Download as pdf
Download as pdf
You are on page 1of 8
Jurnal Meteorotogi Klimatologi dan Geofistka Vol. 4 No. 2, Juli 2017 PRAKIRAAN HUJAN LEBAT MENGGUNAKAN MODEL WRF-ARW DI PALANGKA RAYA (STUDI KASUS 3 JUNI 2016) Wishnu Agum Swastiko"”, Achmad Rifant? ' Sekolah Tinggi Meteorologi Kiimatologi dan Geofstka, Jakarta * Badan Meteorologi Klimarologi dan Geofisika, Jakarta “Email: wswastiko @gmail.com ABSTRAK Kejadian hujan iebat sering terjadi di wilayah Palangka Raya, Kalimantan Tengah. Stasiun Meteorologi Palangka Raya mencatat nilai hugan akumulasi hasil observasi yang tercatat pada tanggal 4 Juni 2016 sebesar 296 min jauh melebihi ambang batas ekstrem BMKG untuk curah huyjan yang hanya 30 mnvhari. Kejadian hujan ekstrem int akan disimulastkan menggunakan WRF-ARI dengan 20 skema kombinasi skema parameterieasi konvektif cumulus-mikrofsis-PBL. Mengingat kondisi fisis atmosfer di daerah tropis sangat bervariast maka penelitian mengeunakan model Weather Research and Forecasting advanced Research WRE (WRF-ARW) untuk mengetahui kondisi atmofer pada saat kejadian Iujan ekstrem. Data yang digunakan merupakan data awal Global Forecast System (GFS) dari NCEP-NOAA dengan resolust temporal 3 Jann. Verifikast data curah husan simulast menunjukkan banca skema parameterisasi KF-Lin-MXJ memiliki nilai verifikast relatif lebih baik ct dalam mewatili kejadian iujan eksirem tersebut. Hasil verifkasi dilakukan dengan melihat nilai hits dan success ratio dari skema tersebut per setiap threshold. Berdasarkan hasil analisis dari output skema torpilih, diketahui balwa kondist atmosfer di atas wilayah Palangka Raya culup basah yang ditunjukan dengan nila kelembaban udara per lapisan serta adanya konwergensi yang mendukung pembentukan awan-awan konvektif. Kota kuncl: Hujan Ekstrem, WRE-ARW, verfikast ABSTRACT Heay rainfall events often occurred in Palangka Raya, Central Kalimantan. Palangka Raya Meteorological ‘Station recorded the acewnulatton of ratnfall on June, 4°° 2016 was recorded 206 mm, that exceeds BMKG's threshold about intensity of extreme condition, it more than 50 mm/days. This extreme rainfall events will be respectively simulated by using 20 combination schemes parameterization between cumulus comvective- microplysics-PBL. Regarding the various physics condition of the atmosphere in the tropical area, this study using Weather Research and Forecasting-ddvanced Research WRF (WRF-ARI) model 10 determine the atmosphere condition during that extreme rainfall events. The analysis of this event using Global Forecast ‘System (GPS) data from NCEP-NOAA with temporal resolution 3 hours, The verification of simulated rainfall showed that parameterization scheme of BMJ-Lin-MYS has relatively good verification value to represent the extreme rainfall events. The result of verification based on value of hits and success ration in every single of schemes per each threshold. In addition to the output of the chosen scheme, it is known that the atmosphere condition above Palangka Raya area is wet enough that shown by the height of the air moistness in each layer and also there is convergence which supported the growth of convective clouds during the extreme rainfall events Keywords: Extreme rainfall, WRF-ARI, verification 16 Jurnal Meteorotogi Klimatologi dan Geofisika Vol. 4 No. 2, Juli 2017 1. PENDAHULUAN Indonesia merupakan —wilayah_— dengan arakteristit cuaca dan iklim yang unik. Sebagai salah sam wilayah negara di daetah tropis, Indonesia berpotensi terjadinya cuaca ekstrem seperti hujan lebat. Kejadian_hujan lebat dengan curah hujan tinggi yang berasal dari proses konvektif dapat berdampak pada terjadinya banjir di beberapa wilayah di Indonesia (Tjasyono, 2007). Posisi Indonesia yang terletak di daerah tropis membuat suhu udara relatif hangat sepanjang tahun, penguapan yang tinggi, dan curah hujan yang tinggi. Tnteraksi antara laut dan daratan, antara skala lokal dengan skala yang lebih besar di Indonesia membuat pola cuaca dan iklim di masing-masing wilayahnya berbeda satu sama lain dan kompleks (Qian, 2008), Pada tanggal 03 Juni 2016, terjadi hnujan lebat mengakibatkan banjir di kota Palangka Raya. Menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG, 2010), hujan yang turun dengan intensitas lebih besar atau sama dengan 50 mnvhari atau 20s mnvjam — dapat dikategorikan sebagai Kategori cuaca ekstrem. Dilihat dari data pengamatan sinoptik pada Stasiun Meteorologi Tjlik Riwut Palangka Raya, curah hujan yang tercatat pada tanggal tersebut sebesar 296 mm/hari dengan intensitas jauh melebihi ambang batas nilai ekstrem yang ditetapkan oleh BMKG. Kondisi_cuaca ekstrem tersebut merupakan hasil keluaran dati kondisi cuaca signifikan yang terjaditerhadap parameter-parameter cuaca. Seperti halnya kasus hujan lebat, terdapat beberapa parameter yang menyebabkan kejadian hujan lebat tersebut terjadi, Data-data pengamatan sang dibutubkan untuk melakukan analisis terhadap kejadian-kejadian hujan ekstrem tersebut. Selain itu data model cuaca numerik juga dapat digunakan untuk memberikan gambaran mengenai kejadian hhujan ekstrem apakah dapat diprediksi dengan tepat atau tidak dengan berbagai konfigurasi Kombinasi skema terpilih. Pada penulisan ini, kejadian hujan lebat ini akan disimulasikan dengan menggunakan model WRF-ARW. Weather Research Forecasting (WRF) merupakan salah satu model Prakiraan Cuaca Numerik (PCN) yang berupa prakiraan maupun rset cuaca dalam bentuk model modem yang dikembangkan oleh NCAR dan NOAA. WRF dapat memodelkan kondisi atmosfer di suatu wilayah sehingga dapat membantu dalam mempelajari suatu. kejadian meteorologi dengan lebih baik (Hadi, 2011). Dalam pengoperasiannya, model WRF-ARW memiliki beberapa —pengaturan —_skema parameterisasi untuk proses fisis dan dinamis. Parameterisasi adalah sebuah cara penyelesaian proses-proses fisis dan dinamis di atmosfer yang tidak dapat diselesaikan secara langsung oleh model, Proses-proses seperti transfer radiasi, konveksi, pertumbuhan droplet awan dan sebagainya membutubkan resolusi: model yang sangat tinggi untuk dapat menyelesaikan proses tersebut secara ekspilisit (Stensrud, 2007). Penggunaan skema parameterisasi untuk di setiap wilayah tidak sama dan bergantung pada karakteristik kondisi wilayah tersebut. Di dalam —penulisan ini, ibutubkan —suatu pengaturan skema parameterisasi yang sesuai sehingga kejadian hujan lebat yang menjadi fokus penelitian ini dapat diprediksi dengan tepat dan mendapatkan hasil yang representatif yang dapat menggambarkan keadaan atmosfer pada saat kejadian hujan lebat tersebut terjadi Il. DATA DAN METODE 2.1. Data Data yang digunakan pada penelitian ini ialsh data Global Forecast System (GFS) pada tanggal 02 ~ 04 Juni 2016 dengan resolusi temporal 3 jam sera memiliki resolusi spasial sebesar 0.5°x0.5° yang diunduh melalui situs hiips:/www.ncde.tioaa. gov/data-access/model- data/model-datasets/global-forcast-system-afs, data TRMM yang memiliki resolusi spasial 0,25° x 0,25° dan resolusi temporal 3 jam, yang akan digunakan untuk memverifikasi cura hnujen secara spasial. Data TRMM adalah data estimasi curah lnujan dari beberapa satelit yang mengorbit di sekitar wilayah tropis. 2.2 Cara Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana model.» WRF-ARW dapat menyimulasikan kejadian hujan lebat_yang terjadi di Palangka Raya pada tanggal 03 Juni 2016 dengan menggunakan — kombinasi konfigurasi 20 skema dari parameterisasi terpilih. — Tabapan —selanjutnya adalah, memverifikasi dan mengevaluasi model untuk mendapatkan skema parameterisasi yang cukup baik dalam merepresentasikan Kejadian hujan lebat tersebut. Tahapan terakhir adalah menganalisis kejadian hujan lebat_ tersebut dengan menggunakan hasil Iuaran model yang 7 Jurnal Meteorotogi Klimatologi dan Geofisika Vol. 4 No. 2, Juli 2017 cukup baik untuk mengetahui gambaran kondisi dinamis atmosfer saat kejadian hujan tetsebut. 2.3 Simulasi Menggunakan WRF-ARW. Penelitian ini menggunakan WRF-ARW versi 3.8.1 untuk melakukan downscaling dan simulasi kejadian hujan_ ekstrem tersebut. Dalam menjalankan WRF-ARW _terdapat beberapa tahapan antara lain, pembuatan domain menggunakan TRF Domain Wizard, penyelesaian numerik, dan post-processing. Pada penelitian ini akan digunakan 2 domain. Domain pertama akan mencakup seluruh pulaw Kalimantan dengan resolusi 27,75 km, resolusi domain pertama menyesuaikan resolusi_ data TRMM untuk mempermudah saat verifikasi spasial. Gambar 1. Domain Wilayah Penelitian Berikut tabel konfigurasi kombinasi 20 skema parameterisasi yang akan digunakan di dalam penelitian, Dapat ditunjukkan pada tabel 1 dibawab ini. Tabel 1. Tabel Konfigurasi Kombinasi Skema Parameterisasi Verifikasi spasial yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan titik grid sebanyak 20 x 20 titik grid. Domain kedua yang merupakan nesting dari domain 1 akan mencakup wilayah Kalimantan Tengah dengan resolusi 9,25 km, Titik pusat (center point) berada di Stasiun Meteorologi Palangka Raya (2.28 dan 113.96). 2.4 Verifik i Model Pada penelitian ini verifikasi digunakan untuk mengetahui —akurasi_ model dalam. menyinulasikan kejadian untuk semma kombinasi konfigurasi skema_parameterisasi ‘Verifikasi akan dilakukan secara spasial. Pada verifikasi spasial, data Iuaran model dari domain 1 akan dibandingkan dengan data satelit TRMM. Metode yang dipakai adalah metode dikotomi dengan beberapa ambang batas (dreshold) yaita 1 mm, 5 mm, 10 mm, 20 mm, dan 30 mm. Kemudian, hasil perhitungan dimasukkan kedalam tabel kontingensi untuk dihitung variabel verifikasi yang terpilih. Sebuah tabel kontingensi ditunjukkan pada tabel 2 seperti berikut Tabel 2, Tabel Kontingensi ‘OBSERVAST % | Tout sein | Forcast g | ow | a z Atore | Tee Ee Hactres | Bo Toran | en ert | Tora Keterangan: ‘Hits = Kejadian yang diprakirakan terjadi benar tetjadi: False Alarm = Kejadian yang diprakicakan terjadi, tidak terjadi: Missed = Kejadian yang diprakirakan tidak terjadi, tetjadi: Correct Negatives = Kejadian yang diprakirakan tidak terjadi, benar tidak terjadi. Berdasarkan tabel Kontingensi tersebut, dapat dihitung variabelverifikasi yang akan digunakan berupa 1. Frequeney Bias Menghitung fickuensi kejadian pada akiraan dibandingkan dengan kejadian ‘ya pada observasi, dapat menunjukkkan apakah model cenderung —mengalami overestimate (bias>1) atau underestimate (bias). 48 Jurnal Meteorotogi Klimatologi dan Geofistka Vol. 4 No. 2, Juli 2017 2. False Alarm Ratio (FAR) Menghitung banyaknya kejadian “ya” yang diprakirakan terjadi tetapi tidak terjadi (false alarm), Sangat sensitive terhadap jumlah false alarm tetapi mengabaikan miss. Model dinilai sempurna jika FAR= 0 yang berarti tidak ada false alarms dan nilai paling buruk apabila FAL 3. Hit Rate / Probability of Detection (POD) Menghiting — Kejadian “ya” yang, diprakirakan terjadi benar-benar terjadi. Nilai POD berkisar antara 0 dan 1 sebagai nilai sempurna. Misal POD = 0,78 berarti sekitar 78% kejadian “ya” yang diprakirakan terjadi benar-benar teramati / terjadi. 4. Probability of False Detection (POFD) Menghitung —Kejadian “ya” yang diprakirakan terjadi tetapi tidak terjadi. Nilai POFD berkisar antara 0 hingga 1, dan nilai 0 sebagai nilai sempurna, Misal POFD=0,15 beraiti sekitar 15% kejadian “tidak” yang teramati. diprakirakan “ya” 5. Suecess Ratio Menghitung kejadian yang diprakirakan “ya” benar-benar terjadi / teramati. Nilai SR berkisar antara 0 hingga 1, dan 1 adalal nilai sempurna, Misal nilai SR= 0.65. berarti sekitar 65% kejadian “ya” — yang diprakirakan, benar-benar terjadi. Nilei SR dapat menunjukkan akurasi model tanpa terpengaruh nilai correct negative. Dari lima variabel diatas, variabel POD dan POFD akan diplot kedalam suatu diagram ROC (Relative Operating Characteristic) (gambar 2) Diagram ROC merupakan sebuah diagram yang memberikan gambaran kemampuan model dalam melakukan simulasi atau prakiraan dalam beberapa nilai ambang batas yang semakin meningket. Diagram ini tidak memperhitungkan nilai bias sehingga tidak memberikan informasi ‘mengenai kecenderungan model. Flav pein Chora Gambar 2. Relative Operating Characteristics (ROC) Ill. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Verifikasi Sebanyak 20 konfigurasi model untuk setiap kasus diverifikasi secara spasial untuk menilai apakah suatu model dapat -mensinwlasikan struktur sebaran hujan secara spasial. Hal ini dilakukan pada rentang waktu yang dimalai dari tanggal 3 Juni 2016 pada jam 00.00 UTC ssampai tanggal 04 Suni 2016 jam 00.00 UTC. ‘Tabel 3. Hasil Verifikasi Berdasarkan dari tabel 3 hasil verifikasi diatas menunjukkan bahwa untuk skema 122 yaitu KF-Lin-MYJ merupakan skema yang mampu mewakili kejadian hujan lebat yang terjadi. Skema ini relative lebih baik dibanding beberapa skema yang lain, Hal ini dapat ditunjukkan dengan nilai success rario yang memiliki nilai paling tinggi dibandingkan skema yang lain yaitu sebesar 0.67 dan didukung oleh nilai hits sebesar 0.80 yang menandakan sebanyak 80% dari kejadian diprakicakan terjadi benar-benar teramati terjadi. Sedangkan nilai BIAS skema terpili sebesar 1.49 yang menandakan bahwa skema ini cenderung overestimate dibanding skema ‘yang lain. ttl Gambar 3. Diagram ROC as Jurnal Meteorotogi Klimatologi dan Geofistka Vol. 4 No. 2, Juli 2017 Pada diagram ROC diatas terlihat babwa untuk skema GF memiliki performa yang belum cukup baik dibandingkan skema-skema yang Jain dikarenakan skema GF bergerak dibawah garis diagonal. Untuk skema Tiedtke memiliki performa yang cukup baik untuk threshold 1 mm dan $ mm. Sedangkan pada threshold 10 mm, skema BMJ memiliki performa yang cukup baik, Untuk skema KF memiliki performa yang cukup baik untuk threshold 20 mm, Untuk shreshold 50 mm, model cenderung. memiliki performa yang overestimate dan hal ini dapat terlihat pada nilai BLAS di threshold 50 mm, 3.2 Analisis Data TRMM dan Data Luaran Model Dalam kasus hujan lebat berdampak banjir di Palangka Raya yang terjadi pada tanggal 3 Juni 2016, parameter-parameter cuaca yang dikaji memberikan peran di dalam terjadinya proses Konveksi sehingga terbentuk awan-awan Konvektif. Intensitas imjan yang sangat lebat pada data observasi sinoptik tercatat_sebesar 296 mm, Perbandingan antara hasil luaran WRF dan data TRMM dilakukan agar mengetalni tingkat keakuratan model yang digunakan, Pada gambar 4. dan 5. terlihat bahwa Kkeduanya mengindikasiken kejadian jan dengan intensitas lebat Tra 03 ve Gambar 4. Sebaran Curah Hujan dari data TRMM Terdapat kesaman pola sebaran curah hujan yang terjadi antara peta sebaran curah huyjan TRMM dan model WRF, namun untuk maksimum curah hujan pada model WRF hampir untuk semua skema bergeser ke utara dibandingkan hasil dari TRMM. Dalam hal ini, model WRF untuk skema KF-Lin-MYJ cukup mampu memberikan indikasi tethadap kejadian Inujan lebat yang terjadi di wilayah Palangka Raya pada tanggal 3 Juni 2016. ym Gambar §, Peta Sebaran Curaly Hujan dari Model WRF. 3.3 Analisis Hasil Luaran Model Data model yang dianalisis pada kejadian ini adalah simulasi- menggunakan KF-Lin-MYJ yang memiliki hasil verifikasi paling baik pada tahap sebelumnya. Berdasarkan hasil pemetaan medan angin pada lapisan 925 mb (Gambar 6.) yang dihasilkan dari hasil keluaran model ‘menggambarkan adanya belokan angin yang terjadi di lapisan tersebut pada jam 12.00 UTC hingga jam 21.00 UTC. Angin di lapisen 925 mb ini dominan bergerak dari arah tenggara ~ selatan di wilayah selatan Kalimantan. Pembelokkan angin ini diindikasikan menjadi wilayah pertemuan angin yang dapat mendukung pertumbuhan awan di Palangka Raya. Gambar 6. Vektor Angin Lapisan 92Smb pada jam 12,00UTC, 15.00UTC, 18.00UTC, dan 21.00UTC. 20 Jurnal Meteorotogi Klimatologi dan Geofisika Vol. 4 No. 2, Juli 2017 ————_— Gambar 7. (a) Divergensi tanggal 3 ~ 4 Juni 2016, (b) Relative Humidity tanggal 3 — 4 Juni 2016. Kondisi (nilai) divergensi secara vertikal yang ditampilkan pada gambar 7 (a). menjeléskan adanya perbedaan pada sebelum, saat, dan sesudah kejadian hujan lebat yang tetjadi di Palangka Raya. Pada lapisan 1000-850 mb, nilai divergensi di wilayah Palangka Raya sebelum kejadian hingga saat kejadian berada pada kisaran ~6 107) hingga -8 10 . Nilai negatif yang cukup kuat ini menunjukkan bahwa “telah terjadi konvergensi yang mengindikasikan adanya kumpulan massa dara pada lapisan bawah yang dapat mendukung terjadinya pertumbuhan awan-awan konvektif Selain hal tersebut, kondisi atmosfer saat hnjan lebat relative basah, hal ini ditanjukkan pada nilai kelembaban udara pada lapisan_bawah yang berkisar antara 85 - 100%. Dengan demikian, Kondisi atmosfer pada saat kejadian hujan lebat secara umum cukup jenuh yang ‘menandakan jumlah ketersediaan wap air sangat banyak yang mendukung potensi pembentukan awan-awan konvektif serta menyebabkan hujan dengan intensitas tinggi. IV. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian diatas, didapatkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Performa model WRF dengan data inisialisasi GES cukup baik dalam memprediksi kejadian hujan lebat yang terjadi di wilayah Palangka Raya pada tanggal 3 Juni 2016. Welaupun model cenderung overestimate dan belum tepat ‘menempatkan area dengan curah hujan yang lebat 2. Konfigurasi skema parameterisasi paling baik dalam mewakilikejadian inyjan lebat yang terjadi di Palangka Raya pada tanggal 3 Juni 2016 adalah skema KF-Lin-MYJ. Hal ini didukung dengan hasil verifikasi yang lebih baik dibandingkan skema-skema yang lain. Nilai jirs pada skema ini sebesar 0.80 yang menandakan bahwa sekitar 80% kejadian yang diprakirakan terjadi benar- benar teramati | terjadi 3. Terdapat kesamaan pola yang terjadi antara peta sebaran curah hujan TRMM dan model WRF, namun maksimum curah hujan pada model _cenderung bergeset ke utara jika dibandingkan dengan hasil TRMM. 4, Kejadian hujan lebat di Palangka Raya ini disebabkan oleh adanya konvergensi pada lapisan bawah yang didukung oleh tingginya nila relative humidity yang mengindikasikan keadaan atmosfer pada saat kejadian hujan lebat culup basa sehingga mampu untuk terjadi pertumbuhan awan-awan konvektif yang menghasilkan hujan DAFTAR PUSTAKA, BMKG. 2010. Kepurusan No.009 Tentang Prosedur —Standar — Operasional Pelaksanaan ——Peringatan——_ Dini, Pelaporan, dan Diseminasi Informast Cuaca Ekstrem. BMKG: Jakarta Fadholi, A., Sati, Fitri P., Aji, P., dan Ristiana, Dewi. 2014. Pemanfaatan Model Weather Research and Forecasting (WRE) dalam Analisis Cuaca Terkait Hojan Lebat Batam 30-31 Januari 2011, Skripsi, Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta Fiandike, A. 2014. Uji Sensitivitas Parameterisasi Cumulus Untuk Prediksi Hujan di Jawa Timur. Shripst. Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geotisika, Jakarta, Hadi, T. W., 2011, Modul Pelatihan WRE. Fakultas Imu dan Teknologi Kebumian. Institut Teknologi Bandung. Bandung. Maulani, Q. 2014. Kajian Meteorologi Terkait Hujan Lebat Menggunakan Satelit TRMM, Satelit MT-SAT, dan Data Reonalisis. Skripsi Program —Sarjana Terapan Meteorologi. Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta. Qian, J. H. (2008). Why precipitation is mostly concentrated over islands in the Maritime 24 Jurnal Meteorotogi Klimatologi dan Geofistka Vol. 4 No. 2, Juli 2017 Continent. Journal of the Atmospheric Sciences, 65(4), 1428-1441 Rosanti, Ria. 2014. Kajian Cuaca Ekstrim Menggunakan Output Model WRF (Weather Research and Forecasting) (Studi Kasus Hujan Lebat di Nanga Pinoh Tanggal 1 November 2012 dan 19 Januari 2013). Siripsi_ Program Sarjana Terapan Meteorologi. Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geotisika, Jakarta Stensrud, D. J. (2009).Parameterization schemes: keys to understanding munerical weather prediction models. Cambridge University Press. Tiasyono, B.. Juaeni, L, dan Harijono. S. WB. 2007. Proses_ Meteorologis Bencana Banjir Di Indonesia. Jurnal Mereorologi Dan GeofisikaVol. 8 No.2 Winarso, P.A. 2009. Modul Bahan Ajar Akademi Meteorologi dan Geofisika: Analisis Cuaca I, Akademi Meteorologi dan Geofisika, Jakarta Zakir, A., Sulistya, W.. dan Khotimah, M K, 2010, Prespektif Operasional Cuaca Tropis, Badan Meteorologi Klimatologi Dan Geofisika, Jakarta. 22 Jurnal Meteorotogi Klimatologi dan Geofistka Vol. 4 No. 2, Juli 2017 23

You might also like