Kajian Mitigasi Bencana Erupsi Gunung Merapi Di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 10

KAJIAN MITIGASI BENCANA ERUPSI GUNUNG MERAPI DI

KECAMATAN CANGKRINGAN KABUPATEN SLEMAN


Oleh
Nur Isnainiati, Muchammad Mustam, Ari Subowo
Jurusan Administrasi Publik
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Diponegoro
Jalan Profesor Haji Soedarto, Sarjana Hukum Tembalang Semarang Kotak Pos 1269
Telepon (024) 7465407 Faksimile (024) 7465405
Laman: http://www.fisip.undip.ac.id email: fisip@undip.ac.id

ABSTRACT

Disaster is a condition that causes casualties, damage, and loss. Indonesia is a country
that has kind of a complex disaster, so that disaster management should using the paradigm
of disaster risk reduction through mitigation programs. This research is a study of disaster
mitigation eruption of Mount Merapi in Cangkringan, Sleman. This study aims to determine
the implementation of structural and non-structural mitigation disaster eruption in Mount
Merapi by the government. This study used a qualitative research, the method is
descriptive. In the implementation of mitigation eruption of Mount Merapi in Sleman
Regency Cangkringan Sub District, government appears to coordinate with relevant agencies
and cooperate with the private/NGO. Many communities involved in mitigation activities that
arise in public understanding of the disaster, besides the ease of accessing information
makes the implementation of mitigation successfully.
The results of this study indicating that the implementation of structural and non-
structural mitigation is affected by the same factors. Factors that affecting the
implementation of mitigation disaster eruption in Mount Merapi is coordination, community
participation, cooperation between government and private / NGO, public initiatives, and
information.

Keywords: disaster management, mitigation, volcano

ABSTRAKSI

Bencana adalah suatu keadaan yang menyebabkan jatuhnya korban, kerusakan, dan
kerugian. Indonesia merupakan negara yang memiliki jenis bencana yang sangat kompleks,
sehingga penyelenggaraan penanggulangan bencana seharusnya menggunakan paradigma
pengurangan resiko bencana melalui program mitigasi. Penelitian ini merupakan kajian
mitigasi bencana erupsi Gunung Merapi di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan mitigasi bencana struktural dan non
struktural erupsi Gunung Merapi oleh pemerintah. Penelitian ini menggunakan metode
penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif.
Pada pelaksanaan mitigasi bencana erupsi Gunung Merapi di kecamatan Cangkringan
Kabupaten Sleman, nampak pemerintah berkoordinasi dengan instasi terkait dan bekerjasama
dengan swasta/NGO. Masyarakat banyak dilibatkan dalam berbagai kegiatan mitigasi
sehingga timbul pemahaman tentang kebencanaan di masyarakat. selain itu kemudahan
dalam mengakses informasi membuat pelaksanaan mitigasi berjalan lancar.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan mitigasi struktural maupun non
struktural dipengaruhi oleh faktor yang sama. Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan
mitigasi bencana Erupsi Gunung Merapi adalah koordinasi, partisipasi masyarakat, kerjasama
antara pemerintah dengan swasta/NGO, inisiasi masyarakat, dan informasi.

Kata Kunci: manajemen bencana, mitigasi, gunung api

PENDAHULUAN preventif (pengurangan risiko dan


A. LATAR BELAKANG kesiapsiagaan), sehingga penyelenggaraan
Peristiwa Erupsi Gunung Merapi penanggulangan bencana pada masa
2010 mengakibatkan banyak kerusakan sekarang lebih ditekankan pada tahapan
dan kerugian serta korban jiwa. Dalam pra bencana. Salah satu kegiatan dalam
peristiwa itu, banyak masyarakat tahap pra bencana adalah mitigasi.
Kabupaten Sleman menjadi korban. Berdasarkan peristiwa erupsi
Terdapat korban meninggal 123 jiwa, Gunung Merapi tersebut dan paradigma
rawat inap 147 jiwa, dan sebanyak 56.414 penanggulangan bencana saat ini,
jiwa mengungsi (Sumber: BPBD DIY, 7 kemudian timbul pertanyaan mengenai
Nopember 2010). Selain itu berdasarkan pelaksanaan mitigasi bencana erupsi
sumber berita online www.republika.co.id, Gunung Merapi di Kecamatan
erupsi Merapi 2010 hampir membuat Cangkringan Kabupaten Sleman yang
perekonomian Kabupaten Sleman lumpuh merupakan daerah terkena dampak yang
di lima kecamatan sehingga hampir tidak cukup parah.
ada aktivitas ekonomi. Lima kecamatan
tersebut yaitu Kecamatan Cangkringan, B. TUJUAN
Kecamatan Pakem, Kecamatan Turi, Pada hakekatnya, penelitian
Kecamatan Tempel, dan Kecamatan mempunyai tujuan untuk menemukan,
Ngemplak. mengembangkan, atau menguji kebenaran
Di Indonesia paradigma suatu pengetahuan. Dalam penelitian ini
penanggulangan bencana telah bergesar bertujuan untuk:
dari paradigma penanggulangan bencana 1. Mengetahui pelaksanaan mitigasi
yang bersifat responsif (terpusat pada struktural pada bencana erupsi
tanggap darurat dan pemulihan) ke
Gunung Merapi di Kecamatan 2. Mengetahui pelaksanaan mitigasi non
Cangkringan Kabupaten Sleman. struktural pada bencana erupsi
Gunung Merapi di Kecamatan dan controlling di satu sisi, dengan
Cangkringan Kabupaten Sleman. sumberdaya manusia, keuangan, fisik,
informasi, dan politik di sisi lain (dalam
C. TEORI Keban 2008:92).
Administrasi Publik
Bencana
Pendefinisasian administrasi publik
Dalam Buku Manajemen Bencana
belum menunjukkan kata sepakat dari para
mendefinisikan bahwa bencana adalah
ahli. Pendefinisian yang sulit ini
kejadian dimana sumberdaya, personal
dikarenakan administrasi publik
atau material yang tersedia di daerah
merupakan konsep yang kompleks
bencana tidak dapat mengendalikan
(Lemay, dalam Keban 2008:5). Beberapa
kejadian luar biasa yang dapat mengancam
ahli telah mengungkapkan definis
nyawa atau sumberdaya fisik dan
administrasi publik, diantaranya Chandler
lingkungan (Ramli: 2010, 11). Bencana
dan Plano (1988: 29-30) mengungkapkan
(disaster) merupakan fenomena yang
bahwa administrasi publik adalah proses
terjadi karena komponen-komponen
dimana sumber daya dan personel publik
pemicu (trigger), ancaman (hazard), dan
diorganisir dan dikoordinasikan untuk
kerentanan (vulnerability) bekerja bersama
memformulasikan, mengimplementasikan,
secara sistematis, sehingga menyebabkan
dan mengelola (manage) keputusan-
terjadinya risiko (risk) pada komunitas
keputusan dalam kebijakan publik (dalam
(BNPB, 2005: 10).
Keban 2008:3).
Manajemen Bencana
Manajemen Publik
Manajemen bencana (disaster
Salah satu definisi manajemen
management) didefinisikan sebagai istilah
publik diungkapkan oleh Overman yang
kolektif yang mencakup semua aspek
mengungkapkan bahwa manajemen publik
perencanaan untuk merespon bencana,
adalah suatu studi interdisipliner dari
termasuk kegiatan-kegiatan sebelum
aspek-aspek umum organisasi, dan
bencana dan setelah bencana yang
merupakan gabungan antara fungsi
mungkin juga merujuk pada manajemen
manajemen seperti planning, organizing,
resiko dan konsekuensi bencana (Shalauf
dalam Kusumasari, 2014:19). Dalam
siklus hidup manajemen bencana alam dan
manajemen bencana modern, ada empat
aktivitas, yaitu mitigasi, kesiapsiagaan,
respon, dan pemulihan (Alexander; Mitigasi Bencana
Coppola; King; Moe & Pathranarakul; Mitigasi didefinisikan sebagai
Quarantelli dalam Kusumasari, 2014:21). tindakan yang diambil sebelum bencana
terjadi dengan tujuan untuk mengurangi atau tempat munculnya batuan lelehan
atau menghilangkan dampak bencana atau magma/rempah lepas/gas yang
terhadap masyarakat dan lingkungan berasal dari dalam bumi (Nurjanah dkk,
(King dalam Kusumasari, 2014:22). 2012: 30). Dalam buku Manajemen
Tujuan mitigasi adalah pengurangan Bencana disebutkan upaya-upaya mitigasi
kemungkinan resiko, pengurangan bencana gunung berapi, yaitu:
konsekuensi resiko, menghindari resiko, a) Pemantauan, aktivitas gunung api
penerimaan resiko, serta transfer, dipantau selama 24 jam menggunakan
pembagian, atau penyebarluasan resiko alat pencatat gempa (seismograf).
(Kusumasari, 2014:22). b) Tanggap Darurat, yaitu mengevaluasi
Ada dua jenis mitigasi, yaitu laporan dan data, membentuk tim
struktural dan non struktural. Mitigasi Tanggap Darurat, mengirimkan tim ke
struktural didefinisikan sebagai usaha lokasi, melakukan pemeriksaan secara
pengurangan resiko yang dilakukan terpadu.
melalui pembangunan atau perubahan c) Pemetaan, Peta Kawasan Rawan
fisik melalui penerapan solusi yang Bencana Gunung berapi dapat
dirancang. Mitigasi non struktural menjelaskan jenis dan sifat bahaya
meliputi pengurangan kemungkinan atau gunung berapi, daerah rawan bencana,
konsekuensi resiko melalui modifikasi arah penyelamatan diri, lokasi
proses-proses perilaku manusia atau alam, pengungsian, dan pos penanggulangan
tanpa membutuhkan penggunaan struktur bencana.
yang dirancang (Kusumasari, 2014:23). d) Penyelidikan gunung berapi

Mitigasi Bencana Gunung Berapi menggunakan metoda Geologi,

Gunung berapi atau gunung api Geofisika, dan Geokimia.

adalah bentuk timbunan (kerucut dan e) Sosialisasi, petugas melakukan

lainnya) dipermukaan bumi yang sosialisasi kepada Pemerintah Daerah

dibangun oleh tibunan rempah letusan, serta masyarakat terutama yang


tinggal di sekitar gunung berapi.

D. METODA
Metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode
penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian
ini diadakan di Kecamatan Cangkringan,
yang berjarak sekitar 11 km dari puncak rawan bencana II & III (KRB II & III).
Gunung Merapi dan berada kawasan Kecamatan Cangkringan terletak di
Kabupaten Sleman Daerah Istimewa pihak swasta/NGO yang membantu,
Yogyakarta yang merupakan lokasi yang seperti Kedaulatan Rakyat, Pikiran Rakyat,
terkena dampak letusan Gunung Merapi. ASB, SGM. Terdapat peranan komunitas
Penelitian ini akan digunakan teknik setempat dan Tim REKOMPAK untuk
purposive sampling dengan mewawancarai mensosialisasikan kegiatan mitigasi ini.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah Pada saat pembuatan sabo BPBD
Kabupaten Sleman (BPBD Sleman), Sleman berkoordinasi dengan Balai Besar
swasta/NGO dan tokoh-tokoh masyarakat Wilayah Sungai Serayu-Opak (BBWSSO),
di Kecamatan Cangkringan yang secara Balai Sabo, Balai Penelitian dan
keseluruhan berjumlah 12 orang informan. Pengembangan Teknologi Kegunungapian
Data dikumpulkan dengan teknik (BPPTK), dan Badan Meteorologi
observasi, wawancara, studi pustaka, dan Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
dokumentasi. Setelah data terkumpul, Peranan masyarakat turut dilibatkan
dilakukan analisis dengan teknik reduksi dengan memberikan saran mengenai
data, penyajian data dan penarikan desain sabo.
kesimpulan/verifikasi. Mitigasi melalui alat peringatan dini
(EWS) mayoritas disediakan oleh
PEMBAHASAN pemerintah, meskipun ada bantuan dari
A. HASIL PENELITIAN pihak swasta. Masyarakat juga berinisiatif
Mitigasi Struktural untuk membeli alat komunikasi berupa
Dalam pelaksanaan mitigasi handy talky (HT) untuk menerima dan
struktural, BPBD Sleman melakukan memperbaharui informasi Gunung Merapi.
pembangunan rumah sesuai standar Pelaksanaan mitigasi pembuatan
kawasan rawan bencana yang bekerjasama barak pengungsian dimulai dengan
dengan Tim REKOMPAK dibawah membuat skenario kejadian erupsi Gunung
koordinasi Dirjen Cipta Karya Kementrian Merapi. Dalam pembuatan skenario ini
Pekerjaan Umum. Dalam mitigasi ini semua stakeholder dilibatkan, baik dari
masyarakat dilibatkan dengan membagi pihak swasta/NGO dan masyarakat.
masyarakat menjadi kelompok-kelompok Masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan
pemukim. Dalam mitigasi ini banyak mitigasi ini adalah mengenai informasi
tentang jumlah pengungsi dan kapasitas
barak pengungsian yang kurang akurat,
sehingga terjadi over kapasitas ketika
kondisi darurat.
BPBD Sleman juga menyiapkan berkoordinasi dengan pemerintah terkait
sarana dan prasarana yang menunjang seperti TNI dan Kepolisian untuk
proses evakuasi. BPBD Sleman penyediaan armada evakuasi. Masyarakat
menyiapkan transportasi yang diorganisir Kabupaten Sleman. Pemantauan Gunung
dalam sebuah tim khusus yang memiliki Merapi juga dilakukan oleh masyarakat
tugas dan tanggung jawabnya. Tim ini yang tergabung dalam komunitas-
disebut Tim Pengurangan Resiko Bencana komunitas. Penyebaran informasi melalui
(Tim PRB) tingkat dusun. Selain sarana radio, sehingga biasa disebut radio
transportasi, jalur evakuasi juga mendapat komunitas.
perhatian. Masalah yang dihadapi BPBD Dalam kegiatan mitigasi
Sleman adalah belum terpisahnya jalur penyampaian informasi, BPBD Sleman
evakuasi dengan jalur tambang. Oleh sebagai koordinator yang mengkoordinasi
karena itu BPBD Sleman melakukan instansi-instansi terkait baik dari Pemkab
koordiansi dengan Dinas Perhubungan, Sleman, BPPTK, BMKG, Posko Utama
Komunikasi dan Informasi, Dinas Sumber Pakem, Posko Kecamatan, Kantor Desa,
Daya Alam Energi dan Mineral dan Badan dan komunitas-komunitas di Kawasan
Perencanaan Pembangunan Daerah Rawan Bencana hingga informasi sampai
Kabupaten Sleman. BPBD Sleman juga kepada masyarakat.
membuat rambu-rambu penunjuk arah Mitigasi juga dilakukan dengan
jalur evakuasi menuju ke tempat yang membuat peta kawasan rawan bencana.
aman seperti balai desa dan barak Namun peraturan pemetaan ini mendapat
pengungsian. penolakan dari warga yang tinggal di

Mitigasi Non Struktural daerah yang dinyatakan kawasan rawan

Pelaksanaan mitigasi non struktural bencana. Hal ini dikarenakan tidak

tidak berbeda dengan mitigasi struktural. dilibatkannya masyarakat dalam

Dalam kegiatan pemantauan pengamatan perumusan peraturan tersebut. Sehingga

status Gunung Merapi, BPBD Sleman masyarakat kurang memahami maksud

berkoordinasi dengan BPPTK, BMKG, dan tujuan dari pemerintah. Keadaan yang

dan BBWSSO. Mekanisme penentuan demikian menyebabkan upaya penertiban

status menjadi kewenangan Pemerintah peraturan pemanfaatan lahan dilakukan


oleh pemerintah mengalami hambatan,
sehingga sampai sekarang masih ada
dusun yang tidak mau direlokasi.
Dalam pelaksanaan mitigasi BPBD
Sleman juga melakukan sosialisasi. Dalam
melakukan sosialisasi BPBD Sleman
berkoordinasi dengan instansi lain seperti
BPPTK untuk menjelaskan secara ilmiah sesungguhnya. Selain itu dalam sosialisasi,
kondisi Gunung Merapi yang BPBD Sleman juga dibantu oleh
komunitas setempat. yang mengkoordinasi antar instansi terkait.
Kegiatan peningkatan kapasitas Koordinasi menjadi salah satu faktor yang
masyarakat dilaksanakan melalui progran menunjukkan performa suatu organisasi
Desa Tangguh Bencana. Pelaksanaannya dalam kehandalannya melaksanakan
hasil kerjasama antara pemerintah, swasta mitigasi bencana. Koordinasi diperlukan
(NGO) dan masyarakat. Dalam untuk mengkoordinasikan berbagai
mewujudkan Desa Tangguh Bencana para organisasi yang memiliki keahlian
stakeholder ini membentuk Tim dibidangnya sehingga dapat membentuk
Pengurangan Resiko Bencana (PRB) network yang saling berkolaborasi guna
Tingkat Dusun. Tim PRB Tingkat Dusun mendukung pelaksanaan mitigasi.
yang difasilitasi oleh BPBD Sleman dan Koordinasi menjadi sangat penting untuk
swasta (NGO) bermusyawarah untuk dilakukan. Sebab bencana memerlukan
menentukan kegiatan-kegiatan dalam jaringan antarorganisasi daripada jaringan
upaya penguatan kelembagaan dan tunggal karena setiap organisasi mungkin
peningkatan kapasitas di masyarakat. kurang memiliki pengalaman, prosedur
operasi standar, dan teknologi yang sesuai
B. ANALISIS (Moynihan, dalam Kusumasari, 2014:51).
Mitigasi merupakan tindakan yang Pada beberapa tahun yang lalu
dilakukan untuk mencegah atau pendekatan top-down seringkali
mengurangi dampak yang ditimbulkan mengabaikan sumber daya lokal yang
akibat suatu bencana. Mitigasi dianggap berpotensi ikut andil dalam
sebagai landasan dari manajemen bencana penyelenggaraan penanggulangan
(Federal Emergency Management bencana. Pengabaian itu berimplikasi pada
Agency/FEMA, dalam Kusumasari kurang maksimalnya penyelenggaraan
2014:22). penanggulangan bencana. Dalam
Pelaksanan mitigasi sangatlah pelaksanaan mitigasi, BPBD Sleman
kompleks sehingga membutuhkan peranan memiliki strategi mitigasi pengurangan
banyak pihak. Dalam pelaksanaan mitigasi resiko bencana berbasis masyarakat,
struktural maupun non struktural, BPBD sehingga dalam berbagai hal terkait
Sleman bertindak sebagai koordinator kegiatan mitigasi, masyarakat selalu
diikutsertakan. Apalagi bagi masyarakat
yang tinggal di lereng Gunung Merapi
menganggap bahwa Gunung Merapi
bukanlah ancaman melainkan berkah.
Pendekatan berbasis masyarakat akan kegiatan-kegiatan mitigasi bencana.
mengurangi gejolak penolakan pada Dalam pelaksanaan mitigasi bencana
erupsi Gunung Merapi yang berbasis Dalam memperlancar pelaksanaan
masyarakat, pemerintah seharusnya mitigasi, BPBD Sleman juga menjalin
mengikutsertakan masyarakat dan kerjasama dengan swasta/NGO dan
komunitas dalam berbagai kegiatan perguruan tinggi. Bantuan diberikan
mitigasi. Namun ada kebijakan mitigasi berupa materi, pikiran dan tenaga. Pihak
yang belum mengikutsertakan masyarakat ketiga ini membantu dalam menyediakan
seperti pemetaan kawasan rawan bencana dan melengkapi fasilitas umum dan
sehingga terjadi penolakan terhadap fasilitas sosial, ikut membangun alat EWS,
kebijakan tersebut. Hal ini nampak dari 3 ikut berpartisipasi dalam rencana
dusun yang tidak bersedia direlokasi. pembuatan barak pengungsian, sebagai
Selain partisipasi, masyarakat di mitra pemerintah yang membantu
lereng Merapi juga telah memiliki inisiasi menjalankan program-program
untuk membuat dirinya berdaya dalam peningkatan kapasitas masyarakat,
menghadapi bencana. Hal ini dikarenakan memberikan advokasi dan pendampingan
masyarakat mulai sadar untuk hidup serta menjadi fasilitator agar masyarakat
harmoni berdampingan dengan bahaya dapat mandiri dan berdaya menghadapi
erupsi Gunung Merapi. Masyarakat bencana. Pihak-pihak ini antara lain
membentuk komunitas-komunitas yang Kedaulatan Rakyat, Pikiran Rakyat, SGM,
turut serta dalam kegiatan mitigasi, seperti ASB, Metro TV, UGM, UPN, dan UII.
komunitas relawan SKSB dan AMC. Dalam penyelenggaraan
Tidak hanya membentuk komunitas, penanggulangan bencana, utamanya
masyarakat juga berinisiasi untuk mitigasi, ketersediaan informasi terkini,
melengkapi diri dengan peralatan untuk kredibel, dan cepat adalah penting untuk
memperoleh informasi yang akurat. menilai, mamantau dan membuat
Inisiasi ini nampak dari dengan sukarela kebijakan. Oleh sebab itu ketersediaan
masyarakat membeli memiliki handy talky data, seperti demografi, populasi, status
(HT) secara swadaya, maskipun kearifan sosial-ekonomi masyarakat sangatlah
lokal seperti membunyikan kentongan saat penting untuk dimiliki pemerintah,
terjadi bencana masih dilakukan. utamanya BPBD. Data yang ada juga
harus update. Kenyataannya, data yang
ada biasanya out of date sehingga dalam
pengambilan suatu keputusan atau
kebijakan menjadi kurang tepat.
PENUTUP pelaksanaan mitigasi bencana Erupsi
A. KESIMPULAN Gunung Merapi di Kecamatan
Berdasarkan penelitian tentang Cangkringan Kabupaten Sleman yang
dilakukan oleh pemerintah melalui Badan ditutup dengan adanya kerjasama
Penanggulangan Bencana Daerah dengan swasta/NGO.
Kabupaten Sleman sudah berjalan cukup 5. Informasi. Data sangat menunjang
baik. Adapun temuan yang mendukung keberhasilan dari mitigasi. Tanpa
keberhasilan pelaksanaan program mitigasi adanya informasi yang akurat dan
bencana, yaitu: aktual maka program mitigasi tidak
1. Koordinasi. Koordinasi dengan dapat berjalan maksimal. Kemudahan
instansi terkait akan mendukung dalam mengakses informasi juga
keberhasilan program mitigasi dan membuat mitigasi berjalan dengan
akan menutupi keterbatasan BPBD. lancar.
2. Partisipasi masyarakat. Partisipasi
masyarakat akan meningkatkan B. SARAN
antusiasme masyarakat dalam Berdasarkan kesimpulan yang telah
kegiatan pengurangan resiko bencana disampaikan, maka saran yang akan
dan dengan keikutsertaan masyarakat diberikan berupa masukan untuk
juga akan meminimalisir penolakan memaksimalkan faktor-faktor penentu
karena mayarakat akan merasa keberhasilan mitigasi, baik mitigasi
memiliki kebijakan yang telah struktural maupun non struktural, dengan
dibuatnya bersama-sama. tujuan agar kedepan penyelenggaraan
3. Inisiasi dari masyarakat. Hal ini penanggulangan bencana dapat berjalan
menandakan adanya perubahan lebih optimal.
pandangan terhadap bencana di 1. Perlunya pertisipasi masyarakat dalam
masyarakat dan pemahaman cara pembuatan kebijakan. Hal ini untuk
mengurangi resiko bencana. menghindari penolakan masyarakat
4. Kerjasama antara pemerintah dengan pada kebijakan mitigasi.
swasta/NGO. Keterbatasan tenaga 2. Bantuan berupa pikiran dan keahlian
ahli, personel, dan anggaran dapat lebih dioptimalkan sehingga
kerjasama dengan swasta/NGO dan
komunitas internasional tidak terbatas
pada bantuan materi.
3. Perlunya update data dan informasi
sehingga kebijakan mitigasi dapat
berjalan maksimal.
DAFTAR PUSTAKA PT.ARSS Baru.
A. Buku Bencana Mengancam Indonesia. (2011).
Baskara, Imam. Merapi adalah Edukasi. Jakarta: PT. Kompas Media
Nusantara. BPBD Sleman. (2013). Rencana dan
BNPB. (2011). Indeks Rawan Bencana. Prosedur Evakuasi Dan
Jakarta. Kesiapsiagaan Darurat Bencana Di
Keban, Yeremias T. (2008). Enam Cangkringan. Power Point.
Dimensi Strategis Administrasi Dipresentasikan pada Workshop
Publik: Konsep, Teori dan Isu. Penyusunan Rencana Kontigensi
Yogyakarta: Gava media. Erupsi Merapi di Yogyakarta (21
Kusumasari. (2014). Manajemen Bencana Februari): slide 13-17
dan Kapabilitas Pemerintah Lokal. Dampak Letusan Gunung Merapi
Yogyakarta: Gava Media Mencapai Rp 3,56 Triliyun. (2011,
Badan Penanggulangan Bencana Daerah Maret). Majalah GEMA BNPB Vol.2
Daerah Istimewa Yogyakarta. No.1: 17
(2012). Menjalin Mitra Saling Tukino, dkk. (2010). Pengembangan
Berbagi. Daerah Istimewa Model Pemberdayaan Masyarakat
Yogyakarta. Dalam Pempererat Keserasian Sosial
Nurjannah, dkk. (2012). Manajemen Yang Mendukung Integrasi
Bencana. Bandung: Alfabeta. Masyarakat. Jurnal Dialog
Pemerintah Kabupaten Sleman. (2009). Penanggulangan Bencana. Volume 1
Rencana Kontingensi Kabupaten Nomor 2 Tahun 2010.
Sleman 2009. Sleman. Zamroni, M Imam. (2011). Islam dan
Ramli, Soehatman. (2010). Manajemen Kearifan Lokal dalam
Bencana. Jakarta: Dian Rakyat. Penanggulangan Bencana di Jawa.
Jurnal penanggulangan bencana.
B. Laporan Penelitian, Workshop, dan Volume 2 Nomor 1 Tahun 2011.
Jurnal
BPPTK. (2013). Penilaian Potensi Bahaya C. Sumber Internet
Gunung Merapi (http://www.republika.co.id/berita/breakin
g-news/nasional/11/02/11/163686-
kerugian-sementara-erupsi-merapi-
capai-rp-5-4-triliun, diunduh pada
tanggal 11 Januari 2013).

You might also like