Professional Documents
Culture Documents
Suluk Dan Perubahan Perilaku Sosial Salik (Telaah Teori Konstruksi Sosial Peter L Berger Dan Thomas Luckman)
Suluk Dan Perubahan Perilaku Sosial Salik (Telaah Teori Konstruksi Sosial Peter L Berger Dan Thomas Luckman)
Correspondence: achy45e@yahoo.com
*****
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/abrahamic | 99
Abrahamic Religions: Jurnal Studi Agama-Agama
Vol. 1, No. 1 Maret (2021)
ABSTRAK
Perubahan sosial setelah mengikuti suluk merupakan hasil yang harus dicapai oleh para
salik. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan sikap yang lebih baik dalam
kehidupan sehari-hari setelah mengikuti suluk. Artikel ini juga bertujuan untuk
mengetahui bagaimana internalisasi nilai suluk pada para salik di dalam kehidupan dan
perubahan sosial dalam masyarakat, dan dalam hal ini ditinjau dari salah satu teori yang
dicetus oleh Peter Berger. dengan mengacu pada tiga aspek yaitu eksternalisasi,
objektifikasi dan internalisasi. Artikel Ini adalah sebuah kajian dengann menggunakan
pendekatan kualitatif dan deskriptif, dimana yang menjadi informan diperoleh dengan
metode Purposive sampling. Untuk menganalisis tulisan ini, penulis tentunya masih
menggunakan sebuah teori konstruksi sosial di mana perubahan dalam masyarakat itu
tidak terjadi dengan sendirinya namun ada pola pola tertentu yamg mendorong dan
mempengaruhinya. Berdasarkan hasil dari yang pernah penulis lakukan baik itu berupa
assesment awal dan juga wawancara kepada beberapa salik yakni untuk mencapai
internalisasi nilai-nilai suluk pada para salik yang pernah mengikuti suluk baik itu di dayah
Lueng Ie maupun dayah Tgk, Zulfan, harus memiliki tahapan eksternalisasi objektivasi
baru kemudian pada tahap internalisasi. Pada salik yang telah mengikuti suluk tidak
semuanya mampu menyerap akan nilai-nilai yang diterapkan pada kegiatan ibadah suluk
secara signifikan, ini disebakan adanya pengaruh pola interaksi dan proses pembauran
dengan lingkungan luar yang masih terjadi, sehingga nilai nilai itu belum teraplikasi secara
komprehensif baik berupa perubahan sikap dan perilaku dalam kehidupa sosial, dan ini
tentu saja tidak mudah seperti membalikkan telapak tangan. Para salik harus berjuang
sekuat tenaga agar nilai nilai dalam ibadah suluk yang sangat tinggi mampu diaplikasikan
dalam kehidupan secara perlahan.lahan dengan harapan menjadi teladan bagi dirinya dan
lingkungannya.
Kata Kunci: Suluk. Social change, Teory Peter L. Berger dan Thomas Luckman
*****
A. Pendahuluan
Membicarakan tentang tuhan merupakan hal yang sangat sakral dan dapat
Menguras pemikiran umat manusia mulai dari zaman dulu kala. Manusia terbiasa
senantiasa menanyakan siapa di balik yang mengatur alam semesta ini. Dalam perjalanan
ruhani, seseorang hamba berhak untuk menjadi pribadi yang lebik baik, lebih taat dan
lebih mendekatkan diri kepada Rabbnya, dalam hal ini suluk merupakan suatu metode
pembinaan spritual untuk pencapaian ke arah itu, di mana para pengikutnya
mempraktikkan latihan-latihan rohani (riyadhah ruhaniah) secara istiqamah untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT. Suluk juga merupakan sebuah kegiatan berdiam
diri di rumah suluk dengan khusyuk yang dilakukan secara berkelompok dan dipimpin
oleh seorang syeikh (mursyid) dengan tujuan untuk membersihkan hati, memperbaiki
akhlak, mendekatkan diri kepada Allah dan mencari ridha illlahi. Dalam mengamalkan
suluk terdapat larangan memakan sesuatu yang bernyawa, seperti daging, ikan dan
dilarang berbicara berlebihan serta mengurangi tidur.
Semua itu dilakukan supaya mudah terkontrol nafsu, sehingga hati hanya tertuju
pada Allah semata.(wawancara dengan mursyid/guru suluk). Di samping itu, Suluk juga
100 | Asmanidar : Suluk Dan Perubahan Perilaku Sosial Salik (Telaah Teori Konstruksi Sosial Peter L Berger Dan Thomas Luckman)
merupakan perjalanan dijalan spiritual atau praktik-praktik menuju sang pencipta
(Nashiruddin, N. 2018) Menurut Syahrizal, Suluk merupakan suatu kegiatan yang
bertujuan mendekatkan diri kepada Allah S.W.T. suluk sendiri ialah kegiatan, sementara
tempat atau wadah untuk belajar agar dapat bersuluk biasa disebut dengan tarekat
(Syafrizal & Yoyon Suryono. 2018).
Pelaksanaan suluk, para salik (orang yang melakukan suluk) melaksanakan
amalan suluk sesuai dengan mazhab thariqat yang dianutnya, mereka dipimpin oleh
seorang mursyid atau khalifah. Seorang salik harus mempersiapkan fisik dan mental
dengan cara memperkuat keinginannya untuk meninggalkan atau melupakan segala
kegiatan dunia selama menjalankan aktifitas suluk serta mengingat kematian dengan niat
ikhlas melaksanakan suluk karena Allah S.W.T.
Suluk ini merupakan metode perjalanan melalui berbagai keadaan dan
kedudukan, di bawah bimbingan seorang guru spiritual (Munawir, A. (1997). Adapun
tujuan dari suluk itu sendiri salah satunya yakni untuk mewujudkan diri sebagai sosok
‘abdun (hamba) sebagai manifestasi dari makhluk Allah dan khalifah di muka bumi,
dapat mengaplikasikan nilai-nilai suluk dalam aktivitas kehidupan sehari-hari dalam
masyarakat untuk ber-akhlakul karimah, baik secara vertikal maupun horizontal sebagai
manifestasi bentuk esensi dari ibadah suluk itu sendiri (Simuh,1996).
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa suluk adalah
memperbaiki diri dan menjernihkan pengetahuan. Suluk merupakan metode pembinaan
spritual untuk para pengikutnya, perjalanan rohani seorang hamba dengan dipraktekkan
dalam latihan-latihan ruhani (riyadhah ruhaniah) secara istiqamah untuk mendekatkan
diri kepada Allah SWT. (Nurcholis, 1995).
Orang yang sudah mengikuti suluk akan lebih besar kemungkinan membentengi
dirinya dari kemaksiatan dan perbuatan dosa, sehingga output yang dihasilkan bagi orang
yang telah mengikuti suluk yaitu terciptanya hubungan sosial yang baik antar sesama,
kemudian dari segi internal yaitu hati lebih terarah untuk selalu mengingat sang pencipta,
memiliki jiwa yang tentram, serta fikiran menjadi lebih tenang. Muhammad Yusuf (2018),
dari hasil penelitiannya mengatakan bahwa orang yang sudah mengikuti suluk ia akan
mengalami perubahan perilaku yang lebih baik dalam hal seperti : 1) Gaya hidup yang
lebih baik yaitu meninggalkan perbuatan maksiat seperti narkoba, zina, berjudi, minum-
minuman keras dan bentuk perilaku menyimpang lainnya. 2). Suka menolong. 3).
Peningkatan silaturahmi. 4). Menjauhi perbuatan yang tidak baik.
Secara sosiologis suluk memberikan pengaruh positif terhadap kehidupan sosial,
di ataranya dengan memunculkan perilaku dan sikap yang baik, mentaati norma-norma
yang ada dan menjalin hubungan yang harmonis antar sesama. (jurnal dakwah dan
komunikasi).
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/abrahamic | 101
Abrahamic Religions: Jurnal Studi Agama-Agama
Vol. 1, No. 1 Maret (2021)
Berger dan Luckman merupakan teori sosiologi kontemporer yang berpijak pada
sosiologi pengetahuan. Di dalamnya terkandung pemahaman bahwa sebuah kenyataan itu
dibangun secara sosial. Realitas adalah kontruksi sosial merupakan asumsi dasar teori
kontruksi sosial yang dikemukakan oleh Berger dan Luckman. (Manuaba:2000)
Berger dan Luckman mulai menjelaskan realitas sosial dengan memisahkan
pemahaman, kenyataan dan pengetahuan. Realitas sebagai suatu kualitas yang terdapat di
dalam realitas-realitas yang diakui memiliki keberadaan yang tidak tergantung pada
kehendak kita sendiri. Sedangkan pengetahuan didefinisikan sebagai kepastian bahwa
realitas-realitas itu nyata dan memiliki karakteristik yang spesifik. Berger dan Luckman
mengatakan bahwa terjadi dialektika antara individu menciptakan masyarakat dan
masyarakat menciptakan individu. Proses dialektikan ini terjadi melalui eksternalisasi,
objektivitasi dan internalisasi (Bungin, 2008).
Eksternalisasi adalah penyesuaian diri dengan dunia sosio-kultural sebagai produk
manusia. Objektivasi adalah setiap pemenuhan kebutuhan manusia dalam berbagai
bidang kehidupan memerlukan alat dan bahan kehidupannya sehingga akan menciptakan
signifikasi tanda-tanda yang dibentuk oleh manusia sehingga disepakati oleh kelompok
masyarakat dan dianggap mapan. Internalisasi adalah di mana objektif reality ditarik ke
dalam diri individu atau yang disebut realita subjektif melalui proses internalisasi atau
sosialiasi primer dan sekunder individu menjadi anggota masyarakat.
Gambar 2.1. Tiga Tahap Dialektika Manusia dan Masyarakat
Obyektivitasi
Eksternalisasi Internalisasi
Skema di atas menjelaskan bahwa ada tiga tahap dialektika manusia dan
masyarakat. Pertama yakni Eksternalisasi, yaitu pencurahan kedirian manusia secara terus
menerus ke dalam dunia, baik dalam aktivitas fisik maupun mental. Sebagai makhluk
sosial, manusia tidak akan tetap tinggal didalam dirinya sendiri tetapi harus selalu
mengepresikan diri dalam aktivitasnya di tengah masyarakat. Aktivitas inilah yang disebut
eksternalisasi.
Kedua, obyektivasi. Bisa terjadi ketika produk dari aktivitas tersebut telah
membentuk suatu fakta yang bersifat eksternal dan lain pada produser itu sendiri.
Meskipun kebudayaan berasal dan berakar dari kesadaran subjektif manusia, tetapi
eksistensinya berada diluar subjektifitas individual. Dengan kata lain, kebudayaan itu
mempunyai sifat realitas obyektif dan berlaku baginya kategori-kategori obyektif.
Ketiga, internalisasi; yaitu penyerapan kembali realitas tersebut oleh manusia dan
mentransformasikannya sekali lagi dari struktur dunia obyektif ke dalam struktur
kesadaran subjektif. Melalui eksternalisasi, masyarakat merupakan produk manusia.
melalui obyektivasi, manusia menjadi realistis dan unik. Dan dengan internalisasi, maka
manusia merupakan produk masyarakat. Individu mempelajari makna yang telah di
objektivikasikan sehingga terbentuk olehnya, mengidentifikasikan dirinya dengannya;
makna tersebut masuk ke dalam dirinya dan menjadi miliknya. Individu tidak hanya
102 | Asmanidar : Suluk Dan Perubahan Perilaku Sosial Salik (Telaah Teori Konstruksi Sosial Peter L Berger Dan Thomas Luckman)
memiliki makna tersebut tetapi juga mewakili dan menyatakannya. Singkatnya, melalui
internalisasi fakta objektif dari dunia sosial menjadi fakta subyektif dari individu. Pada
tahap ini, menurut Berger, manusia adalah produk dari masyarakat.
Dalam teori kontruksi sosial terdapat tiga proses dealektis yang dijelaskan oleh
Luckman dan Peter L. Berger, ketiga proses dealetkis itu meliputi eksternalisasi,
objektivasi, dan internalisasi. Proses dealetkis tersebut tentunya berjalan sebagaimana
masyarakat terus bergerak. Proses ini merupakan proses yang di dalamnya melibatkan
masyarakat sebagai subjek. Masyarakat sebagai sebuah realitas subjektif merupakan
sebuah institusional yang di dalamnya terdapat nilai-nilai budaya yang telah tertanam, baik
itu pengetahuan, kepercayaan, dan cara bertindak (tindakan), ketiga nilai-nilai ini sangat
berpengaruh dalam proses dealektis masyarakat.
Pada proses eksternalisasi di mana masyarakat dipengaruhi oleh pengetahuan-
pengetahuan yang di dalamnya terkandung nilai-nilai lokal yang telah mengakar dan
menjadi sebuah kearifan, pengetahuan ini kemudian menjadi sebuah panutan dasar yang
menjadi sebuah standar pada masyarakat tersebut. Setelah itu masyarakat melakukan
objektivikasi terhadap pengetahuan yang telah diketahuainya, di sini masyarakat mulai
melakukan pemaknaan terhadap realitas yang ada sebagai bahan kepercayaan yang sesuai
dengan pemaknaan yang tertanam dalam dirinya. Kepercayaan itu meliputi produk hasil
pemaknaan terhadap realitas eksternalnya yaitu proses sosialisasi di dalam diri yang
menghasilkan alat untuk keberlangsungan hidupnya. Pada proses Internalisasi inilah
masyarakat memahami atau menafsirkan langsung menjadi tindakan objektifnya sebagai
suatu pengungkapkan makna.
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/abrahamic | 103
Abrahamic Religions: Jurnal Studi Agama-Agama
Vol. 1, No. 1 Maret (2021)
terlepas dari prospek keberhasilannya. Dalam hal ini seseorang salik mengikuti
suluk sebagai jalan menuju Tuhannya.
4. Tindakan instrumental
Tindakan ini ditentukan oleh harapan-harapan terhadap perilaku objek dalam
lingkungan dan dan perilaku manusia lain, harapan-harapan ini digunakan sebagai
syarat atau sarana untuk mencapai tujuan aktor lewat upaya dan perhitungan yang
rasional. Dalam tindakan ini manusia tidak hanya menetukan tujuan yang
diinginkan agar tercapai, namun ia harus rasional telah mampu memilih dan
menentukan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam hal ini
seseorang salik mengikuti suluk karena ingin mendapat pengakuan status sebagai
salik di tempat diadakan suluk, memperoleh wewenang memimpin samadiah.
D. Perubahan yang Dialami Salik Setelah Melakukan Suluk dan Kaitannya dengan Teori
Konstruksi Sosial
Pada tataran teoritis tindakan dapat dilihat sebagai sebuah pemaknaan dari suatu
realita dunia sosial yang telah teraktualisasi ke dalam suatu bentuk. Dalam pendekatan
kontruksi sosial, tindakan bisa dilihat sebagai suatu bagian dari proses internalisasi yang
sangat berkaitan erat dengan proses eksternalisasi dan objektivasi dan merupakan suatu
kesatuan dealektis yang tidak dapat dipisahkan.
Sesuai dengan penjelasan teoritis di atas bahwa, tindakan seseorang yang telah
mengikuti suluk sangat dipengaruhi oleh faktor pengetahuan (eksternalisasi), kepercayaan
(obyektifasi) dan kemudian tindakan (internalisasi). Adapun pengetahuan (eksternalisasi)
suluk oleh sisalik (seseorang pengikut/ murid) dipengaruhi oleh dunia sosialnya berupa
pengetahuan yang didapatkan dari pemuka agama (teungku, ustaz, ustazah, ummi dll) dan
lingkungan sekitar seperti teman, kerabat dan masyarakat tempat tinggal. Hal inilah yang
menyebabkan seseorang tertarik untuk mengikuti suluk, selain itu juga terdapat
sebahagian salik (yang ikut suluk) belum memiliki pengetahuan secara mendetail tentang
suluk itu sendiri.
Adapun faktor kedua adalah obyektifasi (kepercayaan) salik (seseorang salik yang
telah mengikuti suluk) yaitu pada tahap ini kepercayaan tentang suluk dipengaruhi oleh
pengetahuan yang didapatkan berdasarkan doktrin agama, pengalaman empiris dan
informasi dari lingkungan sekitar, sehingga pengetahuan itu diobjektivikasikan ke dalam
subjektifitasnya dalam memaknai suluk, akan tetapi pada prosesnya ada sebahagian salik
belum terobyektifikasikan secara mendalam, hal ini disebabkan karena minimnya
pengetahuan tentang suluk.
Faktor ketiga yang menentukan kontruksi sosial sehingga kemudian
mempengaruhi perubahan sosial yaitu faktor tindakan (internalisasi). Faktor ini
merupakan hasil dari proses pengetahuan dan kepercayaan yang kemudian melahirkan
suatu sikap dan pola perilaku positif dari seseorang /salik setelah mengikuti suluk. Pada
umumnya orang yang telah mengikuti suluk, kemudian mengimplementasikan nilai dari
suluk, maka akan ada banyak perubahan dalam segi aspek agama yaitu berupa
peningkatan ibadah yang lebih baik dan dari segi aspek sosial yaitu peningkatan interaksi
104 | Asmanidar : Suluk Dan Perubahan Perilaku Sosial Salik (Telaah Teori Konstruksi Sosial Peter L Berger Dan Thomas Luckman)
antar sesama yang lebih baik, sehingga reward yang diperoleh bagi orang yang telah
mengikuti suluk yaitu memiliki status sosial yang lebih tinggi, disegani dan disanjung
dilingkungan masyarakat, mendapat pujian dari lingkungan sekitar, diberi kewenangan
untuk memimpin samadiah/wirid di kampung, mendapat panggilan nama yang lebih baik,
dihormati di lingkungan tempat seseorang melaksanakn suluk, dan mendapat pengakuan
sebagai sesorang salik.
Kesimpulan
Suluk merupakan metode pembinaan spritual untuk para pengikutnya, perjalanan
rohani seorang hamba yang dipraktekkan dalam latihan-latihan rohani (riyadhah
ruhaniah) secara istiqamah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Oleh karena
untuk menuju ke arah pencapaian dimaksud, seseorang/ salik harus menempuh beberapa
proses tahapan yakni tahapan pengetahuan (eksternalisasi), kepercayaan (objektivasi)
baru kemudian tindakan (internalisasi). Ketiga hal tersebut merupakan suatu proses
dialektis yang saling berkaitan satu sama lain.
Faktor pengetahuan (eksternalisasi) yang dimaksud yaitu seseorang/ salik dalam
hal ini sangat dipengaruhi oleh dunia sosialnya yang berupa pengetahuan yang ia dapatkan
dari proses formal maupun non formalnya. Hal tersebut yang menjadi berpengaruh pada
pengetahuan yang berkembang pada salik dalam hal ini berkaitan dengan suluk.
Pengetahuan tentang suluk dipengaruhi oleh nilai-nilai lokal yang berkembang, dalam hal
ini nilai-nilai religiusitas dan dotrin kultural dan agama di lingkungan tempat tinggalnya.
Selanjutnya adalah tahapan kepercayaan (objektifasi), faktor ini sangat dipengaruhi
oleh pengetahuan (eksternalisasi), di mana pengetahuan yang berkembang di
lingkungannya kemudian di objektifasikan untuk mempengaruhi subjektifitasnya
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/abrahamic | 105
Abrahamic Religions: Jurnal Studi Agama-Agama
Vol. 1, No. 1 Maret (2021)
berkaitan dengan suluk. Dalam proses objektivasi ini seseorang/ salik menerjemahkan
pengetahuan yang mereka dapatkan menjadi suatu kepercayaan dalam dirinya.
Pada suluk kepercayaan yang diartifikasi oleh salik sesuai dengan pengetahuan
yang mereka miliki dan erat kaitannya dengan religiusitas dan nilai-nilai lokal yang
berkembang dalam lingkungannya. Pada tahap ini, seorang salik belum terobjektivasi
secara signifikan tentang nilai suluk ini.
Tahap terakhir adalah tahap yang menentukan perubahan sosial pada seorang
salik, yaitu tahapan tindakan (internalisasi), pada tahap ini merupakan suatu hasil dari
proses pengetahuan dan kepercayaan kemudian melahirkan suatu perilaku setelah
mengikuti suluk. Pada tahap ini salik juga belum terinternalisasi nilai-nilai suluk itu secara
signifikan, hal ini dikarenakan minimnya pengetahuan salik dari nilai-nilai suluk itu
sendiri yang pada akhirnya mempengaruhi kepercayaan (objektifikasi) dan berdampak
pada tindakan (internalisasi) si salik setelah mengikuti suluk. Pola internalisasi ini
kemudian mempengaruhi perilaku salik dalam berbagai aspek terutama sekali aspek
agama dan aspek sosial
REFERENSI
Badri, M. (2007), Pergeseran Literatur Pesantren Salafiyah. Jakarta: Puslitbang Lektur
Keagamaan Diklat Depag RI
Bungin, B. (2008), Kontruksi Sosial Media Massa. Jakarta: Kencana
Fuad, S. (2001). Hakekat Tarekat Naqsyabandiah. Jakarta: Husna Zikra
Herlina, M. (2017). Sosiologi Kesehatan Paradigma Konstruksi Sosial Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat dalam perspektif Peter L. Berger dan Thomas Luckman.
Surakarta: Muara Karya.
Idrus, M. (2009). Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Erlangga
Jaiz & Ahmad, H. (2008). Tarekat Tasawuf Tahlilan dan Maulidan, Jakarta: Wacana
Ilmiah Press
Munawir, A. (1997). Kamus Al-munawir Arab-Indonesia terlengkap “dalam buku suluk
dan kesehatan mental. Surabaya: Pustaka Progresif
Moleong, L. (2006). Metode Penelitian Kualitatif-Edisi Revisi. Bandung: PT.Remaja
Rosda Karya
Mulyati, S. (2005) Mengenal dan Memahami Tarekat-tarekat Muktabaroh di Indonesia.
Jakarta: Prenada Media.
Permadi, K. (1997). Pengantar Ilmu Tsawuf .Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Ritzer, G. (2008). Teori Sosiologi, dari Teori Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan
Mutakhir Teori Sosial Postmodern. Bantul: Kreasi Wacana.
Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sugiono. (2005). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Sugiono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif. dan
R&D. Bandung: Alfabet.
Sugiono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sunarto, K. (2004). Pengantar Sosiologi, Edisi Revisi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia.
106 | Asmanidar : Suluk Dan Perubahan Perilaku Sosial Salik (Telaah Teori Konstruksi Sosial Peter L Berger Dan Thomas Luckman)
Skripsi/ Jurnal
Nashiruddin, N. (2018). Education tarekat perspective KH. Ahmad Asrori Al-Ishaqi and
its relvance on national educational objective. Jurnal Pengetahuan tentang Ilmu dan
hikmah, Vol. 3 No.1. Hal. 31
Putra, R, Y, R. (2017). Skripsi. Perubahan Sosial Masyarakat Kota Banda Aceh dalam
Mitigasi Pencana : Pelajaran Sosial dari Bencana Tsunami. Fakultas Ilmu Soial dan
Politik. Universitas Syiah Kuala.
Syafrizal & Yoyon Suryono. 2018. Penerapan Lembaga Suluk dalam Membentuk Nilai-
nilai Karakter Masyarakat, Jurnal Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat. Vol.
5 No. 2. Universitas Negeri Yogyakarta. (di akses pada tanggal 3 Juli 2019)
Wardani. 2018. skripsi. Perbedan kesehatan Mental Sebelum dan Sesudah Mengikuti
Suluk di Pesantren Darul Aman. Fakultas Psikologi. Universitas Islam Negeri Ar-
Raniry Banda Aceh. Banda Aceh
Yusuf, M. 2018. Tarekat dan Perubahan Perilaku Keagamaan pada Jama’ah Tarekat
qadariah wa nagsabandiyah di Kota Malang: Perspektif Tindakan Sosial Max
Weber. Fakultas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Malang.
All publication by Abrahamic Religions: Jurnal Studi Agama-Agama are licensed under
a Lisensi Creative Commons Atribusi 4.0 Internasional
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/abrahamic | 107