Perilaku Konsumen Pada Pembelian Beras Bermerk Di Kabupaten Jember Dan Faktor Yang Mempengaruhinya

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 13

View metadata, citation and similar papers at core.ac.

uk brought to you by CORE


provided by JSEP (Journal of Social and Agricultural Economics)

PERILAKU KONSUMEN PADA PEMBELIAN BERAS BERMERK DI


KABUPATEN JEMBER DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

Joni Murti Mulyo Aji* dan Agung Widodo**


*) Dosen Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian/Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jember
**) Alumnus Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Jember
Email: joni.faperta@unej.ac.id

ABSTRACT

This study was carried out to (1) seek to identify underlying factors influencing consumers’
decision to purchase branded packaged-rice; (2) understand whether packaging and brand are
important factors influencing consumers’ decision t purchase packed-rice; (3) analyze
consumers’ perception toward the function of brand in a packed-rice; and (4) seek to identify
correlation between the level of income as well as education of consumers and their response
to brand-factor on their decision to purchase a branded packaged-rice. The results of analysis
show that brand and packaging were amongst important factors influencing consumer behavior
on purchasing packed rice. Based on their importance, factors influencing consumer behavior
on purchasing branded packaged-rice respectively were perceived quality; price; brand;
purchasing place; source of information (reference); rice physical quality; product packaging;
and promotion. Consumers mostly agree that brand is associated with several positive
dimension of their perception. According to consumers, the dimensions associated with brand-
factor respectively were product aesthetics, product performance, consumer satisfaction,
product hygiene, product reliability and availability of the product. No correlation was found
between the consumers’ level of income and their decision to purchase branded packaged-rice,
but significant correlation was found for consumers’ level of education. This indicates that
level of education potentially can be utilized to segment the branded packaged-rice market.

Keywords: Rice, Consumer behaviour, Brand, Labelling

PENDAHULUAN secara politis (Suryana at.al. 2001). Oleh


Beras adalah salah satu komoditas sebab itu pasokan dan harga yang stabil,
penting bagi Indonesia. Hal ini mengingat tersedia sepanjang waktu, terdistribusi
hampir seluruh masyarakat Indonesia secara merata dan dengan harga terjangkau
mengkonsumsi beras sebagai makanan merupakan kondisi ideal yang diharapkan
pokoknya. Itu sebabnya Indonesia dari perberasan nasional.
merupakan konsumen pangan dengan bahan Kecuali pada tahun 1993, selama 30
pangan beras terbesar. Selain itu, beras tahun terakhir, Indonesia selalu menjadi
sangat berpengaruh bagi perekonomian negara net importer beras, yang disebabkan
Indonesia karena lebih dari 60 % penduduk kebutuhan stok yang tinggi yaitu 400 ribu
Indonesia berprofesi sebagai petani ton. Volume impor beras terlihat fluktuatif
penghasil beras. Dengan demikian beras yakni terendah pada tahun 1986 sebesar 200
tidak hanya dibutuhkan untuk dikonsumsi ribu ton dan tertinggi pada tahun 1998 yang
tetapi juga merupakan sumber pendapatan mencapai 2,9 juta ton. Konsumsi beras
dan penyerapan tenaga kerja (Utomo, 2001). meningkat 3,4 % per tahun dari 12,4 juta ton
Beras juga mempunyai peran strategis pada tahun 1969 menjadi 32,3 juta ton pada
dalam memantapkan ketahanan pangan, tahun 1998. Pertumbuhan konsumsi beras
ketahanan ekonomi, dan keamanan serta terutama disebabkan pertumbuhan penduduk
stabilitas politik nasional. Goncangan politik (2,1 % per tahun) dan konsumsi per kapita
pada tahun 1966 dan 1998 dapat berubah (1,30 % per tahun). Dalam dekade 1989 –
menjadi krisis politik yang dahsyat karena 1998, konsumsi beras nasional meningkat
harga pangan melonjak tinggi dalam waktu dengan laju pertumbuhan rata-rata 2,9 % per
singkat. Kondisi ini menunjukkan bahwa tahun (Suastika dan Suhaeti, 2001).
beras masih menjadi komoditas strategis

12 J-SEP Vol 4 No. 3 November 2010


Selain tingkat konsumsi perkapitanya hanya menarik perhatian konsumen saja,
yang terus menunjukkan peningkatan, dari namun lebih dari itu yaitu untuk
sekitar 105 kg/kapita/tahun (1971) menjadi meningkatkan mutu beras tersebut secara
sekitar 128 kg/kapita/tahun (2004), cakupan tidak langsung. Produk beras dalam
wilayah yang konsumsinya eksklusif beras kemasan dapat dikatakan sebagai produk
juga meningkat. Berdasarkan hasil penelitian baru yang menyuguhkan inovasi yang
Rachman (2001) jika pada tahun 1979 hanya memiliki keunggulan tersendiri. Produk
ada 3 provinsi yang eksklusif beras dalam kemasan yang sekarang banyak
mengkonsumsi beras, maka pada tahun 1996 dijumpai dipasaran yang merupakan
meningkat jadi 11 provinsi dan saat ini boleh diversifikasi produk yang telah ada
dikatakan hampir semua provinsi di sebelumnya, harus diupayakan pemahaman
Indonesia konsumsinya eksklusif beras. perilaku konsumen oleh produsen beras
Menurut F.Rahardi dalam kolom opini dalam kemasan dalam upayanya agar produk
Kompas 24 Februari 2007, disebutkan tersebut dapat laku dipasaran. Untuk itulah
bahwa masyarakat Indonesia, terutama para pengelola atau pedagang produk ini
masyarakat miskin, dikenal sebagai harus mampu mengidentifikasi perilaku
pemakan nasi dengan volume besar. konsumen, terutama mengenai kebutuhan
Awalnya, kultur makan beras hanya pada konsumen terhadap produk beras.
sebagian penduduk Sumatera, Jawa, Bali,
Kalimantan, dan Sulawesi. Sementara itu, TINJAUAN PUSTAKA
masyarakat Nusa Tenggara, Maluku, dan Perilaku konsumen adalah proses dan
Papua berkultur makan umbi-umbian, sagu, aktivitas ketika seseorang berhubungan
dan sukun. Namun, sejak "revolusi hijau" dengan pencarian, pemilihan, pembelian,
1970-an, kultur makan beras masuk sampai penggunaan, serta pengevaluasian produk
pedalaman Papua (Jamal dkk 2007). dan jasa demi memenuhi kebutuhan dan
Meski demikian, studi-studi keinginan. Perilaku konsumen juga
pemasaran yang mendalam dan luas tentang mencerminkan hal-hal yang mendasari
preferensi konsumen beras di Indonesia konsumen untuk membuat keputusan
masih sangat terbatas dibandingkan di pembelian. Untuk barang berharga jual
negara barat, dimana produsen dan pengolah rendah (low-involvement) proses
beras dapat memperoleh keuntungan dari pengambilan keputusan dilakukan dengan
survai-survai seperti itu yang memberikan mudah, sedangkan untuk barang berharga
pedoman pada kegiatan-kegiatan per- jual tinggi (high-involvement) proses
dagangan mereka. Di Indonesia kepercayaan pengambilan keputusan dilakukan dengan
seringkali dilimpahkan pada pengamatan pertimbangan yang matang (Duncan 2005).
perorangan di pasar-pasar dan cerita Menurut Winardi (1989), perilaku
pengalaman para pedagang besar (Mears, pembeli merupakan sebuah proses teratur
1982). dimana individu-individu berinteraksi
Beras sebagai bahan pangan pokok dengan lingkungannya untuk tujuan
bagi sebagian besar rakyat Indonesia mengambil keputusan-keputusan dipasar
mempunyai peluang yang besar bagi tentang barang-barang dan jasa-jasa.
pengembangannya, khususnya dibidang Perilaku spesifik individu dipasar
pengembangan pasar atau perdagangannya. dipengaruhi oleh faktor-faktor intern seperti
Peluang ini salah satunya dapat diwujudkan misalnya kebutuhan, motif-motif, persepsi
dengan membuat produk beras memiliki dan sikap maupun pengaruh eksternal atau
nilai tambah yang lebih baik dibandingkan lingkungan seperti misalnya keluarga,
dengan produk beras yang telah ada di kelompok-kelompok sosial, peradaban,
pasaran, baik itu dari segi kualitas maupun ekonomi dan pengaruh bisnis.
dari segi kuantitas. Salah satu alternatif yang Menurut Kotler dan Amstrong (1997),
dapat dilakukan yaitu dengan meningkatkan model perilaku konsumen dapat didefinisi-
kualitas beras dimulai dari pemilihan beras kan sebagai suatu skema atau kerangka kerja
dengan kualitas terbaik sampai dengan yang disederhanakan untuk menggambarkan
proses akhir yaitu dengan pemberian aktivitas-aktivitas konsumen. Model
kemasan bermerk yang bertujuan tidak perilaku konsumen dapat pula diartikan

J-SEP Vol 4 No. 3 November 2010 13


sebagai kerangka kerja atau sesuatu yang sesuai dengan daya belinya (Supranto,
mewakili apa yang diyakinkan konsumen 1997).
dalam mengambil keputusan membeli. Menurut Umar (2002), faktor-faktor
Proses-proses pengambilan keputusan yang mempengaruhi kepuasan pelanggan
terdiri dari tahapan pengenalan kebutuhan, adalah mutu produk dan pelayanannya,
pencarian informasi, penilaian/evaluasi serta kegiatan penjualan, pelayanan setelah
pilihan. Proses pembelian dimulai tahap penjualan dan nilai-nilai perusahaan.
pertama yaitu pada saat pembeli mengenali Kegiatan penjualan terdiri atas variabel-
sebuah masalah atau kebutuhan. Kebutuhan variabel pesan (sebagai penghasil
tersebut dapat dicetuskan oleh rangsangan serangkaian sikap tertentu mengenai
internal atau eksternal. Tahap kedua adalah perusahaan, produk dan tingkat kepuasan
pencarian informasi, dimana dengan yang dapat diharapkan oleh pelanggan),
pengumpulan informasi konsumen perantara (sebagai penilaian pelanggan atas
mengetahui tentang merek-merek yang perantara perusahaan seperti dealer dan
bersaing dan keistimewaan mereka. Tahap grosir). Pelayanan setelah penjualan terdiri
penilaian / evaluasi adalah konsumen akan atas variabel-variabel pelayanan pendukung
memproses informasi merek yang kompetitif tertentu seperti garansi serta yang berkaitan
dan membuat penilaian yang didasarkan dengan umpan balik seperti penanganan
pada pemenuhan kebutuhan konsumen, keluhan dan pengembalian uang.
manfaat tertentu dari solusi produk serta Selanjutnya variabel-variabel nilai
sekumpulan atribut yang memiliki perusahaan dapat dibagi atas dua macam
kemampuan yang berbeda-beda dalam yaitu nilai resmi yang dinyatakan oleh
memberikan manfaat yang dicari untuk perusahaan sendiri dan nilai tidak resmi
memuaskan kebutuhan ini. Setelah yang tersirat dalam segala tindakannya
konsumen melewati ketiga tahap tersebut, sehari-hari.
maka konsumen akan menentukan produk Kualitas beras menunjukkan properti
yang mana yang menjadi pilihan untuk yang berbeda untuk sektor yang berbeda
dikonsumsinya (Kotler, 1993). dalam industri pengolahan beras – petani,
Perilaku konsumen terbagi dua pengolah dan penggiling, pengecer, pembeli,
bagian, yang pertama adalah perilaku yang konsumen, ahli gizi dan para pembuat
tampak, variabel-variabel yang termasuk kebijaksanaan. Kriteria penentu harga beras
kedalamnya adalah jumlah pembelian, dan kualitas penjualan beras giling tidak
waktu, karena siapa, dengan siap dan berhubungan langsung dengan kriteria
bagaimana konsumen melakukan pembelian. pemasakan dan kualitas nutrisi dari beras
Yang kedua adalah perilaku yang tak tanak.
tampak, variabel-variabelnya antara lain Kualitas pemasaran yang dipengaruhi
adalah persepsi, ingatan terhadap informasi harga di tingkat petani, tergantung dari
dan perasaan kepemilikan oleh konsumen kualitas pemrosesan beras kasar. Pada
(Umar, 2002). sebagian besar Asia tropis, beras beraroma
Konsumen merupakan penerima dan berbau harum memiliki harga utama
terakhir suatu komoditas. Peranan konsumen sejalan dengan yang pulen atau kenyal.
tercermin dalam bentuk tuntutan mutu dan Bahkan beras tradisional dengan kualitas
hak perlindungan terhadap mutu suatu makan yang baik seperti varietas lahan
komoditas dapat ditinjau dari beberapa segi kering memiliki harga pasar yang lebih
yaitu kegunaannya bagi konsumen, tinggi. Sebagai tambahan dari pertimbangan
kemampuan daya beli, status sosial, khusus ini, beras kasar dinilai pula dalam hal
pendidikan, kebudayaan dan estetika. kemurnian, ketiadaan kerusakan panen,
Konsumen cenderung menuntut keadilan persentase kulit, total beras sosoh yang dapat
mutu daripada keinginan terhadap mutu diperoleh, beras kepala yang diperoleh, dan
setingginya terhadap komoditas yang persentase biji muda atau hijau.
mereka beli, termasuk dalam keadilan mutu Penjual harus mempertimbangkan
adalah kemurnian produk (tidak ada psikologi harga selain nilai ekonominya.
pemalsuan), konsistensi mutu, pilihan Banyak konsumen menggunakan harga
mengenai kelas mutu atau variasi mutu sebagai indikator mutu. Suatu produk yang

14 J-SEP Vol 4 No. 3 November 2010


memiliki harga yang mahal dianggap (tidak informasi khusus mengenai bahan tambahan,
dijamin) memiliki mutu yang tinggi. Produk dan kandungan lemak atau kimia, tanggal
berharga mahal juga dianggap memiliki produk, dan informasi harga per unit
harga yang lebih tinggi daripada harga yang (Simamora, 2000).
nyata. Jika informasi alternatif mengenai Lokasi adalah tempat untuk
mutu sebenarnya tersedia, harga menjadi meyampaikan produk kepada konsumen.
indikator mutu yang kurang penting. Ketika Lokasi atau tempat memiliki pengaruh yang
informasi ini tidak ada, harga bertindak nyata terhadap perilaku konsumen. Pada
sebagai sinyal mutu (Kotler, 1993). umumnya konsumen akan memilih toko
Untuk memberikan nilai tambah pada terdekat dengan tempat tinggal mereka.
produk pertanian khususnya pada beras, Pemilihan wilayah perdagangan akan
perlu adanya pemberian merek terhadap menentukan kemenarikan letak toko dengan
produk tersebut. Merek adalah nama, istilah, biaya, waktu dan energi yang akan
tanda, simbol atau rancangan, atau dikeluarkan konsumen untuk mencapai
kombinasi dari hal-hal tersebut, yang lokasi toko. Lokasi atau tempat dari toko
dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang harus dapat menggambarkan faktor-faktor
atau jasa dari seorang atau sekelompok seperti mudah dijangkau oleh sarana
penjual dan untuk membedakannya dari transportasi dari arus lalu lintas, kepadatan
produk pesaing. Merek sebenarnya penduduk dan distribusinya, pendapatan,
merupakan janji penjual untuk secara stabilitas ekonomi dan persaingan (Kotler,
konsisten memberikan tampilan, manfaat 1993).
dan jasa tertentu pada pembeli (Kotler dan Menurut Kotler dan A. B. Sutanto
A.B. Sutanto, 2008). (2008), seorang konsumen yang tergerak
Pengemasan merupakan suatu cara oleh stimuli akan berusaha untuk mencari
dalam memberikan kondisi sekeliling yang lebih banyak informasi. Perhatian utama
tepat bagi bahan pangan dan dengan pemasar adalah sebagai informasi utama
demikian membutuhkan pemikiran dan yang akan dicari konsumen dan kepentingan
perhatian yang lebih besar daripada yang relatifnya terhadap keputusan pembelian
biasanya diketahui. Industri pangan sesudahnya. Sumber-sumber informasi
cenderung untuk membedakan antara proses konsumen terdiri dari empat kelompok :
pengalengan dan pembotolan di satu pihak 1. Sumber pribadi : keluarga, teman,
dan apa yang disebut pengemasan yang tetangga, kenalan
berarti metoda lainnya dipihak lain, ini 2. Sumber komersial : iklan, tenaga
merupakan perbedaan nyata antara metoda penjual, pedagang perantara,
pengolahan pangan yang mengikutsertakan pengemasan
sterilisasi dan/atau pasteurisasi terhadap 3. Sumber pengalaman : penanganan,
metode pengawetan lainnya termasuk pemeriksaan, penggunaan produk
dehidrasi dan pembekuan cepat (Buckle, 4. Sumber publik : media massa, organisasi
dkk, 1985). rating konsumen
Suatu produk yang telah dikemas, Banyaknya dan pengaruh dari
perlu kiranya mencantumkan merk dan label sumber-sumber ini bervariasi menurut
mengenai produk tersebut. Peranan pokok kategori produk dan karakteristik pembeli.
pemberian merk dan label adalah Secara umum, konsumen menerima kontak
memberikan informasi kepada konsumen. informasi mengenai suatu produk yang
Pemberian merk dan label (branding and paling banyak dari sumber komersial, yaitu
labelling) berkaitan dengan pengemasan, sumber-sumber yang didominasi pemasar.
tetapi memiliki parameter lainnya. Elemen Sebaliknya, kontak yang paling efektif
pokoknya adalah bahasa dan regulasi berasal dari sumber-sumber pribadi.
pemerintah. Informasi yang ekstensif harus Informasi komersial biasanya menjalankan
dikomunikasikan kepada pelanggan fungsi memberi tahu, dan sumber-sumber
mengenai pemakaian beberapa produk. pribadi menjalankan fungsi mengesahkan
Beberapa aspek yang tercakup oleh regulasi dan/atau mengevaluasi.
pemerintah adalah berat, deskripsi Berdasarkan uraian diatas, maka
kandungan dan bahan, nama produsen, variabel yang diduga akan mempengaruhi

J-SEP Vol 4 No. 3 November 2010 15


perilaku konsumen beras dalam kemasan memberi dampak negatif terhadap
bermerk meliputi ukuran butiran, bentuk persepsi konsumen tentang produk itu.
butiran, keseragaman dan penampakan Menurut Supranto (1997), untuk
secara umum, kebersihan dan kemurnian, menguraikan suatu produk berupa barang
bau, tekstur, warna beras, jenis / varietas atau jasa biasanya dengan menggunakan
beras dalam kemasan bermerk, jenis/varietas pernyataan berbagai dimensi atau
beras tanpa kemasan bermerk (Arpah, 1993), karakteristiknya. Kita bisa mengartikan
kandungan nutrisi, residu pestisida (Utomo, kebutuhan pelanggan (customer
dkk, 2001), jenis / bahan kemasan, warna requirement) sebagai karakteristik / atribut
kemasan, bentuk kemasan, pilihan ukuran barang atau jasa yang mewakili dimensi
kemasan (Zamahsari, 1991; Winarno, 1994), yang oleh pelanggan dipergunakan sebagai
merek/label, pelayanan (Umar, 2002), harga dasar pendapat mereka mengenai jenis
beras dalam kemasan bermerk, harga beras barang atau jasa. Dalam hal ini
tanpa kemasan bermerk, harga ditempat dipergunakan istilah “dimensi mutu”
membeli, harga ditempat lain, jarak dari (quality dimensions) untuk menguraikan
rumah, tersedianya transportasi, tempat dimensi yang penting ini. Sedangkan
membeli (Kotler, 1993), iklan: TV, iklan: menurut David Garvin (1987) seperti yang
radio, iklan: surat kabar, informasi keluarga, dikutip Gaspersz (2001) mendefinisikan
informasi teman, pretise, ketersediaan dana delapan dimensi yang dapat dipergunakan
(Kotler dan A.B. Sutanto, 2008), deskripsi untuk menganalisis karakteristik kualitas
kandungan dan bahan, nama produsen, produk, sebagai berikut :
informasi khusus mengenai bahan tambahan, 1. Perfomansi (perfomance), berkaitan
dan kandungan lemak atau kimia, tanggal dengan aspek fungsional dari produk itu
produk. dan merupakan karakteristik utama yang
Persepsi didefinisikan sebagai proses dipertimbangkan konsumen ketika ingin
bagaimana seseorang menyeleksi, mengatur, membeli suatu produk.
dan menginterpretasikan masukan-masukan 2. Features, merupakan aspek dari
informasi untuk menciptakan gambaran perfomansi yang menambah fungsi
keseluruhan yang berarti. Faktor-faktor yang dasar, berkaitan dengan pilihan-pilihan
mempengaruhi persepsi dan ekspektasi dan pengembangannya.
konsumen adalah (Gaspersz, 2001) : 3. Keandalan (reliability), berkaitan
1. Kebutuhan dan keinginan yang dengan probabilitas atau kemungkinan
berkaitan dengan hal-hal yang dirasakan suatu produk melaksanakan fungsinya
konsumen ketika ia sedang mencoba secara berhasil dalam periode waktu
melakukan transaksi dengan produsen tertentu dibawah kondisi tertentu.
atau pemasok produk (perusahaan). Jika 4. Konformans (conformans), berkaitan
pada saat itu kebutuhan dan keinginan dengan tingkat kesesuaian produk
besar, harapan atau ekspektasi terhadap spesifikasi yang telah
konsumen akan tinggi, demikian pula ditetapkan sebelumnya berdasarkan
sebaliknya. keinginan konsumen.
2. Pengalaman masa lalu (terdahulu) ketika 5. Durabilitas (durability), merupakan
mengkonsumsi produk dari perusahaan ukuran masa pakai suatu produk.
maupun pesaing-pesaingnya. Karakteristik ini berkaitan dengan daya
3. Pengalaman dari teman-teman, dimana tahan dari produk itu.
mereka akan menceritakan kualitas 6. Kemampuan pelayanan (serviceability),
produk yang akan dibeli oleh konsumen merupakan karakteristik yang berkaitan
itu. Hal ini jelas mempengaruhi persepsi dengan kecepatan, keramahan/
konsumen terutama pada produk-produk kesopanan, kompetensi dan kemudahan
yang dirasakan beresiko tinggi. serta akurasi dalam perbaikan.
4. Komunikasi melalui iklan dan 7. Estetika (aesthetics), merupakan
pemasaran juga mempengaruhi persepsi karakteristik yang bersifat subyektif
konsumen. Kampanye yang berlebihan sehingga berkaitan dengan
serta secara aktual tidak mampu pertimbangan pribadi dan refleksi dari
memenuhi ekspektasi konsumen akan preferensi individual. Estetika dari suatu

16 J-SEP Vol 4 No. 3 November 2010


produk lebih banyak berkaitan dengan Metode pengambilan contoh pada
perasaan pribadi dan mencakup penelitian ini adalah dengan menggunakan
karakteristik tertentu seperti keelokan, metode convinience sampling (Malhotra
kemulusan, dan sebagainya. 2009) adalah metode pengambilan sampel
8. Kualitas yang dirasakan (perceived yang dilakukan dengan memilih sampel dari
quality) bersifat subyektif, berkaitan elemen populasi yang datanya dapat
dengan perasaan konsumen dalam diperoleh oleh peneliti dengan mudah dan
mengkonsumsi produk seperti tetap mengacu pada prosedur sampling.
meningkatkan harga diri dan lain-lain. Adapun jumlah sampel yang diambil
Merupakan karakteristik yang berkaitan sebanyak 75 responden, baik yang pada saat
dengan reputasi (brand name, image). itu sedang membeli maupun responden yang
Tingkat pendapatan dari konsumen pernah membeli beras dalam kemasan.
akan mempengaruhi perilaku konsumen. Penelitian ini menggunakan data primer
Semakin baik tingkat perekonomian sebagai sumber informasi utama dengan
konsumen, maka konsumen akan lebih ditunjang oleh data sekunder.
memilih serta menuntut komoditas dengan Identifikasi faktor-faktor yang
kualitas yang lebih baik. Sementara itu, mempengaruhi perilaku konsumen dalam
pendidikan yang semakin baik dari pembelian beras maupun identifikasi faktor
konsumen akan menyebabkan konsumen atau dimensi dari persepsi konsumen
lebih berhati-hati dalam mengkonsumsi mengenai kemasan/merk yaitu dengan
suatu komoditas. Tingkat pendidikan yang menggunakan analisa faktor. Model
semakin baik juga akan lebih memudahkan matematis dasar analisis faktor yang
konsumen untuk menyimpulkan berbagai digunakan untuk setiap variabel independen
informasi yang diperoleh dalam proses Xi (Malhotra 2009) :
pembuatan suatu persepsi terhadap merek
dari suatu produk secara lebih menyeluruh. Xi  Ai1F1  Ai 2 F2  Ai 3 F3  ...  Aim Fm ViUi
Berdasar teori diatas maka dapat ditarik
beberapa hipotesis sebagai berikut: Keterangan:
1. Kemasan dan merk merupakan faktor Xi = variabel standar i
penting yang mempengaruhi perilaku Fm = faktor umum (common factor)
konsumen pada pembelian beras. Aim = koefisien multiple regresi dari
2. Terdapat hubungan positif antara tingkat variabel i, pada faktor umum
pendapatan konsumen dengan respon (common factor) m
konsumen terhadap merk pada Vi = koefisien standarisasi regresi dari
komoditas beras dalam kemasan variabel i, pada faktor khusus
bermerk. (unique)
3. Terdapat hubungan positif antara tingkat Ui = faktor khusus bagi variabel-i
pendidikan konsumen dengan respon m = jumlah faktor yang umum
konsumen terhadap merk pada
komoditas beras dalam kemasan Koefisien Aim (loading Aim) dapat
bermerk. menyatakan besarnya kontribusi variabel Xi
pada vaktor kesamaan/umum Fm dan
METODE PENELITIAN memegang peranan dalam mengambil suatu
Metode yang digunakan dalam kesimpulan sampai seberapa jauh pengaruh
penelitian ini adalah metode deskriptif dan berapa variabel Xi terhadap faktor
metode korelasional. Lokasi penelitian kesamaan/umum Fm. Koefisien faktor unik
ditentukan secara sengaja (purposive), yaitu Vi berfungsi untuk membantu satuan faktor
di Kabupaten Jember. Beberapa pasar unik agar dapat dipilih sesederhana
tradisional dan supermarket di wilayah mungkin. Faktor kesamaan/umum dapat
Jember kota, merupakan fokus lokasi pula menyatakan korelasi diantara variabel,
dimana responden akan ditemui dan sedangkan faktor unik menerangkan sisa
dilakukan wawancara dengan kuesioner variansi dari faktor kesamaan/umum atau
terstruktur yang telah disiapkan. dapat menunjukkan kegagalan faktor

J-SEP Vol 4 No. 3 November 2010 17


kesamaan dan menjelaskan variansi satuan 3. Faktor 3 (Kualitas fisik beras), meliputi
total dari variabel (Wibisono, 2000). variabel : ukuran butiran (x1), bentuk
Kuisioner penelitian dalam kalimat butiran (x2), dan tekstur (x5). Faktor ini
pertanyaan dengan menggunakan skala mempunyai hubungan erat yang dapat
tingkatan point dalam bentuk skala likert ditunjukkan dengan tingkat alpha yaitu
(Sangat tidak penting = 1, Kurang penting = sebesar 0,76, serta persentase varians
2, Cukup Penting = 3, Penting = 4, Sangat sebesar 9,75 %.
penting = 5). 4. Faktor 4 (Lokasi pembelian), meliputi
Selanjutnya, hubungan antara tingkat variabel : jarak dari rumah (x22),
pendapatan maupun tingkat pendidikan tersedianya transportasi (x23), tempat
konsumen dengan respon konsumen membeli (x24), dan ketersediaan dana
terhadap kemasan bermerk dari komoditas (x31). Faktor ini mempunyai hubungan
beras, digunakan uji Chi-Square. Frekuensi erat yang dapat ditunjukkan dengan
yang diharapkan atau frekuensi teoritis tingkat alpha yaitu sebesar 0,67, serta
untuk setiap sel dihitung dengan rumus: persentase varians sebesar 7,89 %.
( fo  fh ) 2 5. Faktor 5 (Harga), meliputi variabel:
X  2
harga beras (x19), harga ditempat
fh membeli (x20), dan harga ditempat lain
Keterangan: (x21). Faktor ini mempunyai hubungan
X2 = nilai Chi-Square erat yang dapat ditunjukkan dengan
fo = frekuensi observasi tingkat alpha yaitu sebesar 0,74, serta
fh = frekuensi harapan persentase varians sebesar 7,44 %.
6. Faktor 6 (Sumber informasi), meliputi
Kriteria pengambilan keputusan : variabel : informasi keluarga (x28), dan
 Jika X2 hitung < X2 tabel dengan taraf informasi teman (x29). Faktor ini
kepercayaan sebesar 95%, Ho diterima mempunyai hubungan erat yang dapat
maka tidak ada hubungan nyata. ditunjukkan dengan tingkat alpha yaitu
 Jika X2 hitung > X2 tabel dengan taraf sebesar 0,84, serta persentase varians
kepercayaan sebesar 95%, Ho ditolak sebesar 6,27 %.
maka terdapat hubungan nyata. 7. Faktor 7 (Kemasan produk), meliputi
variabel : jenis / bahan kemasan (x13),
HASIL PENELITIAN DAN warna kemasan (x14), dan bentuk
PEMBAHASAN kemasan (x15). Faktor ini mempunyai
Hasil Analisis Faktor terhadap 31 hubungan erat yang dapat ditunjukkan
variabel menghasilkan 8 faktor penting dengan tingkat alpha yaitu sebesar 0,69,
yang mempengaruhi perilaku konsumen serta persentase varians sebesar 5,63 %.
pada pembelian produk beras dalam 8. Faktor 8 (Kepuasan yang dirasakan),
kemasan bermerk adalah sebagai berikut : meliputi variabel : kebersihan dan
1. Faktor 1 (Merk/Label), meliputi kemurnian (x4), bau (x6), dan warna
variabel : penjelasan jenis beras (x9), beras (x7). Faktor ini mempunyai
penjelasan bebas bahan kimia (x10), hubungan erat yang dapat ditunjukkan
sertifikasi organik (x11), dan sertifikasi dengan tingkat alpha yaitu sebesar 0,59,
departemen kesehatan (x12). Faktor ini serta persentase varians sebesar 4,72 %.
mempunyai hubungan erat yang dapat Berdasarkan hasil analisis faktor
ditunjukkan dengan tingkat alpha yaitu diatas dapat dilihat bahwa faktor kemasan
sebesar 0,83, serta persentase varians dan label merupakan faktor yang
sebesar 18,72 %. mempengaruhi perilaku konsumen pada
2. Faktor 2 (Promosi), meliputi variabel : pembelian produk beras dalam kemasan di
iklan: TV (x25), iklan: radio (x26), dan Jember. Seberapa penting faktor kemasan
iklan: surat kabar (x27). Faktor ini dan merk terhadap perilaku konsumen pada
mempunyai hubungan erat yang dapat pembelian produk beras dapat diketahui dari
ditunjukkan dengan tingkat alpha yaitu nilai (skor) rata-rata, yaitu antara jumlah
sebesar 0,76, serta persentase varians nilai tingkat seberapa penting tiap variabel
sebesar 10,87 %. penyusun faktor kemasan bermerk dari

18 J-SEP Vol 4 No. 3 November 2010


produk beras dengan jumlah variabel kemasan produk adalah sebesar 2,56, hal ini
penyusun faktor kemasan bermerk tersebut. mengisyaratkan bahwa faktor kemasan
Nilai rata-rata dari faktor merk diperoleh merupakan faktor yang cukup penting dalam
sebesar 3,46 yang berarti bahwa merk pembelian beras dalam kemasan.
merupakan faktor penting dalam Selanjutnya untuk mendukung analisis
mempengaruhi perilaku konsumen pada faktor yang bersifat kualitatif dilakukan
pembelian produk beras dalam kemasan analisis deskripsi yang ditunjukkan pada
karena memiliki nilai rata-rata lebih besar Tabel 1.
dari 2,5. Sedangkan nilai rata-rata faktor

Tabel 1. Deskriptif Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen dalam Pembelian


Produk Beras dalam Kemasan Berlabel di Jember
Faktor Rata-rata Std. Deviasi
Kualitas yang dirasakan (Faktor 8) 4,17 0,53
Harga (Faktor 5) 3,61 0,84
Merk/Label (Faktor 1) 3,46 0,87
Lokasi pembelian (Faktor 4) 3,29 0,69
Sumber informasi (Faktor 6) 3,13 0,79
Kualitas fisik beras (Faktor 3) 3,06 0,79
Kemasan produk (Faktor 7) 2,58 0,68
Promosi (Faktor 2) 2,36 0,57
Sumber: Data Primer Diolah

Tabel 1 menunjukkan bahwa enak, bersih dan tahan lama maka konsumen
responden tersebut menilai faktor kualitas akan membeli beras tersebut kembali pada
non fisik beras, faktor harga, faktor pembelian berikutnya.
kemasan bermerk/label, faktor lokasi Hasil Analisis Faktor terhadap 24
pembelian, faktor sumber informasi, faktor variabel yang mengindikasikan persepsi
kualitas fisik beras, dan faktor kemasan konsumen terhadap pentingnya merk/label
produk secara berturut-turut merupakan hal dalam pembelian beras dalam kemasan
penting yang mempengaruhi perilaku menghasilkan 6 dimensi yang dapat
konsumen dalam pembelian produk beras digunakan sebagai indikator utama yang
dalam kemasan bermerk. Sedangkan faktor digunakan dalam menganalisis persepsi
promosi juga merupakan faktor yang konsumen terhadap pentingnya merk dalam
mempengaruhi perilaku konsumen pada pembalian beras dalam kemasan yang
pembelian beras bermerk, namun bukan meliputi:
merupakan faktor penting karena memiliki 1. Dimensi 1 (Kepuasan Konsumen),
nilai rata-rata kurang dari 2,5. meliputi variabel: lebih memenuhi
Implikasi dari hasil penelitian ini harapan konsumen (x17), mudah dalam
adalah konsumen beras dalam kemasan di penyimpanan (x19), serta beras bermerk
Jember lebih mengutamakan faktor kualitas lebih praktis (x20). Dimensi ini
yang dirasakan dan faktor harga, daripada mempunyai hubungan erat seperti
faktor merk dan kemasan ketika membeli ditunjukkan dengan tingkat alpha yaitu
beras dalam kemasan. Hal ini dikarenakan sebesar 0,65, serta persentase varians
konsumen menganggap bahwa produk beras sebesar 21,66 %.
dalam kemasan dikatakan berkualitas jika 2. Dimensi 2 (Performansi Produk),
telah diketahui/dirasakan adanya nilai lebih meliputi variabel: bentuk butiran
pada beras. Faktor merk dari produk beras (ukuran butiran, keseragaman, tekstur)
merupakan faktor penting ketika mereka lebih baik (x1), aroma lebih segar (x2),
sudah membeli produk beras tersebut serta bersih dari kotoran (x3). Dimensi
sebelumnya. Peranan merk dan kemasan ini mempunyai hubungan erat seperti
dengan demikian terjadi pada proses ditunjukkan dengan tingkat alpha yaitu
evaluasi pasca pembelian, jika dirasakan

J-SEP Vol 4 No. 3 November 2010 19


sebesar 0,73, serta persentase varians sebesar 0,48, serta persentase varians
sebesar 14,49 %. sebesar 7,34 %.
3. Dimensi 3 (Keandalan Produk), Persentase kumulatif varians (total
meliputi variabel: warna lebih varians) sebesar 69,43 %. Nilai ini
putih/cerah (x4), rasa/kekenyalan (hasil menunjukkan bahwa penelitian ini mampu
pemasakan/nasi) lebih terjamin (x8), menjelaskan faktor-faktor yang
serta masa kadaluarsa/masa simpan yang dipertimbangkan konsumen pada pembelian
lebih lama (x11). Dimensi ini produk beras dalam kemasan bermerk di
mempunyai hubungan erat seperti Jember, sedangkan sisanya 30,57 % sebagai
ditunjukkan dengan tingkat alpha yaitu bahan pertimbangan yang dijelaskan oleh
sebesar 0,64, serta persentase varians faktor lain yang belum dimasukkan dalam
sebesar 10,23 %. model.
4. Dimensi 4 (Kesehatan Produk), Dengan demikian, dari ke-24 variabel
meliputi variabel: proses pengolahan tersebut diatas dapat direduksi menjadi 6
beras yang higienis (x9), beras lebih dimensi, namun 8 variabel (dari ke-24
higienis karena dikemas (x10), serta variabel tersebut) terpaksa tidak
kesegaran lebih lama karena dikemas diikutsertakan pada 6 dimensi tersebut
(x13). Dimensi ini mempunyai karena tidak ada satupun korelasi yang
hubungan erat seperti ditunjukkan melewati “cut off point” sebesar 0,55.
dengan tingkat alpha yaitu sebesar 0,66, Variabel yang memiliki nilai loading kurang
serta persentase varians sebesar 7,99 %. dari 0,55 adalah: varietas beras lebih murni
5. Dimensi 5 (Estetika Kemasan), (tidak tercampur) (x5), keterangan jenis
meliputi variabel: penampilan/kemasan beras lebih jelas (x6), label organik
lebih menarik (x16), serta beras bermerk menjamin kandungan kimiawi lebih kecil
mudah dibawa (x18). Dimensi ini (x7), ketahanan hasil pemasakan/nasi lebih
mempunyai hubungan erat seperti lama (x12), beras bermerk menunjukkan
ditunjukkan dengan tingkat alpha yaitu kualitas yang lebih baik (x14), memiliki
sebesar 0,52, serta persentase varians kualitas kemasan yang sesuai standar (x15),
sebesar 7,73 %. beras bermerk memiliki harga yang lebih
6. Dimensi 6 (Ketersediaan Produk), tinggi (x21), harga beras bermerk
meliputi variabel: beras bermerk tersedia mencerminkan kualitas (x22). Dengan
kapan saja (x23) serta beras bermerk demikian 6 variabel tersebut terpaksa
tersedia dimana saja (x24). Dimensi ini dikeluarkan dari model. Selanjutnya untuk
mempunyai hubungan erat seperti mendukung analisis faktor, dilakukan
ditunjukkan dengan tingkat alpha yaitu analisis deskriptif yang disajikan pada Tabel
2.

Tabel 2. Deskriptif Dimensi-dimensi dari Persepsi Konsumen terhadap Produk Beras dalam
Kemasan Bermerk di Jember
Dimensi Rata-rata Std. Deviasi
Estetika Kemasan (Dimensi 5) 4,05 0,55
Performansi Produk (Dimensi 2) 3,99 0,53
Kepuasan Konsumen (Dimensi 1) 3,96 0,51
Kesehatan Produk (Dimensi 4) 3,94 0,55
Keandalan Produk (Dimensi 3) 3,84 0,58
Ketersediaan Produk (Dimensi 6) 3,41 0,62
Sumber: Data Primer Diolah

Tabel 2 menunjukkan bahwa merupakan bagian dari produk beras dalam


responden menilai dimensi estetika kemasan bermerk.
kemasan, dimensi performansi produk, Implikasi dari hasil penelitian ini
dimensi kepuasan konsumen, dimensi adalah bahwa meskipun konsumen
kesehatan produk, dimensi keandalan umumnya setuju bahwa beras dalam
produk, dimensi ketersediaan produk kemasan bermerk lebih terjamin kualitasnya

20 J-SEP Vol 4 No. 3 November 2010


daripada yang tanpa merk, namun persepsi bukan sekedar aesthetics. Keberhasilan
konsumen beras dalam kemasan bermerk di perusahaan dalam membentuk citra produk
Jember masih terbatas pada tahap estetika diharapkan akan berdampak positif pada
kemasan dari produk tersebut yang lebih volume penjualan, yang pada gilirannya
mengarah ke penampilan dari kemasan dari akan memberikan dampak positif bagi
pada kualitas dari beras yang ada peningkatan laba perusahaan.
didalamnya. Hal ini menandakan bahwa Berdasarkan hasil analisis, faktor
pembentukan persepsi konsumen terhadap merk/label yang menyertainya terdiri dari
beras dalam kemasan bermerk umumnya variabel: penjelasan jenis beras (x9),
masih berangkat dari estetika dan bukan dari penjelasan bebas bahan kimia (x10),
merk yang menjamin kualitas. sertifikasi organik (x11), sertifikasi
Produsen maupun pemasar hendaknya derpatemen kesehatan (x12). Responden
terus meningkatkan dan mempertahankan sebanyak 75 orang yang mewakili konsumen
semua dimensi yang telah dimiliki oleh beras dalam kemasan di Jember telah
beras bermerk yang diproduksi atau menyampaikan pendapatnya mengenai
dijualnya. Mengingat dimensi estetika masih penting/tidak pentingnya faktor merk/label
menempati urutan pertama untuk persepsi pada pembelian beras dalam kemasan
konsumen terhadap produk beras dalam bermerk. Sejumlah 57 orang (76%)
kemasan bermerk, dapat diartikan bahwa menjawab merk/label merupakan faktor
persepsi konsumen beras dalam kemasan penting dalam pembuatan keputusan
bermerk di Jember masih berada pada tahap pembelian beras dalam kemasan. Sementara
estetika saja. Produsen dan pemasar juga itu, 18 orang (24%) menjawab bahwa
harus mulai mendidik dan meyakinkan merk/label bukan merupakan faktor penting
konsumen sehingga persepsi konsumen yang mempengaruhi keputusan mereka
tidak lagi berangkat dari estetika, tetapi dalam membeli beras dalam kemasan
sudah seharusnya konsumen yakin bahwa bermerk.
adanya merk/label tertentu pada beras dalam Hasil analisis Chi-square hubungam
kemasan berarti ada jaminan kualitas dan antara tingkat pendapatan dengan respon
keandalan pada produk yang mereka beli. konsumen terhadap merk/label dari produk
Fungsi merk pada beras dalam kemasan beras dalam kemasan bermerk dapat
sudah waktunya untuk dimanfaatkan dalam ditunjukkan pada Tabel 3.
membentuk citra merk (brand image) dan

Tabel 3. Hasil Analisis Chi-Square Hubungan antara Tingkat Pendapatan dengan Respon
Konsumen terhadap Faktor Label pada Produk Beras dalam Kemasan Bermerk di
Jember
Tingkat Faktor merk/label X2 X2
Total
Pendapatan Tidak penting Penting Hitung Tabel
Menengah Bawah 6 (4,8) 14 (15,2) 20 0,538 3,841
Menegah Atas 12 (13,2) 43 (41,8) 55
Total 18 57 75
Sumber : Data Primer Diolah

Tabel 3 menunjukkan nilai X2 hitung menandakan bahwa tidak terdapat hubungan


sebesar 0,538 yang lebih kecil daripada X 2 yang nyata antara tingkat pendapatan dengan
tabel yaitu sebesar 3,841 (=0,05), sehingga respon konsumen terhadap faktor kemasan
H0 diterima. Hasil dari analisis chi-square ini bermerk pada pembelian produk beras dalam
kemudian dilanjutkan dengan uji Fisher kemasan bermerk. Hal ini menunjukkan
(Fisher’s Exact Test). Uji Fisher yang telah bahwa pentingnya faktor merk/label dalam
dilakukan menghasilkan nilai probabilitas  pengambilan keputusan pembelian beras
(exact significance) sebesar 0,544 (dua sisi) tidak tersegmentasi oleh variasi tingkat
serta 0,327 (satu sisi), dimana nilai tersebut pendapatan konsumen.
adalah lebih besar dari 0,05 (expected Hasil analisis Chi-square hubungan
sinificance); sehingga H0 diterima. Hal ini antara tingkat pendidikan dengan respon

J-SEP Vol 4 No. 3 November 2010 21


konsumen terhadap merk/label dari produk ditunjukkan pada Tabel 4.
beras dalam kemasan bermerk dapat
Tabel 4. Hasil Analisis Chi-Square Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Respon
Konsumen terhadap Faktor Merk/Label pada Produk Beras dalam Kemasan
Bermerk di Jember
Faktor merk/label
Tingkat Pendidikan Total X2 Hitung X2 Tabel
Tidak penting Penting
Rendah (SD, SMP) 8 (3,8) 8 (12,2) 16 7,538* 3,841
Tinggi (SMU, PT) 10 (14,2) 49 (44,8) 59
Total 18 57 75
Sumber : Data Primer Diolah
Keterangan: * berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95%

Tabel 4 menunjukkan nilai X2 Hitung kemasan di Jember adalah: (a) faktor


(7,538) lebih besar daripada X2 tabel kualitas yang dirasakan; (b) faktor
(3,841), sehingga H0 ditolak. Hasil dari harga; (c) faktor merk, (d) faktor lokasi
analisis chi-square ini kemudian dilanjutkan pembelian, (e) faktor sumber informasi;
dengan uji Fisher (Fisher’s Exact Test). Uji (f) faktor kualitas fisik beras; (g) faktor
Fisher yang telah dilakukan menghasilkan kemasan produk dan (h) faktor promosi.
probabilitas  sebesar 0,017 (dua sisi) serta 2. Dimensi-dimensi dari persepsi yang
0,010 (satu sisi), dimana nilai tersebut menurut konsumen terkait dengan faktor
adalah lebih kecil dari nilai probabilitas  merk pada beras dalam kemasan
harapan (0,05), sehingga H0 ditolak. Hal ini [bermerk], berdasar derajad persetujuan
menandakan bahwa terdapat hubungan yang konsumen secara berturut-turut adalah
nyata antara tingkat pendidikan dengan (a) dimensi estetika kemasan; (b)
respon konsumen terhadap faktor kemasan dimensi performansi produk; (c) dimensi
bermerk pada pembelian produk beras dalam kepuasan konsumen; (d) dimensi
kemasan bermerk. Hasil penelitian ini kesehatan produk; (e) dimensi keandalan
menunjukkan bahwa tingkat pendidikan produk dan (f) dimensi ketersediaan
konsumen beras bermerk dapat produk.
meningkatkan perhatian konsumen terhadap 3. Tidak terdapat hubungan yang nyata
kemasan bermerk. antara tingkat pendapatan konsumen
Berdasarkan hasil analisis tersebut, dengan respon konsumen terhadap
tingkat pendidikan dapat digunakan untuk faktor kemasan bermerk dari produk
melakukan segmentasi (segmentation factor) beras pada pembelian beras di Jember.
terkait dengan pentingnya faktor merk/label 4. Terdapat hubungan yang nyata antara
pada keputusan pembelian beras. Produsen tingkat pendidikan konsumen dengan
maupun pemasar dapat memfokuskan target respon konsumen terhadap faktor
market (pangsa pasar) produk beras dalam kemasan bermerk dari produk beras
kemasan bermerk pada konsumen yang pada pembelian beras di Jember.
memiliki tingkat pendidikan tinggi (SMU
dan Perguruan Tinggi). SARAN
Berdasar hasil penelitian diatas maka
KESIMPULAN direkomendasikan agar produsen beras
Berdasar hasil penelitian maka dapat dalam kemasan bermerk penekanan terhadap
disimpulkan bahwa: pencitraan merek dan label pada beras yang
1. Faktor kemasan dan merk merupakan diproduksinya, sehingga akan terbentuk
faktor penting yang dipertimbangkan adanya citra merk produk (brand image)
konsumen dalam pembelian beras dalam yang meningkatkan kepercayaan dan
kemasan. Berdasar derajad pentingnya, kepuasan konsumen. Selain itu, produsen
secara berturut turut faktor-faktor yang beras bermerk juga dituntut untuk
mempengaruhi perilaku konsumen meningkatkan mutu dan merealisasikan
dalam pembelian produk beras dalam persepsi yang dimiliki konsumen yang
tercermin pada berbagai dimensi dari

22 J-SEP Vol 4 No. 3 November 2010


persepsi konsumen terhadap produk beras Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas
berlabel atau dengan meningkatkan citra Ekonomi Universitas Indonesia.
produk/image produk. Produsen beras
bermerk dapat memfokuskan target market --------------. 1997. Manajemen Pemasaran :
(pangsa pasar) produk beras dalam kemasan Analisis, Perencanaan,
bermerk dengan melakukan segmentasi dan Implementasi, dan Kontrol, Edisi
diferensiasi produk atas dasar tingkat Revisi. Jakarta : PT. Prenhallindo.
pendidikan konsumen. Lebih dari sekedar
merk, labelling yang memberikan informasi -------------- dan G. Armstrong. 1997. Dasar-
lengkap pada kemasan dapat menambah dasar Pemasaran. Jakarta : PT.
daya tarik terhadap produk beras, terutama Prenhallindo.
bagi konsumen yang berpendidikan tinggi.
-------------- dan A.B Sutanto. 2000.
Manajemen Pemasaran di Indonesia
DAFTAR PUSTAKA (Analisis, Perencanaan,
Implementasi dan Pengendalian).
Arpah, M. 1993. Pengawasan Mutu Pangan. Jakarta : Penerbit Salemba Empat.
Bandung : Penerbit Tarsito.
Malhotra, N. K 2009. Marketing Research :
Dinas Pertanian Jawa Timur. 2001. Potensi An Applied Orientation (6th Ed).
dan Strategi Pengembangan Beras Prentice Hall. Engewood Clifs. New
Organik di Jawa Timur. Surabaya : Jersey.
Yayasan Inovasi Tani Indonesia.
Mears, L. A. 1982. Era Baru Ekonomi
Duncan, T. 2005. Principles of Advertising Perberasan Indonesia. Yogyakarta :
& IMC (2nd Ed). McGraw-Hill, Inc. Gadjah Mada University Press.

Engel, J. F.,Roger D. Blackwell dan Paul W. Mursid, M. 1997. Manajemen Pemasaran.


Minniard. 1995. Perilaku Jakarta : Bumi Aksara.
Konsumen. Jakarta : Binarupa
Aksara. Nainggolan. 1997. Peranan Industri Hulu
Dalam Mendukung Industri Pangan.
Gaspersz, V. 2001. Ekonomi Manajerial, Dalam Pangan. (Triwulan, IX). No.
Pembuatan Keputusan Bisnis. 33. Jakarta : Badan Urusan Logistik.
Jakarta : PT. Gramedia Pustaka
Utama. Nazir, M. 1999. Metode Penelitian. Jakarta :
Ghalia Indonesia.
Hawkins, D. I., R. J. Best, dan K. A. Coney.
1998. Consumer Behavior: Building Saliem, H. P. dan Rita Nur Suhaeti. 2001.
Marketing Strategy. McGraw-Hill Konsumsi Pangan dan Gizi Saat
Companies. United States. Krisis Ekonomi. Dalam Warta
Penelitian dan Pengembangan
Jamal, E., E. Ariningsih, Hendiarto, K. M. Pertanian. Vol. 23. No. 6. Bogor :
Noekman dan A.Askin. 2007. Beras Badan Penelitian dan
dan Jebakan Kepentingan Jangka Pengembangan Pertanian.
Pendek. Analisis Kebijakan
Pertanian. Vol. 5. No. 3. (September Siegel, S. 1997. Statistik Non Parametrik
2007). PSEKP. Bogor. Untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Kotler, P. 1993. Manajemen Pemasaran :
Analisis, Perencanaan, Simamora, H. 2000. Manajemen Pemasaran
Implementasi, dan Pengendalian. Internasional, Jilid II. Jakarta :
Penerbit Salemba Empat.

J-SEP Vol 4 No. 3 November 2010 23


Steenkamp. J.B.E.M. 1998. Dynamic in Wibowo, R. 2000. Metodologi Penelitian
Consumer Behavior with Recpect to Sosial Ekonomi. Jember : Fakultas
Agricutlural and Food Products. In Pertanian Universitas Jember.
Wierega, B. et.al. (Ed.). Agricultural
Marketing and Consumer Behavior Winardi. 1989. Aspek-aspek Bauran
in a Changing World. The Pemasaran (Marketing Mix).
Netherland : Kluwer Academic Bandung : Mandar Maju.
Publisher.
---------. 1991. Pengantar Tentang Riset
Suastika, D. K. S dan Rita Nur Suhaeti. Pemasaran. Bandung : Mandar
2001. Swasembada Pangan, Maju.
Mungkinkah?. Dalam Warta
Penelitian dan Pengembangan Winarno, F. G. 1994. Sterilisasi Komersial
Pertanian. Vol. 23. No. 4. Bogor : Produk Pangan. Jakarta : PT.
Badan Penelitian dan Gramedia Pustaka Utama.
Pengembangan Pertanian.
Zamahsari, M. 1991. Pemasaran
Supranto, J. 1997. Pengukuran Tingkat Internasional. Jakarta : Intermedia.
Kepuasan Pelanggan untuk
Menaikkan Pangsa Pasar. Jakarta :
PT. Rineka Cipta.

Suryana, A, S. Mardianto & M. Ihksan,


2001. Dinamika Kebijakan
Perberasan Nasional. Sebuah
Pengantar dalam Bunga Rampai
Ekonomi Beras. Penyunting,
Achmad Suryana dan Sudi
Mardianto. Penerbit, Lembaga
Penjelidikan Ekonomi dan
Masyarakat Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia (LPEM –
FEUI).

Suwarsono dan Lukia Zuraida. 1998.


Manajemen Pemasaran Global.
Yogyakarta : Unit Penerbit dan
Percetakan AMP YKPN.

TAP MPR NO. IV/MPR/1999. 1999. Garis-


garis Besar Haluan Negara. Jakarta
: Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia.

Umar, H. 2002. Riset Pemasaran dan


Perilaku Konsumen. Jakarta :
Penerbit PT. Gramedia Pustaka
Utama.

Wibisono, D. 2000. Riset Bisnis, Seri


Komunikasi Profesional.
Yogyakarta : BPFE.

24 J-SEP Vol 4 No. 3 November 2010

You might also like