Professional Documents
Culture Documents
Blended E-Learning: Alternatif Model Pembelajaran Jarak Jauh
Blended E-Learning: Alternatif Model Pembelajaran Jarak Jauh
Blended E-Learning: Alternatif Model Pembelajaran Jarak Jauh
ABSTRAKSI
Indonesia, with more than 220 million people spreading in the more than 17 thousand islands, is facing
big problem associated with providing educational opportunities for people in the country. To solve this
problem, the Government established the Education Law (UU No 20/2003, i.e. SISDIKNAS). Through this Law,
and also recognizing the advantages of IT/ICT, the Government has given an opportunity to all education
institutions to maximize the use of IT/ICT for running distance learning (DL). Consequently, many education
institutions have been working hard for the last few years to develop policies and strategies for education to
infuse technology for searching appropriated models for executing distance learning (DL).
Recognizing the advantages of DL, and to make DL models more efficiently, people has tried to develop
various DL models. One of newest models is called ‘Blended e-Learning’ (BEL). The model, BEL, is designed
basically based on combination of the best aspects of application of information technology e-Learning,
structured face-to-face activities, and real world practice. BEL approach uses the strengths of each to counter
the other’s weaknesses. The obvious advantage of BEL solution is that learning becomes a process, rather than
an event. This is because BEL puts training into job environment and provides a forum for every learning style
to gain maximum results.
To make BEL more effective, there are six steps that shall be followed, i.e. (a). Identify the content and
convert to online delivery, (b). Design the blended learning solution, (c) Have the online content formatted and
hosted, (d). Test the design, (e). Publicize and run the blended course and (f). Set up criteria for evaluating
learning technology.
This article reviews and reveals what makes BEL model so powerful, and choose the right mix of delivery
methods for the best blend of skill enhancement and sustainability to ensure long-term competitive advantage
Kata kunci: Distance Learning (DL), Application of IT/ICT in DL, Blended e-Learning
A-93
Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2006 (SNATI 2006) ISSN: 1907-5022
Yogyakarta, 17 Juni 2006
seperti Australia (72,0%) dan Korea Selatan pendidikan tanpa terikat pada batasan tempat, jarak,
(67,7%). waktu, usia, gender, etnis atau lainnya. Jadi
Karena pelayanan pendidikan melalui tatap pendidikan jarak jauh itu sebenarnya sangat
muka dirasa terlalu berat dan lamban untuk demokratis memberi kesempatan pada calon siswa
mengatasi masalah kesempatan memperoleh atau warga masyarakat untuk belajar. Dalam PJJ
pendidikan tersebut, maka diperkenalkan program tidak mengenal perbedaan apakah warga belajar
pendidikan yang diberi nama ‘pendidikan jarak ingin belajar pada pagi hari, sore atau saat malam
jauh’ (PJJ). hari. Dalam PJJ tidak mengenal usia sepanjang
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun persyaratan minimal sebagai siswa dipenuhi.
2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional Seorang anak Sekolah Menengah Pertama (SMP)
(SISDIKNAS), yang dimaksud dengan pendidikan bisa berusia 13 tahun, 16 tahun atau lebih
jarak jauh (PJJ) adalah pendidikan yang pesertanya tergantung dari situasi kapan warga belajar
didiknya terpisah dari pendidik dan memulai belajar. Warga yang cacat yang biasanya
pembelajarannya menggunakan berbagai sumber merasa rendah diri mengikuti pendidikan
belajar melalui teknologi komunikasi, informasi konvensional (tatap muka), maka dalam sistim PJJ
dan media lainnya. Soekartawi (2003) memberikan mereka biasa leluasa belajar dengan tanpa malu dan
ciri-ciri yang lebih spesifik dari PJJ yaitu: merasa rendah diri.
• Kegiatan belajar terpisah dengan kegiatan Prinsip kemandirian pada hakekatnya
pembelajaran. adalah mendorong siswa untuk belajar mandiri
• Selama proses belajar siswa selaku peserta dengan sedikit mungkin bantuan dari orang lain.
didik dan guru selaku pendidik terpisahkan Karena itu sistim dalam PJJ sering disebut student-
oleh tempat, jarak geografis dan waktu atau learner center di mana ukuran keberhasilan
kombinasi dari ketiganya. ditandai dengan kemampuan individu siswa. Siswa
• Karena siswa dan guru terpisah selama dituntut untuk bisa mencari sendiri sumber
pembelajaran, maka komunikasi diatara pembelajaran, buku ajar, kelompok belajar (kalau
keduanya dibantu dengan media pembelajaran, ada) yang semuanya itu ditujukan agar kesulitan
baik media cetak (bahan ajar berupa modul) belajar bisa diatasi. Dengan kata lain, siswa tidak
maupun media elektronik (CD-ROM, VCD, menggantungkan pada bantuan orang lain.
telepon, radio, video, televisi, komputer). Prinsip keluwesan pada PJJ pada dasarnya
• Jasa pelayanan disediakan baik untuk siswa menuntut siswa dapat belajar secara luwes, bisa
maupun untuk guru, misalnya resource belajar pagi, sore atau kapan saja sepanjang siswa
learning center atau pusat sumber belajar, mempunyai waktu. Siswa dapat belajar di rumah
bahan ajar, infrastruktur pembelajaran, dsb- atau disela-sela waktu pada saat mereka bekerja.
nya). Dengan demikian baik siswa maupun Dengan demikian maka siswa dapat mengatur
guru tidak harus mengusahakan sendiri jadwal dan tempat kegiatan belajarnya seperti yang
keperluan dalam proses belajar-mengajar. diinginkan. Dengan demikian siswa yang rajin,
• Komunikasi antara siswa dan guru bisa tentu memerlukan waktu yang singkat untuk
dilakukan baik melalui cara komunikasi satu menyelesaikan studinya. Sebaliknya, siswa yang
maupun dua arah (two-ways communication). tidak rajin, akan menyelesaikan waktu studinya
Contoh komunikasi dua arah ini, misalnya tele- dalam waktu yang relatif lama. Siswa juga bisa
conferencing, video-conferencing, e- belajar di bagian modul mana yang akan dipelajari;
moderating, dsb-nya). siswa bisa mendahulukan belajar mata ajaran yang
• Poroses belajar-mengajar di PJJ masih sulit dahulu sebelum belajar yang lain.
dimungkinkan dengan melakukan pertemuan Prinsip keterkinian pada PJJ pada dasarnya
tatap muka (tutorial), walaupun itu bukan suatu baik guru maupun siswa mempunyai
keharusan. kecenderungan menggunakan metode pembelajaran
• Selama kegiatan belajar, siswa cenderung yang modern, apakah itu teknologi informasi dan
membentuk kelompok belajar, walaupun komunikasi (ICT) yang dipakai, bahan ajar, atau
sifatnya tidak tetap dan tidak wajib. Kegiatan lainnya. Karena itu baik siswa maupun guru
dituntut untuk belajar dan belajar terus menerus.
berkelompok diperlukan untuk memudahkan
Mereka yang enggan belajar menguasasi teknologi,
siswa belajar.
maka mereka akan tertinggal.
• Karena hal-hal seperti yang disebutkan diatas,
Prinsip kesesuaian pada PJJ pada dasarnya
maka peran guru lebih bersifat sebagai
diwujudkan dengan tersedianya bahan ajar yang
fasilitator dan siswa bertindak sebagai
disesuaikan dengan kebutuhan jenjang pendidikan.
participant.
Misalnya bahan ajar mata pelajaran yang sama pada
jenjang pendidikan yang berbeda adalah berbeda
Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) seperti yang
pula. Untuk kebutuhan pendidikan non-formal,
tersirat dalam SISDIKNAS, tentu saja perlu
maka bahan ajar disesuaikan dengan kebutuhan di
dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip
pasar kerja. Jadi bahan ajar bisa disesuaikan dengan
kebebasan, kemandirian, keluwesan, keterkinian,
kebutuhan. Untuk pelatihan atau training yang
kesesuaian, mobilitas, dan efisiensi.
dilaksanakan dengan cara PJJ, maka bahan ajar ini
Prinsip kebebasan pada PJJ pada dasarnya
adalah dimungkinkannya siswa untuk memperoleh
A-94
Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2006 (SNATI 2006) ISSN: 1907-5022
Yogyakarta, 17 Juni 2006
bisa dibuat mengikuti permintaan warga belajar • Mempunyai dampak ganda, karena materi
(customer oriented). pembelajaran dari PJJ bisa dimanfaatkan oleh
Prinsip mobilitas dalam PJJ pada dasarnya anggota masyarakat yang lain. Misalnya siaran
adalah memberikan kesempatan yang seluas- PJJ di televisi, maka yang memanfaatkan
luasnya pada siswa untuk pindah minat belajar guna bukan saja siswa PJJ saja, tetapi juga yang lain.
memenuhi persyaratan akademik yang berlaku.
Cutting cross program (program yang bisa Di samping keunggulan dari PJJ, juga
disesuaikan dengan program yang lain) sering banyak dijumpai kekurangan-kekuarangan.
berlaku dalam PJJ. Misalnya seorang mahasiswa Permasalah PJJ ini dijelaskan pada uraian di bawah
mengambil mata kuliah Ekonomi Pembangunan ini.
bisa diikuti oleh mahasiswa jurusan manapun asal
yang bersangkutan berminat mengikuti mata kuliah PERMASALAHAN PJJ DI INDONESIA
tersebut. Juga siswa bisa berpindah tempat tinggal Studi yang berkaitan dengan berbagai
di mana saja dengan tanpa harus putus sekolah atau permasalahan Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) di
putus kuliah, sepanjang di tempat barunya itu masih Indonesia, khususnya kalau dilihat dari aspek
bisa dilayani PJJ pada lembaga pendidikan yang ‘pemerataan memperoleh pendidikan’ telah banyak
sama. dilakukan, antara lain oleh Belawati (2002), Rianto
Selanjutnya prinsip efisiensi dalam PJJ (2006), Soekartawi (2003, 2004, 2004a, 2005a,b),
dapat diwujudkan dengan upaya-upaya menekan Soekartawi dkk (2002) dan Yuhetty dan Hardjito
biaya sehingga pelaksanaan PJJ menjadi efektif dan (2003). Pada prinsipnya permasalahan yang
efisien. berkaitan dengan pelaksanaan PJJ di Indonesia
adalah sebagai berikut:
KEUNGGULAN PJJ • Adanya ketidak-merataan memperoleh
Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) sebenarnya pendidikan secara horizontal yang disebabkan
sudah lama dilaksanakan, hanya saja untuk karena faktor geografi. Indonesia yang
Indonesia pelaksanaannya masih relatif baru. demikian luas yang didiami oleh penduduk
Sekolah Menengah Terbuka (SMP Terbuka) yang yang terpencar di berbagai pulau memang
diselenggarakan oleh pemerintah baru dimulai memerlukan pelayanan pendidikan yang
tahun 1978. Sementara itu, di tingkat Perguruan memadai. Akibat faktor geografi ini maka
Tinggi, Universitas Terbuka (UT) baru dimulai fasilitas transportasi menjadi mahal dan
tahun 1984 melalui Keputusan Presiden RI Nomor penyediaan fasilitas pendidikan menjadi
41, 4 September 1984. terbatas. Akibatnya, tidak semua anak usia
Studi tentang keunggulan dari PJJ di sekolah bida memperoleh pelayanan
Indonesia juga telah banyak dilakukan, antara lain pendidikan.
oleh Belawati (2002), Rianto (2006), Soekartawi • Adanya ketidak-merataan memperoleh
(2003, 2004, 2005a), Soekartawi dkk (2002) dan pendidikan secara vertikal yang disebabkan
Yuhetty dan Hardjito (2003). Pada prinsipnya kalau karena berbagai faktor, antara lain sebagai
PJJ itu dilaksanakan secara baik dan benar, maka berikut:
keunggulan dari PJJ adalah, antara lain, sebagai a. Tidak mempunyai waktu untuk mengikuti
berikut: pendidikan reguler (tatap-muka) yang
• Meningkatkan pemerataan memperoleh diselenggarakan secara teratur.
kesempatan belajar. Dengan PJJ jumlah siswa b. Tidak mempunyai biaya untuk
menjadi lebig besar. memanfaatkan dan mengikuti pendidikan
• Meningkatkan kompetensi belajar siswa, yang tersedia;
sebagai akibat dari perubahan dari yang semula c. Masih adanya pandangan yang
peran guru yang dominan (teacher learning menyatakan bahwa pendidikan bukan
center) menjadi peran siswa yang dominan merupakan kegiatan yang menjanjikan,
(student learning center). dsb-nya.
• Meningkatkan kemampuan atau ketrampilan
guru dalam memberikan pelajaran. Apakah masyarakat mau memanfaatkan e-
• Meningkatkan kemampuan atau ketrampilan Learning dan IT/ICT dalam proses belajar-
siswa dalam mengatasi masalah secara mengajar dalam PJJ adalah sangat tergantung dari
mandiri. pendapat masyarakat terhadap PJJ yang
• Meningkatkan efisiensi dalam pemanfaatan menggunakan keunggulani e-Learning itu sendiri.
sumberdaya manusia (SDM) guru. Manfaat ini Dengan kata lain, apakah masyarakat memang
lebih terasakan: di daerah terpencil (yang dapat membutuhkan PJJ yang menggunakan e-Learning
dilayani dengan PJJ), di daerah di mana tersebut atau tidak. Jadi kalau pertimbangan
tersedianya guru (biasanya bidang IPA) yang ’kebutuhan’ ini diperlukan, apalagi dirasa memang
terbatas. mendesak untuk dilaksanakan, maka permasalahan
• Meningkatkan efisiensi dilihat dari sisi lain yang perlu dipikirkan adalah:
pembiayaan, apalagi kalau dilihat dari strategi a. Apakah secara teknis e-Learning itu bisa
pembangunan jangka panjang. dilaksanakan (technically feasible)?
Misalnya:
A-95
Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2006 (SNATI 2006) ISSN: 1907-5022
Yogyakarta, 17 Juni 2006
A-96
Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2006 (SNATI 2006) ISSN: 1907-5022
Yogyakarta, 17 Juni 2006
membahas hal-hal yang berkaitan dengan IT/ICT memang disyaratkan dalam penyelenggaraan PJJ
tetapi melupakan mata pelajaran yang diberikan. tersebut adalah relatif mudah untuk dipenuhi.
Juga perlu dipahami bahwa bila IT/ICT tidak Bila saja BEL ini dapat dilaksanakan dengan
dipakai sebagaimana mestinya, maka penggunaan baik dan benar, maka paling tidak ada tiga manfaat,
IT/ICT dalam pembelajaran tidak dapat secara yaitu:
maksimal membantu siswa memahami mata a. Meningkatkan hasil pembelajaran melalui PJJ,
pelajaran secara lebih baik (Peters, 1999; b. Meningkatkan kemudahan belajar sehingga
Soekartawi, 2004b). siswa menjadi puas atau gembira dalam belajar
melaljui PJJ, dan
BLENDED e-LEARNING (BEL): INOVASI c. Mengurangi biaya pembelajaran.
BARU DALAM PJJ
Pemikiran dan upaya untuk terus Dalam artikelnya yang berjudul ‘Building A
memperbaiki pelaksanaan PJJ terus dilakukan oleh Successful Blended Learning Strategy’, Profesor
para ahli. Maksudnya tentu saja agar diperoleh McGinnis (2005) menyarankan 6 hal yang perlu
keluaran (output) yang lebih baik. Maka kini diperhatikan manakala orang menyelenggarakan
muncul pendekatan baru yang dinamakan ‘Blended BEL. Ke-enam hal tersebut adalah sebagai berikut:
e-Learning’ (BEL). 1. Penyampaian bahan ajar dan penyampaian
Model BEL ini pada dasarnya pesan-pesan yang lain (seperti pengumunan
mengkombinasikan keunggulan berbagai teknik yang berkaitan dengan kebijakan atau
pembelajaran dalam penyelenggaraan PJJ. Menurut peraturan) secara konsisten.
Semler (2005): Blended learning combines the best 2. Penyelenggaraan pembelajaran melalui BEL
aspects of online learning, structured face-to-face harus dilaksanakan secara serius karena hal ini
activities, and real world practice. Online learning akan mendorong siswa cepat menyesuaikan
systems, classroom training, and on-the-job diri dengan sistim PJJ. Konsekuensinya, siswa
experience have major drawbacks by themselves. lebih cepat mandiri.
The blended learning approach uses the strengths 3. Bahan ajar yang diberikan harus selalu
of each to counter the others' weaknesses. mengalami perbaikan (updated), baik itu
Karena itu, BEL merupakan gabungan formatnya, isinya maupun ketersediaan bahan
keunggulan pembelajaran yang dilakukan secara ajar yang memenuhi kaidah ‘bahan ajar
tatap-muka dan secara virtual. Kombinasi mandiri’ (self-learning materials) seperti yang
keunggulan dua model pembelajaran tersebut dapat lazim digunakan di PJJ.
dilihat di Tabel 2. 4. Alokasi waktu bisa dimulai dengan formula
awal 75:25 dalam artian bahwa 75% waktu
Tabel 2. Penilaian Lomparatif Tiga Model digunakan untuk pembelajaran online dan 25%
Pembelajaran waktu digunakan untuk pembelajaran secara
No. Variabel Kelas Kelas Kelas tatap muka (tutorial). Karena alokasi waktu ini
konvensional Virtual Kombinasi belum ada yang baku, maka penyelenggara
(Blended
Learning) pendidikan bisa membuat ‘uji coba’ sendiri,
1 Registrasi Di kampus Online Keduanya sehingga diperoleh alokasi waktu yang ideal.
2 Lingkungan Hidup Terprogram Keduanya 5. Alokasi waktu tutorial sebesar 25% untuk
pembelajaran tutorial, dapat digunakan khusus bagi mereka
3 Lingkungan Di kampus Di luar Keduanya
kampus kampus
yang tertinggal, namun bila tidak
4 Kehadiran Diperlukan Tdk Keduanya memungkinkan (misalnya sebagian besar siswa
guru/tutor diperlukan menghendaki pembelajaran tatap muka), maka
5 Jadwal kelas Tertentu Kapan saja Kapan saja waktu yang tersedia sebesar 25% tersebut bisa
tempat & & dimana & dimana dipakai untuk menyelesaikan kesulitan-
waktunya saja saja
6 e-mail Tdk ada Ya Ya kesulitan siswa dalam memahami isi bahan
7 Audio-video Tidak ada Tdk ada Ya ajar. Jadi semacam penyelenggaraan ‘remedial
conferencing, class’.
chatting 6. Dalam BEL diperlukan kepemimpinan yang
8 Konsultasi Tatap muka Diumumka Keduanya mempunyai waktu dan perhatian untuk terus
n
9 Kerja Ya Tidak Ya berupaya bagaimana meningkatkan kualitas
kelompok pembelajaran.
10 Tugas-tugas Ya Tidak Ya
rumah Dalam pada itu, secara lebih spesifik
Profesor Steve Slemer (2005) dan Soekartawi
Sumber: Soekartawi (2005). (2005b) menyarankan enam tahapan dalam
merancang dan menyelenggarakan BEL agar
Informasi yang disajikan di Tabel 2 hasilnya optimal. Keenam tahapan tersebut adalah
memberikan petunjuk bahwa pelaksanaan PJJ sebagai berikut:
terlihat lebih fleksibel. Dengan demikian, maka 1. Tetapkan macam dan materi bahan ajar,
melalui pendekatan BEL, maka prinsip-prinsip kemudian ubah atau siapkan bahan ajar
kebebasan, kemandirian, keluwesan, keterkinian, tersebut menjadi bahan ajar yang memenuhi
kesesuaian, mobilitas, dan efisiensi seperti yang
A-97
Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2006 (SNATI 2006) ISSN: 1907-5022
Yogyakarta, 17 Juni 2006
syarat untuk PJJ. Karena medium 6. Siapkan kriteria untuk melakukan evaluasi
pembelajarannya adalah BEL, maka bahan ajar pelaksanaan BEL. Memang banyak cara
sebaiknya dibedakan atau dirancang untuk tiga bagaimana membuat evaluasi ini, namun
macam bahan ajar, yaitu: Semler (2005) menyarankan sebagai berikut:
a. Bahan ajar yang dapat dipelajari sendiri a. Ease to navigate, dalam artian seberapa
oleh siswa, mudah siswa bisa mengakses semua
b. Bahan ajar yang dapat dipelajari melalui informasi yang disediakan di paket
cara berinteraksi melalui cara tatap-muka, pembelajaran yang disiapkan di komputer.
dan Kriterianya, makin mudah melakukan
c. Bahan ajar yang dapat dipelajari melalui akses adalah makin baik.
cara berinteraksi melalui cara on-line/web- b. Content/substance, dalam artian
based learning. bagaimana kualitas isi instruksional yang
2. Tetapkan rancangan dari BEL yang dipakai. Misalnya bagaimana petunjuk
digunakan. Kegiatan di tahap ini merupakan mempelajari isi bahan ajar, bagaimana
tahap yang paling sulit. Disini diperlukan ahli bahan ajar itu disiapkan, apakah bahan ajar
e-Learning untuk membantunya. Dalam yang ada sesuai dengan tujuan
tahapan ini, intinya adalah bagaimana pembelajaran, dsb-nya. Kriterianya, makin
membuat rancangan pembelajaran yang mendekati isi bahan ajar itu dengan tujuan
berisikan komponen PJJ dan tatap-muka. pembelajaran adalah makin baik.
Karena itu, dalam membuat rancangan c. Layout/format/appearance, dalam artian
pembelajaran ini, perlu diperhatikan hal-hal apakah paket pembelajaran (bahan ajar,
yang berkaitan antara lain dengan: petunjuk belajar, atau informasi lainnya)
a. Bagaimana bahan ajar tersebut disajikan. disajikan secara profesional. Kriterianya,
b. Bahan ajar mana yang bersifat wajib makin baik penyajian bahan ajar adalah
dipelajari dan mana yang sifatnya anjuran makin baik.
guna memperkaya pengetahuan siswa. d. Interest, dalam artian sampai seberapa
c. Bagaimana siswa bisa mengakses dua besar paket pembelajaran (bahan ajar,
komponen pembelajaran tersebut. petunjuk belajar, atau informasi lainnya)
d. Faktor pendukung apa yang diperlukan. yang disajikan mampu menimbulkan daya
Misalnya software apa yang digunakan, tarik siswa untuk belajar. Kriterianya
apakah diperlukan kerja kelompok, apakah adalah bila paket pembelajaran yang
diperlukan learning resource centers disajikan mampu menimbulkan siswa
(sumber pembelajaran) di daerah-daerah untuk terus tertarik belajar adalah makin
tertentu. baik.
e. Dan lain-lainnya. e. Applicability, dalam artian seberapa jauh
3. Tetapkan format dari on-line learning- apakah paket pembelajaran (bahan ajar, petunjuk
bahan ajar tersedia dalam format html belajar, atau informasi lainnya) yang
(sehingga mudah di cut dan pase) atau dalam disajikan bisa dipraktekkan secara mudah.
format PDF (tidak bisa di cut and pase). Juga Kriterianya, makin mudah dipraktekkan
perlu di beritahukan ke siswa dan guru hosting adalah makin baik.
apa yang dipakai, yaitu apakah on-line f. Cost-effectiveness/value, dalam artian
learning tersebut menggunakan internet link sampai seberapa murah biaya yang
apa. Apakah Yahoo, Google, MSN atau dikeluarkan untuk mengikuti paket
lainnya. pembelajaran tersebut.
4. Lakukan uji terhadap rancangan yang dibuat.
Ini maksudnya apakah rancangan pembelajaran Dalam kaitannya dengan masalah pedagogi
tersebut bisa dilaksanakan dengan mudah atau dalam PJJ yang sering diperdebatkankan,
sebaliknya. Cara yang lazim dipakai untuk uji barangkali ada baiknya melihat hasil studi
seperti ini adalah melalui cara ‘pilot test’. Soekartawi (2004a) yang hasilnya pernah
Dengan cara ini penyelenggara BEL bisa minta dipresentasikan di seminar internasional di
masukan atau saran dari pengguna atau peserta UNESCO-SEAMEO, Bangkok, 27-29 Mei 2004.
pilot test. Hasil studi yang menggunakan sampel pembuat
5. Selenggarakan BEL dengan baik sambil juga kebijakan (Pimpinan Universitas, Fakultas dan
menugaskan instruktur khusus (dosen/guru) Jurusan) sebanyak 40 orang dan dosen sebanyak 37
yang tugas utamanya melayani pertanyaan orang di empat universitas di Indonesia,
siswa apakah itu bagaimana melakukan memberikan data seperti disajikan di Tabel 3 dan 4.
pendaftaran sebagai peserta, bagaimana siswa Hasil analisis yang memakai teknik Statistical
atau instruktur yang lain melakukan akses Package for Social Sciences tersebut. dirasa cukup
terhadap bahan ajar, dan lain-lain. Instruktur untuk memberikan gambaran bahwa kendala
ini juga bisa berfungsi sebagai petugas promosi terbesar dari pembuat kebijakan dan dosen dalam
(public relation) karena yang bertanya menggunakan ICT untuk pembelajaran adalah
mungkin bukan dari kalangan sendiri, tetapi masih terletak pada masalah-masalah mendasar,
dari pihak lain. seperti apakah ada dukungan kebijakan dan
A-98
Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2006 (SNATI 2006) ISSN: 1907-5022
Yogyakarta, 17 Juni 2006
A-99
Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2006 (SNATI 2006) ISSN: 1907-5022
Yogyakarta, 17 Juni 2006
Curran, C. (1989), ‘Resource Factors: Recurrent Soekartawi (2005). Peran Strategis e-Learning
Cost’ in UNESCO and International Council dalam Mendukung Pemerataan Pendidikan
for Distance Education, Developments in yang Berkualitas. Seminar Nasional
Distance Education in Asia: An Analysis of Pemanfaatan Teknologi Informasi Berbasis
Five Case Studies, Paris/Oslo, pp: 23-26. Web dalam e-Learning, STMIK-Mikroskil,
Jalal, F. dan B. Musthafa (2001). Education Reform Medan, 2 April 2005.
in the Context of Regional Autonomy: The Soekartawi (2005a). 'Constraints in Implementing
Case of Indonesia. Monograph Ministry of e-Learning Using WebCT: Lessons from
National Education, Jakarta. SEAMEO Regional Open Learning Center',
McGinnis, M. (2005). Building A Successful Malaysia Online Journal of Instructional
Blended Learning Strategy, Technology (MOJIT) 2(2): 97-105. (ISSN:
(http://www.ltimagazine.com/ltimagazine/ar 1823-1144).
ticle/articleDetail.jsp?id=167425), 23 Juni Soekartawi (2005b). Issues e-Learning/Web-Based
2005. Learning/Distance Learning dan
Muta, H. (1984), The Economics of the University Kemungkinan Pelaksanaannya di Indonesia.
of Air in Japan Revised, Higher Education: Seminar Nasional Pendidikan, Universitas
18:5. Islam Sumatera Utara, Medan, 2 April 2005.
Perraton, H. (1996). The Cost Effectiveness of Soekartawi, A. Haryono and F. Librero (2002),
Distance Education for Primary Teacher Greater Learning Opportunities through
Training. International Research Distance Education: Experiences in
Foundation for Open Learning, Cambridge. Indonesia and the Philippines. Journal of
Peters, O. 1999. The University of the Future: Southeast Asian Education 3(2). (ISSN:
Pedagogical Perspectives. Proceeding of the 1513-4001).
‘19th World Conference on Open Learning Yuhetty, H. dan Hardjito (2003). Edukasi.net;
and Distance Education’, June 20-24, 1999, Pembelajaran Berbasis Internet, Tantangan
Vienna. dan Peluangnya. Seminar Nasional
Rianto, G (2006), Teknologi Informasi: Innovasi ‘Teknologi Pembelajaran’, Yogyakarta, 22-
bagi Dunia Pendidikan. Monograph 23 Agustus 2003.
Departemen Sosiologi Universitas
Indonesia.
Semler, S. (2005). Use Blended Learning to
Increase Learner Engagement and Reduce
Training Cost
(http://www.learningsim.com/content/lsnew
s/ blended_learning1.html), 22 Juni 2005.
Soekartawi (2003). Beberapa Kesulitan dalam
Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Web
pada Sistim Pendidikan Jarak Jauh. Seminar
Nasional ‘Teknologi Pendidikan’, UT,
PUSTEKKOM dan UNJ di Yogyakarta, 22 -
23 Agustus 2003.
Soekartawi (2004). Bagaimana Peran, Prospek dan
Masalah e-Learning dan ICT dalam
Pendidikan Jarak Jauh di Indonesia.
Seminar e-Learning dan Pembelajaran
Terbuka/Jarak Jauh: Masalah dan Prospek,
Lembaga Manajemen PPM, Jakarta, 20
April 2004.
So ek ar taw i (2004 a). The U se of ICT in
Teach ing and Learn ing Activ ities
for Pro mo ting Op en and D is tan ce
Learn ing. SEAMEO-UNESCO Education
Congress on ‘Adapting to Changing Times
and Needs’, Bangkok, 27-29 May 2004.
Soekartawi (2004b). Pedagogical Issues in the Use
of IT/ICT in Teaching. Sub-Regional
Training on the Use of ICT in Teaching
Mathematics, Science and Language for
Secondary School Teachers from Indonesia,
Malaysia, Philippines and Thailand’,
RECSAM, Penang, Malaysia, 23
November–3 December 2004.
A-100