Professional Documents
Culture Documents
Aplikasi Teh Kompos Untuk Menekan Penyakit Pustul Bakteri Pada Tanaman Kedelai
Aplikasi Teh Kompos Untuk Menekan Penyakit Pustul Bakteri Pada Tanaman Kedelai
September 2016
ISSN : 2338 - 4336
ABSTRACT
The research was aimed to find out the microbe difference in aerobic compost tea
(ACT) and anaerobic compost tea (NCT), and to determine the effect of compost tea on
controlling bacterial pustule disease of soybean. This research was conducted at Central
Laboratory of Life Science (LSIH) and greenhouse, starts from January to May 2015.
Research steps were calculation of microbial populations (Total Plate Count),
antibacterial test of compost tea againt Xanthomonas axonopodis pv. glycines in vitro,
and the effect of compost tea on pustule disease in vivo in a greenhouse. The results
showed microbial population in ACT (bacteria or fungal) is higher than in NCT. ACT
has the highest number of bacterial population 8,11 x 106 cfu/ml at 96 hours
fermentation and the highest fungal population 4,98 x 104 cfu/ml at 24 hours
fermentation, whereas compost tea NCT has the highest number of bacterial population
7,92 x 106 cfu/ml at 144 hours of fermentation and fungi has the highest population of
4,70 x 104 cfu/ml at 24 hours of fermentation. The growth population of microbes in the
compost tea is influenced by pH and Electrical Conductivity. The results of the
antibacterial test in Petri dish shows that the inhibition zone formed at both the
fermentation 48 hours with a diameter of 1,88 cm for compost tea on the ACT and NCT
72 hours fermentation with a diameter of 1,06 cm. Application of compost tea on
soybean plants suppressed bacterial pustule disease at 16,44%, significantly different
from controls, 36,19%.
Keywords: compost tea, microbial, pustule bacteria
ABSTRAK
Tujuan penelitian untuk mengetahui perbedaan mikroba pada teh kompos aerobik
(ACT) dan anaerobik (NCT) serta pengaruhnya dalam mengendalikan penyakit pustul
bakteri X. axonopodis pv. glycines pada tanaman kedelai. Penelitian dilakukan di
Laboratorium Sentral Ilmu Hayati (LSIH) dan rumah kaca Universitas Brawijaya pada
Januari sampai Mei 2015. Metode penelitian yang digunakan yaitu perhitungan populasi
mikroba, pengujian sifat anti bakteri teh kompos secara in vitro, dan pengaruh teh
kompos terhadap intensitas penyakit pustul. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan
bahwa populasi mikroba di dalam teh kompos ACT baik bakteri atau jamur lebih tinggi
daripada teh kompos NCT. Teh kompos ACT mempunyai jumlah populasi bakteri
tertinggi yaitu 8,11 x 106 cfu/ml pada fermentasi 96 jam dan populasi jamur tertinggi
4,98 x 104 cfu/ml pada fermentasi 24 jam, sedangkan teh kompos NCT jumlah populasi
bakteri tertinggi 7,92 x 106 cfu/ml pada fermentasi 144 jam dan populasi jamur tertinggi
4,70 x 104 cfu/ml pada fermentasi 24 jam. Jumlah populasi mikroba teh kompos dapat
dipengaruhi oleh pH dan konduktivitas listrik. Hasil pengujian sifat anti bakteri secara
in vitro dalam cawan menunjukkan bahwa luas zona hambat yang terbentuk paling baik
pada fermentasi teh 48 jam dengan diameter 1,88 cm untuk teh kompos ACT dan NCT
pada fermentasi 72 jam dengan diameter 1,06 cm. Aplikasi teh kompos pada tanaman
144
Jurnal HPT Volume 4 Nomor 3 September 2016
kedelai dapat menekan serangan penyakit pustul bakteri sebesar 16,44%, berbeda nyata
dengan kontrol yang serangannya mencapai 36,19%.
Kata kunci: mikroba, pustul bakteri, teh kompos
145
Kusuma et al., Aplikasi Teh Kompos Untuk Menekan Penyakit Pustul Bakteri...
2. Uji antibakteri teh kompos terhadap X. dan 144 jam fermentasi untuk dilakukan
axonopodis pv. glycines dalam cawan perhitungan populasi mikroba pada media
Petri (in vitro). Tujuan percobaan ini NA dan PDA+S . Perlakuan diulang sebanyak
adalah untuk mengetahui lama 3 kali.
fermentasi teh kompos (ACT dan Variabel pengamatan yang diamati yaitu
NCT) yang mampu menghasilkan kelimpahan populasi mikroba (bakteri dan
senyawa antibakteri dan efektif dalam jamur), pH dan Electrical Conductivity (EC).
menghambat pertumbuhan bakteri X.
axonopodis pv. glycines. Metode Uji Antibakteri Teh Kompos Terhadap
yang digunakan adalah metode uji Pertumbuhan X. axonopodis pv. glycines
difusi agar (agar diffusion test) dalam Uji antibakteri teh kompos terhadap
cawan Petri. X. axonopodis pv. glycines dalam cawan
3. Uji pengaruh teh kompos terhadap Petri dilakukan dengan metode difusi agar
perkembangan penyakit pustul pada menggunakan lubang sumuran. Media yang
tanaman kedelai (in vivo) dengan digunakan adalah media NA sebanyak 20
menghitung persentase gejala serangan ml. Pada saat suhu media sudah menurun
pustul bakteri pada kedelai. Tujuan sebanyak 20 ml media NA dicampur dengan
percobaan ini untuk mengetahui 100 µl suspensi bakteri X. axonopodis pv
pengaruh teh kompos dalam glycines dengan kepadatan 108 cfu/ml,
mengendalikan penyakit pustul bakteri kemudian dituang ke dalam cawan Petri.
pada tanaman kedelai. Setelah media memadat, dibuat lubang
sumuran menggunakan cork borer yang
Pembuatan Teh Kompos memiliki diameter 0,5 cm dan dimasukkan
Bahan yang diperlukan untuk ekstrak kompos sejumlah 80 µl di setiap
membuat teh kompos ACT yaitu aquades lubang sumuran tersebut.
steril 500 ml, molase 0,5 ml, dan kompos Pada uji tersebut digunakan lima
50 gram. Metode pembuatan teh kompos macam perlakuan untuk teh kompos ACT
ACT yaitu dengan pencampuran antara yaitu teh kompos dengan waktu fermentasi 0
aquades, kompos dan molase kemudian jam, 24 jam, 48 jam, 72 jam dan 96 jam.
digojok dengan waktu fermentasi tertentu. Sedangkan untuk teh kompos NCT
Sedangkan untuk pembuatan teh kompos menggunakan tujuh perlakuan yaitu teh
NCT dengan pencampuran aquades, kompos kompos dengan waktu fermentasi 0 jam, 24
dan molase yang diaduk rata tanpa jam, 48 jam, 72 jam, 96 jam, 120 jam dan
digojok dan didiamkan selama waktu 144 jam. Semua perlakuan diulang sebanyak
fermentasi tertentu. 4 kali. Penilaian kemampuan teh kompos
dan filtrat teh kompos dalam menekan
Penghitungan Populasi Mikroba pertumbuhan penyakit pustul bakteri diukur
Perhitungan populasi mikroba dalam dengan mengukur zona bening atau zona
teh kompos menggunakan metode hitungan hambat di sekitar lubang sumuran
cawan (Total Plate Count). Teh kompos menggunakan jangka sorong secara vertikal
aerobik diambil sebanyak 100 µl pada 0, 24, dan horizontal.
48, 72 jam fermentasi untuk dilakukan
perhitungan populasi mikroba pada media Uji Penekanan Penyakit Pustul Bakteri
NA dan PDA+S setelah dilakukan pada Tanaman Kedelai
pengenceran. Perlakuan diulang sebanyak 3 Teh kompos yang digunakan adalah
kali. teh kompos dengan lama fermentesi yang
Teh kompos anaerobik diambil paling efektif dari hasil tahapan penelitian
sebanyak 100 µl pada 0, 24, 48, 72, 96, 120 sebelumnya. Aplikasi teh kompos dilakukan
146
Jurnal HPT Volume 4 Nomor 3 September 2016
147
Kusuma et al., Aplikasi Teh Kompos Untuk Menekan Penyakit Pustul Bakteri...
Gambar 1. Fase Pertumbuhan Bakteri Pada Fermentasi Teh Kompos ACT dan NCT
148
Jurnal HPT Volume 4 Nomor 3 September 2016
Tabel 3. Populasi Mikroba (Bakteri dan Jamur) Pada Teh Kompos ACT dan NCT
ACT NCT
Waktu
Bakteri jamur Bakteri Jamur
Fermentasi pH pH
(cfu/ml) (cfu/ml) (cfu/ml) (cfu/ml)
0 jam 7,82 x 106 a 4,73 x 104 b 7,00 7,83 x 106 bc 4,20 x 104 ab 7.00
24 jam 7,79 x 106 a 4,98 x 104 b 6,54 7,61 x 106 a 4,70 x 104 c 6,57
48 jam 8,05 x 106 b 4,56 x 104 ab 7,07 7,76 x 106 b 4,48 x 104 bc 6,83
72 jam 8,10 x 106 b 4,30 x 104 ab 7,23 7,88 x 106 c 4,10 x 104 a 7,10
96 jam 8,11 x 106 b 4,20 x 104 a 7,30 7,91 x 106 c 4,00 x 104 a 7,23
Ket : Angka dalam tabel yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata pada uji BNT 5%
Populasi jamur pada teh kompos larutan. Menurut Ridlo dan Suharjono
ACT lebih tinggi dari pada teh kompos (2013) konduktivitas adalah ukuran dari
NCT. Hal ini karena pada kondisi aerobik kemampuan air untuk melakukan arus
ketersediaan oksigen dapat mempercepat listrik dan menunjukkan jumlah padatan
pertumbuhan mikroba sehingga populasi terlarut dalam air. Semakin banyak
mikroba pada teh kompos ACT lebih kandungan hara terlarut maka akan
tinggi. Selain itu kenaikan pH teh kompos semakin tinggi kemampuan menghantarkan
menyebabkan penurunan populasi jamur. arus listrik. Menurut Adimihardja et al.
(2011) EC memiliki peran penting dalam
Konduktivitas Listrik (Electrical conductivity) kualitas larutan nutrisi, sehingga EC
Electrical concuctivity (EC) atau digunakan sebagai pengujian kualitas
daya hantar listrik merupakan pengukuran nutrisi dalam teh kompos. Karena nilai
kadar garam dalam larutan, dimana nilai EC pada teh kompos ACT lebih tinggi
EC terkait dengan banyaknya unsur pada teh kompos NCT (Tabel 4) dapat
hara yang terkandung dalam larutan, disimpulkan kandungan unsur hara pada
semakin banyak unsur hara yang ACT lebih tinggi dibanding NCT.
terkandung maka semakin tinggi nilai EC
(Suhastyo et al., 2013). Teh kompos ACT Tabel 4. Konduktivitas Listrik (Electrical
dan NCT memiliki nilai EC yang tidak Conductivity) pada Teh Kompos
sama yaitu nilai EC pada ACT lebih Rata- rata EC
Teh Kompos
tinggi dibanding NCT (Tabel 4). Mukhlas (mS/cm)
et al. (2012), menyatakan bahwa jika Aerobik (ACT) 0,97
kompos mengandung sedikit unsur hara Anaerobik (NCT) 0,78
makro, maka jumlah ion yang dihasilkan
ketika teh kompos dilarutkan akan sedikit. Nilai EC yang tinggi akan
Hal ini karena unsur hara makro berpengaruh pada ketahanan terhadap
merupakan materi dasar untuk serangan penyakit. Namun, EC yang
pembentukan ion. Kompos mengandung terlalu tinggi melebihi ambang batas akan
senyawa ionik (K2O) yang tinggi, apabila merusak tanaman. Secara umum ambang
kompos dilarutkan dalam suatu pelarut batas EC larutan sekitar 4,6 mS/cm.
akan membentuk ion-ion dalam jumlah Setiap tanaman memiliki kebutuhan EC
besar. Semakin banyak ion yang terbentuk yang berbeda. Nilai kebutuhan EC pada
dari proses ionisasi akan memberikan tanaman kacang- kacangan yaitu 2,0–4,0
reaksi pada peningkatan konduktivitas mS/cm (Hendra dan Andoko, 2014).
149
Kusuma et al., Aplikasi Teh Kompos Untuk Menekan Penyakit Pustul Bakteri...
Uji Antibakteri Teh Kompos Terhadap kompos terdapat mikroba antagonis. Ingham
Pertumbuhan X. axonopodis pv. glycines (2005) menyatakan bahwa di dalam teh
Hasil uji sifat antibakteri teh kompos kompos mengandung mikroba antagonis
terhadap X. axonopodis pv. glycines pada yang mampu melindungi tanaman dari
cawan Petri diketahui zona hambat yang serangan patogen.
tertinggi ditunjukkan pada teh kompos ACT Penghambatan oleh teh kompos ACT
dengan lama fermentasi 48 jam. Sedangkan pada lama fermentasi lebih dari 48 jam dan
zona hambat tertinggi pada teh kompos NCT teh kompos NCT pada lama fermentasi
ditunjukkan pada lama fermentasi 72 jam lebih dari 72 jam menjadi lebih kecil. Hal ini
(Gambar 2 dan 3). Hal ini sesuai dengan diduga kandungan senyawa antibiotik dalam
penelitian Sari (2013) dan Damanik et al. teh kompos ACT dan NCT mengalami
(2014) yang menyatakan bahwa kemampuan penurunan. Hal ini sesuai dengan penelitian
teh kompos memiliki penghambatan Damanik et al. (2014) yang menyatakan
tertinggi pada lama fermentasi 48 jam untuk bahwa pada lama fermentasi yang lebih dari
teh kompos ACT dan 72 jam untuk NCT. optimum produksi senyawa antibiotik yang
Teh kompos dapat menghambat dimiliki mikroba antagonis cenderung
pertumbuhan bakteri karena di dalam teh menurun.
A B C
Gambar 2. Penghambatan TehBKompos terhadap X. axonopodis
C pv. glycines (A)
C fermentasi 48 jam, (C)
kontrol (aquades), (B)Cteh kompos ACT dengan lama
the kompos NCT dengan lama fermentasi 72 jam.
Gambar 3. Penghambatan Mikroba Teh Kompos ACT dan NCT terhadap Pertumbuhan
X. axonopodis pv. glycines.
150
Jurnal HPT Volume 4 Nomor 3 September 2016
A B C
Gambar 4. Gejala Pustul Bakteri pada daun kedelai (A) Gejala awal (B) Gejala pada
permukaan atas daun (C) Gejala pada permukaan bawah daun.
Tabel 5. Rerata Intensitas Penyakit Pustul Bakteri (X. axonopodis pv. glycines) pada
Uji Penekanan Penyakit Pustul Bakteri Kedelai oleh Teh Kompos
Intensitas Penyakit (%) pada Hari Setelah Tanam ke-
Perlakuan
21 28 35 42 49 56
Kontrol 14,33c 20,3 c 26,23c 32,00c 35,21c 36,19c
Bakterisida 12,09b 15,02b 18,03b 20,58b 23,07b 24,00b
Teh kompos murni ACT 0,00 a 6,01 a 10,63a 13,72a 16,11a 16,44a
Filtrat ACT 0,00 a 8,43 a 12,14a 15,71a 17,19a 17,44a
-1
Pengenceran 10 ACT 0,00 a 7,95 a 11,93a 15,23a 16,50a 17,00a
Teh kompos murni NCT 0,00 a 6,49 a 10,96a 14,09a 16,36a 16,89a
Filtrat NCT 0,00 a 8,80 a 12,78a 15,72a 17,47a 17,78a
Pengenceran 10-1 NCT 0,00 a 8,06 a 12,09a 15,68a 16,94a 17,31a
Keterangan : Angka dalam tabel yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang
sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5%
151
Kusuma et al., Aplikasi Teh Kompos Untuk Menekan Penyakit Pustul Bakteri...
152
Jurnal HPT Volume 4 Nomor 3 September 2016
Rukayadi, Y., Suwanto, A., Tjahjono, B. dan Kotoran Sapi. Institut Pertanian Bogor.
Harling, R. 1999. Survival and Bogor
epiphytic ftness of a non pathogenic Suhastyo, A. A., Anas, I., Santosa, D. A.,
mutant of Xanthomonas campestris dan Lestari, Y. 2013. Studi
pv. glycines. J App Environ Mikrobiologi Dan Sifat Kimia
Microbiol. 66(3):1183-1189. Mikroorganisme Lokal (MOL) Yang
Sari, S. 2013. Pengaruh Penggunaan Teh Digunakan Pada Budidaya Padi
Kompos Untuk Menekan Metode Sri (System of Rice
Perkembangan Penyakit Hawar Daun Intensification). Institut Pertanian
(Pantoea sp.) pada Tanaman Jagung Bogor. 9(2).
(Zea mays L.). Tesis. Universitas Sweets, L. E; Wrather, A., dan Wright S.
Brawijaya. Malang. 2008. Soybean Diseases. University of
Semangun, H. 1991. Penyakit-Penyakit Missouri Extension.
Tanaman Pangan di Indonesia. Gadjah Yohanes, S. 2007. Kajian Tingkat
Mada University Press. Yogyakarta. Pencemaran Udara Oleh Gas dan H2S
Sucipto, I. 2009. Biogas Hasil Fermentasi Pada Proses Pengomposan Secara
Hidrolisat Bagas Menggunakan Aerob. Universitas Udayana. 13(1) :
Konsorium Bakteri Termofilik 25- 28.
153