Professional Documents
Culture Documents
Akuntabilitas Dan Pengendalian Internal Pelaporan Keuangan Pada Gereja Toraja ABC
Akuntabilitas Dan Pengendalian Internal Pelaporan Keuangan Pada Gereja Toraja ABC
Akuntabilitas Dan Pengendalian Internal Pelaporan Keuangan Pada Gereja Toraja ABC
Abstract. This research aims to evaluate accountability and internal control of financial reporting on ABC Toraja
Church. The method used in this research is qualitative descriptive that uses case study approach with single case
unit analysis. The results of the research show that the stages in assessing financial reporting accountability at
church have not run optimally. The internal control also has not run well, especially Church financial administrators
is not competent, segregation of duties that have not fully good, and application of general guidance have not run
optimally, especially Church financial administrators is not competent, segregation of duties that have not fully
good, and application of general guidance have not run optimally. The lack of understanding of Church financial
administrators also understood by the church members. For the unit of analysis, it is suggested that the contents of
the General Guidelines for Financial Management and Property of the Toraja Church be improved and increase
outreach to financial administrators and church councils. Researcher recommends using an accounting application,
compiling a chart of accounts, recruiting specialized staff as financial or accounting employees, and using key
performance index to measure the performance of those staff.
Keywords: Accountability Theory; Financial Reporting Accountability; Internal Control; Stewardship Theory;
Torajanese Church.
Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi akuntabilitas dan pengendalian internal pelaporan keuangan
Gereja Toraja ABC. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif dengan
pendekatan studi kasus pada single case unit analysis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tahapan dalam
pelaksanaan akuntabilitas pelaporan keuangan gereja belum berjalan dengan optimal. Pengendalian internal pun
belum berjalan dengan baik, terutama pengurus keuangan gereja yang kurang kompeten, pemisahan tugas yang
belum sepenuhnya baik, dan penerapan pedoman umum yang belum optimal. Kurangnya pemahaman para pengurus
keuangan juga dimaklumi oleh jemaat, sehingga menerima saja keadaan tersebut. Bagi unit analisis disarankan agar
isi dari Pedoman Umum Pengelolaan Keuangan dan Harta Milik Gereja Toraja diperbaiki dan meningkatkan
sosialisasi kepada para pengurus keuangan dan majelis jemaat. Sebaiknya menggunakan aplikasi akuntansi,
menyusun bagan akun, merekrut staf khusus sebagai pegawai keuangan atau akuntansi, dan menggunakan metode
penilaian kinerja untuk mengukur kinerja staf tersebut.
Kata Kunci: Akuntabilitas Pelaporan Keuangan; Gereja Toraja; Pengendalian Internal; Teori Akuntabilitas; Teori
Stewardhip
Sistem dan alur prosedur penerimaan jika penerimaan terjadi diluar hari Minggu.
uang sebagaimana Gambar 1 dapat dijelaskan Dalam pelaksanaannya, bendahara baru
sebagai berikut: bisa menandatangani keseluruhan voucher
a. Persembahan sukarela melalui pundi-pundi
pada saat datang ke kantor Gereja. Hal ini
yang berjumlah empat dan Persembahan
terjadi karena kesibukan dan bendahara
Syukur Bulanan (PSB), diterima Gereja
bukanlah pegawai kantor yang setiap hari
melalui ibadah pada hari Minggu dan
ada di Gereja. Kecuali untuk penerimaan
ibadah keluarga. Pundi satu digunakan
pada ibadah hari Minggu, Bendahara bisa
untuk operasional jemaat, pundi dua
langsung menandatangani, karena ada di
digunakan untuk Badan Pekerja Sinode
kantor Gereja.
(Pengurus Pusat), pundi tiga digunakan
d. Uang persembahan sukarela melalui pundi-
untuk bantuan sosial, sumbangan orang
pundi yang berjumlah empat dan PSB
sakit, dan kedukaan jemaat (diakonia), dan
disetor ke bank pada saat jam kerja. Jika
pundi empat digunakan untuk keperluan
diterima sudah melewati hari kerja akan
khusus (pada minggu pertama digunakan
disetor pada keesokan harinya.
untuk pekabaran injil atau evangelisasi,
e. Voucher penerimaan dan bukti setor bank
minggu ketiga digunakan untuk perumahan
diserahkan ke bagian pembukuan untuk
dan pensiunan pendeta, dan minggu-
dicatat dalam pembukuan dengan program
minggu lainnya dapat diperuntukkan
Microsoft Excel.
sebagai sumbangan korban bencana kepada
masyarakat umum). Berbagai persembahan Dalam sistem transaksi pengeluaran
ini disetor oleh petugas ibadah kepada operasional, kasir menggunakan dana dari
kasir pada saat selesai ibadah hari Minggu Petty Cash sebesar satu juta lima ratus ribu
rupiah untuk kegiatan rutin. Petty Cash
dan untuk ibadah keluarga biasanya disetor
menggunakan metode imprest (tetap) yang
sehari sesudahnya bahkan lebih. akan di isi kembali agar jumlahnya tetap satu
b. Kasir akan membuatkan bukti penerimaan juta lima ratus ribu rupiah. Kasir akan
atau voucher penerimaan berupa laporan melampirkan bukti-bukti pengeluaran selama
pelayanan yang ditandatangani oleh seminggu. Untuk pengeluaran besar untuk
penyetor (petugas ibadah) dan Program Kerja Anggaran (PKA), maka dana
kasir/bendahara. dikeluarkan oleh Bendahara. Hal ini dapat
digambarkan dalam Gambar 2 berikut ini:
c. Selanjutnya voucher penerimaan itu harus
dicek dan ditandatangani oleh bendahara,
Adapun penjelasan dari sistem dan alur ditandatangani oleh Bendahara dan
prosedur pengeluaran uang seperti yang Pimpinan Majelis Gereja).
digambarkan di Gambar 2 sebagai berikut: d. Setelah ada tandatangan atau persetujuan
dari bendahara, ketua bidang/komisi, dan
a. Kasir atau bendahara menerima permintaan
Pimpinan Majelis Gereja, maka bendahara
dana secara rutin dari berbagai
berhak mengeluarkan uang. Namun, karena
bidang/komisi yang ada di Gereja.
keterbatasan waktu dari bendahara dan
b. Kasir membuat voucher pengeluaran
ketua bidang/komisi sehingga sering
berdasarkan permintaan (melalui anggaran,
persetujuan dilakukan lewat percakapan
sesuai komisi/bidang) berdasarkan
telepon (juga melalui WhatsApp supaya
pengecekan oleh bendahara atas program
tertulis, ada bukti screenshot serta
yang sudah dianggarkan (sesuai anggaran
waktunya).
komisi/bidang).
e. Lalu voucher penerimaan beserta
c. Lalu voucher beserta lampirannya
lampirannya diserahkan kepada staf
diserahkan kepada Bendahara, Ketua
pembukuan untuk dicatat dalam program
masing-masing bidang/komisi yang
Microsoft Excel
membawahi mata anggaran program
tersebut, dan Pimpinan Majelis Gereja
untuk ditandatangani (sering tidak Semua transaksi terjadi setiap hari dan
ditandatangani oleh ketua masing-masing pada hari Kamis pembukuan ditutup,
bidang/komisi, sehingga hanya kemudian diperiksa oleh bendahara setiap hari
Jumat. Dengan demikian jika ada transaksi Jika sumber daya memadai, maka ke
yang terjadi pada hari Jumat, maka transaksi depannya Gereja Lokal seperti Gereja Toraja
tersebut akan dimasukkan pada laporan ABC dihimbau oleh Petinggi Pusat (Sinode)
keuangan minggu berikutnya. Laporan untuk turut menyusun dan menyertakan
disajikan secara mingguan dan bulanan Laporan Posisi Keuangan dan Laporan Arus
(terutama untuk PSB yang hanya sebulan Kas.
sekali oleh tiap jemaat) pada setiap ibadah Berdasarkan analisis atas hasil
hari Minggu. Voucher pendapatan dan wawancara, observasi, dan dokumentasi
pengeluaran untuk periode satu minggu penyusunan laporan keuangan oleh bendahara
tersebut disatukan untuk diperiksa. Gereja, diketahui bahwa walaupun di tengah
Bendahara mengungkapkan bahwa kesibukan pekerjaan sehari-harinya (bukan
mereka selalu menghabiskan waktu beberapa pegawai khusus di Gereja), bendahara telah
jam untuk memeriksa dan menganalisis setiap berusaha menyusun laporan keuangan Gereja
transaksi yang dibukukan dengan memeriksa (Laporan Penerimaan Uang, Laporan
langsung pada voucher yang sudah terkumpul Pengeluaran Uang, dan Saldo Kas) dengan
serta melakukan rekonsiliasi rekening bank sebaik mungkin, terutama dengan
termasuk pemeriksaan data yang diinput menghabiskan waktu beberapa jam dalam
secara manual ke Microsoft Excel oleh tenaga penyusunannya. Hal ini patut diapresiasi,
pembukuan. Bendahara mengecek langsung mengingat bahwa bendahara bukanlah orang
penerimaan Persembahan dan PSB pada saat yang memiliki latar belakang akuntansi atau
ibadah Minggu dan ibadah keluarga. Jika ada keuangan. Bendahara juga telah berusaha
kesalahan yang ditemukan, maka segera untuk menyusun laporan keuangan agar
dilakukan koreksi pada saat itu. Pengeluaran akuntabel sesuai dengan acuan yang diberikan
yang besar (di atas satu juta lima ratus ribu dalam Pedoman Umum Pengelolaan
rupiah, berdasarkan kebijakan Majelis Gereja) Keuangan dan Harta Milik Gereja Toraja.
perlu melalui persetujuan Pimpinan Majelis Laporan keuangan yang disusun berdasarkan
Gereja kemudian dibayarkan oleh Bendahara. pedoman dan dipublikasikan adalah bentuk
Hal ini dikarenakan, kasir tidak memegang akuntabilitas aktor (bendahara) kepada forum
uang kas lebih dari jumlah yang ditetapkan (jemaat).
sebagai Petty Cash. Dalam mengevaluasi tiap tahapan
Pedoman Umum Pengelolaan Keuangan pelaksanaan dan proses akuntabilitas
dan Harta Milik Gereja Toraja menjadi acuan pelaporan keuangan berdasarkan Bovens
bagi Gereja Lokal yang bernaung pada Sinode (2007), peneliti menilai berdasarkan daftar
Gereja Toraja. Dalam pedoman tersebut pertanyaan dari tiap tahapan dan aspek dalam
disediakan format laporan keuangan untuk ketiga dimensi accountability cube
Gereja Lokal seperti Gereja Toraja ABC. berdasarkan Brandsma dan Schillemans
Laporan keuangan yang disusun oleh Gereja (2012). Hal tersebut dijadikan pedoman untuk
Toraja ABC sudah mengikuti petunjuk dari mengevaluasi pelaksanaan akuntabilitas
Pedoman tersebut, walaupun dengan sedikit pelaporan keuangan di Gereja Toraja ABC.
modifikasi yang disesuaikan dengan Jika semua pertanyaan dari tiap tahapan telah
karakteristik Gereja Lokal. Laporan berjalan sesuai dengan aspek dari tiap dimensi
Penerimaan Uang, Laporan Pengeluaran accountability cube, maka tahapan
Uang, dan Saldo Kas adalah laporan keuangan akuntabilitas Bovens (2007) tersebut telah
yang perlu disusun pada Gereja Toraja Lokal berjalan dengan optimal. Sedangkan jika
yang belum mampu mengembangkan semua pertanyaan dari tiap tahapan belum
pelaporan keuangan secara lengkap. Gereja berjalan sesuai dengan aspek dari tiap dimensi
Toraja ABC belum mampu mengambangkan accountability cube, maka tahapan
pelaporan keuangan secara lengkap karena akuntabilitas Bovens (2007) tersebut belum
para pengurus keuangan tidak ada yang berjalan dengan optimal.
berlatar belakang akuntansi atau keuangan.
informasi laporan keuangan kepada forum, (aktor dan forum) saling mendengarkan satu
aktor telah menyajikannya dengan baik sama lain, terutama saat terjadi permasalahan.
melalui media cetak (warta jemaat) saat Pengurus Keuangan Gereja pun merasa bahwa
ibadah hari minggu secara tepat waktu dan hal tersebut adalah tanggung jawab mereka,
memadai, namun informasi laporan keuangan sehingga berusaha menemukan solusi
tersebut kurang dapat diandalkan karena sesegera mungkin, karena jika ditunda maka
pengurus keuangan gereja tidak memiliki latar akan lebih sulit untuk diatasi mengingat para
belakang akuntansi atau keuangan. Sehingga pengurus pun cukup sibuk dengan kegiatan
tahapan pertama (informing about conduct) sehari-harinya. Hal ini menunjukkan aktor
sesuai teori akuntabilitas Bovens (2007) diberikan kesempatan untuk menjelaskan
belum sepenuhnya berjalan dengan optimal. tindakannya dalam penyusunan laporan
keuangan. Salah satu jemaat pun menjelaskan
Debating bahwa sebagian besar jemaat percaya saja
Jemaat berhak untuk menanggapi dengan Pengurus Keuangan Gereja, yang
pelaporan keuangan Gereja, karena uang dalam wawancara menyampaikan sebagai
mereka dikelola oleh para pengurus Gereja berikut:
dan digunakan untuk kemuliaan nama Tuhan
serta untuk kepentingan Jemaat maupun ” Kebanyakan jemaat percaya saja
masyarakat umum. Kesempatan untuk dengan pengelolaan keuangan oleh
melakukan tanya jawab antara aktor Pengurus Keuangan Gereja. Jarang
(bendahara) dan forum (jemaat) mengenai ada jemaat yang mau betul-betul
laporan keuangan diberikan seluas-luasnya. memeriksa dengan lebih teliti laporan
Namun demikian, pertanyaan hanya terkait keuangan yang dipublikasikan.
kesalahan pencatatan persembahan jemaat Apalagi terdapat anggapan bahwa
bahkan hal tersebut jarang terjadi. Bendahara menjalankan tugas sebagai Pengurus
menyampaikan sebagai berikut: Keuangan Gereja merupakan bentuk
pelayanan kepada Tuhan dan Gereja.”
”Pernah ada Jemaat yang mengajukan (Responden A dalam lampiran 3,
protes karena PSBnya tidak 2020).
ditampilkan dalam laporan keuangan,
maka saya menghubungi Pelayan Kepercayaan jemaat yang tinggi dan
yang bertugas saat jadwal ibadah itu rendahnya inisiatif untuk memeriksa dengan
untuk mencari tahu, akhirnya setelah lebih teliti, menyebabkan intensitas diskusi
ditelusuri, penerimaan tersebut tidak atas laporan keuangan masih rendah. Aktor
tercatat. Ada pula jemaat lain yang diberikan kesempatan untuk menjelaskan
mempertanyakan PSBnya, setelah tindakannya dalam penyusunan laporan
ditelusuri ternyata jemaat tersebut keuangan, namun proses ini sangat jarang
lupa mencantumkan namanya pada dilakukan. Padahal kesempatan untuk
amplop PSB sehingga dicatat sebagai melakukan tanya jawab antara aktor
PSB lain-lain. Dulu beberapa kali (bendahara) dan forum (jemaat) mengenai
terjadi selisih perhitungan penerimaan laporan keuangan telah diberikan seluas-
persembahan di ibadah minggu, luasnya, tetapi tidak dimanfaatkan dengan
sehingga pernah salah satu bendahara baik.
mengganti selisih tersebut dengan Berdasarkan dimensi kedua
uang pribadinya” (Responden BU, Accountability Cube dari Brandsma dan
2020). Schillemans (2012), intensitas diskusi masih
minim, sehingga tingkat akuntabilitasnya
Kejadian-kejadian seperti itu langsung
rendah. Oleh sebab itu dari sudut pandang
diselesaikan secepat mungkin, karena hal
seperti ini merupakan hal yang sensitif. Hal tahapan kedua dalam teori akuntabilitas
Bovens (2007), tahap Debating kurang
ini menunjukkan bahwa kedua belah pihak
optimal dijalankan.
255 | Jurnal ASET (Akuntansi Riset) Vol.12 | No.2 | 2020
MARSELINUS ADITYA HARTANTO TJUNGADI, YAN RAHADIAN / Akuntabilitas Pelaporan
Keuangan dan Pengendalian Internal Pada Gereja Toraja ABC
sering menyusun laporan keuangan
Judjing berdasarkan laporan keuangan yang disusun
Penilaian atas laporan keuangan Gereja oleh bendahara periode sebelumnya. Laporan
dapat dilakukan dalam rapat majelis jemaat keuangan periode sebelumnya tersebut
Gereja. Majelis merupakan perwakilan dari memiliki sedikit perbedaan dibandingkan
jemaat Gereja Toraja ABC. Selain itu, jemaat pedoman. Jemaat memaklumi keterbatasan
yang tidak termasuk majelis dipersilahkan para Pengurus Keuangan Gereja tersebut.
untuk mengikuti rapat majelis tersebut. Dapat Oleh sebab itu, dalam penilaian terhadap
dikatakan bahwa forum yang menilai hasil laporan keuangan tidak ada sanksi jika ada
kerja aktor cukup independen. Hal ini kesalahan. Kesalahan tersebut menjadi bahan
terutama dikarenakan majelis jemaat memiliki evaluasi agar dapat diperbaiki di periode
tanggung jawab untuk menjaga pelaksanaan berikutnya.
kegiatan Gereja tetap sesuai ajaran agama Berdasarkan dimensi ketiga
yang memperjuangkan kebenaran. Selain itu, Accountability Cube dari Brandsma dan
majelis jemaat juga mempunyai wewenang Schillemans (2012), tidak adanya konsekuensi
untuk mengoreksi kekeliruan dalam jemaat. berupa sanksi jika ada kesalahan,
Sejauh ini jemaat menerima dengan baik menyebabkan tingkat akuntabilitasnya
laporan keuangan yang disusun oleh Pengurus dikategorikan sebagai rendah. Hal tersebut
Keuangan Gereja terutama karena sudah menunjukkan bahwa Judging sebagai tahapan
diperiksa oleh komisi verifikasi. Namun ketiga dalam teori akuntabilitas Bovens
demikian, dalam berbagai kesempatan, ada (2007) berjalan kurang optimal. Kurangnya
juga jemaat yang mengusulkan agar proses komunikasi antara aktor dan forum
penyusunan laporan keuangan diperbaiki menunjukkan rendahnya tingkat akuntabilitas
mekanismenya. Beberapa jemaat merasa dalam pelaporan keuangan Gereja Toraja.
bahwa para Pengurus Keuangan Gereja masih Berdasarkan pembahasan masing-masing
kurang memahami penyusunan laporan tahapan akuntabilitas yang telah dipaparkan di
keuangan. Bendahara pun menyampaikan atas, dapat disimpulkan bahwa Pelaporan
sebagai berikut: Keuangan Gereja Toraja ABC belum optimal.
Berdasarkan Accountability Cube dari
“Saya sering merasa kesulitan dalam Brandsma dan Schillemans (2012), hanya
menyusun laporan keuangan, karena pada dimensi pertama (jumlah informasi)
saya bukan orang yang berlatar tingkat akuntabilitasnya dinilai cukup,
belakang akuntansi atau keuangan. sedangkan pada dimensi kedua (intensitas
Jemaat pun memaklumi kondisi diskusi) dan dimensi ketiga (pengaruh
tersebut, sehingga jemaat menerima konsekuensi) tingkat akuntabilitasnya rendah.
saja laporan keuangan yang disusun.” Komunikasi antara aktor dan forum yang
(Responden BU dalam lampiran 2, melibatkan ketiga dimensi kubus masih
2020) kurang, sehingga tingkat akuntabilitas Gereja
Jemaat menilai pelaporan keuangan Toraja ABC masih rendah.
Gereja sudah baik. Hal tersebut karena Pelaksanaan tahapan Akunbilitas
kurangnya pemahaman jemaat terhadap Pelaporan Keuangan di Gereja Toraja ABC
laporan keuangan. Selain itu, Komisi berdasarkan akuntabilitas Bovens (2007),
Verifikasi pun sering mengingatkan kepada yaitu Debating dan Judjing kurang berjalan
Pengurus Keuangan Gereja agar penyusunan dengan optimal. Hanya tahapan pertama, yaitu
laporan keuangan menyesuaikan dengan Informing about Conduct yang berjalan
Pedoman Umum Pengelolaan Keuangan dan dengan baik. Tiap tahapan menyediakan ruang
Harta Milik Gereja Toraja. Pengurus bagi forum (jemaat) untuk menguji dan
Keuangan Gereja tidak sepenuhnya mengikuti menilai hasil laporan keuangan yang disusun.
pedoman tersebut. Dikarenakan oleh Namun demikian, tingginya kepercayaan
kurangnya pemahaman, awalnya bendahara jemaat kepada Pengurus Keuangan Gereja dan
minimnya kepedulian jemaat menyebabkan melalui sikap Majelis Jemaat Gereja selaku
penerapan tahapan akuntabilitas menjadi pihak yang memangku jabatan gerejawi
kurang optimal. Tingginya tingkat (pimpinan) kepada segenap pengurus dan
kepercayaan jemaat kepada para pengurus jemaat Gereja. Dengan begitu, para pengurus
keuangan dan minimnya kepedulian jemaat maupun jemaat gereja pun meneladani
terhadap pengelolaan keuangan Gereja juga tindakan dan arahan dari Majelis Jemaat.
dikarenakan jemaat lebih menaruh perhatian Setiap pemimpin maupun pengurus sama-
pada pemberian kepada Tuhan dan Gereja sama saling mengingatkan agar selalu
melalui persembahan, namun kurang menjaga integritas dan nilai-nilai etik dalam
memperhatikan perihal pengelolaannya. melaksanakan pelayanan gereja. Para
Para pengurus keuangan telah pemimpin maupun pengurus yang
melaksanakan tanggung jawabnya dalam menyeleweng dari nilai-nilai etika dan sikap
menyusun laporan keuangan yang akuntabel integritas akan ditegur dan diberikan
di tengah kesibukan mereka. Pemerikaan atas konseling oleh pendeta selaku gembala gereja
laporan keuangan dilakukan dengan menguji dan Majelis Jemaat. Untuk pengurus
kebenaran atau kecocokan perhitungan secara keuangan, pelaporan keuangan yang jujur
horizontal maupun vertikal (footing dan cross lebih diutamakan daripada menyajikan
footing), menelusuri voucher transaksi laporan yang baik demi mencapai tujuan
dibandingkan dengan bukti-bukti yang tertentu. Integritas dan nilai-nilai etik dijujung
menunjang validitas transaksi (vouching) serta tinggi dalam tugas pelayanan gereja, karena
melakukan rekonsiliasi bank. Waktu perlu bukan hanya sebagai bentuk pelayanan
diluangkan karena para Pengurus Keuangan kepada sesama tetapi juga kepada Tuhan. Hal
Gereja bukan khusus sebagai pegawai Gereja, tersebut menunjukkan bahwa aspek komitmen
tetapi sebagai bentuk pelayanan kepada Tuhan terhadap integritas dan nilai-nilai etik telah
dan Gereja. Hal ini menunjukkan bahwa berjalan dengan optimal.
selaku steward, para Pengurus Keuangan Majelis Jemaat sebagai representasi atau
Gereja telah berusaha memprioritaskan perwakilan jemaat berperan sebagai dewan
kepentingan organisasi dibandingkan dengan pengawas. Majelis Jemaat bertugas untuk
kepentingan pribadi sebagai bentuk mengawasi kinerja para pengurus keuangan
stewardship. Oleh karena hal tersebut gereja. Laporan keuangan tahunan dan
berhubungan erat dengan pelayanan kepada pergantian periode kepengurusan dilaporkan
Tuhan dan sesama, maka Tuhan Sang pada rapat majelis sebagai proses pengawasan
Penyelenggara kehidupan akan memberikan keuangan gereja. Kemudian laporan keuangan
rahmat-Nya kepada mereka yang tersebut dipublikasikan kepada jemaat gereja.
diperkenankan sesuai dengan kebijaksanaan Pemilihan pengurus gereja dilakukan secara
Tuhan, terutama kepada mereka yang kolektif dan sukarela. Majelis Gereja
melayani Tuhan dan Gereja. menyeleksi calon pengurus dari antara jemaat
yang dianggap mampu untuk menjalankan
Pengendalian Internal Pelaporan tugas. Setelah pengurus terpilih, maka mereka
Keuangan Gereja akan diteguhkan untuk mengemban tanggung
jawab kepengurusan gereja. Hal tersebut
Control Environment menunjukkan bahwa aspek pengembangan
Gereja Toraja ABC sebagai organisasi kinerja pengendalian internal diawasi oleh
keagamaan berpedoman pada Kitab Suci dewan pengawas telah berjalan dengan
(Alkitab), pokok-pokok ajaran Gereja Toraja, optimal.
dan Tata Laksana Gereja dalam melaksanakan Adanya pedoman umum pengelolaan
tugas organisasinya. Nilai-nilai alkitabiah keuangan dan harta milik Gereja Toraja
tersebut yang dijadikan dasar dan arahan oleh menunjukkan bahwa ada standar yang
para pemimpin dan pengurus gereja sebagai ditetapkan dalam penyusunan laporan
nilai etika dalam kehidupan menggereja. keuangan. Namun, pedoman tersebut masih
Penerapan nilai-nilai tersebut ditunjukkan
257 | Jurnal ASET (Akuntansi Riset) Vol.12 | No.2 | 2020
MARSELINUS ADITYA HARTANTO TJUNGADI, YAN RAHADIAN / Akuntabilitas Pelaporan
Keuangan dan Pengendalian Internal Pada Gereja Toraja ABC
kurang optimal dalam penerapannya. Dalam Dalam pencapaian tujuan, tiap anggota
pedoman umum tersebut tidak dicantumkan pengurus organisasi perlu bertanggung jawab
bagan struktur kepengurusan Gereja Toraja, atas tugasnya masing-masing. Untuk menilai
padahal dengan adanya bagan struktur maka pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dari
pembagian tugas, tanggung jawab, dan tiap personil, diperlukan penilaian kinerja
wewenang dapat terlihat dengan lebih jelas. untuk mengukurnya. Gereja Toraja ABC tidak
Hal tersebut menunjukkan bahwa aspek memiliki pengukuran kinerja yang baku
struktur, pelaporan, dan otoritas serta seperti pada perusahaan atau organisasi
tanggung jawab yang sesuai dalam mencapai lainnya, terutama diluar organisasi nirlaba
tujuan yang dibuat oleh manajemen dengan keagamaan. Penetapan pengukuran kinerja
pengawasan dari dewan pengawas belum cukup sulit, karena setiap pengurus
berjalan dengan optimal. melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya
Dalam mencapai visi dan misinya, Gereja sebagai bentuk pelayanan. Jika ada pengurus
Toraja ABC membutuhkan orang-orang yang yang kurang bertanggung jawab dalam
kompeten untuk menjadi pengurus gereja. melaksanakan tugasnya, maka pengurus
Walaupun jemaat Gereja Toraja ABC tersebut tidak langsung diberhentikan atau
memiliki latar belakang yang beragam, tapi diberi hukuman. Tetapi, kemungkinan besar
tidak dapat memenuhi semua kompetensi tidak dipilih kembali menjadi pengurus di
yang dibutuhkan dalam komisi/bidang periode berikutnya. Hal tersebut menunjukkan
pelayanan. Menjadi pengurus gereja adalah bahwa aspek meminta pertanggungjawaban
bentuk pelayanan (stewardship), sehingga individu atas tugas dan wewenang
pengurus yang terpilih biasanya karena pengendalian internalnya dalam mencapai
kesukarelaan mereka maupun karena karakter tujuan belum berjalan dengan optimal.
mereka yang dianggap dapat dipercaya untuk
mengemban tugas. Bendahara Gereja Toraja
ABC pun terpilih sebagai pengurus keuangan Risk Assessment
bukan karena berlatar berlakang akuntansi Dalam Pedoman Umum Pengelolaan
atau keuangan, melainkan karena karakternya Keuangan dan Harta Milik Gereja Toraja
yang baik sehingga dipercaya untuk disebutkan bahwa pengelolaan keuangan
mengemban tugas tersebut. Di sisi lain, para Gereja dilaksanakan demi kemuliaan Allah.
jemaat lain umumnya enggan ditunjuk atau Oleh sebab itu pengelolaan keuangan
mengajukan diri sebagai Bendahara. Hal bertujuan untuk menyediakan informasi bagi
tersebut karena menjadi bendahara dianggap jemaat dan pihak lain yang berkepentingan
sebagai tugas yang sensitif, karena terhadap pelaksanaan penatalayanan
menyangkut uang Jemaat. Pedoman umum (stewardship) oleh Gereja Toraja melalui
mengizinkan untuk mengangkat atau panggilannya untuk bersekutu, bersaksi, dan
mempekerjakan pihak luar sebagai biro melayani. Program Kerja Anggaran (PKA)
akuntansi atau keuangan. Namun, Gereja dirancang agar pelayanan oleh gereja dapat
Toraja ABC lebih memilih untuk berjalan sesuai tujuan sekaligus sebagai alat
mempercayakan tugas tersebut kepada orang kontrol.
yang dianggap dapat dipercayai, walaupun Dalam organisasi keagamaan, tidak
tidak mempunyai kecakapan dalam ilmu berarti pelaksanaan tugasnya bebas dari risiko.
akuntansi atau keuangan. Pengurus keuangan Terdapat risiko-risko yang dapat menghambat
gereja juga telah berusaha menjalankan pencapaian tujuan organisasi. Risiko utama
tanggung jawabnya sebaik mungkin. Hal yang diidentifikasi oleh Gereja Toraja ABC
tersebut menunjukkan bahwa aspek komitmen adalah pelaksanaan program kerja oleh
untuk melaksanakan, mengembangkan, serta komisi/bidang yang tidak sejalan dengan
mempertahankan jiwa kompeten dalam tujuan gereja. Pengajuan tersebut harus sesuai
menyelaraskan tujuan belum berjalan dengan dengan tujuan Gereja. Penggunaan
optimal. dana/sumber daya gereja untuk pelaksanaan
program kerja juga harus
tahun dan saat pergantian pengurus (tiga tahun mereka menjalankan tugasnya semata-mata
sekali). Hal tersebut menunjukkan bahwa untuk Tuhan dan Gereja.
aspek pemilihan, pengembangan, dan
pelaksanaan evaluasi untuk memastikan SIMPULAN
fungsi dari tiap-tiap komponen pengendalian
Gereja merupakan salah satu lembaga
internal belum berjalan dengan optimal.
keagamaan yang termasuk organisasi nirlaba
Majelis Jemaat mengevaluasi kinerja
yang memperoleh dana untuk kegiatan
kepengurusan dengan mempertimbangkan
operasionalnya dari persembahan dan
hasil dari rapat majelis atas pelaksanaan
sumbangan yang berasal dari jemaatnya
program kerja maupun seluruh kegiatan
maupun dari pihak luar. Hal ini tidak berarti
gerejawi lainnya dari tahun-tahun
Gereja tidak perlu transparan dalam hal
sebelumnya. Hal ini agar para pengurus dalam
pengelolaan keuangannya, tapi justru perlu
satu periode dapat senantiasa dievaluasi
melaksanakannya sebagai
kinerjanya selama menjalankan tugasnya
pertanggungjawaban kepada Tuhan dan
dapat terus diperbaiki. Hasil evaluasi tersebut
jemaatnya.
dapat digunakan untuk menentukan kebijakan
Penilaian akuntabilitas pelaporan
di tahun maupun periode berikutnya sebagai
keuangan oleh bendahara Gereja Toraja
langkah perbaikan. Hal tersebut menunjukkan
sebagai aktor dan hubungannya dengan
bahwa aspek pelaksanaan evaluasi dan
jemaat sebagai forum menunjukkan bahwa
penyampaian kekurangan pengendalian
tahapan akuntabilitas tidak berjalan dengan
internal kepada pihak yang berhubungan
optimal. Hal ini dikarenakan adanya benturan
dengan pembenaran tindakan seperti manajer
dengan pandangan bahwa Gereja adalah
senior dan direksi telah berjalan dengan baik.
tempat yang sakral dan suci sehingga
Dari analisis dan pembahasan di atas,
penyimpangan laporan keuangan dipandang
diketahui bahwa penerapan pengendalian
sangat kecil kemungkinan terjadinya. Tahapan
internal tidak sepenuhnya dapat berjalan
akuntabilitas Debating, dan Judging tidak
optimal. Diantara tujuh belas asas dalam
berjalan dengan optimal. Hanya tahapan
komponen pengendalian internal COSO IC-
Informing about Conduct yang berjalan
IF, hanya lima asas yang telah berjalan
dengan baik, walaupun masih memerlukan
dengan baik. Dua belas asas lainnya belum
perbaikan peningkatan penyajian informasi.
berjalan dengan optimal. Semua asas dari
Pemahaman para Pengurus Keuangan Gereja
komponen yang tidak berjalan dengan optimal
yang kurang memadai dimaklumi oleh jemaat.
adalah akitivitas pengendalian serta informasi
Meskipun ruang untuk melakukan proses
dan komunikasi. Sementara komponen
Debating dan Judging tidak dibatasi, tetapi
lingkungan pengendalian, penilaian risiko,
jemaat justru cenderung tidak
dan pemantauan beberapa asasnya telah
mempertanyakan laporan keuangan, karena
berjalan dengan baik. Hal ini dikarenakan
memaklumi keterbatasan dari pengurus
adanya unsur kepercayaan lebih jemaat
keuangan Gereja. Kondisi tersebut
terhadap Pengurus Keuangan Gereja. Tugas
menunjukkan tingkat akuntabilitas dalam
penyusunan laporan keuangan dipandang
pelaporan keuangan Gereja Toraja yang masih
sebagai bentuk pelayanan kepada Tuhan dan
rendah, karena kurangnya komunikasi antara
sesama. Pengurus Keuangan gereja selaku
aktor dan forum sesuai dengan Accountability
steward bekerja sesuai dengan tujuan
Cube. Penerapan pengendalian internal Gereja
organisasi dan lebih mengutamakan
Toraja ABC juga masih kurang optimal
kepentingan organisasi dibandingkan
berdasarkan komponen-komponen kerangka
kepentingan pribadi, bahkan menyelaraskan
kerja COSO IC-IF. Hal yang perlu lebih
kepentingan pribadi dengan kepentingan
diperhatikan dalam pengendalian internal
organisasi. Hal ini juga terlihat dari
Gereja Toraja ABC adalah komponen
wawancara dengan Pengurus Keuangan
akitivitas pengendalian serta informasi dan
Gereja Toraja ABC yang menyatakan bahwa
komunikasi. Selain itu, beberapa aspek dalam