Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 7

Yuniarti et al. / J. Agron.

Indonesia 46(2):215-221
ISSN 2085-2916 e-ISSN 2337-3652 J. Agron. Indonesia, Agustus 2018, 46(2):215-221
Tersedia daring http://jai.ipb.ac.id DOI: https://dx.doi.org/10.24831/jai.v46i2.16126

Perbandingan Arachis pintoi dengan Jenis Tanaman Penutup Tanah Lain


sebagai Biomulsa di Pertanaman Kelapa Sawit Belum Menghasilkan

Comparing Arachis pintoi versus Other Cover Crops as Biomulch in Immature Oil Palm Plantations

Yuniarti1,2, M. Achmad Chozin3*, Dwi Guntoro3, dan Kukuh Murtilaksono4

Program Studi Agronomi dan Hortikultura, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor
1

2
Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian dan Peternakan, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau
3
Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
(Bogor Agricultural University), Jl. Meranti, Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680, Indonesia
4
Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
(Bogor Agricultural University), Jl. Meranti, Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680, Indonesia

Diterima 4 Mei 2017/Disetujui 3 Januari 2018

ABSTRACT

Cover crops have the same role as biomulches to maintain soil moisture and reduce the evaporation of soil water. The
objective of research was to compare Arachis pintoi versus other cover crops as biomulch in immature oil palm plantations.
The study was conducted in the Field of Education and Research Palm IPB-Cargill, Jonggol, Bogor starting in December
2014 until May 2015. The experiment was designed according to a randomized block design with four replications. The
treatments were cover crop species (biomulch) i.e. no biomulch/natural vegetation, Arachis pintoi Karp. & Greg., Centrosema
pubescens Benth., Calopogonium mucunoides L. and Pueraria javanica Benth. Planting materials used were cutings of A.
pintoi and seed of C. pubescens, C. mucunoides and P. javanica. The planting material were planted in plots 9 m x 3 m and
plot for biomass 1 m x 1 m. The results showed that the A. pintoi was not significantly different from other biomulches for
ground covering and capability to hold water. Soil water content in the treatment of A. pintoi biomulch was not different from
other biomulch treatments.

Keywords: biomass production, cover ground, soil depth, soil water content

ABSTRAK

Tanaman penutup tanah berperan sama dengan biomulsa untuk menjaga kelembaban tanah serta mengurangi
penguapan air tanah. Tujuan penelitian adalah membandingkan Arachis pintoi dengan jenis tanaman penutup tanah lain
sebagai biomulsa di pertanaman kelapa sawit belum menghasilkan. Penelitian dilakukan di Kebun Pendidikan dan Penelitian
Kelapa Sawit IPB-Cargill Jonggol, mulai bulan Desember 2014 sampai dengan Mei 2015. Percobaan menggunakan
rancangan acak kelompok dengan empat ulangan. Perlakuan berupa jenis biomulsa, yaitu tanpa biomulsa/vegetasi alami,
Arachis pintoi Karp. & Greg., Centrosema pubescens Benth., Calopogonium mucunoides L. dan Pueraria javanica Benth..
Bahan tanam yang digunakan adalah stek A. pintoi, benih C. pubescens, benih C. mucunoides dan benih P. javanica. Bahan
tanam tersebut ditanam pada plot 9 m x 3 m dan plot pengukuran biomassa 1 m x 1 m. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
A. pintoi sebagai biomulsa tidak berbeda dengan perlakuan biomulsa lainnya dalam hal penutupan tanah dan kemampuan
menahan air tanah. Kadar air tanah pada perlakuan biomulsa A. pintoi tidak berbeda dengan perlakuan biomulsa lainnya.

Kata kunci: kadar air tanah, kedalaman tanah, penutupan tanah, produksi biomassa

PENDAHULUAN untuk pertumbuhan tanaman, akibatnya ketersediaan air


untuk tanaman menjadi terganggu (Farni et al., 2012).
Perkebunan kelapa sawit banyak mendominasi lahan- Perkembangan luas areal perkebunan kelapa sawit
lahan dengan kondisi tanah marjinal. Tanah marginal berdampak nyata terhadap lingkungan, diantaranya semakin
memiliki karakteristik fisika dan kimia yang tingkat berkurangnya ketersediaan air. Tanaman kelapa sawit
kesuburan tanahnya rendah dan kurang menguntungkan secara ekologis merupakan tanaman yang membutuhkan
banyak air dalam proses pertumbuhannya, yaitu sekitar
4.10-4.65 mm per hari (Widodo dan Dasanto, 2010). Akan
* Penulis untuk korespondensi. e-mail: ma_chozin@yahoo.com tetapi kebutuhan air tanaman ini masih lebih sedikit jika

Agustus 2018 215


Yuniarti et al. / J. Agron. Indonesia 46(2):215-221

dibandingkan dengan kebutuhan air pada tanaman kelapa BAHAN DAN METODE
dan tanaman hutan (Pasaribu et al., 2012).
Salah satu faktor yang menentukan produktivitas lahan Penelitian dilaksanakan di Kebun Pendidikan dan
kering adalah ketersediaan air tanah yang sangat tergantung Penelitian Kelapa Sawit IPB-Cargill Jonggol (06o 28.289’
pada curah hujan sebagai sumber air utama (Wahyunie LS 107o 01.329’ BT) dengan elevasi 108 m di atas
et al., 2012a). Ketersediaan air dalam tanah sangat permukaan laut, merupakan lahan marginal bertekstur tanah
mempengaruhi pertumbuhan tanaman secara langsung. liat dan kandungan C-organik sedang. Nilai kadar air pada
Ketersediaan air tanah tersebut dapat berubah sesuai dengan kapasitas lapang dan titik layu permanen masing-masing
faktor yang mempengaruhinya. Kadar air tersedia dalam adalah 31.81% volume dan 22.99% volume. Nilai tersebut
tanah akan berbeda karena sifat tanah yang berkembang diperoleh berdasarkan hasil laboratorium dengan cara
pada masing-masing lokasi juga berbeda (Nita et al., 2014). penetapan kurva pF 2.54 {[(bobot basah tanah pada pF 2.54
Dengan demikian, dibutuhkan upaya untuk mengimbangi - bobot kering tanah) / bobot kering tanah] x 100% x bobot
ketersediaan air tanah pada perkebunan kelapa sawit di isi tanah} dan penetapan kurva pF 4.2 {[(bobot basah tanah
lahan kering. pada pF 4.2 - bobot kering tanah) / bobot kering tanah] x
Menurut Arsyad (2012) salah satu cara paling efektif 100% x bobot isi tanah (1.19 g cm-3)}. Penelitian dilakukan
untuk memelihara permukaan tanah agar mudah menyerap satu kali, pada saat tanaman kelapa sawit TBM II. Analisis
dan menahan air melalui penutupan tanah dengan mulsa. tanah awal dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu
Hasil penelitian Wakhid et al. (2012) menunjukkan bahwa Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB,
pemberian mulsa serasah (bagian tanaman yang telah mati) Bogor. Penelitian dimulai bulan Desember 2014 sampai
tanaman dapat menjaga kadar air tanah dari proses penguapan dengan Mei 2015.
sehingga kebutuhan tanaman akan kadar air tanah terutama Bahan penelitian yang digunakan antara lain bibit
pada musim kering dapat terjamin. Pemberian mulsa dari stek batang Arachis pintoi, benih Calopogonium
serasah juga dapat menghambat pertumbuhan gulma yang mucunoides, Centrosema pubescens dan Pueraria javanica,
mengganggu tanaman sehingga konsumsi air berkurang. pupuk NPK, pupuk kandang, Rootone-F, dan Rhizobium.
Penggunaan mulsa pada tanaman semusim dapat digantikan Peralatan yang digunakan antara lain neraca analitik, oven,
dengan tanaman penutup tanah pada perkebunan dengan kuadran, peralatan pengukur kadar air (bor tanah kecil,
tujuan yang sama. aluminium foil), dan alat penunjang lainnya.
Tanaman penutup tanah mempunyai peran yang Penelitian dilakukan menggunakan rancangan acak
sama dengan mulsa, selain untuk menurunkan suhu tanah, kelompok (RAK) dengan 4 ulangan. Perlakuan terdiri atas
mengurangi penguapan dari tanah, tanaman penutup tanah tanpa biomulsa/vegetasi alami (M0), biomulsa Arachis
juga dapat mempertahankan kelembaban tanah pada pintoi (M1), Centrosema pubescens (M2), Calopogonium
musim kering (Asbur dan Ariyanti, 2017), memperbaiki mucunoides (M3), dan Pueraria javanica (M4).
cadangan air tanah, mengurangi tingkat perkolasi dan run- Stek bagian tengah A. pintoi yang dipotong berukuran
off (Ariyanti et al., 2016a). Tanaman penutup tanah secara empat ruas diberi perlakuan Rootone F dengan konsentrasi
efektif juga dapat meminimalkan erosi dan mengurangi 600 ppm (600 mg L-1 air) sebelum dibibitkan selama satu
kehilangan C organik, N, P, dan K (Asbur et al., 2016), serta bulan. Perlakuan benih berupa perendaman benih dalam air
dapat menekan perkembangan gulma pada lahan budidaya hangat selama 2 jam pada suhu 75 oC dilakukan pada benih
(Sumiahadi, 2014). biomulsa lain, kemudian diinokulasikan dengan rhizobium
Tanaman yang biasa digunakan sebagai biomulsa dengan dosis 10 g kg-1.
adalah jenis tanaman legum atau kacang-kacangan. Lahan dibersihkan dari gulma dan dibentuk plot di
Penelitian tentang potensi tanaman legum sebagai biomulsa dalam gawangan kelapa sawit. Terdapat dua jenis plot
telah banyak dilakukan, akan tetapi belum ada yang pada gawangan terpisah; untuk pengamatan non destruktif,
melaporkan penggunaan tanaman Arachis pintoi sebagai plot dibentuk dengan ukuran 9 m x 3 m, sebanyak 5 plot
biomulsa di pertanaman kelapa sawit serta perannya dalam per kelompok dengan total keseluruhan 20 plot. Kelompok
mempertahankan kadar air tanah di pertanaman kelapa merupakan gawangan kelapa sawit. Jarak antar plot dalam
sawit. A. pintoi merupakan tanaman hias yang diintroduksi kelompok adalah 1 m dan jarak antar kelompok adalah
menjadi biomulsa sehingga masih mempunyai kekurangan barisan tanaman kelapa sawit.
dalam hal kecepatan pertumbuhannya pada saat awal Plot untuk pengamatan destruktif biomassa berbagai
pertumbuhan (Sumiahadi et al., 2016). Hasil penelitian jenis biomulsa dibentuk dengan ukuran 1 m x 1 m dengan
Chozin et al. (2014) menunjukkan bahwa perlakuan 3 ulangan untuk masing-masing perlakuan dan 4 kali
biomulsa A. pintoi 70 dan 49 hari sebelum tanam mampu pengamatan destruktif. Jarak antar ulangan 0.5 m dan
meningkatkan komponen pertumbuhan dan produksi jarak antar perlakuan 0.5 m. Lahan diberi pupuk kandang
buah tomat. Sumiahadi (2014) juga menyatakan bahwa dengan dosis 5 ton ha-1. Pemupukan NPK dilakukan pada
penggunaan biomulsa A. pintoi dapat menekan laju erosi saat tanaman berumur 6 MST dengan dosis 100 kg ha-1.
hingga lebih dari 70% dibandingkan dengan perlakuan Pemeliharaan tanaman dilakukan sesuai kebutuhan.
tanpa mulsa dengan penyiangan pada pertanaman jagung. Persentase penutupan tanah dihitung dengan
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan A. pintoi menggunakan kuadran 0.5 m x 0.5 m di grid yang dilempar
dengan jenis tanaman penutup tanah lain sebagai biomulsa secara acak sebanyak dua kali pada setiap plot. Pengamatan
di pertanaman kelapa sawit belum menghasilkan. produksi biomassa dilakukan dengan menimbang bobot

216 Agustus 2018


Yuniarti et al. / J. Agron. Indonesia 46(2):215-221

kering tanaman pada plot dengan luasan satu meter persegi pengamatan (Gambar 1). Kadar air tanah selama periode
yang dilakukan setiap bulan selama 4 bulan dengan pertumbuhan tanaman berfluktuasi dengan pola yang sama
menimbang semua bagian tanaman (akar dan tajuk) setelah pada kedua kedalaman setiap perlakuan. Nilai kadar air tanah
tanaman dioven selama 2 hari dengan suhu 80 oC. pada perlakuan tanpa biomulsa atau vegetasi alami (M0)
Pengamatan perubahan air tanah mingguan (3 hari cenderung lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan
dalam seminggu) dilakukan dengan pengukuran kadar menggunakan biomulsa. Hal ini sejalan dengan penelitian
air tanah menggunakan metode gravimetrik. Metode Hamdani (2009) pada tanaman kentang; Asbur dan Ariyanti
gravimetrik merupakan persentase dari perbandingan (2017) pada tanaman kelapa sawit yang menyatakan bahwa
selisih antara bobot basah dan kering tanah dengan bobot tanaman penutup tanah atau mulsa dapat mempertahankan
kering tanah. Pengambilan sampel tanah menggunakan bor kelembaban tanah. Wahyunie et al. (2012b) menambahkan
tanah berukuran kecil dengan diameter 2 cm dan panjang bahwa tanaman penutup tanah juga dapat mengurangi
50 cm yang dibenamkan ke tanah pada kedalaman 0-10 cm laju evaporasi dan meningkatkan laju infiltrasi minimum/
dan 10-20 cm. Pengambilan sampel tanah dilakukan pada kapasitas infiltrasi. Lebih lanjut, Santosa et al. (2018)
2 titik dalam unit percobaan dengan 2 ulangan, terdapat menyatakan bahwa penggunaan mulsa dapat mengurangi
192 titik pengambilan sampel tanah pada keseluruhan konsumsi air virtual abu-abu pada kebun sawit.
petak percobaan. Sampel tanah yang diambil kemudian Kadar air tanah menurun drastis pada 12-14 MST
dioven pada suhu 105 oC selama 24 jam untuk mendapatkan mengikuti pola penurunan curah hujan. Akan tetapi pada
nilai kadar air tanah. Air yang hilang karena pemanasan saat curah hujan meningkat pada 14-15 MST, kadar air
merupakan air yang terdapat dalam tanah basah. Data curah tanah juga mengalami peningkatan drastis melebihi nilai
hujan harian diperoleh dari Kebun Pendidikan dan Penelitian kadar air tanah sebelumnya (Gambar 1). Hal ini dapat terjadi
Kelapa Sawit IPB-Cargill Jonggol. Pengamatan curah hujan karena kemampuan tanah menahan air dengan adanya
dilakukan dengan menggunakan alat pengukur curah hujan biomulsa, sehingga dengan penambahan curah hujan pada
Ombrometer Observatorium (OBS). minggu berikutnya terjadi peningkatan akumulasi kadar air
tanah. Pada 15-16 MST kadar air tanah menurun pada saat
HASIL DAN PEMBAHASAN curah hujan meningkat, kondisi ini dapat disebabkan oleh
kebutuhan biomulsa dan tanaman kelapa sawit terhadap
Hubungan Kadar Air Tanah dengan Berbagai Jenis air untuk pertumbuhannya. Kadar air tanah mengalami
Biomulsa dan Curah Hujan penurunan seiring dengan jumlah curah hujan yang
berkurang atau menurun. Hal ini sesuai dengan penelitian
Hasil sidik ragam menunjukkan terdapat keragaman Syahadat et al. (2011) yang menyatakan bahwa kadar
kadar air tanah yang nyata pada 11 MST dan 20 MST (Tabel air tanah tidak hanya dipengaruhi oleh curah hujan dan
1). Pada 11 MST biomulsa A. pintoi dapat menahan kadar pertumbuhan biomulsa, akan tetapi juga dipengaruhi faktor
air tanah lebih tinggi berbeda nyata terhadap biomulsa C. lain seperti sifat fisik tanah.
pubescens dan C. mucunoides dengan kondisi curah hujan Fluktuasi nilai kadar air tanah tidak hanya ditentukan
lebih rendah daripada minggu sebelumnya. Perlakuan tanpa oleh curah hujan, tetapi juga dipengaruhi oleh proses
biomulsa/vegetasi alami mempunyai kadar air tanah paling evapotranspirasi dan penyerapan air di dalam tanah, namun
rendah berbeda nyata terhadap semua jenis biomulsa pada curah hujan yang mengalami penurunan dari minggu
20 MST. Ini menunjukkan bahwa pada saat tidak terjadi sebelumnya dengan nilai kadar air tanah yang meningkat
hujan, perlakuan dengan biomulsa lebih mampu menahan dapat terjadi karena tanah mempunyai kemampuan yang
ketersediaan air tanah dibandingkan perlakuan tanpa baik dalam menyimpan air. Dengan demikian, masih terdapat
biomulsa atau vegetasi alami. simpanan air di dalam tanah akibat curah hujan yang lebih
Pola perubahan kadar air tanah pada berbagai jenis tinggi pada minggu sebelumnya. Curah hujan yang jatuh
tanaman penutup tanah sangat fluktuatif dan mengikuti di lokasi penelitian tidak dapat diresapkan seluruhnya ke
pola curah hujan meskipun tidak terjadi pada keseluruhan dalam tanah. Sebagian dari curah hujan tersebut mengalir

Tabel 1. Rata-rata kadar air tanah pada berbagai jenis biomulsa pada 5, 11, dan 20 MST
Kadar air tanah (%)
Jenis biomulsa
5 MST 11 MST 20 MST
Tanpa biomulsa/vegetasi alami 26.61 31.15ab 23.43c
Arachis pintoi 28.88 35.38a 27.59b
Centrosema pubescens 29.20 28.16b 34.15a
Calopogonium mucunoides 28.26 27.95b 33.98a
Pueraria javanica 28.44 29.94ab 29.65b
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata uji lanjut DMRT pada taraf
nyata 5%. MST = Minggu Setelah Tanam

Agustus 2018 217


Yuniarti et al. / J. Agron. Indonesia 46(2):215-221
A B
A B
B A 80 35
A 35 B B 80 35
35
A A B 35 B 30 80
A 30 35 30 8

tanah (mm)
35 35 35
80 30 80 80 60

Curah hujan (mm per hari)


35 35 30 80 8035 25

Curah hujan (mm per hari)


80

Kadar air tanah (mm)


Kadar air tanah (mm)
35 35 80 30 80 60 25

Kadar air tanah (mm)


80 25

Kadar air tanah (mm)


30 30 30 60 25

Curah hujan (mm per hari)


30 30 20

Curah hujan (mm per hari)


hari)
25

Curah hujan (mm per hari)


hari)
30

(mm)
6

Kadar air tanah (mm)


30 30 60

hari)
40

Kadar air tanah (mm)


20 60

(mm)
25 60

hari)
Kadar air tanah (mm)
(mm)

20 6025

Curah hujan (mm per hari)


25 60 25

Curah hujan (mm per hari)


25 25 20 60 15 20 60

(mm)
(mm)

perper
40

tanahair
perper
Kadar air tanah (mm)
25 60 25 60
20 25 15 20 40 15

tanah

Kadar airKadar
20 20
tanah

(mm
20 20 15

(mm
15 40 10 4
20

tanah
20 40
tanah

(mm
20 40 40

(mm
20 40
10 15 10
15 15 40 15 15 20 40

hujan
15 10 5 10

airair
hujan
40
airair

40 15 20

hujan
15

hujan
15 5 5

Kadar
10 10
Kadar

10 10 5 20 10 10
20 0 5 20 02

Kadar
2010 20

Curah
Kadar

Curah
10 10 020 5 6 7 8 9 10 11 0 12 13 14 020 15 16 17 18 19 20

Curah
5 5

Curah
5 5 20 5 20
5
0 5 6 7 5 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 Waktu 20 0 pengamatan0(MST)5 6 7 8 9 10
0 5 5 6 7 85 9 10 11 0 12 13 14 015 16 17 18 19 20 5 6 7 8 9 10 10
0 0 0 0 0 Waktu 0 pengamatan (MST) 0 0 Waktu
0 5 6 7 85 96 10 7 118 5129 613
10 714
11 812 916
1310
141115 12
16 13
17 20 pengamatan (MST)5 Curah
141801519162017 180 19Waktu 613 Hujan
714 815 (mm
916 per11hari)
10 12 13 141801519KAT
162017pada
18 M0
19Waktu
20 p
0 15 17 018 19 20 5 6 7 85 6
9 7
10 8
11 9
12 10 11
0 M012 13 14
17 15
18 16
19 17
20
Curah Hujan (mm per hari) KAT pada
6 7 8 9 10 11 125 136 147 158 169Waktu 17101811 1912Waktu
2013 14
pengamatan
15 16 17 pengamatan
pengamatan
18 19 20 (MST)
(MST)Waktu(MST) 5 6 7 8 Curah 9 10Hujan
11 12 5 136per
(mm 147hari)
158 169Waktu
17101811 12
19 2013
KAT
KAT 14M0
pada
pada
Waktu
pengamatan
15 16 17 pengamatan
M1 Waktu
pengamatan
(MST)
18 19 20 (MST)
(MST) KAT pada M2
Waktu pengamatan (MST) Waktu pengamatan
Curah (MST)
Hujan (mm per hari) KAT
KAT pada
pada M1
M0 Waktu pengamatan
KAT (MST)
pada M2
Curah
Curah HujanCurah hujan
(mm Hujan
per (mm per
(mm
hari) perhari)
hari)KAT pada M0KAT pada M0KAT Waktu
KAT pada
padapengamatan
M1
M1 (MST) KAT
KAT
KAT pada
pada
pada M3
M2M3 KAT pada M4
urah Hujan (mm per hari) Curah Hujan (mmpada
KAT
KAT per M0
pada hari)
M0 KAT pada M1
KAT pada M0 KATpada
KAT padaM2
M3
M2 KAT
KAT pada
padaM4M4
KAT pada M1KAT pada M1 KAT pada M2KAT pada M2KAT pada M3 KAT pada M4
AT pada M1 Gambar 1.KAT pada M1
Hubungan KATkadar
pada M2 air
KAT tanah
pada M3
KAT pada M2
dengan curah hujan. A)
KAT Kedalaman
pada M4 tanah 0-10 cm dan B) Kedalaman tanah 10-20 cm
KAT pada M3KAT pada M3 KAT pada M4KAT pada M4
AT pada M3 Keterangan: Tanpa
KAT pada biolmulsa/vegetasi
M3
KAT pada M4 alamiKAT
(M0),
padaArachis
M4 pintoi (M1), Censtrosema pubescens (M2), Calopogonium mucunoides (M3)
dan Pueraria javanica (M4)

di permukaan tanah dalam bentuk runoff (Wirasembada pada kedalaman 0-10 cm dan 27.66% pada kedalaman
et al., 2014). Perubahan penggunaan lahan juga sangat 10-20 cm. Nilai kadar air tanah tersebut menunjukkan
mempengaruhi sifat-sifat fisik tanah sehingga berpengaruh bahwa pemberian biomulsa atau tanaman penutup tanah
pula pada pergerakan air dalam tanah (Rosyidah dan memberikan pengaruh terhadap ketersediaan air tanah pada
Wirosoedarmo, 2013). pertanaman kelapa sawit. Hasil ini sesuai dengan penelitian
Nilai kadar air tanah pada perlakuan biomulsa Wahyuni et al. (2012a) yang menunjukkan bahwa nilai kadar
menunjukkan selang nilai yang kecil antar biomulsa (Tabel air tanah pada lapisan bawah lebih tinggi dibandingkan
2). Nilai kadar air tanah berkisar antara 12.54-38.04% dengan lapisan atasnya.
pada kedalaman tanah 0-10 cm dan 12.73-39.32% pada Selang nilai kadar air tanah pada perlakuan biomulsa
kedalaman tanah 10-20 cm. Nilai kadar air tanah lebih lebih besar dibandingkan tanpa biomulsa dapat disebabkan
tinggi dibandingkan kapasitas lapang pada analisis awal oleh pertumbuhan serta penutupan tanah oleh berbagai
menunjukkan terdapatnya curah hujan yang tinggi pada biomulsa. Pada kedalaman 10-20 cm tanah lebih mampu
saat pengukuran kadar air tanah. Penggunaan biomulsa memegang air dibandingkan dengan kedalaman 0-10 cm.
C. pubescens dapat menahan kadar air lebih tinggi Kondisi ini menunjukkan bahwa air bergerak menuju
dibandingkan dengan perlakuan lain dengan nilai rata-rata lapisan yang lebih dalam pada saat setelah hujan, tetapi
kadar air tanah 27.85% (0-10 cm) dan 27.97% (10-20 cm), akan bergerak ke atas sebagai akibat tarikan akar saat tidak
meskipun tidak berbeda jauh dengan perlakuan biomulsa terjadi hujan. Faktor lain yang diduga berpengaruh adalah
A. pintoi dan C. mucunoides (Tabel 2). Biomulsa A. pintoi air pada lapisan atas (0-10 cm) lebih cepat mengalami
dapat mempertahankan kadar air tanah hingga 27.39% evapotranspirasi sehingga kadar air tanahnya lebih rendah

Tabel 2. Selang nilai kadar air tanah dengan perlakuan berbagai jenis biomulsa pada dua kedalaman tanah pada 5-20 MST*

Kedalaman Kadar air tanah (%)


Jenis biomulsa Rata-rata
tanah Minimum Maksimum ∆
Tanpa biomulsa/vegetasi alami 0-10 cm 13.60 31.29 17.69 24.82
10-20 cm 12.73 32.60 19.87 25.11
Arachis pintoi 0-10 cm 13.24 36.69 23.45 27.39
10-20 cm 13.90 37.24 23.34 27.66
Centrosema pubescens 0-10 cm 14.69 37.40 22.71 27.85
10-20 cm 13.15 39.32 26.17 27.97
Calopogonium mucunoides 0-10 cm 13.24 38.04 24.80 27.63
10-20 cm 13.74 37.28 23.54 27.57
Pueraria javanica 0-10 cm 12.54 36.50 23.96 27.04
10-20 cm 13.29 34.78 21.49 26.81
Keterangan: *) Nilai rata-rata diperoleh tanpa analisis statistik

218 Agustus 2018


Yuniarti et al. / J. Agron. Indonesia 46(2):215-221

daripada lapisan di bawahnya. Tingginya kehilangan air tanaman penutup tanah sangat beragam (Tabel 3). Produksi
di lapisan atas dapat juga disebabkan oleh jumlah akar di biomassa diukur dalam bentuk bobot kering. Setiap jenis
lapisan atas lebih banyak daripada lapisan bawah sehingga biomulsa menunjukkan perbedaan produksi biomassa per
air yang diserap oleh tanaman juga lebih banyak. Penelitian satuan waktu dan per satuan luasan. Bobot kering biomulsa
Ariyanti et al. (2016b) menyebutkan bahwa penanaman N. A. pintoi mencapai 1.7 ton ha-1 yang tercapai pada 20 MST,
biserrata sebagai tanaman penutup tanah pada tanaman sedangkan biomulsa C. pubescens mencapai 1.3 ton ha-1
kelapa sawit dapat meningkatkan kadar air tanah rata-rata dan P. javanica sebesar 2.4 ton ha1 yang tercapai pada 16
harian. Heryani et al. (2013) pada tanaman cabai rawit MST. Bobot kering tertinggi terdapat pada biomulsa C.
menyatakan bahwa air tersedia pada perlakuan mulsa jerami mucunoides mencapai 5.4 ton ha-1 yang tercapai pada saat
lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa mulsa (kontrol). 16 MST. Hasil ini seiring dengan persentase penutupan
tanah oleh biomulsa. Semakin tinggi penutupan tanah
Kecepatan Penutupan Tanah Berbagai Jenis Biomulsa maka semakin banyak produksi biomassa yang dihasilkan.
terhadap Kadar Air Tanah Penutupan tanah dipengaruhi oleh pertumbuhan biomulsa.
Secara keseluruhan produksi biomassa menurun pada 20
Berdasarkan Gambar 2, dapat dilihat bahwa persentase MST kecuali biomulsa A. pintoi. Hal ini disebabkan oleh
penutupan tanah oleh biomulsa A. pintoi cenderung lebih pertumbuhan daun tanaman yang tua mulai layu dan gugur
tinggi dibandingkan dengan biomulsa lainnya hingga 9 setelah 16 MST. Balittan (2004) menyebutkan bahwa C.
MST. Biomulsa C. mucunoides mencapai penutupan tanah pubescens, C. mucuniodes, dan P. javanica merupakan
100% pada 14 MST. Dalam penelitian ini tanaman A. pintoi tipe tanaman semusim sedangkan A. pintoi merupakan
mampu menutupi hingga 97.88% pada 14 MST. Kecepatan jenis tanaman tahunan. A. pintoi sebagai legume tahunan
penutupan tanah dipengaruhi oleh panjang tanaman, jumlah menunjukkan pertumbuhan yang lambat dan toleran
cabang atau sulur, dan jumlah daun. Penutupan tanah oleh kekeringan, meskipun berkembang baik pada tanah lembab
biomulsa dapat mempertahankan kadar air tanah. Semakin yang didukung oleh curah hujan (Santos et al., 2013).
cepat penutupan tanah oleh biomulsa, semakin tinggi kadar
air yang dapat ditahan oleh biomulsa tersebut. Meskipun Hubungan Biomassa Berbagai Jenis Biomulsa dengan
hal ini tidak terjadi pada semua pengamatan. Carvalho Kadar Air Tanah
dan Quesenberry (2012) menyatakan bahwa tanaman
A. pintoi membutuhkan waktu yang cukup lama untuk Produksi biomassa mengalami peningkatan pada
tumbuh optimal dan menutupi lahan. Penelitian Sumiahadi setiap pengamatan seiring dengan fluktuasi kadar air tanah
(2014) menunjukkan bahwa tanaman A. pintoi hanya dapat pada pertanaman kelapa sawit belum menghasilkan. Hal
menutupi sekitar 58% luasan lahan 0.25 m2 dalam waktu ini dapat terlihat pada 8, 12, dan 20 MST. Pada 16 MST
12 MST. Febrianto dan Chozin (2014) menemukan bahwa produksi biomassa tidak berpengaruh terhadap kadar air
penutupan tanah oleh biomulsa A. pintoi mencapai 99.61% tanah, produksi biomassa meningkat pada saat kadar air
dengan jarak tanam 20 cm x 5 cm pada 90 MST. tanah menurun dari minggu sebelumnya (Gambar 3). Hal
ini berkaitan juga dengan kondisi curah hujan yang rendah
Produksi Biomassa berbagai Jenis Biomulsa pada 16 MST. Kadar air tanah yang ada dipakai untuk
evapotranspirasi pada biomulsa, sehingga pada saat curah
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa produksi hujan rendah kadar air tanah akan berkurang. Gambar 3
biomassa antar jenis biomulsa yang digunakan sebagai memperlihatkan bahwa nilai kadar air tanah berfluktuasi
B
B
A B
B
A A B
A
A A
A B B
A 120A
A 35 40
B 120B
B 35
35 80
35
35 40
80
80
120
120 35 40
40 120
120 120 80 35 40
40
120 120 35 40 40 120 30 80 40 40 hari)
100 30 100 30 30
30
perhari)
hari)

100 30 100 30
(%)

(%)

(mm)

hari)

100 100 100 100 60


(%)

(%)

30
tanah(mm)
(%)

(%)

100 30 100 30 60
(mm)
hari)
(%)

(%)

25
(%)

(%)
(mm)

30 60 30
(%)

(%)
(mm)
(%)

(%)

25 25
(mm)
Penutupan tanah (%)

Penutupan tanah (%)

30 30
(%)

(%)

25 60
Kadar air tanah (%)

Kadar air tanah (%)


(mm)

25
(mmper

80 30 80 30
(mm)

30 30
tanah

tanah

25 60
per

80 80 25
tanah

tanah
tanah

tanah

80 80
per

25
tanah

tanah
tanah

tanah

80 80 80 80 20
tanah

tanah
per
tanah

tanah

airtanah

20
tanah

hujan(mm
tanah

tanah

20
tanah

20
(mm

tanah

60 20 60 20 20
tanah

20 40
(mm

tanah

60 20 60 20 20 40
tanah
Penutupan

Penutupan

20
(mm

60 20 60 40 20
air

air

60 20 60 15 20
Penutupan

Penutupan

60 20 60 40 20
air

air

15
Penutupan

Penutupan

Curahhujan

15
air

air

40
Kadarair
Penutupan

Penutupan

15
air
hujan
air

air

15
air

40 15 40
air
hujan
Kadar

Kadar
air

40 15 40 15
Kadar

Kadar
air

40 40
hujan
air

10
Kadar
Kadar

Kadar

40 10 40 10
Kadar

40 40
Kadar

Kadar
Kadar

10 10 10 20
Kadar

10 10
Kadar

10 10 20
Curah

10
Kadar

20 10 10 20 20 10
Kadar

10 10
Curah

20 10 20 20 10
Curah

20
20 20
20 5 20
Curah

20 55 20 5 55
00 5 00 00 5 00
00 00 00 0 00 00
550 66 77 88 99 10 10 11
11 12
12 13
13 14
00
14 0 550 66 0 77 88 99 10 10 11
0
11 12
12 13
13 0 14
14 0
55 665 776 887 998 10 109 1111 12
12 13
13 14
14 55 13 6614 77556 1666881777 9988 9910
10910 11
10 11 0 12
11
11 12
12
12 13 14
13
13 13
14 015
14
14
15 16
16 17
17 18
18 1919 20
20
10 11 12 0
13 5 146 7 8 9 10 11 12 5 15 7 18 8 19 20 0
10 11 12 0 135 14
Waktu
Waktu pengamatan
pengamatan
WaktuWaktu
pengamatan
(MST)
(MST)
(MST)(MST)
5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15Waktu
5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15Waktu
16 17pengamatan
Waktu
Waktu
18 19Waktu
pengamatan
pengamatan
16 17Waktu 18 19
20 (MST)
(MST)
pengamatan
(MST)
20 (MST) (MST) 5 6 7 8 9 10 11
6 7 8 9 10 11 12
12 13
1
Waktu pengamatan (MST)
pengamatan Waktu pengamatan (MST) pengamatanWaktu
pengamatan pengamatan
(MST) (MST)5 6 7 8 9Waktu 10 11 12 1
pengama
Aracis pintoi (M1) Waktu pengamatan (MST) Waktu pengam
Aracis pintoi (M1) Waktu pengamatan (MST)Curah Hujan (mm per hari)
Aracis
Aracis pintoi
pintoi
Persentase
Aracis (M1)
(M1)
penutupan Aracis pintoi (M1) Curah Hujan (mm per hari)
pintoi (M1) Curah
KAT
Aracis
KAT Hujan
pada
pintoiM0(mm per hari)
(M1)
KAT
KAT pada M0 Waktu pengama
pada M0
Centrosema pubescens (M2) Curah Hujan (mm per hari) KAT pada
Aracis
Aracis
M0
pintoi
pada
pintoiM0(M1)
(M1)
Centrosemapenutupan
pubescensCentrosema
(M2) Curah Hujan (mm per hari) KAT
Aracis
KAT pada
KAT pada
pintoi
pada
AracisM0
M1
M1 (M1)
pintoi (M1) KAT
Centrosema
Persentase
Centrosema pubescens
pubescens (M2)
(M2) (M2) pubescens KAT(M2) M1 KAT
Centrosemapada M1
pubescens (M2) KAT pada
pada M2
M2
Centrosema
Calopogonium
pubescens
mucunoides (M3) KAT pada
pada M1 KAT
KAT pada
Centrosema
CentrosemapadaM2 pubescens
M2
M2
pubescens (M2)
(M2) (M2)
Calopogonium
Persentase mucunoides
penutupan (M3)
Calopogonium KAT pada
mucunoides (M3) M1 KAT
Centrosema
KAT pada
pada M2
M3pubescens
Centrosema (M2)
pubescens KAT pada M4
Calopogonium mucunoides (M3) KAT
KAT pada
pada
Calopogonium M3
M3 KAT pada M4
Calopogonium mucunoides
Calopogonium (M3) (M3) KAT
mucunoides KAT pada
pada M3
M3 KAT
KAT pada pada M4
Calopogonium
Calopogonium M4 mucunoides
mucunoides
mucunoides
(M3)
(M3)
(M3) (M3)
Pueraria
Pueraria javanica
Persentase
javanica (M4)
penutupan
(M4) Pueraria javanica (M4) KAT pada M3 Calopogonium
KAT
KAT padapada M4mucunoides
M4
Calopogonium (M3)
mucunoides
Pueraria
Pueraria javanica
javanica
Pueraria (M4) (M4)
(M4)
javanica Pueraria javanica (M4)
Pueraria
Pueraria javanica
javanica (M4)
(M4)
Gambar 2. Perbandingan
M0 persentase penutupan tanah berbagai jenis biomulsa dengan kadar Pueraria javanica
airPueraria
tanah pada(M4)dua(M4)
javanica kedalaman. A) Kedalaman
M0
M0 M0 M0
M0
tanah 0-10 cm dan B) Kedalaman tanah 10-20 cm M0
M0
M1 M0 M0
M1
M1 M1 M1
M1 M1
M1 M1
M2 M1
M2
M2 M2 M2
M2
Agustus 2018 M2 M2 M2
M2 219
M3
M3 M3
M3
M3 M3 M3
M3
M3 M3
M4
M4 M4
M4 M4
M4 M4
M4 M4
M4
Yuniarti et al. / J. Agron. Indonesia 46(2):215-221

Tabel 3. Rata-rata produksi biomassa berbagai jenis biomulsa pada gawangan kelapa sawit
Bobot kering (g m-2)
Jenis biomulsa
8 MST 12 MST 16 MST 20 MST
Arachis pintoi 53.74b 66.34c 127.01b 170.18b
Centrosema pubescens 78.86b 89.59c 133.64b 79.61b
Calopogonium mucunoides 149.20a 401.94a 540.71a 272.28a
Pueraria javanica 51.37b 204.87b 240.25b 151.09b
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata uji lanjut DMRT pada taraf
nyata 5%. MST = Minggu Setelah Tanam

setiap minggu. Pada kedalaman yang sama untuk masing- hanya dipengaruhi oleh produksi biomassa atau bobot
masing perlakuan memiliki nilai kadar air tanah yang kering tanaman, tetapi juga dipengaruhi oleh curah hujan
berbeda-beda. dan kondisi tanah. Kehilangan air pada tanaman melalui
Pada 20 MST produksi biomassa biomulsa A. pintoi proses evapotranspirasi dan penyerapan air oleh akar di
meningkat, tetapi tidak berpengaruh terhadap kadar air dalam tanah mengakibatkan nilai kadar air tanah menjadi
tanah. Menurut Winarbawa (2000) kadar air tanah tidak berkurang dari minggu sebelumnya.
A B
B
A A B
A
A A
A B
B
AA
A 120 B 120
B B 35
35
80
80 35
35
120 35
35 40
40 120 35 40
40 80
80
120
600120 35 40
4040 120
600 120 40 40
40 80
30

hari)
30 30

perhari)
100 30 100 30

hari)
100 30 100 30
(%)

(%)

(mm)

hari)
100 100 60
(%)

(%)
30
tanah(mm)
(%)

(%)

100 30 100 30 60

(mm)
hari)
(%)

(%)
25
(%)

(%)
(mm)

30 60 30
(%)

(%)
(mm)
(%)

(%)

25 25
Bobot kering (g m-2)

Bobot kering (g m-2)


(mm)

30 30
(%)

(%)
60
Kadar air tanah (%)

Kadar air tanah (%)


25

(mm)
25 30 30

(mmper
80 3030 80
(mm)
tanah

tanah

25 60

per
80 80 25
tanah

tanah
tanah

tanah

80 80

per
25
tanah

tanah
tanah

tanah

400 80 20 400 80
tanah

tanah
per
tanah

tanah

airtanah
20

tanah

hujan(mm
tanah

tanah
20
tanah

20

(mm

tanah
60 20 60 20 20
tanah

20 40

(mm

tanah
60 20 60 20 20 40
tanah
Penutupan

Penutupan

20

(mm
60 20 40 60 20
air

air
60 2020 15 60 20 20
Penutupan

Penutupan

40
air

air
15
Penutupan

Penutupan

Curahhujan
15
air

air
40
Kadarair
Penutupan

Penutupan

15

air
hujan
air

air
15
air

40 15 40

air
hujan
Kadar

Kadar
air

40 15 40 15
Kadar

Kadar
air
40 40

hujan
air

10
Kadar
Kadar

Kadar
200 40 10 200 40 10

Kadar
Kadar

Kadar
Kadar

10 10 10 20

Kadar
10 10
Kadar

10 10 20

Curah
10

Kadar
20 1010 20 20 10 10 10
Kadar

10

Curah
20 10 2020

Curah
20
20 55 20 20
20

Curah
55 55
00 00
5 00 5 00
0 0 0 0 00 00
550 0
66 77 88 99 10 10 11
11 12
12 13
13 0014
00
14 55 66 0 77 88 99 10 10 0 0
11
0
110 12
12
12 13
13 0 14
14 0
55
5 66 787 88 99 10
12
10 1111 12
16
12 13
13 14
20 14
5 0 6 7 8 9 10 11 512 7755 166688177712
55 13 6614 815 9988 199910
18
10 10
20
11
11
11
101611
0 12 13
12
12 14
14 0015
13
13
1320 14 16
14
15 16 17
17 18
18 19
19 20
20
55 66 77 88 99 10
Waktu
Waktu pengamatan
pengamatan (MST)
(MST) 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15Waktu 16 17pengamatan
Waktu 18 19 20 (MST)
pengamatan
18 19Waktu (MST)
pengamatan 10 11
11 1
Waktu pengamatan
Waktu pengamatan (MST)
(MST) 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15Waktu
Waktu
Waktu pengamatan
16 17pengamatan pengamatan (MST)
(MST)
20 (MST)
Waktu (MST)5 6 7 8 9Waktu 10 11
Waktu pengamatan (MST)
Aracis pintoi (M1) Waktu pengamatan
pengamatan(MST)Waktu
(MST) pengamatan (MST) Waktu pen
pen
Aracis
Aracis pintoi
pintoi (M1)
(M1) Aracis pintoi (M1) Waktu pengamatan (MST)Curah Hujan (mm per hari) KAT pada M0 Waktu pen
Aracis
Produksipintoi (M1)
biomasa Curah Hujan (mm per hari) Curah
KAT
Aracis
KAT Hujan
pada
pintoi
pada M0
M0 (mm
(M1) per hari) KAT pada M0
Centrosema pubescens (M2) Curah Hujan (mm per hari) Aracis
KAT
Aracis pintoi
pada
pintoi M0 (M1)
(M1)
Centrosema pubescens (M2) Curah Hujan (mm per hari) KAT
Aracis
KAT
KAT pada
pintoi
pada
pada M0
M1
M1 (M1) KAT
Aracis pintoibiomasa
Centrosema
Produksi
Centrosema (M1)
pubescens
pubescens (M2) pubescens (M2)
Centrosema
(M2) KAT pada M1
AracisKAT pintoi
Centrosema
KAT pada
pada
(M1)
M1
M2pubescens (M2) KAT pada
pada M2
M2
KAT pada M1 Centrosema
KAT
Centrosemapada pubescens
M2
M2
pubescens (M2)
(M2)
Calopogonium
Calopogonium
Produksi mucunoides
mucunoides
biomasa (M3)
(M3)
Calopogonium KAT
mucunoides (M3) pada M1 KAT
Centrosema
KAT pada
pada M2
M3pubescens (M2) KAT pada M4
Centrosema
Calopogonium pubescens (M2)
mucunoides (M3) Centrosema
KAT
KAT pubescens
pada
pada
Calopogonium M3
M3 (M2) KAT pada M4
Calopogonium mucunoides (M3) KAT
KAT pada
pada M3
M3 KAT
KAT pada pada M4
Calopogonium
Calopogonium M4 mucunoides
mucunoides (M3)
mucunoides (M3)
(M3)
Pueraria
Produksi
Calopogonium javanica
biomasa
Pueraria javanica
javanica (M4)
Pueraria
(M4) (M3)
mucunoides javanica (M4) KAT pada M3 Calopogonium
KAT
KAT
Calopogonium
pada
pada M4
M4 mucunoides
mucunoides (M3)(M3)
Pueraria
Pueraria (M4)
javanica (M4) Pueraria javanica (M4)
Pueraria
Pueraria javanica
javanica (M4)
(M4)
Gambar 3. Perbandingan rata-rata
M0
Pueraria
M0 produksi
javanica (M4) biomasa berbagai jenis biomulsa dengan kadar air tanah
Pueraria
Pueraria pada dua(M4)
javanica
javanica kedalaman.
(M4) A) Kedalaman
M0 M0
tanah 0-10 cmM0 dan B) Kedalaman tanah 10-20 cm M0
M0
M0
M0M1M1
M1 M0 M1
M1 M1
M1
M1
M1M2M2
M2 M1 M2
M2 M2
M2
KESIMPULAN Ariyanti, M., S. Yahya, M2
M2 M3
M3 M2 M3 K. Murtilaksono, Suwarto, H.H.
M3
M3 M3
M3
M3M4
Siregar. 2016a. M3 M4
Water
M3 balance in oil palm plantation
M4
M4 M4
A. pintoi sebagaiM4 biomulsa mempunyai kemampuan with ridge terrace M4and Nephrolepis biserrata as cover
M4
penutupan tanah dan M4
menahan air tanah yang tidak berbeda crop. J. Trop.M4
Crop Sci. 3:35-41.
dengan C. pubescens, C. mucunoides dan P. javanica. Kadar
air tanah pada kedalaman tanah yang berbeda dipengaruhi Ariyanti, M., S. Yahya, K. Murtilaksono, Suwarto, H.H.
oleh ketersediaan air dalam tanah dan vegetasi penutup Siregar. 2016b. Pengaruh tanaman penutup tanah
tanah. A. pintoi dapat mempertahankan kadar air tanah Nephrolepis biserrata dan teras gulud terhadap aliran
hingga 27.39% pada kedalaman 0-10 cm dan 27.66% permukaan dan pertumbuhan kelapa sawit (Elaeis
pada kedalaman 10-20 cm, meskipun masih lebih rendah guineensis Jacq.). J. Kultivasi 15:121-127.
dibandingkan C. pubescens.
Asbur, Y., S. Yahya, K. Murtilaksono, Sudradjat, E.S.
DAFTAR PUSTAKA Sutarta. 2016. The rules of Asystasia gangetica (L.)
T. Anderson and ridge terrace in reducing soil erosion
Arsyad, S. 2012. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press, and nutrient losses in oil palm plantation in South
Bogor. Lampung, Indonesia. J. Trop. Crop Sci. 3:49-55.

220 Agustus 2018


Yuniarti et al. / J. Agron. Indonesia 46(2):215-221

Asbur, Y., M. Ariyanti. 2017. Peran konservasi tanah herbaceous legumes in weed management in coffee
terhadap cadangan karbon tanah, bahan organik dan plantation on the cerrado. J. Agric. Sci. Tech. 3:420-
pertumbuhan kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.). 428.
J. Kultivasi 16:402-411.
Santosa, E., I.M. Stefano, A.G. Tarigan, A. Wachjar, S.
[Balittan] Balai Penelitian Tanah. 2004. Kacang hias Zaman, H. Agusta. 2018. Tree-based water footprint
(Arachis pintoi) pada usaha tani lahan kering. Pusat assessment on established oil palm plantation in
Litbang Tanah dan Agroklimat, Bogor. North Sumatera. J. Agron. Indonesia 46:111-118.

Carvalho, M.A., K.H. Quesenberry. 2012. Agronomic Sumiahadi, A. 2014. Keefektifan biomulsa Arachis
evaluation of Arachis pintoi (Karp. and Greg.) pintoi Karp. & Greg. untuk konservasi tanah dan
germplasm in Florida. Arch. Zootec. 61:19-29. pengendalian gulma pada pertanaman jagung di
lahan kering. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut
Chozin, M.A., J.G. Kartika, R. Baharudin. 2014. Penggunaan Pertanian Bogor. Bogor.
kacang hias (Arachis pintoi) sebagai biomulsa pada
budidaya tanaman tomat (Lycopersicon esculentum Sumiahadi, A., M.A. Chozin, D. Guntoro. 2016. Evaluasi
M.). J. Hort. Indonesia 4:168-174. pertumbuhan dan perkembangan Arachis pintoi
sebagai biomulsa pada budidaya tanaman di lahan
Farni, Y., A.R. Arsyad, H. Junedi. 2012. Pemupukan kering tropis. J. Agron. Indonesia 44:98-103.
kelapa sawit berdasarkan potensi produksi untuk
meningkatkan hasil tandan buah segar (TBS) pada Syahadat, P., S.D. Tarigan, K. Murtilaksono. 2011.
lahan marginal Kumpeh. J. Penelitian Univ. Jambi Karakteristik hantaran hidrolik jenuh tanah pada
14:29-36. perkebunan kelapa sawit, PTPN VII Lampung
Selatan. J. Tanah. Lingk. 13:58-62.
Febrianto, Y., M.A. Chozin. 2014. Pengaruh jarak tanam
dan jenis stek terhadap kecepatan penutupan Wahyunie, E.D., D.P.T. Baskoro, M. Sofyan. 2012a.
Arachis pintoi Krap. & Greg. sebagai biomulsa pada Kemampuan retensi air dan ketahanan penetrasi
pertanaman tomat (Licopersicon esculentum M.). tanah pada sistem olah tanah intensif dan olah tanah
Bul. Agrohorti. 2:37-41. konservasi. J. Tanah. Lingk. 14:73-78.

Hamdani, J.S. 2009. Pengaruh jenis mulsa terhadap Wahyunie, E.D., N. Sinukaban, B.S.D. Damanik. 2012b.
pertumbuhan dan hasil tiga kultivar kentang (Solanum Perbaikan kualitas sifat fisik tanah menggunakan
tuberosum L.) yang ditanam di dataran medium. J. mulsa jerami padi dan pengaruhnya terhadap produksi
Agron. Indonesia 37:14-20. kacang tanah. J. Tanah Lingk. 14:7-13.

Heryani, N., B. Kartiwa, Y. Sugiarto, T. Handayani. 2013. Wakhid, R., S. Widodo, M. Pudjojono. 2012. Pengaruh
Pemberian mulsa dalam budidaya cabai rawit di pemberian naungan dan mulsa terhadap kadar air
lahan kering: dampaknya terhadap hasil tanaman dan tanah dalam produksi tanaman bawang merah pada
aliran permukaan. J. Agron. Indonesia 41:147-153. musim penghujan. Agrotek. 6:51-58.

Nita, I., E. Listyarini, Z. Kusuma. 2014. Kajian lengas Widodo, I.T., B.D. Dasanto. 2010. Estimasi nilai lingkungan
tersedia pada toposekuen lereng utara Gunung Kawi perkebunan kelapa sawit ditinjau dari neraca air
Kabupaten Malang Jawa Timur. J. Tanah Sumberdaya tanaman kelapa sawit (studi kasus: perkebunan
Lahan 1:49-57. kelapa sawit di Kecamatan Dayun, Kabupaten Siak,
Propinsi Riau). J. Agromet. 24:23-32.
Pasaribu, H., A. Mulyadi, S. Tarumun. 2012. Neraca air di
perkebunan kelapa sawit di PPKS sub unit Kalianta Winarbawa, S. 2000. Pengaruh kadar air tanah terhadap
Kabun Riau. J. Ilmu Lingkungan 6:99-113. pertumbuhan dan produksi dua tipe Kapolaga
Sabrang. Bul. Agron. 28:1-8.
Rosyidah, E., R. Wirosoedarmo. 2013. Pengaruh sifat
fisik tanah pada konduktivitas hidrolik jenuh di 5 Wirasembada, Y.C., B.I. Setiawan, S.K. Saptomo. 2014.
penggunaan lahan (studi kasus di Kelurahan Sumber Pengembangan konsep zero runoff system (ZROS)
Sari Malang). Agritech. 33(3):340-345. untuk optimalisasi kadar air tanah pada lahan
perkebunan non irigasi. J. Keteknikan Pertanian
Santos, J.C.F., A.J. Cunha, F.A. Ferreira, R.H.S. Santos, N.S. 2:125-132.
Sakiyama, P.C. Lima. 2013. Cultivation of perennial

Agustus 2018 221

You might also like