Professional Documents
Culture Documents
1152-Article Text-1156-1-10-20100603
1152-Article Text-1156-1-10-20100603
1
ISSN 0126-0472
Terakreditasi B SK Dikti No: 43/DIKTI/Kep/2008
ABSTRACT
*)
Korespondensi:
Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas
Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor
Jln. Agatis, Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680
Telp. 0251-8623940, e-mail: yudi_r@ipb.ac.id
infertil berhasil merangsang fungsi reproduksi dangkan secara individu diapit dua betina yang
(Toelihere, 1993). PMSG mempunyai aktivitas juga dikandangkan individu, sedangkan yang
utama seperti FSH (follicle stimulating hor- lain dikandangkan berpasangan dengan betina.
mone), sedangkan hCG mempunyai aktivitas Semua kandang dilengkapi tempat penam-
utama seperti LH (luteinizing hormone) (Hafez pungan air untuk minum. Hewan mendapatkan
& Hafez, 2000). FSH pada jantan berperan me- pakan standar yang sudah rutin diberikan, yaitu
rangsang spermatogenesis, sedangkan LH me- berupa rumput lapangan atau rumput gajah,
rangsang sel leydig menghasilkan testosteron beberapa sayuran seperti kangkung dan kacang
yang merangsang tahap akhir spermatogenesis, panjang, dan sesekali jagung muda (beserta
pengeluaran spermatozoa dan memperpan- kulitnya) dan ubi. Hewan mendapat pakan
jang masa hidup spermatozoa epididimis. LH tambahan vitamin A 6000 IU, B kompleks (ter-
menstimulasi sel leydig untuk menghasilkan diri atas vitamin B1 100 mg, B6 200 mg dan
testosteron dalam 20-30 menit, selanjutnya B12 200 mg) dan E 50 IU. Vitamin diberikan
testosteron masuk tubuli seminiferi (sel ser- setiap hari, mulai 2 bulan sebelum koleksi
toli) dan mendukung proses spermatogenesis hingga penelitian berakhir. Hewan diinjeksi
(Johnson & Everitt, 1998). Kepentingan LH hCG sebanyak 750 IU secara intramuskuler
juga terbukti pada mencit yang di-knock out re- sekitar 12 jam sebelum anastesi.
septor LH. Tanpa aktivitas LH, mencit menga-
lami pengurangan ukuran dan berat testikuler, Pengendalian Hewan
kelenjar asesoris dan proses spermatogenesis
sehingga hewan mengalami abnormalitas be- Pengendalian anoa dilakukan dengan
berapa bagian organ reproduksi dan cenderung kombinasi teknik anastesi (pengendalian kimi-
infertil (Pakarainen et al., 2005). awi) dan pengendalian secara fisik. Anastetika
Penelitian ini dilakukan untuk mengeta- yang digunakan adalah kombinasi ketamin
hui karakterisasi organ reproduksi bagian luar HCl (1,5-2,0 mg/kgBB) dan xylazine HCl
anoa jantan, menguji efektivitas perangsangan (1,0-1,5 mg/kg BB), atau kombinasi ketamin
elektroejakulator dalam koleksi semen dan HCl (1,5-2,0 mg/kgBB) dan medetomidin
mempelajari karakteristik semen segar yang HCl (50-100 μg/kgBB). Pembiusan dilaku-
dihasilkan setelah hewan mendapat injeksi kan secara intramuskuler dengan bantuan
hormon hCG. tulup (sumpit). Pemberian xylazine atau me-
detomidin dilakukan sekitar 15 menit setelah
MATERI DAN METODE pemberian ketamin. Selama proses anastesi,
hewan ditempatkan di dalam kandang individu
Hewan Percobaan untuk mengurangi stres. Setelah dianastesi,
hewan dipindahkan ke tempat koleksi semen
Penelitian dilakukan dengan menggu- dan dibaringkan di atas matras. Segera sete-
nakan 4 ekor anoa jantan, masing-masing lah koleksi semen dan pengukuran biometri
berumur sekitar 3, 8-9, 11 dan 20 tahun, de- organ reproduksi, hewan diberi antidota yaitu
ngan bobot badan masing-masing sekitar 30, yohimbine (0,125 mg/kgBB) untuk hewan
50, 80 dan 75 kg. Selama penelitian, semua yang dianastesi dengan xylazine atau atipame-
hewan mempunyai status kesehatan yang baik. zole (250-500 ug/kgBB) untuk yang dianastasi
Keempat anoa memiliki organ reproduksi bagi- dengan medetomidin.
an luar normal dan memperlihatkan keinginan
kawin dengan betina yang ada didekatnya, Biometri Organ Reproduksi Jantan
sehingga diperkirakan mempunyai fungsi Bagian Luar
reproduksi normal. Semua anoa menempati
kandang sesuai kebijakan manajemen yang Organ reproduksi anoa jantan bagian
sudah berjalan selama ini. Satu anoa dikan- luar dikarakterisasi dengan mengukur lingkar
skrotum, panjang dan diameter testis, panjang Rangsangan pada penelitian ini dilakukan pada
caput, corpus dan cauda epididimis, serta pan- 3, 5, 7, 10 dan 12 V, dengan waktu perangsang-
jang bagian bebas penis. Bagian penis bebas an 5 detik, ulangan 3 kali pada setiap voltase,
(free part of the penis) adalah bagian penis dan jeda antar-ulangan 5 detik. Pengulangan
mulai dari pertautan dengan preputium sampai dan penaikan voltase dilakukan sampai hewan
ujung penis yang membentuk glans (kepala) mengalami ereksi dan atau ejakulasi. Semen
penis (Schatten & Constantinescu, 2007). segar (ejakulat) ditampung menggunakan
Secara makroanatomi, caput, corpus dan tabung steril transparan berskala dan segera
cauda epididimis dibedakan dari pembesaran dievaluasi untuk mengetahui karakteristiknya.
lumen dan penebalan dinding (mukosa) (Hafez
& Hafez, 2000). Caput (huruf S) diukur dari Evaluasi Ejakulat
mulai membesarnya epididimis pada bagian
atas testis sampai mengecil kembali yang me- Evaluasi makroskopik. Evaluasi makroskopik
ngarah ke bagian belakang testis. Corpus (arah dilakukan terhadap volume, warna, konsistensi
vertikal) diukur dari batas akhir pengecilan dan derajat keasaman (pH). Volume, warna
caput sampai membesar kembali di bagian dan konsistensi dapat diketahui secara lang-
bawah-belakang testis. Cauda (huruf U) diukur sung setelah koleksi karena tabung penampung
dari mulai membesarnya epididimis (arah ke adalah transparan dan berskala. Sementara itu,
bawah) sampai batas akhir pengecilan kem- pH diukur dengan melihat perubahan warna
bali yang mengarah ke atas (ductus deferens). setelah 1 tetes ejakulat diteteskan ke kertas pH
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan indikator (skala 6,4-8,0).
mikrokaliper, sedangkan bagian yang melekuk
dilakukan dengan benang nilon (Rind et al., Evaluasi mikroskopik. Secara mikroskopik,
2006; Raji et al., 2008). ejakulat dievaluasi terhadap gerakan massa,
motilitas progresif, persentase hidup (viabili-
Koleksi Semen tas), konsentrasi dan morfologi (abnormalitas).
Gerakan massa dinilai berdasarkan kecepatan
Koleksi semen dilakukan menggu- dan ketebalan gelombang yang terbentuk aki-
nakan elektroejakulator yang mengacu kepada bat spermatozoa yang bergerak bersama-sama
Miller et al. (1990) dan Morato et al. (1999). setelah 1 tetes semen diteteskan pada gelas ob-
Elektroejakulator yang digunakan memiliki jek dan dilihat dengan mikroskop. Nilai yang
stimulator AC 100 Hz dan diameter rectal diberikan skala 3-0, nilai 3 untuk gelombang
probe 1,5 cm dengan 4 elektroda melingkar tebal dan pergerakan cepat sedangkan nilai 0
(Fujihira-FHK). Sebelum probe dimasuk- jika tidak ada gelombang teramati (Toelihere,
kan ke dalam rektum, preputium dan daerah 1993).
sekitarnya dibersihkan dengan NaCl fisiologis Motilitas (%M) dinilai berdasarkan
dan dikeringkan dengan kertas tisu. Jika diper- persentase spermatozoa yang bergerak pro-
lukan, rambut di sekitar preputium dipotong. gresif ke depan. Sampel semen diencerkan
Probe dimasukkan ke dalam rektum menjang- dengan NaCl fisiologis pada gelas obyek, lalu
kau seluruh ruang pelvis, lalu diarahkan ke ditutup dengan gelas penutup dan diamati
dasar pelvis sambil digerakkan secara halus ke menggunakan mikroskop cahaya perbesaran
depan-belakang dan kiri-kanan untuk merang- 40x10. Persentase hidup (%H) dan abnor-
sang syaraf-syaraf ischiadicus dan pelvis malitas (%Abn) dievaluasi dengan pewarna
yang berlanjut ke organ reproduksi (Toelihere, diferensial eosin-nigrosin 2%. Sedikit semen
1993). Voltase elektroejakulator diatur dari ren- dan pewarna dicampur pada gelas objek (per-
dah ke tinggi, dengan pengulangan dan waktu bandingan sekitar 1:4), lalu dibuat preparat
jeda di antara ulangan (Miller et al., 1990). ulas tipis pada gelas objek lainnya dan diker-
ingkan dengan hair dryer. Preparat dievaluasi Data hasil penelitian disajikan secara deskriptif
dengan mikroskop cahaya perbesaran 40x10. dalam bentuk gambar dan tabel (dalam
Baik evaluasi %H maupun %Abn dilakukan rataan±standar deviasi).
terhadap 200 sel atau 10 lapang pandang.
Spermatozoa hidup ditandai dengan warna HASIL DAN PEMBAHASAN
transparan (bagian kepala), sedangkan sper-
matozoa mati berwarna merah (eosinofilik) Biometri Organ Reproduksi Bagian Luar
(Toelihere, 1993). Evaluasi %Abn dilakukan
berdasarkan kelainan morfologi pada bagian Hasil karekterisasi (biometri) organ
kepala, leher dan ekor, kemudian dikelom- reproduksi bagian luar anoa jantan dirangkum
pokkan menjadi abnormalitas primer atau pada Tabel 1. Secara umum dimensi akan
sekunder. bertambah seiring bertambahnya umur. Hal
Konsentrasi spermatozoa dihitung meng- ini disebabkan oleh perkembangan organ
gunakan kamar hitung neubauer, yaitu dengan reproduksi sampai usia puncak reproduksi dan
mengencerkan sampel 100 kali (10 μl semen + spermatogenesis cenderung bertambah dipe-
990 μl NaCl 3%) dan diisikan ke dalam kamar ngaruhi oleh sistem neuroendokrin, terutama
hitung pada neubauer yang telah ditutup de- adalah hormon FSH (follicle stimulating hor-
ngan gelas penutup. Penghitungan spermato- mone), LH/ICSH (luteinizing hormone/intersti-
zoa dilakukan pada 5 kotak besar yang terletak tial cells stimulating hormone) dan testosteron
diagonal (kanan dan kiri bawah, kanan dan kiri (Toelihere, 1993; Bearden & Fuquay, 1997).
atas, dan tengah). Penghitungan konsentrasi Hasil yang mirip juga pernah disam-
spermatozoa yang didapatkan adalah Y x 5 paikan oleh Omar (1997) pada kerbau mesir.
x 106 sel/ml (Y=jumlah spermatozoa pada 5 Dimensi panjang x lebar x tebal testis dan pan-
kotak yang diamati) dengan memperhatikan jang cauda epididimis pada kerbau mesir umur
faktor pengenceran dan volume kamar hitung. 1 tahun adalah sekitar 5,9 x 4,1 x 4,1 cm dan
1,1 cm (kanan) serta 6,1 x 1,2 x 4,0 cm dan 1,2
Penyajian Data cm (kiri), sedangkan pada umur 4 tahun adalah
8,3 x 6,2 x 6,8 cm dan 1,8 cm (kanan) serta 8,5
Data biometri organ reproduksi jantan x 6,0 x 6,3 cm dan 2,1 cm (kiri). Ukuran skro-
bagian luar diperoleh dari sekali pengukuran tum pada kerbau lumpur di Indonesia berumur
dari setiap hewan (n=4). Data karakteristik 72 bulan adalah 16,3 x 5,4 cm, dengan panjang
ejakulat diperoleh dari 6 kali ulangan (individu caput, corpus dan cauda epididimis kerbau
dianggap sebagai ulangan), kecuali untuk dewasa masing-masing adalah 4,93 cm, 9,66
abnormalitas diperoleh dari 4 kali ulangan. cm dan 2,2 cm (Toelihere, 1993). Sementara
pada sapi dewasa, ukuran testis adalah 10-13 Contoh gambar spermatozoa anoa dan bebera-
cm (panjang), 5-6,5 cm (lebar), dengan berat pa abnormalitas yang ditemukan diperlihatkan
300-400 g (Bearden & Fuquay, 1997). Lingkar pada Gambar 1, sedangkan persentase jenis
skrotum sapi hasil persilangan FH dengan sapi abnormalitas diperlihatkan Tabel 3. Secara ma-
lokal Bangladesh berumur 5-9 tahun adalah kroskopik volume ejakulat adalah 1,02±0,28
36,7–40,0 cm (Sugulle et al., 2006). ml, konsistensi encer, berwarna putih agak
Dimensi testikuler berkaitan erat dengan transparan, berbau anyir dan pH 6,93±0,19.
daya produksi dan kualitas semen. Brito et al. Secara mikroskopik ejakulat anoa tidak menun-
(2002) menyatakan adanya hubungan positif jukkan gerakan massa, %M 52,5±18,91%, %H
antara volume testis dengan volume ejakulat, 67,48±8,24%, konsentrasi 263,33±105,06 juta/
jumlah total spermatozoa dan spermatozoa ml dan %Abn total 31,86±3,72% (morfologi
hidup. Noviana et al. (2000) melaporkan bah- normal sekitar 69%). Abnormalitas primer
wa jumlah tubuli seminiferi yang lebih tinggi yang ditemukan adalah 9,53±3,85%, dan
per luasan testis pada kambing kacang, ber- yang paling banyak adalah kepala tanpa ekor
manifestasi pada konsentrasi spermatozoa yang 4,28%. Abnormalitas sekundernya sebesar
lebih tinggi dibanding domba lokal dengan 22,33±1,46%, dan yang paling banyak adalah
jumlah tubuli seminiferi per luasan testis lebih ekor melipat 7,73%, sisa sitoplasma proksimal
sedikit. Lebih jauh, kemampuan memproduksi 4,23% dan ekor melengkung 4,17%. Secara
spermatozoa harian per testis berkorelasi umum, kualitas ejakulat anoa lebih buruk
positif dengan berat testis (r=0,98), jumlah sel dibanding ejakulat dari hewan ternak misalnya
sertoli tiap testis (r=0,97), dan tubuli seminiferi kerbau dan sapi (Tabel 2).
(r=0,99) (Leal et al., 2004). Volume ejakulat anoa hampir sama
dengan domba (sekitar 1 ml), tetapi jauh lebih
Karakteristik Semen Segar rendah dibandingkan sapi (4-6 ml), babi dan
kuda (tanpa gel) masing-masing 225 dan 60
Karakteristik makroskopik dan mikro- ml (Bearden & Fuquay, 1997), serta kerbau
skopik semen segar dirangkum pada Tabel 2. 1,88 ml (Herdis, 1998). Karakteristik semen
Keterangan: (--) = tidak ada data, a) = Herdis (1998), b) = Bearden & Fuquay (1997), c) = Toelihere (1993).
3 1
5
2
4
1
6
2
3
8
7
Gambar 1. Profil spermatozoa anoa dengan pewarna eosin-nigrosin 2%. (1) spermatozoa mati, (2)
spermatozoa hidup, (3) ekor melipat, (4) distal cytoplasmic droplet, (5) kepala besar
(macrocephalic), (6) ekor melengkung sempurna (under the head), (7) spermatozoa muda
(undeveloped), (8) ekor melengkung.
pada kerbau lumpur thailand bervariasi yang pH 7,13±0,24, warna krem dan konsistensi
dipengaruhi oleh musim, tetapi volume ejaku- kental, sedangkan pada masa ranggah muda
lat bertambah seiring bertambahnya umur (velvet) warna semen menjadi putih dan kon-
(Koonjaenak et al., 2007). Handarini (2005) sistensinya encer. Koleksi semen pada harimau
juga pernah melakukan teknik koleksi semen india (Panthera pardus) dengan teknik yang
pada satwa liar menggunakan elektroejakula- sama mendapatkan semen dengan volume
tor portabel (Barley ejaculator) dan anastesi 1,57±1,26 ml dan pH 7,39±0,23 (Jayaprakash
general pada rusa timor (Cervus timorensis). et al., 2001) .
Karakteristik makroskopik semen segar yang Herdis (1998) mendapatkan ejakulat
diperoleh pada masa ranggah keras (masa kerbau lumpur yang dikoleksi dengan vagina
perkawinan) mempunyai volume 1,88±0,67, buatan dengan karekteristik: gerakan massa
peranannya dalam sintesis hormon dan ga- Peran hCG pada Kualitas Semen
metogenesis. Defisiensi vitamin A dan E
dilaporkan berkaitan dengan penurunan sper- Injeksi hCG (aktivitas utama seperti LH)
matogenesis dan kejadian degenerasi testikuler. sebanyak 750 IU (setengah dari dosis untuk
Sementara itu, stres diduga menjadi masalah sapi dewasa) secara intramuskuler pada
pada pemeliharaan kesehatan terkait dengan penelitian ini, mampu merangsang ejakulasi
harmonisasi metabolisme tubuh. Inbreeding dengan kualitas semen yang cukup baik. Agil
diduga menjadi penyebab menurunnya kualitas et al. (2002) melakukan koleksi semen pada
genetik pada harimau india (Jayaprakash et al., badak sumatera dengan vagina buatan atau
2001). Inbreeding juga diduga menjadi penye- dikombinasi dengan masase penis atau kelen-
bab menurunnya volume testiskuler, volume jar pelengkap tanpa didahului pemberian hor-
ejakulat, motilitas spermatozoa, konsentrasi mon gonadotropin. Ejakulat yang dihasilkan
spermatozoa dan meningkatnya abnormalitas mempunyai volume rendah (oligospermia),
spermatozoa pada harimau florida (Felis con- konsentrasi sangat rendah (azoospermia) dan
color coryi) (Holt & Pickard, 1999). Selain abnormalitas sangat tinggi (necrospermia).
hal-hal di atas, teknik koleksi dan perlakuan Peran penting LH pada fertilitas jantan
semen yang tidak tepat selama evaluasi juga terjadi karena LH berperan merangsang sel
dapat menurunkan kualitas semen, seperti leydig untuk mensintesis dan mensekresikan
motilitas dan persentase hidup yang menurun hormon testosteron (Hafez & Hafez, 2000).
dan abnormalitas sekunder yang naik (Hafez & Lebih lanjut, testosteron akan merangsang
Hafez, 2000). tahap akhir spermatogenesis, memperpanjang
Karakteristik ejakulat anoa hasil elek- viabilitas spermatozoa epididimis, merangsang
troejakulasi yang cenderung jelek diharapkan pertumbuhan dan aktivitas kelenjar pelengkap,
masih bisa digunakan dalam program perka- serta bertanggung jawab pada karakteristik
winan berbantuan, misalnya IB. Hal ini dise- seks sekunder dan libido. LH menstimulasi sel
babkan pada teknik IB, total spermatozoa yang leydig menghasilkan testosteron dalam 20-30
dibutuhkan dalam satu dosis jauh lebih sedikit menit, selanjutnya testosteron masuk ke tubuli
dibanding pada perkawinan secara alam. seminiferi (melalui sel sertoli) dan mendukung
Misalnya pada sapi, satu kali ejakulasi dalam proses spermatogenesis (Johnson & Everitt,
perkawinan alam bisa digunakan untuk meng- 1998). Lei et al. (2003) melaporkan bahwa
inseminasi lebih dari 50 ekor betina pada pro- pada tikus tanpa reseptor LH memperlihatkan
gram IB (Hafez & Hafez, 2000). Oleh karena lumen epididimis mengecil, tidak ditemukan
itu, walaupun kualitas ejakulat harimau siberia spermatozoa, pengurangan jumlah dan ukuran
tidak cukup bagus, pada akhirnya bisa meng- sel epitel, dan penurunan level testosteron
hasilkan 50% induk bunting dengan teknik IB serum. Terapi dengan testosteron tidak berhasil
laparoskopi (IB langsung di uterus) (Donoghue memperbaiki kondisi, walaupun testosteron se-
et al., 1993). Begitu juga pada harimau india, rum meningkat testosteron testikuler tetap ren-
dengan uji penembusan oosit tanpa zona (zona- dah sehingga mempengaruhi fungsi epididimis
free hamster egg penetration assay) sekitar sebagai tempat pematangan akhir spermatozoa.
80% adalah positif (Jayaprakash et al., 2001).
Namun demikian, pada tahap aplikasi IB KESIMPULAN
yang perlu mendapat perhatian adalah teknik
pengolahan (kriopreservasi) semen dan teknik Aplikasi elektroejakulator dengan voltase
inseminasi sehingga upaya pengembangbiakan yang sesuai dan penyuntikan hCG pada
anoa dengan teknik reproduksi berbantuan bisa koleksi semen anoa dapat diperoleh semen
berhasil seperti pada beberapa satwa liar yang segar (ejakulat) dengan kualitas cukup baik.
lain. Biometri organ reproduksi jantan bagian luar
Lei Z.M., W. Zou, S. Mishra, X. Li and Ch. V. egyptian buffaloes – scrotal content. In: Proc.
Rao. 2003. Epididymal phenotype in lutein- 5th World Buffaloe Congress, Caserta Italy.
izing hormone receptor knockout animals p.815-819.
and its response to testosterone replacement Pakarainen, T., F.P. Zhang, S. Makela, M.
therapy. Biol. Rep. 68: 888-895. Poutanen & I. Huhtaniemi. 2005.
Miller, A.M., M. E. Roelke, K. L. Goodrowe§, Testosterone replacement therapy induces
J. G. Howard & D. E. Wildt. 1990. Oocyte spermatogenesis and partially restores fertil-
recovery, maturation and fertilization in vitro ity in luteinizing hormone receptor knockout
in the puma (Felis concolor). J Reprod Fertil mice. Endocrinology 146: 596 –606.
88: 249-258. Paris, D.B.B.P., D.A Taggart, G. Shaw, P.D.
Morato, R.G., M.A.B de vas Guimaraes, Temple-Smith & M.B Renfree. 2005. Birth
F. Ferreira, U.T.N. Verreschi & R.C. of pouch young after AI in the tammar wal-
Barnabe. 1999. Reproductive characteristics laby (Macropus eugenii). Biol Reprod 72:
of captive male jaguars (Panthera onca). 451-459.
Braz J Vet Res Anim Sci 36(5). Diakses dari Raji, A.O., J.U. Igwebuike & J. Aliyu. 2008.
http://www.scielo.org/. [10 November 2008]. Testicular biometry and its relationship with
Mustari, A.H. 1995. Population and behaviour of body weigth of indigenous goats in Semi
lowland anoa (Bubalus deprssicornis Smith) Arid Region of Nigeria. J. Agri. Bio. Sci. 3
in Tanjung Amolengu Wildlife Reserve (4). diakses dari http://www.cbra.org/ [10
South-east Sulawesi, Indonesia. Thesis for Nopember 2008].
the Degree of Tropical Forestry, Faculty of Rind M.M., H. Khan, B. Rind, M. Alam & I.
Forestry Science. George August University A. Memon. 2006. Biometrical observations
Gottingen, Germany. on bovine epididimis. J. Anim Vet Adv. 5:
Noviana C., A. Boediono & T. Wresdiyati. 2000. 376-379.
Morfologi dan histomorfometri testis dan Schatten H & G.M. Constantinescu. 2007.
epididimis kambing kacang (Capra sp.) dan Comparative Reproductive Biology. Black-
domba lokal (Ovis sp.). Media Veteriner 7: well Publishing, Iowa USA.
12-16. Sugulle A.H., M.M.U. Bhuiyan & M.
O’brien, J.K. & T.L. Roth. 2000. Postcoital sperm Syamsuddin. 2006. Breeding soundness
recovery and cryopreservation in Sumatran of bulls and the quality of their frozen se-
rhinoceros (Dicerorhinus sumatrensis) and men used in cattle artificial insemination in
aplication to gamete rescue in the African Bangladesh. Livestock Res Rural Dev 18(4).
black rhinoceros (Diceros bicornis). J Reprod Diakses dari http://www.cipav.org.com/ (15
and Fertil 118: 263-271. November 2008).
Omar, M.A.M. 1997. Morphological and anatomi- Toelihere, M.R. 1993. Fisiologi Reproduksi pada
cal characteristics of male genital organs of Hewan Ternak. Angkasa, Bandung.