Professional Documents
Culture Documents
Pola Pengembangan Berkelanjutan Sdi Layang
Pola Pengembangan Berkelanjutan Sdi Layang
Pola Pengembangan Berkelanjutan Sdi Layang
IRHAM
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
ii
Irham
C461060071
iii
ABSTRACT
Key word: development pattern, scad, fishing technology, North Maluku waters.
iv
RINGKASAN
IRHAM. Pola Pengembangan Berkelanjutan Sumberdaya Ikan Layang
(Decapterus spp) di Perairan Maluku Utara. Dibimbing oleh SUGENG HARI
WISUDO, JOHN HALUAN, dan BUDY WIRYAWAN.
Estimasi nilai optimum dari komponen perikanan ikan layang menghasilkan hasil
tangkapan optimum yang memberikan keuntungan rasional bagi tingkat
pengusahaan sumberdaya ikan layang sebesar 19.754, 248 ton per tahun dengan
upaya penangkapan optimum 28.135 trip stándar mini purse seine sehingga
keuntungan maksimum yang diperoleh sebesar Rp. 90.717.199.850,00. Untuk
alokasi unit penangkapan mini purse seine sebagai alat tangkap yang
diprioritaskan direkomendasikan sebanyak 202 unit. Dan jumlah nelayan yang
optimum yang terserap pada unit penangkapan mini purse seine sebanyak 2626
orang. Hasil analisis beberapa parameter populasi ikan layang biru (Decapterus
macarellus) menunjukkan bahwa pertumbuhan ikan layang biru betina lebih
cepat dari pada ikan jantan dan keduanya mencapai panjang maksimum pada usia
4 tahun. Pola pertumbuhan ikan layang biru jantan maupun betina bersifat
alometrik minor, yang berarti pertumbuhan panjang tubuh ikan lebih cepat dari
pertumbuhan beratnya. Pengamatan gonad menunjukkan ikan yang tertangkap
didominasi ikan-ikan yang belum matang gonad. Jumlah terbanyak ikan layang
biru yang matang gonad ditemukan pada bulan Maret dan kematangan gonad
pertama kali di capai pada ukuran panjang total 25,8 cm. Pemijahan ikan layang
biru berlangsung pada bulan April/Mei. Fekunditas yang diperoleh berkisar antara
28875-84000 butir dengan kisaran panjang total 268-310 mm. Jumlah telur
sangat dipengaruhi oleh panjang total ikan. Hasil analisis pola musim
penangkapan menunjukkan bahwa musim penangkapan ikan layang di perairan
Maluku Utara berlangsung dari bulan Maret hingga Oktober dengan puncak
musimnya dicapai pada bulan Agustus yaitu pada musim timur. Sedangkan bukan
musim penangkapan yaitu pada bulan Desember hingga Februari bertepatan
dengan musim barat. Untuk pembagian daerah penangkapan dan musim
penangkapan ikan layang di berbagai wilayah perairan Maluku Utara meliputi :
(1) bagian tengah Maluku Utara yaitu sekitar perairan Ternate hingga ujung Utara
Halmahera yang mencakup perairan Batang Dua, Ternate, Tidore, Mare, Moti,
Makian dan Kayoa dengan musim penangkapan terjadi pada akhir bulan Februari
- Mei dan bulan Juli hingga September; (2) bagian selatan Maluku Utara terletak
sepanjang ujung selatan Halmahera hingga bagain barat pulau Bacan yaitu antara
perairan Obi dan Bacan hingga mencapai perairan laut Maluku dengan muism
penangkapan pada bulan April - Oktober; (3) bagian Utara Maluku Utara
mencakup perairan Utara Morotai dan perairan sekitar Teluk Kao dengan musim
penangkapan berlangsung pada bulan April - September. Berdasarkan keragaan
nilai optimal dari komponen perikanan ikan layang yang dikaji dapat disusun
suatu pola pengembangan berkelanjutan sumberdaya ikan layang di perairan
Maluku Utara. Pola ini mencakup 5 kompenen yaitu : mini purse seine sebagai
alat tangkap ikan layang pilihan, pemanfaatan sumberdaya ikan layang optimal,
biologi ikan layang, mesh size optimum alat tangkap pilihan (mini purse seine)
serta waktu dan daerah penangkapan ikan layang yang tepat.
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
vii
IRHAM
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Teknologi Kelautan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
viii
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc. Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc .
Anggota Anggota
Mengetahui
Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga disertasi ini berhasil diselesaikan. Disertasi ini berjudul” Pola
Pengembangan Berkelanjutan Sumberdaya Ikan Layang (Decapterus spp) di
Perairan Maluku Utara” disusun sebagai salah satu syarat penyelesaian program
pendidikan Strata 3 di Sekolah Pascasarjana IPB.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan
yang tulus kepada:
1. Dr. Ir. Sugeng H. Wisudo, M.Si, selaku ketua Komisi Pembimbing, Prof. Dr.
Ir. John Haluan, M.Sc dan Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc selaku anggota
Komisi Pembimbing, yang telah berkenaan memberikan arahan dan
bimbingan untuk menyelesaikan disertasi ini.
2. Dosen Penguji Luar Komisi, Prof. Dr. Ir. Muhajir K Marsaoli, M.Si (Kepala
Bappeda Provinsi Maluku Utara) dan Dr. Ir. Fedi Alfiadi Sondita, M.Sc
(Dosen Departemen PSP Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB Bogor)
atas kesdiannya untuk memberikan pengujian serta masukan pada ujian
terbuka.
3. Rektor, Dekan sekolah pascasarjana, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Ketua Program Studi Teknologi kelutan Insitut Pertanian Bogor
beserta staf pengajar yang telah memberikan ilmu pengetahuan selama studi.
4. Rektor dan Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelutan Unkhair yang telah
memberikan izin untuk melanjutkan studi di Program Studi Teknologi
Kelautan IPB - Bogor.
5. Direktur Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, yang telah
memberikan bantuan dana pendidikan melalui Beasiswa Program
Pascasarjana (BPPS).
6. Kepala Bappeda provinsi Maluku Utara, Kepala Dinas Perikanan dan Ilmu
Kelautan provinsi Maluku Utara, Kepala Pelabuhan Perikanan Nusantara
Ternate dan Kepala Karantina Ikan Kelas II Babullah Ternate serta segenap
jajarannya atas izin yang diberikan serta bantuan fasilitas selama penelitian
berlangsung.
7. Secara khusus ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua
penulis (Almarhum Yusuf Hi. Ichsan dan Hj. Siti Hawa Musa), yang walau
dalam perjalanan hidup penulis banyak menyusahkan mereka, namun dengan
segala curahan kasih sayang dan doa yang terus diberikan, akhirnya penulis
dapat menuai pendidikan yang begitu berarti.
8. Istri dan putri yang tercinta yang begitu ikhlas dan penuh pengorbanan,
sehingga mampu menghantarkan penulis menyelesaikan studi ini.
9. Kakak-kakakku, Sarifa Hi. Ichsan, Ardan Hi Ichsan, Kusdi Hi. Ichsan, Marwia
Hi. Ichsan, Abuhari Hamzah dan Martini Djamhur yang telah banyak
membantu baik moril mapupun matril selama studi.
10. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Teknologi Kelautan atas segala
kerjasama dan dukungannya selama ini.
Semoga disertasi ini bermanfaat.
RIWAYAT HIDUP
DAFTAR ISI
Halaman
1 PENDAHULUAN. ........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang. ......................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah.. ................................................................ 5
1.3 Tujuan Penelitian.. .................................................................... 7
1.4 Manfaat Penelitian. ................................................................... 7
1.5 Hipotesis Penelitian................................................................... 8
1.6 Kerangka Pemikiran.................................................................. 8
3 METODOLOGI.... ............................................................................ 41
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian.. ................................................... 41
3.2 Alat dan Bahan........................................................................... 41
3.3 Metode Pengumpulan Data. ....................................................... 42
3.4 Metode Analisis Data................................................................. 48
3.4.1 Metode skoring dan fungsi nilai ...................................... 49
3.4.2 Model surplus produksi dan bio-ekonomi . ..................... 52
Gordon-Schaefer. .............................................................
3.4.3 Model linear goal programming....................................... 56
3.4.4 Analisis Parameter populasi ikan layang
(Decapterus macarellus).................................................. 57
3.4.4.1 Analisis parameter pertumbuhan......................... 57
3.4.4.2 Analisis hubungan panjang berat. ....................... 58
3.4.4.3 Metode pengamatan tingkat kematangan gonad . 59
3.4.4.4 Analisis indeks kematangan gonad. .................... 59
3.4.4.5 Perhitungan fekunditas........................................ 60
3.4.4.6 Metode Sperman Karber. .................................... 60
3.4.5 Analisis penentuan mesh size minimum jaring . ............. 61
3.4.6 Metode rata-rata bergerak (moving average).................. 61
3.4.7 Model deskriptif .............................................................. 64
LAMPIRAN............................................................................................ 166
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
24 Data panjang dan lingkar badan ikan layang biru pada ukuran
pertama kali matang gonad di perairan Maluku Utara...................... 113
DAFTAR GAMBAR
Halaman
8 Desain Kapal mini purse seine (kapal utama) di Maluku Utara ...... 67
26 Jumlah ikan layang biru (D. macarellus) jantan dan betina yang
matang gonad berdasarkan periode bulan pengamatan,
Janurai - Mei 2008 ............................................................................ 111
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
DAFTAR ISTILAH
Mature : Bunting/dewasa.
1 PENDAHULUAN
25000
20000 Layang
Produksi (ton)
Teri
15000
Tongkol
Julung-Julung
10000
Selar
5000 Kembung
0
1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Tahun
Seperti halnya jenis ikan pelagis lainnya, ikan layang dimanfaatkan untuk
konsumsi lokal oleh masyarakat di sekitar wilayah Maluku Utara. Ikan layang
memiliki permintaan pasar yang relatif tinggi baik pasar interinsuler maupun
pasar ekspor. Jenis ikan ini dipasarkan ke wilayah Jakarta dan Surabaya bahkan
mencapai pasar Jepang untuk digunakan sebagai ikan umpan tuna long-line.
Pengusahaan jenis ikan ini di wilayah Maluku Utara terutama dilakukan oleh
industri perikanan rakyat berskala kecil, penangkapannya dengan berbagai jenis
alat tangkap seperti pukat cincin, jaring insang hanyut, bagan perahu, pancing
tonda dan pancing ulur. Alat tangkap yang dominan dan efektif digunakan untuk
penangkapan ikan layang di daerah ini adalah mini purse seine, yang oleh
masyarakat Maluku Utara dikenal dengan "soma pajeko".
Ditinjau dari teknologi penangkapan ikan, modal usaha dan sumberdaya
manusia yang memanfaatkan sumberdaya ikan layang di Maluku Utara dapat
diduga tingkat eksploitasi sumberdaya ikan layang masih dalam tahap
perkembangan. Namun demikian aktifitas pemanfaatan terhadap sumberdaya ikan
layang di wilayah perairan Maluku Utara semakin meningkat, yaitu tingginya
intensitas penangkapan ikan di perairan pantai yang dapat mengakibatkan
penurunana stok ikan layang. Kecenderungan tersebut dapat dilihat dari trend
produksi ikan layang yang terus meningkat dari tahun ke tahun dan sebaliknya
produktivitas alat tangkap ikan layang yang cendrung menurun. Dengan demikian
jika peningkatan pemanfaatan ini tidak sebanding dengan kemampuan daya pulih
dari sumberdaya ikan tersebut, maka dipastikan pada suatu ketika kondisi ini
dapat mempengaruhi kegiatan usaha dan stok ikan yang mengarah ke gejala
overfishing. Kondisi produktivitas nelayan yang rendah juga merupakan penyebab
rendahnya pendapatan yang diterima oleh nelayan perikanan layang di Maluku
Utara.
Peningkatan kuantitas upaya penangkapan di suatu perairan akan
meningkatkan pula nilai ekonomi sumberdaya tersebut dan berdampak terhadap
kesejahteraan nelayan dan khusunya bagi pengusaha perikanan, namun
pemanfaatan potensi sumberdaya ikan harus dilaksanakan secara terkendali,
sehingga kelestarian sumberdaya ikan di setiap wilayah ini senantiasa dapat
dipertahankan agar produktivitas optimum dapat terjaga.
5
Agar di satu pihak sumberdaya ikan ini dapat dimanfaatkan dengan optimal,
dan di lain pihak kegiatan penangkapan yang dilakukan tidak memberikan
tekanan eksploitasi yang berlebihan terhadap sumberdaya ikan dan
7
rata ikan pertama kali matang gonad. Nilai panjang tersebut disubstitusikan pada
persamaan regresi untuk mendapatkan nilai lingkar badan ikan. Selanjutnya nilai
lingkar badan ikan tersebut dibandingkan dengan ukuran mata jaring pada alat
tangkap yang digunakan dalam mengeksploitasi sumberdaya ikan layang di
Maluku Utara saat ini untuk menentukan ukuran mata jaring minimum yang
seharusnya digunakan.
Informasi tentang waktu dan daerah penangkapan yang tepat dalam
melakukan kegiatan penangkapan ikan layang sangat diperlukan agar kegiatan
pemanfaatan dapat berlangsung secara efektif dan efisien dengan
mempertimbangkan aspek keberlanjutan dari stok sumberdaya ikan. Untuk itu
dilakukan analisis pola musim penangkapan ikan dengan pendekatan nilai Indeks
Musim Penangkapan (% IMP), menggunakan metode rata-rata bergerak (moving
average). Untuk pemetaan daerah dan musim penangkapan ikan layang
dilakukan dengan mengoverlay data hasil wawancara dengan responden
(nelayan) dan data titik koordinat lokasi pemasangan rumpon menggunakan
bantuan perangkat lunak AreView Gis 33, sehingga membentuk suatu peta
tematik yang merupakan peta daerah penangkapan dan musim penangkapan ikan
layang di perairan Maluku Utara.
Perumusan pola pengembangan berkelanjutan sumberdaya ikan layang di
Maluku Utara dilakukan dengan pendekatan deskriptif model yaitu berdasarkan
nilai keragaan optimal komponen perikanan layang yang telah diperoleh pada sub-
sub bab sebelumnya . Dengan demikian dihasilkan bebarapa implikasi kebijakan
yang dapat menjadi acuan dalam pengembangan perikanan ikan layang di Maluku
Utara.
12
Permasalahan :
- Penangkapan instensif di perairan pantai
- Kecenderungan produktivitas (CPUE) alat
tangkap ikan layang menurun
- Gejala pemanfaatan berlebihan (over fishing)
- Rendahnya produktivitas nelayan
- Rendahnya pendapatan nelayan
Optimalisasi Pengelolaan Biologi Layang Biru dengan Penentuan Mesh size Pola musim Penangkapan
Teknologi Perikanan Pendekatan Parameter Minimum Alat Tangkap Layang dan
Perikanan
Tangkap yang Tersedia Pilihan Penentuan DPI
Ikan Layang Populasi Ikan
Identifikasi jenis Teknologi - Potensi biologi lestari (MSY) Analisis Parameter - Ukuran panjang rata-rata - CPUE bulanan
Penangkapan Ikan Layang - Potensi ekonomi lestari (MEY) pertumbuhan, Hub panjang ikan pertama kali matang - Indeks Musim
- Penentuan alokasi unit berat, TKG , IKG, Fekunditas gonad Penangkapan (IMP)
Penangkapan layang optimum dan Ukuran ikan pertama kali - Ukuran lingkar badan rata- - Posisi Tangkapan Ikan
Seleksi T P I Layang : dan berkelankjutan rata ikan pertama kali Layang
matang gonad matang gonad
- aspek bioogi
- aspek teknis
- aspek sosial Surplus production model,
- aspek ekonimi Bionomik Gordon-Schaefer Model analisis Parameter Metode rata-rata bergerak
Analisis Regresi Linear
- aspek lingkungan model, Model LGP Populasi Ikan dan Metode dan Overlay mengguankan
Sederhana
Sperman Karber AreView Gis 33
Implikasi Kebijakan
2 TINJAUAN PUSTAKA
Maret dan musim pancaroba pada bulan April. Musim Selatan pada bulan April-
Nopember yang diselingi oleh angin Timur dan pancaroba.
Data Stasiun Meteorologi Babullah Ternate pada tahun 2004 menunjukkan
bahwa musim hujan jatuh pada bulan Desember-Mei dengan jumlah curah hujan
tertinggi pada bulan April (336 mm) dan jumlah hari hujan 11-21 hari. Suhu udara
maksimum berkisar 29.5-32.30C dan suhu minimum berkisar 22.1-24.10C dengan
suhu rata-rata 26.60C. Kelembaban nisbi berkisar 75-87% dengan rata-rata 80.3%.
Persentase penyinaran matahari rata-rata berkisar 37% (Februari)-97% (Agustus).
Kecepatan angin pada bulan Nopember-Mei bertiup dari arah Barat Daya dengan
kecepatan maksimum 24 knot, bulan Juni-September bertiup angin dari arah
Selatan dengan kecepatan maksimum 21 knot.
perubahan musim, yaitu Barat dan Timur dan arus harian yang dipengaruhi oleh
pergerakan pasang surut. Data Dishidros TNI-AL (1992) diacu dalam Dinas
Perikanan dan Kelautan (2006) kecepatan arus tertinggi terjadi di Selat Capalulu
mencapai 90 mil/jam, sedangkan arus lokal bervariasi pada saat arah angin
menuju Timur Laut sampai Tenggara dan ke arah Selatan sampai Barat dengan
variasi antara 1-45 cm/detik.
Parameter oseanografi penting lainnya adalah gelombang, informasi
mengenai kondisi gelombang dapat memprediksikan kondisi perairan dan aktifitas
di laut termasuk aktifitas perikanan tangkap.
Variasi pergerakan gelombang berdasarkan data Dishidros TNI-AL (1992)
dan LON-LIPI Ambon (1994) diacu dalam Dinas Perikanan dan Kelautan (2004)
gelombang besar terjadi pada bulan September-Desember dengan ketinggian
mencapai 1.50 – 2.00 m.
oleh karena itu ada empat aspek yang harus dipenuhi oleh suatu jenis teknologi
penangkapan ikan yang akan dikembangkan, yaitu : (1) bila ditinjau dari segi
biologi tidak merusak atau mengganggu kelestarian sumberdaya, (2). Secara
teknis efektif digunakan, (3) dari segi sosial dapat diterima masyarakat nelayan,
(4) secara ekonomi teknologi tersebut bersifat menguntungkan. Satu aspek
tambahan yang tidak dapat diabaikan yaitii adanya izin dari pemerintah (kebijakan
dan peraturan pemerintah).
Apabila pengembangan perikanan di suatu wilayah perairan ditekankan pada
perluasan kesempatan kerja, maka menurut Monintja (1987), teknologi yang perlu
dikembangkan adalah jenis unit penangkapan ikan yang relatif dapat menyerap
tenaga kerja banyak, dengan pendapatan per nelayan memadai. Selanjutnya
menurut Monintja (1987), dalam kaitannya dengan penyediaan protein untuk
masyarakat Indonesia, maka dipilih unit penangkapan ikan yang memiliki
produktifitas unit serta produktifitas nelayan per tahun yang tinggi, namun masih
dapat dipertanggung jawabkan secara biologis dan ekonomis.
finansial meliputi penilaian dengan Net Present Value (NPV), Benefit Cost
Ratio (Net B/C) dan Internal Rate of Return (IRR).
Prinsip dasar untuk penentuan berdasarkan cara skoring terhadap unit
perikanan tangkap adalah untuk penilaian pada kriteria yang mempunyai satuan
berbeda dan penilaiannya dilakukan secara subjektif. Penilaian terhadap semua
kriteria secara terpadu dan dilakukan standarisasi nilai dari kriteria masing-masing
unit penangkapan ikan. Kemudian skor tersebut dijumlahkan, makin besar jumlah
skor berarti lebih baik atau efisien dan sebaliknya (Mangkusubroto dan Trisnadi,
1985).
abad sadar lingkungan dengan telah dicanangkannya dua isu penting internasional
yaitu pemeliharaan lingkungan bumi dan jaminan penyediaan pangan (earth
environmental conservation and food security) (Purbayanto dan Baskoro 1999).
Perhatian internasional tentang tingkat stres dan kematian dari ikan-ikan
setelah lolos dari alat tangkap dan diperlukannya standarisasi dari penelitian
selektivitas telah membawa kedua isu ini menjadi fokus perhatian para ahli
penangkapan ikan. Penelitian mengenai survival dan selektivitas telah menjadi
suatu topik utama dalam beberapa tahun terakhir ini. Hal ini sejalan dengan
International Code of Conduct for Responsible Fisheries yang dihasilkan dari
pertemuan konsultasi ahli-ahli perikanan dunia (FAO) tahun 1995. Untuk
mewujudkan pengembangan selektivitas alat tangkap secara sukses tanpa
mengakibatkan kematian ikan-ikan yang lolos melalui proses seleksi alat tangkap,
telah direkomendasikan bahwa kegiatan penelitian survival dan selektivitas harus
saling terkait (Purbayanto dan Baskoro 1999).
Memasuki awal melenium III, trend pengembangan teknologi penangkapan
ikan di tekankan pada teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan
(environmental friendly fishing technology) dengan harapan dapat memanfaatkan
sumberdaya perikanan secara berkelanjutan. Teknologi penangkapan ikan ramah
lingkungan adalah suatu alat tangkap yang tidak memberikan dampak lingkungan,
yaitu sejauh mana alat tangkap tersebut merusak dasar perairan (benthic
disturbance), kemungkinan hilangnya alat tangkap, serta kontribusinya terhadap
polusi (Arimoto 1999).
Faktor lain bagaimana dampaknya terhadap bio-diversity dan target
resources yaitu komposisi hasil tangkapan, adanya by catch serta tertangkapnya
ikan-ikan muda. Berbagai permasalahan sumberdaya maupun lingkungan yang
sedang dihadapi pada saat ini telah menjadi dasar dan alasan penting bahwa
pengembangan teknologi penangkapan ikan dimasa mendatang dititik beratkan
pada kepentingan konservasi sumberdaya dan perlindungan lingkungan
(Purbayanto dan Baskoro 1999).
Proses seleksi alat tangkap ramah lingkungan dimulai dengan melihat
spesies ikan yang menjadi tujuan penangkapan. Apakah spesies tersebut termasuk
kategori dilindungi atau terancam punah, jika ya maka tidak dilakukan
20
Kelas : Pisces
Sub kelas : Teleostei
Ordo : Percomorphi
Sub Ordo : Percoidae
Devisi : Carangi
Famili : Carangidae
Sub Famili : Caranginae
Genus : Decapterus
Spesies : Decapterus russelli, (Ruppel)
D. macrosoma, (Bleeker)
21
D. lajang, (Bleeker)
D. Kurroides, (Bleeker)
D. maruadsi, (Temminck dan Schlegel)
Nama Decapterus terdiri dari dua suku kata yaitu Deca artinya sepuluh dan
Pteron artinya sayap. Jadi Decapterus berarti ikan yang mempunyai sepuluh
sayap. Nama ini berkaitan dengan layang yang berarti jenis ikan yang mampu
bergerak sangat cepat di air laut. Kecepatan tinggi ini memang dapat dicapai
karena bentuknya seperti cerutu dan sisiknya halus. Selanjutnya dikatakan bahwa
genus marga ini mudah dibedakan dari 26 marga lainnya dalam suku Carangidae,
karena mempunyai tanda khusus yaitu terdapat finlet di belakang sirip punggung
dan sirip dubur, mempunyai bentuk tubuh yang bulat memanjang dan pada bagian
belakang garis sisi (lateral line) terdapat sisik-sisik berlengir (lateral scute)
(Burhanuddin et al. (1983) diacu dalam Najamuddin (2004).
Berikut ini deskripsi dari beberapa jenis ikan layang menurut Saanin (1984);
Nontji (1993) adalah sebagai berikut: Decapterus russelli (Ruppell), Decapterus
macrosoma (Bleeker), Decapterus macarellus (Cuvier), dan Decapterus kurroides
(Bleeker).
Decapterus russelli nama Indonesia disebut ikan layang dan nama daerah
khusus untuk Jawa disebut Benggol, Kerok, layang; Jabar/Jakarta : Layang;
Madura: Kaban padara, Kaban patek, Lajeng rencek bulus, Rencek kaban, Rencek
padara, Rencek patek ; Maluku (Ambon) : Momar merah ; Nusa Tenggara Timur :
Layang. Decapterus russelli mempunyai badan memanjang, agak gepeng. Dua
sirip punggung, sirip punggung pertama berjari-jari 9 (1 meniarap + 8 biasa), sirip
punggung kedua berjari-jari keras 1 dan 30 – 32 lemah. Sirip dubur berjari-jari
keras 2 (lepas) dan 1 bergabung dengan 22 – 27 jari-jari sirip lemah. Baik
dibelakang sirip punggung kedua dan dubur terdapat 1 jari-jari sirip tambahan
(finlet). Termasuk pemakan plankton (invertebrata).
Decapterus russelli hidup di perairan lepas pantai, kadar garam tinggi,
membentuk gerombolan besar. Dapat mencapai panjang 30 cm umumnya 20 – 25
cm. Warna biru kehijauan, hijau pupus bagian atas, putih perak bagian bawah.
Sirip-siripnya abu-abu kekuningan atau pucat dan satu totol hitam terdapat pada
tepian atas penutup insang (Gambar 3).
22
2.6.3 Pertumbuhan
Umumnya, ikan mengalami pertumbuhan secara terus menerus sepanjang
hidupnya. Pertumbuhan merupakan salah satu aspek yang dipelajari dalam dunia
perikanan dikarenakan pertumbuhan menjadi indikator bagi kesehatan individu
dan populasi yang baik bagi ikan.
Menurut Wahyuningsih dan Barus (2006), pengertian pertumbuhan dalam
istilah sederhana yaitu sebagai pertambahan ukuran panjang atau berat dalam
suatu waktu, sedangkan pertumbuhan bagi populasi sebagai pertambahan jumlah.
Akan tetapi kalau kita lihat lebih lanjut, sebenarnya pertumbuhan itu merupakan
proses biologis yang komplek dimana banyak faktor mempengaruhinya.
Menurut Weatherley (1972) diacu dalam Wahyuningsih dan Barus (2006),
pertumbuhan ikan merupakan suatu pola kejadian yang kompleks dan melibatkan
banyak faktor yang berbeda termasuk di dalamnya seperti : (1) temperatur dan
kualitas air, (2) ukuran, ketersediaan dan kualitas makanan, (3) ukuran, umur dan
jenis ikan itu sendiri, dan (4) jumlah ikan-ikan lain yang memanfaatkan' sumber-
sumber yang sama.
28
2.6.7 Fekunditas
Pengetahuan mengenai fekunditas merupakan salah satu aspek yang
memegang peranan penting dalam biologi perikanan. Fekunditas ikan telah
dipelajari bukan saja merupakan salah satu aspek dari natural history, tetapi
sebenarnya ada hubungannya dengan studi dinamikan populasi , sifat-sifat rasial,
produksi dan persoalan stok-rekruitmen (Bagenal 1978 diacu dalam Effendie
1979). Dari fekunditas secara tidak langsung kita dapat menaksir jumlah anak
ikan yang akan dihasilkan dan akan menentukan pula jumlah ikan dalam kelas
umur yang bersangkutan.
Talah banyak usaha-usaha untuk menerangkan dan membuat definisi
mengenai fekunditas. Menurut Nikolsky (1963) diacu dalam Effendie (1992)
jumlah telur yang terdapat dalam ovari ikan dinamakan fekunditas individu,
fekunditas mutlak atau fekunditas total. Adapun pengertian fekunditas total
menurut Royce (1972) diacu dalam Effendie (1992) adalah jumlah telur yang
dihasilkan ikan selama hidup. Selanjutnya dikemukakan yang dimaksud dengan
fekunditas relatif adalah jumlah telur per satuan berat atau panjang.
Nikolsky (1963) diacu dalam Effendie (1992) menyatakan ikan-ikan yang
tua dan besar ukurannya mempunyai fekunditas relatif lebih kecil. Umumnya
fekunditas relatif lebih tinggi dibanding dengan fekunditas individu. Fekunditas
relatif akan menjadi maksimum pada golongan ikan yang masih muda.
Tiews et al., (1972) diacu dalam Soumokil (1996) mengatakan bahwa ikan
Decapterus spp umumnya bertelur pada malam hari sekitar pukul 22.00 – 24.00
dan menetas pada keesokan harinya sekitar pukul 09.00. Pemijahan ikan layang
umunya terjadi di perairan sekitar pulau-pulau karang. Pemijahan ini berlangsung
relatif lama dan bersifat seagian-sebagian (partial spawning).
berbentuk seperti mangkok (Baskoro 2002). Disebut pukat cincin karena alat
tangkap ini dilengkapi dengan cincin. Fungsi cincin dan tali kerut/tali kolor ini
penting terutama pada waktu pengoperasian jaring. Adanya tali kerut tersebut
jaring yang semula tidak berkantong bandingkan dengan jaring payang (seine net)
akan terbentuk kantong pada tiap akhir penangkapan ikan (Subani dan Barus
1989).
Menurut Brandt (1984) purse seine dibentuk dari dinding jaring yang sangat
panjang, biasanya tali ris bawah (leadline) sama atau lebih panjang daripada tali
ris atas (floatline). Floatline memuat rangkaian pelampung (float) yang menjaga
posisi jaring agar tetap berada di permukaan air. Leadline adalah tali ris bawah
yang merangkai kumpulan pemberat (sinker) yang terbuat dari timah sehingga
memungkinkan jaring untuk melebar secara vertikal dengan maksimal. Pada pukat
cincin mata, jaring hanya berfungsi sebagai penghadang gerak ikan, bukan
penjerat seperti pada gillnet (Ayodhyoa 1981).
Pukat cincin yang kurang lebih sejenis di Indonesia sudah sejak lama
dikenal walaupun dengan nama dan konstruksi yang sedikit berbeda, seperti pukat
langgar, pukat senangin, gae dan giob. Pukat cincin pertama kali diperkenalkan di
pantai utara Jawa oleh BPPL pada tahun 1970. Kemudian diaplikasikan
1973/1974 di Muncar dan berkembang pesat sampai sekarang (Subani dan Barus
1989).
Baskoro (2002) menyatakan bahwa purse seine dioperasikan dengan cara
melingkari gerombolan ikan baik dengan menggunakan satu kapal ataupun dua
unit kapal. Setelah gerombolan ikan terkurung, kemudian bagian bawah jaring
dikerutkan hingga tertutup dengan menarik tali kerut yang dipasang sepanjang
bagian bawah melalui cincin. Alat penangkapan ini ditujukan untuk menangkap
gerombolan ikan permukaan (pelagic fish). Tingkah laku ikan layang membentuk
gerombolan dekat dasar perairan pada siang hari dan mencari makan pada malam
hari di permukaan perairan (Jaiswar et al. 2001). Hasil tangkapan yang
mendominasi hasil tangkapan pukat cincin biasanya adalah jenis ikan layang yaitu
antara Decapterus russelli dan Decapterus macrosoma (Subani dan Burus, 1989).
Menurut Subani dan Barus (1989) umumnya perikanan purse seine di dunia
menggunakan satu kapal. Ada dua tipe kapal purse seine, yaitu tipe Amerika dan
32
tipe Skandinavia (Eropa). Kapal purse seine tipe Amerika mempunyai bridge
(anjungan) dan ruang akomodasi pada bagian haluan. Kapal purse seine tipe
Skandinavia (Eropa) mempunyai bridge (anjungan), dan ruang akomodasi di
buritan. Kegiatan penurunan jaring dilakukan pada sisi kanan kapal (starboart),
sedangkan sisi kiri kapal (portside) ditempati untuk ruang kemudi.
Alat penangkapan purse seine disimpan pada bagian buritan dan power
block, biasanya terletak di sisi anjungan kapal Fyson (1985). Menurut Fridman
(1986) diacu dalam Baskoro (2002), jenis purse seine yang dioperasikan dengan
satu unit kapal memiliki kantong (bunt) yang terletak pada salah satu ujung jaring,
sedangkan kantong (bunt) pada purse seine yang manggunakan dua unit kapal
terletak pada bagian tengah jaring.
Salah satu jenis jaring insang adalah jaring insang hanyut (drift gill net).
Jaring insang hanyut adalah jaring insang yang pengoperasiannya dibiarkan
hanyut dibiarkan hanyut di perairan, baik itu dihanyutkan di permukaan perairan,
kolom perairan atau dihanyutkan di dasar perairan (Martasuganda 2002).
Tertangkapnya ikan-ikan dengan gill net adalah dengan cara ikan tersebut
terjerat (gilled) pada mata jaring ataupun terbelit (entangled) pada tubuh jaring.
Pada umumnya ikan-ikan yang menjadi tujuan penangkapan gill net adalah ikan-
ikan yang bermigrasi secara horizontal dan bermigrasi secara vertilal tidak
seberapa aktif. Dengan kata lain, migrasi dari ikan-ikan tersebut terbatas pada
suatu range layer-depth tertentu. Berdasarkan depth dari swimming layer ini lebar
jaring dapat ditentukan (Sudirman dan Mallawa 2003).
33
Jaring insang hanyut dapat digunakan untuk mengejar gerombolan ikan dan
merupakan suatu alat penangkap yang penting untuk perikanan laut bebas. Karena
posisinya tidak ditentukan oleh jangkar, maka pengaruh dari kecepatan arus
terhadap kekuatan tubuh jaring dapat dilakukan atau gerakan jaring bersamaan
dengan gerakan arus, sehingga besarnya tahanan dari jaring terhadap arus dapat
diabaikan (Sudirman dan Mallawa 2003).
Bagian depan dan belakang bagan dua perahu dihubungka oleh dua batang
bambu, sehingga berbentuk bujur sangkar. Bambu tersebut berfungsi sebagai
tempat menggantung jaring atau waring.
Operasi penangkapan ikan menggunakan bagan dimulai pada saat matahari
terbenam. Terlebih dahulu jaring bagan diturunkan sampai kedalaman yang
diinginkan, kemudian lampu mulai dinyalakan untuk menarik perhatian ikan agar
segera berkumpul di sekitar bagan. Apabila hasil pengamatan menunjukan ikan-
ikan sudah mulai berkumpul dibawah sinar lampu, maka jaring bagan diangkat
sampai berada diatas permukaan air dan hasil tangkapan diambil dengan
menggunakan sero (Sadori , 1985 diacu dalam Arifin , 2008).
meneliti tentang struktur populasi dan reproduksi ikan layang merah (Decapterus
russelli) di Teluk Ambon. Soumokil (1996), melakukan telaah terhadap beberapa
parameter populasi ikan momar putih (Decapterus russellli) di perairan
Kecamatan Amahai, Maluku Tengah. Suwarso et al., (2000), mengkaji biologi
reproduksi malalugis biru (D. macarellus) di Sulawesi Utara. Luasunaung (2001),
melakukan kajian tentang pendugaan musim ikan “Malalugis Biru” (Decapterus
macarellus) di perairan sekitar Bitung. Hariati (2004), meneliti tentang ikan
layang biru (Decapterus macarellus), sebagai salah satu spesies ikan pelagis kecil
di sekitar perairan Banda Aceh dan Teluk Tomini. Najamuddin et al., (2004),
melakukan pendugaan terhadap ukuran pertama kali matang gonad ikan layang
(Decapterus russelli Ruppell). Najamuddin (2006), meneliti tentang ukuran mata
jaring minimum alat penangkapan ikan layang deles (Decapterus macrosoma
Bleeker). Amri et al., (2006), meneliti tentang kondisi hidrologis dan kaitannya
dengan hasil tangkapan ikan malalugis (Decapterus macarellus) di perairan Teluk
Tomini, dan Arifin (2008), meneliti tentang optimasi perikanan Layang di
Kabupaten Selayar Provinsi Sulawesi Selatan.
41
3 METODOLOGI PENELITIAN
1) Aspek biologi
Pengukuran parameter biologi pada penelitian ini dilakukan terhadap
sumberdaya ikan layang sebagai hasil tangkapan utama dari alat tangkap mini
purse seine, jaring insang hanyut dan bagan perahu. Parameter biologi yang
menjadi kajian terhadap sumberdaya layang seperti komposisi target spesies dari
43
ketiga alat tangkap yang diteliti, ukuran hasil tangkapan utama yaitu ikan layang
dan lama waktu nelayan melakukan operasi penangkapan ikan layang (dalam
satuan bulan).
2) Aspek teknis
Pengukuran parameter teknis dilakukan pada kapal/perahu dan alat
penangkapan ikan layang. Parameter teknis penting untuk diketahui karena
menyangkut masalah produksi unit penangkapan ikan layang yang dioperasikan.
Parameter teknis yang dikumpulkan antara lain: ukuran kapal/perahu, jenis mesin,
jenis bahan bakar, material yang digunakan, ukuran alat tangkap, bahan alat
tangkap, produksi hasil tangkapan per tahun, produksi per trip, dan produksi per
tenaga kerja.
3) Aspek sosial
Pengukuran parameter sosial dalam penelitian ini diarahkan kepada nelayan
sebagai pelaku utama dalam kegiatan penangkapan ikan layang. Parameter sosial
yang dianalisis menyangkut masalah sumberdaya manusia yang mengoperasikan
unit penangkapan ikan layang. Parameter sosial yang dikumpulkan antara lain
jumlah nelayan yang terserap setiap unit penangkapan, pendapatan nelayan per
tahun dan tingkat penguasaan teknologi.
4) Aspek ekonomi
Pengukuran parameter ekonomi dalam penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui manfaat ekonomi dari suatu penangkapan ikan layang untuk diketahui
kelayakan usaha dari alat tangkap tersebut. Parameter ekonomi yang dikumpulkan
dalam penelitian ini seperti biaya investasi, biaya operasional, biaya perawatan,
dan nilai produksi.
dengan ukuran yang relatif seragam. Selektivitas alat tangkap ada dua macam
yaitu selektif terhadap spesies dan selektif terhadap ukuran dengan nilai masing-
masing sub kriteria :
a. Menangkap lebih dari tiga spesies ikan dengan variasi ukuran yang
berbeda jauh.
b. Menangkap tiga spesies ikan atau kurang dengan variasi ukuran yang
berbeda jauh.
c. Menangkap kurang dari tiga spesies dengan ukuran yang relatif seragam.
d. Menangkap ikan satu spesies dengan ukuran yang relatif seragam.
(2) Tidak merusak habitat
Suatu alat tangkap dianggap tidak merusak habitat dimana pemberian bobotnya
didasarkan pada :
a. Menyebabkan kerusakan habitat pada wilayah yang luas.
b. Menyebabkan kerusakan habitat pada wilayah yang sempit.
c. Menyebabkan kerusakan sebahagian habitat pada wilayah yang sempit.
d. Aman bagi habitat.
(3) Menghasilkan ikan berkualitas tinggi
Kualitas ikan hasil tangkapan sangat ditentukan oleh jenis alat tangkap yang
digunakan, metode penangkapan dan penanganannya. Untuk menentukan level
kualitas ikan dengan berbagai jenis alat tangkap didasarkan pada kondisi hasil
tangkap yang terlihat secara morfologis, yaitu :
a. Ikan mati dan busuk.
b. Ikan mati, segar, cacat fisik.
c. Ikan mati dan segar.
d. Ikan hidup.
(4) Tidak membahayakan nelayan
Tingkat bahaya atau risiko yang diterima oleh nelayan dalam
mengoperasikan alat tangkap sangat tergantung pada jenis alat tangkap dan
keterampilan yang dimiliki oleh nelayan. Risiko tingkat bahaya yang dialami oleh
nelayan didasarkan pada dampak yang mungkin diterima, yaitu :
a. Bisa berakibat kematian pada nelayan.
b. Bisa berakibat cacat permanen pada nelayan.
45
3) Perhitungan fekunditas
Untuk perhitungan fekunditas 20 ovari diambil setiap bulan dari ikan contoh
betina yang matang telur (TKG 4) secara acak, sehingga selama penelitian diamati
100 ovari. Contoh ovari tersebut diawetkan dengan larutan gilson, dan di analisis
di laboratorium stasiun karantina ikan kelas II Babullah Ternate, kemudian
dilakukan perhitungan jumlah butiran telurnya dengan cara gabungan gravimetrik,
volumetrik dan hitung'(Effendie, 1979). Cara gabungan tersebut sebagai berikut :
setelah ovari seluruhnya ditimbang dan diketahui beratnya, ambil 5 bagian telur
contoh secara acak data satu gonad yang akan diamati, kemudian ditimbang
seluruh gonad contoh tersebut. Hitung Volume gonad contoh tersebut. Encerkan
gonad contoh tadi sampai 10 atau 15 CC. Ambil gonad yang sudah diencerkan
tadi sebanyak 1 CC dengan mengunakan pipet tetes kemudian di hitung jumlah
telur yang ada pada 1 CC tersebut dan selanjutnya di hitung fekunditasnya.
Net present value (NPV) digunakan untuk menilai manfaat investasi, yaitu
berapa nilai kini (present value) dari manfaat bersih proyek yang dinyatakan
dalam rupiah . Proyek dinyatakan layak untuk dilanjutkan apabila NPV > 0,
sedangkan apabila NPV< 0, maka investasi dinyatakan tidak menguntungkan
yang berarti proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Pada keadaan ini
nilai NPV = 0 maka berarti pada proyek tersebut hanya kembali modal atau tidak
untung dan juga tidak rugi. Menurut Kadariyah (1978), rumus yang digunakan
untuk menghitung NPV adalah:
n
Bt − Ct
NPV = ∑
t =1 (1 + i )
dimana : B = benefit; C = coast; i = discount rate dan t = periode.
IRR merupakan suku bunga maksimal sehingga NPV bernilai sama dengan
nol, jadi keadaan batas untung rugi. IRR dapat disebut juga sebagai nilai discount
rate (t) yang membuat NPV dari suatu proyek sama dengan nol. Oleh karena itu
IRR juga dianggap sebagai tingkat keuntungan bersih atau investasi, dimana
benefit bersih yang positif ditanam kembali pada tahun berikutnya dan
mendapatkan tingkat keuntungan yang sama dan diberi bunga selama sisa umur
proyek. Menurut Kadariyah (1978), IRR dapat dirumuskan sebagai berikut:
⎛ NPV+ ⎞
IRR = i NPV + + (i NPV+ − i NPV − )⎜⎜ ⎟⎟
⎝ NPV+ − NPV− ⎠
Keterangan: i = discount rate; i NPV + = discount rate dimana NPV masih positif
12
Bt − C t
∑1 (1 − i ) t
( Bt − C t ) > 0
Net B-C ratio =
12
Bt − C t
∑1 (1 − i ) t
( Bt − C t ) < 0
Break Even Point dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu; 1. Atas Unit, dan
2. Atas dasar nilai jual dalam rupiah (Riyanto 1991).
(1) Analisis Break Even Point atas dasar produksi (banyaknya hasil
tangkapan) dapat dilakukan dengan rumus :
Biaya tetap x produksi
BEP (Kg) =
Hasil penjualan - Biaya variabel
(2) Analisis Break Even Point atas dasar harga jual dapat dilakukan dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
Biaya tetap
BEP (Rp)
Biaya variabel
1-
Hasil penjualan
Keterngan :
V (X) = Fungsi nilai dari variabel X
X = Nilai variabel X
X1 = Nilai tertinggi pada kriteria X
X0 = Nilai terendah pada kriteria X
V (A) = Fungsi nilai alternatif A
V (X) = Fungsi dari alternatif pada kriteria ke-i
HTi
CPUEi =
FE i
CPUE s
FPI S =
CPUE s
Upaya standarisasi diperoleh dengan menggunakan persamaan sebagai
berikut (Gulland 1991) yaitu :
SE = FPI I × FEi
keterangan :
CPUE s = Catch per unit effort atau jumlah hasil tangkapan per satuan upaya unit
FPI i = Fishing power indeks atau daya tangkap jenis unit penangkapan yang
akan distandarisasi pada tahun ke-i;
SE = Upaya penangkapan (effort) hasil standarisasi pada tahun ke-i
∑ y − b∑ x n∑ xy − ∑ x∑ y
a= b=
n n∑ 2 − (∑ x)2
Selanjutnya dapat ditentukan dengan persamaan berikut :
(1) Hubungan antara CPUE dengan upaya penangkapan (f),
CPUE = a − bE
(2) Hubungan antara hasil tangkapan (C) dengan upaya penangkapan (f),
C = aE − bE
(3) Upaya penangkapan optimum (fopt) diperoleh dengan cara menyamakan
turunan pertama hasil tangkapan terhadap upaya penangkapan sama dengan
nol sebagai berikut :
C = aE − bE
C ' = a − 2bE = 0
Eopt = a / 2b
55
MSY = a 2 / 4b
(5) CPUE optimum diperoleh dengan cara menyamakan turunan pertama hasil
tangkapan terhadap CPUE sama dengan nol
CPUEopt = a / 2 atau CPUEopt = MSY / Eopt
Fungsi kendala-kendala
aij = Parameter fungsi kendala ke-i pada variabel keputusan ke-j kendala
Xj = Variabel putusan ke-j (jumlah unit penangkapan)
Xj, DAi dan DBi > 0, untuk I = 1,2,….,m dan j =1,2….,n
Total n-1
∑y 2
−
n JKG/dbG
∑ 2
S 2
yx =
∑ d 2
y .x
n − 1
2
S y . x
S 2
b =
∑ x 2
Sb = S 2
b
3 − b
thit =
Sb
59
Menurut Ricker (1975), jika nilai b < 3 atau b > 3, disebut pola pertumbuhan
alometrik, dan jika b = 3 disebut pola pertumbuhan isometrik.
Keterangan :
Xk = logaritma nilai tengah pada saat ikan matang gonad 100%
X = selisih logaritma nilai tengah kelas
p = r/n
r = jumlah ikan matang gonad pada kelas ke i
n = jumlah ikan pada kelas ke i
q =i–p
⎡ pi * qi ⎤
Ragam = X2 ∑ ⎢ ni −1 ⎥
⎣ ⎦
61
Metode ini sudah digunakan beberapa peneliti terdahulu yaitu pada ikan
malalugis biru (Decapterus maracellus) (Suwarso et al., 2000), ikan kembung
perempuan (Rastrelliger brachysoma) (Suhendrata dan Rusmadji, 1991), ikan
layang (Decapterus russelli) Najamuddin et al., (2004). Pada prinsipnya, metoda
ini sejalan dengan metode kurva sigmoid, hanya dalam metoda ini dihitung secara
matematik kisaran ukurannya, sehingga lebih meyakinkan dalam penentuan
ukuran rujukan.
C
CPUE =
E
Keterangan :
CPUE : Jumlah total tangkapan per upaya penangkapan bulan ke-i (kg/trip)
C : Total hasil tangkapan bulan ke-i (kg)
E : Total upaya penangkapan bulanan ke-i (trip)
Pola musim penangkapan dianalisis dengan menggunakan pendekatan
metode rata-rata bergerak (moving average) seperti yang dikemukakan oleh Dajan
(1986). Langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut :
(1) Menyusun deret CPUEi bulan Januari 2003 sampai Desember 2007
n : CPUEi
Keterangan :
i : 1,2,3, 60
n : CPUE urutan ke-i
Keterangan:
Rbi : Rasio rata-rata bulan urutan ke-i
CPUE : CPUE urutan kei
(5) Menyusun nilai rata-rata dalam suatu matrik berukuran i x j yang disusun
untuk setiap bulan, yang dimulai dari bulan juni-juli. Selanjutnya
menghitung nilai total rasio rata-rata tiap bulan, kemudian menghitung total
rasio rata-rata secara keseluruhan dan pola musim penangkapan.
1) Rasio rata-rata untuk bulan ke-i (RBBi)
1⎛ n ⎞
RBBi = ⎜ ∑ RBij ⎟
⎜
n ⎝ j =1 ⎟
⎠
Keterangan :
RBBi : Rata-rata Rbij untuk bulan ke-i
Rbij : Rasio rata-rata bulanan dalam matriks ukuran i x j
i : 1,2.....,..12
j : 1,2,3...,..,n
Keterangan :
JRRB : Jumlah rasio rata-rata bulan
RBBi : Rata-rata Rbij untuk bulan ke-i
i : 1,2......,..12
3) Menghitung faktor koreksi: 1200 JRBB
1200
FK =
JRBB
Keterangan :
FK : Nilai faktor koreksi
JRBB : Jumlah rasio rata-rata bulanan
4) Indeks musim penangkapan
IMPi = RRBi x FK
64
Keterangan :
IMPi : Indeks musim penangkapan bulan ke-i
RBBi : Rasio rata-rata uiituk bulanan ke-i
i : 1,2,3,.....,.....12
4 HASIL
PVA dengan diameter tali 12 mm. Jumlah pelampung dalam satu unit pukat
cincin terdiri dari 1100 buah, dengan jarak antar pelampung sekitar 15-20 cm.
Pelampung pukat cincin berbentuk elips dengan panjang 12,7 cm dan diameter
tengah 9,5 cm yang terbuat dari bahan sintetis rubber.
Jumlah cincin dalam satu unit rata-rata terdiri dari 50 buah. Cincin
digunakan oleh nelayan pukat cincin di Maluku Utaraa memiliki diameter luar 10
cm dan diameter dalam 6,6 cm. Cincin yang digunakan terbuat dari bahan
kuningan dengan jarak antar cincin berkisar 5-110 m. Purse line pada pukat
cincin terbuat dari bahan PVA dengan diameter tali 20 mm yang memiliki
panjang 600 m. Konstruksi mini purse seine dapat di lihat pada Gambar 7.
200 - 300 m
40 m – 60 m
Tali pelampung
Pelampung PVC
Jaring
Tali ris bawah
Tali Pemberat Cincin Tali kolor
pemberat (Timah Hitam) (Kuningan) (PVA)
Kapal mini purse seine yang dioperasikan untuk kegiatan penangkapan ikan
layang menggunakan tipe dua buah kapal (two boat system) yaitu terdiri atas
kapal utama yang berfungsi untuk melingkarkan jaring pada saat operasi
penangkapan berlangsung dan menarik purse line setelah pelingkaran jaring
selesai (Gambar 8). Sedangkan kapal jhonson yang berfungsi sebagai kapal
pembawa hasil tangkapan ke fishing base. Kedua kapal tersebut terbuat dari bahan
kayu. Kapal utama di Maluku Utara memiliki ukuran berkisar 13 – 18 GT dengan
panjang (L) antara 12,80-13,90 m, lebar (B) 3,15-3,30 m dan dalam (D) 1,90 -2
m, sedangkan untuk kapal johnson memiliki ukuran 3 – 6 GT dengan panjang
antara 10-11,50 m, lebar 2,50-2,60 dan dalam 1,20-1,30 m. Spesifikasi kapal mini
purse seine yang dioperasikan di Maluku Utara dapat dilihat pada Tabel 3.
Tampak atas
Tampak samping
6 5 4 3 2 1
Keterangan :
1. Tempat perbekalan
2. Tempat penyimpanan jangkar
3. Tempat penyimpanan jaring
4. Tempat penyimpanan hasil tangkapan (palka)
5. Kemudi
6. Mesin Outboard
Gambar 8 Desain Kapal mini purse seine (kapal utama) di Maluku Utara.
68
Tenaga penggerak yang digunakan untuk kedua kapal adalah sama yaitu
baik kapal utama maupun kapal johnson menggunakan mesin tempel (outboard)
masing-masing berjumlah dua buah dengan kekuatan 40 PK yang bermerek
Yamaha (Tabel 3). Tenaga penggerak pada kedua kapal menggunakan bahan
bakar campuran yaitu minyak tanah, bensin dan oli.
Kapal utama mini purse seine memilki palkah. Kapasitas dari palkah
tersebut dapat memuat hasil tangkapan sekitar 1 - 2 ton. Palkah ini hanya
dipergunakan jika pada saat kegiatan penangkapan memperoleh hasil tangkapan
yang banyak dan pada kapal johnson tidak dapat lagi meletakkan hasil tangkapan,
namun pada umumnya hasil tangkapan yang diperoleh akan diletakkan pada kapal
johnson. Kapasitas hasil tangkapan untuk kapal johnson berkisar antara 3 - 4 ton.
1) Tahap Persiapan
Tahap persiapan meliputi kegiatan pemeriksaan mesin kapal utama maupun
mesin johnson, pemeriksaan alat tangkap, penyiapan bahan bakar dan perbekalan.
2) Kapal mini purse seine berangkat menuju rumpon yang merupakan daerah
penangkapan ikan (fishing ground). Pada umumnya membutuhkan waktu sekitar
69
1-2 jam untuk menuju daerah penangkapan. Penentuan daerah penangkapan ikan
(rumpon) yang tepat yang akan menjadi tujuan daerah penangkapan berdasarkan
hasil pemantauan oleh nelayan pemantau yang telah dilakukan pada malam
harinya sebelum kapal pukat cincin berangkat, dan jika kegiatan penangkapan
sebelumnya mendapatkan hasil tangkapan yang banyak, maka kegiatan
penangkapan berikutnya tidak akan jauh dari daerah penangkapan (rumpon).
3) Setting
Setelah tiba di daerah penangkapan ikan (rumpon), kemudian dilakukan
proses setting yang diawali dengan penurunan pukat cincin pada bagian kantong
dari kapal utama yang berada di bagian buritan sebelah kiri. Tali selambar pada
bagian pukat cincin dilemparkan pada kapal johnson untuk dilakukan proses
setting. Kapal johnson menunggu proses setting hingga selesai untuk melakukan
proses selanjutnya yaitu penarikan purse line. Proses pelingkaran gerombolan
ikan oleh kapal utama (ketinting) harus dilakukan dengan kekuatan penuh. Hal ini
dilkukan dengan agar gerombolan ikan yang menjadi target tidak lolos baik dari
arah horizontal maupun vertikal. Proses pelingkaran geromblan ikan
membutuhkan waktu ± 5 menit. Dalam satu trip nelayan pukat cincin melakukan
setting atau tawur rata-rata sebanyak 1-2 kali. Hal ini sangat ditentukan oleh
jumlah hasil tangkapan yang diperoleh.
4) Hauling
Setelah proses pelingkaran gerombolan ikan selesai oleh kapal utama, salah
satu nelayan yang berada pada kapal utama melempar purse line pada kapal
johnson untuk dilakukan penarikan purse line dengan kekuatan penuh yang
arahnya menjauhi kapal utama. Pada saat dilakukan penarikan purse line oleh
kapal johnson, proses penarikan pukat cincin juga dilakukan oleh nelayan pada
kapal utama. Setelah proses penarikan mini purse seine selesai, kapal johnson
kembali dan mendekati mini purse seine yang sudah membentuk sebuah
mangkuk, kemudian dilakukan pengangkatan pelampung yang berada di kantong.
Penarikan pukat cincin selesai hingga tersisa bagian kantong, maka dilakukan
pengangkatan hasil tangkapan oleh nelayan yang berada pada kapal johnson untuk
diletakkan pada kapal johnson. Proses penarikan (setting) mini purse seine
hingga selesai membutuhkan waktu 45-90 menit.
70
60 m – 100 m
5 m -7 m
Keterangan :
1. Pelampung 5. Pemberat
2. Tali pelampung 6. Tali Pemberat
3. Pelampung utama 7. Tali ris bawah
4. Tali ris atas 8. Tali selembar
Perahu gill net yang digunakan untuk menangkap ikan layang memiliki
panjang 8 - 10 meter, lebar 1,20 - 1,25 meter dan dalam 1,5 – 1,60 meter, terbuat
dari bahan kayu dengan kontruksi yang sederhana. Adapun desain perahu jaring
insang hanyut yang digunakan pada penelitian disajikan pada Gambar 10.
2
4
1
3
Keterangan :
1. Jaring 3. Mesin
2. Palkah 4. Keranjang Ikan
Tenaga penggerak yang digunakan untuk perahu gill net tersebut adalah
menggunakan mesin ketinting dengan kekuatan 5-7 PK . Tenaga penggerak pada
perahu ini menggunakan bahan bakar bensin. Perahu gill net ini memilki
kapasitas palkah 500 – 800 kg. Secara jelas spesifikasi perahu jaring insang
hanyut di sajikan pada Tabel 4.
Jaring yang digunakan pada alat tangkap bagan terdiri dari sisi kiri dan sisi
kanan yang dirangkai satu demi satu sehingga berbentuk segi empat untuk
mempermudah pada saat penarikan jaring (hauling) dan penurunan jaring (setting)
saat pengoperasian. Pada setiap tepi jaring dilengkapi dengan tali ris agar jaring tidak
terbelit. Konstruksi alat tangkap bagan perahu yang digunakan di Maluku Utara di
sajikan pada Gambar 11.
Badan bagan yang terbuat dari jenis kayu damar yang berbentuk empat
persegi panjang dan diletakan di atas badan perahu, panjang keseluruhan dari badan
bagan adalah 20 meter dengan lebar 20 meter. Jarak antara kayu satu dengan kayu
yang lain adalah 75 cm, jumlah keseluruhan kayu yang digunakan pada bagan
adalah 15 buah. Jaring terbuat dari bahan polyethylene (PE) dengan anyaman yang
sangat halus dan dibuat sedemikian rupa sehingga ikan-ikan kecilpun sulit untuk
lalos. Panjang jaring yang digunakan adalah 1200 meter. Katrol terbuat dari
bahan kayu yang di pasang pada bagian tengah badan bagan dengan fungsi untuk
menaikan dan menurunkan jaring. Panjang tali katrol 30 meter. Menggunakan
batu sebagai pemberat sebanyak 10 buah yang dirangkai dengan tali yang
berfungsi untuk menenggelamkan jaring dan menahan jaring dari pengaruh arus
pada waktu jaring berada di dalam air, sekaligus menahan jaring agar tidak naik
ke permukaan dan tidak mengerut pada waktu jaring diangkat. Kawat baja
berfungsi untuk menahan badan bagan yang bertumpu pada tiang. Panjang kawat
21 meter dan berjumlah 80 buah. Digunakan 2 buah mesin generator. Lampu yang
digunakan pada operasi penangkapan adalah lampu permukaan (petromaks)
dengan jumlah lampu yang digunakan adalah 8 buah dan dua buah mesin
generator.
74
Keterangan :
1. Panjang perahu 8. Rumah bagan
2. Lebar perahu 9. Roller
3. Tinggi perahu 10. Jaring
4. Tinggi tiang perahu 11. Tali penarik jaring
5. Panjang rangka bagan 12. Tali tiang dari kawat baja
6. Lebar rangka bagan 13. Lampu pemikat ikan
7. Tinggi rangka bagan 14. Lampu pengkonsentrasi ikan
berada dalam jaring digiring menuju buritan kapal. Ikan yang telah digiring
menuju ke daerah bunuhan dinaikkan ke atas kapal dengan menggunakan sebuah
serok dan dimasukkan ke dalam keranjang. Ikan-ikan tersebut akan dijual
langsung bila ada kapal penadah yang datang atau ikan tersebut di bawah ke
Tempat Pendaratan Ikan.
Tabel 7 Produksi ikan layang per alat tangkap di Maluku utara tahun 1998 - 2007
Mini purse seine Jaring insang hanyut Bagan perahu
Tahun
Kg Kg Kg
1998 11.283.600 1.359.360 2.039.040
1999 9.923.975 1.056.530 1.584.795
2000 9.642.438 1.152.325 1.728.488
2001 12.938.700 1.725.160 2.587.740
2002 11.565.875 1.675.450 2.513.175
2003 13.614.795 1.815.306 2.722.959
2004 14.007.795 1.867.706 2.801.559
2005 15.724.418 2.096.589 3.144.884
2006 15.978.915 2.130.522 3.195.783
2007 17.257.803 2.567.707 3.851.561
Total 130.849.912,5 17.446.655 26.169.982,5
Rata-rata 13.084.991,3 1.744.665,5 2.616.998,3
Sumber. DKP Provinsi Maluku Utara, 2008.
Armada dan alat tangkap yang dioperasikan di perairan Maluku Utara dalam
operasi penangkapan ikan layang adalah perahu tanpa motor (PTM) dan perahu
motor tempel (PMT). Sampai dengan tahun 2007 unit armada penangkapan yang
beroperasi dalam kegiatan penangkapan ikan layang sebanyak 1.970 unit, terdiri
dari perahu tanpa motor sebanyak 1.264 unit dan perahu motor tempel sebanyak
706 unit. Sedangkan unit alat tangkap yang digunakan diantaranya mini purse
seine, jaring insang , bagan, bagan perahu. Semua jenis armada dan alat tangkap
yang digunakan memiliki jangkauan dan kemampuan yang masih terbatas, karena
ukuran yang relatif kecil dan terbatas.
78
Tahun 2007, unit penangkapan mini purse seine mencapai 213 unit, jaring
insang hanyut 171 unit dan bagan perahu 322 unit. Perkembangan jumlah unit
penangkapan ikan layang di Maluku Utara di sajikan pada Tabel 8.
Tabel 8 Unit penangkapan ikan layang di Maluku Utara, tahun 1998 – 2007
Unit penangkapan lkan Layang (unit)
Tahun
Mini purse seine Jaring insang hanyut Bagan perahu
1998 120 104 200
1999 70 71 158
2000 71 73 173
2001 125 160 189
2002 145 174 190
2003 158 180 268
2004 182 172 192
2005 199 175 308
2006 208 175 322
2007 213 171 322
Sumber. DKP Provinsi Maluku Utara, 2008.
Produksi
Pendapatan
kotor
Pendapatan
Bersih
Bonus (mini
purse seine)
Juragan laut Juru mesin ABK
(2 bagian) (2 bagian) (1 bagian)
memiliki jumlah anggota sebanyak 2. 836 orang atau 7.7 %, sedangkan koperasi
sekunder berjumlah 2 koperasi, yaitu Pusat Koperasi Perikanan Kie raha di
kecamatan Bacan dan Pusat Koperasi Sonyinga Bahari di kecamatan Tidore.
4.1.5 Pemasaran
Komoditas perikanan dan kelautan yang ada di wilayah Maluku Utara
dipasarkan baik dalam negeri (domestik) maupun luar negeri (ekspor). Pemasaran
dalam negeri, yaitu ke Jakarta, Surabaya, Banyuwangi, Makassar, dan Manado,
sedangkan yang diekspor, yaitu ke pasar tradisional Jepang, Cina dan Hongkong.
Pemasaran dalam negeri hingga tahun 2007 terdiri dari 13 jenis komoditas
dengan jumlah volume produksi sebesar 118.554 ton dengan nilai produksi
sebesar Rp.54 544 230 000. Untuk ekspor terdiri dari 7 jenis komoditas antara lain
: kerapu hidup, napoleon hidup, lobster hidup, cakalang beku, tuna beku, ikan
beku campuran dan ikan hidup campuran dengan jumlah volume produksi
sebesar 1 311.57 ton dengan nilai produksi sebesar US.$.927 442.67.
Untuk komoditas ikan layang di Maluku Utara selain dipasarkan untuk
pasar lokal jenis komoditas ini juga dipasarkan ke luar daerah. Jenis ikan layang
yang benilai ekspor adalah jenis layang biru. Pemasaran ikan layang biru ini
terutama ke daerah Surabaya dan Jakarta. Di Muara Baru Jakarta sejak 3 tahun
terakhir didapati ikan layang yang didatangkan dari Surabaya. Dan ternyata dari
hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan-ikan layang tersebut termasuk ikan yang
didatangkan dari Maluku Utara.
Sejak tahun 1990-an permintaan akan ikan layang makin meningkat karena
jenis ikan ini dapat digunakan untuk umpan dalam perikanan tuna longline
menggantikan ikan saury (Cololabris saira) dari Jepang yang semakin sulit di
peroleh. Menurut Mayaut (1989) diacu dalam Yusuf dan Hamzah (1995), ikan
layang biru sangat cocok untuk di pergunakan sebagai ikan umpan dalam
perikanan tuna, karena selain sisi tubuhnya berwarna keperak-perakan, juga
memiliki tekstur dagaing, warna dan bau yang mirip ikan saury.
Ikan layang biru di Maluku Utara sekarang ini merupakan komoditas ekspor.
Menurut Sardjana (1998), untuk kepentingan ekspor terdapat tiga kelas yang di
perlukan yaitu kelas 1 (60 ekor per 10 kg), kelas 2 (80 sampai 85 ekor per 10 kg)
dan kelas 3 (90 sampai 120 ekor per 10 kg). Di Maluku Utara untuk kepentingan
83
pasar ikan layang biru dikategorikan dalam 2 kleas, yaitu kelas ekspor (50 – 80
ekor per 10 kg) dan kelas lokal (30 – 40 ekor per 10 kg).
Ikan layang biru di Maluku Utara di beli oleh 3 perusahan distributor yaitu
PT. Dwi Poli, UD Hermanto, dan UD Irwan. Harga beli yang digunakan untuk
membeli ikan tersebut dari nelayan berkisar antara Rp. 6000 – Rp. 6500 per kg.
Sedangkan harga jual dari perusahan distributor ke Surabaya dan Jakarta berkisar
RP. 100.000 – Rp. 120.000 per 1 karton (1 karton berisi 10 kg).
Permasalahan utama yang dialami nelayan yang mengeksploitasi
sumberdaya ikan layang di Maluku Utara, adalah tidak memiliki fasilitas cold
storage, sehingga kesulitan dalam penanganan ikan apabila hasil tangkapan yang
diperoleh melimpah (saat musim puncak).
Disamping itu untuk lebih menggairahkan pangsa pasar ikan layang di
Maluku Utara yang diharapkan oleh nelayan adalah masuknya investasi dari luar
untuk peningkatan usaha perikanan layang. Dengan adanya investasi dari luar
tersebut, terutama investasi dari pihak swasta diharapkan dapat memperkecil
kelemahan yang ada sekarang ini, terutama kelemahan pada modal usaha (biaya)
pengadaan alat tangkap, pendapatan nelayan dan pembagian hasil usaha yang
selama ini tidak merata pada nelayan skala kecil, dikaitkan dengan peluang yang
ada pada permintaan pasar lokal dan regional.
kuran rata-rata 20,5 cm. Dari hasil ini menunjukkan bahwa jaring insang hanyut
adalah alat tangkap yang mampu menangkap ikan layang dalam ukuran rata-rata
lebih besar bila dibandingkan dengan mini purse seine dan bagan perahu. Adapun
untuk lama waktu penangkapan ikan layang mini purse seine dan jaring insang
memliliki jumlah yang sama yaitu 8 bulan sedangkan bagan perahu musim
penangkapan lebih kecil yaitu 7 bulan. Setelah dilakukan standarisasi berdasarkan
keseluruhan fungsi nilai yang telah diperoleh menunjukkan bahwa mini purse
seine berada pada urutan prioritas pertama, jaring insang hanyut prioritas kedua
dan bagan perahu pada prioritas ketiga.
Keterangan :
X1 = Produksi per tahun (kg)
X2 = Produksi per trip (kg)
86
Tabel 11 Hasil skoring dan standarisasi setiap fungsi nilai aspek sosial unit
penangkapan ikan layang (mini purse seine, jaring insang hanyut dan
bagan perahu) di perairan Maluku Utara
Unit Kriteria Penilaian
Penangkapan X1 X2 X3 V(A)3 UP
Ikan Layang V1 X1 V2 X2 V3X3
13 112.677.000 2
3,0 1
Mini purse seine 1,00 1,00 1,00
4 22.660.050 1
0,0 3
Jaring insang hanyut 0,00 0,00 0,00
8 49.389.360 2
1,7 2
Bagan perahu 0,44 0,30 1,00
Keterangan :
X1 = Jumlah tenaga kerja
X2 = Pendapatan nelayan per tahun
X3 = Tingkat penguasaan teknologi (1) mudah; (2) sedang; (3) sedikit sukar;
dan (4) sukar
V(A) = Fungsi nilai dari alternatif A, yaitu jumlah dari Vi(Xi)
UP = Urutan prioritas
87
Berdasarkan hasil skoring untuk aspek sosial alat tangkap mini purse seine
berada pada urutan prioritas pertama sedangkan bagan perahu pada urutan kedua
dan jaring insang hanyut menempati urutan prioritas ketiga.
Tabel 12 Hasil skoring dan standarisasi setiap fungsi nilai aspek ekonomi unit
penangkapan ikan layang (Mini purse seine, jaring insang hanyut dan
bagan perahu di perairan Maluku Utara
Unit Kriteria Penilaian
Penangkapan X1 X2 X3 X4 V(A)4 UP
Ikan Layang V1 X1 V2 X2 V3X3 V4X4
2,98 16883,89 58,67 2 2,48 1
Mini purse seine 0,48 1,00 1,00 0.00
3,85 8660,12 53,75 2,44 2,13 2
Jaring insang hanyut 1,00 0,00 0,75 0,38
2,19 11238,09 39,33 3,15 1,31 3
Bagan perahu 0,00 0,31 0,00 1,00
Keterangan :
X1 = Net B/C
X2 = BEP (kg)
X3 = IRR
X4 = Payback-periode
V(A) = Fungsi nilai dari alternatif A, yaitu jumlah dari Vi(Xi)
UP = Urutan prioritas
Berdasarkan hasil skoring dan standarisasi setiap fungsi nilai aspek ekonomi
pada Tabel 12, menunjukkan bahwa nlai Net B/C alat tangkap mini purse seine
dan nilai Net B/C dari alat tangkap jaring insang hanyut lebih tinggi dari pada
nilai B/C alat tangkap bagan perahu. Untuk nilai IRR yang diperoleh mini purse
88
seine yaitu 58,67% lebih besar dibandingkan dengan alat tangkap jaring insang
hanyut dan bagan perahu yaitu dengan nilai 53, 75% dan 39,33%.
Berdasarkan hasil perhitungan BEP yang dihasilkan dari unit penangkapan
mini purse seine diperoleh nilai produksi per tahun sebesar Rp. 71.251.072,84
dengan volume produksi per tahun sebesar 16883,89 kg. Nilai payback periode
yang diperoleh alat tangkap mini purse seine yaitu 2 tahun. Nilai yang diperoleh
ini lebih kecil dibandingkan dengan alat tangkap jaring insang hanyut dan bagan
perahu yaitu masing-masing 2 tahun 4 bulan dan 3 tahun 1 bulan. Dengan
demikian unit penangkapan pukat cincin membutuhkan periode waktu yang lebih
singkat dalam pengembalian modal usaha dibandingkan alat tangkap jaring insang
hanyut dan bagan perahu.
Berdasarkan hasil skoring untuk aspek ekonomi untuk kriteria kelayakan
usaha alat tangkap mini purse seine menempati urutan prioritas pertama
sedangkan jaring insang hanyut menempati urutan prioritas kedua dan bagan
perahu beraada pada prioritas ketiga.
Tabel 13 Hasil skoring dan standarisasi setiap fungsi nilai aspek keramahan
lingkungan unit penangkapan ikan layang (mini purse seine, jaring
insang hanyut dan bagan perahu) di perairan Maluku Utara
VA5
Penangkapan X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 UP
V2
V1 V3 V4 V5 V6 V7 V8 V9
Ikan layang X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9
Mini purse 2 4 3 4 3 3 3 4 3
seine 6 2
1 0
1 1 0 2 0 1 0
Jaring
3 4 3 3 4 4 4 4 4
Insang
Hanyut 10 1
1 0
2 0 1 3 1 1 1
Bagan 1 4 3 4 4 2 3 3 3
Perahu 4 3
0 1 0 1 1 1 0 0 0
Keterangan :
X1 = Selektivitas yang tinggi
X2 = Tidak merusak habitat
X3 = Menghasilkan ikan yang berkualitas tinggi
X4 = Tidak membahayakan nelayan
X5 = Produksi tidak membahayakan konsumen
X6 = By-catch rendah
X7 = Dampak ke biodiversity
X8 = Tidak membahayakan ikan-ikan yang dilindungi
X9 = Dapat diterima secara sosial
V(A) = Fungsi nilai dari alternatif A, yaitu jumlah dari Vi(Xi)
UP = Urutan prioritas.
Berdasarkan hasil analisis dari ketiga alat tangkap di atas dengan melihat
hasil skoring maka alat tangkap jaring insang hanyut termasuk kategori alat
tangkap ramah lingkungan, mini purse seine dan bagan perahu termasuk alat
tangkap yang kurang ramah lingkungan (Tabel 14).
90
Tabel 15 Total standarisasi aspek biologi, teknis, sosial, ekonomi dan keramahan
lingkungan unit penangkapan ikan layang (mini purse seine, jaring
insang hanyut dan bagan perahu) di perairan Maluku Utara
Unit
Penangkapan Kriteria Penilaian VA UP
Ikan Layang V(A)1 V(A)2 V(A)3 V(A)4 V(A)5 Total
Mini purse seine 2,7 2,4 3,0 2,48 6 16,6 1
Jaring insang
2,3 0,0 0,0 2,13 10 14,4 2
hanyut
Bagan perahu 0,0 2,0 1,7 1,31 4 9,0 3
Keterangan :
V(A)1 = Aspek biologi
V(A)2 = Aspek teknis
V(A)3 = Aspek sosial
V(A)4 = Aspek ekonomi
V(A)5 = Aspek keramahan lingkungan
91
1400
CPUE = 1239,5 - 0.0191 E
1200
CPUE (kg/trip)
1000 R2 = 0.781
800
600
400
200
0
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000
Effort (trip/tahun)
Berdasarkan perhitungan hubungan antara catch per unit effort dan effort
standar yang digunakan dalam pemanfaatan sumberdaya ikan layang mempunyai
nilai intersep (a) sebesar 1239,5 dan koefisien independent (b) sebesar -0,0191
(Lampiran 6 ), sehingga hubungan antara CPUE dengan effort penangkapan ikan
layang dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut CPUE = 1239,5 - 0,0191
E2. Hubungan antara hasil dengan effort yang lebih dikenal sebagai fungsi
produksi lestari dapat dinyatakan sebagai berikut h=1239,5E-0,0191 E2.
Selanjutnya dengan menggunakan program MAPLE IX dapat diketahui effort
pada tingkat produksi lestari maksimum (Emsy) ikan layang sebesar 32.448 trip
per tahun (Lampiran 8 ).
Perhitungan matematis hasil tangkapan pada kondisi MSY di peroleh sebesar
20.109.430 kg per tahun atau 20.109,43 ton per tahun. Hubungan kuadratik antara
upaya penangkapan dengan hasil tangkapan ikan layang di perairan Maluku Utara
dapat disajikan pada Gambar 14.
93
Produksi (kg/thn)
Cmsy = 20.109.430 kg/thn
2006
2005 2007
2003
2004
2001
2002
1998
1999
2000
Tabel 16 Struktur biaya penangkapan ikan layang dengan alat tangkap standar
(mini purse seine) di Maluku Utara tahun 2007
Biaya Nilai Persenatse
penangkapan (Rp) (%)
Minyak tanah 600.000 60,71
Bensin 35.000 3,54
Oli 50.000 5,06
Ransum 75.000 7,59
Es 180.000 18,21
Retribusi 48.375 4,89
Total biaya penangkapan per trip 988.375 100.00
per unit armada
Sumber. Data primer 2008.
Optimalisasi Bio-ekonomi dalam Tabel 17, dapat diplot menjadi grafik yang
menunjukkan perbandingan hasil tangkapan, effort dan rente ekonomi yang
dilakukan untuk masing-masing kondisi yaitu kondisi aktual, maximum
suistanable yield, maximum economi yield dan open acces dalam periode 1998-
2007 dapat dilihat pada Gambar 15-17.
25000 19754.25
20109.43
17257.80
20000
Produksi (ton/thn)
15000
9269.43
10000
5000
0
Aktual MSY MEY Open acces
56271
60000
50000
Effort (trip/thn)
32448
40000 28135
25560
30000
20000
10000
0
Aktual MSY MEY Open acces
88586.12 90717.20
100000
78283.95
90000
Rente Ekonomi (Rp juta)
80000
70000
60000
50000
40000
30000
20000
10000 0
0
Aktual MSY MEY Open acces
sebesar Rp. 27.808.288.550,00 per tahun. Berdasarkan nilai tersebut, maka rente
ekonomi yang di peroleh sebesar Rp. 90.717.199.850,00.
Gambar 18, dapat dilihat grafik Bio-ekonomi hubungan total penerimaan
dan biaya penangkapan kegiatan pengelolaan sumberdaya ikan layang di Maluku
Utara. Dalam pemanfaatan sumberdaya ikan layang, TRmsy tercapai pada saat Emsy
sebesar 32.448 hari operasi per tahun dengan hmsy sebesar 20.109,43 ton per tahun.
Berdasarkan nilai tersebut, maka TRmsy diperoleh sebesar Rp. 120.656.564.100,00
per tahun dengan TCmsy sebesar Rp. 32.070.440.120,00 per tahun, sehingga rente
ekonominya (selisih antara TR dengan TC) diperoleh sebesar Rp.
88.586.123.980,00 per tahun (Lampiran 8). Apabila effort terus dinaikan,
sehingga melampaui Emsy, maka total penerimaannya justru akan mengalami
penurunan, sementara total biaya penangkapan semakin meningkat.
Pada usaha pengelolaan ikan layang di Maluku Utara, bioeconomic
equilibrium of open acces fishery terjadi pada saat effort (Eoa) mencapai 56.271
trip per tahun dan tingkat hasil produksi (hoa) sebesar 9.269,43 ton per tahun.
Dengan demikian penerimaan total (TRoa) diperoleh sebesar Rp.
55.616.577.060,00 per tahun dan biaya penangkapan total (TCoa) sebesar Rp.
55.616.577.060,00 per tahun.
Oa
Hasil olahan program computer LINDO ditunjukkan pada Gambar 19. Hasil
analisis ini menunjukkan bahwa alokasi unit penangkapan ikan layang pilihan
(mini purse seine) dalam mengeksploitasi sumberdaya ikan layang di perairan
Maluku Utara sebasar 202 unit. Adapun tenaga kerja (nelayan) optimum yang
terserap dalam pemanfaatan sumberdaya ikan layang dengan alat tangkap mini
purse seine sebesar 2626 0rang.
1) 1064.100
Tabel 18 Jumlah contoh ikan layang biru (D. macarellus) yang tertangkap
selama periode bulan pengamatan
Pengamatan Ikan Jantan Ikan Betina Rasio Ikan Ikan Jantan + Betina
(Bulan) (ekor) (ekor) Jantan Betina (ekor)
Januari 118 282 1:2 400
Pebruari 145 255 1:1 400
Maret 115 285 1:2 400
April 130 270 1:2 400
Mei 137 263 1:1 400
Jumlah 645 1355 1 : 1.8 2000
Persen 32,25 67,75 100,00
Hasil pengukuran panjang dan berat ikan layang biru selama penelitian
berdasarkan periode bulan pengamatan disajikan pada Tabel 19.
Tabel 19 Ukuran morfologi ikan layang biru (D. macarellus) yang tertangkap
selama periode bulan pengamatan, Januari - Mei 2008
Pengamatan Panjang Total (mm) Berat (gram)
Jantan Betina Jantan Betina
Januari 211 - 280 215 -279 101,8 – 219,8 110,3 – 270,4
Pebruari 216 - 282 218 - 299 106,2 – 235,8 113,5 – 279,8
Maret 223 - 311 225 - 315 115,5 – 288,3 110,3 – 307,5
April 225 - 304 228 - 312 121,8 – 265,8 120,2 – 298,8
Mei 224 - 302 226 - 310 109,5 – 265,5 125,3 – 291,4
Kisran 211 - 311 215 - 315 101,8 – 288,3 113 ,5- 307,5
102
Berdasarkan Tabel 19, menunjukkan bahwa panjang total terkecil dari ikan
layang biru jantan adalah 211 mm dengan berat 101,8 gram/ekor dan ikan layang
biru betina 215 mm dengan berat 113,5, sedangkan panjang total terbesar dari
ikan layang biru jantan 311 dengan berat 288,3 gram/ekor dan untuk betina 315
mm dengan berat 307,5 gram/ekor. Sebaran frekuensi ikan layang biru jantan,
betina maupun gabungan (jantan+betina) selama penelitian di sajikan pada
Gambar 20 - 22. Data selangakapnya dapat dilihat pada Lampiran 10 dan
lampiran 11.
Hasil pengukuran panjang total berdasarkan periode bulanan terhadap 2000
ekor ikan layang biru diperoleh kelompok ikan layang (gabungan) yang dominan
berbeda-beda. Kelompok ikan dengan frekuensi terbesar pada bulan Januari
berkisar antara 241 - 250 mm (30,5 %), pada bulan Februari frekuensi terbesar
masih berada pada kisaran 241 - 250 mm (26,50 %), pada bulan Maret berkisar
antara 261 - 270 mm (24,50 %), untuk bulan April dan Mei berada pada kisaran
ukuran yang sama yaitu 271 - 280 mm dengan persentase masing-masing (39 %)
dan (24,25 %). Adapun untuk hasil analisis frekuensi panjang ikan layang biru
dengan metode Tanaka menunjukkan bahwa baik ikan jantan maupun betina
masing-masing terdiri dari 3 (tiga) kelompok umur dengan modus ukuran atau
panjang rata-rata untuk ikan jantan 233,81 mm, 265,26 mm dan 286,47 mm
sedangkan kelompok umur untuk ikan betina dengan modus ukuran atau panjang
rata-rata 236,18 mm, 264,62 mm dan 284,93 mm.
103
Januari
35
N= 118
30
Fr ekuensi
25
20
15
10
5
0
216 227 238 249 260 271 282 293 304 315
Nilai Tengah Panjang (mm)
Pebruari
40 N= 145
35
Fr ekuensi
30
25
20
15
10
5
0
216 227 238 249 260 271 282 293 304 315
Nilai Tengah Panjang (mm)
40 Maret
N=115
35
Fr ekuensi
30
25
20
15
10
5
0
216 227 238 249 260 271 282 293 304 315
Nilai Tengah Panjang (mm)
45 April
40 N=130
35
Frekuensi
30
25
20
15
10
5
0
216 227 238 249 260 271 282 293 304 315
Nilai Tengah Panjang (m m )
35 Mei N=137
30
Fr e k ue ns i
25
20
15
10
5
0
216 227 238 249 260 271 282 293 304 315
Nilai Tengah Panjang (mm)
Januari
100 N= 282
Fr ekuensi
80
60
40
20
0
220 230 240 250 260 270 280 290 300 310 320
Nilai Tengah Panjang (mm)
70 Pebrauri
60 N= 255
Fr ekuensi
50
40
30
20
10
0
220 230 240 250 260 270 280 290 300 310 320
Nilai Tengah Panjang (mm)
Maret
100 N= 285
Fr ekuensi
80
60
40
20
0
220 230 240 250 260 270 280 290 300 310 320
Nilai tengah Panjang (mm)
April
100
N=270
Fr ekuensi
80
60
40
20
0
220 230 240 250 260 270 280 290 300 310 320
Nilai Tengah Panjang (mm)
80
Mei
70
N=263
Fr ekuensi
60
50
40
30
20
10
0
220 230 240 250 260 270 280 290 300 310 320
Nilai Tengah Panjang (mm)
140 Januari
N=400
120
Fr ek uens i
100
80
60
40
20
0
215.5 225.5 235.5 245.5 255.5 265.5 275.5 285.5 295.5 305.5 315.5
Nilai Tengah Panjang (mm)
Pebruari
120
N=400
100
Fr ekuensi
80
60
40
20
0
215.5 225.5 235.5 245.5 255.5 265.5 275.5 285.5 295.5 305.5 315.5
Nilai Tengah Panjang (mm)
120 Maret
N=400
100
Fr ekuensi
80
60
40
20
0
215.5 225.5 235.5 245.5 255.5 265.5 275.5 285.5 295.5 305.5 315.5
Nilai Tengah Panjang (mm)
180 April
160 N=400
140
Fr ekuensi
120
100
80
60
40
20
0
215.5 225.5 235.5 245.5 255.5 265.5 275.5 285.5 295.5 305.5 315.5
Nilai Tengah Panjang (mm)
120 Mei
N=400
100
Fr ekuensi
80
60
40
20
0
215.5 225.5 235.5 245.5 255.5 265.5 275.5 285.5 295.5 305.5 315.5
Nilai Tengah Panjang (mm)
Parameter pertumbuhan
Jenis kelamin ikan
L ∞ (L inf) K (bulan) t0
Layang jantan 330,34 0,33 -0,21
Layang betina 335,73 0,39 -0,25
350
300
P anjan g To tal (m m )
250
200
150
100
50
0
0 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40 44 48
Umur (bulan)
Tabel 21 Hasil analisis hubungan panjang berat ikan layang biru (D. macarellus)
di perairan Maluku Utara, Januari – Mei 2008
(a) jantan
3.00
2.50
2.00
B e ra t (L o g W )
1.00
0.50
0.00
2.30 2.32 2.34 2.36 2.38 2.40 2.42 2.44 2.46 2.48 2.50 2.52
Panjang (Log L)
(b) betina
3.00
2.50
Berat (L o g W )
2.00
1.50
Log W = - 4.9068 + 2.9809 Log L
1.00 R2 = 0.801
0.50
0.00
2.32 2.34 2.36 2.38 2.40 2.42 2.44 2.46 2.48 2.50 2.52
Panjang (Log L)
Hasil pengamatan tingkat kematangan gonad (TKG) terhadap 645 ekor ikan
layang biru contoh jantan dan 1355 ekor ikan layang biru contoh betina, diperoleh
beberapa tingkat kematangan gonad yaitu TKG I (inmature), TKG II (maturing)
TKG III (mature), TKG IV (ripe) dan TKG V (spent). Persentase tingkat
kematangan gonad ikan layang biru jantan dan betina berdasarkan periode bulan
pengamatan di sajikan pada Tabel 22. Tabel 22 terlihat jelas bahwa ikan layang
biru jantan maupun betina yang tertangkap didominasi ikan-ikan yang belum
matang gonad yaitu 57,93% ikan jantan dan 53,14% ikan betina, sedangakan ikan
layang biru yang sudah matang gonad sebanyak 42.07% untuk ikan jantan dan
46,86% ikan betina.
Tabel 22 Persentase tingkat kematangan gonad ikan layang biru (D. macarellus)
jantan (a) dan betina (b) di perairan Maluku Utara , Januari - Mei 2008
(a)
Periode Belum Matang Gonad Matang Gonad Jumlah
Pengamatan Jumlah Persen Jumlah Persen Contoh
(Bulan) (ekor) (%) (ekor) (%) (ekor)
Januari 85 72,03 33 27,97 118
Pebruari 87 60,00 58 40,00 145
Maret 53 46,09 62 53,91 115
April 70 53,85 60 46,15 130
Mei 79 57,66 58 42,34 137
Total 374 57,93 271 42,07 645
(b)
Periode Belum Matang Gonad Matang Gonad Jumlah
Pengamatan Jumlah Persen Jumlah Persen Contoh
(Bulan) (ekor) (%) (ekor) (%) (ekor)
Januari 200 70,92 82 29,08 282
Pebruari 149 58,43 106 41,57 255
Maret 118 41,40 167 58,60 285
April 126 46,67 144 53,33 270
Mei 127 48,29 136 51,71 263
Total 720 53,14 635 46,86 1355
110
Ikan layang biru jantan dan betina yang sudah matang gonad (TKG III dan
IV), ditemukan sepanjang periode penelitian. Jumlah terbanyak ikan layang biru
jantan yang matang gonad yaitu pada bulan Maret 53,91% dan jumlah terbanyak
ikan layang biru betina yang matang gonad ditemukan pula pada bulan Maret
58,60 %.
Fluktuasi tingkat kematangan gonad tiap jenis kelamin ikan layang biru
berdasarkan periode bulan pengamatan disajikan pada Gambar 25.
(a)
40.00
Persen (% ) C ontoh
35.00
TKG I
30.00
25.00 TKG II
20.00 TKG III
15.00 TKG IV
10.00
TKG V
5.00
0.00
Januari Pebruari Maret April Mei
Periode Pengamatan (bulan)
(b)
45
40
35
Persen (%) Contoh
TKG I
30
TKG II
25
TKG III
20
TKG IV
15
TKG V
10
5
0
Januari Pebruari Maret April Mei
Periode Pengamatan (bulan)
Gambar 26 Jumlah ikan layang biru (D. macarellus) jantan dan betina
yang matang gonad berdasarkan periode bulan
pengamatan, Januari - Mei 2008.
Sebanyak 2000 ekor ikan layang biru (Decapterus macarellus) diukur dan
diamati, terdiri dari 645 ekor jantan dan 1355 ekor betina. Distribusi ikan layang
biru jantan berdasarkan niali tengah panjang, tingkat kematangan gonad serta
perhitungan ukuran panjang pertama kali matang gonad dan distribusi ikan layang
biru betina berdasarkan nilai tengah panjang, tingkat kematangan gonad serta
perhitungan ukuran pertama kali matang gonad dapat dilaihat pada Lampiran 14
dan 15. Ikan layang biru jantan mempunyai kisaran panjang antara 211-311 mm
dan ikan betina antara 215 – 315 mm. Ikan layang biru jantan yang matang
gonad sebanyak 271 ekor ekor (42,07 %) dan ikan betina yang matang gonad
sebanyak 635 ekor (46,86 %). Hal ini menunjukkan bahwa pada penelitian ini
ikan yang belum matang gonad lebih mendominasi hasil tangkapan yaitu 55 %
dari total hasil tangakapan 2000 ekor.
Hasil pengamatan terhadap jumlah ikan layang biru yang matang gonad
pada berbagai ukuran panjang tubuh menunjukkan bahwa ikan layang biru jantan
112
maupun betina mencapai kematangan gonad pertama kali pada ukuran panjang
total rata-rata 258 mm atau 25,8 cm.
Berdasarkan data pengamatan, ikan layang biru jantan maupun betina
dengan panjang total < 25,8 cm, diperoleh sebanyak 336 ekor (52.1 %) untuk ikan
jantan dari total 645 ekor yang diamati. Sedangkan ikan layang biru betina
didapatkan sebanyak 741 ekor (54,7 %) dari total 1355 ekor. Kenyataan ini
menunjukkan bahwa ikan layang biru yang tertangkap didominasi ukuran yang
lebih kecil dari ukuran pertama kali matang gonad.
4.5.6 Fekunditas
Hasil pengamatan gonad pada TKG IV ikan layang biru betina sebanyak
100 gonad, diperoleh kisaran fekunditas ikan layang biru di perairan Maluku
Utara antara 28875 - 84000 butir. Adanya variasi jumlah telur pada berbagai
ukuran panjang ikan layang biru menunjukkan kemungkinan adanya kegiatan
pengeluaran telur yang terjadi setiap saat. Hasil perhitungan fekunditas ikan
layang biru contoh dapat dilihat pada Tabel 23.
Hasil analisis regresi antara panjang total ikan dengan jumlah telur
memperoleh suatu hubungan yang erat dengan koefisien korelasi (r = 0.80), dan
persamaa garis regresinya F = -154463.45 + 736.52 L, dimana F adalah fekunditas
113
(jumlah telur) dan L adalah panjang total ikan (mm), artinya bahwa respon jumlah
telur sangat dipengaruhi oleh panjang total sebesar 80 % atau bisa dikatakan
besarnya sumbangan panjang total terhadap jumlah telur adalah sebesar 80 %. Hal
tersebut mengandung arti bahwa semakain panjang induk ikan maka semakin
bertambah jumlah telurnya.
Tabel 24 Data panjang dan lingkar badan ikan layang biru pada ukuran pertama
kali matang gonad di perairan Maluku Utara
Jumlah
Panjang (mm) Lingkar badan (mm)
Sampel Ikan
1 211 99
2 212 99
3 215 104
4 222 108
5 229 109
. . .
. . .
. . .
. . .
2000 315 160
160
140
120
IM P (%) 100
80
60
40
20
0
Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Juli Ags Sep Okt Nov
BULAN
SAMUDRA PASIFIC
2°30'
2°30'
Berebere
P. Rau
P. MOROTAI
Musim Penangkapan :
April - September
Asimiro Sabatai Baru
2°00'
2°00'
Laloda PPI
Î
Tobelo
1°30'
1°30'
P. Mayao
Lolobata
o
a
K
P. Tifure
k
l u
Wasile
e
1°00'
1°00'
Musim Penangkapan :
T
Februari - Mei dan
Juli - September PPN / PPI
P. Ternate
Î
P. Tidore
P. HALMAHERA
0°30'
0°30'
Segea
P. Moti
P. Makian
Mafa
L A U T H A L M A H E R
L A U T M A L U K P. Gebe
P. Kayoa
0°00'
0°00'
Gurapin
Yaba
0°30'
0°30'
P. BACAN
Busu
Î
PPI Sepi
P. MANDIOLI
P. Damar
1°00'
1°00'
5 PEMBAHASAN
gerombolan dekat dasar perairan pada siang hari dan mencari makan pada malam
hari di permukaan perairan.
Hasil analisis (Tabel 9), menunjukkan bahwa jaring insang hanyut adalah
alat tangkap yang mampu menangkap ikan layang dalam ukuran rata-rata terbesar
bila dibandingkan dengan pukat cincin dan bagan perahu. Hal tersebut sangat
berkaitan dengan selektivitas dari ketiga alat tangkap tersebut, dimana jaring
insang hanyut adalah alat tangkap yang memilki selektivitas yang tinggi di
bandingkan dengan alat tangkap pukat cincin dan bagan perahu. Sebagaimana
penelitian yang dilakukan di kabupaten Selayar, Sulawesi Selatan oleh Arifin
(2008) menyatakan bahwa alat tangkap jaring insang hanyut termasuk kategori
alat tangkap ramah lingkungan, sedangkan pukat cincin dan bagan perahu
termasuk alat tangkap yang kurang ramah lingkungan.
alat tangkap jaring insang hanyut dan bagan perahu serta trip penangkapan
bersifat one day fishing, artinya jumlah hari penangkapan juga lebih banyak
dibandingkan dengan kedua alat tangkap lainnya. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Irham et al., (2008), bahwa faktor-faktor teknis produksi yang
berpengaruh nyata terhadap produksi tangkapan alat tangkap mini purse seine
antara lain jumlah tenaga kerja, jumlah bahan bakar, jumlah hari tangkapan, tinggi
jaring dan panjang jaring.
nilai produksi per tahun sehingga usaha ini akan memberikan keuntungan apabila
berada pada titik sama atau lebih besar dari Rp. 68.399.099,76 dengan volume
produksi per tahun sebesar 31.019,66 kg.
Nilai payback periode yang diperoleh alat tangkap mini purse seine yaitu 2
tahun 1 bulan. Nilai yang diperoleh ini lebih kecil dibandingkan dengan alat
tangkap jaring insang hanyut dan bagan perahu yaitu masing-masing 2 tahun 4
bulan dan 3 tahun 1 bulan. Dengan demikian unit penangkapan mini purse seine
membutuhkan periode waktu yang lebih singkat dalam pengembalian modal usaha
dibandingkan alat tangkap jaring insang hanyut dan bagan perahu.
Berdasarkan ketiga nilai kriteria kelayakan tersebut, dengan NPV bernilai
positif, IRR lebih besar dari tingkat diskonto yang digunakann dan nilai Net B/C
lebih dari satu, maka unit penagkapan mini purse seine di Maluku Utara layak
untuk dikembangkan secara finansial dan menjadi prioritas utama dalam
pengembangan perikanan ikan layang di Maluku Utara.
Dalam pengembangan perikanan ikan layang di Maluku Utara alat tangkap
mini purse seine merupakan alat tangkap prioritas yang disarankan untuk
dikembangkan harus tetap memperhatikan berapa jumlah alat tangkap yang
optimal untuk dioperasikan di perairan Maluku Utara sehingga tidak akan akan
terjadi kelebihan penggunaan alat tangkap ini. Dalam beberapa penelitian juga
dikatakan bahwa alat tangkap purse seine mampu memberikan keuntungan yang
maksimal tetapi selain dengan melakukan analisis finansial juga untuk ke depan
terlebih perlu faktor-faktor produksi terhadap usaha perikanan purse seine.
Masyahoro (2001) menyatakan bahwa faktor lama operasi/trip dan ukuran
panjang jaring purse seine akan memberikan pengaruh yang nyata terhadap
besarnya hasil tangkapan dalam operasi penangkapan ikan layang mengunakan
alat tangkap purse seine.
Keunggulan alat tangkap tangkap pukat cincin disebabkan antara lain karena
tingginya produktivitas menyebabkan pendapatan kotor yang cukup besar
dibandingkan kedua alat tangkap tersebut sehingga dari segi ekonomi alat tangkap
mini purse seine menempati urutan pertama, jaring insang hanyut pada urutan
kedua dan bagan perahu pada urutan ketiga.
125
ketiga kodisi pengeloaan lainnya. Sebaliknya bila dilihat dari rente ekonomi
tertinggi atau keuntungan optimum lestari yang diperoleh nelayan dalam upaya
pengelolaan sumberdaya ikan layang di perairan Maluku Utara, dicapai pada
kondisi pengelolaan MEY dan terendah yaitu pada kondisi open acces.
Berkurangnya nilai rente ekonomi dalam pengusahaan perikanan laying ini akan
terus berlangsung hingga dicapai keuntungan normal yaitu pada saat tingkat upaya
penangkapan yang dilakukan mencapai keseimabangan open acces ( π = 0 ). Jika
terjadi peningkatan upaya penangkapan melebihi kondisi ini maka akan
mengakibatkan kerugian bagi nelayan. Dengan adanya keuntungan dalam
pengelolaan sumberdaya menjadi pendorong bagi nelayan untuk mengembangkan
armada penangkapan maupun upaya penangkapan dengan tujuan untuk
memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya.
Pada kondisi pengelolaan open acces, meskipun total penerimaan semakin
menurun, selagi total penerimaan masih lebih besar dari total biaya penangkapan
(rente ekonomi positif), maka kondisi ini akan tetap dijalankan oleh nelayan untuk
bertahan dalam usaha penangkapan, dimana nelayan akan meningkatkan effort.
Jika tingkat effort sudah berlebihan, sehingga total penerimaan lebih kecil dari
total biaya penangkapan, maka sebagian pelaku perikanan akan keluar dari
kegiatan penangkapan tersebut, yang berarti menurunkan effort.
Pemanfaatan sumberdaya perikanan secara lestari perlu dilakukan, guna
sustainability spesies tertentu, stok yang harus lestari, walaupun rekruitmen oleh
alam terus berjalan, namun effort yang meningkat tajam setiap tahunnya akan
berimbas kepada produksi dan pendapatan nelayan itu sendiri. Pada kondisi open
acces tidak ada batasan bagi nelayan untuk tetap memanfaatkan sumberdaya.
Secara ekonomi pengusahaan sumberdaya pada kondisi open access tidak
menguntungkan karena keuntungan komparatif sumberdaya akan terbagi habis.
Akibat sifat sumberdaya yang open access maka nelayan cenderung akan
mengembangkan jumlah armada penangkapan maupun tingkat upaya
penangkapannya untuk mendapatkan hasil tangkapan yang sebanyak-banyaknya,
maka tidak efisien secara ekonomi karena keuntungan yang diperoleh lama
kelamaan akan berkurang atau tidak memperoleh keuntungan sama sekali. Oleh
karena itu pengusahaan sumberdaya perlu dibatasi pada kondisi maximum
130
Hasil pengamatan terhadap 2000 ekor ikan layang biru yang terdiri dari 645
ekor ikan jantan dan 1355 ekor ikan betina diperoleh perbandingan rasio kelamin
jantan dan betina adalah 1 : 1,8 (Tabel 18).
Berdasarkan data rasio kelamin tersebut menunjukkan bahwa persentase
ikan layang biru betina lebih besar dari ikan jantan, hal tersebut diduga di
pengaruhi oleh tingginya faktor kematian penangkapan disamping itu diduga laju
mortalitas alaminya juga berbeda. Hal lain yang menyebabkan ketidak
seimbangan rasio kelamin jantan dan betina diduga karena pada bulan-bulan
tersebut sebagian besar ikan-ikan betina melakukan pemijahan. Hal tersebut
sesuai pernyataan Kilingbell (1978), bahwa terjadinya penyimpangan dari konsep
keseimbangan rasio kelamin merupakan suatu pertanda bahwa proses pemijahan
sedang terjadi. Wahyono dan Dharmadi (2000), melakukan penelitian di perairan
Sulawesi Utara tentang beberapa aspek biologi perikanan malalugis biru
dihasilkan rasio kelamin jantan dan betina adalah 1 : 1.
Menurut Bal dan Rao (1984) diacu dalam Nugroha dan Mardilijah (2006),
variasi dalam perbandingan kelamin sering terjadi dikarenakan 3 faktor yaitu
perbedaan tingkah laku seks, kondisi lingkungan dan penangkapan. Pendugaan
132
dengan ikan spesies yang sama di Laut Jawa dengan nilai L ∞ = 256 mm dan
K = 0,50 per bulan menunjukkan perbedaan yang cukup besar. Menurut Csirke
(1988) diacu dalam Merta (1992) perbedaan nilai parameter pertumbuhan (L ∞
dan K) dari spesies ikan yang sama pada lokasi yang berbeda di pengaruhi oleh
faktor lingkungan masing-masing perairan seperti ketersediaan makanan, suhu
perairan, oksigen terlarut, ukuran ikan, kematangan gonad. Widodo (1988)
kecenderungan ketidaktepatan nilai parameter pertumbuhan ikan dipengaruhi
oleh komposisi ikan contoh yang dianalisis dari pada cara atau metode yang
digunakan.
Menurut Effendie (1997), pertumbuhan ikan di suatu perairan banyak
dipengaruhi oleh faktor lingkungan antara lain jumlah makanan yang di makan,
jumlah ikan di suatu perairan tersebut, jenis makanan yang dimakan, kondisi
oseanografi perairan (suhu, oksigen dan lain-lain) dan kondisi ikan (umur,
keterunan dan genetik).
Berdasarkan hasil analisis hubungan panjang berat ikan layang biru yang di
hitung secara terpisah baik jantan maupun betina di peroleh nilai koefiseien
regresi lebih kecil dari 3 dan nilai r yaitu untuk ikan jantan 0.7635 dan ikan betina
134
Hasil pengamatan menunjukkan ikan layang biru jantan dan betina yang
telah matang gonad ditemukan sepanjang periode penelitian dengan jumlah
terbanyak ditemukan pada bulan Maret. Hal ini menunjukkan bahwa untuk ikan
layang biru betina di perairan Maluku Utara diduga memijah hampir setiap bulan
dengan puncak pemijahan pada bulan April atau Mei. Hal tersebut senada dengan
pernyataan Widodo (1988), berdasarkan hasil penelitian terhadap musim
pemijahan ikan layang di Laut Jawa, diperoleh ikan jenis tersebut dengan tingkat
kematangan gonad IV terbanyak pada bulan Maret dan bulan Juli dengan puncak
pemijahan terjadi pada bulan April/Mei dan Agustus/September.
Gambar 29, menjelaskan bahwa peningkatan jumlah ikan layang biru
(Decapterus macarellus) contoh betina yang matang gonad selalu diikuti dengan
peningkatan jumlah ikan layang biru contoh jantan. Hal tersebut memberi peluang
yang cukup baik bagi induk-induk ikan layang biru untuk melakukan perkawinan.
Berdasarkan hal tersebut dapat diduga bahwa ikan layang biru (Decapterus
macarellus) di perairan Maluku Utara dapat memijah beberapa kali dalam satu
musim dengan puncak musim pemijahan pada bulan April atau bulan Mei. Hal ini
sesuai di kemukakan oleh Suwarso dan Hariati (1988), bahwa dari variasi indeks
kematangan gonad menurut ukuran dan tingkat kematangan gonad diketahui
pemijahan ikan layang biru berlangsung relatif lama dan bersifat sebagian-
sebagian (partial spawning).
Pendugaan ukuran pertama kali matang gonad merupakan salah satu cara
untuk mengetahui perkembangan populasi dalam suatu perairan, seperti bilamana
ikan akan memijah, baru memijah atau sudah selesai memijah. Berkurangnya
populasi ikan di masa mendatang dapat terjadi karena ikan yang tertangkap adalah
ikan yang akan memijah atau ikan belum pernah memijah, sehingga sebagai
tindakan pencegahan diperlukan penggunaan alat tangkap yang selektif.
Hasil pengamatan terhadap jumlah ikan layang biru yang matang gonad
pada berbagai ukuran panjang tubuh menunjukkan bahwa ikan layang biru jantan
maupun betina mencapai kematangan gonad pertama kali pada ukuran panjang
total rata-rata 25,8 cm. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian
Hariati (2004), yang dilakukan di perairan Banda Aceh menghasilkan panjang
rata-rata pertama kali matang gonad ikan layang biru (Decapterus macarellus)
136
yaitu 24,9 cm, sedangkan di perairan Teluk Tomini dan di periaran Laut Sulawesi
pada tahun 1997 adalah 22,8 cm. Saat pertama kali ikan mencapai kematangan
gonad menurut Effendie (1992), di pengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya,
spesies, umur ikan, ukuran dan kemampuan adaptasi ikan terhadap lingkungan
(faktor internal) serta makanan, suhu dan arus (faktor eksternal). Perbedaan
ukuran ikan pada saat pertama kali matang gonad tidak sama disebabkan oleh
perbedaan strategi hidup atau pola adaptasi ikan itu sendiri.
Dengan tertangkapnya khususnya ikan layang biru betina yang matang
gonad pada berbagai ukuran mulai dari ukuran yang terkecil sampai ukuran yang
besar memberikan petunjuk bahwa ikan-ikan tersebut bertelur dan memijah lebih
dari satu kali dalam hidupnya. Selain melalui pengamatan tingkat kematangan
gonad, musim pemijahan ikan dilakukan di suatu perairan dapat diteliti melalui
pengamatan terhadap jumlah telur yang sudah masak sebelum dikeluarkan pada
waktu ikan memijah (Batts,1972).
Fekunditas adalah jumlah telur masak sebelum dikeluarkan pada waktu ikan
memijah. Menurut Effendie (1992), kegunaan fekunditas adalah sebagai bagaian
dari studi sistimatik atau studi mengenai ras, dinamika populasi, produkstivitas,
potensi reproduksi dan sebagainya. Sedangkan dalam bidang akuakultur jumlah
telur yang dihasilkan berguna dalam persiapan fasilitas kultur ikan.
Hasil pengamatan terhadap contoh ikan layang biru betina yang telah,
diperoleh kisaran fekunditas ikan layang biru di perairan Maluku Utara antara
28875 - 84000 butir. Adanya variasi jumlah telur pada berbagai ukuran panjang
ikan layang biru menunjukkan kemungkinan adanya kegiatan pengeluaran telur
yang terjadi setiap saat.
Fekunditas yang diperoleh dalam penelitian ini memiliki kisaran yang
berbeda dengan hasil penelitian beberapa penelitian sebelumnya antara lain.
Soumokil (1996) yang meghitung jumlah telur dari 100 ekor ikan Decapterus
russelli betina dengan ukuran nilai tengah panjang 170 mm-280 mm mengandung
telur sebanyak 20874 -70112 butir. Burhanuddin dan Djamali (1977) yang telah
mencacah 20 ekor ikan Decapterus russelli betina dari perairan Pulau Panggang
(Pulau-Pulau Seribu) dengan ukuran panjang baku 166-299 mm mengandung
telur sebanyak 20000-80000 butir. Penelitian yang pernah dilakukan di perairan
137
Teluk Ambon diperoleh ikan momar betina mengandung telur sebanyak 6641 -
97724 butir. Adanya perbedaan jumlah telur dari berbagai hasil penelitian
disebabkan oleh perbedaan ukuran panjang dan diameter telur yang diteliti
(Burhanuddin dan Djamali, 1977).
Hasil analisis regresi antara panjang total ikan dengan jumlah telur
memperoleh suatu hubungan yang erat dimana respon jumlah telur sangat
dipengaruhi oleh panjang total ikan layang biru betina yang telah siap memijah.
Atau mengandung arti bahwa semakain panjang induk ikan maka semakin
bertambah jumlah telurnya.
alat tangkap yang digunakan tidak selektif terhadap ukuran ikan yang baru
pertama kali memijah.
Data sampel hasil tangkapan yang diperoleh menunjukkan 1077 ekor atau
53,85% ikan layang biru berukuran panjang lebih kecil dari 25,8 cm. Hal ini
menunjukkan bahwa hasil tangkapan didominasi oleh ikan-ikan yang belum
pernah memijah. Secara biologis, hal ini sangat mengganggu keberlanjutan
populasi ikan layang. Melihat kondisi tersebut dan untuk lebih mempertahankan
keberlanjutan populasi ikan layang biru di perairan Maluku Utara, diperlukan
penerapan aturan penggunakan ukuran mata jaring minimum.
Dalam rangka penerapan perikanan yang bertanggung jawab, pengaturan
mata jaring (mesh size) alat tangkap mni purse seine terhadap ukuran ikan di
perairan Maluku Utara perlu diperhatikan, agar dapat diloloskan ukuran ikan yang
belum pernah memijah (panjang total < 25,8 cm). Ukuran mata jaring alat tangkap
mini purse seine yang sebaiknya digunakan agar dapat meloloskan ukuran ikan
yang belum pernah memijah yaitu 5,08 cm (2 inchi) untuk bagian badan dan
sayap, sedangkan bagian kantong ukuran mesh size 2,54 cm (1 inchi).
Sebagaimana telah di atur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor
123/Kpt/Um/3/1975 tentang ketentuan lebar mata jaring purse seine yang
digunakan dalam penangkapan ikan-ikan pelagis kecil, menetapkan bahwa
melarang penggunaan ukuran mata jaring purse seine kurang dari dua inci pada
bagian sayap dan kurang dari satu inci pada bagian kantong.
Pengaturan ukuran mata jaring minimum lebih ditekankan pada bagian
badan dan sayap karena kedua bagian ini memiliki persentase ukuran terbesar
dari total panjang alat tangkap yaitu mencapi 80%. Di samping itu pengaturan
kembali mesh size pada bagian badan dan sayap dilakukan dengan tujuan agar
ikan-ikan pada ukuran pertama kali matang gonad dan ukuran ikan di bawah
ukuran pertama kali matang gonad dapat lolos ketika proses pelingkaran jaring
(setting) di lakukan.
Perbaikan selektivitas alat penangkap ikan dapat dilakukan dengan
penerapan ukuran mata jaring minimum atau dengan sistem penggunaan jaring
tertentu dengan ukuran mata jaring yang lebih besar yang berfungsi sebagai jalan
bagi ikan-ikan ukuran kecil untuk meloloskan diri karena menurut (FAO, 1995),
139
informasi ukuran mata jaring minimun sangat penting dalam penerapan kode etik
perikanan yang bertanggung jawab. Ukuran mata jering yang digunakan
memberikan gambaran ukuran ikan yang akan tertangkap.
Pembatasan ukuran mata jaring yang dapat digunakan untuk menangkap
jenis ikan tertentu merupakan suatu keharusan dalam penerapan kode etik
perikanan bertanggung jawab (CCRF). Penentuan ukuran mata jaring harus
didasarkan pada kondisi biologi ikan-ikan yang ada di lapangan
Keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya ikan layang di perairan Maluku
Utara sangat tergantung dari bagaimana sumberdaya ikan layang tersebut
dieksploitasi. Oleh karena itu perlu digunakan alat tangkap yang selektif yang
mampu meloloskan ikan-ikan yang berukuran tertentu, yaitu yang belum pernah
mencapai kematangan gonad. Dengan demikian, ikan-ikan yang tertangkap
minimal sudah pernah melakukan reproduksi sekali dalam masa hidupnya.
Disamping itu dalam menjaga kesimbungan sumberdaya ikan layang di Maluku
Utara, maka hal yang terpenting yang harus dihindari adalah dengan tidak
melakukan penangkapan ikan pada saat musim pemijahan, sehingga ikan-ikan
dengan bebas melakukan pemijahan tanpa ada gangguan akibat tekanan
penangkapan.
musim yang sangat baik untuk melakukan penangkapan ikan layang di perairan
Maluku Utara. Waktu penangkapan yang baik ini juga didukung dengan adanya
pola musim yang memungkinkan ikan layang hidup dan berkembang di perairan
Maluku Utara, sehingga hasil tangkapannya pun menguntungkan.
Perbedaan musim penangkapan ikan ini terutama dipengaruhi oleh
perubahan hembusan angin, dimana di Indonesia dikenal dengan 4 jenis musim
angin yaitu, musim Barat, musim Timur, musim peralihan Barat-Timur dan
musim peralihan Timur-Barat. Sebagaimana di jelaskan oleh Nontji (2007), angin
yang berhembus di perairan Indonesia terutama adalah angin musim yang dalam
satu tahun terjadi dua kalai pembalikan arah yang masing-masing disebut dengan
angin musim barat dan musim timur, sedangkan antara dua kali perubahan musim
terdapat juga dua kali musim peralihan yaitu musim peralihan Barat-Timur dan
musim peralihan Timur-Barat.
Pada musim timur (Juni - Agustus) kondisi perairan relatif tenang sehingga
sangat membantu bagi nelayan dalam mengoperasikan alat tangkapnya. Saat
musim timur perairan laut Banda dan Laut Maluku diduga lebih subur, hal ini
sesuai dengan pernyataan Nontji (2002), bahwa gerakan arus yang cenderung
berasal dari belahan bumi Selatan, namun setelah masuk ke Laut Banda
mengakibatkan terjadinya Upwelling. Akibat dari upwelling ini ditemukannya
suhu air yang rendah di permukaan yaitu rata-rata 3ºC lebih rendah dari pada
musim barat, sedangkan salinitas 1% lebih tinggi. Kandungan fosfat dan nitrat
juga ikut naik menjadi dua kali lipat dan kandungan plankton pun mengalami
peningkatan. Dilanjutkan oleh Nontji (2007), bahwa pada bulan Juni-Agustus
aruas kuat datang dari utara Papua yang terlebih dahulu melingkari ujung selatan
Halmahera untuk kemudian berbelok ke utara dan kembali ke Samudera Pasifik
bersatu dengan arus Sakal Khatulistiwa (Equatorial Counter Current).
Dengan adanya arus maka masa air dilapisan permukaan akan terbawa
mengalir, sebagai akibatnya air dari lapisan bawah naik ke permukaan yang
dikenal dengan upwelling yang kaya akan unsur hara. Konsentrasi unsur hara
yang tinggi di lokasi upwelling meningkatkan kesuburan perairan sehingga
mendukung kelimpahan dan pertumbuhan plankton yang kemudian memberikan
daya tarik bagi ikan-ikan untuk mencari makan.
141
Pola pengembangan yang dimaksud dalam kajian ini adalah sebuah bentuk
atau kerangka pengembangan berkelanjutan terhadap sumberdaya ikan layang di
provinsi Maluku Utara, bukan merupakan pemodelan atau model matematis.
Secara umum pola pengembangan berkelanjutan sumberdaya ikan layang adalah
bentuk pengaturan terhadap jumlah hasil tangkapan dan ukuran ikan yang
ditangkap sebagai respon terhadap kondisi perikanan dan tingkat eksploitasi yang
terus meningkat.
Setalah mempertimbangkan aspek-aspek yang telah dikaji pada hasil dan
pembahasan, maka diperoleh keragaan nilai optimal untuk semua kompenen
perikanan layang yang menjadi fokus kajian di perairan Maluku Utara yaitu terdiri
dari: (1) alat tangkap ikan layang pilihan (mini purse seine), (2) pemanfaatan
sumberdaya ikan layang optimal, (3) biologi ikan layang, (4) mesh size optimum
alat tangkap pilihan (mini purse seine), serta (5) waktu dan daerah penangkapan
ikan layang yang tepat. Keragaan nilai optimal ini selanjutnya menjadi pola bagi
pengembangan berkelanjutan sumberdaya ikan layang di Maluku Utara. Secara
jelas pola pengembangan berkelanjutan sumberdaya ikan layang di perairan
Maluku Utara dapat dirangkum pada Gambar 30.
144
POLA PENGEMBANGAN
Implikasi Kebijakan
- Mini purse seine, unit penangkapan prioritas yang dikembangkan dalam perikanan layang.
- Pembatasan jumlah produksi agar tidak melebihi nilai produksi optimum, yaitu sebasar 19.754,24 ton/thn,
sehingga dapat mengurangi tingkat upaya untuk mengcegah terjadinya biolgical dan economical overfishing.
- Pengurangan dan pembatasan jumlah unit mini purse seine hingga mencapai jumlah optimal yaitu 202 unit, dan
tidak lagi memperpanjang ijin usahanya hingga mencapai titik optimalnya.
- Pembatasan semantara waktu operasi penangkapan pada waktu puncak musim pemijahan.
- Penerapan batas minimum mesh size mini purse seine dan pelarangan pendaratan ikan-ikan dibawah ukuran
belum pernah memijah.
- Perluasan DPI layang hingga mencapai 4 – 6 mil laut dari fishing base.
- Melakukan pengalihan unit mini purse seine yang berlebih ke unit penangkapan lainnya yang belum optimal,
seperti pada usaha penangkapan ikan demersal.
- Mengarahkan nelayan yang tidak terserap, dengan melakukan kegiatan usaha perikanan lainnya yang dianggap
belum optimal, seperti perikanan tangkap ikan demersal, usaha pengolahan dan budidaya ikan.
- Pengaturan kembali sistem bagi hasil dalam usaha perikanan ikan layang.
- Peningkatan kapasitas cool storage dan penerapan teknologi tepat guna untuk menjaga mutu ikan layang dengan
tujuan untuk meningkatkan pendapatan nelayan yang selama ini hanya tertumpuh pada penjualan ikan segar.
- Koordinasi antara pemerintah Kabupaten/Kota dengan pemerintah Provinsi Maluku Utara untuk melakukan
pengawasan terhadap kebijakan yang diterapkan.
Gambar 30 Pola pengembangan berkelanjutan sumberdaya ikan layang di perairan Maluku Utara.
145
9) Pengaturan kembali sistem bagi hasil dalam usaha perikanan ikan layang.
10) Peningkatan kapasitas cool storage dan penerapan teknologi tepat guna
untuk menjaga mutu ikan layang dengan tujuan untuk meningkatkan
pendapatan nelayan yang selama ini hanya tertumpuh pada penjualan ikan
segar.
11) Pemerintah daerah Kabupaten/Kota perlu berkoordinasi dengan pemerintah
Provinsi Maluku Utara untuk melakukan pengawasan terhadap kebijakan
yang diterapkan dalam pemanfaatan sumberdaya ikan layang.
upwelling, sehingga kondisi perairan menjadi kaya akan unsur hara dan sangat
mendukung bagi keberadaan ikan layang untuk mendapatkan makanan. Kondisi
salinitas yang relatif tinggi pada musim timur ternyata turut memberikan dampak
positif bagi keberadaan ikan layang di perairan Maluku Utara.
Pola musim sangat berpengaruh pada hasil tangkapan ikan layang, karena
waktu penangkapan yang baik dapat memungkinkan ikan layang hidup dan
berkembang di perairan Maluku Utara, sehingga hasil tangkapannya pun
menguntungkan.
Berdasarkan hasil penelitian tentang parameter populasi ikan layang yaitu
berkaitan dengan musim pemijahan ikan layang menunjukkan bahwa puncak
pemijahan ikan layang terjadi pada bulan April atau Mei. Hasil kajian tersebut
menunjukkan bahwa pola musim penangkapan ikan layang di perairan Maluku
Utara berlangsung pada saat musim pemijhan ikan. Oleh karena itu perlu di
dilakukan pembatasan waktu operasi penangkapan pada saat musim puncak
pemijahan ikan layang. Dengan kata lain perlu diterapkan kabijakan penutupan
musim penangkapan bagi para nelayan, karena kondisi seperti ini bila terjadi
secara terus menerus maka akan memberikan dampak yang buruk terhadap
ketersediaan sumberdaya ikan layang di alam.
Penutupan musim penangkapan ikan merupakan pendekatan pengelolaan
sumberdaya ikan, yang umumnya dilakukan di negara dimana sistem penegakan
hukumnya sudah maju. Pelaksanaan pendekatan ini didasarkan pada sifat sumber
daya ikan yang sangat tergantung pada musim, dan sering kali hanya ditujukan
pada satu spesies saja dalam kegiatan perikanan yang bersifat multi species.
Beddington dan Ratting (1984) diacu dalam Nikijuluw (2002) mengemukakan
adanya dua bentuk penutupan musim, yaitu : (1) Penutupan musim penangkapan
ikan pada waktu tertentu untuk memungkinkan ikan melakukan aktivitas
pemijahan dan berkembang biak, (2) Penutupan kegiatan penangkapan ikan
dengan alasan sumber daya ikan telah mengalami degradasi dan ikan yang
ditangkap semakin sedikit.
Informasi biologi yang digunakan sebagai dasar penerapan batas minimum
adalah ukuran lingkar badan ikan. Hasil penelitian menghasilkan persamaan
hubungan yang linear antara lingkar badan dengan panjang ikan dengan koefisien
150
korelasi 0,89. Hubungan antara panjang ikan (X) dan lingkar badan (Y)
ditunjukkan oleh persamaan Y = -2.3283 + 0.4836 X.
Perhitungan ukuran pertama kali matang gonad diperoleh panjang total ikan
258 mm (25,8 cm) untuk layang jantan maupun betina. Sedangkan panjang
lingkar badan ikan layang biru yang tertangkap ketika matang gonad adalah 10,15
cm. Alat tangkap mini purse seine yang digunakan dalam menangkap ikan layang
biru memilki ukuran mesh size 2,54 cm – 3,81 cm (1 inchi – 1,5 inchi) untuk
bagian badan dan sayap sedangkan bagian sayap 1,90 cm (0,75 inchi). Dengan
demikian ukuran mata jaring alat tangkap yang digunakan dalam menangkap ikan
layang biru tidak mampu meloloskan ikan pada ukuran pertama kali matang
gonad dan ukuran ikan dibawah ukuran pertama kali matang gonad. Berdasarkan
fakta tersebut maka mata jaring mini purse seine idial yang seyogianya digunakan
agar dapat meloloskan ukuran ikan yang belum pernah memijah yaitu 5,08 cm (2
inchi) untuk bagian badan dan sayap, sedangkan bagian kantong ukuran mesh size
2.54 cm (1 inchi).
Alasan yang menjadi dasar penerapan batas minimum mesh size jaring atau
ukuran ikan yang tertangkap dalam pemanfaatan sumber daya ikan layang adalah
memberi kesempatan ikan muda dan atau yang berukuran kecil untuk meloloskan
diri sebelum proses penangkapan berakhir. Penerapan Kebijakan ini sangat
diperlukan untuk tetap mempertahankan keberadaan ikan layang di perairan
Maluku Utara, agar tidak terjadi kelebihan tangkap ikan dalam masa pertumbuhan
(growth overfishing).
Bentuk kebijakan ini pada hakekatnya lebih ditujukan untuk mencapai atau
mempertahankan struktur umur yang paling produktif dari stok ikan. Hal ini
dilakukan dalam rangka memberi kesempatan pada ikan yang masih muda untuk
tumbuh, dan bertambah nilai ekonominya serta kemungkinan berreproduksi
sebelum ikan tersebut ditangkap. Kebijakan ini akan berdampak pada komposisi
hasil tangkapan dan ukuran individu ikan yang tertangkap. Penerapan kebijakan
ini secara tunggal (tidak diikuti oleh kebijakan lain), akan mengakibatkan tidak
terkontrolnya jumlah hasil tangkapan, karena jumlah kapal yang melakukan
penangkapan tidak terkontrol. Oleh karena itu penerapan kebijakan batas
minimum mesh size jaring perlu disertai dengan peraturan pelarangan pendaratan
151
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab
sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
6.1 Kesimpulan
1. Alat tangkap pilihan dalam pemanfaatan sumberdaya ikan layang di perairan
Maluku Utara adalah “mini purse seine”.
2. Hasil tangkapan optimum ikan layang di Maluku Utara sebesar 19.754, 25
ton per tahun dengan upaya penangkapan optimum 28.135 trip stándar mini
purse seine sehingga keuntungan maksimum yang diperoleh Rp.
90.717.199.850,00. Alokasi optimum unit penangkapan pilihan (mini purse
seine) 202 unit dan jumlah nelayan optimum yang terserap 2626 orang.
3. Hasil penelitian biologi ikan layang biru (ikan layang yang dominan
tertangkap) menunjukkan pertumbuhan ikan betina lebih cepat dari pada
ikan jantan dan keduanya mencapai panjang maksimum pada usia 4 tahun.
Pola pertumbuhan bersifat ”alometrik minor”. Ikan yang tertangkap
didominasi ikan-ikan yang belum matang gonad. Jumlah terbanyak matang
gonad ditemukan pada bulan Maret. Kematangan gonad pertama kali di
capai pada ukuran panjang total rata-rata 25,8 cm. Puncak pemijahan
berlangsung pada bulan April/Mei. Fekunditas yang diperoleh berkisar dari
28875 - 84000 butir dengan kisaran panjang 268 - 310 mm. Jumlah telur
dipengaruhi oleh panjang ikan, yaitu semakin panjang ukuran induk ikan
maka semakin bertambah jumlah telurnya.
4. Mesh size minimum alat tangkap mini purse seine yang sebaiknya
digunakan dalam mengeksploitasi sumberdaya ikan layang di perairan
Maluku Utara adalah 5,08 cm (2 inci) untuk bagian badan dan sayap,
sedangkan bagian kantong berukuran 2,54 cm (1 inci).
5. Musim penangkapan ikan layang di perairan Maluku Utara berlangsung dari
bulan Maret hingga Oktober dengan puncak musimnya dicapai pada bulan
Agustus yaitu pada musim timur, sedangkan bukan musim penangkapan
yaitu pada bulan Desember hingga Februari bertepatan dengan musim barat.
155
6.2 Saran
1. Pemerintah Daerah Maluku Utara dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
di wilayah Maluku Utara harus berkoordinasi untuk membuat peraturan
yang kuat dengan melibatkan nelayan sebagai salah satu stakeholder sebagai
dasar guna mengontrol dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan yang
direkomendasikan dalam pengembangan berkelanjutan sumberdaya ikan
layang.
2. Pengkajian stok terhadap sumberdaya ikan layang harus dilakukan setiap
tahun untuk menentukan nilai hasil tangkapan dan upaya penangkapan
optimum.
3. Diharapkan pola ini dapat di terapkan dan ditindaklanjuti dalam program
pengembangan perikanan pelagis kecil dan lebih spesifik lagi untuk
perikanan ikan layang di provinsi Maluku Utara.
4. Saran nomor 1 - 4 akan rasional apabila terdapat rencana pengelolaan
perikanan di wilayah Maluku Utara.
156
DAFTAR PUSTAKA
Agrawal RC, and Earl O Heady. 1973. Operations Research Methods for
Agricultural Decisions. The Law State University Pres, Ames. Pg 303 .
Arifin I. 2006. Penentuan Daerah Penangkapan Ikan Cakalang dengan Data Satelit
Multi Sensor di Perairan Laut Maluku [tesis]. Sekolah Pascasarjana. Institut
Pertanian Bogor. Bogor. 94 hlm.
Atmaja, S.B. dan Haluan, J. 2003. Perubahan Hasil Tangkapan Lestari Ikan
Pelagis di Laut Jawa dan Sekitarnya. Bulletin PSP, Vol. X11 No. 2.
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Institut Pertanian
Bogor. Bogor. Hal: 31-40.
Atmajaya, S.B. dan Nugroho, D. 2005. Aplikasi Model Beverton dan Holt bagi
Ikan Layang (Decapterus spp) di Laut Natuna dan sekitarnya. Jurnal
Penelitian Perikanan 11(6): Hal 1-6.
Ayodhyoa A.U. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Yayasan Dewi Sri. Bogor.
81 hal.
Barus H.R. Badrudin, dan N. Naamin. 1991. Potensi Sumberdaya Perikanan Laut
dan Strategi Pemanfaatannya Bagi Pengembangan Perikanan yang
Berkelanjutan. Prosiding Forum II Perikanan Sukabumi, 18 – 21 Juni 1991.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.
Jakarta.. 165-180 hal
Baskoro M.S. 2002. Metode Penangkapan Ikan. Diktat Pengajaran Kuliah Jurusan
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Institut Pertanian Bogor. 54 hal.
Batts B.S. 1972. Sexual Matuarity, Fecundity and Sex Ratio of Skipjack Tuna
(Katsuwonus pelamis, Linn.) in North Carolina Waters. Trans. Amer. Fish.
Soc. 101 (4): Hal 626 – 637.
Brandt A. von. 1984. Fish Catching Methods of The World. 3rd Edition.Warwickshire:
Avon Litho Ltd., Stratford-upon-Avon.: 418 pp.
Caddy J.F. 1983. Surplus Production Models, pp.29-55. In : Selected Lectures from the
CIDA/FAO/CECAF Seminar on Fishery Resource Evaluation. Casablanca.
Morocco. 6-24 March 1978 : Rome, FAO Canada Funds-in-Trust, FAO/TF/INT
180 Suppl. 166 pp. Issued Also in French.
158
Criddle K.R. 1993. Optiimal Control of Dynamic Multispecies Fisheries. Univ. Alaska
Sea Grant College Program, Rep. No.93-02:609-629.
Dajan A. 1986. Pengantar Metode Statistik Jilid 1. LP3ES. Jakarta. 424 him.
Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara . 2004. Statistik Perikanan
Provinsi Maluku Utara 2003. Pemerintah Provinsi Maluku Utara. 44 hal.
Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara. 2005. Statistik Perikanan
Provinsi Maluku Utara 2004. Pemerintah Provinsi Maluku Utara. 63 hal.
Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara . 2006. Statistik Perikanan
Provinsi Maluku Utara 2005. Pemerintah Provinsi Maluku Utara. 66 hal.
Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara. 2007. Statistik Perikanan
Provinsi Maluku Utara 2006. Pemerintah Provinsi Maluku Utara. 61 hal.
Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara. 2008. Statistik Perikanan
Provinsi Maluku Utara 2007. Pemerintah Provinsi Maluku Utara. 61 hal.
Fridman, A.L. 1986. Calculations for Fishing Gear Design (ed. By Carrothers,
P.J.G. FAO Fishing Manuals, Fishing News Books. Ltd. Pg 183-203.
Fyson, J. 1985. Design of Small Fishing Vessel. London : FAO Fishing. News Books.
Ltd. Pg 183 – 203.
Gafa, B., Bahar, S. dan Karyana. 1993. Potensi Sumberdaya Perikanan di Perairan
Laut Flores dan Selat Makassar. Jurnal Penelitian Perikanan Laut 72:43-53.
Gordon H.S. 1954. The Economic Theory of a Common Property Resources: the
Fishery. Journal of Political Economy 62:124-142.
Gulland JA. 1983. Fish Stock Assesment. A Manual of Basic Methods. John
Wiley and Sons, Chichester-New York-Brisbane-Toronto-Singapore. 223 p.
Hariati T. 2004. Ikan Layang Biru (Decapterus macarellus), Salah Satu Spesies
Ikan Pelagis Kecil Laut Dalam di Indonesia. Warta Penelitian Perikanan
Indonesia. Edisi Sumberdaya dan Penangkapan. Vol: 11, Nomor 5, 2005.
Pusat Riset Periakanan Tangkap. Badan Riset Kelautan dan Perikanan.
Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Hal 15 – 18.
Holden. M. 1995. The Common Fishery Policy: Origin, Evaluation and Future.
Fishing New Books Ltd. London. 274 pp.
160
Irham. Wisudo S.H., Haluan J., dan Wiryawan B. 2008. Analisis Pengembangan
Perikanan Mini Purse Seine Berbasis Optimasi Sumberdaya Ikan Pelagis
Kecil di Provinsi Maluku utara. Buletin PSP. ISSN 0251-286X. Volume
XVII. No. 1 April 2008. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Jaiswar, A. K., S. K.Chakraborty and R.P. Swamy. 2001. Studies on the Age,
Growth and Mortality Rates of Indian Scad Decapterus russelli (Ruppell)
from Mubai Waters. Fisheries Research 53:303-308.
Laevastu, T and I. Hela, 1970. Fisheries Oceanography. Fishing News Books, Ltd
London. 238 p.
Najamuddin. 2006. Analisis Ukuran Mata Jaring Minimum Alat Penangkap Ikan
Layang Deles (Decapterus macrosoma Bleeker) di Perairan Selat Makassar
Sulawesi Selatan. Jurnal Kopertis. 1(1): Hal 1-13.
Nikolsky, G.V. 1963. The Ecology Fishes. Academic Press. London. 350 pp.
Pauly. 1979. Fish Population Dynamics in Tropical Waters : a Manual for use with
Programmable calculators. ICLARM Stud. Rev. (8) : 325 pp.
Pauly D. 1983. Some Simple Methods for The Assessment of Tropical Fish
Stocks. Fao Fisheries Technical Paper No. 234. 52p.
Ricker J.S. 1975. Compilasi and Interpretation of Biologi Cal Statistic of Fish
Population. Bull Fish Ress Board Can No 119.
Saanin H. 1994. Taksanomi dan Kunci Identifikasi Ikan Jilid I dan II. Penerbit Bina
Cipta. Bandung. 85 hal.
Soekartawi. 1995. Programasi Tujuan Ganda Teori dan Aplikasinya. Penerbit PT.
Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. 234 hal.
Sparre P, Venema SC. 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis, Buku 1:
Manual. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Jakarta. 438 him.
Subani W. dan H.R. Barus. 1989. Alat Penangkap Ikan Dan Udang Laut Di
Indonesia (Fishing Gears for marine Fish and Shrimp in Indonesia). No.50
Tahun 1988/1989. Edisi Khusus. Jumal Penelitian Perikanan Laut. Balai
Penelitian Perikanan Laut. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Departemen Pertanian. Jakarta. 248 hal.
164
Sparre P, Venema SC. 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis, Buku 1:
Manual. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Jakarta. 438 hal.
Steel R.G.D. and J.H. Torrie. 1981. Principles and Procedues of Statistic. McGraw-
Hill. Tokyo: 748 p.
Suwarso, D., W.A. Pralampita, dan M.M. Wahyono. 2000. Biologi reproduksi
malalugis biru (D. macarellus) di Sulawesi Utara. Prosiding Seminar Hasil
Penelitian Perikanan 1999/2000. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Eksplorasi Laut dan Perikanan, Jakarta.
165
Udupa KS. 1986. Statistical methods of estimating the size at first maturity in
fishes. Fishbyte 4(2): Hal 8-10.
Weatherley, L.A. 1972 Growth and Ecology of Fish Population. Academic Press.
Inc, London 293 p.
Wiyono E.S. 1993. Studi tentang pengaruh pola musim dan perubahan teknologi
penangkapan ikan layang (Decapterus spp) di perairan Laut Jawa. [Skripsi]
(tidak dipublikasikan). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Bogor.
Yusuf S.A, dan M.S. Hamzah. 1995. Pengaruh Musim Terhadap Produksi Ikan
Momar (Decapterus spp) Dikaitkan Dengan Kondisi Hidrologi Di Perairan
Kepulauan Lease Maluku Tengah. Diacu Dalam Prosiding Simposium
Perikanan Indonesia I. Buku II: Bidang Sumberdaya Perikanan Dan
Penangkapan. Puslitbang Perikanan: hal. 93-101.
166
LAMPIRAN
167
SAMUDRA PASIFIC
2°30'
2°30'
Berebere
P. Rau
P. MOROTAI
2°00'
Laloda PPI
Î
Tobelo
1°30'
1°30'
P. Mayao
Lolobata
o
a
K
P. Tifure
k
l u
Wasile
e
1°00'
1°00'
T
PPN / PPI
P. Ternate
Î
P. Tidore
P. HALMAHERA
0°30'
0°30'
Segea
P. Moti
P. Makian
Mafa
L A U T H A L M A H E R
L A U T M A L U K P. Gebe
P. Kayoa
0°00'
0°00'
Gurapin
Malidi
P. KASIRUTA
Yaba
0°30'
0°30'
P. BACAN
Busu
Î
PPI Sepi
P. MANDIOLI
P. Damar
1°00'
1°00'
Lampiran 2 Analisis kelayakan perikanan ikan layang dengan alat tangkap mini
purse seine menggunakan program DSS-BALI ANALISIS
Faktor
15
Pembagian
Pendapatan musim
2 sedang Rp./trip
Ikan layang Kg./trip 400 6,000 2,400,000
Pendapatan Per
Trip Rp./trip 2,400,000
Jumlah Trip
Musiman trip/musim 45
Pendapatan
Tahunan Rp./musim 108,000,000
Total Pendapatan Tahunan Rp./tahun 400,500,000
Umur
No. Uraian Satuan Nilai Perubahan Nilai Akhir Ekonomis Nilai Sisa Penyusutan
Mode
1 Investasi 247,000,000 33,900,000
Perahu Rp. 125,000,000 0 125,000,000 10 20,000,000 10,500,000
Mesin kapal Rp. 60,000,000 0 60,000,000 5 10,000,000 10,000,000
Alat Tangkap Rp. 50,000,000 50,000,000 5 10,000,000 8,000,000
Rumpon Rp. 9,000,000 0 9,000,000 2 0 4,500,000
Keranjang ikan Rp. 1,500,000 0 1,500,000 5 0 300,000
Jeregen Rp. 500,000 0 500,000 5 0 100,000
Lampu petromkas Rp. 1,000,000 0 1,000,000 2 0 500,000
Total Investasi Rp. 247,000,000
172
No Uraian 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Inflow 169015500 169015500 169015500 169015500 189015500 169015500 169015500 169015500 169015500 229015500
Porsi Pendapatan Pemilik 169015500 169015500 169015500 169015500 169015500 169015500 169015500 169015500 169015500 169015500
Nilai Sisa Modal 0 0 0 0 20000000 0 0 0 0 60000000
Perahu 0 0 0 0 0 0 0 0 0 20000000
Mesin kapal 0 0 0 0 10000000 0 0 0 0 20000000
Alat tangkap 0 0 0 0 10000000 0 0 0 0 20000000
Rumpon 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Keranjang ikan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Jeregen 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Lampu petromaks 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Lain - Lain 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 Outflow 247000000 41200000 61552956 51552956 61552956 1635572956 61552956 51552956 61552956 51552956 51552956
Investasi 247000000 0 10000000 0 10000000 112000000 10000000 0 10000000 0 0
Perahu 125000000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Mesin kapal 60000000 0 0 0 0 60000000 0 0 0 0 0
Alat tangkap 50000000 0 0 0 0 50000000 0 0 0 0 0
Rumpon 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Keranjang ikan 9000000 0 9000000 0 9000000 1500000 9000000 0 9000000 0 0
Jeregen 1500000 0 0 0 0 500000 0 0 0 0 0
Lampu petromaks 500000 0 1000000 0 1000000 0 1000000 0 1000000 0 0
Lain - Lain 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Biaya Operasional 0 41200000 51552956 51552956 51552956 51552956 169157956 169157956 169157956 169157956 169157956
Biaya Perawatan 7300000 7300000 7300000 7300000 7300000 7300000 7300000 7300000 7300000 7300000
Penyusutan 33900000 33900000 33900000 33900000 33900000 33900000 33900000 33900000 33900000 33900000
Pengembalian
Pinjaman 0 10352956 10352956 10352956 10352956 10352956 10352956 10352956 10352956 10352956
173
No Uraian 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Laba Bersih
3 -247000000 127815500 107462544 117462544 107462544 25462544 107462544 117462544 107462544 117462544 117462544
Sebelum Pajak
4 Pajak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 Laba Bersih -247000000 127815500 107462544 117462544 107462544 25462544 107462544 117462544 107462544 117462544 117462544
8 NPV 408,587,579
9 IRR 58..67
10 Payback-Periode 2.00
11 Benefit-CostRatio 2.98
174
Pendapatan musim
2 sedang Rp./trip
Ikan layang Kg./trip 500 6,000 3,000,000
Pendapatan Per
Trip Rp./trip 3,000,000
Jumlah Trip
Musiman trip/musim 45
Pendapatan
Tahunan Rp./musim 135,000,000
Total Pendapatan Tahunan Rp./tahun 585,000,000
Umur
No. Uraian Satuan Nilai Perubahan Nilai Akhir Ekonomis Nilai Sisa Penyusutan
Mode
1 Investasi 247,000,000 33,900,000
Perahu Rp. 125,000,000 0 125,000,000 10 20,000,000 10,500,000
Mesin kapal Rp. 60,000,000 0 60,000,000 5 10,000,000 10,000,000
Alat Tangkap Rp. 50,000,000 50,000,000 5 10,000,000 8,000,000
Rumpon Rp. 9,000,000 0 9,000,000 2 0 4,500,000
Keranjang ikan Rp. 1,500,000 0 1,500,000 5 0 300,000
Jeregen Rp. 500,000 0 500,000 5 0 100,000
Lampu petromkas Rp. 1,000,000 0 1,000,000 2 0 500,000
Total Investasi Rp. 247,000,000
178
No Uraian 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Inflow 278,055,000 278,055,000 278,055,000 278,055,000 298,055,000 278,055,000 278,055,000 278,055,000 278,055,000 338,055,000
Porsi Pendapatan Pemilik 278,055,000 278,055,000 278,055,000 278,055,000 278,055,000 278,055,000 278,055,000 278,055,000 278,055,000 278,055,000
Nilai Sisa Modal 0 0 0 0 20000000 0 0 0 0 60000000
Perahu 0 0 0 0 0 0 0 0 0 20000000
Mesin kapal 0 0 0 0 10000000 0 0 0 0 20000000
Alat tangkap 0 0 0 0 10000000 0 0 0 0 20000000
Rumpon 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Keranjang ikan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Jeregen 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Lampu petromaks 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Lain - Lain 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 Outflow 247000000 41200000 61552956 51552956 61552956 1635572956 61552956 51552956 61552956 51552956 51552956
Investasi 247000000 0 10000000 0 10000000 112000000 10000000 0 10000000 0 0
Perahu 125000000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Mesin kapal 60000000 0 0 0 0 60000000 0 0 0 0 0
Alat tangkap 50000000 0 0 0 0 50000000 0 0 0 0 0
Rumpon 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Keranjang ikan 9000000 0 9000000 0 9000000 1500000 9000000 0 9000000 0 0
Jeregen 1500000 0 0 0 0 500000 0 0 0 0 0
Lampu petromaks 500000 0 1000000 0 1000000 0 1000000 0 1000000 0 0
Lain - Lain 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Biaya Operasional 0 41200000 51552956 51552956 51552956 51552956 169157956 169157956 169157956 169157956 169157956
Biaya Perawatan 7300000 7300000 7300000 7300000 7300000 7300000 7300000 7300000 7300000 7300000
Penyusutan 33900000 33900000 33900000 33900000 33900000 33900000 33900000 33900000 33900000 33900000
Pengembalian
Pinjaman 0 10352956 10352956 10352956 10352956 10352956 10352956 10352956 10352956 10352956
179
No Uraian 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Laba Bersih
3 -247000000 236855000 216502044 226502044 216502044 134502044 216502044 226502044 216502044 226502044 286502044
Sebelum Pajak
4 Pajak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 Laba Bersih -247000000 236855000 216502044 226502044 216502044 34502044 216502044 226502044 216502044 226502044 286502044
8 NPV 884,451,986
9 IRR 105,11
10 Payback-Periode 1.06
11 Benefit-CostRatio 5,28
180
Umur
No. Uraian Satuan Nilai Perubahan Nilai Akhir Ekonomis Nilai Sisa Penyusutan
Mode
Investasi 31,000,000 -2,000,000
Perahu Rp. 15,000,000 0 15,000,000 10 20,000,000 -500,000
Mesin kapal Rp. 7,500,000 0 7,500,000 5 10,000,000 -500,000
Alat tangkap Rp. 7,500,000 0 7,500,000 5 10,000,000 -500,000
Alat bantu Rp. 1,000,000 0 1,000,000 2 2,000,000 -500,000
Total Investasi Rp. 31,000,000
184
No Uraian 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Inflow 22,660,050 24,660,050 22,660,050 24,660,050 42,660,050 24,660,050 22,660,050 24,660,050 22,660,050 92,660,050
Porsi Pendapatan Pemilik 22,660,050 22,660,050 22,660,050 22,660,050 22,660,050 22,660,050 22,660,050 22,660,050 22,660,050 22,660,050
Nilai Sisa Modal 0 2,000,000 0 2,000,000 20,000,000 2,000,000 0 2,000,000 0 70,000,000
Perahu 0 0 0 0 0 0 0 0 0 20,000,000
Mesin kapal 0 0 0 0 10,000,000 0 0 0 0 20,000,000
Alat tangkap 0 0 0 0 10,000,000 0 0 0 0 20,000,000
Alat bantu penangkapan 0 2,000,000 0 2,000,000 0 2,000,000 0 2,000,000 0 10,000,000
2 Outflow 31,000,000 4,150,000 6,449,359 5,449,359 6,449,359 20,449,359 6,449,359 5,449,359 6,449,359 5,449,359 5,449,359
Investasi 31,000,000 0 1,000,000 0 1,000,000 15,000,000 1,000,000 0 1,000,000 0 0
Perahu 15,000,000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Mesin kapal 7,500,000 0 0 0 0 7,500,000 0 0 0 0 0
Alat tangkap 7,500,000 0 0 0 0 7,500,000 0 0 0 0 0
Alat bantu penangkapan 1,000,000 0 1,000,000 0 1,000,000 0 1,000,000 0 1,000,000 0 0
Biaya Operasional 0 4,150,000 5,449,359 5,449,359 5,449,359 5,449,359 5,449,359 5,449,359 5,449,359 5,449,359 5,449,359
Bagi Hasil Nelayan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Biaya Perawatan 6,150,000 6,150,000 6,150,000 6,150,000 6,150,000 6,150,000 6,150,000 6,150,000 6,150,000 6,150,000
Penyusutan -2,000,000 -2,000,000 -2,000,000 -2,000,000 -2,000,000 -2,000,000 -2,000,000 -2,000,000 -2,000,000 -2,000,000
Pengembalian Pinjaman 0 1,299,359 1,299,359 1,299,359 1,299,359 1,299,359 1,299,359 1,299,359 1,299,359 1,299,359
185
No Uraian 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
3 Laba Bersih Sebelum Pajak -31,000,000 18,510,050 18,210,691 17,210,691 18,210,691 22,210,691 18,210,691 17,210,691 18,210,691 17,210,691 87,210,691
4 Pajak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 Laba Bersih -31,000,000 18,510,050 18,210,691 17,210,691 18,210,691 22,210,691 18,210,691 17,210,691 18,210,691 17,210,691 87,210,691
8 NPV 59,430,223
9 IRR 53.75
10 Payback-Periode 2.44
11 Benefit-CostRatio 3.85
186
Pendapatan Musim
Puncak Rp./trip
Layang Kg./trip 520 6,000 3,120,000
Pendapatan Per Trip Rp./trip 3,120,000
Jumlah Trip Musiman trip/musim 40
Pendapatan Tahunan Rp./musim 124,800,000
Pendapatan musim
sedang Rp./trip
Layang Kg./trip 247 6,000 1,482,000
Pendapatan Per Trip Rp./trip 1,482,000
Jumlah Trip Musiman trip/musim 20
Pendapatan Tahunan Rp./musim 29,640,000
Rp./tahun 154,440,000
Nilai
No. Uraian Satuan Nilai Perubahan Akhir
Mode
1 Biaya Operasional Nelayan
bensin Rp./trip 40,000 0 40,000
Minyak tanah Rp./trip 280,000 0 280,000
Oli Rp./trip 7,500 0 7,500
Ransum Rp./trip 60,000 0 60,000
Es Rp./trip 90,000 0 90,000
Sub Total Rp./trip 477,500
2 Biaya Operasional Tahunan
Biaya Operasional Rp./tahun 28,650,000
Biaya Retribusi Rp./tahun 2,316,600
Total Biaya
Operasional Rp./tahun 30,966,600
188
Umur
No. Uraian Satuan Nilai Perubahan Nilai Akhir Ekonomis Nilai Sisa Penyusutan
Mode
1 Investasi 145,000,000 13,600,000
Perahu Rp. 90,000,000 0 90,000,000 10 20,000,000 7,000,000
Mesin kapal Rp. 20,000,000 0 20,000,000 5 10,000,000 2,000,000
Alat tangkap Rp. 25,000,000 0 25,000,000 5 10,000,000 3,000,000
Alat bantu Rp. 10,000,000 0 10,000,000 5 2,000,000 1,600,000
Total Investasi Rp. 145,000,000
190
No Uraian 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Inflow 74,084,040 74,084,040 74,084,040 74,084,040 96,084,040 74,084,040 74,084,040 74,084,040 74,084,040 138,084,040
Porsi Pendapatan Pemilik 74,084,040 74,084,040 74,084,040 74,084,040 74,084,040 74,084,040 74,084,040 74,084,040 74,084,040 74,084,040
Nilai Sisa Modal 0 0 0 0 22,000,000 0 0 0 0 64,000,000
Perahu 0 0 0 0 0 0 0 0 0 20,000,000
Mesin kapal 0 0 0 0 10,000,000 0 0 0 0 20,000,000
Alat tangkap 0 0 0 0 10,000,000 0 0 0 0 20,000,000
Alat bantu penangkapan 0 0 0 0 2,000,000 0 0 0 0 4,000,000
2 Outflow 145,000,000 22,600,000 28,677,646 28,677,646 28,677,646 83,677,646 28,677,646 28,677,646 28,677,646 28,677,646 28,677,646
Investasi 145,000,000 0 0 0 0 55,000,000 0 0 0 0 0
Perahu 90,000,000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Mesin kapal 20,000,000 0 0 0 0 20,000,000 0 0 0 0 0
Alat tangkap 25,000,000 0 0 0 0 25,000,000 0 0 0 0 0
Alat bantu penangkapan 10,000,000 0 0 0 0 10,000,000 0 0 0 0 0
Biaya Operasional 0 22,600,000 28,677,646 28,677,646 28,677,646 28,677,646 28,677,646 28,677,646 28,677,646 28,677,646 28,677,646
Bagi Hasil Nelayan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Biaya Perawatan 9,000,000 9,000,000 9,000,000 9,000,000 9,000,000 9,000,000 9,000,000 9,000,000 9,000,000 9,000,000
Penyusutan 13,600,000 13,600,000 13,600,000 13,600,000 13,600,000 13,600,000 13,600,000 13,600,000 13,600,000 13,600,000
Pengembalian Pinjaman 0 6,077,646 6,077,646 6,077,646 6,077,646 6,077,646 6,077,646 6,077,646 6,077,646 6,077,646
191
No Uraian 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Laba Bersih Sebelum -
3 Pajak 145,000,000 51,484,040 45,406,394 45,406,394 45,406,394 12,406,394 45,406,394 45,406,394 45,406,394 45,406,394 109,406,394
4 Pajak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
-
5 Laba Bersih 145,000,000 51,484,040 45,406,394 45,406,394 45,406,394 12,406,394 45,406,394 45,406,394 45,406,394 45,406,394 109,406,394
8 NPV 135,510,727
9 IRR 39.33
10 Payback-Periode 3.15
11 Benefit-CostRatio 2.19
192
Lanjutan lampiran 6
C. Total hasil dan upaya penangkapan baku setelah standarisasi
Total Hasil Effort standar (Trip) Total effoert CPUE
Tahun
Tangkapan (Kg) Purse siene Jaring insang hanyut Bagan perahu (Trip) (Kg/Ttrip)
1998 14,682,000 14400 1,707.71 3,001.75 19109 768.31070
1999 12,565,300 7200 1,163.97 2,369.80 10734 1170.63193
2000 12,523,250 8520 1,196.76 2,606.78 12324 1016.20530
2001 17,251,600 15000 2,623.04 2,843.76 20467 842.90651
2002 15,754,500 17400 2,852.56 2,859.56 23112 681.65546
2003 18,153,060 18960 2,950.92 4,028.66 25940 699.82084
2004 18,677,060 21840 2,819.77 3,033.35 27693 674.42977
2005 20,965,890 23880 2,868.95 4,865.99 31615 663.16396
2006 21,305,220 24960 2,868.95 5,087.17 32916 647.25788
2007 23,677,070 25560 2,803.37 5,087.17 33451 707.82310
194
Lampiran 7 Data regresi antara upaya penangkapan, CPUE, nilai intersep (a)
dan slope (b) ikan layang di Maluku Utara
> a:=1239.5;
a := 1239.5
> b:=-0.0191;
b := -0.0191
> c:=988375;
c := 988375
> p:=6000;
p := 6000
> Emsy:=-a/(2*b);
Emsy := 32447.64398
> h:=a*E+b*E^2;
2
h := 1239.5 E - 0.0191 E
> TR:=p*h;
6 2
TR := 7.4370000 10 E - 114.6000 E
> plot(TR,E=0..65000);
> hmsy:=a*Emsy+b*Emsy^2;
7
hmsy := 2.010942735 10
> TRmsy:=p*hmsy;
196
Lanjutan lampiran 8
TRmsy := 1.206565641 1011
> TCmsy:=c*Emsy;
TCmsy := 3.207044012 1010
> phimsy:=TRmsy-TCmsy;
phimsy := 8.858612398 1010
> h:=a*E+b*E^2;
2
h := 1222.2 E - 0.0181 E
> plot(h,E=0..65000);
> TR:p*h;
7.4370000 106 E - 114.6000 E 2
> plot(TR,E=0..65000);
197
Lanjutan lampiran 8
> TC:=c*E;
TC := 988375 E
¾ plot(TC,E=0..65000);
¾ plot({TR,(E),TC(E)},E=0..65000,color=[red,blue]);
> fsolve(TR=TC,E);
198
Lanjutan lampiran 8
0., 56270.72426
> phi:=p*h-c*E;
6 2
f := 6.4486250 10 E - 114.6000 E
> fsolve(phi,E);
0., 56270.72426
> Y:=diff(phi,E);
Y := 6.4486250 106 - 229.2000 E
> fsolve(Y=0,E);
>
28135.36213
> Emey:=28135.36213;
Emey := 28135.36213
> hmey:=a*Emey+b*Emey^2;
hmey := 1.975424806 107
> TRmey:=p*hmey;
TRmey := 1.185254884 1011
> TCmey:=c*Emey;
10
TCmey := 2.780828855 10
> phiemy:TRmey-TCmey;
10
9.071719985 10
> Eoa:=56270.72426;
Eoa := 56270.72426
> hoa:=a*Eoa+b*Eoa^2;
hoa := 9.26942951 106
> TRoa:=p*hoa;
10
TRoa := 5.561657706 10
> TCoa:=c*Eoa;
TCoa:= 5.561657709 1010
> phioa:=TRoa-TCoa;
phioa ;=0
199
(a)
Nilai Tengah
Frekuensi (Periode Bulan Pengamatan)
Panjang Total
(mm) Januari Februari Maret April Mei Frekuensi
216 4 3 0 0 0 7
227 20 12 2 2 5 41
238 30 37 16 14 31 128
249 20 20 6 6 33 85
260 17 28 28 25 23 121
271 11 35 34 39 21 140
282 16 10 24 40 23 113
293 0 0 1 2 0 3
304 0 0 3 2 1 6
315 0 0 1 0 0 1
Jumlah 118 145 115 130 137 645
(b)
Nilai Tengah Frekuensi (Periode Bulan
Panjang Pengamatan) Total
(mm) Januari Februari Maret April Mei Frekuensi
219.5 16 7 0 0 0 23
229.5 35 21 5 5 4 70
239.5 89 62 30 40 39 260
249.5 43 60 32 37 35 207
259.5 35 48 55 48 54 240
269.5 32 14 85 77 75 283
279.5 32 42 68 54 53 249
289.5 0 0 2 1 0 3
299.5 0 1 4 6 2 13
309.5 0 0 1 1 0 2
319.5 0 0 3 1 1 5
Jumlah 282 255 285 270 263 1355
201
Lampiran 12 Tingkat kematangan gonad ikan layang biru (Decapterus macarellus) jantan pada kelas ukuran panjang
Lampiran 13 Tingkat kematangan gonad ikan layang biru (Decapterus macarellus) betina pada kelas ukuran panjang
Lampiran 14 Pendugaan ukuran ikan layang biru (Decapterus macarellus) jantan saat mencapai kematangan gonad pertama
Tengah Log Jumlah Contoh Jumlah Matang % Matang Gonad Selisih Log
Kelas
Kelas T. Kelas ikan (ekor) Gonad (ekor) Gonad Tengah Kelas qi pi*qi/ni-1
(mm) (ni) (ri) pi =(ri/ni) (X) (1-pi)
211 - 221 216 2.3345 7 0 0.000000 1.000000 0.0000
222 - 232 227 2.3560 41 0 0.000000 0.021572 1.000000 0.0000
233 - 243 238 2.3766 128 24 0.187500 0.020551 0.812500 0.0012
244 - 254 249 2.3962 85 31 0.364706 0.019622 0.635294 0.0028
255 - 265 260 2.4150 121 57 0.471074 0.018774 0.528926 0.0021
266 - 276 271 2.4330 140 65 0.464286 0.017996 0.535714 0.0018
277 - 287 282 2.4502 113 85 0.752212 0.017280 0.247788 0.0017
288 - 298 293 2.4669 3 2 0.666667 0.016619 0.333333 0.1111
299 - 309 304 2.4829 6 6 1.000000 0.016006 0.000000 0.0000
310 - 320 315 2.4983 1 1 1.000000 0.015437 0.000000 0.0000
Total 645 271 4.906 0.1639 5.0936
Lampiran 15 Pendugaan ukuran ikan layang biru (Decapterus macarellus) betina saat mencapai kematangan gonad pertama
Tengah Log Jumlah Contoh Jumlah Matang % Matang Gonad Selisih Log
Kelas
Kelas T. Kelas ikan (ekor) Gonad (ekor) Gonad Tengah Kelas qi pi*qi/ni-1
(mm) (ni) (ri) pi =(ri/ni) (X) (1-pi)
215 - 224 219.5 2.3414 23 0 0.000000 1.000000 0.000000
225 - 234 229.5 2.3608 70 0 0.000000 0.019348 1.000000 0.000000
235 - 244 239.5 2.3793 260 52 0.200000 0.018523 0.800000 0.000618
245 - 254 249.5 2.3971 207 80 0.386473 0.017765 0.613527 0.001151
255 - 264 259.5 2.4141 240 155 0.645833 0.017067 0.354167 0.000957
265 - 274 269.5 2.4306 283 171 0.604240 0.016421 0.395760 0.000848
275 - 284 279.5 2.4464 249 156 0.626506 0.015823 0.373494 0.000944
285 - 294 289.5 2.4616 3 2 0.666667 0.015267 0.333333 0.111111
295 - 304 299.5 2.4764 13 12 0.923077 0.014748 0.076923 0.005917
305 - 314 309.5 2.4907 2 2 1.000000 0.014264 0.000000 0.000000
315 - 324 319.5 2.5045 5 5 1.000000 0.013810 0.000000 0.000000
Total 1355 635 6.0528 0.1630 4.9472
Lampiran 16 Rata-rata produksi ikan layang (kg) di PPN Ternate tahun 2003 – 2007
Tahun
Bulan Jumlah Rata-rata
2003 2004 2005 2006 2007
Januari 208085 165392 223823 164506 182974 944781 188956
Februari 168548 130337 221893 173540 173376 867695 173539
Maret 163005 206149 225037 292666 333739 1220594 244119
April 167762 187779 215648 267188 205538 1043915 208783
Mei 147962 204115 223600 181711 268067 1025454 205091
Juni 235045 233563 261256 201700 65880 997444 199489
Juli 271679 285659 279088 369586 364552 1570565 314113
Agustus 319697 85297 381158 594289 595508 1975949 395190
September 249330 268395 320543 227661 348937 1414866 282973
Oktober 206258 220505 250311 283464 447877 1408415 281683
Nopember 155182 144330 172212 159494 173112 804331 160866
Desember 116049 75778 121431 126675 160073 600005 120001
207
Lampiran 17 Jumlah rata-rata effort standard bulanan ikan layang yang beroperasi di perairan Maluku Utara tahun 2003 – 2007
Tahun
Bulan Jumlah Rata-rata
2003 2004 2005 2006 2007
Januari 72 209 150 133 129 693 139
Februari 104 194 112 155 145 710 142
Maret 88 170 177 140 148 724 145
April 126 141 82 133 180 661 132
Mei 103 145 75 156 161 640 128
Juni 93 142 68 173 254 729 146
Juli 102 174 169 189 126 761 152
Agustus 90 287 207 177 413 1175 235
September 100 197 143 157 156 753 151
Oktober 125 225 106 125 116 696 139
Nopember 86 146 148 170 158 708 142
Desember 69 160 109 137 141 615 123
208
Lampiran 18 CPUE rata-rata ikan layang di perairan Maluku Utara tahun 2003-2007
Tahun
Bulan Jumlah Rata-rata
2003 2004 2005 2006 2007
Januari 2910.91 855.509 1545.185 1310.990 1433.815 8056 1611
Februari 1717.50 1014.994 2164.524 1393.947 1336.690 7628 1526
Maret 2007.15 1461.121 1634.393 2292.666 2344.279 9740 1948
April 1507.10 1525.766 2771.728 2267.149 1329.320 9401 1880
Mei 1559.42 1507.248 2651.252 1398.480 1748.214 8865 1773
Juni 2709.50 1760.259 3900.402 1447.157 912.207 10730 2146
Juli 2714.29 1727.633 1777.539 1987.867 2533.176 10741 2148
Agustus 3633.99 1295.634 1537.933 3130.718 1232.266 10831 2166
September 2574.11 1475.999 2415.391 1806.943 2400.366 10673 2135
Oktober 1702.40 1033.747 2503.657 2348.080 2927.052 10515 2103
Nopember 1861.36 1038.926 1308.786 1164.874 1128.336 6502 1300
Desember 1773.04 853.940 1345.540 1211.252 1272.136 6456 1291
209
Lampiran 19 Perkembangan produksi bulanan ikan layang di PPN Ternate tahun 2003 – 2007
Lanjutan lampiran 19
Lanjutan lampiran 19
Lampiran 20 Perkembangan upaya tangkap bulanan ikan layang di PPN Ternate tahun 2003 – 2007
Lanjutan lampiran 20
Lanjutan lampiran 20
Lanjutan lampiran 21
CPUE
Tahun Bulan RGi RGPi Rbi
standar
2006 Januari 1310.990 1832.357 1818.821 0.721
Februari 1393.947 1944.612 1888.485 0.738
Maret 2292.666 1893.908 1919.260 1.195
April 2267.149 1880.943 1887.426 1.201
Mei 1398.480 1868.951 1874.947 0.746
Juni 1447.157 1857.760 1862.878 0.777
Juli 2102.409 1867.995 1862.878 1.129
Agustus 3549.173 1863.224 1865.610 1.902
September 1806.943 1867.525 1865.375 0.969
Oktober 2348.080 1789.373 1828.449 1.284
Nopember 1164.874 1818.517 1803.945 0.646
Desember 1211.252 1771.892 1795.205 0.675
2007 Januari 1433.815 1836.195 1804.044 0.795
Februari 1336.690 1643.120 1739.658 0.768
Maret 2344.279 1692.572 1667.846 1.406
April 1329.320 1740.819 1716.696 0.774
Mei 1748.214 1737.775 1739.297 1.005
Juni 887.657 1742.848 1740.311 0.510
Juli 2874.047
Agustus 1232.266
September 2400.366
Oktober 2927.052
Nopember 1128.336
Desember 1272.136
217
Lanjutan lampiran 21
Gambar 1 Kapal mini purse seine yang beroperasi di perairan Maluku Utara.
Lanjutan lampiran 23
Lanjutan lampiran 23
Lanjutan lampiran 23
Lanjutan lampiran 23
Lanjutan lampiran 23
IRHAM
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
ii
Irham
C461060071
iii
ABSTRACT
Key word: development pattern, scad, fishing technology, North Maluku waters.
iv
RINGKASAN
IRHAM. Pola Pengembangan Berkelanjutan Sumberdaya Ikan Layang
(Decapterus spp) di Perairan Maluku Utara. Dibimbing oleh SUGENG HARI
WISUDO, JOHN HALUAN, dan BUDY WIRYAWAN.
Estimasi nilai optimum dari komponen perikanan ikan layang menghasilkan hasil
tangkapan optimum yang memberikan keuntungan rasional bagi tingkat
pengusahaan sumberdaya ikan layang sebesar 19.754, 248 ton per tahun dengan
upaya penangkapan optimum 28.135 trip stándar mini purse seine sehingga
keuntungan maksimum yang diperoleh sebesar Rp. 90.717.199.850,00. Untuk
alokasi unit penangkapan mini purse seine sebagai alat tangkap yang
diprioritaskan direkomendasikan sebanyak 202 unit. Dan jumlah nelayan yang
optimum yang terserap pada unit penangkapan mini purse seine sebanyak 2626
orang. Hasil analisis beberapa parameter populasi ikan layang biru (Decapterus
macarellus) menunjukkan bahwa pertumbuhan ikan layang biru betina lebih
cepat dari pada ikan jantan dan keduanya mencapai panjang maksimum pada usia
4 tahun. Pola pertumbuhan ikan layang biru jantan maupun betina bersifat
alometrik minor, yang berarti pertumbuhan panjang tubuh ikan lebih cepat dari
pertumbuhan beratnya. Pengamatan gonad menunjukkan ikan yang tertangkap
didominasi ikan-ikan yang belum matang gonad. Jumlah terbanyak ikan layang
biru yang matang gonad ditemukan pada bulan Maret dan kematangan gonad
pertama kali di capai pada ukuran panjang total 25,8 cm. Pemijahan ikan layang
biru berlangsung pada bulan April/Mei. Fekunditas yang diperoleh berkisar antara
28875-84000 butir dengan kisaran panjang total 268-310 mm. Jumlah telur
sangat dipengaruhi oleh panjang total ikan. Hasil analisis pola musim
penangkapan menunjukkan bahwa musim penangkapan ikan layang di perairan
Maluku Utara berlangsung dari bulan Maret hingga Oktober dengan puncak
musimnya dicapai pada bulan Agustus yaitu pada musim timur. Sedangkan bukan
musim penangkapan yaitu pada bulan Desember hingga Februari bertepatan
dengan musim barat. Untuk pembagian daerah penangkapan dan musim
penangkapan ikan layang di berbagai wilayah perairan Maluku Utara meliputi :
(1) bagian tengah Maluku Utara yaitu sekitar perairan Ternate hingga ujung Utara
Halmahera yang mencakup perairan Batang Dua, Ternate, Tidore, Mare, Moti,
Makian dan Kayoa dengan musim penangkapan terjadi pada akhir bulan Februari
- Mei dan bulan Juli hingga September; (2) bagian selatan Maluku Utara terletak
sepanjang ujung selatan Halmahera hingga bagain barat pulau Bacan yaitu antara
perairan Obi dan Bacan hingga mencapai perairan laut Maluku dengan muism
penangkapan pada bulan April - Oktober; (3) bagian Utara Maluku Utara
mencakup perairan Utara Morotai dan perairan sekitar Teluk Kao dengan musim
penangkapan berlangsung pada bulan April - September. Berdasarkan keragaan
nilai optimal dari komponen perikanan ikan layang yang dikaji dapat disusun
suatu pola pengembangan berkelanjutan sumberdaya ikan layang di perairan
Maluku Utara. Pola ini mencakup 5 kompenen yaitu : mini purse seine sebagai
alat tangkap ikan layang pilihan, pemanfaatan sumberdaya ikan layang optimal,
biologi ikan layang, mesh size optimum alat tangkap pilihan (mini purse seine)
serta waktu dan daerah penangkapan ikan layang yang tepat.
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
vii
IRHAM
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Teknologi Kelautan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
viii
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc. Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc .
Anggota Anggota
Mengetahui
Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga disertasi ini berhasil diselesaikan. Disertasi ini berjudul” Pola
Pengembangan Berkelanjutan Sumberdaya Ikan Layang (Decapterus spp) di
Perairan Maluku Utara” disusun sebagai salah satu syarat penyelesaian program
pendidikan Strata 3 di Sekolah Pascasarjana IPB.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan
yang tulus kepada:
1. Dr. Ir. Sugeng H. Wisudo, M.Si, selaku ketua Komisi Pembimbing, Prof. Dr.
Ir. John Haluan, M.Sc dan Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc selaku anggota
Komisi Pembimbing, yang telah berkenaan memberikan arahan dan
bimbingan untuk menyelesaikan disertasi ini.
2. Dosen Penguji Luar Komisi, Prof. Dr. Ir. Muhajir K Marsaoli, M.Si (Kepala
Bappeda Provinsi Maluku Utara) dan Dr. Ir. Fedi Alfiadi Sondita, M.Sc
(Dosen Departemen PSP Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB Bogor)
atas kesdiannya untuk memberikan pengujian serta masukan pada ujian
terbuka.
3. Rektor, Dekan sekolah pascasarjana, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Ketua Program Studi Teknologi kelutan Insitut Pertanian Bogor
beserta staf pengajar yang telah memberikan ilmu pengetahuan selama studi.
4. Rektor dan Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelutan Unkhair yang telah
memberikan izin untuk melanjutkan studi di Program Studi Teknologi
Kelautan IPB - Bogor.
5. Direktur Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, yang telah
memberikan bantuan dana pendidikan melalui Beasiswa Program
Pascasarjana (BPPS).
6. Kepala Bappeda provinsi Maluku Utara, Kepala Dinas Perikanan dan Ilmu
Kelautan provinsi Maluku Utara, Kepala Pelabuhan Perikanan Nusantara
Ternate dan Kepala Karantina Ikan Kelas II Babullah Ternate serta segenap
jajarannya atas izin yang diberikan serta bantuan fasilitas selama penelitian
berlangsung.
7. Secara khusus ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua
penulis (Almarhum Yusuf Hi. Ichsan dan Hj. Siti Hawa Musa), yang walau
dalam perjalanan hidup penulis banyak menyusahkan mereka, namun dengan
segala curahan kasih sayang dan doa yang terus diberikan, akhirnya penulis
dapat menuai pendidikan yang begitu berarti.
8. Istri dan putri yang tercinta yang begitu ikhlas dan penuh pengorbanan,
sehingga mampu menghantarkan penulis menyelesaikan studi ini.
9. Kakak-kakakku, Sarifa Hi. Ichsan, Ardan Hi Ichsan, Kusdi Hi. Ichsan, Marwia
Hi. Ichsan, Abuhari Hamzah dan Martini Djamhur yang telah banyak
membantu baik moril mapupun matril selama studi.
10. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Teknologi Kelautan atas segala
kerjasama dan dukungannya selama ini.
Semoga disertasi ini bermanfaat.
RIWAYAT HIDUP
DAFTAR ISI
Halaman
1 PENDAHULUAN. ........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang. ......................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah.. ................................................................ 5
1.3 Tujuan Penelitian.. .................................................................... 7
1.4 Manfaat Penelitian. ................................................................... 7
1.5 Hipotesis Penelitian................................................................... 8
1.6 Kerangka Pemikiran.................................................................. 8
3 METODOLOGI.... ............................................................................ 41
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian.. ................................................... 41
3.2 Alat dan Bahan........................................................................... 41
3.3 Metode Pengumpulan Data. ....................................................... 42
3.4 Metode Analisis Data................................................................. 48
3.4.1 Metode skoring dan fungsi nilai ...................................... 49
3.4.2 Model surplus produksi dan bio-ekonomi . ..................... 52
Gordon-Schaefer. .............................................................
3.4.3 Model linear goal programming....................................... 56
3.4.4 Analisis Parameter populasi ikan layang
(Decapterus macarellus).................................................. 57
3.4.4.1 Analisis parameter pertumbuhan......................... 57
3.4.4.2 Analisis hubungan panjang berat. ....................... 58
3.4.4.3 Metode pengamatan tingkat kematangan gonad . 59
3.4.4.4 Analisis indeks kematangan gonad. .................... 59
3.4.4.5 Perhitungan fekunditas........................................ 60
3.4.4.6 Metode Sperman Karber. .................................... 60
3.4.5 Analisis penentuan mesh size minimum jaring . ............. 61
3.4.6 Metode rata-rata bergerak (moving average).................. 61
3.4.7 Model deskriptif .............................................................. 64
LAMPIRAN............................................................................................ 166
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
24 Data panjang dan lingkar badan ikan layang biru pada ukuran
pertama kali matang gonad di perairan Maluku Utara...................... 113
DAFTAR GAMBAR
Halaman
8 Desain Kapal mini purse seine (kapal utama) di Maluku Utara ...... 67
26 Jumlah ikan layang biru (D. macarellus) jantan dan betina yang
matang gonad berdasarkan periode bulan pengamatan,
Janurai - Mei 2008 ............................................................................ 111
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
DAFTAR ISTILAH
Mature : Bunting/dewasa.
1 PENDAHULUAN
25000
20000 Layang
Produksi (ton)
Teri
15000
Tongkol
Julung-Julung
10000
Selar
5000 Kembung
0
1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Tahun
Seperti halnya jenis ikan pelagis lainnya, ikan layang dimanfaatkan untuk
konsumsi lokal oleh masyarakat di sekitar wilayah Maluku Utara. Ikan layang
memiliki permintaan pasar yang relatif tinggi baik pasar interinsuler maupun
pasar ekspor. Jenis ikan ini dipasarkan ke wilayah Jakarta dan Surabaya bahkan
mencapai pasar Jepang untuk digunakan sebagai ikan umpan tuna long-line.
Pengusahaan jenis ikan ini di wilayah Maluku Utara terutama dilakukan oleh
industri perikanan rakyat berskala kecil, penangkapannya dengan berbagai jenis
alat tangkap seperti pukat cincin, jaring insang hanyut, bagan perahu, pancing
tonda dan pancing ulur. Alat tangkap yang dominan dan efektif digunakan untuk
penangkapan ikan layang di daerah ini adalah mini purse seine, yang oleh
masyarakat Maluku Utara dikenal dengan "soma pajeko".
Ditinjau dari teknologi penangkapan ikan, modal usaha dan sumberdaya
manusia yang memanfaatkan sumberdaya ikan layang di Maluku Utara dapat
diduga tingkat eksploitasi sumberdaya ikan layang masih dalam tahap
perkembangan. Namun demikian aktifitas pemanfaatan terhadap sumberdaya ikan
layang di wilayah perairan Maluku Utara semakin meningkat, yaitu tingginya
intensitas penangkapan ikan di perairan pantai yang dapat mengakibatkan
penurunana stok ikan layang. Kecenderungan tersebut dapat dilihat dari trend
produksi ikan layang yang terus meningkat dari tahun ke tahun dan sebaliknya
produktivitas alat tangkap ikan layang yang cendrung menurun. Dengan demikian
jika peningkatan pemanfaatan ini tidak sebanding dengan kemampuan daya pulih
dari sumberdaya ikan tersebut, maka dipastikan pada suatu ketika kondisi ini
dapat mempengaruhi kegiatan usaha dan stok ikan yang mengarah ke gejala
overfishing. Kondisi produktivitas nelayan yang rendah juga merupakan penyebab
rendahnya pendapatan yang diterima oleh nelayan perikanan layang di Maluku
Utara.
Peningkatan kuantitas upaya penangkapan di suatu perairan akan
meningkatkan pula nilai ekonomi sumberdaya tersebut dan berdampak terhadap
kesejahteraan nelayan dan khusunya bagi pengusaha perikanan, namun
pemanfaatan potensi sumberdaya ikan harus dilaksanakan secara terkendali,
sehingga kelestarian sumberdaya ikan di setiap wilayah ini senantiasa dapat
dipertahankan agar produktivitas optimum dapat terjaga.
5
Agar di satu pihak sumberdaya ikan ini dapat dimanfaatkan dengan optimal,
dan di lain pihak kegiatan penangkapan yang dilakukan tidak memberikan
tekanan eksploitasi yang berlebihan terhadap sumberdaya ikan dan
7
rata ikan pertama kali matang gonad. Nilai panjang tersebut disubstitusikan pada
persamaan regresi untuk mendapatkan nilai lingkar badan ikan. Selanjutnya nilai
lingkar badan ikan tersebut dibandingkan dengan ukuran mata jaring pada alat
tangkap yang digunakan dalam mengeksploitasi sumberdaya ikan layang di
Maluku Utara saat ini untuk menentukan ukuran mata jaring minimum yang
seharusnya digunakan.
Informasi tentang waktu dan daerah penangkapan yang tepat dalam
melakukan kegiatan penangkapan ikan layang sangat diperlukan agar kegiatan
pemanfaatan dapat berlangsung secara efektif dan efisien dengan
mempertimbangkan aspek keberlanjutan dari stok sumberdaya ikan. Untuk itu
dilakukan analisis pola musim penangkapan ikan dengan pendekatan nilai Indeks
Musim Penangkapan (% IMP), menggunakan metode rata-rata bergerak (moving
average). Untuk pemetaan daerah dan musim penangkapan ikan layang
dilakukan dengan mengoverlay data hasil wawancara dengan responden
(nelayan) dan data titik koordinat lokasi pemasangan rumpon menggunakan
bantuan perangkat lunak AreView Gis 33, sehingga membentuk suatu peta
tematik yang merupakan peta daerah penangkapan dan musim penangkapan ikan
layang di perairan Maluku Utara.
Perumusan pola pengembangan berkelanjutan sumberdaya ikan layang di
Maluku Utara dilakukan dengan pendekatan deskriptif model yaitu berdasarkan
nilai keragaan optimal komponen perikanan layang yang telah diperoleh pada sub-
sub bab sebelumnya . Dengan demikian dihasilkan bebarapa implikasi kebijakan
yang dapat menjadi acuan dalam pengembangan perikanan ikan layang di Maluku
Utara.
12
Permasalahan :
- Penangkapan instensif di perairan pantai
- Kecenderungan produktivitas (CPUE) alat
tangkap ikan layang menurun
- Gejala pemanfaatan berlebihan (over fishing)
- Rendahnya produktivitas nelayan
- Rendahnya pendapatan nelayan
Optimalisasi Pengelolaan Biologi Layang Biru dengan Penentuan Mesh size Pola musim Penangkapan
Teknologi Perikanan Pendekatan Parameter Minimum Alat Tangkap Layang dan
Perikanan
Tangkap yang Tersedia Pilihan Penentuan DPI
Ikan Layang Populasi Ikan
Identifikasi jenis Teknologi - Potensi biologi lestari (MSY) Analisis Parameter - Ukuran panjang rata-rata - CPUE bulanan
Penangkapan Ikan Layang - Potensi ekonomi lestari (MEY) pertumbuhan, Hub panjang ikan pertama kali matang - Indeks Musim
- Penentuan alokasi unit berat, TKG , IKG, Fekunditas gonad Penangkapan (IMP)
Penangkapan layang optimum dan Ukuran ikan pertama kali - Ukuran lingkar badan rata- - Posisi Tangkapan Ikan
Seleksi T P I Layang : dan berkelankjutan rata ikan pertama kali Layang
matang gonad matang gonad
- aspek bioogi
- aspek teknis
- aspek sosial Surplus production model,
- aspek ekonimi Bionomik Gordon-Schaefer Model analisis Parameter Metode rata-rata bergerak
Analisis Regresi Linear
- aspek lingkungan model, Model LGP Populasi Ikan dan Metode dan Overlay mengguankan
Sederhana
Sperman Karber AreView Gis 33
Implikasi Kebijakan
2 TINJAUAN PUSTAKA
Maret dan musim pancaroba pada bulan April. Musim Selatan pada bulan April-
Nopember yang diselingi oleh angin Timur dan pancaroba.
Data Stasiun Meteorologi Babullah Ternate pada tahun 2004 menunjukkan
bahwa musim hujan jatuh pada bulan Desember-Mei dengan jumlah curah hujan
tertinggi pada bulan April (336 mm) dan jumlah hari hujan 11-21 hari. Suhu udara
maksimum berkisar 29.5-32.30C dan suhu minimum berkisar 22.1-24.10C dengan
suhu rata-rata 26.60C. Kelembaban nisbi berkisar 75-87% dengan rata-rata 80.3%.
Persentase penyinaran matahari rata-rata berkisar 37% (Februari)-97% (Agustus).
Kecepatan angin pada bulan Nopember-Mei bertiup dari arah Barat Daya dengan
kecepatan maksimum 24 knot, bulan Juni-September bertiup angin dari arah
Selatan dengan kecepatan maksimum 21 knot.
perubahan musim, yaitu Barat dan Timur dan arus harian yang dipengaruhi oleh
pergerakan pasang surut. Data Dishidros TNI-AL (1992) diacu dalam Dinas
Perikanan dan Kelautan (2006) kecepatan arus tertinggi terjadi di Selat Capalulu
mencapai 90 mil/jam, sedangkan arus lokal bervariasi pada saat arah angin
menuju Timur Laut sampai Tenggara dan ke arah Selatan sampai Barat dengan
variasi antara 1-45 cm/detik.
Parameter oseanografi penting lainnya adalah gelombang, informasi
mengenai kondisi gelombang dapat memprediksikan kondisi perairan dan aktifitas
di laut termasuk aktifitas perikanan tangkap.
Variasi pergerakan gelombang berdasarkan data Dishidros TNI-AL (1992)
dan LON-LIPI Ambon (1994) diacu dalam Dinas Perikanan dan Kelautan (2004)
gelombang besar terjadi pada bulan September-Desember dengan ketinggian
mencapai 1.50 – 2.00 m.
oleh karena itu ada empat aspek yang harus dipenuhi oleh suatu jenis teknologi
penangkapan ikan yang akan dikembangkan, yaitu : (1) bila ditinjau dari segi
biologi tidak merusak atau mengganggu kelestarian sumberdaya, (2). Secara
teknis efektif digunakan, (3) dari segi sosial dapat diterima masyarakat nelayan,
(4) secara ekonomi teknologi tersebut bersifat menguntungkan. Satu aspek
tambahan yang tidak dapat diabaikan yaitii adanya izin dari pemerintah (kebijakan
dan peraturan pemerintah).
Apabila pengembangan perikanan di suatu wilayah perairan ditekankan pada
perluasan kesempatan kerja, maka menurut Monintja (1987), teknologi yang perlu
dikembangkan adalah jenis unit penangkapan ikan yang relatif dapat menyerap
tenaga kerja banyak, dengan pendapatan per nelayan memadai. Selanjutnya
menurut Monintja (1987), dalam kaitannya dengan penyediaan protein untuk
masyarakat Indonesia, maka dipilih unit penangkapan ikan yang memiliki
produktifitas unit serta produktifitas nelayan per tahun yang tinggi, namun masih
dapat dipertanggung jawabkan secara biologis dan ekonomis.
finansial meliputi penilaian dengan Net Present Value (NPV), Benefit Cost
Ratio (Net B/C) dan Internal Rate of Return (IRR).
Prinsip dasar untuk penentuan berdasarkan cara skoring terhadap unit
perikanan tangkap adalah untuk penilaian pada kriteria yang mempunyai satuan
berbeda dan penilaiannya dilakukan secara subjektif. Penilaian terhadap semua
kriteria secara terpadu dan dilakukan standarisasi nilai dari kriteria masing-masing
unit penangkapan ikan. Kemudian skor tersebut dijumlahkan, makin besar jumlah
skor berarti lebih baik atau efisien dan sebaliknya (Mangkusubroto dan Trisnadi,
1985).
abad sadar lingkungan dengan telah dicanangkannya dua isu penting internasional
yaitu pemeliharaan lingkungan bumi dan jaminan penyediaan pangan (earth
environmental conservation and food security) (Purbayanto dan Baskoro 1999).
Perhatian internasional tentang tingkat stres dan kematian dari ikan-ikan
setelah lolos dari alat tangkap dan diperlukannya standarisasi dari penelitian
selektivitas telah membawa kedua isu ini menjadi fokus perhatian para ahli
penangkapan ikan. Penelitian mengenai survival dan selektivitas telah menjadi
suatu topik utama dalam beberapa tahun terakhir ini. Hal ini sejalan dengan
International Code of Conduct for Responsible Fisheries yang dihasilkan dari
pertemuan konsultasi ahli-ahli perikanan dunia (FAO) tahun 1995. Untuk
mewujudkan pengembangan selektivitas alat tangkap secara sukses tanpa
mengakibatkan kematian ikan-ikan yang lolos melalui proses seleksi alat tangkap,
telah direkomendasikan bahwa kegiatan penelitian survival dan selektivitas harus
saling terkait (Purbayanto dan Baskoro 1999).
Memasuki awal melenium III, trend pengembangan teknologi penangkapan
ikan di tekankan pada teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan
(environmental friendly fishing technology) dengan harapan dapat memanfaatkan
sumberdaya perikanan secara berkelanjutan. Teknologi penangkapan ikan ramah
lingkungan adalah suatu alat tangkap yang tidak memberikan dampak lingkungan,
yaitu sejauh mana alat tangkap tersebut merusak dasar perairan (benthic
disturbance), kemungkinan hilangnya alat tangkap, serta kontribusinya terhadap
polusi (Arimoto 1999).
Faktor lain bagaimana dampaknya terhadap bio-diversity dan target
resources yaitu komposisi hasil tangkapan, adanya by catch serta tertangkapnya
ikan-ikan muda. Berbagai permasalahan sumberdaya maupun lingkungan yang
sedang dihadapi pada saat ini telah menjadi dasar dan alasan penting bahwa
pengembangan teknologi penangkapan ikan dimasa mendatang dititik beratkan
pada kepentingan konservasi sumberdaya dan perlindungan lingkungan
(Purbayanto dan Baskoro 1999).
Proses seleksi alat tangkap ramah lingkungan dimulai dengan melihat
spesies ikan yang menjadi tujuan penangkapan. Apakah spesies tersebut termasuk
kategori dilindungi atau terancam punah, jika ya maka tidak dilakukan
20
Kelas : Pisces
Sub kelas : Teleostei
Ordo : Percomorphi
Sub Ordo : Percoidae
Devisi : Carangi
Famili : Carangidae
Sub Famili : Caranginae
Genus : Decapterus
Spesies : Decapterus russelli, (Ruppel)
D. macrosoma, (Bleeker)
21
D. lajang, (Bleeker)
D. Kurroides, (Bleeker)
D. maruadsi, (Temminck dan Schlegel)
Nama Decapterus terdiri dari dua suku kata yaitu Deca artinya sepuluh dan
Pteron artinya sayap. Jadi Decapterus berarti ikan yang mempunyai sepuluh
sayap. Nama ini berkaitan dengan layang yang berarti jenis ikan yang mampu
bergerak sangat cepat di air laut. Kecepatan tinggi ini memang dapat dicapai
karena bentuknya seperti cerutu dan sisiknya halus. Selanjutnya dikatakan bahwa
genus marga ini mudah dibedakan dari 26 marga lainnya dalam suku Carangidae,
karena mempunyai tanda khusus yaitu terdapat finlet di belakang sirip punggung
dan sirip dubur, mempunyai bentuk tubuh yang bulat memanjang dan pada bagian
belakang garis sisi (lateral line) terdapat sisik-sisik berlengir (lateral scute)
(Burhanuddin et al. (1983) diacu dalam Najamuddin (2004).
Berikut ini deskripsi dari beberapa jenis ikan layang menurut Saanin (1984);
Nontji (1993) adalah sebagai berikut: Decapterus russelli (Ruppell), Decapterus
macrosoma (Bleeker), Decapterus macarellus (Cuvier), dan Decapterus kurroides
(Bleeker).
Decapterus russelli nama Indonesia disebut ikan layang dan nama daerah
khusus untuk Jawa disebut Benggol, Kerok, layang; Jabar/Jakarta : Layang;
Madura: Kaban padara, Kaban patek, Lajeng rencek bulus, Rencek kaban, Rencek
padara, Rencek patek ; Maluku (Ambon) : Momar merah ; Nusa Tenggara Timur :
Layang. Decapterus russelli mempunyai badan memanjang, agak gepeng. Dua
sirip punggung, sirip punggung pertama berjari-jari 9 (1 meniarap + 8 biasa), sirip
punggung kedua berjari-jari keras 1 dan 30 – 32 lemah. Sirip dubur berjari-jari
keras 2 (lepas) dan 1 bergabung dengan 22 – 27 jari-jari sirip lemah. Baik
dibelakang sirip punggung kedua dan dubur terdapat 1 jari-jari sirip tambahan
(finlet). Termasuk pemakan plankton (invertebrata).
Decapterus russelli hidup di perairan lepas pantai, kadar garam tinggi,
membentuk gerombolan besar. Dapat mencapai panjang 30 cm umumnya 20 – 25
cm. Warna biru kehijauan, hijau pupus bagian atas, putih perak bagian bawah.
Sirip-siripnya abu-abu kekuningan atau pucat dan satu totol hitam terdapat pada
tepian atas penutup insang (Gambar 3).
22
2.6.3 Pertumbuhan
Umumnya, ikan mengalami pertumbuhan secara terus menerus sepanjang
hidupnya. Pertumbuhan merupakan salah satu aspek yang dipelajari dalam dunia
perikanan dikarenakan pertumbuhan menjadi indikator bagi kesehatan individu
dan populasi yang baik bagi ikan.
Menurut Wahyuningsih dan Barus (2006), pengertian pertumbuhan dalam
istilah sederhana yaitu sebagai pertambahan ukuran panjang atau berat dalam
suatu waktu, sedangkan pertumbuhan bagi populasi sebagai pertambahan jumlah.
Akan tetapi kalau kita lihat lebih lanjut, sebenarnya pertumbuhan itu merupakan
proses biologis yang komplek dimana banyak faktor mempengaruhinya.
Menurut Weatherley (1972) diacu dalam Wahyuningsih dan Barus (2006),
pertumbuhan ikan merupakan suatu pola kejadian yang kompleks dan melibatkan
banyak faktor yang berbeda termasuk di dalamnya seperti : (1) temperatur dan
kualitas air, (2) ukuran, ketersediaan dan kualitas makanan, (3) ukuran, umur dan
jenis ikan itu sendiri, dan (4) jumlah ikan-ikan lain yang memanfaatkan' sumber-
sumber yang sama.
28
2.6.7 Fekunditas
Pengetahuan mengenai fekunditas merupakan salah satu aspek yang
memegang peranan penting dalam biologi perikanan. Fekunditas ikan telah
dipelajari bukan saja merupakan salah satu aspek dari natural history, tetapi
sebenarnya ada hubungannya dengan studi dinamikan populasi , sifat-sifat rasial,
produksi dan persoalan stok-rekruitmen (Bagenal 1978 diacu dalam Effendie
1979). Dari fekunditas secara tidak langsung kita dapat menaksir jumlah anak
ikan yang akan dihasilkan dan akan menentukan pula jumlah ikan dalam kelas
umur yang bersangkutan.
Talah banyak usaha-usaha untuk menerangkan dan membuat definisi
mengenai fekunditas. Menurut Nikolsky (1963) diacu dalam Effendie (1992)
jumlah telur yang terdapat dalam ovari ikan dinamakan fekunditas individu,
fekunditas mutlak atau fekunditas total. Adapun pengertian fekunditas total
menurut Royce (1972) diacu dalam Effendie (1992) adalah jumlah telur yang
dihasilkan ikan selama hidup. Selanjutnya dikemukakan yang dimaksud dengan
fekunditas relatif adalah jumlah telur per satuan berat atau panjang.
Nikolsky (1963) diacu dalam Effendie (1992) menyatakan ikan-ikan yang
tua dan besar ukurannya mempunyai fekunditas relatif lebih kecil. Umumnya
fekunditas relatif lebih tinggi dibanding dengan fekunditas individu. Fekunditas
relatif akan menjadi maksimum pada golongan ikan yang masih muda.
Tiews et al., (1972) diacu dalam Soumokil (1996) mengatakan bahwa ikan
Decapterus spp umumnya bertelur pada malam hari sekitar pukul 22.00 – 24.00
dan menetas pada keesokan harinya sekitar pukul 09.00. Pemijahan ikan layang
umunya terjadi di perairan sekitar pulau-pulau karang. Pemijahan ini berlangsung
relatif lama dan bersifat seagian-sebagian (partial spawning).
berbentuk seperti mangkok (Baskoro 2002). Disebut pukat cincin karena alat
tangkap ini dilengkapi dengan cincin. Fungsi cincin dan tali kerut/tali kolor ini
penting terutama pada waktu pengoperasian jaring. Adanya tali kerut tersebut
jaring yang semula tidak berkantong bandingkan dengan jaring payang (seine net)
akan terbentuk kantong pada tiap akhir penangkapan ikan (Subani dan Barus
1989).
Menurut Brandt (1984) purse seine dibentuk dari dinding jaring yang sangat
panjang, biasanya tali ris bawah (leadline) sama atau lebih panjang daripada tali
ris atas (floatline). Floatline memuat rangkaian pelampung (float) yang menjaga
posisi jaring agar tetap berada di permukaan air. Leadline adalah tali ris bawah
yang merangkai kumpulan pemberat (sinker) yang terbuat dari timah sehingga
memungkinkan jaring untuk melebar secara vertikal dengan maksimal. Pada pukat
cincin mata, jaring hanya berfungsi sebagai penghadang gerak ikan, bukan
penjerat seperti pada gillnet (Ayodhyoa 1981).
Pukat cincin yang kurang lebih sejenis di Indonesia sudah sejak lama
dikenal walaupun dengan nama dan konstruksi yang sedikit berbeda, seperti pukat
langgar, pukat senangin, gae dan giob. Pukat cincin pertama kali diperkenalkan di
pantai utara Jawa oleh BPPL pada tahun 1970. Kemudian diaplikasikan
1973/1974 di Muncar dan berkembang pesat sampai sekarang (Subani dan Barus
1989).
Baskoro (2002) menyatakan bahwa purse seine dioperasikan dengan cara
melingkari gerombolan ikan baik dengan menggunakan satu kapal ataupun dua
unit kapal. Setelah gerombolan ikan terkurung, kemudian bagian bawah jaring
dikerutkan hingga tertutup dengan menarik tali kerut yang dipasang sepanjang
bagian bawah melalui cincin. Alat penangkapan ini ditujukan untuk menangkap
gerombolan ikan permukaan (pelagic fish). Tingkah laku ikan layang membentuk
gerombolan dekat dasar perairan pada siang hari dan mencari makan pada malam
hari di permukaan perairan (Jaiswar et al. 2001). Hasil tangkapan yang
mendominasi hasil tangkapan pukat cincin biasanya adalah jenis ikan layang yaitu
antara Decapterus russelli dan Decapterus macrosoma (Subani dan Burus, 1989).
Menurut Subani dan Barus (1989) umumnya perikanan purse seine di dunia
menggunakan satu kapal. Ada dua tipe kapal purse seine, yaitu tipe Amerika dan
32
tipe Skandinavia (Eropa). Kapal purse seine tipe Amerika mempunyai bridge
(anjungan) dan ruang akomodasi pada bagian haluan. Kapal purse seine tipe
Skandinavia (Eropa) mempunyai bridge (anjungan), dan ruang akomodasi di
buritan. Kegiatan penurunan jaring dilakukan pada sisi kanan kapal (starboart),
sedangkan sisi kiri kapal (portside) ditempati untuk ruang kemudi.
Alat penangkapan purse seine disimpan pada bagian buritan dan power
block, biasanya terletak di sisi anjungan kapal Fyson (1985). Menurut Fridman
(1986) diacu dalam Baskoro (2002), jenis purse seine yang dioperasikan dengan
satu unit kapal memiliki kantong (bunt) yang terletak pada salah satu ujung jaring,
sedangkan kantong (bunt) pada purse seine yang manggunakan dua unit kapal
terletak pada bagian tengah jaring.
Salah satu jenis jaring insang adalah jaring insang hanyut (drift gill net).
Jaring insang hanyut adalah jaring insang yang pengoperasiannya dibiarkan
hanyut dibiarkan hanyut di perairan, baik itu dihanyutkan di permukaan perairan,
kolom perairan atau dihanyutkan di dasar perairan (Martasuganda 2002).
Tertangkapnya ikan-ikan dengan gill net adalah dengan cara ikan tersebut
terjerat (gilled) pada mata jaring ataupun terbelit (entangled) pada tubuh jaring.
Pada umumnya ikan-ikan yang menjadi tujuan penangkapan gill net adalah ikan-
ikan yang bermigrasi secara horizontal dan bermigrasi secara vertilal tidak
seberapa aktif. Dengan kata lain, migrasi dari ikan-ikan tersebut terbatas pada
suatu range layer-depth tertentu. Berdasarkan depth dari swimming layer ini lebar
jaring dapat ditentukan (Sudirman dan Mallawa 2003).
33
Jaring insang hanyut dapat digunakan untuk mengejar gerombolan ikan dan
merupakan suatu alat penangkap yang penting untuk perikanan laut bebas. Karena
posisinya tidak ditentukan oleh jangkar, maka pengaruh dari kecepatan arus
terhadap kekuatan tubuh jaring dapat dilakukan atau gerakan jaring bersamaan
dengan gerakan arus, sehingga besarnya tahanan dari jaring terhadap arus dapat
diabaikan (Sudirman dan Mallawa 2003).
Bagian depan dan belakang bagan dua perahu dihubungka oleh dua batang
bambu, sehingga berbentuk bujur sangkar. Bambu tersebut berfungsi sebagai
tempat menggantung jaring atau waring.
Operasi penangkapan ikan menggunakan bagan dimulai pada saat matahari
terbenam. Terlebih dahulu jaring bagan diturunkan sampai kedalaman yang
diinginkan, kemudian lampu mulai dinyalakan untuk menarik perhatian ikan agar
segera berkumpul di sekitar bagan. Apabila hasil pengamatan menunjukan ikan-
ikan sudah mulai berkumpul dibawah sinar lampu, maka jaring bagan diangkat
sampai berada diatas permukaan air dan hasil tangkapan diambil dengan
menggunakan sero (Sadori , 1985 diacu dalam Arifin , 2008).
meneliti tentang struktur populasi dan reproduksi ikan layang merah (Decapterus
russelli) di Teluk Ambon. Soumokil (1996), melakukan telaah terhadap beberapa
parameter populasi ikan momar putih (Decapterus russellli) di perairan
Kecamatan Amahai, Maluku Tengah. Suwarso et al., (2000), mengkaji biologi
reproduksi malalugis biru (D. macarellus) di Sulawesi Utara. Luasunaung (2001),
melakukan kajian tentang pendugaan musim ikan “Malalugis Biru” (Decapterus
macarellus) di perairan sekitar Bitung. Hariati (2004), meneliti tentang ikan
layang biru (Decapterus macarellus), sebagai salah satu spesies ikan pelagis kecil
di sekitar perairan Banda Aceh dan Teluk Tomini. Najamuddin et al., (2004),
melakukan pendugaan terhadap ukuran pertama kali matang gonad ikan layang
(Decapterus russelli Ruppell). Najamuddin (2006), meneliti tentang ukuran mata
jaring minimum alat penangkapan ikan layang deles (Decapterus macrosoma
Bleeker). Amri et al., (2006), meneliti tentang kondisi hidrologis dan kaitannya
dengan hasil tangkapan ikan malalugis (Decapterus macarellus) di perairan Teluk
Tomini, dan Arifin (2008), meneliti tentang optimasi perikanan Layang di
Kabupaten Selayar Provinsi Sulawesi Selatan.
41
3 METODOLOGI PENELITIAN
1) Aspek biologi
Pengukuran parameter biologi pada penelitian ini dilakukan terhadap
sumberdaya ikan layang sebagai hasil tangkapan utama dari alat tangkap mini
purse seine, jaring insang hanyut dan bagan perahu. Parameter biologi yang
menjadi kajian terhadap sumberdaya layang seperti komposisi target spesies dari
43
ketiga alat tangkap yang diteliti, ukuran hasil tangkapan utama yaitu ikan layang
dan lama waktu nelayan melakukan operasi penangkapan ikan layang (dalam
satuan bulan).
2) Aspek teknis
Pengukuran parameter teknis dilakukan pada kapal/perahu dan alat
penangkapan ikan layang. Parameter teknis penting untuk diketahui karena
menyangkut masalah produksi unit penangkapan ikan layang yang dioperasikan.
Parameter teknis yang dikumpulkan antara lain: ukuran kapal/perahu, jenis mesin,
jenis bahan bakar, material yang digunakan, ukuran alat tangkap, bahan alat
tangkap, produksi hasil tangkapan per tahun, produksi per trip, dan produksi per
tenaga kerja.
3) Aspek sosial
Pengukuran parameter sosial dalam penelitian ini diarahkan kepada nelayan
sebagai pelaku utama dalam kegiatan penangkapan ikan layang. Parameter sosial
yang dianalisis menyangkut masalah sumberdaya manusia yang mengoperasikan
unit penangkapan ikan layang. Parameter sosial yang dikumpulkan antara lain
jumlah nelayan yang terserap setiap unit penangkapan, pendapatan nelayan per
tahun dan tingkat penguasaan teknologi.
4) Aspek ekonomi
Pengukuran parameter ekonomi dalam penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui manfaat ekonomi dari suatu penangkapan ikan layang untuk diketahui
kelayakan usaha dari alat tangkap tersebut. Parameter ekonomi yang dikumpulkan
dalam penelitian ini seperti biaya investasi, biaya operasional, biaya perawatan,
dan nilai produksi.
dengan ukuran yang relatif seragam. Selektivitas alat tangkap ada dua macam
yaitu selektif terhadap spesies dan selektif terhadap ukuran dengan nilai masing-
masing sub kriteria :
a. Menangkap lebih dari tiga spesies ikan dengan variasi ukuran yang
berbeda jauh.
b. Menangkap tiga spesies ikan atau kurang dengan variasi ukuran yang
berbeda jauh.
c. Menangkap kurang dari tiga spesies dengan ukuran yang relatif seragam.
d. Menangkap ikan satu spesies dengan ukuran yang relatif seragam.
(2) Tidak merusak habitat
Suatu alat tangkap dianggap tidak merusak habitat dimana pemberian bobotnya
didasarkan pada :
a. Menyebabkan kerusakan habitat pada wilayah yang luas.
b. Menyebabkan kerusakan habitat pada wilayah yang sempit.
c. Menyebabkan kerusakan sebahagian habitat pada wilayah yang sempit.
d. Aman bagi habitat.
(3) Menghasilkan ikan berkualitas tinggi
Kualitas ikan hasil tangkapan sangat ditentukan oleh jenis alat tangkap yang
digunakan, metode penangkapan dan penanganannya. Untuk menentukan level
kualitas ikan dengan berbagai jenis alat tangkap didasarkan pada kondisi hasil
tangkap yang terlihat secara morfologis, yaitu :
a. Ikan mati dan busuk.
b. Ikan mati, segar, cacat fisik.
c. Ikan mati dan segar.
d. Ikan hidup.
(4) Tidak membahayakan nelayan
Tingkat bahaya atau risiko yang diterima oleh nelayan dalam
mengoperasikan alat tangkap sangat tergantung pada jenis alat tangkap dan
keterampilan yang dimiliki oleh nelayan. Risiko tingkat bahaya yang dialami oleh
nelayan didasarkan pada dampak yang mungkin diterima, yaitu :
a. Bisa berakibat kematian pada nelayan.
b. Bisa berakibat cacat permanen pada nelayan.
45
3) Perhitungan fekunditas
Untuk perhitungan fekunditas 20 ovari diambil setiap bulan dari ikan contoh
betina yang matang telur (TKG 4) secara acak, sehingga selama penelitian diamati
100 ovari. Contoh ovari tersebut diawetkan dengan larutan gilson, dan di analisis
di laboratorium stasiun karantina ikan kelas II Babullah Ternate, kemudian
dilakukan perhitungan jumlah butiran telurnya dengan cara gabungan gravimetrik,
volumetrik dan hitung'(Effendie, 1979). Cara gabungan tersebut sebagai berikut :
setelah ovari seluruhnya ditimbang dan diketahui beratnya, ambil 5 bagian telur
contoh secara acak data satu gonad yang akan diamati, kemudian ditimbang
seluruh gonad contoh tersebut. Hitung Volume gonad contoh tersebut. Encerkan
gonad contoh tadi sampai 10 atau 15 CC. Ambil gonad yang sudah diencerkan
tadi sebanyak 1 CC dengan mengunakan pipet tetes kemudian di hitung jumlah
telur yang ada pada 1 CC tersebut dan selanjutnya di hitung fekunditasnya.
Net present value (NPV) digunakan untuk menilai manfaat investasi, yaitu
berapa nilai kini (present value) dari manfaat bersih proyek yang dinyatakan
dalam rupiah . Proyek dinyatakan layak untuk dilanjutkan apabila NPV > 0,
sedangkan apabila NPV< 0, maka investasi dinyatakan tidak menguntungkan
yang berarti proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Pada keadaan ini
nilai NPV = 0 maka berarti pada proyek tersebut hanya kembali modal atau tidak
untung dan juga tidak rugi. Menurut Kadariyah (1978), rumus yang digunakan
untuk menghitung NPV adalah:
n
Bt − Ct
NPV = ∑
t =1 (1 + i )
dimana : B = benefit; C = coast; i = discount rate dan t = periode.
IRR merupakan suku bunga maksimal sehingga NPV bernilai sama dengan
nol, jadi keadaan batas untung rugi. IRR dapat disebut juga sebagai nilai discount
rate (t) yang membuat NPV dari suatu proyek sama dengan nol. Oleh karena itu
IRR juga dianggap sebagai tingkat keuntungan bersih atau investasi, dimana
benefit bersih yang positif ditanam kembali pada tahun berikutnya dan
mendapatkan tingkat keuntungan yang sama dan diberi bunga selama sisa umur
proyek. Menurut Kadariyah (1978), IRR dapat dirumuskan sebagai berikut:
⎛ NPV+ ⎞
IRR = i NPV + + (i NPV+ − i NPV − )⎜⎜ ⎟⎟
⎝ NPV+ − NPV− ⎠
Keterangan: i = discount rate; i NPV + = discount rate dimana NPV masih positif
12
Bt − C t
∑1 (1 − i ) t
( Bt − C t ) > 0
Net B-C ratio =
12
Bt − C t
∑1 (1 − i ) t
( Bt − C t ) < 0
Break Even Point dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu; 1. Atas Unit, dan
2. Atas dasar nilai jual dalam rupiah (Riyanto 1991).
(1) Analisis Break Even Point atas dasar produksi (banyaknya hasil
tangkapan) dapat dilakukan dengan rumus :
Biaya tetap x produksi
BEP (Kg) =
Hasil penjualan - Biaya variabel
(2) Analisis Break Even Point atas dasar harga jual dapat dilakukan dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
Biaya tetap
BEP (Rp)
Biaya variabel
1-
Hasil penjualan
Keterngan :
V (X) = Fungsi nilai dari variabel X
X = Nilai variabel X
X1 = Nilai tertinggi pada kriteria X
X0 = Nilai terendah pada kriteria X
V (A) = Fungsi nilai alternatif A
V (X) = Fungsi dari alternatif pada kriteria ke-i
HTi
CPUEi =
FE i
CPUE s
FPI S =
CPUE s
Upaya standarisasi diperoleh dengan menggunakan persamaan sebagai
berikut (Gulland 1991) yaitu :
SE = FPI I × FEi
keterangan :
CPUE s = Catch per unit effort atau jumlah hasil tangkapan per satuan upaya unit
FPI i = Fishing power indeks atau daya tangkap jenis unit penangkapan yang
akan distandarisasi pada tahun ke-i;
SE = Upaya penangkapan (effort) hasil standarisasi pada tahun ke-i
∑ y − b∑ x n∑ xy − ∑ x∑ y
a= b=
n n∑ 2 − (∑ x)2
Selanjutnya dapat ditentukan dengan persamaan berikut :
(1) Hubungan antara CPUE dengan upaya penangkapan (f),
CPUE = a − bE
(2) Hubungan antara hasil tangkapan (C) dengan upaya penangkapan (f),
C = aE − bE
(3) Upaya penangkapan optimum (fopt) diperoleh dengan cara menyamakan
turunan pertama hasil tangkapan terhadap upaya penangkapan sama dengan
nol sebagai berikut :
C = aE − bE
C ' = a − 2bE = 0
Eopt = a / 2b
55
MSY = a 2 / 4b
(5) CPUE optimum diperoleh dengan cara menyamakan turunan pertama hasil
tangkapan terhadap CPUE sama dengan nol
CPUEopt = a / 2 atau CPUEopt = MSY / Eopt
Fungsi kendala-kendala
aij = Parameter fungsi kendala ke-i pada variabel keputusan ke-j kendala
Xj = Variabel putusan ke-j (jumlah unit penangkapan)
Xj, DAi dan DBi > 0, untuk I = 1,2,….,m dan j =1,2….,n
Total n-1
∑y 2
−
n JKG/dbG
∑ 2
S 2
yx =
∑ d 2
y .x
n − 1
2
S y . x
S 2
b =
∑ x 2
Sb = S 2
b
3 − b
thit =
Sb
59
Menurut Ricker (1975), jika nilai b < 3 atau b > 3, disebut pola pertumbuhan
alometrik, dan jika b = 3 disebut pola pertumbuhan isometrik.
Keterangan :
Xk = logaritma nilai tengah pada saat ikan matang gonad 100%
X = selisih logaritma nilai tengah kelas
p = r/n
r = jumlah ikan matang gonad pada kelas ke i
n = jumlah ikan pada kelas ke i
q =i–p
⎡ pi * qi ⎤
Ragam = X2 ∑ ⎢ ni −1 ⎥
⎣ ⎦
61
Metode ini sudah digunakan beberapa peneliti terdahulu yaitu pada ikan
malalugis biru (Decapterus maracellus) (Suwarso et al., 2000), ikan kembung
perempuan (Rastrelliger brachysoma) (Suhendrata dan Rusmadji, 1991), ikan
layang (Decapterus russelli) Najamuddin et al., (2004). Pada prinsipnya, metoda
ini sejalan dengan metode kurva sigmoid, hanya dalam metoda ini dihitung secara
matematik kisaran ukurannya, sehingga lebih meyakinkan dalam penentuan
ukuran rujukan.
C
CPUE =
E
Keterangan :
CPUE : Jumlah total tangkapan per upaya penangkapan bulan ke-i (kg/trip)
C : Total hasil tangkapan bulan ke-i (kg)
E : Total upaya penangkapan bulanan ke-i (trip)
Pola musim penangkapan dianalisis dengan menggunakan pendekatan
metode rata-rata bergerak (moving average) seperti yang dikemukakan oleh Dajan
(1986). Langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut :
(1) Menyusun deret CPUEi bulan Januari 2003 sampai Desember 2007
n : CPUEi
Keterangan :
i : 1,2,3, 60
n : CPUE urutan ke-i
Keterangan:
Rbi : Rasio rata-rata bulan urutan ke-i
CPUE : CPUE urutan kei
(5) Menyusun nilai rata-rata dalam suatu matrik berukuran i x j yang disusun
untuk setiap bulan, yang dimulai dari bulan juni-juli. Selanjutnya
menghitung nilai total rasio rata-rata tiap bulan, kemudian menghitung total
rasio rata-rata secara keseluruhan dan pola musim penangkapan.
1) Rasio rata-rata untuk bulan ke-i (RBBi)
1⎛ n ⎞
RBBi = ⎜ ∑ RBij ⎟
⎜
n ⎝ j =1 ⎟
⎠
Keterangan :
RBBi : Rata-rata Rbij untuk bulan ke-i
Rbij : Rasio rata-rata bulanan dalam matriks ukuran i x j
i : 1,2.....,..12
j : 1,2,3...,..,n
Keterangan :
JRRB : Jumlah rasio rata-rata bulan
RBBi : Rata-rata Rbij untuk bulan ke-i
i : 1,2......,..12
3) Menghitung faktor koreksi: 1200 JRBB
1200
FK =
JRBB
Keterangan :
FK : Nilai faktor koreksi
JRBB : Jumlah rasio rata-rata bulanan
4) Indeks musim penangkapan
IMPi = RRBi x FK
64
Keterangan :
IMPi : Indeks musim penangkapan bulan ke-i
RBBi : Rasio rata-rata uiituk bulanan ke-i
i : 1,2,3,.....,.....12
4 HASIL
PVA dengan diameter tali 12 mm. Jumlah pelampung dalam satu unit pukat
cincin terdiri dari 1100 buah, dengan jarak antar pelampung sekitar 15-20 cm.
Pelampung pukat cincin berbentuk elips dengan panjang 12,7 cm dan diameter
tengah 9,5 cm yang terbuat dari bahan sintetis rubber.
Jumlah cincin dalam satu unit rata-rata terdiri dari 50 buah. Cincin
digunakan oleh nelayan pukat cincin di Maluku Utaraa memiliki diameter luar 10
cm dan diameter dalam 6,6 cm. Cincin yang digunakan terbuat dari bahan
kuningan dengan jarak antar cincin berkisar 5-110 m. Purse line pada pukat
cincin terbuat dari bahan PVA dengan diameter tali 20 mm yang memiliki
panjang 600 m. Konstruksi mini purse seine dapat di lihat pada Gambar 7.
200 - 300 m
40 m – 60 m
Tali pelampung
Pelampung PVC
Jaring
Tali ris bawah
Tali Pemberat Cincin Tali kolor
pemberat (Timah Hitam) (Kuningan) (PVA)
Kapal mini purse seine yang dioperasikan untuk kegiatan penangkapan ikan
layang menggunakan tipe dua buah kapal (two boat system) yaitu terdiri atas
kapal utama yang berfungsi untuk melingkarkan jaring pada saat operasi
penangkapan berlangsung dan menarik purse line setelah pelingkaran jaring
selesai (Gambar 8). Sedangkan kapal jhonson yang berfungsi sebagai kapal
pembawa hasil tangkapan ke fishing base. Kedua kapal tersebut terbuat dari bahan
kayu. Kapal utama di Maluku Utara memiliki ukuran berkisar 13 – 18 GT dengan
panjang (L) antara 12,80-13,90 m, lebar (B) 3,15-3,30 m dan dalam (D) 1,90 -2
m, sedangkan untuk kapal johnson memiliki ukuran 3 – 6 GT dengan panjang
antara 10-11,50 m, lebar 2,50-2,60 dan dalam 1,20-1,30 m. Spesifikasi kapal mini
purse seine yang dioperasikan di Maluku Utara dapat dilihat pada Tabel 3.
Tampak atas
Tampak samping
6 5 4 3 2 1
Keterangan :
1. Tempat perbekalan
2. Tempat penyimpanan jangkar
3. Tempat penyimpanan jaring
4. Tempat penyimpanan hasil tangkapan (palka)
5. Kemudi
6. Mesin Outboard
Gambar 8 Desain Kapal mini purse seine (kapal utama) di Maluku Utara.
68
Tenaga penggerak yang digunakan untuk kedua kapal adalah sama yaitu
baik kapal utama maupun kapal johnson menggunakan mesin tempel (outboard)
masing-masing berjumlah dua buah dengan kekuatan 40 PK yang bermerek
Yamaha (Tabel 3). Tenaga penggerak pada kedua kapal menggunakan bahan
bakar campuran yaitu minyak tanah, bensin dan oli.
Kapal utama mini purse seine memilki palkah. Kapasitas dari palkah
tersebut dapat memuat hasil tangkapan sekitar 1 - 2 ton. Palkah ini hanya
dipergunakan jika pada saat kegiatan penangkapan memperoleh hasil tangkapan
yang banyak dan pada kapal johnson tidak dapat lagi meletakkan hasil tangkapan,
namun pada umumnya hasil tangkapan yang diperoleh akan diletakkan pada kapal
johnson. Kapasitas hasil tangkapan untuk kapal johnson berkisar antara 3 - 4 ton.
1) Tahap Persiapan
Tahap persiapan meliputi kegiatan pemeriksaan mesin kapal utama maupun
mesin johnson, pemeriksaan alat tangkap, penyiapan bahan bakar dan perbekalan.
2) Kapal mini purse seine berangkat menuju rumpon yang merupakan daerah
penangkapan ikan (fishing ground). Pada umumnya membutuhkan waktu sekitar
69
1-2 jam untuk menuju daerah penangkapan. Penentuan daerah penangkapan ikan
(rumpon) yang tepat yang akan menjadi tujuan daerah penangkapan berdasarkan
hasil pemantauan oleh nelayan pemantau yang telah dilakukan pada malam
harinya sebelum kapal pukat cincin berangkat, dan jika kegiatan penangkapan
sebelumnya mendapatkan hasil tangkapan yang banyak, maka kegiatan
penangkapan berikutnya tidak akan jauh dari daerah penangkapan (rumpon).
3) Setting
Setelah tiba di daerah penangkapan ikan (rumpon), kemudian dilakukan
proses setting yang diawali dengan penurunan pukat cincin pada bagian kantong
dari kapal utama yang berada di bagian buritan sebelah kiri. Tali selambar pada
bagian pukat cincin dilemparkan pada kapal johnson untuk dilakukan proses
setting. Kapal johnson menunggu proses setting hingga selesai untuk melakukan
proses selanjutnya yaitu penarikan purse line. Proses pelingkaran gerombolan
ikan oleh kapal utama (ketinting) harus dilakukan dengan kekuatan penuh. Hal ini
dilkukan dengan agar gerombolan ikan yang menjadi target tidak lolos baik dari
arah horizontal maupun vertikal. Proses pelingkaran geromblan ikan
membutuhkan waktu ± 5 menit. Dalam satu trip nelayan pukat cincin melakukan
setting atau tawur rata-rata sebanyak 1-2 kali. Hal ini sangat ditentukan oleh
jumlah hasil tangkapan yang diperoleh.
4) Hauling
Setelah proses pelingkaran gerombolan ikan selesai oleh kapal utama, salah
satu nelayan yang berada pada kapal utama melempar purse line pada kapal
johnson untuk dilakukan penarikan purse line dengan kekuatan penuh yang
arahnya menjauhi kapal utama. Pada saat dilakukan penarikan purse line oleh
kapal johnson, proses penarikan pukat cincin juga dilakukan oleh nelayan pada
kapal utama. Setelah proses penarikan mini purse seine selesai, kapal johnson
kembali dan mendekati mini purse seine yang sudah membentuk sebuah
mangkuk, kemudian dilakukan pengangkatan pelampung yang berada di kantong.
Penarikan pukat cincin selesai hingga tersisa bagian kantong, maka dilakukan
pengangkatan hasil tangkapan oleh nelayan yang berada pada kapal johnson untuk
diletakkan pada kapal johnson. Proses penarikan (setting) mini purse seine
hingga selesai membutuhkan waktu 45-90 menit.
70
60 m – 100 m
5 m -7 m
Keterangan :
1. Pelampung 5. Pemberat
2. Tali pelampung 6. Tali Pemberat
3. Pelampung utama 7. Tali ris bawah
4. Tali ris atas 8. Tali selembar
Perahu gill net yang digunakan untuk menangkap ikan layang memiliki
panjang 8 - 10 meter, lebar 1,20 - 1,25 meter dan dalam 1,5 – 1,60 meter, terbuat
dari bahan kayu dengan kontruksi yang sederhana. Adapun desain perahu jaring
insang hanyut yang digunakan pada penelitian disajikan pada Gambar 10.
2
4
1
3
Keterangan :
1. Jaring 3. Mesin
2. Palkah 4. Keranjang Ikan
Tenaga penggerak yang digunakan untuk perahu gill net tersebut adalah
menggunakan mesin ketinting dengan kekuatan 5-7 PK . Tenaga penggerak pada
perahu ini menggunakan bahan bakar bensin. Perahu gill net ini memilki
kapasitas palkah 500 – 800 kg. Secara jelas spesifikasi perahu jaring insang
hanyut di sajikan pada Tabel 4.
Jaring yang digunakan pada alat tangkap bagan terdiri dari sisi kiri dan sisi
kanan yang dirangkai satu demi satu sehingga berbentuk segi empat untuk
mempermudah pada saat penarikan jaring (hauling) dan penurunan jaring (setting)
saat pengoperasian. Pada setiap tepi jaring dilengkapi dengan tali ris agar jaring tidak
terbelit. Konstruksi alat tangkap bagan perahu yang digunakan di Maluku Utara di
sajikan pada Gambar 11.
Badan bagan yang terbuat dari jenis kayu damar yang berbentuk empat
persegi panjang dan diletakan di atas badan perahu, panjang keseluruhan dari badan
bagan adalah 20 meter dengan lebar 20 meter. Jarak antara kayu satu dengan kayu
yang lain adalah 75 cm, jumlah keseluruhan kayu yang digunakan pada bagan
adalah 15 buah. Jaring terbuat dari bahan polyethylene (PE) dengan anyaman yang
sangat halus dan dibuat sedemikian rupa sehingga ikan-ikan kecilpun sulit untuk
lalos. Panjang jaring yang digunakan adalah 1200 meter. Katrol terbuat dari
bahan kayu yang di pasang pada bagian tengah badan bagan dengan fungsi untuk
menaikan dan menurunkan jaring. Panjang tali katrol 30 meter. Menggunakan
batu sebagai pemberat sebanyak 10 buah yang dirangkai dengan tali yang
berfungsi untuk menenggelamkan jaring dan menahan jaring dari pengaruh arus
pada waktu jaring berada di dalam air, sekaligus menahan jaring agar tidak naik
ke permukaan dan tidak mengerut pada waktu jaring diangkat. Kawat baja
berfungsi untuk menahan badan bagan yang bertumpu pada tiang. Panjang kawat
21 meter dan berjumlah 80 buah. Digunakan 2 buah mesin generator. Lampu yang
digunakan pada operasi penangkapan adalah lampu permukaan (petromaks)
dengan jumlah lampu yang digunakan adalah 8 buah dan dua buah mesin
generator.
74
Keterangan :
1. Panjang perahu 8. Rumah bagan
2. Lebar perahu 9. Roller
3. Tinggi perahu 10. Jaring
4. Tinggi tiang perahu 11. Tali penarik jaring
5. Panjang rangka bagan 12. Tali tiang dari kawat baja
6. Lebar rangka bagan 13. Lampu pemikat ikan
7. Tinggi rangka bagan 14. Lampu pengkonsentrasi ikan
berada dalam jaring digiring menuju buritan kapal. Ikan yang telah digiring
menuju ke daerah bunuhan dinaikkan ke atas kapal dengan menggunakan sebuah
serok dan dimasukkan ke dalam keranjang. Ikan-ikan tersebut akan dijual
langsung bila ada kapal penadah yang datang atau ikan tersebut di bawah ke
Tempat Pendaratan Ikan.
Tabel 7 Produksi ikan layang per alat tangkap di Maluku utara tahun 1998 - 2007
Mini purse seine Jaring insang hanyut Bagan perahu
Tahun
Kg Kg Kg
1998 11.283.600 1.359.360 2.039.040
1999 9.923.975 1.056.530 1.584.795
2000 9.642.438 1.152.325 1.728.488
2001 12.938.700 1.725.160 2.587.740
2002 11.565.875 1.675.450 2.513.175
2003 13.614.795 1.815.306 2.722.959
2004 14.007.795 1.867.706 2.801.559
2005 15.724.418 2.096.589 3.144.884
2006 15.978.915 2.130.522 3.195.783
2007 17.257.803 2.567.707 3.851.561
Total 130.849.912,5 17.446.655 26.169.982,5
Rata-rata 13.084.991,3 1.744.665,5 2.616.998,3
Sumber. DKP Provinsi Maluku Utara, 2008.
Armada dan alat tangkap yang dioperasikan di perairan Maluku Utara dalam
operasi penangkapan ikan layang adalah perahu tanpa motor (PTM) dan perahu
motor tempel (PMT). Sampai dengan tahun 2007 unit armada penangkapan yang
beroperasi dalam kegiatan penangkapan ikan layang sebanyak 1.970 unit, terdiri
dari perahu tanpa motor sebanyak 1.264 unit dan perahu motor tempel sebanyak
706 unit. Sedangkan unit alat tangkap yang digunakan diantaranya mini purse
seine, jaring insang , bagan, bagan perahu. Semua jenis armada dan alat tangkap
yang digunakan memiliki jangkauan dan kemampuan yang masih terbatas, karena
ukuran yang relatif kecil dan terbatas.
78
Tahun 2007, unit penangkapan mini purse seine mencapai 213 unit, jaring
insang hanyut 171 unit dan bagan perahu 322 unit. Perkembangan jumlah unit
penangkapan ikan layang di Maluku Utara di sajikan pada Tabel 8.
Tabel 8 Unit penangkapan ikan layang di Maluku Utara, tahun 1998 – 2007
Unit penangkapan lkan Layang (unit)
Tahun
Mini purse seine Jaring insang hanyut Bagan perahu
1998 120 104 200
1999 70 71 158
2000 71 73 173
2001 125 160 189
2002 145 174 190
2003 158 180 268
2004 182 172 192
2005 199 175 308
2006 208 175 322
2007 213 171 322
Sumber. DKP Provinsi Maluku Utara, 2008.
Produksi
Pendapatan
kotor
Pendapatan
Bersih
Bonus (mini
purse seine)
Juragan laut Juru mesin ABK
(2 bagian) (2 bagian) (1 bagian)
memiliki jumlah anggota sebanyak 2. 836 orang atau 7.7 %, sedangkan koperasi
sekunder berjumlah 2 koperasi, yaitu Pusat Koperasi Perikanan Kie raha di
kecamatan Bacan dan Pusat Koperasi Sonyinga Bahari di kecamatan Tidore.
4.1.5 Pemasaran
Komoditas perikanan dan kelautan yang ada di wilayah Maluku Utara
dipasarkan baik dalam negeri (domestik) maupun luar negeri (ekspor). Pemasaran
dalam negeri, yaitu ke Jakarta, Surabaya, Banyuwangi, Makassar, dan Manado,
sedangkan yang diekspor, yaitu ke pasar tradisional Jepang, Cina dan Hongkong.
Pemasaran dalam negeri hingga tahun 2007 terdiri dari 13 jenis komoditas
dengan jumlah volume produksi sebesar 118.554 ton dengan nilai produksi
sebesar Rp.54 544 230 000. Untuk ekspor terdiri dari 7 jenis komoditas antara lain
: kerapu hidup, napoleon hidup, lobster hidup, cakalang beku, tuna beku, ikan
beku campuran dan ikan hidup campuran dengan jumlah volume produksi
sebesar 1 311.57 ton dengan nilai produksi sebesar US.$.927 442.67.
Untuk komoditas ikan layang di Maluku Utara selain dipasarkan untuk
pasar lokal jenis komoditas ini juga dipasarkan ke luar daerah. Jenis ikan layang
yang benilai ekspor adalah jenis layang biru. Pemasaran ikan layang biru ini
terutama ke daerah Surabaya dan Jakarta. Di Muara Baru Jakarta sejak 3 tahun
terakhir didapati ikan layang yang didatangkan dari Surabaya. Dan ternyata dari
hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan-ikan layang tersebut termasuk ikan yang
didatangkan dari Maluku Utara.
Sejak tahun 1990-an permintaan akan ikan layang makin meningkat karena
jenis ikan ini dapat digunakan untuk umpan dalam perikanan tuna longline
menggantikan ikan saury (Cololabris saira) dari Jepang yang semakin sulit di
peroleh. Menurut Mayaut (1989) diacu dalam Yusuf dan Hamzah (1995), ikan
layang biru sangat cocok untuk di pergunakan sebagai ikan umpan dalam
perikanan tuna, karena selain sisi tubuhnya berwarna keperak-perakan, juga
memiliki tekstur dagaing, warna dan bau yang mirip ikan saury.
Ikan layang biru di Maluku Utara sekarang ini merupakan komoditas ekspor.
Menurut Sardjana (1998), untuk kepentingan ekspor terdapat tiga kelas yang di
perlukan yaitu kelas 1 (60 ekor per 10 kg), kelas 2 (80 sampai 85 ekor per 10 kg)
dan kelas 3 (90 sampai 120 ekor per 10 kg). Di Maluku Utara untuk kepentingan
83
pasar ikan layang biru dikategorikan dalam 2 kleas, yaitu kelas ekspor (50 – 80
ekor per 10 kg) dan kelas lokal (30 – 40 ekor per 10 kg).
Ikan layang biru di Maluku Utara di beli oleh 3 perusahan distributor yaitu
PT. Dwi Poli, UD Hermanto, dan UD Irwan. Harga beli yang digunakan untuk
membeli ikan tersebut dari nelayan berkisar antara Rp. 6000 – Rp. 6500 per kg.
Sedangkan harga jual dari perusahan distributor ke Surabaya dan Jakarta berkisar
RP. 100.000 – Rp. 120.000 per 1 karton (1 karton berisi 10 kg).
Permasalahan utama yang dialami nelayan yang mengeksploitasi
sumberdaya ikan layang di Maluku Utara, adalah tidak memiliki fasilitas cold
storage, sehingga kesulitan dalam penanganan ikan apabila hasil tangkapan yang
diperoleh melimpah (saat musim puncak).
Disamping itu untuk lebih menggairahkan pangsa pasar ikan layang di
Maluku Utara yang diharapkan oleh nelayan adalah masuknya investasi dari luar
untuk peningkatan usaha perikanan layang. Dengan adanya investasi dari luar
tersebut, terutama investasi dari pihak swasta diharapkan dapat memperkecil
kelemahan yang ada sekarang ini, terutama kelemahan pada modal usaha (biaya)
pengadaan alat tangkap, pendapatan nelayan dan pembagian hasil usaha yang
selama ini tidak merata pada nelayan skala kecil, dikaitkan dengan peluang yang
ada pada permintaan pasar lokal dan regional.
kuran rata-rata 20,5 cm. Dari hasil ini menunjukkan bahwa jaring insang hanyut
adalah alat tangkap yang mampu menangkap ikan layang dalam ukuran rata-rata
lebih besar bila dibandingkan dengan mini purse seine dan bagan perahu. Adapun
untuk lama waktu penangkapan ikan layang mini purse seine dan jaring insang
memliliki jumlah yang sama yaitu 8 bulan sedangkan bagan perahu musim
penangkapan lebih kecil yaitu 7 bulan. Setelah dilakukan standarisasi berdasarkan
keseluruhan fungsi nilai yang telah diperoleh menunjukkan bahwa mini purse
seine berada pada urutan prioritas pertama, jaring insang hanyut prioritas kedua
dan bagan perahu pada prioritas ketiga.
Keterangan :
X1 = Produksi per tahun (kg)
X2 = Produksi per trip (kg)
86
Tabel 11 Hasil skoring dan standarisasi setiap fungsi nilai aspek sosial unit
penangkapan ikan layang (mini purse seine, jaring insang hanyut dan
bagan perahu) di perairan Maluku Utara
Unit Kriteria Penilaian
Penangkapan X1 X2 X3 V(A)3 UP
Ikan Layang V1 X1 V2 X2 V3X3
13 112.677.000 2
3,0 1
Mini purse seine 1,00 1,00 1,00
4 22.660.050 1
0,0 3
Jaring insang hanyut 0,00 0,00 0,00
8 49.389.360 2
1,7 2
Bagan perahu 0,44 0,30 1,00
Keterangan :
X1 = Jumlah tenaga kerja
X2 = Pendapatan nelayan per tahun
X3 = Tingkat penguasaan teknologi (1) mudah; (2) sedang; (3) sedikit sukar;
dan (4) sukar
V(A) = Fungsi nilai dari alternatif A, yaitu jumlah dari Vi(Xi)
UP = Urutan prioritas
87
Berdasarkan hasil skoring untuk aspek sosial alat tangkap mini purse seine
berada pada urutan prioritas pertama sedangkan bagan perahu pada urutan kedua
dan jaring insang hanyut menempati urutan prioritas ketiga.
Tabel 12 Hasil skoring dan standarisasi setiap fungsi nilai aspek ekonomi unit
penangkapan ikan layang (Mini purse seine, jaring insang hanyut dan
bagan perahu di perairan Maluku Utara
Unit Kriteria Penilaian
Penangkapan X1 X2 X3 X4 V(A)4 UP
Ikan Layang V1 X1 V2 X2 V3X3 V4X4
2,98 16883,89 58,67 2 2,48 1
Mini purse seine 0,48 1,00 1,00 0.00
3,85 8660,12 53,75 2,44 2,13 2
Jaring insang hanyut 1,00 0,00 0,75 0,38
2,19 11238,09 39,33 3,15 1,31 3
Bagan perahu 0,00 0,31 0,00 1,00
Keterangan :
X1 = Net B/C
X2 = BEP (kg)
X3 = IRR
X4 = Payback-periode
V(A) = Fungsi nilai dari alternatif A, yaitu jumlah dari Vi(Xi)
UP = Urutan prioritas
Berdasarkan hasil skoring dan standarisasi setiap fungsi nilai aspek ekonomi
pada Tabel 12, menunjukkan bahwa nlai Net B/C alat tangkap mini purse seine
dan nilai Net B/C dari alat tangkap jaring insang hanyut lebih tinggi dari pada
nilai B/C alat tangkap bagan perahu. Untuk nilai IRR yang diperoleh mini purse
88
seine yaitu 58,67% lebih besar dibandingkan dengan alat tangkap jaring insang
hanyut dan bagan perahu yaitu dengan nilai 53, 75% dan 39,33%.
Berdasarkan hasil perhitungan BEP yang dihasilkan dari unit penangkapan
mini purse seine diperoleh nilai produksi per tahun sebesar Rp. 71.251.072,84
dengan volume produksi per tahun sebesar 16883,89 kg. Nilai payback periode
yang diperoleh alat tangkap mini purse seine yaitu 2 tahun. Nilai yang diperoleh
ini lebih kecil dibandingkan dengan alat tangkap jaring insang hanyut dan bagan
perahu yaitu masing-masing 2 tahun 4 bulan dan 3 tahun 1 bulan. Dengan
demikian unit penangkapan pukat cincin membutuhkan periode waktu yang lebih
singkat dalam pengembalian modal usaha dibandingkan alat tangkap jaring insang
hanyut dan bagan perahu.
Berdasarkan hasil skoring untuk aspek ekonomi untuk kriteria kelayakan
usaha alat tangkap mini purse seine menempati urutan prioritas pertama
sedangkan jaring insang hanyut menempati urutan prioritas kedua dan bagan
perahu beraada pada prioritas ketiga.
Tabel 13 Hasil skoring dan standarisasi setiap fungsi nilai aspek keramahan
lingkungan unit penangkapan ikan layang (mini purse seine, jaring
insang hanyut dan bagan perahu) di perairan Maluku Utara
VA5
Penangkapan X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 UP
V2
V1 V3 V4 V5 V6 V7 V8 V9
Ikan layang X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9
Mini purse 2 4 3 4 3 3 3 4 3
seine 6 2
1 0
1 1 0 2 0 1 0
Jaring
3 4 3 3 4 4 4 4 4
Insang
Hanyut 10 1
1 0
2 0 1 3 1 1 1
Bagan 1 4 3 4 4 2 3 3 3
Perahu 4 3
0 1 0 1 1 1 0 0 0
Keterangan :
X1 = Selektivitas yang tinggi
X2 = Tidak merusak habitat
X3 = Menghasilkan ikan yang berkualitas tinggi
X4 = Tidak membahayakan nelayan
X5 = Produksi tidak membahayakan konsumen
X6 = By-catch rendah
X7 = Dampak ke biodiversity
X8 = Tidak membahayakan ikan-ikan yang dilindungi
X9 = Dapat diterima secara sosial
V(A) = Fungsi nilai dari alternatif A, yaitu jumlah dari Vi(Xi)
UP = Urutan prioritas.
Berdasarkan hasil analisis dari ketiga alat tangkap di atas dengan melihat
hasil skoring maka alat tangkap jaring insang hanyut termasuk kategori alat
tangkap ramah lingkungan, mini purse seine dan bagan perahu termasuk alat
tangkap yang kurang ramah lingkungan (Tabel 14).
90
Tabel 15 Total standarisasi aspek biologi, teknis, sosial, ekonomi dan keramahan
lingkungan unit penangkapan ikan layang (mini purse seine, jaring
insang hanyut dan bagan perahu) di perairan Maluku Utara
Unit
Penangkapan Kriteria Penilaian VA UP
Ikan Layang V(A)1 V(A)2 V(A)3 V(A)4 V(A)5 Total
Mini purse seine 2,7 2,4 3,0 2,48 6 16,6 1
Jaring insang
2,3 0,0 0,0 2,13 10 14,4 2
hanyut
Bagan perahu 0,0 2,0 1,7 1,31 4 9,0 3
Keterangan :
V(A)1 = Aspek biologi
V(A)2 = Aspek teknis
V(A)3 = Aspek sosial
V(A)4 = Aspek ekonomi
V(A)5 = Aspek keramahan lingkungan
91
1400
CPUE = 1239,5 - 0.0191 E
1200
CPUE (kg/trip)
1000 R2 = 0.781
800
600
400
200
0
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000
Effort (trip/tahun)
Berdasarkan perhitungan hubungan antara catch per unit effort dan effort
standar yang digunakan dalam pemanfaatan sumberdaya ikan layang mempunyai
nilai intersep (a) sebesar 1239,5 dan koefisien independent (b) sebesar -0,0191
(Lampiran 6 ), sehingga hubungan antara CPUE dengan effort penangkapan ikan
layang dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut CPUE = 1239,5 - 0,0191
E2. Hubungan antara hasil dengan effort yang lebih dikenal sebagai fungsi
produksi lestari dapat dinyatakan sebagai berikut h=1239,5E-0,0191 E2.
Selanjutnya dengan menggunakan program MAPLE IX dapat diketahui effort
pada tingkat produksi lestari maksimum (Emsy) ikan layang sebesar 32.448 trip
per tahun (Lampiran 8 ).
Perhitungan matematis hasil tangkapan pada kondisi MSY di peroleh sebesar
20.109.430 kg per tahun atau 20.109,43 ton per tahun. Hubungan kuadratik antara
upaya penangkapan dengan hasil tangkapan ikan layang di perairan Maluku Utara
dapat disajikan pada Gambar 14.
93
Produksi (kg/thn)
Cmsy = 20.109.430 kg/thn
2006
2005 2007
2003
2004
2001
2002
1998
1999
2000
Tabel 16 Struktur biaya penangkapan ikan layang dengan alat tangkap standar
(mini purse seine) di Maluku Utara tahun 2007
Biaya Nilai Persenatse
penangkapan (Rp) (%)
Minyak tanah 600.000 60,71
Bensin 35.000 3,54
Oli 50.000 5,06
Ransum 75.000 7,59
Es 180.000 18,21
Retribusi 48.375 4,89
Total biaya penangkapan per trip 988.375 100.00
per unit armada
Sumber. Data primer 2008.
Optimalisasi Bio-ekonomi dalam Tabel 17, dapat diplot menjadi grafik yang
menunjukkan perbandingan hasil tangkapan, effort dan rente ekonomi yang
dilakukan untuk masing-masing kondisi yaitu kondisi aktual, maximum
suistanable yield, maximum economi yield dan open acces dalam periode 1998-
2007 dapat dilihat pada Gambar 15-17.
25000 19754.25
20109.43
17257.80
20000
Produksi (ton/thn)
15000
9269.43
10000
5000
0
Aktual MSY MEY Open acces
56271
60000
50000
Effort (trip/thn)
32448
40000 28135
25560
30000
20000
10000
0
Aktual MSY MEY Open acces
88586.12 90717.20
100000
78283.95
90000
Rente Ekonomi (Rp juta)
80000
70000
60000
50000
40000
30000
20000
10000 0
0
Aktual MSY MEY Open acces
sebesar Rp. 27.808.288.550,00 per tahun. Berdasarkan nilai tersebut, maka rente
ekonomi yang di peroleh sebesar Rp. 90.717.199.850,00.
Gambar 18, dapat dilihat grafik Bio-ekonomi hubungan total penerimaan
dan biaya penangkapan kegiatan pengelolaan sumberdaya ikan layang di Maluku
Utara. Dalam pemanfaatan sumberdaya ikan layang, TRmsy tercapai pada saat Emsy
sebesar 32.448 hari operasi per tahun dengan hmsy sebesar 20.109,43 ton per tahun.
Berdasarkan nilai tersebut, maka TRmsy diperoleh sebesar Rp. 120.656.564.100,00
per tahun dengan TCmsy sebesar Rp. 32.070.440.120,00 per tahun, sehingga rente
ekonominya (selisih antara TR dengan TC) diperoleh sebesar Rp.
88.586.123.980,00 per tahun (Lampiran 8). Apabila effort terus dinaikan,
sehingga melampaui Emsy, maka total penerimaannya justru akan mengalami
penurunan, sementara total biaya penangkapan semakin meningkat.
Pada usaha pengelolaan ikan layang di Maluku Utara, bioeconomic
equilibrium of open acces fishery terjadi pada saat effort (Eoa) mencapai 56.271
trip per tahun dan tingkat hasil produksi (hoa) sebesar 9.269,43 ton per tahun.
Dengan demikian penerimaan total (TRoa) diperoleh sebesar Rp.
55.616.577.060,00 per tahun dan biaya penangkapan total (TCoa) sebesar Rp.
55.616.577.060,00 per tahun.
Oa
Hasil olahan program computer LINDO ditunjukkan pada Gambar 19. Hasil
analisis ini menunjukkan bahwa alokasi unit penangkapan ikan layang pilihan
(mini purse seine) dalam mengeksploitasi sumberdaya ikan layang di perairan
Maluku Utara sebasar 202 unit. Adapun tenaga kerja (nelayan) optimum yang
terserap dalam pemanfaatan sumberdaya ikan layang dengan alat tangkap mini
purse seine sebesar 2626 0rang.
1) 1064.100
Tabel 18 Jumlah contoh ikan layang biru (D. macarellus) yang tertangkap
selama periode bulan pengamatan
Pengamatan Ikan Jantan Ikan Betina Rasio Ikan Ikan Jantan + Betina
(Bulan) (ekor) (ekor) Jantan Betina (ekor)
Januari 118 282 1:2 400
Pebruari 145 255 1:1 400
Maret 115 285 1:2 400
April 130 270 1:2 400
Mei 137 263 1:1 400
Jumlah 645 1355 1 : 1.8 2000
Persen 32,25 67,75 100,00
Hasil pengukuran panjang dan berat ikan layang biru selama penelitian
berdasarkan periode bulan pengamatan disajikan pada Tabel 19.
Tabel 19 Ukuran morfologi ikan layang biru (D. macarellus) yang tertangkap
selama periode bulan pengamatan, Januari - Mei 2008
Pengamatan Panjang Total (mm) Berat (gram)
Jantan Betina Jantan Betina
Januari 211 - 280 215 -279 101,8 – 219,8 110,3 – 270,4
Pebruari 216 - 282 218 - 299 106,2 – 235,8 113,5 – 279,8
Maret 223 - 311 225 - 315 115,5 – 288,3 110,3 – 307,5
April 225 - 304 228 - 312 121,8 – 265,8 120,2 – 298,8
Mei 224 - 302 226 - 310 109,5 – 265,5 125,3 – 291,4
Kisran 211 - 311 215 - 315 101,8 – 288,3 113 ,5- 307,5
102
Berdasarkan Tabel 19, menunjukkan bahwa panjang total terkecil dari ikan
layang biru jantan adalah 211 mm dengan berat 101,8 gram/ekor dan ikan layang
biru betina 215 mm dengan berat 113,5, sedangkan panjang total terbesar dari
ikan layang biru jantan 311 dengan berat 288,3 gram/ekor dan untuk betina 315
mm dengan berat 307,5 gram/ekor. Sebaran frekuensi ikan layang biru jantan,
betina maupun gabungan (jantan+betina) selama penelitian di sajikan pada
Gambar 20 - 22. Data selangakapnya dapat dilihat pada Lampiran 10 dan
lampiran 11.
Hasil pengukuran panjang total berdasarkan periode bulanan terhadap 2000
ekor ikan layang biru diperoleh kelompok ikan layang (gabungan) yang dominan
berbeda-beda. Kelompok ikan dengan frekuensi terbesar pada bulan Januari
berkisar antara 241 - 250 mm (30,5 %), pada bulan Februari frekuensi terbesar
masih berada pada kisaran 241 - 250 mm (26,50 %), pada bulan Maret berkisar
antara 261 - 270 mm (24,50 %), untuk bulan April dan Mei berada pada kisaran
ukuran yang sama yaitu 271 - 280 mm dengan persentase masing-masing (39 %)
dan (24,25 %). Adapun untuk hasil analisis frekuensi panjang ikan layang biru
dengan metode Tanaka menunjukkan bahwa baik ikan jantan maupun betina
masing-masing terdiri dari 3 (tiga) kelompok umur dengan modus ukuran atau
panjang rata-rata untuk ikan jantan 233,81 mm, 265,26 mm dan 286,47 mm
sedangkan kelompok umur untuk ikan betina dengan modus ukuran atau panjang
rata-rata 236,18 mm, 264,62 mm dan 284,93 mm.
103
Januari
35
N= 118
30
Fr ekuensi
25
20
15
10
5
0
216 227 238 249 260 271 282 293 304 315
Nilai Tengah Panjang (mm)
Pebruari
40 N= 145
35
Fr ekuensi
30
25
20
15
10
5
0
216 227 238 249 260 271 282 293 304 315
Nilai Tengah Panjang (mm)
40 Maret
N=115
35
Fr ekuensi
30
25
20
15
10
5
0
216 227 238 249 260 271 282 293 304 315
Nilai Tengah Panjang (mm)
45 April
40 N=130
35
Frekuensi
30
25
20
15
10
5
0
216 227 238 249 260 271 282 293 304 315
Nilai Tengah Panjang (m m )
35 Mei N=137
30
Fr e k ue ns i
25
20
15
10
5
0
216 227 238 249 260 271 282 293 304 315
Nilai Tengah Panjang (mm)
Januari
100 N= 282
Fr ekuensi
80
60
40
20
0
220 230 240 250 260 270 280 290 300 310 320
Nilai Tengah Panjang (mm)
70 Pebrauri
60 N= 255
Fr ekuensi
50
40
30
20
10
0
220 230 240 250 260 270 280 290 300 310 320
Nilai Tengah Panjang (mm)
Maret
100 N= 285
Fr ekuensi
80
60
40
20
0
220 230 240 250 260 270 280 290 300 310 320
Nilai tengah Panjang (mm)
April
100
N=270
Fr ekuensi
80
60
40
20
0
220 230 240 250 260 270 280 290 300 310 320
Nilai Tengah Panjang (mm)
80
Mei
70
N=263
Fr ekuensi
60
50
40
30
20
10
0
220 230 240 250 260 270 280 290 300 310 320
Nilai Tengah Panjang (mm)
140 Januari
N=400
120
Fr ek uens i
100
80
60
40
20
0
215.5 225.5 235.5 245.5 255.5 265.5 275.5 285.5 295.5 305.5 315.5
Nilai Tengah Panjang (mm)
Pebruari
120
N=400
100
Fr ekuensi
80
60
40
20
0
215.5 225.5 235.5 245.5 255.5 265.5 275.5 285.5 295.5 305.5 315.5
Nilai Tengah Panjang (mm)
120 Maret
N=400
100
Fr ekuensi
80
60
40
20
0
215.5 225.5 235.5 245.5 255.5 265.5 275.5 285.5 295.5 305.5 315.5
Nilai Tengah Panjang (mm)
180 April
160 N=400
140
Fr ekuensi
120
100
80
60
40
20
0
215.5 225.5 235.5 245.5 255.5 265.5 275.5 285.5 295.5 305.5 315.5
Nilai Tengah Panjang (mm)
120 Mei
N=400
100
Fr ekuensi
80
60
40
20
0
215.5 225.5 235.5 245.5 255.5 265.5 275.5 285.5 295.5 305.5 315.5
Nilai Tengah Panjang (mm)
Parameter pertumbuhan
Jenis kelamin ikan
L ∞ (L inf) K (bulan) t0
Layang jantan 330,34 0,33 -0,21
Layang betina 335,73 0,39 -0,25
350
300
P anjan g To tal (m m )
250
200
150
100
50
0
0 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40 44 48
Umur (bulan)
Tabel 21 Hasil analisis hubungan panjang berat ikan layang biru (D. macarellus)
di perairan Maluku Utara, Januari – Mei 2008
(a) jantan
3.00
2.50
2.00
B e ra t (L o g W )
1.00
0.50
0.00
2.30 2.32 2.34 2.36 2.38 2.40 2.42 2.44 2.46 2.48 2.50 2.52
Panjang (Log L)
(b) betina
3.00
2.50
Berat (L o g W )
2.00
1.50
Log W = - 4.9068 + 2.9809 Log L
1.00 R2 = 0.801
0.50
0.00
2.32 2.34 2.36 2.38 2.40 2.42 2.44 2.46 2.48 2.50 2.52
Panjang (Log L)
Hasil pengamatan tingkat kematangan gonad (TKG) terhadap 645 ekor ikan
layang biru contoh jantan dan 1355 ekor ikan layang biru contoh betina, diperoleh
beberapa tingkat kematangan gonad yaitu TKG I (inmature), TKG II (maturing)
TKG III (mature), TKG IV (ripe) dan TKG V (spent). Persentase tingkat
kematangan gonad ikan layang biru jantan dan betina berdasarkan periode bulan
pengamatan di sajikan pada Tabel 22. Tabel 22 terlihat jelas bahwa ikan layang
biru jantan maupun betina yang tertangkap didominasi ikan-ikan yang belum
matang gonad yaitu 57,93% ikan jantan dan 53,14% ikan betina, sedangakan ikan
layang biru yang sudah matang gonad sebanyak 42.07% untuk ikan jantan dan
46,86% ikan betina.
Tabel 22 Persentase tingkat kematangan gonad ikan layang biru (D. macarellus)
jantan (a) dan betina (b) di perairan Maluku Utara , Januari - Mei 2008
(a)
Periode Belum Matang Gonad Matang Gonad Jumlah
Pengamatan Jumlah Persen Jumlah Persen Contoh
(Bulan) (ekor) (%) (ekor) (%) (ekor)
Januari 85 72,03 33 27,97 118
Pebruari 87 60,00 58 40,00 145
Maret 53 46,09 62 53,91 115
April 70 53,85 60 46,15 130
Mei 79 57,66 58 42,34 137
Total 374 57,93 271 42,07 645
(b)
Periode Belum Matang Gonad Matang Gonad Jumlah
Pengamatan Jumlah Persen Jumlah Persen Contoh
(Bulan) (ekor) (%) (ekor) (%) (ekor)
Januari 200 70,92 82 29,08 282
Pebruari 149 58,43 106 41,57 255
Maret 118 41,40 167 58,60 285
April 126 46,67 144 53,33 270
Mei 127 48,29 136 51,71 263
Total 720 53,14 635 46,86 1355
110
Ikan layang biru jantan dan betina yang sudah matang gonad (TKG III dan
IV), ditemukan sepanjang periode penelitian. Jumlah terbanyak ikan layang biru
jantan yang matang gonad yaitu pada bulan Maret 53,91% dan jumlah terbanyak
ikan layang biru betina yang matang gonad ditemukan pula pada bulan Maret
58,60 %.
Fluktuasi tingkat kematangan gonad tiap jenis kelamin ikan layang biru
berdasarkan periode bulan pengamatan disajikan pada Gambar 25.
(a)
40.00
Persen (% ) C ontoh
35.00
TKG I
30.00
25.00 TKG II
20.00 TKG III
15.00 TKG IV
10.00
TKG V
5.00
0.00
Januari Pebruari Maret April Mei
Periode Pengamatan (bulan)
(b)
45
40
35
Persen (%) Contoh
TKG I
30
TKG II
25
TKG III
20
TKG IV
15
TKG V
10
5
0
Januari Pebruari Maret April Mei
Periode Pengamatan (bulan)
Gambar 26 Jumlah ikan layang biru (D. macarellus) jantan dan betina
yang matang gonad berdasarkan periode bulan
pengamatan, Januari - Mei 2008.
Sebanyak 2000 ekor ikan layang biru (Decapterus macarellus) diukur dan
diamati, terdiri dari 645 ekor jantan dan 1355 ekor betina. Distribusi ikan layang
biru jantan berdasarkan niali tengah panjang, tingkat kematangan gonad serta
perhitungan ukuran panjang pertama kali matang gonad dan distribusi ikan layang
biru betina berdasarkan nilai tengah panjang, tingkat kematangan gonad serta
perhitungan ukuran pertama kali matang gonad dapat dilaihat pada Lampiran 14
dan 15. Ikan layang biru jantan mempunyai kisaran panjang antara 211-311 mm
dan ikan betina antara 215 – 315 mm. Ikan layang biru jantan yang matang
gonad sebanyak 271 ekor ekor (42,07 %) dan ikan betina yang matang gonad
sebanyak 635 ekor (46,86 %). Hal ini menunjukkan bahwa pada penelitian ini
ikan yang belum matang gonad lebih mendominasi hasil tangkapan yaitu 55 %
dari total hasil tangakapan 2000 ekor.
Hasil pengamatan terhadap jumlah ikan layang biru yang matang gonad
pada berbagai ukuran panjang tubuh menunjukkan bahwa ikan layang biru jantan
112
maupun betina mencapai kematangan gonad pertama kali pada ukuran panjang
total rata-rata 258 mm atau 25,8 cm.
Berdasarkan data pengamatan, ikan layang biru jantan maupun betina
dengan panjang total < 25,8 cm, diperoleh sebanyak 336 ekor (52.1 %) untuk ikan
jantan dari total 645 ekor yang diamati. Sedangkan ikan layang biru betina
didapatkan sebanyak 741 ekor (54,7 %) dari total 1355 ekor. Kenyataan ini
menunjukkan bahwa ikan layang biru yang tertangkap didominasi ukuran yang
lebih kecil dari ukuran pertama kali matang gonad.
4.5.6 Fekunditas
Hasil pengamatan gonad pada TKG IV ikan layang biru betina sebanyak
100 gonad, diperoleh kisaran fekunditas ikan layang biru di perairan Maluku
Utara antara 28875 - 84000 butir. Adanya variasi jumlah telur pada berbagai
ukuran panjang ikan layang biru menunjukkan kemungkinan adanya kegiatan
pengeluaran telur yang terjadi setiap saat. Hasil perhitungan fekunditas ikan
layang biru contoh dapat dilihat pada Tabel 23.
Hasil analisis regresi antara panjang total ikan dengan jumlah telur
memperoleh suatu hubungan yang erat dengan koefisien korelasi (r = 0.80), dan
persamaa garis regresinya F = -154463.45 + 736.52 L, dimana F adalah fekunditas
113
(jumlah telur) dan L adalah panjang total ikan (mm), artinya bahwa respon jumlah
telur sangat dipengaruhi oleh panjang total sebesar 80 % atau bisa dikatakan
besarnya sumbangan panjang total terhadap jumlah telur adalah sebesar 80 %. Hal
tersebut mengandung arti bahwa semakain panjang induk ikan maka semakin
bertambah jumlah telurnya.
Tabel 24 Data panjang dan lingkar badan ikan layang biru pada ukuran pertama
kali matang gonad di perairan Maluku Utara
Jumlah
Panjang (mm) Lingkar badan (mm)
Sampel Ikan
1 211 99
2 212 99
3 215 104
4 222 108
5 229 109
. . .
. . .
. . .
. . .
2000 315 160
160
140
120
IM P (%) 100
80
60
40
20
0
Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Juli Ags Sep Okt Nov
BULAN
SAMUDRA PASIFIC
2°30'
2°30'
Berebere
P. Rau
P. MOROTAI
Musim Penangkapan :
April - September
Asimiro Sabatai Baru
2°00'
2°00'
Laloda PPI
Î
Tobelo
1°30'
1°30'
P. Mayao
Lolobata
o
a
K
P. Tifure
k
l u
Wasile
e
1°00'
1°00'
Musim Penangkapan :
T
Februari - Mei dan
Juli - September PPN / PPI
P. Ternate
Î
P. Tidore
P. HALMAHERA
0°30'
0°30'
Segea
P. Moti
P. Makian
Mafa
L A U T H A L M A H E R
L A U T M A L U K P. Gebe
P. Kayoa
0°00'
0°00'
Gurapin
Yaba
0°30'
0°30'
P. BACAN
Busu
Î
PPI Sepi
P. MANDIOLI
P. Damar
1°00'
1°00'
5 PEMBAHASAN
gerombolan dekat dasar perairan pada siang hari dan mencari makan pada malam
hari di permukaan perairan.
Hasil analisis (Tabel 9), menunjukkan bahwa jaring insang hanyut adalah
alat tangkap yang mampu menangkap ikan layang dalam ukuran rata-rata terbesar
bila dibandingkan dengan pukat cincin dan bagan perahu. Hal tersebut sangat
berkaitan dengan selektivitas dari ketiga alat tangkap tersebut, dimana jaring
insang hanyut adalah alat tangkap yang memilki selektivitas yang tinggi di
bandingkan dengan alat tangkap pukat cincin dan bagan perahu. Sebagaimana
penelitian yang dilakukan di kabupaten Selayar, Sulawesi Selatan oleh Arifin
(2008) menyatakan bahwa alat tangkap jaring insang hanyut termasuk kategori
alat tangkap ramah lingkungan, sedangkan pukat cincin dan bagan perahu
termasuk alat tangkap yang kurang ramah lingkungan.
alat tangkap jaring insang hanyut dan bagan perahu serta trip penangkapan
bersifat one day fishing, artinya jumlah hari penangkapan juga lebih banyak
dibandingkan dengan kedua alat tangkap lainnya. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Irham et al., (2008), bahwa faktor-faktor teknis produksi yang
berpengaruh nyata terhadap produksi tangkapan alat tangkap mini purse seine
antara lain jumlah tenaga kerja, jumlah bahan bakar, jumlah hari tangkapan, tinggi
jaring dan panjang jaring.
nilai produksi per tahun sehingga usaha ini akan memberikan keuntungan apabila
berada pada titik sama atau lebih besar dari Rp. 68.399.099,76 dengan volume
produksi per tahun sebesar 31.019,66 kg.
Nilai payback periode yang diperoleh alat tangkap mini purse seine yaitu 2
tahun 1 bulan. Nilai yang diperoleh ini lebih kecil dibandingkan dengan alat
tangkap jaring insang hanyut dan bagan perahu yaitu masing-masing 2 tahun 4
bulan dan 3 tahun 1 bulan. Dengan demikian unit penangkapan mini purse seine
membutuhkan periode waktu yang lebih singkat dalam pengembalian modal usaha
dibandingkan alat tangkap jaring insang hanyut dan bagan perahu.
Berdasarkan ketiga nilai kriteria kelayakan tersebut, dengan NPV bernilai
positif, IRR lebih besar dari tingkat diskonto yang digunakann dan nilai Net B/C
lebih dari satu, maka unit penagkapan mini purse seine di Maluku Utara layak
untuk dikembangkan secara finansial dan menjadi prioritas utama dalam
pengembangan perikanan ikan layang di Maluku Utara.
Dalam pengembangan perikanan ikan layang di Maluku Utara alat tangkap
mini purse seine merupakan alat tangkap prioritas yang disarankan untuk
dikembangkan harus tetap memperhatikan berapa jumlah alat tangkap yang
optimal untuk dioperasikan di perairan Maluku Utara sehingga tidak akan akan
terjadi kelebihan penggunaan alat tangkap ini. Dalam beberapa penelitian juga
dikatakan bahwa alat tangkap purse seine mampu memberikan keuntungan yang
maksimal tetapi selain dengan melakukan analisis finansial juga untuk ke depan
terlebih perlu faktor-faktor produksi terhadap usaha perikanan purse seine.
Masyahoro (2001) menyatakan bahwa faktor lama operasi/trip dan ukuran
panjang jaring purse seine akan memberikan pengaruh yang nyata terhadap
besarnya hasil tangkapan dalam operasi penangkapan ikan layang mengunakan
alat tangkap purse seine.
Keunggulan alat tangkap tangkap pukat cincin disebabkan antara lain karena
tingginya produktivitas menyebabkan pendapatan kotor yang cukup besar
dibandingkan kedua alat tangkap tersebut sehingga dari segi ekonomi alat tangkap
mini purse seine menempati urutan pertama, jaring insang hanyut pada urutan
kedua dan bagan perahu pada urutan ketiga.
125
ketiga kodisi pengeloaan lainnya. Sebaliknya bila dilihat dari rente ekonomi
tertinggi atau keuntungan optimum lestari yang diperoleh nelayan dalam upaya
pengelolaan sumberdaya ikan layang di perairan Maluku Utara, dicapai pada
kondisi pengelolaan MEY dan terendah yaitu pada kondisi open acces.
Berkurangnya nilai rente ekonomi dalam pengusahaan perikanan laying ini akan
terus berlangsung hingga dicapai keuntungan normal yaitu pada saat tingkat upaya
penangkapan yang dilakukan mencapai keseimabangan open acces ( π = 0 ). Jika
terjadi peningkatan upaya penangkapan melebihi kondisi ini maka akan
mengakibatkan kerugian bagi nelayan. Dengan adanya keuntungan dalam
pengelolaan sumberdaya menjadi pendorong bagi nelayan untuk mengembangkan
armada penangkapan maupun upaya penangkapan dengan tujuan untuk
memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya.
Pada kondisi pengelolaan open acces, meskipun total penerimaan semakin
menurun, selagi total penerimaan masih lebih besar dari total biaya penangkapan
(rente ekonomi positif), maka kondisi ini akan tetap dijalankan oleh nelayan untuk
bertahan dalam usaha penangkapan, dimana nelayan akan meningkatkan effort.
Jika tingkat effort sudah berlebihan, sehingga total penerimaan lebih kecil dari
total biaya penangkapan, maka sebagian pelaku perikanan akan keluar dari
kegiatan penangkapan tersebut, yang berarti menurunkan effort.
Pemanfaatan sumberdaya perikanan secara lestari perlu dilakukan, guna
sustainability spesies tertentu, stok yang harus lestari, walaupun rekruitmen oleh
alam terus berjalan, namun effort yang meningkat tajam setiap tahunnya akan
berimbas kepada produksi dan pendapatan nelayan itu sendiri. Pada kondisi open
acces tidak ada batasan bagi nelayan untuk tetap memanfaatkan sumberdaya.
Secara ekonomi pengusahaan sumberdaya pada kondisi open access tidak
menguntungkan karena keuntungan komparatif sumberdaya akan terbagi habis.
Akibat sifat sumberdaya yang open access maka nelayan cenderung akan
mengembangkan jumlah armada penangkapan maupun tingkat upaya
penangkapannya untuk mendapatkan hasil tangkapan yang sebanyak-banyaknya,
maka tidak efisien secara ekonomi karena keuntungan yang diperoleh lama
kelamaan akan berkurang atau tidak memperoleh keuntungan sama sekali. Oleh
karena itu pengusahaan sumberdaya perlu dibatasi pada kondisi maximum
130
Hasil pengamatan terhadap 2000 ekor ikan layang biru yang terdiri dari 645
ekor ikan jantan dan 1355 ekor ikan betina diperoleh perbandingan rasio kelamin
jantan dan betina adalah 1 : 1,8 (Tabel 18).
Berdasarkan data rasio kelamin tersebut menunjukkan bahwa persentase
ikan layang biru betina lebih besar dari ikan jantan, hal tersebut diduga di
pengaruhi oleh tingginya faktor kematian penangkapan disamping itu diduga laju
mortalitas alaminya juga berbeda. Hal lain yang menyebabkan ketidak
seimbangan rasio kelamin jantan dan betina diduga karena pada bulan-bulan
tersebut sebagian besar ikan-ikan betina melakukan pemijahan. Hal tersebut
sesuai pernyataan Kilingbell (1978), bahwa terjadinya penyimpangan dari konsep
keseimbangan rasio kelamin merupakan suatu pertanda bahwa proses pemijahan
sedang terjadi. Wahyono dan Dharmadi (2000), melakukan penelitian di perairan
Sulawesi Utara tentang beberapa aspek biologi perikanan malalugis biru
dihasilkan rasio kelamin jantan dan betina adalah 1 : 1.
Menurut Bal dan Rao (1984) diacu dalam Nugroha dan Mardilijah (2006),
variasi dalam perbandingan kelamin sering terjadi dikarenakan 3 faktor yaitu
perbedaan tingkah laku seks, kondisi lingkungan dan penangkapan. Pendugaan
132
dengan ikan spesies yang sama di Laut Jawa dengan nilai L ∞ = 256 mm dan
K = 0,50 per bulan menunjukkan perbedaan yang cukup besar. Menurut Csirke
(1988) diacu dalam Merta (1992) perbedaan nilai parameter pertumbuhan (L ∞
dan K) dari spesies ikan yang sama pada lokasi yang berbeda di pengaruhi oleh
faktor lingkungan masing-masing perairan seperti ketersediaan makanan, suhu
perairan, oksigen terlarut, ukuran ikan, kematangan gonad. Widodo (1988)
kecenderungan ketidaktepatan nilai parameter pertumbuhan ikan dipengaruhi
oleh komposisi ikan contoh yang dianalisis dari pada cara atau metode yang
digunakan.
Menurut Effendie (1997), pertumbuhan ikan di suatu perairan banyak
dipengaruhi oleh faktor lingkungan antara lain jumlah makanan yang di makan,
jumlah ikan di suatu perairan tersebut, jenis makanan yang dimakan, kondisi
oseanografi perairan (suhu, oksigen dan lain-lain) dan kondisi ikan (umur,
keterunan dan genetik).
Berdasarkan hasil analisis hubungan panjang berat ikan layang biru yang di
hitung secara terpisah baik jantan maupun betina di peroleh nilai koefiseien
regresi lebih kecil dari 3 dan nilai r yaitu untuk ikan jantan 0.7635 dan ikan betina
134
Hasil pengamatan menunjukkan ikan layang biru jantan dan betina yang
telah matang gonad ditemukan sepanjang periode penelitian dengan jumlah
terbanyak ditemukan pada bulan Maret. Hal ini menunjukkan bahwa untuk ikan
layang biru betina di perairan Maluku Utara diduga memijah hampir setiap bulan
dengan puncak pemijahan pada bulan April atau Mei. Hal tersebut senada dengan
pernyataan Widodo (1988), berdasarkan hasil penelitian terhadap musim
pemijahan ikan layang di Laut Jawa, diperoleh ikan jenis tersebut dengan tingkat
kematangan gonad IV terbanyak pada bulan Maret dan bulan Juli dengan puncak
pemijahan terjadi pada bulan April/Mei dan Agustus/September.
Gambar 29, menjelaskan bahwa peningkatan jumlah ikan layang biru
(Decapterus macarellus) contoh betina yang matang gonad selalu diikuti dengan
peningkatan jumlah ikan layang biru contoh jantan. Hal tersebut memberi peluang
yang cukup baik bagi induk-induk ikan layang biru untuk melakukan perkawinan.
Berdasarkan hal tersebut dapat diduga bahwa ikan layang biru (Decapterus
macarellus) di perairan Maluku Utara dapat memijah beberapa kali dalam satu
musim dengan puncak musim pemijahan pada bulan April atau bulan Mei. Hal ini
sesuai di kemukakan oleh Suwarso dan Hariati (1988), bahwa dari variasi indeks
kematangan gonad menurut ukuran dan tingkat kematangan gonad diketahui
pemijahan ikan layang biru berlangsung relatif lama dan bersifat sebagian-
sebagian (partial spawning).
Pendugaan ukuran pertama kali matang gonad merupakan salah satu cara
untuk mengetahui perkembangan populasi dalam suatu perairan, seperti bilamana
ikan akan memijah, baru memijah atau sudah selesai memijah. Berkurangnya
populasi ikan di masa mendatang dapat terjadi karena ikan yang tertangkap adalah
ikan yang akan memijah atau ikan belum pernah memijah, sehingga sebagai
tindakan pencegahan diperlukan penggunaan alat tangkap yang selektif.
Hasil pengamatan terhadap jumlah ikan layang biru yang matang gonad
pada berbagai ukuran panjang tubuh menunjukkan bahwa ikan layang biru jantan
maupun betina mencapai kematangan gonad pertama kali pada ukuran panjang
total rata-rata 25,8 cm. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian
Hariati (2004), yang dilakukan di perairan Banda Aceh menghasilkan panjang
rata-rata pertama kali matang gonad ikan layang biru (Decapterus macarellus)
136
yaitu 24,9 cm, sedangkan di perairan Teluk Tomini dan di periaran Laut Sulawesi
pada tahun 1997 adalah 22,8 cm. Saat pertama kali ikan mencapai kematangan
gonad menurut Effendie (1992), di pengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya,
spesies, umur ikan, ukuran dan kemampuan adaptasi ikan terhadap lingkungan
(faktor internal) serta makanan, suhu dan arus (faktor eksternal). Perbedaan
ukuran ikan pada saat pertama kali matang gonad tidak sama disebabkan oleh
perbedaan strategi hidup atau pola adaptasi ikan itu sendiri.
Dengan tertangkapnya khususnya ikan layang biru betina yang matang
gonad pada berbagai ukuran mulai dari ukuran yang terkecil sampai ukuran yang
besar memberikan petunjuk bahwa ikan-ikan tersebut bertelur dan memijah lebih
dari satu kali dalam hidupnya. Selain melalui pengamatan tingkat kematangan
gonad, musim pemijahan ikan dilakukan di suatu perairan dapat diteliti melalui
pengamatan terhadap jumlah telur yang sudah masak sebelum dikeluarkan pada
waktu ikan memijah (Batts,1972).
Fekunditas adalah jumlah telur masak sebelum dikeluarkan pada waktu ikan
memijah. Menurut Effendie (1992), kegunaan fekunditas adalah sebagai bagaian
dari studi sistimatik atau studi mengenai ras, dinamika populasi, produkstivitas,
potensi reproduksi dan sebagainya. Sedangkan dalam bidang akuakultur jumlah
telur yang dihasilkan berguna dalam persiapan fasilitas kultur ikan.
Hasil pengamatan terhadap contoh ikan layang biru betina yang telah,
diperoleh kisaran fekunditas ikan layang biru di perairan Maluku Utara antara
28875 - 84000 butir. Adanya variasi jumlah telur pada berbagai ukuran panjang
ikan layang biru menunjukkan kemungkinan adanya kegiatan pengeluaran telur
yang terjadi setiap saat.
Fekunditas yang diperoleh dalam penelitian ini memiliki kisaran yang
berbeda dengan hasil penelitian beberapa penelitian sebelumnya antara lain.
Soumokil (1996) yang meghitung jumlah telur dari 100 ekor ikan Decapterus
russelli betina dengan ukuran nilai tengah panjang 170 mm-280 mm mengandung
telur sebanyak 20874 -70112 butir. Burhanuddin dan Djamali (1977) yang telah
mencacah 20 ekor ikan Decapterus russelli betina dari perairan Pulau Panggang
(Pulau-Pulau Seribu) dengan ukuran panjang baku 166-299 mm mengandung
telur sebanyak 20000-80000 butir. Penelitian yang pernah dilakukan di perairan
137
Teluk Ambon diperoleh ikan momar betina mengandung telur sebanyak 6641 -
97724 butir. Adanya perbedaan jumlah telur dari berbagai hasil penelitian
disebabkan oleh perbedaan ukuran panjang dan diameter telur yang diteliti
(Burhanuddin dan Djamali, 1977).
Hasil analisis regresi antara panjang total ikan dengan jumlah telur
memperoleh suatu hubungan yang erat dimana respon jumlah telur sangat
dipengaruhi oleh panjang total ikan layang biru betina yang telah siap memijah.
Atau mengandung arti bahwa semakain panjang induk ikan maka semakin
bertambah jumlah telurnya.
alat tangkap yang digunakan tidak selektif terhadap ukuran ikan yang baru
pertama kali memijah.
Data sampel hasil tangkapan yang diperoleh menunjukkan 1077 ekor atau
53,85% ikan layang biru berukuran panjang lebih kecil dari 25,8 cm. Hal ini
menunjukkan bahwa hasil tangkapan didominasi oleh ikan-ikan yang belum
pernah memijah. Secara biologis, hal ini sangat mengganggu keberlanjutan
populasi ikan layang. Melihat kondisi tersebut dan untuk lebih mempertahankan
keberlanjutan populasi ikan layang biru di perairan Maluku Utara, diperlukan
penerapan aturan penggunakan ukuran mata jaring minimum.
Dalam rangka penerapan perikanan yang bertanggung jawab, pengaturan
mata jaring (mesh size) alat tangkap mni purse seine terhadap ukuran ikan di
perairan Maluku Utara perlu diperhatikan, agar dapat diloloskan ukuran ikan yang
belum pernah memijah (panjang total < 25,8 cm). Ukuran mata jaring alat tangkap
mini purse seine yang sebaiknya digunakan agar dapat meloloskan ukuran ikan
yang belum pernah memijah yaitu 5,08 cm (2 inchi) untuk bagian badan dan
sayap, sedangkan bagian kantong ukuran mesh size 2,54 cm (1 inchi).
Sebagaimana telah di atur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor
123/Kpt/Um/3/1975 tentang ketentuan lebar mata jaring purse seine yang
digunakan dalam penangkapan ikan-ikan pelagis kecil, menetapkan bahwa
melarang penggunaan ukuran mata jaring purse seine kurang dari dua inci pada
bagian sayap dan kurang dari satu inci pada bagian kantong.
Pengaturan ukuran mata jaring minimum lebih ditekankan pada bagian
badan dan sayap karena kedua bagian ini memiliki persentase ukuran terbesar
dari total panjang alat tangkap yaitu mencapi 80%. Di samping itu pengaturan
kembali mesh size pada bagian badan dan sayap dilakukan dengan tujuan agar
ikan-ikan pada ukuran pertama kali matang gonad dan ukuran ikan di bawah
ukuran pertama kali matang gonad dapat lolos ketika proses pelingkaran jaring
(setting) di lakukan.
Perbaikan selektivitas alat penangkap ikan dapat dilakukan dengan
penerapan ukuran mata jaring minimum atau dengan sistem penggunaan jaring
tertentu dengan ukuran mata jaring yang lebih besar yang berfungsi sebagai jalan
bagi ikan-ikan ukuran kecil untuk meloloskan diri karena menurut (FAO, 1995),
139
informasi ukuran mata jaring minimun sangat penting dalam penerapan kode etik
perikanan yang bertanggung jawab. Ukuran mata jering yang digunakan
memberikan gambaran ukuran ikan yang akan tertangkap.
Pembatasan ukuran mata jaring yang dapat digunakan untuk menangkap
jenis ikan tertentu merupakan suatu keharusan dalam penerapan kode etik
perikanan bertanggung jawab (CCRF). Penentuan ukuran mata jaring harus
didasarkan pada kondisi biologi ikan-ikan yang ada di lapangan
Keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya ikan layang di perairan Maluku
Utara sangat tergantung dari bagaimana sumberdaya ikan layang tersebut
dieksploitasi. Oleh karena itu perlu digunakan alat tangkap yang selektif yang
mampu meloloskan ikan-ikan yang berukuran tertentu, yaitu yang belum pernah
mencapai kematangan gonad. Dengan demikian, ikan-ikan yang tertangkap
minimal sudah pernah melakukan reproduksi sekali dalam masa hidupnya.
Disamping itu dalam menjaga kesimbungan sumberdaya ikan layang di Maluku
Utara, maka hal yang terpenting yang harus dihindari adalah dengan tidak
melakukan penangkapan ikan pada saat musim pemijahan, sehingga ikan-ikan
dengan bebas melakukan pemijahan tanpa ada gangguan akibat tekanan
penangkapan.
musim yang sangat baik untuk melakukan penangkapan ikan layang di perairan
Maluku Utara. Waktu penangkapan yang baik ini juga didukung dengan adanya
pola musim yang memungkinkan ikan layang hidup dan berkembang di perairan
Maluku Utara, sehingga hasil tangkapannya pun menguntungkan.
Perbedaan musim penangkapan ikan ini terutama dipengaruhi oleh
perubahan hembusan angin, dimana di Indonesia dikenal dengan 4 jenis musim
angin yaitu, musim Barat, musim Timur, musim peralihan Barat-Timur dan
musim peralihan Timur-Barat. Sebagaimana di jelaskan oleh Nontji (2007), angin
yang berhembus di perairan Indonesia terutama adalah angin musim yang dalam
satu tahun terjadi dua kalai pembalikan arah yang masing-masing disebut dengan
angin musim barat dan musim timur, sedangkan antara dua kali perubahan musim
terdapat juga dua kali musim peralihan yaitu musim peralihan Barat-Timur dan
musim peralihan Timur-Barat.
Pada musim timur (Juni - Agustus) kondisi perairan relatif tenang sehingga
sangat membantu bagi nelayan dalam mengoperasikan alat tangkapnya. Saat
musim timur perairan laut Banda dan Laut Maluku diduga lebih subur, hal ini
sesuai dengan pernyataan Nontji (2002), bahwa gerakan arus yang cenderung
berasal dari belahan bumi Selatan, namun setelah masuk ke Laut Banda
mengakibatkan terjadinya Upwelling. Akibat dari upwelling ini ditemukannya
suhu air yang rendah di permukaan yaitu rata-rata 3ºC lebih rendah dari pada
musim barat, sedangkan salinitas 1% lebih tinggi. Kandungan fosfat dan nitrat
juga ikut naik menjadi dua kali lipat dan kandungan plankton pun mengalami
peningkatan. Dilanjutkan oleh Nontji (2007), bahwa pada bulan Juni-Agustus
aruas kuat datang dari utara Papua yang terlebih dahulu melingkari ujung selatan
Halmahera untuk kemudian berbelok ke utara dan kembali ke Samudera Pasifik
bersatu dengan arus Sakal Khatulistiwa (Equatorial Counter Current).
Dengan adanya arus maka masa air dilapisan permukaan akan terbawa
mengalir, sebagai akibatnya air dari lapisan bawah naik ke permukaan yang
dikenal dengan upwelling yang kaya akan unsur hara. Konsentrasi unsur hara
yang tinggi di lokasi upwelling meningkatkan kesuburan perairan sehingga
mendukung kelimpahan dan pertumbuhan plankton yang kemudian memberikan
daya tarik bagi ikan-ikan untuk mencari makan.
141
Pola pengembangan yang dimaksud dalam kajian ini adalah sebuah bentuk
atau kerangka pengembangan berkelanjutan terhadap sumberdaya ikan layang di
provinsi Maluku Utara, bukan merupakan pemodelan atau model matematis.
Secara umum pola pengembangan berkelanjutan sumberdaya ikan layang adalah
bentuk pengaturan terhadap jumlah hasil tangkapan dan ukuran ikan yang
ditangkap sebagai respon terhadap kondisi perikanan dan tingkat eksploitasi yang
terus meningkat.
Setalah mempertimbangkan aspek-aspek yang telah dikaji pada hasil dan
pembahasan, maka diperoleh keragaan nilai optimal untuk semua kompenen
perikanan layang yang menjadi fokus kajian di perairan Maluku Utara yaitu terdiri
dari: (1) alat tangkap ikan layang pilihan (mini purse seine), (2) pemanfaatan
sumberdaya ikan layang optimal, (3) biologi ikan layang, (4) mesh size optimum
alat tangkap pilihan (mini purse seine), serta (5) waktu dan daerah penangkapan
ikan layang yang tepat. Keragaan nilai optimal ini selanjutnya menjadi pola bagi
pengembangan berkelanjutan sumberdaya ikan layang di Maluku Utara. Secara
jelas pola pengembangan berkelanjutan sumberdaya ikan layang di perairan
Maluku Utara dapat dirangkum pada Gambar 30.
144
POLA PENGEMBANGAN
Implikasi Kebijakan
- Mini purse seine, unit penangkapan prioritas yang dikembangkan dalam perikanan layang.
- Pembatasan jumlah produksi agar tidak melebihi nilai produksi optimum, yaitu sebasar 19.754,24 ton/thn,
sehingga dapat mengurangi tingkat upaya untuk mengcegah terjadinya biolgical dan economical overfishing.
- Pengurangan dan pembatasan jumlah unit mini purse seine hingga mencapai jumlah optimal yaitu 202 unit, dan
tidak lagi memperpanjang ijin usahanya hingga mencapai titik optimalnya.
- Pembatasan semantara waktu operasi penangkapan pada waktu puncak musim pemijahan.
- Penerapan batas minimum mesh size mini purse seine dan pelarangan pendaratan ikan-ikan dibawah ukuran
belum pernah memijah.
- Perluasan DPI layang hingga mencapai 4 – 6 mil laut dari fishing base.
- Melakukan pengalihan unit mini purse seine yang berlebih ke unit penangkapan lainnya yang belum optimal,
seperti pada usaha penangkapan ikan demersal.
- Mengarahkan nelayan yang tidak terserap, dengan melakukan kegiatan usaha perikanan lainnya yang dianggap
belum optimal, seperti perikanan tangkap ikan demersal, usaha pengolahan dan budidaya ikan.
- Pengaturan kembali sistem bagi hasil dalam usaha perikanan ikan layang.
- Peningkatan kapasitas cool storage dan penerapan teknologi tepat guna untuk menjaga mutu ikan layang dengan
tujuan untuk meningkatkan pendapatan nelayan yang selama ini hanya tertumpuh pada penjualan ikan segar.
- Koordinasi antara pemerintah Kabupaten/Kota dengan pemerintah Provinsi Maluku Utara untuk melakukan
pengawasan terhadap kebijakan yang diterapkan.
Gambar 30 Pola pengembangan berkelanjutan sumberdaya ikan layang di perairan Maluku Utara.
145
9) Pengaturan kembali sistem bagi hasil dalam usaha perikanan ikan layang.
10) Peningkatan kapasitas cool storage dan penerapan teknologi tepat guna
untuk menjaga mutu ikan layang dengan tujuan untuk meningkatkan
pendapatan nelayan yang selama ini hanya tertumpuh pada penjualan ikan
segar.
11) Pemerintah daerah Kabupaten/Kota perlu berkoordinasi dengan pemerintah
Provinsi Maluku Utara untuk melakukan pengawasan terhadap kebijakan
yang diterapkan dalam pemanfaatan sumberdaya ikan layang.
upwelling, sehingga kondisi perairan menjadi kaya akan unsur hara dan sangat
mendukung bagi keberadaan ikan layang untuk mendapatkan makanan. Kondisi
salinitas yang relatif tinggi pada musim timur ternyata turut memberikan dampak
positif bagi keberadaan ikan layang di perairan Maluku Utara.
Pola musim sangat berpengaruh pada hasil tangkapan ikan layang, karena
waktu penangkapan yang baik dapat memungkinkan ikan layang hidup dan
berkembang di perairan Maluku Utara, sehingga hasil tangkapannya pun
menguntungkan.
Berdasarkan hasil penelitian tentang parameter populasi ikan layang yaitu
berkaitan dengan musim pemijahan ikan layang menunjukkan bahwa puncak
pemijahan ikan layang terjadi pada bulan April atau Mei. Hasil kajian tersebut
menunjukkan bahwa pola musim penangkapan ikan layang di perairan Maluku
Utara berlangsung pada saat musim pemijhan ikan. Oleh karena itu perlu di
dilakukan pembatasan waktu operasi penangkapan pada saat musim puncak
pemijahan ikan layang. Dengan kata lain perlu diterapkan kabijakan penutupan
musim penangkapan bagi para nelayan, karena kondisi seperti ini bila terjadi
secara terus menerus maka akan memberikan dampak yang buruk terhadap
ketersediaan sumberdaya ikan layang di alam.
Penutupan musim penangkapan ikan merupakan pendekatan pengelolaan
sumberdaya ikan, yang umumnya dilakukan di negara dimana sistem penegakan
hukumnya sudah maju. Pelaksanaan pendekatan ini didasarkan pada sifat sumber
daya ikan yang sangat tergantung pada musim, dan sering kali hanya ditujukan
pada satu spesies saja dalam kegiatan perikanan yang bersifat multi species.
Beddington dan Ratting (1984) diacu dalam Nikijuluw (2002) mengemukakan
adanya dua bentuk penutupan musim, yaitu : (1) Penutupan musim penangkapan
ikan pada waktu tertentu untuk memungkinkan ikan melakukan aktivitas
pemijahan dan berkembang biak, (2) Penutupan kegiatan penangkapan ikan
dengan alasan sumber daya ikan telah mengalami degradasi dan ikan yang
ditangkap semakin sedikit.
Informasi biologi yang digunakan sebagai dasar penerapan batas minimum
adalah ukuran lingkar badan ikan. Hasil penelitian menghasilkan persamaan
hubungan yang linear antara lingkar badan dengan panjang ikan dengan koefisien
150
korelasi 0,89. Hubungan antara panjang ikan (X) dan lingkar badan (Y)
ditunjukkan oleh persamaan Y = -2.3283 + 0.4836 X.
Perhitungan ukuran pertama kali matang gonad diperoleh panjang total ikan
258 mm (25,8 cm) untuk layang jantan maupun betina. Sedangkan panjang
lingkar badan ikan layang biru yang tertangkap ketika matang gonad adalah 10,15
cm. Alat tangkap mini purse seine yang digunakan dalam menangkap ikan layang
biru memilki ukuran mesh size 2,54 cm – 3,81 cm (1 inchi – 1,5 inchi) untuk
bagian badan dan sayap sedangkan bagian sayap 1,90 cm (0,75 inchi). Dengan
demikian ukuran mata jaring alat tangkap yang digunakan dalam menangkap ikan
layang biru tidak mampu meloloskan ikan pada ukuran pertama kali matang
gonad dan ukuran ikan dibawah ukuran pertama kali matang gonad. Berdasarkan
fakta tersebut maka mata jaring mini purse seine idial yang seyogianya digunakan
agar dapat meloloskan ukuran ikan yang belum pernah memijah yaitu 5,08 cm (2
inchi) untuk bagian badan dan sayap, sedangkan bagian kantong ukuran mesh size
2.54 cm (1 inchi).
Alasan yang menjadi dasar penerapan batas minimum mesh size jaring atau
ukuran ikan yang tertangkap dalam pemanfaatan sumber daya ikan layang adalah
memberi kesempatan ikan muda dan atau yang berukuran kecil untuk meloloskan
diri sebelum proses penangkapan berakhir. Penerapan Kebijakan ini sangat
diperlukan untuk tetap mempertahankan keberadaan ikan layang di perairan
Maluku Utara, agar tidak terjadi kelebihan tangkap ikan dalam masa pertumbuhan
(growth overfishing).
Bentuk kebijakan ini pada hakekatnya lebih ditujukan untuk mencapai atau
mempertahankan struktur umur yang paling produktif dari stok ikan. Hal ini
dilakukan dalam rangka memberi kesempatan pada ikan yang masih muda untuk
tumbuh, dan bertambah nilai ekonominya serta kemungkinan berreproduksi
sebelum ikan tersebut ditangkap. Kebijakan ini akan berdampak pada komposisi
hasil tangkapan dan ukuran individu ikan yang tertangkap. Penerapan kebijakan
ini secara tunggal (tidak diikuti oleh kebijakan lain), akan mengakibatkan tidak
terkontrolnya jumlah hasil tangkapan, karena jumlah kapal yang melakukan
penangkapan tidak terkontrol. Oleh karena itu penerapan kebijakan batas
minimum mesh size jaring perlu disertai dengan peraturan pelarangan pendaratan
151
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab
sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
6.1 Kesimpulan
1. Alat tangkap pilihan dalam pemanfaatan sumberdaya ikan layang di perairan
Maluku Utara adalah “mini purse seine”.
2. Hasil tangkapan optimum ikan layang di Maluku Utara sebesar 19.754, 25
ton per tahun dengan upaya penangkapan optimum 28.135 trip stándar mini
purse seine sehingga keuntungan maksimum yang diperoleh Rp.
90.717.199.850,00. Alokasi optimum unit penangkapan pilihan (mini purse
seine) 202 unit dan jumlah nelayan optimum yang terserap 2626 orang.
3. Hasil penelitian biologi ikan layang biru (ikan layang yang dominan
tertangkap) menunjukkan pertumbuhan ikan betina lebih cepat dari pada
ikan jantan dan keduanya mencapai panjang maksimum pada usia 4 tahun.
Pola pertumbuhan bersifat ”alometrik minor”. Ikan yang tertangkap
didominasi ikan-ikan yang belum matang gonad. Jumlah terbanyak matang
gonad ditemukan pada bulan Maret. Kematangan gonad pertama kali di
capai pada ukuran panjang total rata-rata 25,8 cm. Puncak pemijahan
berlangsung pada bulan April/Mei. Fekunditas yang diperoleh berkisar dari
28875 - 84000 butir dengan kisaran panjang 268 - 310 mm. Jumlah telur
dipengaruhi oleh panjang ikan, yaitu semakin panjang ukuran induk ikan
maka semakin bertambah jumlah telurnya.
4. Mesh size minimum alat tangkap mini purse seine yang sebaiknya
digunakan dalam mengeksploitasi sumberdaya ikan layang di perairan
Maluku Utara adalah 5,08 cm (2 inci) untuk bagian badan dan sayap,
sedangkan bagian kantong berukuran 2,54 cm (1 inci).
5. Musim penangkapan ikan layang di perairan Maluku Utara berlangsung dari
bulan Maret hingga Oktober dengan puncak musimnya dicapai pada bulan
Agustus yaitu pada musim timur, sedangkan bukan musim penangkapan
yaitu pada bulan Desember hingga Februari bertepatan dengan musim barat.
155
6.2 Saran
1. Pemerintah Daerah Maluku Utara dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
di wilayah Maluku Utara harus berkoordinasi untuk membuat peraturan
yang kuat dengan melibatkan nelayan sebagai salah satu stakeholder sebagai
dasar guna mengontrol dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan yang
direkomendasikan dalam pengembangan berkelanjutan sumberdaya ikan
layang.
2. Pengkajian stok terhadap sumberdaya ikan layang harus dilakukan setiap
tahun untuk menentukan nilai hasil tangkapan dan upaya penangkapan
optimum.
3. Diharapkan pola ini dapat di terapkan dan ditindaklanjuti dalam program
pengembangan perikanan pelagis kecil dan lebih spesifik lagi untuk
perikanan ikan layang di provinsi Maluku Utara.
4. Saran nomor 1 - 4 akan rasional apabila terdapat rencana pengelolaan
perikanan di wilayah Maluku Utara.
156
DAFTAR PUSTAKA
Agrawal RC, and Earl O Heady. 1973. Operations Research Methods for
Agricultural Decisions. The Law State University Pres, Ames. Pg 303 .
Arifin I. 2006. Penentuan Daerah Penangkapan Ikan Cakalang dengan Data Satelit
Multi Sensor di Perairan Laut Maluku [tesis]. Sekolah Pascasarjana. Institut
Pertanian Bogor. Bogor. 94 hlm.
Atmaja, S.B. dan Haluan, J. 2003. Perubahan Hasil Tangkapan Lestari Ikan
Pelagis di Laut Jawa dan Sekitarnya. Bulletin PSP, Vol. X11 No. 2.
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Institut Pertanian
Bogor. Bogor. Hal: 31-40.
Atmajaya, S.B. dan Nugroho, D. 2005. Aplikasi Model Beverton dan Holt bagi
Ikan Layang (Decapterus spp) di Laut Natuna dan sekitarnya. Jurnal
Penelitian Perikanan 11(6): Hal 1-6.
Ayodhyoa A.U. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Yayasan Dewi Sri. Bogor.
81 hal.
Barus H.R. Badrudin, dan N. Naamin. 1991. Potensi Sumberdaya Perikanan Laut
dan Strategi Pemanfaatannya Bagi Pengembangan Perikanan yang
Berkelanjutan. Prosiding Forum II Perikanan Sukabumi, 18 – 21 Juni 1991.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.
Jakarta.. 165-180 hal
Baskoro M.S. 2002. Metode Penangkapan Ikan. Diktat Pengajaran Kuliah Jurusan
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Institut Pertanian Bogor. 54 hal.
Batts B.S. 1972. Sexual Matuarity, Fecundity and Sex Ratio of Skipjack Tuna
(Katsuwonus pelamis, Linn.) in North Carolina Waters. Trans. Amer. Fish.
Soc. 101 (4): Hal 626 – 637.
Brandt A. von. 1984. Fish Catching Methods of The World. 3rd Edition.Warwickshire:
Avon Litho Ltd., Stratford-upon-Avon.: 418 pp.
Caddy J.F. 1983. Surplus Production Models, pp.29-55. In : Selected Lectures from the
CIDA/FAO/CECAF Seminar on Fishery Resource Evaluation. Casablanca.
Morocco. 6-24 March 1978 : Rome, FAO Canada Funds-in-Trust, FAO/TF/INT
180 Suppl. 166 pp. Issued Also in French.
158
Criddle K.R. 1993. Optiimal Control of Dynamic Multispecies Fisheries. Univ. Alaska
Sea Grant College Program, Rep. No.93-02:609-629.
Dajan A. 1986. Pengantar Metode Statistik Jilid 1. LP3ES. Jakarta. 424 him.
Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara . 2004. Statistik Perikanan
Provinsi Maluku Utara 2003. Pemerintah Provinsi Maluku Utara. 44 hal.
Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara. 2005. Statistik Perikanan
Provinsi Maluku Utara 2004. Pemerintah Provinsi Maluku Utara. 63 hal.
Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara . 2006. Statistik Perikanan
Provinsi Maluku Utara 2005. Pemerintah Provinsi Maluku Utara. 66 hal.
Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara. 2007. Statistik Perikanan
Provinsi Maluku Utara 2006. Pemerintah Provinsi Maluku Utara. 61 hal.
Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara. 2008. Statistik Perikanan
Provinsi Maluku Utara 2007. Pemerintah Provinsi Maluku Utara. 61 hal.
Fridman, A.L. 1986. Calculations for Fishing Gear Design (ed. By Carrothers,
P.J.G. FAO Fishing Manuals, Fishing News Books. Ltd. Pg 183-203.
Fyson, J. 1985. Design of Small Fishing Vessel. London : FAO Fishing. News Books.
Ltd. Pg 183 – 203.
Gafa, B., Bahar, S. dan Karyana. 1993. Potensi Sumberdaya Perikanan di Perairan
Laut Flores dan Selat Makassar. Jurnal Penelitian Perikanan Laut 72:43-53.
Gordon H.S. 1954. The Economic Theory of a Common Property Resources: the
Fishery. Journal of Political Economy 62:124-142.
Gulland JA. 1983. Fish Stock Assesment. A Manual of Basic Methods. John
Wiley and Sons, Chichester-New York-Brisbane-Toronto-Singapore. 223 p.
Hariati T. 2004. Ikan Layang Biru (Decapterus macarellus), Salah Satu Spesies
Ikan Pelagis Kecil Laut Dalam di Indonesia. Warta Penelitian Perikanan
Indonesia. Edisi Sumberdaya dan Penangkapan. Vol: 11, Nomor 5, 2005.
Pusat Riset Periakanan Tangkap. Badan Riset Kelautan dan Perikanan.
Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Hal 15 – 18.
Holden. M. 1995. The Common Fishery Policy: Origin, Evaluation and Future.
Fishing New Books Ltd. London. 274 pp.
160
Irham. Wisudo S.H., Haluan J., dan Wiryawan B. 2008. Analisis Pengembangan
Perikanan Mini Purse Seine Berbasis Optimasi Sumberdaya Ikan Pelagis
Kecil di Provinsi Maluku utara. Buletin PSP. ISSN 0251-286X. Volume
XVII. No. 1 April 2008. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Jaiswar, A. K., S. K.Chakraborty and R.P. Swamy. 2001. Studies on the Age,
Growth and Mortality Rates of Indian Scad Decapterus russelli (Ruppell)
from Mubai Waters. Fisheries Research 53:303-308.
Laevastu, T and I. Hela, 1970. Fisheries Oceanography. Fishing News Books, Ltd
London. 238 p.
Najamuddin. 2006. Analisis Ukuran Mata Jaring Minimum Alat Penangkap Ikan
Layang Deles (Decapterus macrosoma Bleeker) di Perairan Selat Makassar
Sulawesi Selatan. Jurnal Kopertis. 1(1): Hal 1-13.
Nikolsky, G.V. 1963. The Ecology Fishes. Academic Press. London. 350 pp.
Pauly. 1979. Fish Population Dynamics in Tropical Waters : a Manual for use with
Programmable calculators. ICLARM Stud. Rev. (8) : 325 pp.
Pauly D. 1983. Some Simple Methods for The Assessment of Tropical Fish
Stocks. Fao Fisheries Technical Paper No. 234. 52p.
Ricker J.S. 1975. Compilasi and Interpretation of Biologi Cal Statistic of Fish
Population. Bull Fish Ress Board Can No 119.
Saanin H. 1994. Taksanomi dan Kunci Identifikasi Ikan Jilid I dan II. Penerbit Bina
Cipta. Bandung. 85 hal.
Soekartawi. 1995. Programasi Tujuan Ganda Teori dan Aplikasinya. Penerbit PT.
Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. 234 hal.
Sparre P, Venema SC. 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis, Buku 1:
Manual. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Jakarta. 438 him.
Subani W. dan H.R. Barus. 1989. Alat Penangkap Ikan Dan Udang Laut Di
Indonesia (Fishing Gears for marine Fish and Shrimp in Indonesia). No.50
Tahun 1988/1989. Edisi Khusus. Jumal Penelitian Perikanan Laut. Balai
Penelitian Perikanan Laut. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Departemen Pertanian. Jakarta. 248 hal.
164
Sparre P, Venema SC. 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis, Buku 1:
Manual. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Jakarta. 438 hal.
Steel R.G.D. and J.H. Torrie. 1981. Principles and Procedues of Statistic. McGraw-
Hill. Tokyo: 748 p.
Suwarso, D., W.A. Pralampita, dan M.M. Wahyono. 2000. Biologi reproduksi
malalugis biru (D. macarellus) di Sulawesi Utara. Prosiding Seminar Hasil
Penelitian Perikanan 1999/2000. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Eksplorasi Laut dan Perikanan, Jakarta.
165
Udupa KS. 1986. Statistical methods of estimating the size at first maturity in
fishes. Fishbyte 4(2): Hal 8-10.
Weatherley, L.A. 1972 Growth and Ecology of Fish Population. Academic Press.
Inc, London 293 p.
Wiyono E.S. 1993. Studi tentang pengaruh pola musim dan perubahan teknologi
penangkapan ikan layang (Decapterus spp) di perairan Laut Jawa. [Skripsi]
(tidak dipublikasikan). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Bogor.
Yusuf S.A, dan M.S. Hamzah. 1995. Pengaruh Musim Terhadap Produksi Ikan
Momar (Decapterus spp) Dikaitkan Dengan Kondisi Hidrologi Di Perairan
Kepulauan Lease Maluku Tengah. Diacu Dalam Prosiding Simposium
Perikanan Indonesia I. Buku II: Bidang Sumberdaya Perikanan Dan
Penangkapan. Puslitbang Perikanan: hal. 93-101.
166
LAMPIRAN
167
SAMUDRA PASIFIC
2°30'
2°30'
Berebere
P. Rau
P. MOROTAI
2°00'
Laloda PPI
Î
Tobelo
1°30'
1°30'
P. Mayao
Lolobata
o
a
K
P. Tifure
k
l u
Wasile
e
1°00'
1°00'
T
PPN / PPI
P. Ternate
Î
P. Tidore
P. HALMAHERA
0°30'
0°30'
Segea
P. Moti
P. Makian
Mafa
L A U T H A L M A H E R
L A U T M A L U K P. Gebe
P. Kayoa
0°00'
0°00'
Gurapin
Malidi
P. KASIRUTA
Yaba
0°30'
0°30'
P. BACAN
Busu
Î
PPI Sepi
P. MANDIOLI
P. Damar
1°00'
1°00'
Lampiran 2 Analisis kelayakan perikanan ikan layang dengan alat tangkap mini
purse seine menggunakan program DSS-BALI ANALISIS
Faktor
15
Pembagian
Pendapatan musim
2 sedang Rp./trip
Ikan layang Kg./trip 400 6,000 2,400,000
Pendapatan Per
Trip Rp./trip 2,400,000
Jumlah Trip
Musiman trip/musim 45
Pendapatan
Tahunan Rp./musim 108,000,000
Total Pendapatan Tahunan Rp./tahun 400,500,000
Umur
No. Uraian Satuan Nilai Perubahan Nilai Akhir Ekonomis Nilai Sisa Penyusutan
Mode
1 Investasi 247,000,000 33,900,000
Perahu Rp. 125,000,000 0 125,000,000 10 20,000,000 10,500,000
Mesin kapal Rp. 60,000,000 0 60,000,000 5 10,000,000 10,000,000
Alat Tangkap Rp. 50,000,000 50,000,000 5 10,000,000 8,000,000
Rumpon Rp. 9,000,000 0 9,000,000 2 0 4,500,000
Keranjang ikan Rp. 1,500,000 0 1,500,000 5 0 300,000
Jeregen Rp. 500,000 0 500,000 5 0 100,000
Lampu petromkas Rp. 1,000,000 0 1,000,000 2 0 500,000
Total Investasi Rp. 247,000,000
172
No Uraian 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Inflow 169015500 169015500 169015500 169015500 189015500 169015500 169015500 169015500 169015500 229015500
Porsi Pendapatan Pemilik 169015500 169015500 169015500 169015500 169015500 169015500 169015500 169015500 169015500 169015500
Nilai Sisa Modal 0 0 0 0 20000000 0 0 0 0 60000000
Perahu 0 0 0 0 0 0 0 0 0 20000000
Mesin kapal 0 0 0 0 10000000 0 0 0 0 20000000
Alat tangkap 0 0 0 0 10000000 0 0 0 0 20000000
Rumpon 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Keranjang ikan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Jeregen 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Lampu petromaks 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Lain - Lain 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 Outflow 247000000 41200000 61552956 51552956 61552956 1635572956 61552956 51552956 61552956 51552956 51552956
Investasi 247000000 0 10000000 0 10000000 112000000 10000000 0 10000000 0 0
Perahu 125000000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Mesin kapal 60000000 0 0 0 0 60000000 0 0 0 0 0
Alat tangkap 50000000 0 0 0 0 50000000 0 0 0 0 0
Rumpon 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Keranjang ikan 9000000 0 9000000 0 9000000 1500000 9000000 0 9000000 0 0
Jeregen 1500000 0 0 0 0 500000 0 0 0 0 0
Lampu petromaks 500000 0 1000000 0 1000000 0 1000000 0 1000000 0 0
Lain - Lain 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Biaya Operasional 0 41200000 51552956 51552956 51552956 51552956 169157956 169157956 169157956 169157956 169157956
Biaya Perawatan 7300000 7300000 7300000 7300000 7300000 7300000 7300000 7300000 7300000 7300000
Penyusutan 33900000 33900000 33900000 33900000 33900000 33900000 33900000 33900000 33900000 33900000
Pengembalian
Pinjaman 0 10352956 10352956 10352956 10352956 10352956 10352956 10352956 10352956 10352956
173
No Uraian 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Laba Bersih
3 -247000000 127815500 107462544 117462544 107462544 25462544 107462544 117462544 107462544 117462544 117462544
Sebelum Pajak
4 Pajak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 Laba Bersih -247000000 127815500 107462544 117462544 107462544 25462544 107462544 117462544 107462544 117462544 117462544
8 NPV 408,587,579
9 IRR 58..67
10 Payback-Periode 2.00
11 Benefit-CostRatio 2.98
174
Pendapatan musim
2 sedang Rp./trip
Ikan layang Kg./trip 500 6,000 3,000,000
Pendapatan Per
Trip Rp./trip 3,000,000
Jumlah Trip
Musiman trip/musim 45
Pendapatan
Tahunan Rp./musim 135,000,000
Total Pendapatan Tahunan Rp./tahun 585,000,000
Umur
No. Uraian Satuan Nilai Perubahan Nilai Akhir Ekonomis Nilai Sisa Penyusutan
Mode
1 Investasi 247,000,000 33,900,000
Perahu Rp. 125,000,000 0 125,000,000 10 20,000,000 10,500,000
Mesin kapal Rp. 60,000,000 0 60,000,000 5 10,000,000 10,000,000
Alat Tangkap Rp. 50,000,000 50,000,000 5 10,000,000 8,000,000
Rumpon Rp. 9,000,000 0 9,000,000 2 0 4,500,000
Keranjang ikan Rp. 1,500,000 0 1,500,000 5 0 300,000
Jeregen Rp. 500,000 0 500,000 5 0 100,000
Lampu petromkas Rp. 1,000,000 0 1,000,000 2 0 500,000
Total Investasi Rp. 247,000,000
178
No Uraian 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Inflow 278,055,000 278,055,000 278,055,000 278,055,000 298,055,000 278,055,000 278,055,000 278,055,000 278,055,000 338,055,000
Porsi Pendapatan Pemilik 278,055,000 278,055,000 278,055,000 278,055,000 278,055,000 278,055,000 278,055,000 278,055,000 278,055,000 278,055,000
Nilai Sisa Modal 0 0 0 0 20000000 0 0 0 0 60000000
Perahu 0 0 0 0 0 0 0 0 0 20000000
Mesin kapal 0 0 0 0 10000000 0 0 0 0 20000000
Alat tangkap 0 0 0 0 10000000 0 0 0 0 20000000
Rumpon 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Keranjang ikan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Jeregen 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Lampu petromaks 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Lain - Lain 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 Outflow 247000000 41200000 61552956 51552956 61552956 1635572956 61552956 51552956 61552956 51552956 51552956
Investasi 247000000 0 10000000 0 10000000 112000000 10000000 0 10000000 0 0
Perahu 125000000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Mesin kapal 60000000 0 0 0 0 60000000 0 0 0 0 0
Alat tangkap 50000000 0 0 0 0 50000000 0 0 0 0 0
Rumpon 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Keranjang ikan 9000000 0 9000000 0 9000000 1500000 9000000 0 9000000 0 0
Jeregen 1500000 0 0 0 0 500000 0 0 0 0 0
Lampu petromaks 500000 0 1000000 0 1000000 0 1000000 0 1000000 0 0
Lain - Lain 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Biaya Operasional 0 41200000 51552956 51552956 51552956 51552956 169157956 169157956 169157956 169157956 169157956
Biaya Perawatan 7300000 7300000 7300000 7300000 7300000 7300000 7300000 7300000 7300000 7300000
Penyusutan 33900000 33900000 33900000 33900000 33900000 33900000 33900000 33900000 33900000 33900000
Pengembalian
Pinjaman 0 10352956 10352956 10352956 10352956 10352956 10352956 10352956 10352956 10352956
179
No Uraian 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Laba Bersih
3 -247000000 236855000 216502044 226502044 216502044 134502044 216502044 226502044 216502044 226502044 286502044
Sebelum Pajak
4 Pajak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 Laba Bersih -247000000 236855000 216502044 226502044 216502044 34502044 216502044 226502044 216502044 226502044 286502044
8 NPV 884,451,986
9 IRR 105,11
10 Payback-Periode 1.06
11 Benefit-CostRatio 5,28
180
Umur
No. Uraian Satuan Nilai Perubahan Nilai Akhir Ekonomis Nilai Sisa Penyusutan
Mode
Investasi 31,000,000 -2,000,000
Perahu Rp. 15,000,000 0 15,000,000 10 20,000,000 -500,000
Mesin kapal Rp. 7,500,000 0 7,500,000 5 10,000,000 -500,000
Alat tangkap Rp. 7,500,000 0 7,500,000 5 10,000,000 -500,000
Alat bantu Rp. 1,000,000 0 1,000,000 2 2,000,000 -500,000
Total Investasi Rp. 31,000,000
184
No Uraian 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Inflow 22,660,050 24,660,050 22,660,050 24,660,050 42,660,050 24,660,050 22,660,050 24,660,050 22,660,050 92,660,050
Porsi Pendapatan Pemilik 22,660,050 22,660,050 22,660,050 22,660,050 22,660,050 22,660,050 22,660,050 22,660,050 22,660,050 22,660,050
Nilai Sisa Modal 0 2,000,000 0 2,000,000 20,000,000 2,000,000 0 2,000,000 0 70,000,000
Perahu 0 0 0 0 0 0 0 0 0 20,000,000
Mesin kapal 0 0 0 0 10,000,000 0 0 0 0 20,000,000
Alat tangkap 0 0 0 0 10,000,000 0 0 0 0 20,000,000
Alat bantu penangkapan 0 2,000,000 0 2,000,000 0 2,000,000 0 2,000,000 0 10,000,000
2 Outflow 31,000,000 4,150,000 6,449,359 5,449,359 6,449,359 20,449,359 6,449,359 5,449,359 6,449,359 5,449,359 5,449,359
Investasi 31,000,000 0 1,000,000 0 1,000,000 15,000,000 1,000,000 0 1,000,000 0 0
Perahu 15,000,000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Mesin kapal 7,500,000 0 0 0 0 7,500,000 0 0 0 0 0
Alat tangkap 7,500,000 0 0 0 0 7,500,000 0 0 0 0 0
Alat bantu penangkapan 1,000,000 0 1,000,000 0 1,000,000 0 1,000,000 0 1,000,000 0 0
Biaya Operasional 0 4,150,000 5,449,359 5,449,359 5,449,359 5,449,359 5,449,359 5,449,359 5,449,359 5,449,359 5,449,359
Bagi Hasil Nelayan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Biaya Perawatan 6,150,000 6,150,000 6,150,000 6,150,000 6,150,000 6,150,000 6,150,000 6,150,000 6,150,000 6,150,000
Penyusutan -2,000,000 -2,000,000 -2,000,000 -2,000,000 -2,000,000 -2,000,000 -2,000,000 -2,000,000 -2,000,000 -2,000,000
Pengembalian Pinjaman 0 1,299,359 1,299,359 1,299,359 1,299,359 1,299,359 1,299,359 1,299,359 1,299,359 1,299,359
185
No Uraian 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
3 Laba Bersih Sebelum Pajak -31,000,000 18,510,050 18,210,691 17,210,691 18,210,691 22,210,691 18,210,691 17,210,691 18,210,691 17,210,691 87,210,691
4 Pajak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 Laba Bersih -31,000,000 18,510,050 18,210,691 17,210,691 18,210,691 22,210,691 18,210,691 17,210,691 18,210,691 17,210,691 87,210,691
8 NPV 59,430,223
9 IRR 53.75
10 Payback-Periode 2.44
11 Benefit-CostRatio 3.85
186
Pendapatan Musim
Puncak Rp./trip
Layang Kg./trip 520 6,000 3,120,000
Pendapatan Per Trip Rp./trip 3,120,000
Jumlah Trip Musiman trip/musim 40
Pendapatan Tahunan Rp./musim 124,800,000
Pendapatan musim
sedang Rp./trip
Layang Kg./trip 247 6,000 1,482,000
Pendapatan Per Trip Rp./trip 1,482,000
Jumlah Trip Musiman trip/musim 20
Pendapatan Tahunan Rp./musim 29,640,000
Rp./tahun 154,440,000
Nilai
No. Uraian Satuan Nilai Perubahan Akhir
Mode
1 Biaya Operasional Nelayan
bensin Rp./trip 40,000 0 40,000
Minyak tanah Rp./trip 280,000 0 280,000
Oli Rp./trip 7,500 0 7,500
Ransum Rp./trip 60,000 0 60,000
Es Rp./trip 90,000 0 90,000
Sub Total Rp./trip 477,500
2 Biaya Operasional Tahunan
Biaya Operasional Rp./tahun 28,650,000
Biaya Retribusi Rp./tahun 2,316,600
Total Biaya
Operasional Rp./tahun 30,966,600
188
Umur
No. Uraian Satuan Nilai Perubahan Nilai Akhir Ekonomis Nilai Sisa Penyusutan
Mode
1 Investasi 145,000,000 13,600,000
Perahu Rp. 90,000,000 0 90,000,000 10 20,000,000 7,000,000
Mesin kapal Rp. 20,000,000 0 20,000,000 5 10,000,000 2,000,000
Alat tangkap Rp. 25,000,000 0 25,000,000 5 10,000,000 3,000,000
Alat bantu Rp. 10,000,000 0 10,000,000 5 2,000,000 1,600,000
Total Investasi Rp. 145,000,000
190
No Uraian 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Inflow 74,084,040 74,084,040 74,084,040 74,084,040 96,084,040 74,084,040 74,084,040 74,084,040 74,084,040 138,084,040
Porsi Pendapatan Pemilik 74,084,040 74,084,040 74,084,040 74,084,040 74,084,040 74,084,040 74,084,040 74,084,040 74,084,040 74,084,040
Nilai Sisa Modal 0 0 0 0 22,000,000 0 0 0 0 64,000,000
Perahu 0 0 0 0 0 0 0 0 0 20,000,000
Mesin kapal 0 0 0 0 10,000,000 0 0 0 0 20,000,000
Alat tangkap 0 0 0 0 10,000,000 0 0 0 0 20,000,000
Alat bantu penangkapan 0 0 0 0 2,000,000 0 0 0 0 4,000,000
2 Outflow 145,000,000 22,600,000 28,677,646 28,677,646 28,677,646 83,677,646 28,677,646 28,677,646 28,677,646 28,677,646 28,677,646
Investasi 145,000,000 0 0 0 0 55,000,000 0 0 0 0 0
Perahu 90,000,000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Mesin kapal 20,000,000 0 0 0 0 20,000,000 0 0 0 0 0
Alat tangkap 25,000,000 0 0 0 0 25,000,000 0 0 0 0 0
Alat bantu penangkapan 10,000,000 0 0 0 0 10,000,000 0 0 0 0 0
Biaya Operasional 0 22,600,000 28,677,646 28,677,646 28,677,646 28,677,646 28,677,646 28,677,646 28,677,646 28,677,646 28,677,646
Bagi Hasil Nelayan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Biaya Perawatan 9,000,000 9,000,000 9,000,000 9,000,000 9,000,000 9,000,000 9,000,000 9,000,000 9,000,000 9,000,000
Penyusutan 13,600,000 13,600,000 13,600,000 13,600,000 13,600,000 13,600,000 13,600,000 13,600,000 13,600,000 13,600,000
Pengembalian Pinjaman 0 6,077,646 6,077,646 6,077,646 6,077,646 6,077,646 6,077,646 6,077,646 6,077,646 6,077,646
191
No Uraian 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Laba Bersih Sebelum -
3 Pajak 145,000,000 51,484,040 45,406,394 45,406,394 45,406,394 12,406,394 45,406,394 45,406,394 45,406,394 45,406,394 109,406,394
4 Pajak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
-
5 Laba Bersih 145,000,000 51,484,040 45,406,394 45,406,394 45,406,394 12,406,394 45,406,394 45,406,394 45,406,394 45,406,394 109,406,394
8 NPV 135,510,727
9 IRR 39.33
10 Payback-Periode 3.15
11 Benefit-CostRatio 2.19
192
Lanjutan lampiran 6
C. Total hasil dan upaya penangkapan baku setelah standarisasi
Total Hasil Effort standar (Trip) Total effoert CPUE
Tahun
Tangkapan (Kg) Purse siene Jaring insang hanyut Bagan perahu (Trip) (Kg/Ttrip)
1998 14,682,000 14400 1,707.71 3,001.75 19109 768.31070
1999 12,565,300 7200 1,163.97 2,369.80 10734 1170.63193
2000 12,523,250 8520 1,196.76 2,606.78 12324 1016.20530
2001 17,251,600 15000 2,623.04 2,843.76 20467 842.90651
2002 15,754,500 17400 2,852.56 2,859.56 23112 681.65546
2003 18,153,060 18960 2,950.92 4,028.66 25940 699.82084
2004 18,677,060 21840 2,819.77 3,033.35 27693 674.42977
2005 20,965,890 23880 2,868.95 4,865.99 31615 663.16396
2006 21,305,220 24960 2,868.95 5,087.17 32916 647.25788
2007 23,677,070 25560 2,803.37 5,087.17 33451 707.82310
194
Lampiran 7 Data regresi antara upaya penangkapan, CPUE, nilai intersep (a)
dan slope (b) ikan layang di Maluku Utara
> a:=1239.5;
a := 1239.5
> b:=-0.0191;
b := -0.0191
> c:=988375;
c := 988375
> p:=6000;
p := 6000
> Emsy:=-a/(2*b);
Emsy := 32447.64398
> h:=a*E+b*E^2;
2
h := 1239.5 E - 0.0191 E
> TR:=p*h;
6 2
TR := 7.4370000 10 E - 114.6000 E
> plot(TR,E=0..65000);
> hmsy:=a*Emsy+b*Emsy^2;
7
hmsy := 2.010942735 10
> TRmsy:=p*hmsy;
196
Lanjutan lampiran 8
TRmsy := 1.206565641 1011
> TCmsy:=c*Emsy;
TCmsy := 3.207044012 1010
> phimsy:=TRmsy-TCmsy;
phimsy := 8.858612398 1010
> h:=a*E+b*E^2;
2
h := 1222.2 E - 0.0181 E
> plot(h,E=0..65000);
> TR:p*h;
7.4370000 106 E - 114.6000 E 2
> plot(TR,E=0..65000);
197
Lanjutan lampiran 8
> TC:=c*E;
TC := 988375 E
¾ plot(TC,E=0..65000);
¾ plot({TR,(E),TC(E)},E=0..65000,color=[red,blue]);
> fsolve(TR=TC,E);
198
Lanjutan lampiran 8
0., 56270.72426
> phi:=p*h-c*E;
6 2
f := 6.4486250 10 E - 114.6000 E
> fsolve(phi,E);
0., 56270.72426
> Y:=diff(phi,E);
Y := 6.4486250 106 - 229.2000 E
> fsolve(Y=0,E);
>
28135.36213
> Emey:=28135.36213;
Emey := 28135.36213
> hmey:=a*Emey+b*Emey^2;
hmey := 1.975424806 107
> TRmey:=p*hmey;
TRmey := 1.185254884 1011
> TCmey:=c*Emey;
10
TCmey := 2.780828855 10
> phiemy:TRmey-TCmey;
10
9.071719985 10
> Eoa:=56270.72426;
Eoa := 56270.72426
> hoa:=a*Eoa+b*Eoa^2;
hoa := 9.26942951 106
> TRoa:=p*hoa;
10
TRoa := 5.561657706 10
> TCoa:=c*Eoa;
TCoa:= 5.561657709 1010
> phioa:=TRoa-TCoa;
phioa ;=0
199
(a)
Nilai Tengah
Frekuensi (Periode Bulan Pengamatan)
Panjang Total
(mm) Januari Februari Maret April Mei Frekuensi
216 4 3 0 0 0 7
227 20 12 2 2 5 41
238 30 37 16 14 31 128
249 20 20 6 6 33 85
260 17 28 28 25 23 121
271 11 35 34 39 21 140
282 16 10 24 40 23 113
293 0 0 1 2 0 3
304 0 0 3 2 1 6
315 0 0 1 0 0 1
Jumlah 118 145 115 130 137 645
(b)
Nilai Tengah Frekuensi (Periode Bulan
Panjang Pengamatan) Total
(mm) Januari Februari Maret April Mei Frekuensi
219.5 16 7 0 0 0 23
229.5 35 21 5 5 4 70
239.5 89 62 30 40 39 260
249.5 43 60 32 37 35 207
259.5 35 48 55 48 54 240
269.5 32 14 85 77 75 283
279.5 32 42 68 54 53 249
289.5 0 0 2 1 0 3
299.5 0 1 4 6 2 13
309.5 0 0 1 1 0 2
319.5 0 0 3 1 1 5
Jumlah 282 255 285 270 263 1355
201
Lampiran 12 Tingkat kematangan gonad ikan layang biru (Decapterus macarellus) jantan pada kelas ukuran panjang
Lampiran 13 Tingkat kematangan gonad ikan layang biru (Decapterus macarellus) betina pada kelas ukuran panjang
Lampiran 14 Pendugaan ukuran ikan layang biru (Decapterus macarellus) jantan saat mencapai kematangan gonad pertama
Tengah Log Jumlah Contoh Jumlah Matang % Matang Gonad Selisih Log
Kelas
Kelas T. Kelas ikan (ekor) Gonad (ekor) Gonad Tengah Kelas qi pi*qi/ni-1
(mm) (ni) (ri) pi =(ri/ni) (X) (1-pi)
211 - 221 216 2.3345 7 0 0.000000 1.000000 0.0000
222 - 232 227 2.3560 41 0 0.000000 0.021572 1.000000 0.0000
233 - 243 238 2.3766 128 24 0.187500 0.020551 0.812500 0.0012
244 - 254 249 2.3962 85 31 0.364706 0.019622 0.635294 0.0028
255 - 265 260 2.4150 121 57 0.471074 0.018774 0.528926 0.0021
266 - 276 271 2.4330 140 65 0.464286 0.017996 0.535714 0.0018
277 - 287 282 2.4502 113 85 0.752212 0.017280 0.247788 0.0017
288 - 298 293 2.4669 3 2 0.666667 0.016619 0.333333 0.1111
299 - 309 304 2.4829 6 6 1.000000 0.016006 0.000000 0.0000
310 - 320 315 2.4983 1 1 1.000000 0.015437 0.000000 0.0000
Total 645 271 4.906 0.1639 5.0936
Lampiran 15 Pendugaan ukuran ikan layang biru (Decapterus macarellus) betina saat mencapai kematangan gonad pertama
Tengah Log Jumlah Contoh Jumlah Matang % Matang Gonad Selisih Log
Kelas
Kelas T. Kelas ikan (ekor) Gonad (ekor) Gonad Tengah Kelas qi pi*qi/ni-1
(mm) (ni) (ri) pi =(ri/ni) (X) (1-pi)
215 - 224 219.5 2.3414 23 0 0.000000 1.000000 0.000000
225 - 234 229.5 2.3608 70 0 0.000000 0.019348 1.000000 0.000000
235 - 244 239.5 2.3793 260 52 0.200000 0.018523 0.800000 0.000618
245 - 254 249.5 2.3971 207 80 0.386473 0.017765 0.613527 0.001151
255 - 264 259.5 2.4141 240 155 0.645833 0.017067 0.354167 0.000957
265 - 274 269.5 2.4306 283 171 0.604240 0.016421 0.395760 0.000848
275 - 284 279.5 2.4464 249 156 0.626506 0.015823 0.373494 0.000944
285 - 294 289.5 2.4616 3 2 0.666667 0.015267 0.333333 0.111111
295 - 304 299.5 2.4764 13 12 0.923077 0.014748 0.076923 0.005917
305 - 314 309.5 2.4907 2 2 1.000000 0.014264 0.000000 0.000000
315 - 324 319.5 2.5045 5 5 1.000000 0.013810 0.000000 0.000000
Total 1355 635 6.0528 0.1630 4.9472
Lampiran 16 Rata-rata produksi ikan layang (kg) di PPN Ternate tahun 2003 – 2007
Tahun
Bulan Jumlah Rata-rata
2003 2004 2005 2006 2007
Januari 208085 165392 223823 164506 182974 944781 188956
Februari 168548 130337 221893 173540 173376 867695 173539
Maret 163005 206149 225037 292666 333739 1220594 244119
April 167762 187779 215648 267188 205538 1043915 208783
Mei 147962 204115 223600 181711 268067 1025454 205091
Juni 235045 233563 261256 201700 65880 997444 199489
Juli 271679 285659 279088 369586 364552 1570565 314113
Agustus 319697 85297 381158 594289 595508 1975949 395190
September 249330 268395 320543 227661 348937 1414866 282973
Oktober 206258 220505 250311 283464 447877 1408415 281683
Nopember 155182 144330 172212 159494 173112 804331 160866
Desember 116049 75778 121431 126675 160073 600005 120001
207
Lampiran 17 Jumlah rata-rata effort standard bulanan ikan layang yang beroperasi di perairan Maluku Utara tahun 2003 – 2007
Tahun
Bulan Jumlah Rata-rata
2003 2004 2005 2006 2007
Januari 72 209 150 133 129 693 139
Februari 104 194 112 155 145 710 142
Maret 88 170 177 140 148 724 145
April 126 141 82 133 180 661 132
Mei 103 145 75 156 161 640 128
Juni 93 142 68 173 254 729 146
Juli 102 174 169 189 126 761 152
Agustus 90 287 207 177 413 1175 235
September 100 197 143 157 156 753 151
Oktober 125 225 106 125 116 696 139
Nopember 86 146 148 170 158 708 142
Desember 69 160 109 137 141 615 123
208
Lampiran 18 CPUE rata-rata ikan layang di perairan Maluku Utara tahun 2003-2007
Tahun
Bulan Jumlah Rata-rata
2003 2004 2005 2006 2007
Januari 2910.91 855.509 1545.185 1310.990 1433.815 8056 1611
Februari 1717.50 1014.994 2164.524 1393.947 1336.690 7628 1526
Maret 2007.15 1461.121 1634.393 2292.666 2344.279 9740 1948
April 1507.10 1525.766 2771.728 2267.149 1329.320 9401 1880
Mei 1559.42 1507.248 2651.252 1398.480 1748.214 8865 1773
Juni 2709.50 1760.259 3900.402 1447.157 912.207 10730 2146
Juli 2714.29 1727.633 1777.539 1987.867 2533.176 10741 2148
Agustus 3633.99 1295.634 1537.933 3130.718 1232.266 10831 2166
September 2574.11 1475.999 2415.391 1806.943 2400.366 10673 2135
Oktober 1702.40 1033.747 2503.657 2348.080 2927.052 10515 2103
Nopember 1861.36 1038.926 1308.786 1164.874 1128.336 6502 1300
Desember 1773.04 853.940 1345.540 1211.252 1272.136 6456 1291
209
Lampiran 19 Perkembangan produksi bulanan ikan layang di PPN Ternate tahun 2003 – 2007
Lanjutan lampiran 19
Lanjutan lampiran 19
Lampiran 20 Perkembangan upaya tangkap bulanan ikan layang di PPN Ternate tahun 2003 – 2007
Lanjutan lampiran 20
Lanjutan lampiran 20
Lanjutan lampiran 21
CPUE
Tahun Bulan RGi RGPi Rbi
standar
2006 Januari 1310.990 1832.357 1818.821 0.721
Februari 1393.947 1944.612 1888.485 0.738
Maret 2292.666 1893.908 1919.260 1.195
April 2267.149 1880.943 1887.426 1.201
Mei 1398.480 1868.951 1874.947 0.746
Juni 1447.157 1857.760 1862.878 0.777
Juli 2102.409 1867.995 1862.878 1.129
Agustus 3549.173 1863.224 1865.610 1.902
September 1806.943 1867.525 1865.375 0.969
Oktober 2348.080 1789.373 1828.449 1.284
Nopember 1164.874 1818.517 1803.945 0.646
Desember 1211.252 1771.892 1795.205 0.675
2007 Januari 1433.815 1836.195 1804.044 0.795
Februari 1336.690 1643.120 1739.658 0.768
Maret 2344.279 1692.572 1667.846 1.406
April 1329.320 1740.819 1716.696 0.774
Mei 1748.214 1737.775 1739.297 1.005
Juni 887.657 1742.848 1740.311 0.510
Juli 2874.047
Agustus 1232.266
September 2400.366
Oktober 2927.052
Nopember 1128.336
Desember 1272.136
217
Lanjutan lampiran 21
Gambar 1 Kapal mini purse seine yang beroperasi di perairan Maluku Utara.
Lanjutan lampiran 23
Lanjutan lampiran 23
Lanjutan lampiran 23
Lanjutan lampiran 23
Lanjutan lampiran 23
ABSTRACT
Key word: development pattern, scad, fishing technology, North Maluku waters.