Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 13

HUBUNGAN PERSEPSI TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK (KTR)

DENGAN PERILAKU MEROKOK PEGAWAI DI DINAS KESEHATAN


KOTA TEBING TINGGI

Khairatunnisa1, Indra Fachrizal2


1,2Fakultas Kesehatan Masyarakat, Institut Kesehatan Helvetia Medan

e-mail: khairatunnisa@helvetia.ac.id1 ; indrafachrizal85@gmail.com2

ABSTRACT

Smoking behavior is a problem related to public health. The results of the


preliminary survey show that the Health Department of Tebing Tinggi has implemented
Non-Smoking Area, but in reality there are still employees who smoke in the area of Tebing
Tinggi City Health Department. The purpose of this study was to determine the relationship
of perceptions about non-smoking area with smoking behavior of employees at the Health
Department of Tebing Tinggi City. Research method: this type of research is survey
explanatory research with a cross sectional approach. The population of this study was 45
employees in the Health Department of Tebing Tinggi, with the sample being the entire
population. Data analysis used univariate and bivariate analysis with fisher exact test.
Results: the results showed that most employees' perceptions of Non-Smoking Area were
sufficient (60%) and most employees were smoking (75.6%). The results of the statistical
test showed that there was a relationship between perceptions of Non-Smoking Area and
the smoking behavior of employees at the Tebing Tinggi City Health Department in 2018
with a value of p = 0.001. Suggestion: it is suggested to the Government of Tebing Tinggi
to review the implementation of the existing Regulations and add supervision content so
that the implementation of Non-Smoking Area can run well and the Head of the Health
Department of Tebing Tinggi City to form a task force to monitor the implementation of
Non-Smoking Area.

Keywords: Perception, Smoking Behavior, Non-Smoking Area

PENDAHULUAN sangat sulit dikendalikan. Merokok juga


Perilaku merokok merupakan dapat menjadi awal bagi seseorang lebih
masalah yang berkaitan dengan mudah untuk mencoba berbagai zat
kesehatan masyarakat karena dapat adiktif yang lain tersebut dari pada
menimbulkan berbagai penyakit bahkan bukan seorang perokok (Kementerian
dapat menyebabkan kematian baik bagi Kesehatan RI, 2016).
perokok dan orang yang ada disekitarnya Rokok merupakan salah satu
(perokok pasif). Setiap orang telah masalah publik yang mengemuka di
mengetahui bahwa merokok adalah masyarakat. Bagi perokok aktif tentu
berbahaya bagi kesehatan, namun pada paparan asap rokok sama sekali tidak
kenyataannya perilaku merokok masih menjadi masalah dalam kehidupannya.

Jurnal JUMANTIK Vol. 4 No. 1 Des 2018 – Mei 2019 69


Namun asap rokok sangat merugikan 32,2% yang merupakan penduduk usia
kesehatan perokok pasif seperti produktif (Riskesdas, 2013).
menyebabkan berbagai penyakit (kanker Kebijakan pengendalian tembakau
paru, penyakit jantung, asma) dan di Indonesia masih menimbulkan
mengganggu masyarakat lainnya yang perdebatan yang panjang, mulai dari hak
ingin menjalankan kehidupan dengan azasi seorang perokok, fatwa haram
pola hidup sehat. merokok di tempat umum sampai
Data World Health Organization dampak anti rokok terhadap
(WHO) tahun 2017 menunjukkan bahwa perekonomian dan tenaga kerja di
Indonesia menduduki peringkat ketiga Indonesia. Padahal hasil kajian di
dengan jumlah perokok terbesar di dunia beberapa negara telah menunjukkan
setelah Cina dan India. Jumlah perokok bahwa kebijakan merupakan cara yang
di Indonesia mencapai 35% dari total efektif dalam mengendalikan tembakau
populasi, atau sekitar 75 juta jiwa. atau lebih khusus dalam mengurangi
Belum lagi pertumbuhan prevalensi kebiasaan merokok. Dalam rangka
perokok pada anak-anak dan remaja melindungi individu, masyarakat dan
yang tercepat di dunia sebesar 19.4%. lingkungan terhadap paparan asap rokok,
Menurut hasil Riset Kesehatan pemerintah telah menetapkan kebijakan
Dasar (Riskesdas) tahun 2013, perilaku kawasan tanpa rokok untuk melindungi
merokok menurut kelompok umur dan seluruh masyarakat dari bahaya asap
kebiasaan merokok sebesar 0,5% rokok melalui Undang-Undang No.36
perokok umur 10-14 tahun merokok tahun 2009 tentang Kesehatan pada pasal
setiap hari dan 0,9% perokok kadang- 115 ayat 1 dan 2 yang mengamanatkan
kadang. Pada kelompok umur 15-19 kepada Pemerintah Daerah wajib untuk
tahun sebesar 11,2% perokok setiap hari menetapkan dan menerapkan kawasan
dan 7,1% perokok kadang-kadang, tanpa rokok di wilayahnya (Kementerian
sedangkan pada kelompok umur 20-24 Kesehatan RI, 2015).
tahun sebesar 27,2% perokok setiap hari Provinsi Sumatera Utara juga telah
dan 6,9% perokok kadang-kadang. mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor
Proporsi terbanyak perokok aktif setiap 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa
hari pada umur 30-34 tahun sebesar Rokok. Semua fasilitas pelayanan
33,4% dan umur 35-39 tahun sebesar kesehatan, tempat proses belajar

70
mengajar, tempat bermain anak, tempat Perilaku merokok muncul karena
ibadah, angkutan umum, tempat kerja, faktor internal juga faktor eksternal.
dan tempat umum, sudah ditetapkan Salah satu faktor internal adalah
sebagai kawasan tanpa asap rokok. persepsi. Persepsi yang ditimbulkan
Namun sampai tahun 2017, berbeda pada tiap orang tentang
implementasinya belum terlihat. Total, merokok. Setelah seseorang memiliki
dari 33 kabupaten dan kota, baru lima persepsi tersendiri tentang merokok
kabupaten dan kotalah yang mempunyai kemudian muncul suatu sikap, yaitu
peraturan KTR yaitu Kabupaten Serdang kecenderungan seseorang untuk
Bedagai, Kota Pematang Siantar, Kota menerima atau menolak, setuju atau
Tebing Tinggi, Kota Medan dan tidak setuju terhadap respon yang datang
Kabupaten Asahan (Medan, 2014) . dari luar, dalam hal ini adalah merokok.
Dibentuknya Peraturan Walikota Jika setuju maka seseorang akan
Tebing Tinggi No.3 Tahun 2013 tentang melakukan aktivitas merokok, tapi jika
kawasan tanpa rokok dan kawasan tidak setuju maka seseorang tidak akan
terbatas merokok merupakan landasan merokok (Hidayati, 2012).
hukum untuk setiap orang atau badan Perilaku merokok menurut Laevy
guna mendapatkan hak yang sama untuk dalam Nasution, adalah sesuatu yang
kawasan tanpa rokok yang sehat, dan dilakukan seseorang berupa membakar
setiap orang atau badan melaksanakan dan menghisapnya serta dapat
kewajiban untuk memelihara, dan menimbulkan asap yang dapat terisap
menjalankan peraturan yang telah dibuat oleh orang-orang sekitarnya. Sedangkan
guna menjaga kelestarian lingkungan menurut Aritonang dalam Sulistyo,
hidup. Peraturan ini merupakan langkah merokok adalah perilaku yang
untuk melindungi masyarakat dari kompleks, karena merupakan hasil
ancaman perokok aktif sehingga budaya interaksi dari aspek kognitif, kondisi
dan kebiasaan masyarakat tersebut psikologis, dan keadaan fisiologis
dalam hal ini kebiasaan merokok (Aritonang, 2007; Nasution, 2008).
memengaruhi terciptanya aturan tentang Perilaku merokok, pada umumnya
larangan merokok di tempat umum dilakukan dengan berbagai alasan
dengan dibuatnya kawasan tanpa rokok. menurut persepsi perokok, seperti untuk
menghilangkan stres, agar terlihat

Jurnal JUMANTIK Vol. 4 No. 1 Des 2018 – Mei 2019 71


jantan, atau iseng saja, alasan lain agar berperilaku merokok dibandingkan
terlihat keren, dapat menimbulkan dengan siswa yang memiliki persepsi
perasaan relaks, menjadi lebih terkenal positif (Septia, 2014). Hasil penelitian
dan terlihat muda. Dengan diketahuinya Rahayuningsih tahun 2015 pada siswa
persepsi-persepsi tersebut, akan SMK X di Kota Semarang menunjukkan
diketahui faktor-faktor yang dapat bahwa persepsi berpengaruh terhadap
memengaruhi perilaku seseorang, perilaku merokok siswa. Semakin tinggi
termasuk perilaku masyarakat dalam perceived benefit maka semakin tinggi
upaya menginisiasi kawasan tanpa pula responden untuk tidak merokok
rokok. karena mengetahui manfaat dari tidak
Penelitian yang dilakukan oleh merokok (Rahayuningsih, 2015).
Khairi tentang persepsi jajaran pimpinan Berdasarkan survei pendahuluan
tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di yang telah dilakukan peneliti di Dinas
Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat Kesehatan Kota Tebing Tinggi, masih
Tahun 2014 menunjukkan bahwa ada pegawai yang merokok di tempat
informan setuju bila di Dinas Kesehatan yang dilarang merokok. Ini ditandai
Kabupaten Langkat dijadikan Kawasan dengan masih ada orang yang merokok,
Tanpa Rokok. Semua informan memiliki adanya puntung rokok di halaman Dinas
komitmen yang kuat untuk Kesehatan Kota Tebing Tinggi, serta
merealisasikan kawasan tanpa rokok masih terdapat asbak rokok, korek api
sebagai upaya peningkatan kesehatan dan pemantik di ruangan kerja dan di
dan menjadikan kebijakan kawasan sekitar aula rapat Dinas Kesehatan Kota
tanpa rokok yang terencana secara baik Tebing Tinggi. Selain itu masih
(Khairi, 2014). ditemukan penjualan rokok di kantin
Hasil penelitian Septia tentang Dinas Kesehatan Kota Tebing Tinggi
hubungan antara persepsi remaja dengan walaupun terdapat tanda larangan
perilaku merokok pada siswa SMA di merokok (Pemko Tebing Tinggi, 2013).
Bandar Lampung menunjukkan bahwa Hasil wawancara dengan 10 orang
ada hubungan yang bermakna antara pegawai Dinas Kesehatan Kota Tebing
persepsi dengan perilaku merokok. Tinggi,bahwa 8 orang masih merokok di
Siswa yang memiliki persepsi negatif Dinas Kesehatan Kota Tebing. Ketika
mempunyai peluang lebih besar untuk ditanyakan alasan mereka mengapa

72
masih merokok di kawasan KTR dengan statistik uji fisher exact test pada
sebanyak 4 orang mengatakan tidak bisa tingkat kepercayaan 95%.
konsentrasi dalam bekerja kalau tidak HASIL PENELITIAN
merokok, 2 orang mengatakan bahwa Analisis Univariat
KTR tidak perlu diterapkan dan 2 lagi Hasil penelitian menunjukkan
mengatakan bahwa merokok sudah jadi bahwa dari 45 responden, yang memiliki
kebiasaan dan sulit ditinggalkan. persepsi yang cukup sebanyak 27 orang
Berdasarkan latar belakang tersebut (60,0%), memiliki persepsi yang kurang
maka peneliti tertarik untuk melakukan sebanyak 10 orang (22,2%) dan
penelitian yang berjudul “Hubungan memiliki persepsi yang baik sebanyak 8
Persepsi tentang Kawasan Tanpa Rokok orang (17,8%). Selanjutnya dari 45
dengan Perilaku Merokok Pegawai di responden, yang merokok sebanyak 34
Dinas Kesehatan Kota Tebing Tinggi”. orang (75,6%) dan tidak merokok
METODE PENELITIAN sebanyak 11 orang (24,4%).
Jenis penelitian ini berupa Survei Hasil penelitian menunjukkan
explanatory research yang bersifat bahwa sebagian besar responden
analitik dengan pendekatan Cross memiliki persepsi yang cukup.
Sectional yaitu penelitian yang Berdasarkan kuesioner yang dijawab
dilakukan dengan cara pendekatan, oleh responden terlihat sebagian
observasi atau pengumpulan data responden sangat setuju bahwa setiap
sekaligus pada suatu saat (pada saat orang akan memperoleh dampak dari
bersamaan) (Hidayat, 2014). Populasi merokok, karena itu KTR adalah upaya
penelitian ini adalah seluruh pegawai perlindungan bagi yang tidak merokok.
laki-laki yang ada di Dinas Kesehatan sebagian besar tidak setuju bahwa
Kota Tebing Tinggi baik PNS maupun sebagai pegawai di Dinas Kesehatan,
honorer sebanyak 45 orang. Oleh karena wajib untuk menerapkan KTR. Mereka
populasi penelitian ini relatif kecil maka sangat setuju jika ada yang merokok di
semua populasi penelitian ini diambil area KTR maka wajib dikenakan denda
sebagai sampel yaitu sebanyak 45 orang. ataupun sanksi. Mereka juga sangat
Analisis data yang digunakan yaitu setuju bahwa kondisi kesehatan para
analisis univariat dan analisis bivariat perokok pasif akan menjadi buruk

Jurnal JUMANTIK Vol. 4 No. 1 Des 2018 – Mei 2019 73


karena banyak pegawai yang tidak patuh baik dan merokok sebanyak 2 responden
dengan penerapan KTR. (4,4%). Selanjutnya, responden yang
Tabel 1 Distribusi Persepsi tentang memiliki persepsi kurang dan tidak
KTR dan Perilaku Merokok
merokok sebanyak 3 responden (6,7%),
Pegawai di Dinas Kesehatan
Kota Tebing Tinggi Tahun responden yang memiliki persepsi cukup
2018
dan merokok sebanyak 24 responden
Variabel f Persentase
(%) (53,3%). Sementara itu, responden yang
Persepsi: memiliki persepsi kurang dan tidak
Baik 8 17,8
Cukup 27 60,0 merokok sebanyak 2 responden (4,4%),
Kurang 10 22,2
responden yang memiliki persepsi
Perilaku
Merokok: kurang dan tidak merokok sebanyak 2
Merokok 34 75,6 responden (4,4%) dan responden yang
Tidak Merokok 11 24,4
Jumlah 45 100,0 memiliki persepsi kurang dan merokok
sebanyak 8 responden (17,8%). Hasil uji
Analisis Bivariat statistik fisher exact test menunjukkan
Hasil analisis bivariat ada hubungan antara persepsi tentang
menunjukkan bahwa responden yang KTR dengan perilaku merokok pegawai
memiliki persepsi yang baik dan tidak di Dinas Kesehatan Kota Tebing Tinggi
merokok sebanyak 6 responden (13,3%), Tahun 2018.
responden yang memiliki persepsi yang

Tabel 2 Tabulasi Silang Antara Persepsi tentang KTR dengan Perilaku Merokok
Pegawai di Dinas Kesehatan Kota Tebing Tinggi Tahun 2018

Perilaku Merokok
Jumlah p
Persepsi Tidak Merokok Merokok
f % f % f %
Baik 6 13,3 2 4,4 8 17,8
Cukup 3 6,7 24 53,3 27 60,0 0,001
Kurang 2 4,4 8 17,8 10 22,2
Jumlah 11 24,4 34 75,6 45 100,0

PEMBAHASAN memiliki persepsi yang cukup.


Hasil penelitian menunjukkan Berdasarkan kuesioner yang dijawab
bahwa sebagian besar responden oleh responden terlihat sebagian

74
responden sangat setuju bahwa setiap tertulis beserta sanksi-sanksinya, diawali
orang akan memperoleh dampak dari dengan himbauan dan lebih bersifat pada
merokok, karena itu KTR adalah upaya penyadaran dengan menggunakan
perlindungan bagi yang tidak merokok. tahapan-tahapan promosi kesehatan
sebagian besar tidak setuju bahwa (Khairi, 2014).
sebagai pegawai di Dinas Kesehatan, Pernyataan tentang berbagai
wajib untuk menerapkan KTR. Mereka penyakit berbahaya akan muncul akibat
sangat setuju jika ada yang merokok di dari asap rokok, karena itu KTR
area KTR maka wajib dikenakan denda diharapkan dapat menyadarkan orang
ataupun sanksi. Mereka juga sangat yang merokok untuk tidak merokok,
setuju bahwa kondisi kesehatan para banyak dari responden yang menjawab
perokok pasif akan menjadi buruk sangat tidak setuju. Namun mereka
karena banyak pegawai yang tidak patuh sangat setuju bahwa rokok dapat
dengan penerapan KTR. mengakibatkan kematian, untuk itu
Hasil penelitian ini sejalan dengan sesama pegawai harus saling
Penelitian yang dilakukan oleh Khairi mengingatkan untuk tidak merokok di
tentang persepsi jajaran pimpinan area KTR. Pelanggaran terhadap
tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di kawasan KTR perlu benar-benar
Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat ditindaklanjuti, banyak dari responden
Tahun 2014, menunjukkan bahwa yang menjawab sangat setuju. Namun
informan setuju bila di Dinas Kesehatan mereka sangat tidak setuju bahwa semua
Kabupaten Langkat dijadikan Kawasan pegawai dinas kesehatan wajib
Tanpa Rokok. Semua informan memiliki mematuhi peraturan di area KTR.
komitmen yang kuat untuk KTR dapat mengubah perilaku
merealisasikan kawasan tanpa rokok masyarakat untuk hidup sehat,
sebagai upaya peningkatan kesehatan penerapan KTR akan meningkatkan
dan menjadikan kebijakan kawasan produktivitas kerja yang optimal dan
tanpa rokok yang terencana secara baik. dengan adanya KTR, angka kesakitan
Ada beberapa rancangan kebijakan yang bahkan kematian karena merokok dapat
dinyatakan oleh informan untuk diturunkan. Atas pernyataan tersebut di
kawasan tanpa rokok di Dinas Kesehatan atas, sebagian besar tidak
Kabupaten Langkat yaitu berupa aturan menyetujuinya. Namun mereka sangat

Jurnal JUMANTIK Vol. 4 No. 1 Des 2018 – Mei 2019 75


setuju bahwa area KTR akan terlihat pengalaman yang dihasilkan melalui
lebih bersih dan segar karena udara indra penglihatan, pendengaran,
bebas dari asap rokok. Selain itu KTR penciuman, dan sebagainya. Setiap
adalah solusi bagi seseorang untuk orang mempunyai persepsi yang
menghindar dari asap rokok. berbeda, meskipun obyeknya sama.
Banyak dari mereka yang Pengalaman pertama yang tidak
menjawab tidak setuju bahwa adanya menyenangkan akan sangat
KTR akan menghambat para perokok memengaruhi pembentukan persepsi
untuk merokok sembarangan. KTR seseorang. Tetapi karena stimulus yang
sangat baik diterapkan di Dinas dihadapi oleh manusia senantiasa
Kesehatan, apalagi banyak orang yang berubah, maka persepsi pun dapat
juga merokok. Mereka juga tidak setuju berubah-ubah sesuai dengan stimulus
bahwa ada banyak pegawai yang yang diterima (Notoatmodjo, 2012).
merokok, jadi dengan adanya KTR, para Beberapa karakteristik juga
pegawai akan akan menghindari diri dari memengaruhi persepsi seseorang yaitu
rokok. Para responden sangat setuju umur, pendidikan dan masa bekerja. Hal
bahwa KTR adalah salah satu cara untuk ini sesuai dengan teori bahwa faktor-
mengurangi dampak buruk dari rokok. faktor yang memengaruhi persepsi
Diberlakukannya KTR akan membuat seseorang menurut Kozier adalah
orang untuk berhenti merokok. Dan variabel demografis meliputi usia, jenis
KTR sudah diberlakukan di Dinas kelamin, ras dan suku bangsa, variabel
Kesehatan, maka wajib dipatuhi. sosio-psikologi yaitu faktor sosial dan
Persepsi adalah mengenal dan emosional. Tekanan sosial merupakan
memilih berbagai obyek sehubungan pengaruh dari teman kelompok dapat
dengan tindakan yang akan diambil. memengaruhi seseorang dalam
Persepsi adalah satu proses mempersepsikan mengenai suatu hal,
pengorganisasian dan penginterpretasian variabel struktural meliputi pengetahuan
terhadap stimulus yang diterima oleh dan cues of action, dapat berupa isyarat
organisme atau individu sehingga internal atau eksternal misalnya perasaan
menjadi sesuatu yang berarti dan lemah, gejala yang tidak menyenangkan
merupakan aktivitas yang terintegrasi atau anggapan seseorang terhadap
dalam diri individu. Persepsi adalah

76
kondisi orang terdekat yang menderita Sejalan dengan penelitian yang
suatu penyakit (Kozier, Erb, 2008). dilakukan oleh Virly tahun 2013 pada
Persepsi responden sudah cukup karyawan di industri pupuk Cikampek,
baik, namun adanya persepsi yang sudah menyatakan bahwa perilaku tentang
cukup baik ini, belum dapat merubah bahaya merokok yang paling banyak
perilaku merokok responden di Dinas adalah perilaku yang kurang baik. Hasil
Kesehatan Kota Tebing Tinggi. Hal ini penelitian ini juga sesuai dengan
dikarenakan para responden sudah penelitian yang dilakukan oleh Septia
menganggap bahwa merokok tahun 2014 bahwa perilaku siswa yang
merupakan kebutuhan dan kebiasaan merokok sebanyak 44 orang (47,3%)
bagi mereka, walaupun memiliki (Septia, 2014; Virly, 2013).
persepsi yang cukup baik, perilaku Perilaku merokok menurut
merokok mereka tidak dapat diubah Komasari dapat juga didefinisikan
menjadi tidak merokok. Seharusnya sebagai aktivitas subyek yang
persepsi yang dimiliki responden dapat berhubungan dengan perilaku
membawa dampak yang besar bagi merokoknya, yang diukur melalui
responden itu sendiri. intensitas merokok, waktu merokok, dan
Hasil penelitian juga menunjukkan fungsi merokok dalam kehidupan sehari-
bahwa sebagian besar responden adalah hari. Pendapat lain menurut Amstrong
perokok. Adapun alasan-alasan dalam Nasution menyatakan merokok
responden yang merokok adalah untuk adalah menghisap asap tembakau yang
menghindari stres, agar lebih segar dan dibakar ke dalam tubuh dan
tidak mengantuk, untuk meningkatkan menghembuskannya kembali keluar
konsentrasi bekerja. Para responden (Komasari, 2000; Nasution, 2008).
yang merokok biasanya merokok di Perilaku merokok menurut
rumah, tempat-tempat umum termasuk Nasution adalah suatu aktivitas atau
pula di area bebas rokok. Dalam hal ini tindakan mengisap gulungan tembakau
responden menyatakan ada yang yang tergulung kertas yang telah
menegur untuk tidak merokok namun terbakar dan menghembuskannya keluar
responden tidak membatasi rokok yang sehingga dapat menimbulkan asap yang
dihisap. dapat terhisap oleh orang-orang
disekitarnya serta dapat menimbulkan

Jurnal JUMANTIK Vol. 4 No. 1 Des 2018 – Mei 2019 77


dampak buruk baik bagi perokok itu Penelitian ini sesuai dengan
sendiri maupun orang-orang penelitian yang dilakukan oleh Febriani
disekitarnya (Nasution, 2008). tahun 2014, hasil uji statistik dengan
Berdasarkan hasil tabulasi silang menggunakan uji chi square
persepsi tentang KTR dengan perilaku menunjukkan ada hubungan yang
merokok pegawai didapatkan hasil bermakna antara persepsi tentang
bahwa ada hubungan persepsi tentang penerapan KTR dengan perilaku
KTR dengan perilaku merokok pegawai merokok p = 0,0440. Pengaruh persepsi
di Dinas Kesehatan Kota Tebing Tinggi, mahasiswa tehadap kawasan tanpa rokok
dengan nilai probabilitas sebesar 0,001. dan dukungan penerapan di Universitas
Dapat diasumsikan bahwa apabila Sumatera Utara menyatakan bahwa ada
persepsi responden tentang KTR baik, pengaruh signifikan antara pesepsi KTR
maka responden tidak akan merokok. terhadap dukungan penerapan KTR. Hal
Sebaliknya jika persepsi responden ini dimungkinkan karena masih terdapat
cukup atau kurang tentang KTR, maka beberapa faktor yang memengaruhi
responden akan merokok. persepsi, diantaranya demografi sosio
Sebagian besar persepsi responden psikolog, keseriusan dan kerentanan,
menunjukkan persepsi yang cukup, manfaat dan hambatan serta petunjuk
artinya responden belum sepenuhnya yang dapat mendukung perubahan
mengganggap bahwa pemberlakuan perilaku individu agar berhenti merokok
KTR di Dinas Kesehatan Kota (Febriani, 2014).
merupakan hal yang baik dan bermanfaat Hasil penelitian ini juga sesuai
bagi dirinya dan orang lain di sekitar. dengan penelitian Binita tahun 2016,
Hanya 17,8% saja responden yang hasil analisis menunjukkan ada
benar-benar menganggap baik hubungan antara persepsi dengan
penerapan KTR di Dinas Kesehatan perilaku merokok dengan nilai p = 0,032.
Kota Tebing Tinggi. Persepsi inilah yang Sebagian besar responden memiliki
pada akhirnya membentuk perilaku persepsi keseriusan yang sedang 77,6%.
merokok responden. Hal ini terbukti keseriusan bahwa tindakan berhenti
dengan ditemukannya sebanyak 75,6% merokok atau tidak merokok dapat
responden yang merokok di kawasan mengurangi risiko atau meminimalkan
Dinas Kesehatan Kota Tebing Tinggi. dampak buruk dari perilaku merokok.

78
Hal tersebut menunjukkan bahwa memandang apakah persepsi dan
semakin tinggi tingkat keseriusan dan kepercayaannya sesuai atau tidak sesuai
kerentanan yang dirasakan maka dengan realitas. Berdasarkan persepsi
semakin tinggi pula responden untuk dan kepercayaannya, maka seseorang
tidak merokok karena mengetahui akan mengambil tindakan atau perilaku
dampak penyakit akibat merokok yang berhubungan dengan
(Binita, 2016). kesehatannya. Variabel demografi sosio
Penelitian ini juga tidak jauh psikolog, persepsi kerentanan dan
berbeda dengan penelitian yang telah keseriusan, persepsi manfaat dan
dilakukan oleh Hidayati tahun 2012, persepsi hambatan ini dapat mendukung
hasil analisis menunjukkan ada perubahan perilaku individu agar
hubungan yang kuat antara persepsi berhenti merokok (Priyoto, 2014).
dengan perilaku merokok siswa, guru Proses pembentukan dan atau
dan karyawan dengan nilai p = 0,000. perubahan perilaku dipengaruhi oleh
Dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan beberapa faktor yang berasal dari dalam
persepsi merokok terhadap perilaku diri individu itu sendiri. Faktor-faktor itu
merokok pada siswa, guru dan antara lain: susunan saraf pusat, persepsi,
karyawan. Orang yang memiliki motivasi, emosi dan belajar. Susunan
persepsi positif terhadap merokok lebih saraf pusat memegang peranan penting
tidak berisiko berperilaku merokok dalam perilaku manusia karena perilaku
dibandingkan dengan orang yang merupakan sebuah bentuk perpindahan
memiliki persepsi negatif pada siswa dari rangsang yang masuk ke rangsang
guru dan karyawan di Lembaga yang dihasilkan. Perpindahan ini
Pendidikan Madrasah Mu’allimin dihasilkan oleh susunan saraf pusat
Yogyakarta (Hidayati, 2012). dengan unit-unit dasarnya yang disebut
Menurut teori Health Belief Model neuron. Neuron memindahkan energi-
(HBM) yang merupakan teori perubahan energi di dalam impuls-implus saraf.
perilaku kesehatan dan model psikologis Impuls-impuls saraf indra pendengaran,
yang digunakan untuk memprediksi penglihatan, pembauan, pengecapan dan
perilaku kesehatan terhadap sesuatu. perubahan disalurkan dari tempat
Perilaku dipengaruhi oleh persepsi dan terjadinya rangsangan melalui impuls-
kepercayaan individu itu sendiri tanpa impuls saraf ke susunan saraf pusat.

Jurnal JUMANTIK Vol. 4 No. 1 Des 2018 – Mei 2019 79


Perubahan perilaku dalam diri masyarakat. Dalam hal ini peranan
seseorang dapat diketahui melalui pimpinan sangat penting dalam
persepsi. Persepsi adalah pengalaman menjalankan konsep KTR ini
yang dihasilkan melalui indra sebagaimana mestinya. Penegakan
penglihatan, pendengaran, penciuman disiplin dan sanksi yang tegas perlu
dan sebagainya. Setiap orang dilaksanakan agar implementasi KTR
mempunyai persepsi yang berbeda, bisa lebih maksimal.
meskipun objeknya sama. Motivasi KESIMPULAN DAN SARAN
diartikan sebagai dorongan untuk Kesimpulan
bertindak mencapai suatu tujuan Berdasarkan hasil penelitian dapat
tertentu. Hasil dari dorongan dan disimpulkan bahwa: sebagian besar
gerakan inilah yang diwujudkan dalam persepsi pegawai Dinas Kesehatan Kota
bentuk perilaku (Notoatmodjo, 2012). Tebing Tinggi tentang KTR adalah
Menurut asumsi peneliti, untuk cukup (60%), sebagian besar pegawai
merubah perilaku responden, dalam hal Dinas Kesehatan Kota Tebing Tinggi
ini pegawai di Dinas Kesehatan Kota adalah merokok (75,6%). Ada hubungan
Tebing tinggi agar tidak lagi merokok di yang signifikan antara persepsi tentang
kawasan Dinas Kesehatan, maka KTR dengan perilaku merokok pegawai
diperlukan perubahan persepsi dari di Dinas Kesehatan Kota Tebing Tinggi,
pegawai tersebut. Harus benar-benar dengan nilai p sebesar 0,001.
ditanamkan konsep bahwa kawasan Saran
tanpa rokok dibuat di Dinas Kesehatan Disarankan kepada Kepala Dinas
Kota Tebing Tinggi bukan saja Kesehatan Tebing Tinggi agar
bermanfaat untuk pegawai itu sendiri, membentuk satuan petugas (satgas) dan
namun juga berdampak baik bagi orang pengelola khusus KTR untuk mengelola
lain dan lingkungan sekitar, apalagi dan menertibkan pegawai di Dinas
instansi kesehatan. Akan kelihatan tidak Kesehatan Kota Tebing Tinggi.
baik sekali apabila di suatu instansi Sebaiknya informasi yang diberikan
kesehatan ternyata ada pegawainya yang mengenai penerapan KTR di Dinas
merokok. Padahal tenaga kesehatan Kesehatan, selain lewat spanduk ataupun
merupakan role model yang seharusnya stiker larangan merokok, diberikan juga
menginspirasi dan memotivasi melalui media pengeras suara yang

80
tersedia didalam kantor sehingga dapat Jakarta.
Khairi, I. (2014). Persepsi Jajaran
meningkatkan kesadaran pegawai untuk
Pimpinan tentang Kawasan Tanpa
mengubah perilaku merokoknya. Rokok di Dinas Kesehatan
Kabupaten Langkat.
Kepada Pemerintah Kota Tebing
Komasari, D. (2000). Faktor-Faktor
Tinggi disarankan agar meninjau Penyebab Merokok pada Remaja.
Kozier, Erb, B. & S. (2008).
kembali Perwal yang ada dan
Fundamental of Nursing (VII).
menambahkan konten pengawasan dan New Jersey: Prentice Inc.
Medan, P. (2014). Peraturan Daerah
sanksi agar implementasi KTR di daerah
Kota Medan No. 3 tentang
Pemerintahan Kota Tebing Tinggi bisa Kawasan Tanpa Rokok.
Nasution, I. K. (2008). Perilaku merokok
lebih maksimal serta terwujudnya Kota
pada remaja. Perilaku Merokok
Tebing Tinggi yang besar dari asap Pada Remaja.
https://doi.org/10.22216/jen.v2i1.1
rokok.
372
DAFTAR PUSTAKA Notoatmodjo, S. (2012). Teori dan
Aritonang. (2007). Fenomena Wanita Aplikasi Promosi Kesehatan.
Merokok. Yogyakarta: Universitas (Rineka Cipta, Ed.) (Revisi).
Gadjah Mada Press. Jakarta.
Binita, A. M. (2016). Hubungan Persepsi Pemko Tebing Tinggi. (2013).
Merokok dengan Tipe Perilaku Peraturan Walikota Tebing Tinggi
Merokok pada Siswa SMK “X” di Nomor 3 tentang Kawasan Tanpa
Kota Semarang. Rokok pada Perkantoran, Fasilitas
Febriani, T. (2014). Pengaruh Persepsi Pelayanan Kesehatan dan Tempat
Mahasiswa Terhadap Kawasan Proses Belajar Mengajar di
Tanpa Rokok (KTR) dan Dukungan Lingkungan Pemerintah Kota
penerapannya di Universitas Tebing Tinggi.
Sumatera Utara. Priyoto. (2014). Teori dan Sikap
Hidayat, A. (2014). Metode Penelitian Perilaku dalam Kesehatan. (N.
Kesehatan dan Teknik Analisa Medika, Ed.). Yogyakarta.
Data. (Salemba Medika, Ed.). Rahayuningsih, F. (2015). Hubungan
Jakarta. Antara Persepsi Perilaku Merokok
Hidayati, T. (2012). Persepsi dan dengan Perilaku Merokok Siswa
Perilaku Merokok Siswa , Guru dan SMK X di Kota Semarang.
Karyawan Madrasah Mu â€TM Riskesdas. (2013). Perilaku Merokok
allimin Muhammadiyah Masyarakat Indonesia.
Yogyakarta dan Faktor-faktor yang Septia, K. (2014). Persepsi Remaja
Berpengaruh. dengan Perilaku Merokok pada
Kementerian Kesehatan RI, D. (2015). Siswa SMA di Bandar Lampung.
Pedoman Teknis Penegakan Virly, M. (2013). Hubungan Persepsi
Hukum KTR. Jakarta. tentang Bahaya Merokok dengan
Kementerian Kesehatan RI, D. (2016). Perilaku Merokok pada Karyawan
Petunjuk Teknis Upaya Berhenti di PT Sintas Kurama Perdana
Merokok pada Fasilitas Pelayanan Kawasan Industri Pupuk Kujang
Kesehatan Primer (Edisi II). Cikampek.

Jurnal JUMANTIK Vol. 4 No. 1 Des 2018 – Mei 2019 81

You might also like