vulnerability. The results showed that villages
in the vicinity of Putih and Blongkeng River, i.e. Jumoyo, Gulon, Seloboro, and Sirahan Village, were
categorised as more-vulnerable area. Community’s social vulnerability in these villages was predominantly
moderate (51.1%) to high (42.78%). Its also showed an area with a high risk of lahard hazard in the Salam
Sub-District is Sirahan Village and Gulon Village.

Keywords: Lahar hazard, elements at risk, vulnerability, P-GIS.

ABSTRAK
Masyarakat serta permukiman di Kecamatan Salam yang berada di daerah rawan bencana lahar
pascaerupsi Gunungapi Merapi merupakan salah satu elemen berisiko yang akan terdampak oleh ancaman
banjir lahar. Kerentanan masyarakat terhadap bencana masing-masing kelompok akan berbeda sehingga
penting dilakukan pengkajian kerentanan terhadap berbagai kelompok sosial dalam masyarakat. Penelitian
ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik bahaya banjir lahar, elemen-elemen berisiko dan tingkat
kerentanan masyarakat terhadap bahaya banjir lahar. Metode penelitian yang digunakan adalah metode
penelitian survei dengan menggunakan metode Participatory Geographic Information System (P-GIS).
Populasi berdasarkan tingkatan desa di Kecamatan Salam dengan jumlah sampel 180 responden. Penilaian
bahaya banjir lahar dilakukan melalui pendekatan kualitatif berdasarkan pada kategori bahaya tinggi,
sedang dan rendah. Untuk mengkaji tingkat kerentanan pada tingkat regional berdasarkan pada sektor
rumah tangga maka metode yang sesuai adalah mengukur kerentanan dengan menggunakan skala lokal
berupa matrik pembobotan untuk setiap kategori kerentanan. Hasil penelitian menunjukkan rumah tangga
dengan tingkat kerentanan sosial sedang sejumlah 51,11% dan tingkat kerentanan tinggi sejumlah 42,78%.
Wilayah dengan risiko tinggi terhadap bahaya banjir lahar (tingkat kerawanan bahaya lahar tinggi dan
tingkat kerentanan masyarakat tinggi) di Kecamatan Salam adalah Desa Sirahan dan Desa Gulon.

Kata kunci: Bahaya lahar, elemen beresiko, kerentanan, P-GIS.

1. Disadur/dicuplik dari tesis “Penilaian Kerentanan dan Kapasitas Masyarakat dalam Menghadapi Bahaya Banjir Lahar di
Kecamatan Salam Kabupaten Magelang Menggunakan Metode SIG Partisipatif”. Universitas Gadjah Mada, 2012.

Penilaian Masyarakat Tentang Bahaya Lahar dan Kerentanan dalam Menghadapi


Ancaman Banjir Lahar di  Kecamatan  Salam,  Magelang. Haruman Hendarsah 225
PENDAHULUAN Kecamatan Salam Kabupaten Magelang
Banjir lahar merupakan bahaya sekunder merupakan salah satu kecamatan yang paling
Gunungapi Merapi. Lahar mengalir dari bagian rawan bahaya lahar pascaerupsi Gunungapi
lereng Gunungapi Merapi ke dataran rendah Merapi 2010 karena terletak di sisi barat daya
yang biasanya dihuni oleh penduduk di sekitar dari Gunungapi Merapi yang dilalui oleh empat
lereng Gunungapi Merapi. Daerah yang paling sungai yang berhulu di puncak Gunungapi
berbahaya di Gunungapi Merapi terletak di sisi Merapi, yaitu Kali Krasak, Kali Batang, Kali
barat daya yang berdekatan dengan saluran Putih dan Kali Blongkeng. Keempat sungai
sungai-sungai yang berhulu di Gunungapi ini termasuk dalam klasifikasi Sungai Bahaya
Merapi. Kejadian banjir lahar lebih sering dan Kelas I terhadap bahaya lahar. Sungai-sungai
lebih lama daripada aliran piroklastik. Aliran ini sebagian diisi oleh endapan deposito lahar,
lahar memiliki potensi bahaya banjir lahar dan daerah yang berdekatan dengan sungai-sungai
dapat mengancam area yang luas. Kejadian sering mengalami kerusakan. Dari keempat
banjir lahar biasanya terjadi setelah hujan sungai tersebut Kali Putih merupakan salah satu
lebat dan mengalir melalui lembah-lembah dan sungai yang paling berbahaya terhadap aliran
dataran rendah. lahar di Gunungapi Merapi (Verstappen 1992).
Tabel 1. Klasifikasi Sungai yang Berhulu Gunungapi Merapi yang Rawan Lahar
No Klasifikasi Bahaya Nama sungai
1. Klas I (tinggi) Kali Bebeng-Kali Krasak, Kali Batang, Kali Putih, Kali
Blongkeng
2. Klas II (sedang) Kali Woro, Kali Gendol, Kali Senowo
3. Klas III (rendah) Kali Boyong, Kali Kuning, Kali Pabelan, Kali Trising, Kali
Lamat
Sumber: (Verstappen 1992 dengan modifikasi)

Bencana banjir lahar pada akhir tahun 2010 Tabel 2. Lokasi dan Volume Material
dan awal tahun 2011 di Kabupaten Magelang, No. Lokasi Volume (m3)
Jawa Tengah telah menenggelamkan 1. Kali Gendol 28 juta m3
19 kampung, memutus 11 jembatan, 2. Kali Kuning 14 juta m3
menghancurkan lima dam atau bendungan 3. Kali Boyong 8 juta m3
penahan banjir, serta lebih dari 4.000 orang 4. Kali Bebeng 10 juta m3
mengungsi. Kampung-kampung terendam pasir 5. Kali Putih 18 juta m3
hingga ketinggian lebih tiga meter, dan rumah- 6. Kali Blongkeng 10 juta m3
rumah di tepi sungai hanyut tanpa bekas. Banjir 7. Kali Pabelan 24 juta m3
lahar ini terus mengancam warga yang tinggal 8. Kali Woro 12 juta m3
di sepanjang aliran sungai yang berhulu di Sumber: Rapat Koordinasi Lembaga Kemanusiaan
yang Dikoordinir oleh Pemda Magelang dan
Gunungapi Merapi. Material yang dikeluarkan UN-OCHA (25/1/2011).
oleh erupsi Merapi baru-baru ini mencapai
sekitar 130 juta meter kubik dan sebagian Bahaya (hazard) dapat mengakibatkan
besar masih tersimpan di 8 hulu sungai Merapi bencana sehingga dengan demikian bencana
(antaranews.com). Detail kandungan material merupakan dampak dari bahaya pada
erupsi Gunungapi Merapi disajikan dalam suatu komunitas, selain itu bencana dapat
Tabel 2. didefinisikan sebagai suatu gangguan serius
terhadap fungsi-fungsi dalam masyarakat yang

226 Sosiokonsepsia Vol. 18, No. 02, Mei - Agustus, Tahun 2013
menyebabkan kerugian atau kehilangan nyawa, mewujudkan tingkah laku (Suparlan 2000).
material atau lingkungan, yang melebihi Sehingga tindakan masyarakat berkaitan
kemampuan masyarakat untuk menanganinya dengan kondisi perubahan lingkungan yang
dengan sumber daya mereka sendiri (UNISDR ada, dalam hal ini banjir lahar, sangatlah
2009). Bahaya mencerminkan ancaman tergantung dari persepsi yang berkembang
potensial bagi manusia serta dampak peristiwa di masyarakat. Faktor yang mempengaruhi
bagi masyarakat dan lingkungan. Dalam kerentanan sosial adalah kurangnya akses ke
pengaturan teknis, bahaya dijelaskan secara sumber daya (termasuk informasi, pengetahuan
kuantitatif dengan frekuensi kemungkinan dan teknologi), akses terbatas pada kekuasaan
terjadinya intensitas yang berbeda untuk politik dan representasi, modal sosial,
daerah yang berbeda, dapat ditentukan dari termasuk jaringan sosial dan hubungan sosial,
data historis atau analisis ilmiah, sedangkan kepercayaan dan adat istiadat, usia, individu
dalam konstruksi sosial, bahaya terbentuk oleh dengan kondisi rapuh dan fisik yang terbatas,
persepsi dan pengalaman mereka, sehingga jenis dan kepadatan infrastruktur serta mata
definisi dan konsep tentang bahaya tergantung pencaharian (Cutter dkk., 2003), yang berlaku
dari budaya suatu masyarakat, yang kemudian umum adalah usia, jenis kelamin, status sosial
akan berakibat pada aktivitas selanjutnya dari ekonomi, pekerjaan, struktur keluarga, tingkat
masyarakat yang terdampak berkaitan dengan pendidikan, dan status kepemilikan rumah.
respon masyarakat terhadap bahaya yang
Ancaman bahaya banjir lahar yang
pernah terjadi. Lebih dari itu orang-orang
cenderung meningkat memerlukan upaya
dapat berperan untuk memberi kontribusi,
penanganan yang serius dari pemerintah.
memperburuk dan memodifikasi bahaya.
Manajemen risiko bencana merupakan proses
Dengan demikian bahaya dapat bervariasi
sistematis dengan menggunakan keputusan
sesuai dengan budaya, jenis kelamin, ras, status
administratif, organisasi, kemampuan
sosial ekonomi, dan struktur politik (Mitchell
operasional dan kapasitas untuk melaksanakan
dan Cutter, 1997).
kebijakan, strategi dan kapasitas bertahan
Kerentanan merupakan konsekuensi dari pada masyarakat untuk mengurangi dampak
sebuah kondisi yang ditentukan oleh faktor atau bencana alam dan terkait dengan bencana
proses fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan, lingkungan dan bencana teknologi (Van Westen
yang meningkatkan kemungkinan masyarakat 2009). Bencana dapat terjadi pada kondisi yang
terkena ancaman. Kerentanan sosial dapat rentan. Interaksi antara kerentanan fisik, sosial,
dikaitkan dengan tingkat kesejahteraan ekonomi dan lingkungan dapat menimbulkan
individu, jenis kelamin, kesehatan, angka melek risiko bencana (ISDR 2005), yang kemudian
huruf, pendidikan, tingkat keamanan, jaminan, menjadi bencana. Tingkat kerentanan dan
akses kepada HAM, keadilan sosial, nilai-nilai ancaman akan menentukan kapasitas yang
tradisional, nilai-nilai kepercayaan dan sistem dibutuhkan masyarakat untuk mengurangi
keorganisasian (UNISDR 2009). Kerentanan risiko bencana. Dalam upaya pencegahan
sosial juga tergantung dari kebudayaan dari bencana perlu adanya partisipasi masyarakat
masyarakat yang ada, kebudayaan disini
untuk mengurangi risiko bencana.
dimaknai sebagai suatu kumpulan ide, gagasan,
aturan dan pengetahuan yang dimiliki oleh Penilaian terhadap kerentanan harus disertai
masyarakat yang digunakan untuk memahami dengan pemahaman sifat dan karakteristik
lingkungannya, dan digunakan untuk bahaya. Identifikasi dan karakterisasi bahaya

Penilaian Masyarakat Tentang Bahaya Lahar dan Kerentanan dalam Menghadapi


Ancaman Banjir Lahar di  Kecamatan  Salam,  Magelang. Haruman Hendarsah 227
merupakan komponen dari analisis bahaya. Pemerintah di seluruh dunia telah
Participatory Geographic Information System berkomitmen untuk mengambil tindakan
(P-GIS) adalah alat yang berguna untuk dalam mengurangi risiko bencana, dan telah
mengekstraksi pengetahuan masyarakat lokal, mengadopsi pedoman Hyogo Framework Action
persepsi tentang masalah lingkungan dan (HFA) untuk mengurangi kerentanan terhadap
ancaman bahaya, kemudian menyajikan dan bahaya alam. HFA membantu upaya bangsa dan
mengkomunikasikannya kepada stakeholder masyarakat agar lebih tahan terhadap bencana
dan pemerintah setempat (Van Westen dkk., dan memiliki kesiapan dalam mengatasi bahaya
2009). Pengetahuan lokal dapat memberikan yang mengancam perkembangan kehidupan
beberapa informasi diantaranya: 1) Sejarah masyarakat. Selaras dengan komitmen dalam
peristiwa bencana dan kerusakan akibat Kerangka Aksi Hyogo, penilaian kerentanan
bencana; 2) Elemen berisiko dan bagaimana diperlukan untuk mengurangi dampak dari
penilaian mereka; dan 3) Faktor-faktor peristiwa banjir lahar di Kabupaten Magelang.
yang memberi andil terhadap kerentanan.
Pengetahuan masyarakat mengenai bencana Pengembangan informasi pada tingkat
yang pernah terjadi didukung dengan teknologi lokal dengan melibatkan partisipasi masyarakat
penginderaan jauh berupa citra satelit dapat sangat penting, sehingga diperlukan kerjasama
diekstrak dalam Sistem Informasi Geografis dengan masyarakat lokal untuk belajar dari
kemudian disajikan secara spasial dalam upaya pengetahuan serta pengalaman mereka
pengurangan risiko bencana. dalam upaya pengurangan risiko bencana.
Pengetahuan masyarakat melalui P-GIS dapat
Penilaian kerentanan sosial ekonomi pada
dilakukan karena masyarakat di lokasi yang
skala lokal (rumah tangga) di masyarakat
rawan bencana dapat mengenali kondisi di
perdesaan dengan indikator kondisi sosial dan
daerahnya serta memberikan informasi yang
ekonomi dapat dilakukan dengan melakukan
detail mengenai daerah tersebut. Hasil informasi
pembobotan dengan nilai yang berbeda-beda
melalui pemetaan partisipatif terhadap
untuk setiap indikator pemicu kerentanan
bencana dapat menjadi masukan berharga bagi
dalam masyarakat berdasarkan analisis,
pemerintah untuk melakukan tindakan yang
informasi di lapangan serta penelitian empiris
tepat, kebijakan dan program dalam konteks
mengenai kerentanan masyarakat. Perumusan
manajemen risiko penanggulangan bencana
indeks atau bobot perlu mempertimbangkan
Gunungapi Merapi.
variabel penting yang menjadi pemicu dalam
meningkatkan kerentanan sehingga indikator Berdasarkan sejarah letusannya, Gunungapi
yang memiliki pengaruh paling besar terhadap Merapi memiliki periode letusan cukup pendek.
timbulnya kerentanan diberikan bobot lebih Daerah rawan bahaya lahar pascaerupsi
tinggi. Kerentanan sosial yang bersifat merupakan suatu daerah yang pernah terjadi
kualitatif kemudian dikuantifikasikan agar bencana banjir lahar sehingga dapat digunakan
dapat disajikan menjadi informasi yang lebih untuk memprediksi kejadian yang akan datang
akurat yang bertujuan untuk pengurangan meliputi besarnya kejadian (magnitude),
risiko bencana. Dalam melakukan penilaian frekuensi dan luas area terdampak. Penduduk
indikator kerentanan, kriteria, nilai dan bobot di daerah bencana banjir lahar di Kecamatan
yang diberikan tidak berarti definitif, hal ini Salam, Kabupaten Magelang terdiri dari
tergantung pada tingkatan dan jenis masyarakat berbagai kelompok sosial. Kerentanan dan
yang diteliti (Mustafa dkk., 2008). kapasitas terhadap bencana masing-masing

228 Sosiokonsepsia Vol. 18, No. 02, Mei - Agustus, Tahun 2013
kelompok akan berbeda sehingga penting menggunakan metode interpolasi. Metode
melakukan pengkajian mengenai berbagai yang digunakan adalah Metode Kriging
kelompok sosial dan kerentanan masyarakat. yang merupakan salah satu teknik interpolasi
Penilaian kerentanan di tingkat mikro berdasarkan pada metode statistik. Metode ini
masih terbatas dengan demikian penelitian berasal dari teori regionalisasi variabel dengan
ini bertujuan untuk: 1) mengidentifikasi cara perhitungan titik pada masing-masing nilai
karakteristik bahaya banjir lahar dan elemen- yang telah diberikan dengan menggunakan rata-
elemen berisiko (penduduk dan permukiman) rata tertimbang. Faktor pembobotan ditentukan
terhadap bahaya banjir lahar, dan 2) menilai dengan menggunakan model semi-variogram.
tingkat kerentanan masyarakat terhadap bahaya Model semi-variogram akan menggambarkan
banjir lahar di daerah penelitian. hubungan antara kuadrat perbedaan jarak dan
pasangan nilai masing-masing titik. Model
Metode penelitian yang digunakan dalam
semi-variogram ini akan menghasilkan korelasi
penelitian ini adalah metode penelitian survei
spasial dengan fungsi kontinyu untuk operasi
dan observasi di lokasi penelitian. Metode survei
kriging selanjutnya, (ITC, dalam Marschiavelli
yang dilakukan adalah survei sampling artinya
2008).
kegiatan survei yang menggunakan sampling.
Pengambilan sampel responden dari suatu Penilaian bahaya banjir lahar dilakukan
populasi dapat menggambarkan keseluruhan melalui pendekatan kualitatif berdasarkan pada
populasi. Populasi dalam penelitian dibagi kategori bahaya tinggi, sedang dan rendah,
dalam tingkatan desa di Kecamatan Salam berdasarkan persepsi masyarakat tentang bahaya
yang dilalui oleh sungai-sungai yang berhulu tinggi, sedang dan rendah, sehingga keputusan
di Gunungapi Merapi. Jumlah sampel dalam untuk melakukan tindakan mendapatkan
penelitian ini sebanyak 180 responden. respons yang signifikan dari masyarakat.
Jumlah kelas kualitatif bervariasi tetapi tiga atau
Metode Participatory Geographic
lima kelas yang diterima secara umum yang
Information System (P-GIS) digunakan
memiliki hubungan langsung dengan kondisi
untuk pemetaan bahaya banjir lahar. Metode
praktis. Definisi untuk penilaian risiko secara
P-GIS melibatkan responden di lokasi
kualitatif mempertimbangkan kelas untuk
penelitian melalui metode terestrial (tracking)
besarnya, probabilitas, bahaya, kerentanan dan
menggunakan GPS Garmin 76 CSX, kegiatan
risiko tertentu (Fell, dalam Van Westen 2009).
transect walk di area terdampak banjir lahar,
Metode ini menggunakan pendekatan penilaian
pemetaan ketinggian dan frekuensi kejadian
dan pembobotan yang menekankan pada
banjir lahar. Data sekunder yang digunakan
kuantifikasi komponen subjektif yang terlibat
antara lain: Citra Satelit Resolusi Tinggi
dalam prosedur penilaian bahaya sebanyak
Quickbird tahun 2010, Peta RBI Lembar
mungkin, mendefinisikan istilah tepat dan jelas
Muntilan skala 1:25.000 (edisi Bakosurtanal:
dalam pengembangan kategori bahaya yang
I-2001) dan Peta Penggunaan Lahan skala 1:
dapat disajikan dalam format kuantitatif (Van
70.000 tahun 2010 (Sumber BAPPEDA Kab.
Westen 2009).
Magelang).
Untuk mengkaji tingkat kerentanan pada
Hasil P-GIS kemudian diekstrak dan
tingkat regional berdasarkan pada sektor
diolah menggunakan software ArcGIS 9.3
rumah tangga maka metode yang sesuai adalah
untuk penilaian bahaya banjir lahar dengan
mengukur kerentanan dengan menggunakan

Penilaian Masyarakat Tentang Bahaya Lahar dan Kerentanan dalam Menghadapi


Ancaman Banjir Lahar di  Kecamatan  Salam,  Magelang. Haruman Hendarsah 229
skala lokal berupa matrik pembobotan pemukiman dengan pola mengelompok pada
untuk setiap kategori kerentanan. Metode dataran rendah. Desa Jumoyo merupakan
penghitungan berupa matrik ini dimodifikasi dari desa di Kecamatan Salam yang mempunyai
metode penghitungan kerentanan rumah tangga luas pemukiman tertinggi sejumlah 169,95 ha
(skala lokal) terhadap letusan gunungapi, yang atau 29,88% dari total luas wilayah desanya.
dipergunakan untuk menghitung kerentanan Sedangkan Desa Tirto merupakan desa dengan
rumah tangga terhadap letusan gunung luas permukiman paling rendah, yaitu 42,76 ha
berapi di Amerika Tengah (Villagran 2006). atau 17,37% dari total luas wilayah desa.
Kemudian dilakukan perbandingan kerentanan
Informasi kerawanan banjir yang diperoleh
antar kelompok maupun rumah tangga di dalam
dari data sekunder berupa Peta Kawasan
masyarakat berdasar pada faktor-faktor penting
Rawan Bencana Gunungapi Merapi dan Area
seperti lokasi, jenis kelamin, usia, tingkat
Terdampak Letusan 2010 (Badan Geologi
pendidikan dan pendapatan.
Kementerian ESDM, 2010), Peta Zonasi
GAMBARAN UMUM LOKASI Ancaman Banjir Lahar (BNBP dan ESDM,
PENELITIAN 2010), Peta Geomorfologi dan Ancaman
Bahaya Gunung Merapi (KLMB Fak. Geografi
Kecamatan Salam merupakan salah satu
Universitas Gadjah Mada, 2010) yang telah
kecamatan di Kabupaten Magelang dengan luas
dilakukan analisis dan observasi lapangan.
3.361,30 ha terdiri atas dua belas desa yaitu Desa
Berdasarkan analisis tersebut diketahui bahwa
Sirahan, Desa Tersan Gede, Desa Baturono,
Kecamatan Salam memiliki daerah yang rawan
Desa Tirto, Desa Seloboro, Desa Gulon, Desa
banjir lahar cukup luas yang mencakup wilayah
Jumoyo, Desa Sucen, Desa Somoketro, Desa
Desa Gulon, Desa Jumoyo, Desa Seloboro,
Kadiluwih, Desa Mantingan dan Desa Salam.
Desa Sirahan, Desa Mantingan, Desa Sucen
Batas-batas administrasi dari Kecamatan Salam
dan Desa Salam.
adalah, sebelah utara: Kec. Srumbung; sebelah
timur: Kec. Tempel (Provinsi D.I.Yogyakarta); Berdasarkan hasil observasi dan pengukuran
sebelah selatan: Kec. Ngluwar dan sebelah luas terdampak banjir lahar pascaerupsi Merapi
barat: Kec. Muntilan. 2010 dengan menggunakan metode terestrial
(tracking) menggunakan GPS Garmin 76
Berdasarkan analisis spasial yang diperoleh
CSX), diketahui total area terdampak banjir
dari Peta RBI Lembar Muntilan untuk wilayah
lahar adalah seluas 194,36 Ha (Gambar 1). Luas
Kecamatan Salam yang diverifikasi dengan
dampak banjir lahar pascaerupsi Merapi 2010
interpretasi citra satelit Quickbird 2010 dan
tersebut tersebar di Desa Mantingan seluas 18,
hasil pengamatan lapangan, sebagian besar
26 Ha dan Desa Jumoyo, Desa Gulon, Desa
wilayah di Kecamatan Salam mempunyai
Seloboro dan Desa Sirahan seluas 176, 10
tingkat kelerengan yang datar. Luas areal dengan
Ha. Hasil observasi di lapangan menunjukkan
tingkat kelerengan tersebut meliputi area seluas
bahwa daerah yang terdampak paling luas
2.948,39 Ha atau 87,72% dari dari luas areal
dan wilayah permukiman terdampak meliputi
yang ada di Kecamatan Salam. Persebaran
Desa Jumoyo, Desa Gulon, Desa Seloboro dan
penduduk membentuk persebaran permukiman,
Desa Sirahan, sedangkan di Desa Sucen dan
dengan pola-pola persebaran permukiman yang
Desa Mantingan area yang terdampak adalah
bervariasi. Namun demikian, sebagian besar
sebagian rumah dan lahan pertanian.
penduduk di Kecamatan Salam menempati

230 Sosiokonsepsia Vol. 18, No. 02, Mei - Agustus, Tahun 2013
Gambar 1. Peta Genangan Lahar Pascaerupsi Merapi Tahun 2010 di Kecamatan Salam
Sumber: Data primer analisis data spasial dengan metode terestrial (tracking) (2011).
Pengembangan informasi pada tingkat lahar (frekuensi), ketinggian banjir lahar, luas
lokal sangat penting, sehingga diperlukan area yang terdampak serta tingkat kerusakan
kerjasama dengan masyarakat lokal dan bangunan/permukiman akibat banjir lahar di
belajar dari pengetahuan serta pengalaman lokasi penelitian.
mereka. Pengetahuan masyarakat diperlukan
Dalam upaya penanggulangan bencana perlu
dalam memahami kerentanan dan kapasitas
dilakukan identifikasi mengenai karakteristik
suatu wilayah, namun jarang tersedia di peta
suatu bencana. Karakteristik bencana banjir
dan bahkan kurang dalam format yang dapat
lahar sebagai akibat bahaya banjir lahar di lokasi
dimasukkan dalam Sistem Informasi Geografis
penelitian perlu dipahami oleh pemerintah
(SIG). Informasi ini sangat penting karena
dan masyarakat terutama yang tinggal di
penduduk lokal memiliki pengetahuan yang
wilayah yang rawan bahaya banjir lahar. Upaya
baik pada peristiwa bencana yang mereka alami,
identifikasi karakteristik bahaya banjir lahar
penyebab dan dampak bencana serta cara mereka
merupakan suatu upaya mitigasi karena dengan
dalam menghadapi bencana. SIG Partisipatif
mengetahui karakteristik tersebut, pemerintah
(P-GIS) merupakan alat yang berguna untuk
dan masyarakat dapat mengetahui fenomena
mengekstraksi pengetahuan masyarakat lokal,
suatu bahaya sehingga dapat dilakukan
persepsi tentang masalah lingkungan dan
langkah-langkah yang diperlukan sebagai upaya
ancaman bahaya, kemudian menyajikan dan
penanggulangan suatu bencana atau setidaknya
mengkomunikasikannya kepada pemangku
dapat mengurangi kemungkinan dampak yang
kepentingan dan pemerintah setempat.
akan ditimbulkan.
Data primer untuk identifikasi bahaya
banjir lahar berdasarkan informasi masyarakat
dan pemetaan partisipatif adalah data-data
mengenai sejarah kejadian bencana banjir

Penilaian Masyarakat Tentang Bahaya Lahar dan Kerentanan dalam Menghadapi


Ancaman Banjir Lahar di  Kecamatan  Salam,  Magelang. Haruman Hendarsah 231
IDENTIFIKASI BAHAYA BANJIR meliputi frekuensi (sejarah) kejadian bencana
LAHAR DENGAN MELIBATKAN banjir lahar, ketinggian genangan banjir lahar,
PERAN SERTA MASYARAKAT kerusakan bangunan/permukiman akibat
Proses identifikasi bahaya banjir lahar banjir lahar dan persepsi penduduk mengenai
dilakukan berdasarkan jumlah sampel dan bahaya banjir lahar yang terjadi di wilayahnya.
sebaran responden di lokasi penelitian. Kemudian setiap responden direkam dan dicatat
Data yang ingin diperoleh dari masyarakat titik koordinatnya dengan menggunakan GPS.
peristiwa banjir lahar di lokasi penelitian

Gambar 2. Citra Satelit Quickbird (High Resolution Image) Kecamatan Salam


Sumber: Data Sekunder Citra Quickbird (2009).

Untuk memudahkan dalam identifikasi Ketinggian Genangan Banjir Lahar


luas genangan banjir lahar, penulis membawa Berdasarkan hasil wawancara dengan
Citra Quickbird Tahun 2010 Kecamatan Salam responden, untuk kejadian banjir lahar tahun
ukuran A3 skala 1:4.000 untuk masing-masing 1969 sebagian besar mereka masih dapat
desa dan ditunjukkan kepada setiap responden. mengingatnya dan memberikan gambaran
Kemudian penulis memberi tanda pada ketinggian banjir lahar tahun 1969 tersebut.
informasi dari responden tersebut. Berdasarkan Menurut masyarakat, lahar di Merapi hampir
hasil wawancara dengan aparat desa di selalu diawali dengan hujan deras. Peristiwa
Kecamatan Salam, peristiwa banjir tahun 2011 banjir lahar dingin pada umumnya lebih kecil,
merupakan bencana banjir lahar setelah tahun namun jauh lebih sering, daripada lahar panas.
1969, selain itu perbedaan antara banjir lahar Namun demikian banjir lahar sebelum tahun
tahun 2011 dan tahun 1969 adalah jenis banjir 1969 sering terjadi aliran lahar panas, hal ini
lahar yang terjadi, pada tahun 1969 yang terjadi dapat diketahui dari banyaknya bongkahan
adalah berupa banjir lahar panas, sedangkan batu-batu dengan ukuran besar, bahkan dapat
tahun 2011 adalah berupa lahar dingin. diketahui dari asal usul nama (toponimi) satu
Informasi hasil kuesioner dan wawancara desa di Kecamatan Salam yaitu Desa Seloboro
dengan responden adalah sebagai berikut: (selo=batu, boro=membara). Sedangkan

232 Sosiokonsepsia Vol. 18, No. 02, Mei - Agustus, Tahun 2013
kejadian banjir lahar pada tahun 2011 Kejadian banjir lahar pada tahun 1973 dan
masyarakat yang menjadi responden terutama tahun 1984 juga masih dapat mereka ingat, banjir
yang terkena banjir lahar masih mengingat lahar pada tahun ini menurut responden tidak
dengan baik peristiwa banjir tersebut, bahkan sampai merusak permukiman, namun sebagian
dengan antusias mereka menunjukkan tinggi besar merusak lahan pertanian penduduk,
genangan banjir yang masih ada di dinding. terutama lahan pertanian di sisi-sisi alur sungai
Untuk memperoleh data tinggi genangan Gunungapi Merapi (Kali Batang, Kali Putih
banjir penulis melakukan pengukuran bekas dan Kali Blongkeng). Sedangkan informasi
tanda banjir yang ada di dinding responden. kejadian banjir lahar pada akhir tahun 2010
Peta ketinggian genangan banjir lahar menurut dan tahun 2011 pascaerupsi Gunungapi Merapi
informasi responden disajikan dalam Gambar 3. 2010, sebagian besar responden masih dapat
mengingatnya. Frekuensi (sejarah) kejadian
Frekuensi Kejadian Bencana Banjir Lahar bencana banjir lahar berdasarkan informasi
Berdasarkan informasi responden, sejarah responden disajikan dalam Gambar 4.
kejadian banjir lahar di Kecamatan Salam yang
masih mereka ingat antara lain kejadian banjir Penilaian Bahaya Banjir Lahar di
lahar tahun 1969, tahun 1973, tahun 1984 dan Kecamatan Salam
tahun 2010/2011. Dari hasil wawancara dengan Data yang diperoleh dari masyarakat
responden, responden dengan usia > 40 tahun (responden) mengenai peristiwa banjir lahar di
yang merupakan penduduk asli desa-desa di lokasi penelitian meliputi ketinggian genangan
Kecamatan Salam pada umumnya masih dapat banjir lahar dan frekuensi (sejarah) kejadian
mengingat dengan baik kejadian banjir lahar bencana banjir lahar tersebut kemudian dianalisis
pada tahun 1969, menurut mereka peristiwa dan dilakukan pengolahan data secara spasial
banjir lahar pada tahun 1969 merupakan dengan menggunakan software ArcGIS 9.3.
bencana yang masih menyebabkan mereka Sebelum dianalisis, variabel untuk pengukuran
trauma karena jenis banjir lahar pada tahun kerawanan bahaya banjir lahar berdasarkan
1969 berupa banjir lahar panas, mereka dapat informasi responden dilakukan prosedur tes uji
melihat langsung tanda-tanda banjir lahar sampel dengan menggunakan uji satu sampel
melalui kepulan asap tanda akan datangnya (One Sample Test) atau Kolmogorov Smirnov
banjir lahar melalui alur-alur sungai yang untuk mendapatkan gambaran distribusi antar
berhulu di Gunungapi Merapi. responden untuk proses interpolasi. Hasil tes
uji dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Uji Satu Sampel Kolmogorov-Smirnov
KETINGGIAN FREKUENSI BANJIR
LAHAR LAHAR
N 180 180
Normal Parametersa,,b Mean 37.2500 1.2778
Std. Deviation 71.55744 1.51365
Most Extreme Differences Absolute .365 .334
Positive .365 .334
Negative -.301 -.199
Kolmogorov-Smirnov Z 4.901 4.901
Asymp. Sig. (2-tailed) .000 .000
a. Test distribution is Normal.

Penilaian Masyarakat Tentang Bahaya Lahar dan Kerentanan dalam Menghadapi


Ancaman Banjir Lahar di  Kecamatan  Salam,  Magelang. Haruman Hendarsah 233
Metode Kriging yang digunakan dalam nilai major range = 6550, nilai partial skill =
melakukan interpolasi ketinggian banjir 6500, nilai nugget = 1200 dan nilai lag size =
lahar adalah ordinary kriging. Proses kriging 500. Hasil perbandingan beberapa model ada
dilakukan terhadap beberapa model dengan pada Tabel 4.
Tabel 4. Perbandingan Beberapa Model Untuk Metode Ordinary Kriging Ketinggian Banjir Lahar

Root Average
Model Ordinary Mean RMS
No. Mean Mean Standards
Kriging Standarized Standarized
Square Error

1. Circular 0,005595 41,13 42,4 0,00026 0,9698


2. Spherical 0,004798 35,82 33,63 0,00141 1,058
3. Exponential 0,03385 40,52 41,37 0,00344 0,979
4. Gaussian -0,6128 50,87 48,72 -0,01083 1,039

Berdasarkan hasil perbandingan beberapa untuk ketinggian banjir lahar dapat dilihat pada
model tersebut model yang dipilih untuk Metode Gambar 5.
Ordinary Kriging ketinggian banjir lahar adalah
Metode Kriging yang digunakan dalam
model exponential karena memiliki selisih
melakukan interpolasi frekuensi banjir lahar
prediksi rata-rata standards error dengan root
adalah ordinary kriging. Proses Kriging
mean square paling kecil (0,85) dan nilai root
dilakukan terhadap beberapa model dengan
mean square standarized paling mendekati satu
nilai major range = 4250, nilai partial skill
(0,979). Hasil interpolasi menggunakan Metode
= 3,14, nilai nugget 0,15 dan nilai lag size =
Ordinary Kriging dengan model exponential
500. Hasil perbandingan beberapa model dapat
dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Perbandingan Beberapa Model Untuk Metode Ordinary Kriging Frekuensi Banjir Lahar

Root Average
Model Ordinary Mean RMS
No. Mean Mean Standards
Kriging Standarized Standarized
Square Error

1. Circular 0,005047 0,3437 0,3701 0,005989 0,9886


2. Spherical 0,004875 0,3436 0,3751 0,005486 0,9753
3. Exponential 0,004027 0,3432 0,463 0,003112 0,788
4. Gaussian -0,002488 0,4706 0,4336 -0,008863 1,085

Berdasarkan hasil perbandingan beberapa (0,02) dan nilai root mean square standarized
model tersebut model yang dipilih untuk Metode paling mendekati satu (0,989). Hasil interpolasi
Ordinary Kriging adalah model circular karena menggunakan Metode Ordinary Kriging
memiliki selisih prediksi rata-rata standards dengan model circular untuk frekuensi banjir
error dengan root mean square paling kecil lahar dapat dilihat pada Gambar 6.

234 Sosiokonsepsia Vol. 18, No. 02, Mei - Agustus, Tahun 2013
Gambar 3. Peta Ketinggian Banjir di Kec. Salam Gambar 5. Interpolasi Ketinggian Banjir Lahar
di Kec. Salam

Gambar 4. Peta Frekuensi (history) Banjir Lahar Gambar 6. Interpolasi Frekuensi Banjir Lahar di
di Kec. Salam Kec. Salam

Sumber: Data primer hasil analisis data spasial menggunakan metode kriging untuk interpolasi ketinggian dan
frekuensi banjir lahar di Kecamatan Salam (2012).

Penilaian bahaya banjir lahar di lokasi kombinasi antara ketinggian genangan lahar
penelitian dilakukan dengan menggunakan dengan frekuensi kejadian banjir lahar (Tabel
matriks secara kualitatif dengan melakukan 6).

Tabel 6. Ketinggian Genangan Lahar dan Frekuensi Kejadian Banjir Lahar di Kecamatan Salam
KETINGGIAN
GENANGAN 0 1-50 cm 51-100cm 101-200cm > 200cm
LAHAR
FREKUENSI BOBOT 0 0,25 0,5 0,75 1
Tidak pernah 0 0 0 0 0 0
1 kali kejadian 0,25 0 0,06 0,13 0,19 0,25
2 kali kejadian 0,5 0 0,13 0,25 0,38 0,50

Penilaian Masyarakat Tentang Bahaya Lahar dan Kerentanan dalam Menghadapi


Ancaman Banjir Lahar di  Kecamatan  Salam,  Magelang. Haruman Hendarsah 235
3 kali kejadian 0,75 0 0,19 0,38 0,56 0,75
4 kali kejadian 1 0 0,25 0,50 0,75 1
Sumber: Data primer hasil survei (2011).

Kecamatan Salam Kabupaten Magelang dan verifikasi di lapangan untuk klasifikasi


merupakan salah satu kecamatan yang paling kerawanan bahaya banjir lahar di lokasi
rawan bahaya lahar pasca erupsi Gunungapi penelitian (Tabel 7). Selain itu juga berdasarkan
Merapi 2010 karena terletak di sisi barat persepsi masyarakat dalam menilai tingkat
daya dari Gunungapi Merapi yang dilalui bahaya. Menurut informasi masyarakat dan
oleh empat sungai yang berhulu di puncak hasil FGD dengan masyarakat, banjir lahar
Gunungapi Merapi, dengan demikian desa-desa dengan ketinggian 51-100 cm berpotensi akan
di Kecamatan Salam rawan terhadap bahaya menimbulkan bencana ketika curah hujan
banjir lahar. Namun setiap desa di Kecamatan belum reda, terutama curah hujan di puncak
Salam memiliki tingkat bahaya yang berbeda Gunungapi Merapi. Lahar akan berdampak
sehingga dilakukan klasifikasi terhadap tingkat menjadi bencana ketika ketinggian genangan
bahaya banjir lahar di Kecamatan Salam. lahar lebih dari 1 meter (> 100 cm) karena
dengan ketinggian genangan > 100 cm maka
Penilaian tingkat kerawanan bahaya banjir
material yang terbawa aliran lahar biasanya
lahar dilakukan berdasarkan kombinasi antara
berupa material batuan dalam ukuran besar dan
ketinggian genangan lahar dengan frekuensi
material bawaan akibat banjir lahar seperti kayu
kejadian banjir lahar serta hasil validasi
(pohon) maupun material berat lainnya

Tabel 7. Klasifikasi Kerawanan Bahaya Banjir Lahar di Kecamatan Salam


No. Nilai Kerawanan Tingkat Kerawanan
1. 0 Kerawanan rendah
2. 0,06 – 0,13 Kerawanan sedang
3. 0, 19 – 1 Kerawanan tinggi

236 Sosiokonsepsia Vol. 18, No. 02, Mei - Agustus, Tahun 2013
Hasil klasifikasi kelas kerawanan ini kemudian diolah secara spasial dengan metode interpolasi (Gambar 7).

Gambar 7. Klasifikasi Kelas Kerawanan


Sumber: Data primer hasil analisis data spasial (2012).

Berdasarkan analisis data spasial terhadap tingkat kerawanan bahaya banjir lahar dapat
tingkat kerawanan bahaya banjir lahar di dilihat pada Tabel 8.
Kecamatan Salam maka luas area terhadap
Tabel 8. Luas Area Terhadap Tingkat Kerawanan Banjir Lahar di Kecamatan Salam
Luas Area terhadapTingkat Kerawanan Banjir Lahar
Luas Wilayah
No Desa Rendah Sedang Tinggi
Desa (Ha)
Ha % Ha % Ha %
1. Sirahan 238,07 0,49 0,21 44,32 18,62 193,25 81,17
2. Tersan Gede 301,36 279,05 92,6 22,31 7,4 - -
3. Baturono 145,7 145,7 100 - - - -
4. Tirto 246,12 237,75 96,6 8,37 3,4 - -
5. Seloboro 183,16 10,35 5,65 92,7 50,61 80,11 43,74
6. Gulon 440,16 139,35 31,66 152,62 34,67 148,19 33,67
7. Jumoyo 568,81 73,84 12,98 201,81 35,48 293,16 51,54
8. Sucen 405,95 383,96 94,59 21,97 5,41 - -
9. Somoketro 96,62 96,62 - - - - -
10. Kadiluwih 211,55 207,1 97,89 4,45 2,11 - -
11. Mantingan 158,88 123,48 77,72 35,39 22,28 - -
12. Salam 364,93 155,74 42,68 209,19 57,32 - -
JUMLAH 3.361,30 1.853,42 55,14 793,15 23,6 714,71 21,26
Sumber: Analisis data spasial, 2012.

Penilaian Masyarakat Tentang Bahaya Lahar dan Kerentanan dalam Menghadapi


Ancaman Banjir Lahar di  Kecamatan  Salam,  Magelang. Haruman Hendarsah 237
PENILAIAN KERENTANAN ELEMEN dan politik yang memodifikasi cara bagaimana
BERISIKO masyarakat mereduksi risiko, dan berhadapan
Penilaian kerentanan elemen berisiko sosial (coping) dengan dan respon terhadap ancaman
dan ekonomi meliputi karakteristik penduduk (hazards) secara beragam. Faktor yang
dan kondisi sosial ekonomi yang dikumpulkan mempengaruhi kerentanan sosial adalah
dari 180 responden di daerah penelitian. kurangnya akses ke sumber daya (termasuk
Risiko dan kerentanan terhadap bencana yang informasi, pengetahuan, dan teknologi), akses
dihadapi oleh penduduk dalam suatu komunitas terbatas pada kekuasaan politik dan representasi;
merupakan produk dari situasi sosial serta modal sosial, termasuk jaringan sosial dan
hubungan sosial, kepercayaan dan adat istiadat;
lingkungan fisik mereka. Kerentanan dan
usia; individu dengan kondisi rapuh dan fisik
kapasitas individu dan kelompok sosial dalam
yang terbatas, jenis dan kepadatan infrastruktur
masyarakat berkembang dinamis seiring dengan
dan mata pencaharian (Cutter dkk., 2003).
waktu, hal ini akan berpengaruh terhadap
kemampuan mereka untuk menghadapi bencana Penilaian kerentanan pada tingkat mikro
dan pulih dari bencana yang terjadi. Jaringan dengan skala lokal (rumah tangga) dilakukan
sosial, hubungan kekuasaan, pengetahuan dan dengan menggunakan data dan informasi yang
keterampilan, peran gender, kesehatan, status diperoleh melalui sumber data primer, hasil
sosial ekonomi, dan lokasi akan berdampak survei, wawancara dan sumber data sekunder.
terhadap risiko dan kerentanan masyarakat Kemudian menentukan indikator kerentanan
terhadap bencana dan kapasitas untuk sosial-ekonomi serta melakukan pembobotan
meresponsnya. dan kombinasi terhadap indikator-indikator
kerentanan tersebut. Beberapa kelompok
Kerentanan merupakan istilah yang masyarakat lebih rentan terhadap kerusakan,
digunakan untuk menggambarkan paparan kehilangan dan penderitaan dalam konteks
bahaya dan guncangan. Orang lebih rentan bahaya yang berbeda. Elemen berisiko
jika mereka memiliki kecenderungan terkena menjelaskan variasi variabel elemen risiko
dampak peristiwa di luar kontrol mereka. terhadap dampak bencana yang terjadi. Dalam
Definisi kerentanan adalah karakteristik dari menghadapi bahaya tertentu, penting untuk
seseorang atau kelompok dan situasi mereka menentukan bagaimana masing-masing bahaya
yang mempengaruhi kemampuan mereka berinteraksi dengan masing-masing dan setiap
untuk mengantisipasi, mengatasi, menolak dan dimensi elemen berisiko terhadap kerentanan.
memulihkan dari dampak bahaya (Wisner dkk.,
Hasil informasi kerentanan elemen risiko
2004). Hal ini melibatkan kombinasi faktor
sebagai berikut:
yang menentukan sejauh mana kehidupan
seseorang, mata pencaharian, properti dan
A. Usia
aset lainnya berada dalam berisiko terhadap
Berdasarkan hasil kerja lapangan, usia
bencana. Pengkajian kerentanan merupakan
terendah responden adalah 25 tahun dan usia
sistematisasi dan evaluasi dalam konteks rumah
tertinggi adalah 88 tahun. Usia responden
tangga, mata pencaharian, sekelompok orang,
didominasi oleh responden pada tingkat usia
masyarakat, provinsi, negara atau suatu sistem
41-50 tahun sejumlah 64 orang (35,56%),
berkaitan dengan berbagai jenis bahaya.
sedangkan tingkat usia responden terendah
Kerentanan terhadap bencana sesungguhnya adalah pada tingkat usia 80-90 tahun sejumlah
dihasilkan dari proses-proses sosial, ekonomi 1 orang (0,56%).

238 Sosiokonsepsia Vol. 18, No. 02, Mei - Agustus, Tahun 2013
B. Jumlah Jiwa dalam Keluarga Pengertian jumlah jiwa dalam keluarga adalah
Jumlah jiwa dalam keluarga sebagai salah semua orang yang bertempat tinggal di dalam
satu indikator kerentanan disebabkan keluarga suatu rumah tangga. Jumlah jiwa dalam keluarga
dengan anggota keluarga yang besar atau orang dari 180 responden/KK adalah sebanyak 687
tua tunggal sering memiliki keuangan yang jiwa. Sedangkan komposisi jumlah jiwa dalam
terbatas serta tanggung jawab dalam merawat rumah tangga responden tertinggi didominasi
anggota keluarga. Hal ini akan mempengaruhi oleh responden dengan jumlah jiwa 4 orang/
ketahanan dan pemulihan dari bahaya, dengan rumah tangga yaitu sebanyak 67 responden
demikian keluarga besar dengan jumlah jiwa (37,22%), sedangkan terendah adalah
lebih dari 5 orang akan dan rumah tangga responden dengan jumlah jiwa 9 orang/rumah
dengan orang tua tunggal akan meningkatkan tangga sebanyak 1 orang responden (0,56%).
kerentanan dalam menghadapi risiko bencana.

Gambar 8. Jumlah Jiwa dalam Rumah Tangga


Sumber: Data primer (2012).

C. Jumlah Anak, Lanjut Usia dan untuk keluar dari bahaya. Orang lanjut usia
Penyandang Cacat dalam Keluarga dan anak-anak memiliki kendala mobilitas.
Kerentanan suatu rumah tangga juga Dengan demikian lanjut usia, anak-anak
dipengaruhi oleh banyaknya jumlah anggota dan penyandang cacat dalam keluarga dapat
keluarga dengan kategori anak-anak, lanjut meningkatkan kerentanan dalam menghadapi
usia dan penyandang cacat dalam keluarga. risiko bencana.
Usia ekstrim mempengaruhi dalam kondisi

Penilaian Masyarakat Tentang Bahaya Lahar dan Kerentanan dalam Menghadapi


Ancaman Banjir Lahar di  Kecamatan  Salam,  Magelang. Haruman Hendarsah 239
Gambar 9. Jumlah Anak, Lanjut Usia dan Penyandang Cacat
dalam Rumah Tangga
Sumber: Data primer (2012).

D. Jumlah Perempuan dalam Keluarga dampak yang lebih buruk dengan proporsi yang
Perempuan lebih memiliki kesulitan dalam sangat tidak seimbang dibandingkan dengan
hal waktu dibandingkan pria untuk pemulihan laki-laki. Peran dan hubungan gender yang ada
terhadap bencana, sering disebabkan sektor- sangat menentukan sifat dan cakupan kapasitas
spesifik kerja, upah yang lebih rendah, dan yang ada di dalam berbagai elemen masyarakat.
tanggung jawab untuk merawat anggota Perempuan menghadapi hambatan-hambatan
keluarga (Cutter dkk., 2002). Ada cukup berbasis gender dalam menentukan pilihan dan
banyak bukti yang menunjukkan bahwa dalam membangun kapasitas ketika terjadi bencana.
bencana apa pun perempuan biasanya terkena

Gambar 10. Jumlah Perempuan dalam Keluarga


Sumber: Data primer (2012).

240 Sosiokonsepsia Vol. 18, No. 02, Mei - Agustus, Tahun 2013
E. Pendidikan bervariasi dari jenjang pendidikan terendah
Pendidikan yang rendah akan membatasi (SD/SR) sampai tertinggi (Perguruan Tinggi),
kemampuan untuk memahami informasi namun demikian ada juga responden yang
peringatan dan akses ke informasi pemulihan tidak mengenyam pendidikan. Dari 180 orang
bencana. Dengan demikian tingkat pendidikan responden, tingkat pendidikan responden dengan
yang semakin rendah akan meningkatkan frekuensi tertinggi adalah tingkat pendidikan
kerentanan terhadap risiko bencana. Tingkat pada jenjang Sekolah Dasar (SD) sebanyak 65
pendidikan responden di daerah penelitian orang (36,11%) dari total responden.

Gambar 11. Tingkat Pendidikan


Sumber: Data primer (2012).

F. Pendapatan tingkat pendapatan responden di wilayah


Tingkat pendapatan rumah tangga penelitian diklasifikasikan menjadi empat
berhubungan dengan kemampuan untuk klas berdasarkan standar tersebut. Diketahui
menyerap kerugian dan memperbaiki ketahanan dari hasil lapangan bahwa 34% rumah tangga
terhadap dampak bencana. Kekayaan dan berpenghasilan < Rp. 750.00,-/bulan, 44%
pendapatan yang tinggi memungkinkan berpenghasilan Rp 750.000,- s/d 1.500.000,-/
masyarakat untuk menyerap dan pulih dari bulan, 15% berpenghasilan > Rp. 1.500.000,- s/d
kerugian lebih cepat daripada kelompok dengan < Rp. 3.000.000/bulan dan 7% berpenghasilan
pendapatan yang rendah. Berdasarkan data dari ≥ Rp. 3.000.000,-/bulan. Berdasarkan analisis
BPS Kabupaten Magelang, Upah Minimum jenis pekerjaan dan hasil wawancara dengan
Regional (UMR) Kabupaten Magelang pada responden yang bekerja di sektor pertanian, jasa
tahun 2011 adalah Rp. 749.000,00/bulan. dan informal, pendapatan per bulan mereka tidak
Berdasarkan standar Upah Minimum Regional pasti, namun mereka merata-rata pendapatan
(UMR) Kabupaten Magelang, kemudian yang mereka peroleh per/bulan.

Penilaian Masyarakat Tentang Bahaya Lahar dan Kerentanan dalam Menghadapi


Ancaman Banjir Lahar di  Kecamatan  Salam,  Magelang. Haruman Hendarsah 241
Gambar 12. Tingkat Pendapatan
Sumber: Data primer (2012).

G. Pekerjaan ekstraksi sumber daya, dapat meningkatkan


Pekerjaan adalah suatu kegiatan sehari-hari kerentanan dipengaruhi oleh suatu kejadian
yang dilakukan seseorang untuk memenuhi bahaya. Petani, buruh tani, wiraswasta akan
kebutuhan hidup, mencari nafkah dan menjadi mengalami kerugian akibat dampak bencana
pokok kehidupan. Pekerjaan responden alam. Hal ini berbeda dengan jenis pekerjaan
sebagian besar bekerja sebagai petani (23,89%) PNS/TNI/Polri/pensiunan disebabkan dampak
dan buruh bangunan/tambang (23,33%). bencana tidak berpengaruh langsung terhadap
Beberapa pekerjaan, terutama yang melibatkan mata pencaharian mereka.

Gambar 13. Jenis Pekerjaan


Sumber: Data primer (2012).

H. Kepemilikan Jaminan/Asuransi hal ini berkenaan dengan biaya perawatan


Kesehatan dan pengobatan apabila dampak bencana
Kepemilikan jaminan/asuransi bermanfaat pada masyarakat menyebabkan kecelakaan,
dalam mengurangi dampak bencana, keluarga potensi kecacatan atau risiko kematian.
yang tidak memiliki jaminan kesehatan akan Pascaerupsi Gunungapi Merapi 2010 Dinas
menjadi sangat rentan ketika terkena bencana, Kesehatan Kabupaten Magelang mengeluarkan

242 Sosiokonsepsia Vol. 18, No. 02, Mei - Agustus, Tahun 2013
kebijakan berupa pemberian jaminan kesehatan bagi masyarakat yang terkena dampak erupsi
pascabencana (Jamkesmas pascabencana) yang Gunungapi Merapi.
berlaku hingga tanggal 29 Desember 2011

Gambar 14. Kepemilikan Jaminan/Asuransi Kesehatan


Sumber: Data primer (2012).

Berdasarkan Undang-undang Kesehatan, kepemilikan bangunan/tempat tinggal biasanya


pemerintah dan masyarakat bertanggung jawab berdampak pada hak untuk memperoleh bantuan
atas ketersediaan sumber daya, fasilitas, dan BBR (Bahan Bangunan Rumah) pascabencana
pelaksanaan pelayanan secara menyeluruh dari pemerintah. Berdasarkan hasil wawancara
dan berkesinambungan pada bencana. di lapangan status kepemilikan bangunan hanya
Pelayanan kesehatan ini mencakup pelayanan mencakup dua kriteria kepemilikan bangunan,
kegawatdaruratan yang bertujuan untuk yaitu milik sendiri sejumlah 88,33% dan milik
menyelamatkan nyawa dan kecacatan lebih orang tua sejumlah 11,67%.
lanjut, segala pembiayaan pelayanan kesehatan
ini dijamin oleh pemerintah. Berdasarkan J. Jangka waktu domisili
informasi di lapangan, jumlah keluarga yang Jangka waktu domisili adalah lama waktu
tidak memiliki jaminan/asuransi kesehatan responden mulai bertempat tinggal di daerah
menempati urutan tertinggi dengan jumlah tersebut hingga penelitian ini dilakukan.
responden sebanyak 86 orang (47,78%), Jangka waktu domisili masyarakat dalam
sedangkan kepemilikan jaminan kesehatan kaitannya dengan elemen risiko bencana terkait
pascabencana dimiliki oleh 27 responden erat dengan pengalaman masyarakat dalam
(15%). menghadapi bencana yang akan membentuk
persepsi risiko masyarakat terhadap bencana
I. Status kepemilikan bangunan serupa yang pernah terjadi. Selain itu jangka
Status kepemilikan bangunan merupakan waktu domisili berkaitan dengan kohesivitas
salah satu elemen risiko bencana, hal ini (jaringan sosial) yang erat dan lebih luas antara
berkenaan dengan dampak bencana terhadap masyarakat. Jangka waktu domisili berperan
bangunan/tempat tinggal korban bencana yang dalam membentuk tingkat kepercayaan (trust)
mengalami kerusakan atau bahkan hilang/ individu dalam masyarakat. Berdasarkan hasil
musnah akibat bencana. Dengan adanya status wawancara di lapangan jangka waktu domisili

Penilaian Masyarakat Tentang Bahaya Lahar dan Kerentanan dalam Menghadapi


Ancaman Banjir Lahar di  Kecamatan  Salam,  Magelang. Haruman Hendarsah 243
responden sangat bervariasi, namun sebagian penelitian yang telah tinggal selama 41 s/d 50
besar didominasi oleh responden di daerah tahun yaitu sebanyak 39 responden (21,67%).

Gambar 15. Jangka Waktu Domisili


Sumber: Data primer (2012).

Penilaian dan Pembobotan Indikator Penilaian dan pembobotan indikator


Kerentanan Sosial dan Ekonomi merupakan hal penting dalam penentuan
Berdasarkan hasil lapangan dan analisis tingkat kerentanan sosial ekonomi masyarakat.
data sekunder yang ada, penulis kemudian Indikator yang digunakan dalam penghitungan
menyeleksi dan menentukan variabel yang ini meliputi indikator kerentanan ekonomi dan
berpengaruh terhadap kerentanan penduduk kerentanan sosial. Indikator kerentanan ekonomi
yang ada di Kecamatan Salam. Indikator ini meliputi jenis pekerjaan, tingkat pendapatan,
merupakan gambaran kondisi sosial ekonomi tingkat pendidikan dan kepemilikan jaminan/
diantaranya tentang jenis pekerjaan, tingkat asuransi kesehatan. Sedangkan indikator
pendapatan, pendidikan, akses kesehatan kerentanan sosial meliputi jumlah anak, lanjut
berupa kepemilikan jaminan/asuransi usia dan kelompok berkebutuhan khusus dalam
kesehatan, jumlah kelompok rentan dalam keluarga; jumlah perempuan dalam keluarga;
keluarga, struktur keluarga, jangka waktu struktur keluarga; jangka waktu domisili dan
domisili dan status kepemilikan bangunan. status kepemilikan bangunan.
Dalam penilaian kerentanan sosial ini berbagai
Kerentanan ekonomi merupakan sebab dan
gambaran kondisi sosial ekonomi dalam
sekaligus gejala kemiskinan. Kemiskinan tidak
skala lokal (rumah tangga) yang diperoleh
sama dengan kerentanan, namun kemiskinan
di lapangan kemudian dilakukan klasifikasi,
dan kerentanan terhadap bencana saling
pembobotan dan kombinasi untuk menentukan
berkaitan erat dan saling memperkuat satu
tingkat kerentanan di masyarakat. Dalam
sama lain. Bencana berpotensi menjadi sumber
penentuan bobot terhadap indikator kerentanan
kesulitan untuk sementara waktu dan jangka
sosial perlu mempertimbangkan faktor-faktor
panjang serta dapat menyebabkan kelompok-
yang sangat mempengaruhi tingkat kerentanan
kelompok tertentu ke bawah garis kemiskinan
rumah tangga terhadap bahaya banjir lahar,
bahkan dapat menyebabkan kemiskinan yang
sehingga dalam penilaian kerentanan diberikan
kronis terhadap rumah tangga yang sebelumnya
nilai yang berbeda untuk masing-masing
rentan dari aspek ekonomi. Kemiskinan adalah
parameter tersebut.

244 Sosiokonsepsia Vol. 18, No. 02, Mei - Agustus, Tahun 2013
keadaan kurangnya akses ke sumber daya kunci ekonomi rumah tangga di daerah penelitian
yang diperlukan untuk dapat berpartisipasi diketahui bahwa nilai terendah adalah 17 dan
dalam kehidupan sosial dan ekonomi. Indikator nilai tertinggi adalah 42, setiap jenis kerentanan
kerentanan ekonomi mendapatkan bobot lebih diukur melalui indikator yang berkaitan dengan
tinggi daripada indikator kerentanan sosial kerentanan dan menggunakan klasifikasi dalam
karena memberikan kontribusi yang lebih besar tiga rentang, yaitu rendah, sedang dan tinggi.
terhadap timbulnya kerentanan rumah tangga. Sebelum dibagi ke dalam tiga kelas, penulis
melakukan penghitungan statistik terhadap
Pekerjaan sebagai salah satu indikator
hasil pengharkatan dan pembobotan diketahui
kerentanan ekonomi mendapat bobot paling
angka rata-rata pada 34,48 dengan standar
tinggi dalam penilaian kerentanan sosial
deviasi 3,19. Berdasarkan penilaian klas interval
ekonomi karena merupakan salah satu elemen
tersebut maka dapat ditentukan interval klas
utama dari ketahanan masyarakat dalam
untuk tingkat kerentanan terhadap 180 rumah
menghadapi bencana. Pekerjaan mendapat
tangga sebagaimana disajikan dalam Tabel 9.
bobot lebih tinggi daripada tingkat pendapatan
karena dalam analisis tingkat pendapatan sangat Tabel 9. Klasifikasi dan Kelas Kerentanan
sulit untuk mendapatkan data yang akurat. Hal No. Tingkat Nilai interval klas
ini disebabkan oleh perbedaan pekerjaan yang kerentanan kerentanan

menyebabkan perbedaan sistem pembayaran 1. Rendah 17 – 24


2. Sedang 25 – 33
gaji/upah/pendapatan. Jenis pekerjaan PNS/
3. Tinggi 34 – 42
TNI/POLRI atau pensiunan yang mendapat
gaji rutin per bulan tentu berbeda dengan jenis
pekerjaan buruh bangunan dan sopir yang Hasil penilaian klasifikasi dan kelas
penggajian berdasarkan sistem upah maupun kerentanan tersebut kemudian dilakukan proses
jenis pekerjaan sebagai petani, buruh tani, penghitungan terhadap 180 rumah tangga di
pedagang dan wiraswasta (peternak) yang daerah penelitian, sebagai ilustrasi pada Tabel
mendapatkan penghasilan dari hasil tanam dan 10 merupakan salah satu contoh penghitungan
hasil penjualan. terhadap salah satu rumah tangga dengan
kerentanan sosial tinggi. Berdasarkan hasil
Penilaian dan pembobotan dalam penelitian penilaian dan pembobotan, tingkat kerentanan
ini mencakup sembilan indikator yang dapat rumah tangga ini termasuk dalam kategori
memberikan pengaruh timbulnya kerentanan kerentanan tinggi karena berada di interval klas
rumah tangga. Berdasarkan hasil penghitungan 34-42.
terhadap sembilan indikator kondisi sosial

Penilaian Masyarakat Tentang Bahaya Lahar dan Kerentanan dalam Menghadapi


Ancaman Banjir Lahar di  Kecamatan  Salam,  Magelang. Haruman Hendarsah 245
Tabel 10. Penilaian dan Pembobotan Indikator Kerentanan

Sumber: Analisis data primer (2012).

Hasil penghitungan terhadap 180 rumah tangga (51,11%) dan tingkat kerentanan
tangga di Kecamatan Salam, diketahui jumlah tinggi sejumlah 77 rumah tangga (42,78%).
rumah tangga dengan tingkat kerentanan sosial Karakteristik rumah tangga dengan tingkat
rendah berjumlah 11 rumah tangga (6,11%), kerentanan sosial yang berbeda di Kecamatan
tingkat kerentanan sedang sejumlah 92 rumah Salam dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Tingkat Kerentanan di Kecamatan Salam
Tingkat Kerentanan
No Desa Rendah Sedang Tinggi
frek % frek % frek %
1. Sirahan - - 5 33,3 10 66,7
2. Tersan Gede 1 6,7 6 40 8 53,3
3. Baturono 1 6,7 7 46,7 7 46,7
4. Tirto 1 6,7 7 46,7 7 46,7
5. Seloboro 3 20 8 53,3 4 26,7
6. Gulon - - 7 46,7 8 53,3
7. Jumoyo - - 12 80 3 20
8. Sucen - - 8 53,3 7 46,7

246 Sosiokonsepsia Vol. 18, No. 02, Mei - Agustus, Tahun 2013
9. Somoketro 2 13,3 6 40 7 46,7
10. Kadiluwih 3 20 10 66,7 2 13,3
11. Mantingan - - 6 40 9 60
12. Salam - - 10 66,7 5 33,3
TOTAL 11 6,1 92 51,1 77 47,8
Sumber: Analisis data primer (2012).

INDIKATOR KERENTANAN peta antara poligon permukiman dengan peta


Kerentanan merupakan paparan risiko dan kerawanan banjir lahar. Hasil analisis spasial
ketidakmampuan untuk menghindari potensi menunjukkan bahwa permukiman yang rentan
bahaya. Kerentanan merupakan suatu kondisi terhadap bahaya banjir lahar dengan tingkat
komunitas atau masyarakat yang mengarah kerentanan tinggi seluas 188,49 Ha (23,37%)
atau menyebabkan ketidakmampuan dalam yang meliputi: Desa Jumoyo (90,56 Ha), Desa
menghadapi ancaman bahaya. Kerentanan Sirahan (42,67 Ha), Desa Gulon (38,97 Ha) dan
merupakan konsekuensi dari sebuah kondisi Desa Seloboro (16,3 Ha).
yang ditentukan oleh faktor atau proses
Berdasarkan hasil analisis kerentanan di
fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan, yang
skala lokal (rumah tangga) yang dilakukan
meningkatkan kemungkinan masyarakat terkena
melalui survei rumah tangga, membuat
ancaman. Terdapat beberapa aspek kerentanan,
indeks dan indikator berdasarkan faktor yang
yang timbul dari faktor fisik, sosial, ekonomi
berbeda di Kecamatan Salam dapat diketahui
dan lingkungan. Kerentanan bervariasi secara
karakteristik serta tingkat kerentanan sosial
signifikan dalam masyarakat dan dari waktu ke
ekonomi masyarakat. Desa dengan persentase
waktu. Kerentanan sebagai karakteristik dari
tingkat kerentanan sosial yang tinggi
elemen yang penting (masyarakat, sistem atau
dibandingkan dengan tingkat kerentanan yang
aset) yang independen terhadap risiko yang
lain di Kecamatan Salam meliputi Desa Sirahan
dihadapi.
(66,7%), Desa Tersan Gede (53,3%), Desa
Hasil pemetaan bahaya lahar (lahar Gulon (53,3%) dan Desa Mantingan (60%).
hazard map) dengan menggunakan metode
Risiko bencana banjir lahar meliputi jumlah
Participatory Geographic Information
nyawa yang hilang, luka-luka, kerusakan
System (P-GIS) yang melibatkan masyarakat
harta benda dan terganggunya aktivitas
di daerah penelitian menunjukkan bahwa
ekonomi akibat banjir lahar sehingga dampak
wilayah dengan kategori kerawanan terhadap
risiko terkait dengan elemen-elemen berisiko
bahaya banjir lahar tinggi meliputi wilayah
(penduduk dan permukiman). Berdasarkan
yang berada di dekat alur sungai Kali Putih
hasil analisis bahaya banjir lahar dan kerentanan
dan Kali Blongkeng yang meliputi: Desa
sosial di Kecamatan Salam, wilayah dengan
Jumoyo (293,16 ha), Desa Sirahan (193,25 ha),
risiko tinggi terhadap bahaya banjir lahar
Desa Gulon (148,19 ha) dan Desa Seloboro
(tingkat kerawanan bahaya lahar tinggi dan
(80,11 ha) sehingga total area rawan bahaya
tingkat kerentanan masyarakat tinggi) adalah
lahar seluas 714,71 ha (21,26% dari total luas
Desa Sirahan dan Desa Gulon.
Kecamatan Salam). Analisis tingkat kerentanan
permukiman terhadap bahaya banjir lahar Keterkaitan kondisi lingkungan daerah
diperoleh melalui tumpangsusun (overlay) penelitian yang berada di dataran kaki

Penilaian Masyarakat Tentang Bahaya Lahar dan Kerentanan dalam Menghadapi


Ancaman Banjir Lahar di  Kecamatan  Salam,  Magelang. Haruman Hendarsah 247
Gunungapi Merapi memiliki dua sisi yang menghadapi bencana. Hal ini merupakan salah
berbeda terhadap kerentanan masyarakat. satu faktor yang paling berkontribusi dalam
Pada satu sisi kerentanan akan meningkat meningkatkan kerentanan masyarakat ketika
ketika masyarakat tinggal di lokasi yang rawan bencana terjadi sehingga indikator kerentanan
terhadap bahaya Gunungapi Merapi. Di sisi ekonomi sangat mudah dipengaruhi oleh kondisi
lain kerentanan masyarakat akan cenderung eksternal (bencana) dan internal (pekerjaan dan
menurun ketika mereka tinggal di lokasi yang pendapatan).
tidak rawan terhadap bahaya Gunungapi
Beberapa indikator kerentanan sosial dalam
Merapi sehingga masyarakat dapat terhindar
masyarakat selain dipengaruhi oleh indikator
dari dampak bencana gunungapi yang terjadi.
kerentanan ekonomi juga dipengaruhi kondisi
Ketika bahaya banjir lahar sebagai bahaya
lain yang memberi kontribusi meningkatnya
sekunder erupsi Gunungapi Merapi terjadi
kerentanan rumah tangga dalam menghadapi
maka pada lokasi yang rawan bahaya banjir
bencana, antara lain usia, jenis kelamin, status
lahar dan kerentanan sosial masyarakat di
sosial ekonomi, pekerjaan, struktur keluarga,
lokasi tersebut tinggi maka bahaya banjir lahar
tingkat pendidikan, dan status kepemilikan
akan mengakibatkan bencana bagi masyarakat.
rumah. Pada skala rumah tangga indikator
Sehingga diperlukan kemampuan komunitas,
kerentanan sosial mengenai usia dikembangkan
sistem atau masyarakat untuk menanggulangi
menjadi jumlah anak, lanjut usia dan kelompok
sehingga dapat mencapai tingkat yang dapat
berkebutuhan khusus dalam keluarga, hal
diterima dalam fungsi dan struktur dalam
ini disebabkan indikator-indikator tersebut
masyarakat. Hal ini dapat ditentukan oleh sejauh
merupakan satu kesatuan dalam komposisi
mana sistem sosial mampu mengatur dirinya
anggota keluarga dalam rumah tangga yang
sendiri dan kemampuan untuk meningkatkan
tidak dapat dipisahkan. Kepemilikan jaminan/
kapasitas untuk belajar dan adaptasi, termasuk
asuransi akan sangat berpengaruh dalam
kemampuan untuk pulih dari bencana.
meningkatkan kerentanan sosial ekonomi
Kecamatan Salam merupakan daerah rumah tangga, keluarga yang tidak memiliki
perdesaan pada dataran kaki gunungapi yang jaminan kesehatan akan menjadi sangat rentan
identik dengan jenis pekerjaan penduduk yang ketika terkena bencana, hal ini berkenaan
mayoritas sebagai petani sehingga dengan dengan biaya perawatan dan pengobatan
demikian sebagian besar masyarakat hanya apabila dampak bencana pada masyarakat
memiliki beberapa sumber atau bahkan satu menyebabkan kecelakaan, potensi kecacatan
sumber pendapatan yaitu dari hasil pertanian. atau risiko kematian.
Kerentanan ekonomi merupakan sebab dan
Berdasarkan identifikasi kerentanan
sekaligus gejala kemiskinan. Kemiskinan
masyarakat dalam menghadapi ancaman
tidak sama dengan kerentanan, namun
banjir lahar di Kecamatan Salam Kabupaten
kemiskinan dan kerentanan terhadap bencana
Magelang maka perlu dikembangkan upaya
saling berkaitan erat dan saling memperkuat
peningkatan kapasitas masyarakat. Menurut
satu sama lain. Pekerjaan sebagai salah satu
sejarah letusannya Gunungapi Merapi memiliki
indikator kerentanan ekonomi mendapat bobot
periode letusan cukup pendek, yaitu berkisar
paling tinggi dalam penilaian kerentanan sosial
rata-rata antara 2-4 tahun sekali, hal ini
ekonomi karena merupakan salah satu elemen
menyebabkan terbentuknya sikap masyarakat
utama dari ketahanan masyarakat dalam
di sekitar lereng Gunungapi Merapi dengan apa

248 Sosiokonsepsia Vol. 18, No. 02, Mei - Agustus, Tahun 2013
yang biasa disebut “budaya bencana”. Dengan menimbulkan kerentanan dapat dipengaruhi
demikian persepsi resiko masyarakat disekitar oleh kondisi eksternal. Namun demikian,
lereng Gunungapi Merapi terbangun dari tingkat kerentanan sosial masyarakat di lokasi
dampak nyata suatu bahaya Gunungapi Merapi penelitian saat ini dapat memberikan gambaran
yang pernah dialami seseorang, pengalaman mengenai kondisi masyarakat dalam upaya
pribadi dalam mengalami peristiwa berbahaya, pengurangan risiko bencana, terutama bencana
tingkat bahaya erupsi Gunungapi Merapi yang banjir lahar. Penelitian terhadap kerentanan
dirasakan dan dapat dikendalikan (efeknya sosial secara terpadu dan terintegrasi perlu
dapat dicegah) dan besarnya skala bahaya yang dilakukan dalam upaya untuk mengetahui akar
terjadi serta dampak yang diakibatkan oleh penyebab kerentanan sosial dalam masyarakat
bahaya tersebut. Hal ini dpat meningkatkan di Kecamatan Salam. Informasi kerentanan
kapasitas masyarakat berupa kekuatan dan sosial masyarakat Kecamatan Salam ini
sumber daya yang ada pada individu, keluarga setidaknya dapat memberikan gambaran bagi
atau masyarakat yang memungkinkan mereka pemerintah daerah, stakeholders, LSM/NGO
bertahan, mencegah, siap, mengurangi dampak, dan masyarakat di lokasi penelitian dalam
atau cepat pulih dari bencana. mengembangkan upaya penanggulangan
bencana secara lebih komprehensif, terutama
Struktur masyarakat yang tinggal di
dalam menghadapi bahaya banjir lahar yang
sekitar lereng Gunungapi Merapi merupakan
akan terjadi.
struktur sosial masyarakat perdesaan, hal ini
menjadi faktor penting dalam membentuk PENUTUP
perilaku masyarakat dalam menghadapi bahaya
Kecamatan Salam Kabupaten Magelang
Gunungapi Merapi. Salah satu contoh struktur
merupakan salah satu kecamatan yang paling
sosial masyarakat perdesaan, peran kepala
rawan bahaya lahar pascaerupsi Gunungapi
dusun dalam masyarakat di daerah penelitian
Merapi 2010 karena terletak di sisi barat daya
lebih dominan daripada peran pihak berwenang
dari Gunungapi Merapi yang dilalui oleh empat
lainnya karena ketika terjadi letusan Gunungapi
sungai yang berhulu di puncak Gunungapi
Merapi berikut bahaya sekundernya, keputusan
Merapi, yaitu Kali Krasak, Kali Batang, Kali
untuk evakuasi maupun keputusan kembali ke
Putih dan Kali Blongkeng. Analisis bahaya
tempat tinggal setelah kondisi aman biasanya
sebagai bagian dari analisis risiko bencana
diambil berdasarkan keputusan masyarakat
dapat dilakukan melalui metode SIG Partisipatif
yang ditetapkan oleh kepala dusun. Kapasitas
(P-GIS) untuk mengekstraksi pengetahuan
mencakup sarana dan prasarana fisik; lembaga;
masyarakat lokal mengenai bahaya banjir lahar
kemampuan menghadapi masyarakat;
yang pernah terjadi.
pengetahuan dan pengalaman individu dalam
menghadapi bencana dan atribut kolektif Wilayah dengan kategori kerawanan
seperti hubungan sosial, kepemimpinan terhadap bahaya banjir lahar tinggi adalah
dan manajemen. Dampak bencana dapat wilayah yang berada di dekat alur sungai Kali
diminimalisir ketika masyarakat memiliki Putih dan Kali Blongkeng yang meliputi Desa
kemampuan dalam mengantisipasi dampak Jumoyo, Desa Gulon, Desa Seloboro dan Desa
yang ditimbulkan. Sirahan yang mencakup area seluas 714, 71
ha (21,26% dari total luas Kecamatan Salam).
Kerentanan sosial dalam masyarakat bersifat
Elemen berisiko pada wilayah dengan kategori
dinamis karena beberapa indikator yang dapat

Penilaian Masyarakat Tentang Bahaya Lahar dan Kerentanan dalam Menghadapi


Ancaman Banjir Lahar di  Kecamatan  Salam,  Magelang. Haruman Hendarsah 249
kerawanan terhadap bahaya banjir lahar pengetahuan lokal, partisipasi masyarakat
tinggi meliputi permukiman seluas 188,49 Ha dalam upaya pengurangan risiko bencana untuk
(23,37%) yang meliputi permukiman: Desa penentuan risiko dan prioritas mitigasi agar
Jumoyo (90,56 Ha), Desa Sirahan (42,67 Ha), berjalan efektif serta berkelanjutan.
Desa Gulon (38,97 Ha) dan Desa Seloboro
Informasi tentang kerawanan suatu wilayah
(16,3 Ha).
terhadap bahaya banjir lahar sangat penting
Berdasarkan analisis kerentanan sosial untuk disampaikan kepada masyarakat yang
berdasarkan penilaian terhadap sembilan tinggal di lokasi rawan terhadap bahaya banjir
indikator kondisi sosial ekonomi masyarakat, lahar. Hal tersebut bertujuan mengurangi risiko
terdapat 42,8% rumah tangga dengan yang timbul akibat bencana banjir lahar. Selain
kerentanan tinggi, 51,1% rumah tangga dengan itu, peningkatan kapasitas masyarakat sebagai
kerentanan sedang dan 6,1% rumah tangga bagian dari mitigasi non-struktural perlu
memiliki kerentanan rendah. Desa dengan dilakukan di daerah rawan bahaya banjir lahar.
persentase tingkat kerentanan sosial yang tinggi Salah satunya melalui upaya pemberdayaan
dibandingkan dengan tingkat kerentanan yang masyarakat melalui jaringan sosial (social
lain di Kecamatan Salam meliputi Desa Sirahan network) yang merupakan aset yang ada dan
(66,7%), Desa Mantingan (60%), Desa Tersan tumbuh di dalam masyarakat.
Gede (53,3%) dan Desa Gulon (53,3%).
Hasil analisis bahaya dan analisis
Hasil analisis bahaya banjir lahar dan kerentanan dapat digunakan untuk melakukan
kerentanan sosial di Kecamatan Salam, penilaian terhadap kapasitas masyarakat dengan
menunjukkan bahwa Desa Sirahan dengan melakukan identifikasi keanekaragaman sumber
jumlah penduduk 3.416 jiwa dan Desa Gulon daya yang ada dalam masyarakat yang meliputi
dengan jumlah penduduk 7.420 jiwa merupakan pengembangan mitigasi dan kesiapsiagaan
wilayah dengan risiko tinggi terhadap bahaya masyarakat dalam menghadapi bencana, strategi
banjir lahar (tingkat kerawanan bahaya lahar masyarakat dalam menghadapi bencana (coping
tinggi dan tingkat kerentanan masyarakat strategies), seberapa baik akses masyarakat
tinggi). terhadap aset yang memberikan dasar bagi
strategi penghidupan mereka dan bagaimana
Partisipasi masyarakat dalam identifikasi
modal sosial dan institusi sosial dapat memberi
karakteristik bahaya sangat penting dalam
kontribusi terhadap upaya pengurangan risiko
manajemen risiko bencana, khususnya dalam
bencana.
pengurangan risiko bencana (disaster risk
reduction). Hal ini disebabkan masyarakat Dalam perencanaan program mitigasi
lebih mengetahui kondisi lingkungan serta bencana, suatu ancaman (hazard) berhubungan
mengetahui daerah yang rawan terhadap bahaya dengan risiko yang ditimbulkan sehingga
banjir lahar berdasarkan pengalaman dan berkaitan erat dengan konstruksi sosial yang
pengetahuan masyarakat mengenai bencana ada dalam masyarakat. Struktur dan kondisi
yang pernah terjadi di lingkungan mereka. sosial prabencana akan menjadi faktor penentu
Untuk penilaian risiko bencana lahar, Metode dalam meminimalisir dampak bencana.
SIG Partisipatif dengan melibatkan partisipasi Dengan demikian perlu dilakukan pendekatan
aktif masyarakat merupakan metode yang sesuai secara komprehensif dalam upaya membangun
dengan kebutuhan untuk menggabungkan kerangka infrastruktur sosial (manusia,

250 Sosiokonsepsia Vol. 18, No. 02, Mei - Agustus, Tahun 2013
kelembagaan dan politik) sebagai upaya Antropologi Indonesia 62: 55-74.
pengurangan risiko bencana.
UNISDR. (2005). Terminology on Disaster
DAFTAR PUSTAKA Risk Reduction.

Cutter, S.L., Boruff, B.J., & Shirley, W.L. UNISDR. (2009). Terminology on Disaster
(2003). Social Vulnerability to Risk Reduction.
Environmental Hazard, Social Science
Quartely, Volume 84, Number 2, June Westen, Van & Kingma, N. (2009). Multi-
2003. Hazard Risk Assessment, Disaster Risk
Management, Distance Education
Hendarsah, H. (2012). Penilaian Kerentanan Course, Guide book, (ed), www.itc.nl/
dan Kapasitas Masyarakat dalam unu/dgim
Menghadapi Bahaya Banjir Lahar di
Kecamatan Salam Kabupaten Magelang Westen, Van., Kingma, N., & Montoya, L.
Menggunakan Metode SIG Partisipatif. (2009). Multi-Hazard Risk Assessment,
Tesis UGM (tidak diterbitkan). Element at Risk Distance Education
Course, Guide book, (ed), www.itc.nl/
Marcschiavelli, M.I. (2008). Vulnerability unu/dgim
Assessment and Coping Mechanism
Related to Flood in Urban Areas: Westen, Van., & Kingma, N. (2009). Multi-
A Community Based Case Study in Hazard Risk Assessment, Vulnerability
Kampung Melayu. Thesis ITC-UGM Assessment, Distance Education
(not published). Course, Guide book, (ed), www.itc.nl/
unu/dgim
Mitchell, J.T. & Cutter, S.L. (1997). Global
Change and Environmental Hazards: Is Verstappen, H.T. (1992). Volcanic Hazards
the World Becoming More Disastrous? in Colombia and Indonesia: Lahars
Washington, DC: Association of and Relative Phenomena. In: Mc Call,
American Geographers. http://www. Laming, Scott, K.M. (Eds.), Geohazards
aag.org/hdgc/www/hazards/unit1/html/ Natural and Man Made, Agid Report
unit1frame.html. Series 15. Chapman & Hall, London,
pp. 33-42.
Mustafa. D., Ahmed. S., & Saroch, E. (2008).
From Risk to Resilience, Pinning Villagrán, J.C. (2006). Vulnerability: A
Down Vulnerability: From Narratives Conceptual and Methodological
to Numbers. ProVention Consortium, Review. UNU Institute for Environment
Institute for Social and Environmental and Human Security (UNU-EHS),
Transition-International and Institute for Bonn, Germany.
Social and Environmental Transition- Wisner, B., Blaikie, P., Cannon, T., & Davis,
Nepal. I. (2005). At Risk: Second Edition,
Suparlan, P. (2000). “Ethnicity and Nationality Natural Hazards, People’s Vulnerability
among The Sakai: The Transformation and Disaster. Routledge, London.
of an Isolated Group into a Part of
Indonesian Society” dalam Jurnal

Penilaian Masyarakat Tentang Bahaya Lahar dan Kerentanan dalam Menghadapi


Ancaman Banjir Lahar di  Kecamatan  Salam,  Magelang. Haruman Hendarsah 251

You might also like