Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 11

COMMUNICARE Volume 1 No.

2, Desember 2020 p-ISSN : 2722 - 533X

KOMUNIKASI TRANCENDENTAL DALAM TRADISI


MEKELIN DI DESA PAKRAMAN BANYUSERI KECAMATAN
BANJAR KABUPATEN BULELENG
I Putu Mardika
Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Mpu Kuturan Singaraja
E-mail: putumardika88@gmail.com

ABSTRACT
Mekelin tradition whose purpose and function is the same as the Ngaben ceremony in
general. The verbal process in the mekelin tradition occurs when the kelian adat reads the text
of Aji Purwa Kertih related to the basis of the implementation of the mekelin tradition. When the
deceased person is immediately made a Mekelin ceremony, then the first thing to be determined
is to communicate the problem of maturity (good day), by asking for guidance to Kelian Adat.
While non-verbal communication begins after adulthood is set, the sound of shaking is sounded
as a sign to provide supplies to the deceased and also as a sign that the deceased will be
immediately made a Mekelin ceremony. Transcendental communication can be witnessed while
bathing the corpse. Before the corpse is taken down, it is preceded by the sounding of the kentongan
and at the same time there is a shrine which is a sign that it will soon be bathed accompanied by
a song (religious song) with Wirama Girisa. The transcendental communication of the mekelin
tradition serves as a means to speed up the process of uniting the elements of pancamahabuta to
its origin. The religious function of transcendental communication in accordance with functional
theory, is to satisfy the spiritual needs of the practitioner, as well as as a place to communicate
or communicate with ancestral spirits, Gods or Gods. The function of trnasendental
communication will be further described specifically, among others: the purification and payment
of debts to ancestors is called Pitra Rna. This debt must be paid, paying the debt to the ancestors
by performing the pitra yajna. So pitra yajna is a payment of debt to the ancestors.

Keywords: Trancendental Communication, Mekelin Tradition, Banyuseri Village

1. PENDAHULUAN
Desa Bali Aga di Buleleng memiliki mereka laksanakan jika dipikirkan dengan
keunikan budaya dan tradisi. Upacara-upacara menggunakan rasio.
keagamaan yang ada memiliki makna dan Dalam proses pemaknaan sebuah
tujuan tersendiri dalam setiap pelaksanaannya. upacara keagamaan, tidak lepas dari adanya
Tapi tidak dipungkiri juga bahwa ada beberapa interaksi atau komunikasi yang terjadi di antara
masyarakat di Bali Aga yang masih menganut pelaku pelaksana upacara tersebut, juga pada
sifat gugon tuwon. Hal tersebut ditakutkan bisa sarana yang terdapat di dalam sebuah upacara
menipiskan kepercayaan umat terhadap agama. yang dilaksanakan. Komunikasi merupakan
Tanpa adanya pemahaman akan makna dari suatu proses yang bertujuan untuk membangun
sebuah ritual keagamaan, masyarakat akan pengertian dan kebersamaan. Komunikasi
merasa terbebani dengan kewajiban yang harus membangun kontak manusia dengan

134
KOMUNIKASI TRANCENDENTAL DALAM TRADISI....(I Putu Mardika, 134-144)
menunjukkan keberadaan dirinya dan berusaha Keunikan ini dapat dilihat dari saarana
memahami kehendak, sikap dan perilaku orang upacara yang hanya memakai satu ekor babi
lain. Komunikasi merupakan peroses jantan hitam mulus untuk satu mayat, tidak
penyampain pesan dari komunikator kepada boleh ada sapaan (sahaa) atau mantram, tidak
komunikan dengan maksud untuk mengubah dipuput oleh Sulinggih. Di samping sarana,
persepsi dan pemahaman komunikan. juga bentuk, serta tata pelaksanaannya berbeda.
Dalam kehidupan manusia, komunikasi Dalam pelaksanaanya lebih banyak
tidak hanya terjadi antar sesama manusai saja, menggunakan tetandingan-tetandingan,
ternyata komunikasi juga terjadi dengah hal- pememuput dan yang lainya. Namun uniknya
hal yang bersifat supranatural yang dianggap di Desa Banyuseri daging babi yang dipakai
mampu membantu kehidupan manusia inilah sebagai sarana satu ekor babi tidak boleh lebih,
yang disebut dengan komunikasi transendental. sebagai sarana untuk memohon keselamatan
Komunikasi transendental berlangsung kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
komunikasi antar sesama manusia akan masuk Saha atau mantram versi masyarakat
kedalamnya. Hal ini menandakan bahwa Desa Pakaraman Banyuseri yang digunakan
komunikasi transendental tidak dapat dalam tradisi mekelin memang unik dan hanya
terlepaskan dari komunikasi antar sesama bisa dipahami oleh masyarakat setempat.
manusia. (Rusdika, 2018:228). Mantra ini ditujukan kepada leluhur yang akan
Dalam proses interaksi sosial akan diaben serta sebagai wujud bakti kehadapan Ida
terjadi pertukaran ide, gagasan, dan pemikiran Sang Hyang Widi Wasa. Keunikan inilah diulas
antara seseorang dengan orang lainnya. Adanya dalam penulisan artikel ilmiah ini dengan judul
pertukaran ide serta gagasan akan membetuk “Komunikasi Trancendental dalam Tradisi
sebuah pemahaman-pemahaman baru. Mekelin di Desa Pakraman Banyuseri,
Pemahan yang berkembang kemudian menjadi Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng”.
kebiasaan dan menjadi kesepakan banyak orang
sehingga menciptakan kebudayaan. Menurut II. PEMBAHASAN
Koentjaraningrat (2007: 125) mengungkapkan 2.1 Sejarah Mekelin
terdapat tujuh unsur kebudayaan universal Tidak ada dokumen yang begitu jelas
yaitu, bahasa, sistem pengetahuan, sistem seperti lontar, maupun prasasti-prasasti yang
kemasyarakatan atau organisasi sosial, sistem menjelaskan secara gamblang mengenai sejarah
peralatan hidup dan teknologi, sistem mata yang melatarbelakangi pelaksanaan upacara
pencaharian hidup, sistem kesenian dan sistem Mekelin. Namun masyarakat Desa Pakraman
religi. Sistem religi yang meliputi, sistem Banyuseri melaksanakan upacara tersebut
kepercayaan, sistem nilai dan pandangan hidup, berdasarkan gugon tuwon yang artinya
komunikasi keagamaan, upacara keagamaan. dilaksanakan secara turun temurun dari
Agama sebagai salah satu perwujudan dari generasi ke generasi. Akan tetapi dari beberapa
sistem religi. Agama menjadi pegangan hidup sumber informan dapat disimpulkan bahwa
umat manusia dan menjadi landasan dasar upacara Mekelin yaitu memberikan bekal
dalam bermasyarakat. kepada orang yang sudah meninggal.
Komunikasi transcendental begitu Pelaksanaan upacara Mekelin di Desa
tercermin dalam tardisi Mekelin di Desa Banyuseri memang berbeda dengan upacara
Pakraman Banyuseri, merupakan salah satu Ngaben pada umumnya di Bali. Hal itu
desa Bali Aga di Kecamatan Banjar. Tradisi disebabkan karena Desa Banyuseri termasuk
Mekelin yang tujuan dan fungsinya sama Desa Bali Aga yang ada di Kecamatan Banjar,
seperti upacara Ngaben pada umumnya. Kabupaten Buleleng-Bali (selain Bali Aga

135
COMMUNICARE Volume 1 No. 2, Desember 2020 p-ISSN : 2722 - 533X
seperti; Desa Sidatapa, Cempaga, Tigawasa dan dalam pelaksanaan upacara Mekelin maka
Pedawa), sehingga pelaksanaan upacara lengkaplah sarana ritual. Apabila sarana babi
Mekelin atau Ngaben versi Desa Banyuseri ini belum disiapkan maka pelaksanaan upacara
tidak menggunakan sarana seperti bade atau Mekelin belum bisa dilaksanakan, karena
wadah, lembu dan dawang-dawang sebagai banten yang tidak diisi daging babi maka belum
pengantar jenasah ke kuburan, melainkan lengkaplah sarana banten tersebut. Jika tidak
menggunakan pepaga (tandu dari bambu). Hal mempergunakan sarana babi, maka
tersebut tersurat dalam Lontar Aji Purwa pelaksanaan upacara Mekelin tidak bisa
Kertih, yang isinya adalah nasihat orang yang dilaksanakan karena berakibat fatal dari segi
akan mati yaitu:”cening, yan bapa manian mani niskala terhadap kebahagiann rumah tangga.
eda bapa gaenanga wadah, petulangan, bale
gumi, mapan ento ngeranaang bapa baat 2.2 Proses Komunikasi Trancendental dalam
nyujur siwa lokane, nanging gaenang bapa Tradisi Mekelin
dius kama ligi pinaka pabersihan, bubuh pirata Proses komunikasi transendental dalam
anggon bekel teken nyamane bajang 108, catur tradisi mekelin meliputi dua proses yakni
bija bekel nyamane patpat, tirta pangentas proses verbal dan proses non verbal.
tunasang geni pralaya ring sang sulinggih” Komunikasi verbal adalah penyampaian makna
Jika diterjemahkan ke dalam Bahasa dengan menggunakan bahasa dan kata-kata
Indonesia maksud dari isi Lontar Aji Purwa baik secara lisan maupun secara tertulis
Kertih tersebut adalah: “…Nak, kalau Bapak (Harjana, 2003: 22). Proses verbal dalam tradisi
kelak esok meninggal dunia, jangan Bapak mekelin tejadi ketika kelian adat membacakan
dibuatkan wadah, petulangan, bale gumi, sebab teks Aji Purwa Kertih terkait dasar pelaksanaan
itu akan menyebabkan Bapak akan semakin tradisi mekelin. Sehingga tradisi mekelin ini
berat mencapai alam Siwa (Siwa Loka), namun dapat digolongkan kedalam komunikasi
buatkan Bapak dius kama ligi sebagai antarpersonal. Komunikasi antarpersonal
penyucian, bubuh pirata sebagai bekal dengan merupakan komunikasi yang terjadi antara dua
saudara muda 108, catur bija sebagai bekal dari orang dapat berlangsung dengan dua cara yaitu:
empat saudara, tirta pangentas dan mohonkan komunikasi tatap muka (face to face
geni pralaya dari Sang Sulinggih. comunication) dan komunikasi bermedia
Di samping itu di Desa Adat Banyuseri (mediated communication) (Ruliana, 2014:
tidak mengenal pembakaran mayat dan pantang 101).
bagi masyarakat Banyuseri untuk membakar Apabila orang yang meninggal segera
mayat yang meninggal. Hal ini disebabkan dibuatkan upacara Mekelin, maka yang paling
karena adanya keyakinan bagi krama desa adat, pertama ditentukan adalah
dan bila membakar mayat maka abu jenasah mengkomunikasikan masalah padewasaan
akan beterbangan ke tempat suci, yang (hari baik), dengan meminta petunjuk kepada
mengakibatkan tempat-tempat suci menjadi Kelian Adat. Untuk di Desa Pakraman
kotor (sebel). Banyuseri, hari yang dipandang baik (subha
Dalam upacara Mekelin yang dewasa) untuk melaksanakan upacara Mekelin
dilaksanakan oleh masyarakat Desa Banyuseri, adalah Senin Pahing Warigadean, Wrespati Pon
penggunaan babi terutama babi jantan berwarna Uye, Sukra Umanis Merakih, Sukra Pahing
hitam adalah merupakan syarat kelengkapan Matal, dan Sukra Wage Kuningan. Sedangkan
upacara tersebut. Penggunaan babi erat hari-hari Kala Gotongan yaitu Sukra Kliwon,
kaitannya dengan keprcayaan masyarakat Saniscara Umanis, Redite Paing dan Semut
bahwa dengan mempergunakan sarana babi Sedulur yaitu Sukra Pon, Saniscara Wage, dan

136
KOMUNIKASI TRANCENDENTAL DALAM TRADISI....(I Putu Mardika, 134-144)
Redite Kliwon sangat dihindari karena diyakini pula diadakan penundun yang sebagai tanda
akan mendatangkan akibat buruk bagi orang bahwa akan segera dimandikan yang disertai
yang diupacarai maupun bagi yang dengan kidung (nyanyian keagamaan) dengan
membuatkan upacara. Wirama Girisa, yang isinya sebagai
Sedangkan komunikasi non verbal berikut:”Hatha sedeng hira mantuk sang shura
dimulai setelah padewasaan ditetapkan, maka laga ring ayun, tucapa aji wirata karyasa
dibunyikanlah kentungan ngoncang sebagai nangisi weka, pinajengira lawyan sang putra
tanda memberi bekal kepada orang yang nalap iniwa, padha litu ajeng anwon lwir
meninggal dan juga sebagai pertanda bahwa kandarpa pnatelu”.
orang yang meninggal itu akan langsung Kemudian jenasah diturunkan dan
dibuatkan upacara Mekelin. Mulyana (2010: dibaringkan di atas pepaga, lalu pakaiannya
347) menjelaskan bahwa komunikasi non dibuka dan ditelanjangi dengan tujuan agar
verbal merupakan komunikasi yang lebih mudah untuk memandikannya.
menggunakan pesan-pesan non verbal untuk Sedangkan mulut dan kemaluannya ditekap
melukiskan peristiwa atau komunikasi diluar oleh anak cucu ataupun keluarganya sendiri
kata-kata terucap maupun tertulis. Selanjutnya dengan menggunakan kain putih secukupnya
keluarga yang bersangkutan menghubungi dengan tujuan agar jangan sampai menjijikan
Pinandita yang akan memimpin upacara bagi orang yang memiliki iman kurang kuat dan
tersebut (mesadok) dengan membawa banten ditahan dengan menggunakan tangan kiri
apengayatan. Pada hakekatnya proses awal dari sampai selesai. Begitu pula seluruh anggota
upacara mekelin ini sama dengan mreteka orang badan dimandikan dengan air biasa, kemudian
meninggal (sawa prateka) seperti: nundun, badannya dikurapu dengan gadung, juga kuku
nyiramang dan lain-lain. Maka rangkaian tangan dan kakinya dikerik dengan
upacara Mekelin dapat dijelaskan sebagai menggunakan pisau kecil dan diberi cermin
berikut. serta rambutnya disisir rapi. Semua alat-alat
Upacara nunas tirtha (memohon air seperti pengerikan, sisir, cermin dan alat-alat
suci) ini dilakukan pada pagi hari sebelum lainnya ditaruh pada suatu tempat yang telah
Mekelin dilaksanakan. Adapun jenis-jenis tirtha disediakan. Bekas-bekas alas tempat pakaian
yang dipergunakan dalam upacara Mekelin yang telah digunakan pada waktu meninggal
adalah tirtha pangentas, tirtha panglukatan, dikumpulkan dan digulung ditaruh pada suatu
tirtha pabersihan dan tirtha pangening-ening. tempat, sehingga nantinya akan dibuang pada
Mengenai banten yang dipergunakan nunas suatu tempat yang disebut telugtug.
tirtha adalah banten canang raka daksina. Setelah prosesi pemandian jenasah
Setelah itu dilanjutkan dengan memandikan selesai, maka dilanjutkan dengan menggulung
jenasah. Upacara ini biasanya dilakukan sehari jenasah dengan mengunakan kain putih kuning
sebelum pelaksanaan upacara mekelin, dan langsung dipasang kwangen terutama di
kadangkala apabila waktu tidak memungkinkan bagian kepala sebanyak satu buah, di dada satu
dapat juga dilaksanakan pada saat akan buah, dan di bagian kaki juga berjumlah satu
menjelang berngkat ke setra (kuburan) dan buah yang mana masing-masing kwangen
upacara ini dipimpin oleh seorang kepala tersebut berisi uang kepeng dua buah. Setelah
keluarga yang paling tua. selesai memasang kwangen ini barulah
Komunikasi transcendental bisa diperciki tirtha panglukatan pabersihan yang
disaksikan saat memandikan jenasah. sebelum telah dimohonkan sulinggih, juga tirtha dari
jenasah diturunkan, maka didahului dengan Pura Dalem dan Sanggah Jajaran. Tirtha
membunyikan kentongan dengan bersamaan disiratkan yang dimulai dari kepala sampai

137
COMMUNICARE Volume 1 No. 2, Desember 2020 p-ISSN : 2722 - 533X
mengenai seluruh bagian tubuh jenasah. Setelah Setelah jenasah sampai pada lebuh,
itu jenasah dibungkus dengan menggunakan maka jenasah dipersembahkan pada Sanggah
kain putih dan kuning, kemudian diberi Dadianya, kemudian setelah sampai di
seperangkat pakaian baru sesuai dengan perempatan jalan, jenasah diputar tiga kali
keadaan orang yang baru meninggal (laki atau putaran dan kemudian dekat dengan Pura
perempuan) dan juga diberikan bekal berupa Dalem beberapa orang dari keluarga yang
uang dari sanak keluarganya ataupun dari orang meninggal, memberikan teriakan (ngaukin
lain menurut kemampuan serta kerelaanya yang maksudnya agar orang yang meninggal
memberikan bekal yang ditaruh pada dadanya. itu dijemput oleh sanak keluarga yang telah
Kemudian barulah jenasah digulung dengan meninggal lebih dulu, bahwa dia akan pulang
menggunakan tikar yang baru dari tikar ke sunya loka.
gelodog, yang digulung dengan rapi, kemudian Komunikasi non verbal terus berlanjut.
jenasah dimasukkan ke dalam peti, terus ditutup Sepanjang jenasah diberangkatkan ke kuburan
dan diikat dengan tali ketekung di bawah peti diikuti dengan penaburan sekerura yang
dipasang pepaga yang terbuat dari bambu dilaksanakan dengan membelakangi jalannya
dengan bentuknya yang berkotak-kotak. jenasah. Sesampai jenasah di kuburan, maka
Kemudian di atas peti itu dibungkus lagi dengan yang pertama kali dilakukan adalah
beberapa lembar kain sukla (baru) sebagai pemasangan Sanggah Kepuak atau Sanggar
rurub dan dipasang juga hiasan-hiasan yang Penyawangan yaitu suatu tempat untuk
terbuat dari kertas. menempatkan banten bebaktian ke hadapan
Sedangakan pelaksanaan orang yang Sanghyang Surya. Setelah itu di atasnya
mati makinsan (dititipkan) dilakukan dipasang galar yang terbuat dari belahan-
sebagaimana biasa, hanya saja tidak belahan bambu, lalu dialasi dengan ujung daun
memepergunakan tirtha pangentas dan juga pisang. Di atasnya ditaruh banten punjung yang
tidak disertai dengan banten bekel, tapi cukup berisi daging ayam panggang, canang raka,
banten yang dipergunakan adalah banten lekesan, masing-masing dua buah. Di atas
punjung. Menjelang akan keberangkatannya ke banten punjung disusun banten bebakaran
kuburan, maka disiapkan beberapa tenaga (bekel) yang berisi daging babi yang diambil
untuk membawa banten bekel dan tenaga- dari bagian pangkal ekornya yang disebut
tenaga untuk menandu jenasah agar bisa sampai keceng untuk dihaturkan ke hadapan
di kuburan. Sanghyang Surya.
Begitu akan mau berangakat ke Kemudian sebelum jenasah diturunkan
kuburan, maka jenasah dadahului dengan ke dalam liang kubur (bang-bang) yang sudahh
keberangkatan orang-orang yang membawa disiapkan beberapa jam sebelumnya terlebih
banten bekel yang disebut dengan banten dahulu pemimpin upacara (Pinandita) mohon
bebakaran dan diikuti oleh orang yang ijin kepada Ibu Pertiwi bahwa orang yang
membawa tirta pangentas dan dengan jarak ± meninggal untuk membeli gumi dengan
25 meter, barulah diikuti dengan jenasah yang menggunakan uang kepeng, kemudian uang
ditandu.Banten bekel (bebakaran) itu pembelian itu ditaruh di dalam liang kubur.
dibawanya secara berurutan antara lain yang Setelah itu liang kubur diperciki tirtha
paling depan adalah bagian ulu yang berisi pangentas yang dimohon kepada Sulinggih dan
celing, bagian tengah yang berisi tangkar, tirtha dari Pura Dalem. Di dalam liang kubur
bagian madya adalah buntar dan yang terakhir ditaruh selembar daun peji, setelah itu barulah
dua buah yang berisi keceng dan cadik. tali pengikat jenasah dibuka dan terus diusung
ke dalam liang kubur secara perlahan-lahan.

138
KOMUNIKASI TRANCENDENTAL DALAM TRADISI....(I Putu Mardika, 134-144)
Selanjutnya ditutup peti dibuka dengan maksud didahului dengan keberangkatan orang yang
bila ada lagi sanak saudara maupun tetangga membawa banten bekel yang jalannya
yang berniat untuk memberi sumbangan berupa berurutan yaitu: banten yang pertama berisi
uang untuk bekal di alam baka. Setelah celing (daging yang diambil dari paha kanan
memberikan bekal, maka peti ditutup kembali babi) dihaturkan kepada Kanda Pat atau
seperti semula. Kemudian dari pihak keluarga saudara empat yaitu yeh nyom (Banaspati).
mengambil segenggam tanah bekas galian Banten yang kedua berisi tangkar (daging yang
tersebut untuk menimbun jenasah itu dan diambil dari bagian dada babi) dihaturkan
dilanjutkan dengan menimbun biasa dengan kepada saudara nomor dua yaitu lamas
mempergunakan peralatan cangkul sampai (Mrajapati). Banten yang ketiga yang berisi
tanah itu menjadi datar dan terus dibuatkan buntar (daging bagian lengan kanan dari babi)
gundukan (gegumuk) dan dilanjutkan dengan yang dihaturkan pada saudara nomor tiga yaitu
memasang belitbit serta memasang urus-urus getih (Anggapati) dan banten yang keempat
yang semuanya terbuat dari bambu. Adapun yang berisi keceng (bagian ekor babi)
tujuan dari pemasangan belitbit adalah dihaturkan pada saudara nomor empat yaitu ari-
merupakan suatu pagar panyengker untuk ari (Banaspati Raja). Dan banten yang kelima
menjaga gundukan kuburan agar aman dari berisi cadik (bagian pangkal rahang bawah
berbagai gangguan. Sedangkan urus-urus babi) dihaturkan kepada oang yang meninggal
dipasang di bagian atas (ulu) ditaruh dua buah Keesokan harinya setelah selesai upacara
dan di bagian bawah (teben) ditaruh satu buah. penguburan jenasah, maka semua sanak
Maksud dari pemasangan urus-urus itu adalah keluarga maupun tetangganya datang kembali
yang ditaruh di ulu merupakan bagian susunya, ke kuburan untuk melanjutkan rangkaian
sedangkan yang di bawah merupakan upacara Mekelin, serta membuang kamen maya
kemaluannya. Kemudian di bawah Sanggar yang artinya membawa pakaian yang dipakai
Kepuak dipasang dua lembar ujung daun saat meniggal, dengan membawa banten
sebagai alas banten yaitu banten punjung dan bebakaran lagi dua pasang (klatkat) yaitu satu
di atasnya ditaruh banten bebakaran itu sebagai pasang untuk kebaktian kepada Sanghyang
bekal yang isinya adalah daging babi yang Surya dan yang satu lagi untuk bekal yang
disebut cadik. Sedangkan di sebelahnya ditaruh masing-masing isinya abug tan porat (abug
banten berupa sesajen yaitu banten penanjen gelebug) yang dibuat dari tepung beras
yang isinya antara lain: nasi, lauk pauk, kopi, bercampur gula merah yang dikepal-kepal
jajan, dan rokok/pabuan. Banten penanjen itu kemudian dikukus sampai masak. Setelah
dihaturkan oleh Pemangku disertai dengan upacara selesai barulah sanak keluarga maupun
sesapaan (sesontengan) dari sanak keluarga tetangga yang ikut ke setra pulang bersama-
yang meninggal, dilanjutkan dnegan sama.
menyalakan rokok, pembuatan adem yang Kemudian setelah berlangsung tiga hari
ditujukan kepada yang meninggal sesuai (nugtugang ketelun) upacara dilanjutkan lagi
dengan kesenangannya semasih hidup. Setelah dengan membawa banten punjung disertai
upacara itu selesai, maka dari pihak keluarga dengan sesajen yang berisi pecel daging ayam
yang meninggal mengucapkan terima kasih dan untuk selamatan dengan tujuan agar arwah yang
mempersilahkan para warga yang ikut meninggal mendapat tempat yang layak dan
mengantar ke setra untuk kembali pulang ke keluarga yang ditinggalkannya agar dalam
rumahnya masing-masing. keadaan selamat.
Seperti yang telah dijelaskan di atas Setelah selesai upacara nugtugang
yaitu ketika akan pemberangkatan jenasah yang ketelun maka berakhirlah segala kegiatan

139
COMMUNICARE Volume 1 No. 2, Desember 2020 p-ISSN : 2722 - 533X
upacara Mekelin dan cuntaka yang dimulai Sang Hyang Wisnu Murti, Sang Hyang Gana,
sejak orang itu meninggal berakhir setelah tiga Sang Hyang Dipati, Pangerurah Agung Saking
hari setelah jenasah itu dikubur dan dibekali. Dalem Majapahit, I Ratu ngamelang pati
Setelah lewat dari tiga hari, maka segala uriping imanusa sang numadi. Kaula sang
kegiatan yang dilaksanakan berjalan adruwe sane mawasta …..ipun ngaturang
sebagaimana biasa dan apalagi sudah diadakan sarining widi widana tegeping widi widana.
upacara ngelisin oleh ulu desa kepada sanak Pangulapan katur ring Hyang Bhatara, kenak
keluarga yang mengalami cuntaka. kayun Bhatara anureksa aturan punika segawe
Upacara Mekelin bisa dilaksanakan mentah rateng asing kirang asing luput puniki
meskipun orang yang meninggal sudah lama. sesari den jangkep antiga sawija, kelapa
Beberapa hari sebelum upacara dilaksanakan sawungkul, beras akulak, lawis atukel tegeping
terlebih dahulu diadakan sangkep atau rapat daksinan ipun majinah satak selae maka
keluarga untuk mempersiapakan segala panukub sari ring pasar agung, kaula sang
perlengkapan yang diperlukan serta adruwe karya sane mawasta ……ipun nunas
menentukan padewasaan atau subha dewasa sawapitran ipun sane mewasta (wong lanang
(hari baik) untuk waktu pelaksanaannya dari utawi istri) aken ginawe kerahasian kastung
upacara Mekelin. Sebelum pelaksanaan pungku dening Dewa Brahma Siwa Budha ipun
mungkah di kuburan (setra) maka terlebih nunas sawa punika, menawi kantun ring soring
dahulu dilaksanakan ngaturang piuning di Pura taru curiga, ring alang-alang taji, ring tegal
Dalem dengan menggunakan banten suci gede penangsaran, ring titi ugal-agil, kerayaning
apejatian berjumlah satu, banten pengayatan watu macepak menawi kantun ring anjaran
berjumlah dua, dan tipat gong berjumlah dua. sekar ring anjaran dali-dali kukuda,
Kemudian dilanjutkan di Prajapati, inangsaran watek Icikrabala iki panebusan
Penangsaran dan di Ulun Setra dengan ipun werti keklu oja sira tan nyukertanin wehen
menggunakan banten masing-masing ta ngulun marga apadang”.
apengayatan jangkep. Setelah selesai Setelah matur piuning selesai
ngaturang piuning pada tempat-tempat dilaksanakan maka dilanjutkan kepada piuning
tersebut, maka dilanjutkan dengan mungkah. panebusan sawa pitra dengan mantram sebagai
Pada waktu mungkah banten-banten yang berikut: “Ideh kita Sang Suratma, Sang
dipergunakan untuk piuning yaitu untuk ke Jogormanik iki panebusan ingulun werti kekelu
Pertiwi adalah suci gede dan apengayatan muah bhatara Yamadipati sira retuning pitra
jangkep, untuk ke Surya apengayatan jangkep, iki panebusing ulun rikita saji lelau maka sajin
caru eka sata siap berumbun winangun urip, ira bagawan Durlomba, jejatah bhatara saji
pengulapan pengambean, sesajen, bubuh nehen tang sarwa damel maka panebusing ulun
pirata, nasi angkeb dan tipat pesor. rikita mapupul sira kabeh angilingana sesajen
Komunikasi Trancendental juga terlihat ira, ingulun nebus atma nista madya utama,
etelah perlengkapan banten siap, maka dimulai oja sira tan nyungkertaning wehen tangulun
dengan acara piuning kepada Sang Hyang marga apadang tuduhan maring swargan.
Brahma, Wisnu, Iswara dan Bhatara Gana Upacara untuk nunas tirtha ke Surya,
dengan mantram sebagai berikut:”Singgih ratu yaitu tirtha pangning-ening, panglukatan dan
pakulun Sang Hyang Iswara, Sang Hyang pabersihan. Sedangkan sesajen untuk sang
Brahma, Sang Hyang Wisnu, Sang Hyang Gana pitra adalah nasi tangkeb, bubuh pirata,
ngenes (nyilib) madengen mateja kukus pengayab dewa mukti dan pengayah pitra
majegau, maka pangundang bhatara tumurun mukti. Kemudian komunikasi non verbal
Sang Hyang Iswara, Sang Hyang Brahma, terlihat setelah pelakasanaan piuning selesai

140
KOMUNIKASI TRANCENDENTAL DALAM TRADISI....(I Putu Mardika, 134-144)
barulah tanah diambil satu kepal (simbul membeli gumi dengan harga dua kepeng
mayat), pucuk lalang tujuh batang, daun dapdap disertai dengan kwangen kemudian ditaruh
tis tiga lembar, kemudian diikat dengan benang dalam liang kubur. Kemudian setelah selesai
tri datu dan dibungkus dengan kain putih. upacara keagamaan penguburan sawa, maka
Selanjutnya tanah dipukul-pukul (ngentebin) segenap anggota keluarga menyembah roh, dan
dengan pelepah kelapa sebanyak tiga kali tentang sesajen-sesajen itu yng di atas
dengan maksud bahwa pitra itu diajak pulang dihaturkan kepada Surya, sedangkan yang di
akan diupacarai (mebekel). Kemudian dibawa bawah aklatkat dihaturkan kepada sedahan
pulang dan sampai di rumah sawa pitra diberi setra dan satu lagi ditujukan atau bekal oring
ayaban lagi dengan nasi angkeb, bubuh pirata, mati.Mengenai masalah padewasaan yang
dan beakala, tetebusan dilanjutkan dengan patut dihindari untuk melakukan upacara
nunas di Kemulan Tiga Sakti, Surya, Jajaran, Mekelin baik yang baru meninggal maupun
Kawitan dan Kawitan. bagi yang lama meninggal antara lain rerahinan
Sebelum dilakukan mendem sawa, gedeseperti: Purnama Tilem, Anggara Kasih,
terlebih dahulu diadakan permohonan toya (yeh Buda Kliwon, Tumpek, Semut Sedulur dan
taba), tirta pangentas, pabersihan, pangening- Kala Gotongan.
ening dan panglukatan. Dilanjutkan dengan Sedangkan padewasan yang baik untuk
ngaturang piuning ke Kemulan, Surya, Jajaran melaksanakan upacara Mekelin antara lain:
dan Kawitan dengan maksud bahwa atas nama Soma Pahing Warigadean, Wrespati Pon Uye,
almarhum akan dibuatkan upacara pada hari ini. Sukra Umanis Ukir, Sukra Umanis Merakih,
Untuk selanjutnya, tanah yang dibungkus Sukra Pahing Matal dan Sukra Wage Kuningan.
dengan kain putih itu dipresteka sebagaimana Mengenai cuntaka atau sesebelan hanya tiga
seperti mresteka jenasah biasa dan setelah hari terhitung setelah dilaksanakan penguburan
selesai terus diusung dan dibawa ke kuburan. sawa pitra, dan setelah itu sudah dianggap
Selanjutnya didahului dengan banten sebagaiman biasa. Demikianlah tata cara
bebakaran sebagai bebaktian yang jajarannya Mekelin bagi orang yang lama meninggal yang
berurutan dari pertama yaitu banten yang berisi sudah biasa dilakukan oleh krama Desa
celing yang ditujukan kepada Sang Jogor Banyuseri.
Manik, kedua banten yang berisi tangkar
ditujukan kepada Sang Cikrabala, yang ketiga 2.3 Fungsi Komunikasi Trancendental
banten yang berisi Buntar ditujukan kepada dalam Tradisi Mekelin
Sang Durakala dan yang keempat yang berisi Segala sesuatu yang dilakukan oleh
keceng ditujukan kepada Surya, serta banten manusia, tentunya memiliki fungsi tertentu..
yang berisi cadik dihaturkan kepada Ibu Keyakinan akan adanya keuatan yang bersifat
Pertiwi. Adapun masing-masing banten abstrak yang berada di luar manusia membuat
tersebut tidak diberikan ucapan (sesontengan) manusia melakukan hal-hal yang bersifat
sebagai persembahan bagi yang meniggal, religius. Komunikasi transendental tradisi
hanya ditaruh begitu saja, setelah jenazah lewat mekelin berfungsi sebagai sarana untuk
banten bebakaran terebut diambil oleh yang mempercepat proses menyatunya unsur-unsur
membawa tadi. pancamahabuta ke asalnya. Fungsi religius
Setelah sawa tiba di kuburan yaitu di komunikasi transendental sesuai dengan teori
samping liang kubur diputar sebanayak tiga fungsional, adalah untuk memuaskan
kali, selanjutnya sawa dikubur dan mengenai kebutuhan rohani pratisentana, serta sebagai
penyeneng itu ditatabkan di Pura Dalem. tempat untuk melakukan hubungan atau
Sebelum sawa itu dikubur, diketahui dengan bekomunikasi dengan para roh leluhur, Dewa

141
COMMUNICARE Volume 1 No. 2, Desember 2020 p-ISSN : 2722 - 533X
atau Tuhan. Fungsi komunikasi trnasendental dengan diri sendiri merupakan dampak dari
akan diuraikan lagi secara spesifik antara lain: adanya rangsangan dari luar yang membuat
penyucian dan pembayaran hutang kepada seseorang terpancing untuk menganalisa dalam
leluhur disebut Pitra Rna. Hutang ini harus pikirannya. Intrapersonal merupakan proses
dibayar, membayar utang kepada leluhur pengembangan ide dan pikiran dalam diri kita
dengan melaksanakan pitra yajna. Jadi pitra sendiri, biasanya proses intrapersonal
yajna merupakan suatu pembayaran hutang mendahului ucapan dan tindakan (Vivian,
kepada leluhur. 2008: 450).
Komunikasi transendental dalam tardisi Dengan demkian dilaksanakannya
mekelin tidak hanya berfungsi untuk komunikasi transendental tradisi mekelin
memuaskan kebutuhan rohani masyarakat, memberikan fungsi untuk memupuk solidaritas
tetapi juga terkandung fungsi penyucian oleh sosial. Karena dari awal tradisi ini dilaksanakan
M. Dhavamony (1995: 208) diartikan sebagai selalu melibatkan banyak orang. Hal itu tentu
perpindahan dari yang profane ke yang kudus. saja dapat menciptakan keharmonisan antara
Adanya berbagai air suci atau tirta yang manusia dengan sesamanya atau sebagai sarana
digunakan pada saat berlangsungnya integrasi sosial masyarakat. Integrasi sosial
komunikasi transendental menandakan bahwa yakni kerjasama dari seluruh anggota
komunikasi transendental sebagai rangkaian maysarakat, mulai dari individu, keluarga,
dari upacara mapaselang memiliki fungsi lembaga dan masyarakat secara keseluruhan
sebagai penyucian (purity) (Miarta, 2004; 102). yang menghasilkan persenyawaan beberapa
Jenis-jenis tirtha yang dipergunakan dalam adanya konsesus nilai yang sama-sama
upacara Mekelin berfungsi sebagai sarana dijunjung tinggi (Ahmadi, 1991).
penyucian untuk jenis-jenis banten yang
dipergunakan maupun bagi jenasah yang 2.4 Dampak Komunikasi Trancendental
diupacarai. Unutk keperluan tersebut, Sang dalam Tradisi Mekelin
Yajmana berkewajiban menyiapkan toya anyar Dampak atau efek dapat diartikan
(air tabah) ialah air yang baru diambil dari sebagai perubahan atau penguatan keyakinan,
sumbernya dengan mempergunakan alat yang sikap dan tindakan seseorang sebagai akibat
belum pernah dipakai (dibuat dari bambu) yang penerima pesan. Dalam sebuah kegiatan
telah dipotong demikian rupa yang disebut keagamaan yang membutuhkan waktu yang
dengan cambeng dan waktu mengambilnya cukup lama tentu akan menimbulkan dampak
hanya menggunakan banten canang sari. Air terhadap lingkungan masyarakat. Semua itu
tabah ini digunakan sebagai banten pabersihan dikarenakan komunikasi yang terjadi dalam
dan pangelukatan menurut keyakinan warga pelaksanaan upacara tersebut.
Desa Pakraman Banyuasri. Pelaksanaan tradisi mekelin yang di
Selain fungsi religius komunikasi dalamnya mengandung komunikasi
transendental tradisi mekelin juga berfungsi transendental telah banyak memberikan
secara intrapersonal. Intrapersonal merupakan dampak terhadap kehidupan masyarakat Desa
sebuah proses yang terjadi dalam diri sendiri. Banyuseri. Dampak tersebut adalah dampak
Intrapersonal juja merupakan keterlibatan positif, kognitif, afektif psikomotor dan
internal secara aktif dalam memproses makna dampak sosial. Adanya komunikasi
yang terkandung dalam simbol-simbol. transendental dalam tradisi mekelin
Cangara (2012: 34) menyatakan bahwa memberikan dampak positif yang sangat luar
komunikasi intra personal proses komunikasi biasa terhadap kehidupan masyarakat
dengan diri sendiri. Terjadi proses komunikasi Banyuseri diantaranya; 1). Meningkatkan

142
KOMUNIKASI TRANCENDENTAL DALAM TRADISI....(I Putu Mardika, 134-144)
penyucian roh yang meninggal sebelum menuju Komunikasi transendental dalam tradisi
alam yang tingkatannya yaitu alam pitra. Hal mekelin juga memberikan dampak psikomotor.
tersebut dapat dilihat dari sarana upakara yang Ranah psikomotor merupakan ranah yang
dipergunakan dalam upacara tersebut yaitu berkaitan dengan keterampilan atau skil. Atau
mempergunakan sarana seperti: Tirtha kemampuan bertindak setelah seseorang
Pangening-ening, Tirtha Pangentas, Tirtha menerima pengalaman belajar tertentu.
Pangelukatan dan Tirtha Pabersihan yang Komunikasi transendental dalam tradisi
secara keseluruhan memiliki makna sebagai mekelin memberikan dampak psikomotor yang
penyucian. 2)Mebangun konsep lascarya dalam sangat luar biasa terhadap kehidupan
diri. Lascarya adalah landasan untuk masyarakat hal tersebut dibuktikan dengan
melakukan yadnya. Lascaraya merupakan adanya tindakan dari anggota masyarakat untuk
istilah yang dari penyerahan diri. Manusia pada mendukung jalannya upacara tersebut.
umumnya menyadari bahwa dirinya tidak dapat
hidup tanpa bantuan dari pada kekuatan III. PENUTUP
supranatural yang diyakininya. 3). Membangun Proses verbal dalam tradisi mekelin
semaangat ngayah atau melayani khususnya tejadi ketika kelian adat membacakan teks Aji
bagi leluhur sebagai wujud cinta kasih dalam Purwa Kertih terkait dasar pelaksanaan tradisi
membayar hutang rna. 4). Menjunjung tinggi mekelin. Apabila orang yang meninggal segera
kedamaian alam semesta. Proses komunikasi dibuatkan upacara Mekelin, maka yang paling
transendental tradisi mekelin secara tidak pertama ditentukan adalah
langsung telah membangun spirit menjunjung mengkomunikasikan masalah padewasaan
kedamaian alam semesta. (hari baik), dengan meminta petunjuk kepada
Aspek kognitif berhubungan dengan Kelian Adat. Sedangkan komunikasi non verbal
kemampuan berfikir termasuk di dalamnya dimulai setelah padewasaan ditetapkan, maka
kemampuan memahami, menghafal, dibunyikanlah kentungan ngoncang sebagai
mengaplikasi, menganalisis, mesistesis dan tanda memberi bekal kepada orang yang
kemampuan mengevaluasi. Komunikasi meninggal dan juga sebagai pertanda bahwa
transendental dalam tradisi mekelin orang yang meninggal itu akan langsung
memberikan dampak kognitif yang dibuktikan dibuatkan upacara Mekelin. Komunikasi
dengan adanya keinginan untuk menghafalkan transcendental bisa disaksikan saat
dan memahami teks atau kalimat yang memandikan jenasah. sebelum jenasah
digunakan dalam saha atau mantram. diturunkan, maka didahului dengan
Disamping dampak kognitif komunikasi membunyikan kentongan dengan bersamaan
transendental tradisi mekelin memberikan pula diadakan penundun yang sebagai tanda
afektif. Afektif merupakan ranah yang berkaitan bahwa akan segera dimandikan yang disertai
dengan sikap dan nilai. Afektif mencakup dengan kidung (nyanyian keagamaan) dengan
watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, Wirama Girisa, yang isinya sebagai
emosi dan nilai. Komunikasi transendental berikut:”Hatha sedeng hira mantuk sang shura
tradisi mekelin memberikan dampak afektif laga ring ayun, tucapa aji wirata karyasa
yang dibuktikan dengan ketika komunikasi nangisi weka, pinajengira lawyan sang putra
transendental mekelin berlangsung, masyarakat nalap iniwa, padha litu ajeng anwon lwir
Banyuseri sangat antusias dalam mencerna dan kandarpa pnatelu”.
menganalisis nilai-nilai yang terkandung dalam Komunikasi transendental tradisi
saha tersebut. mekelin berfungsi sebagai sarana untuk
mempercepat proses menyatunya unsur-unsur

143
COMMUNICARE Volume 1 No. 2, Desember 2020 p-ISSN : 2722 - 533X
pancamahabuta ke asalnya. Fungsi religius DAFTAR PUSTAKA
komunikasi transendental sesuai dengan teori
fungsional, adalah untuk memuaskan Alfian, TT. Persepsi Masyarakat Tentang
kebutuhan rohani pratisentana, serta sebagai Kebudayaan. Jakarta : Gramedia.
tempat untuk melakukan hubungan atau Atmadja, Bawa, Nengah 1999, Metode
bekomunikasi dengan para roh leluhur, Dewa Penelitian Kualitatif. Makalah
atau Tuhan. Fungsi komunikasi trnasendental Disampaikan Pada Penataran Dosen
akan diuraikan lagi secara spesifik antara lain: Muda Pola 94 Jam Tanggal 22 Februari
penyucian dan pembayaran hutang kepada sampai 12 Maret 1999. Th Akademik
leluhur disebut Pitra Rna. Hutang ini harus 1998/1999 STKIP Singaraja.
dibayar, membayar utang kepada leluhur Budiono, 1998. Kamus Besar Bahasa
dengan melaksanakan pitra yajna. Jadi pitra Indonesia. Bandung : Remaja Karya
yajna merupakan suatu pembayaran hutang Bachtiar, Harsaya W, dkk. 1997. Budaya dan
kepada leluhur. Manusia Indonesia. Malang : Yayasan
Adanya komunikasi transendental Pusat Pengkajian, Latihan dan
dalam tradisi mekelin memberikan dampak Pengembangan Masyarakat
positif yang sangat luar biasa terhadap Bungin, Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian
kehidupan masyarakat Banyuseri diantaranya; Kualitatif. Jakarta : PT. Raja.
1). Meningkatkan penyucian roh yang Dibia, I Made. 1986. Acara Agama Hindu.
meninggal sebelum menuju alam yang Singaraja : STKIP Singaraja.
tingkatannya yaitu alam pitra. Hal tersebut Gorda, I Gusti Ngurah. 2003. Metode
dapat dilihat dari sarana upakara yang Penelitian Naturalistik/Kualitatif.
dipergunakan dalam upacara tersebut yaitu Bandung : Tarsito.
mempergunakan sarana seperti: Tirtha Hamid Patilima, 2010. Metode Penelitian
Pangening-ening, Tirtha Pangentas, Tirtha Kualitatif (Edisi Revisi). Bandung :
Pangelukatan dan Tirtha Pabersihan yang Alfabeta
secara keseluruhan memiliki makna sebagai Kadjeng I Nyoman. 1998. Sarasamuscaya, Alih
penyucian. 2) Membangun konsep lascarya Bahasa : Pemda Bali.
dalam diri. Lascarya adalah landasan untuk Kamaya, TT. Kitab Tantra dan Intisari Agama
melakukan yadnya. Lascaraya merupakan Hindu. Surabaya : Paramita.
istilah yang dari penyerahan diri. Manusia pada Koentjaraningrat,1985. Asas – asas Ritus
umumnya menyadari bahwa dirinya tidak dapat Upacara dan Relegi Dalam Peralihan di
hidup tanpa bantuan dari pada kekuatan Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka
supranatural yang diyakininya. 3). Membangun —————————— 1987. Manusia dan
semaangat ngayah atau melayani khususnya Kebudayaan di Indonesia. Jakarta :
bagi leluhur sebagai wujud cinta kasih dalam Djembatan.
membayar hutang rna. 4). Menjunjung tinggi Mantra, Ida Bagus (Alih Bahasa). 1993.
kedamaian alam semesta. Proses komunikasi Bhagawadgita. Denpasar : Proyek
transendental tradisi mekelin secara tidak Pemantapan Kehidupan Beragama
langsung telah membangun spirit menjunjung Tersebar di Delapan Dati II.
kedamaian alam semesta. Milles, M.B. dan A,M. Huberman. 1992.
Analisis Data Kualitatif.
(Penerjemah:T.R.Rohidi). Jakarta:
Penerbit UI.

144

You might also like