Tinjauan Ham Dalam Regulasi PPPK Dengan Intertekstualitas Teks Hukum (Human Rights Review in Regulations On PPPK With Intertextuality Legal Text)

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 20

DOI: http://dx.doi.org/10.30641/ham.2020.11.

219-238
Tulisan Diterima: 18-5-2020; Direvisi: 29-7-2020; Disetujui Diterbitkan: 04-8-2020

TINJAUAN HAM DALAM REGULASI PPPK DENGAN


INTERTEKSTUALITAS TEKS HUKUM
(Human Rights Review in Regulations on PPPK with Intertextuality Legal Text)

Faiq Tobroni
Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
faiq.tobroni@uin-suka.ac.id

ABSTRACT
Internalization of human rights in regulations related to labor rights remains challenges. This happened in
regulations on Government Employees with Work Agreements (PPPK), namely Law Number 5 of 2014 and
Government Regulation Number 49 of 2018. This research has two problems, namely: human rights review
in regulations on PPPK and the reasons to internalize the human rights in regulations on PPPK with an
intertextuality approach to legal texts. Using the normative legal research method, this research produces
the following conclusions. Some treatments to PPPK are not in accordance with human rights, namely
principles of equality, non-discrimination, interrelation, interdependence and state responsibility. By
conducting an intertextuality between regulations on PPPK and other texts, this study found the urgency of
reviewing the regulation on PPPK based on human rights. The regulation on PPPK reflects the negative
mechanical reasoning used by the state to escape state responsibility in protecting PPPK, so that it produces
regulations that are actually left behind other regulations in protecting the rights of contract employees. In
addition, it also shows the country's setback in formulating indicators for fulfillment of the right to work.
Keywords : human rights, pppk, intertextuality.

ABSTRAK
Internalisasi HAM dalam regulasi terkait hak pekerja masih menjadi tantangan di negeri ini. Hal ini terjadi,
salah satu contohnya, pada regulasi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), yakni Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) dan Peraturan Pemerintah Nomor
49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PP PPPK). Penelitian ini
mempunyai dua rumusan masalah, yakni: tinjauan prinsip HAM atas regulasi PPPK dan alasan perlunya
internalisasi HAM dalam regulasi PPPK dengan pendekatan intertekstualitas teks hukum. Dengan
menggunakan metode penelitian hukum normatif, penelitian ini menghasilkan kesimpulan sebagai berikut.
Beberapa perlakuan kepada PPPK dalam regulasi tersebut tidak sesuai dengan prinsip HAM. Beberapa
prinsip yang belum terakomodasi adalah prinsip kesetaraan, non diskriminasi, saling terkait, saling
bergantung dan tanggung jawab negara. Dengan melakukan intertektualitas antara teks hukum dalam
regulasi PPPK dengan teks lain, penelitian ini menemukan beberapa hal yang mendorong urgensi peninjauan
ulang regulasi PPPK berprinsip HAM. Regulasi PPPK mencerminkan nalar mekanis negatif yang digunakan
negara untuk melepaskan diri dari tanggung jawab negara dalam melindungi kepentingan PPPK, sehingga
memproduksi regulasi yang sebenarnya tertinggal dibanding regulasi lain dalam perlindungan hak pegawai
kontrak. Selain itu, regulasi PPPK juga menunjukkan kemunduran negara dalam memformulasikan indikator
pemenuhan hak atas pekerjaan.
Kata Kunci: HAM, PPPK, intertektualitas.

PENDAHULUAN dalam meninjau ulang aspek HAM dalam regulasi


manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian
Internalisasi Hak Asasi Manusia (HAM) Kerja (PPPK). Regulasi atas manajemen PPPK
dalam regulasi tentang hak pekerja/pegawai masih yang menjadi fokus kajian penelitian ini adalah
menjadi persoalan di negeri ini. Hal ini berlaku
219
JURNAL HAM
Volume 11, Nomor 2, Agustus 2020

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Apalagi semangat pengakuan hak atas pekerjaan
Aparatur Sipil Negara (UU ASN) dan Peraturan sebagai HAM telah menjadi kesadaran yang
Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang inheren dalam pembukaan UUD 1945. Hal ini bisa
Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian dikorelasikan dengan tujuan pendirian negara
Kerja (PP Manajemen PPPK). UU ASN sendiri Indonesia, yang salah satunya, adalah untuk
disebut-sebut mempunyai semangat untuk memajukan kesejahteraan umum. Untuk
membangun aparatur negara agar lebih berdaya merealisasikan tujuan ini, negara harus menjamin
guna dan berhasil guna dalam mengemban pelaksanaan segala hal yang menjadi sarana untuk
tugasnya sesuai dengan semangat reformasi1. menghantarkan rakyat Indonesia menuju
kesejahetaraan sebagai hak dasarnya, yakni salah
Kehadiran PPPK ini merupakan buah dari
satunya adalah terpenuhinya hak atas pekerjaan4.
semangat reformasi birokrasi. Selain karena
perekrutan PPPK tersebut didasarkan pada sistem Tulisan ini merupakan hasil penelitian
merit dan profesionalitas, jenjang karir PPPK lebih teoritis mengenai terdapatnya pengabaian prinsip
baik di banding dengan pegawai kontrak honorer HAM dalam regulasi manajemen PPPK.
sebagai produk rezim hukum sebelumnya2. PPPK Pengabaian ini merupakan ironi tersendiri karena
merupakan salah satu jenis Aparatur Sipil Negara regulasi manajemen PPPK merupakan regulasi
(ASN) bersama dengan Pegawai Negeri Sipil pengaturan pekerjaan yang justru melibatkan
(PNS). Akan tetapi, walaupun regulasi tersebut instansi pemerintah sebagai pihak pemberi kerja.
menyatakan kedudukan yang sama bagi PNS dan Merujuk kepada teori dan prinsip HAM,
PPPK sebagai ASN, terdapat beberapa ketentuan seharusnya pemerintah sebagai representasi
dalam regulasi tersebut yang tidak sesuai dengan pelaksana dari kehadiran negara justru menjadi
prinsip HAM. Sebagai contoh, adanya pembedaan pihak yang bertanggung jawab untuk menjamin
status dan sistem ikatan kerja antara PPPK dan HAM semacam hak atas pekerjaan tersebut. Ketika
PNS berimplikasi menciptakan relasi yang ternyata yang melakukan pengabaian hak kepada
bermasalah dalam prinsip HAM. pekerja justru adalah instansi pemerintah sendiri,
hal ini menunjukkan adanya tanda tanya besar atas
Adanya pengabaian prinsip HAM dalam
komitmen negara untuk melaksanakan prinsip
regulasi suatu pekerjaan tentunya merupakan ironi.
HAM. Perlakuan negara terhadap PPPK ini tidak
Lebih-lebih kalau pengabaian prinsip HAM
semata-mata menjadi cerminan bagaimana negara
tersebut terjadi pada jenis pekerjaan yang
melaksanakan prinsip HAM dalam regulasinya.
melibatkan instansi pemerintah sebagai pihak
Hal ini juga menjadi indikator bagaimana negara
pemberi kerja. Negara melalui pemerintah
secara konsisten memenuhi tugasnya sebagai
seharusnya menjadi pihak pemangku kewajiban
pemangku kewajiban HAM dalam melindungi hak
HAM, yang dalam hal ini negara harus menjamin
para pekerja.
beroperasinya keadilan, perlindungan dan
pertanggungjawaban negara kepada para pekerja3. Sebelum penulis, sebenarnya telah terdapat
Ironi seperti ini seharusnya tidak terjadi lagi kalau beberapa hasil penelitian yang mengkritisi
negara konsisten melaksanakan prinsip HAM keberadaan regulasi PPPK tersebut. Di antaranya
dalam regulasi untuk mengatur hak para pekerja. adalah Taufik dkk yang mengkritisi ketiadaan
komitmen regulasi PPPK yang baru tersebut untuk
1 Fitri Rahmadhani Muvariz, “Analisis Aspek Keadilan Dari
memberikan jaminan sosial bagi tenaga kontrak
Pemberhentian Tidak Dengan Hormat Sebagai Pegawai yang sudah direkrut di instansi pemerintahan
Negeri Sipil Di Indonesia,” Jurnal Legislasi Indonesia 16, sebelum lahirnya regulasi PPPK tersebut,5 Dewi
no. 2 (2013): 190–202.
2 Henny Juliani, “Diskresi Dalam Rekrutmen Pegawai Non
Pegawai Negeri Sipil Setelah Pemberlakuan Peraturan 4 Winsherly Tan and Dyah Putri Ramadhani, “Pemenuhan
Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 Tentang Manajemen Hak Bekerja Bagi Penyandang Disabilitas Fisik Di Kota
Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja,” Batam,” Jurnal HAM 11, no. 1 (2020): 27–37.
5
Administrative Law & Governance Journal 2, no. 2 Taufik, Azhari Yahya, and Mahdi Syahbandir,
(2019): 314–325. “Perlindungan Hukum Terhadap Jaminan Kecelakaan
3 Hidayat, “Perlindungan Hak Tenaga Kerja Indonesia Di Kerja Dan Kematian Tenaga Kontrak Pada Sekretariat
Taiwan Dan Malaysia Dalam Perspektif Hak Asasi Daerah Aceh,” Syiah Kuala Law Journal 3, no. 2 (2019):
Manusia,” Jurnal HAM 8, no. 2 (2017): 105–115. 167–183.
220
Tinjauan HAM Dalam Regulasi PPPK Dengan Intertekstualitas Teks Hukum
Faiq Tobroni

Saikandir yang juga menyoroti ketiadaan khusus mengatur bagaimana seharusnya perlakuan
akomodasi pada tenaga harian lepas dalam regulasi terhadap pegawai kontrak. Bisa dikatakan juga
PPPK.6 pendekatan intertekstualitas hukum ini akan
digunakan untuk melihat keberadaan satu
Beberapa hasil penelitian itulah yang
peraturan perundang-undangan sebagai satu teks
mendorong penulis untuk lebih mengulas
hukum yang menyimpan kerangka pengetahuan9
problematika perlindungan hak PPPK dengan
yang berjemalin dengan peraturan perundangan
pendekatan HAM. Kemudian untuk mengetahui
lain dengan kerangka pengetahuannya sendiri
hal-hal yang krusial dan perlu diperhatikan dalam
sehingga mengkontribusikan pengetahuan yang
penggunaan HAM sebagai bahan peninjauan ulang
komprehensif atas satu hukum tertentu.
atas regulasi manajemen PPPK tersebut, alat bantu
analisisnya menggunakan pendekatan Di antara teks hukum yang relevan dalam
intertekstualitas teks hukum. Pendekatan ini dipilih kasus ini adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun
mengingat sebenarnya Indonesia telah mempunyai 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Internasional Hak
konstitusi yang ramah terhadap hak pekerjaan Ekonomi Sosial Budaya (KIHESB) dan Undang-
sebagai bagian dari HAM, serta komitmen negara Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
ini yang telah meratifikasi beberapa instrumen Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan).
HAM internasional yang di dalamnya juga ramah Walaupun UU Ketenagakerjaan mempunyai image
terhadap hak pekerja. Indikator komitmen khusus berkaitan dengan buruh, sementara UU
konstitusional dan internasional atas perlindungan ASN mempunyai image khusus berkaitan dengan
HAM tersebut wajib dilaksanakan melalui apapun PNS dan PPPK, kepentingan mengkorelasikan
bentuk peraturan perundang-undangan7 yang kedua jenis peraturan dengan dua jenis pekerjaan
secara langsung menjadi dasar bagi pemerintah yang berbeda tersebut didasarkan kepada satu
untuk menggerakkan roda pemerintahannya dalam kepentingan utama, yakni mengatur bagaimana
memenuhi HAM8. para pekerja (tanpa membedakan status tersebut)
mendapatkan jaminan perlindungan untuk
Penggunaan prinsip HAM dalam peninjauan
memperjuangkan hak-haknya di hadapan para
ulang atas regulasi PPPK sebenarnya sama saja
pemberi kerja yang memiliki kedudukan lebih
merupakan upaya mengembalikan negara untuk
tinggi daripada penerima kerja. Penggunaan
mengkonsistenkan regulasi manajemen PPPK
pendekatan intertekstualitas teks hukum tersebut
sesuai dengan semangat penghormatan atas hak
sebagai strategi untuk menggali pengalaman positif
pekerjaan sebagaimana telah diatur dalam
dalam memperlakukan pegawai kontrak
beberapa peraturan yang telah ada. Itulah sebabnya
sebagaimana diatur dalam UU Ketenegakerjaan
penulis menyebutnya sebagai pendekatan
agar bisa dijadikan sebagai cerminan untuk
intertekstualitas teks hukum untuk melakukan
memperbaiki bagaimana seharusnya sikap yang
internalisasi HAM dalam regulasi manajemen
harus ditunjukkan negara dalam melindungi hak
PPPK. Dengan menganggap adanya keberkaitan
PPPK melalui pengaturan regulasi manajemen
satu teks hukum dengan teks hukum lainnya,
PPPK.
konsep intertekstualitas teks hukum sebagai
pendekatan tidak hanya akan menghubungkan teks Selain penulis, telah ada juga hasil penelitian
hukum regulasi manajemen PPPK dengan teks lain yang mendukung peninjauan regulasi PPPK
hukum lain terkait HAM secara umum, tetapi juga dengan semangat UU Ketenagakerjaan. Di
menghubungkannya dengan teks hukum lain yang antaranya adalah Sumiyati menggarisbawahi
keberadaan Dosen Tetap Non PNS sebagai salah
6 Dewi Sainkadir, “Kajian Hukum Tenaga Harian Lepas satu contoh PPPK yang seharusnya penguatan
Pada Organisasi Perangkat Daerah Di Lingkungan
haknya diperlakuan seperti semangat UU
Kabupaten Kepulauan Sangihe,” Lex Crimen 6, no. 10
(2018): 106–114.
7 Risdiana Izzaty, “Urgensi Ketentuan Carry-Over Dalam
Pembentukan Undang-Undang Di Indonesia,” Jurnal
HAM 11, no. 1 (2020): 85. 9 Harison Citrawan and Sabrina Nadilla, “Hukum, Hak
8 Harison Citrawan, “Analisis Dampak Hak Asasi Manusia Asasi Manusia, Dan Struktur Pengetahuan: Refleksi
Atas Regulasi: Sebuah Tinjauan Metodologi,” Jurnal Metodologis Tentang Studi Kekerasan Massal,” Jurnal
HAM 8, no. 1 (2017): 13–24. HAM 11, no. 1 (2020): 151.
221
JURNAL HAM
Volume 11, Nomor 2, Agustus 2020

Ketenagakerjaan10. Penelitian lain yang hasil kemungkinan berubahnya pegawai kontrak


temuannya tentang idealitas bagaimana seharusnya menjadi pegawai tetap, dengan demikian, pasti ada
memperlakukan pegawai kontrak cukup kontributif masalah prinsip HAM jika melihat regulasi PPPK
sebagai referensi membangun idealitas bagaimana yang sama sekali tidak memberikan fasilitas
seharusnya memperlakukan PPPK, di antaranya kemungkinan bagi PPPK menjadi pegawai tetap
adalah Apri Amalia. Dalam penelitiannya, Amalia seperti Pegawai Negeri Sipil.
menceritakan satu putusan Pengadilan yang
Berdasarkan uraian di atas, masalah pokok
memerintahkan satu perusahaan memperlakukan
dalam tulisan ini adalah sebagai berikut: pertama,
karyawannya sebagai Pegawai dengan Perjanjian
bagaimana regulasi PPPK tersebut ditinjau dari
Kerja Waktu Tidak Tertentu (bukan lagi sebagai
prinsip HAM? dan kedua, mengapa regulasi PPPK
Pegawai dengan Perjanjian Waktu Tertentu)
perlu ditinjau ulang dengan HAM melalui
karena telah bekerja selama 9 (sembilan) tahun
pendekatan intertekstualitas teks hukum? Dengan
berturut-turut sesuai amanat UU 13/200311.
melakukan kajian atas dua masalah pokok tersebut,
Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu adalah
tulisan ini bertujuan sebagai berikut: pertama,
jenis perjanjian kerja antara pekerja atau buruh
mengungkapkan ketidaksesuaian terhadap prinsip
dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan
HAM atas pengaturan relasi kerja yang berlaku
kerja tetap12.
bagi PPPK dalam regulasinya tersebut dan kedua,
Dalam penelitian lain, penyebab keharusan menemukan urgensi di balik kebutuhan melakukan
demi hukum berubahnya status pekerja dari internalisasi HAM atas regulasi PPPK dengan
kontrak menjadi tetap disebabkan karena pendekatan intertekstualitas teks hukum. Secara
perjanjian kerja tersebut tidak dibuat dalam bahasa teoritis, kajian ini mempunyai nilai manfaat untuk
Indonesia dan huruf latin. Hal ini sesuai dengan menyentuhkan kajian HAM terhadap perjuangan
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi hak bagi aparatur negara tetapi berkategori sipil
Republik Indonesia Nomor: dan statusnya kontrak. Penyentuhan kajian HAM
KEP.100/MEN/VI/2004 tentang Ketentuan pada kelompok masyarakat kategori ini sangat
Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu penting karena secara teoritis pelanggaran HAM
didalam Pasal 15 Ayat (1): “Perjanjian kerja selalu dihubungkan dengan pelanggaran yang
Waktu Tertentu (PKWT) yang tidak dibuat dalam dilakukan oleh negara (melalui aparatnya) kepada
bahasa Indonesia dan huruf latin berubah menjadi warga negara. Dalam kajian ini, penulis
Perjanjian Kerja Tidak Tertentu (PKWTT)”. menunjukkan kemungkinan terjadinya pelanggaran
Dalam keadaan lain, perjanjian kerja yang HAM (dalam bentuk pemenuhan hak ekonomi,
dilakukan secara lisan juga termasuk kategori sosial dan budaya) kepada aparatur negara
perubahan sebagai dimaksud peraturan menteri (kategori sipil dan status kontrak) oleh negara
tersebut13. Beberapa hasil penelitian tersebut (melalui aparatnya dengan kedudukan lebih
mendorong penulis meneliti lebih dalam perihal tinggi). Secara praktis, kajian ini layak menjadi
regulasi PPPK. Kalau regulasi pada pekerja swasta referensi bagi instansi pemerintah dalam
saja negara menyediakan ketentuan akan melaksanakan PP Manajemen PPPK agar benar-
benar memperhatikan hak PPPK.
10 Sumiyati, “Kedudukan Hukum Dosen Tetap Non PNS
Pada Perguruan Tinggi Negeri Satuan Kerja Menurut
Perundang-Undangan Di Indonesia,” Jurnal Sigma-Mu 11,
no. 1 (2019): 22–32.
METODE PENELITIAN
11 Apri Amalia et al., “Analisis Yuridis Perjanjian Kerja Kajian ini sepenuhnya menggunakan metode
Waktu Tertentu Berdasarkan Undang-Undang
Ketenagakerjaan Dan Hukum Perjanjian,” USU LAW
penelitian hukum normatif (normative law
Journal 5, no. 1 (2017): 66–76. research). Kajian ini melihat bagaimana suatu
12 Fithriatus Shalihah, “Perjanjian Kerja Waktu Tertentu regulasi atas satu tema tertentu (yakni regulasi
(PKWT) Dalam Hubungan Kerja Menurut Hukum PPPK) dilihat dengan teori HAM. Kehadiran UU
Ketenagakerjaan Indonesia Dalam Perspektif HAM,” UIR
ASN dan PP PPPK sebagai bentuk regulasi buatan
Law Review 1, no. 2 (2017): 149–160.
13 Fauzi Sumardi and Ridho Mubarak, “Tinjauan Yuridis negara untuk mengatur PPPK dilihat sebagai satu
Terhadap Perjanjian Kerja Yang Dibuat Secara Lisan,” teks hukum yang keberadaannya perlu dikritisi
Jurnal Ilmiah Penegakan Hukum 5, no. 2 (2019): 8–13.
222
Tinjauan HAM Dalam Regulasi PPPK Dengan Intertekstualitas Teks Hukum
Faiq Tobroni

dengan teori HAM. Oleh sebab itu, kajian ini di balik pengaturan hak tersebut dengan prinsip
mempermasalahkan beberapa norma yang HAM (terutama hak pekerjaan) yang terdapat
terkandung dalam rumusan regulasi tersebut. dalam KIHESB. Maka dalam hal ini, penulis telah
Beberapa Pasal yang dipermasalahkan adalah PP mengungkapkan argumentasi bagaimana materi di
PPPK Pasal Pasal 1 angka (4), Pasal 7, Pasal 13- balik pengaturan tentang hak PPPK dalam regulasi
23, Pasal 87, Pasal 98-99, dan UU ASN Pasal 105; tersebut jika ditinjau dengan prinsip HAM.
serta Pasal 1 angka (4) dan Pasal 2 Ayat (1). Apabila ditemukan kesesuaian dengan prinsip
Beberapa aspek normatif dalam rumusan beberapa HAM, maka penulis menyatakan/berpendapat
pasal yang mengatur tentang PPPK tersebut akan tentang adanya argumentasi materi yang positif
dianalisis atas pesan-pesan logisnya di balik terhadap prinsip HAM dalam teks hukum tersebut.
rumusan pasalnya. Dengan demikian sama saja Tetapi apabila sebaliknya, penulis berpendapat
dalam penelitian hukum normatif ini, yang sebaliknya. Memang dalam tahapan ini, penulis
ditekankan adalah kemampuan peneliti untuk telah menggunakan pandangan dan doktrin yang
melakukan penafsiran hukum dengan menawarkan berkembang dalam hukum HAM. Penggunaan
argumentasi/pertimbangan teoritis tertentu atas pandangan dan doktrin sebagai bahan pembacaan
keberadaan suatu rumusan norma hukum14. atas pertimbangan hukum tersebut berguna untuk
menghasilkan pisau analisis dalam memecahkan
Bahan hukum primer yang digunakan adalah
permasalahan penelitian16.
UU ASN, PP PPPK serta produk hukum lain yang
digunakan sebagai alat bantu analisis dengan Masih pada tahap analisis tersebut,
pendekatan intertekstualitas teks hukum, yakni: kemudian penulis juga akan membandingkan teks
Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial hukum yang terdapat dalam regulasi PPPK tersebut
Budaya dan UU Ketenagakerjaan. Berdasarkan dengan regulasi lain yang relevan dengan
hubungan pilihan rumusan masalah dan metode perlindungan hak pekerja (apalagi statusnya
penelitian, penelitian ini menggunakan pendekatan kontrak). Dalam hal ini, penulis menggunakan UU
intertekstualitas teks hukum sebagai alat bantu Ketenagakerjaan sebagai pisau pembandingan.
analisisnya. Tahapan analisis kualitatif dalam Langkah pembandingan perlindungan pegawai
penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, kontrak antara yang terdapat dalam regulasi PPPK
penulis mendeskripsikan secara verbatim atas teks dan UU Ketenagakerjaan tersebut, inilah yang
hukum yang menjadi fokus penelitian. Dalam hal disebut sebagai pendekatan intertekstualitas teks
ini, penulis hanya mendeskripsikan bagaimana hukum. Kegiatan menghubungkan satu teks
bunyi ketentuan dalam pasal sekian dan dengan satu teks hukum lain tersebut juga sebagai
seterusnya. Kedua, penulis melakukan pembacaan bagian dari penggunaan prinsip HAM untuk
terhadap teks hukum dengan mengajukan premis- menganalisis keberadaan regulasi PPPK.
premis berdasarkan nalar berpikir prinsip HAM.
Dalam hal ini, penulis sudah mulai melakukan
analisis. PEMBAHASAN
Dengan analisis ini, penulis mengungkapkan A. Mengenal Konstruksi HAM pada Status
argumentasi maupun pertimbangan hukum (ratio PPPK
decidendi) yang tersembunyi di balik setiap teks
hukum tersebut. Ratio decidendi tersebut Istilah PPPK bermakna warga negara
merupakan aspek materiil yang langsung bisa Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang
dibaca dari teks hukum yang dibahas15. Sebagai diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka
contoh, penulis membaca tentang hak yang waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas
diberikan PPPK kemudian membandingkan nalar pemerintahan (Pasal 1 angka 4 UU ASN dan PP
PPPK). Walaupun Pasal tersebut tidak menyebut
14 M.V. Hoecke, “Legal Doctrine: Which Method(s) for
sama sekali istilah pekerjaan bagi PPPK,
What Kind of Discipline?,” in European Academy of sebenarnya pada implikasinya, pelaksaan terhadap
Legal Theory of Monograph Series., ed. M.V. Hoecke tugas pemerintahan yang dilabeli dengan nama
(Oxford: HART Publishing, 2011), 4.
15 16
T.I. Mcleod, Legal Theory (London: Macmillan, 1999), P.M. Marzuki, Penelitian Hukum (Jakarta: Kencana
144. Prenada, 2014), 95.
223
JURNAL HAM
Volume 11, Nomor 2, Agustus 2020

PPPK tersebut adalah pekerjaan. Bisa dikatakan sebagai HAM meniscayakan komitmen negara atas
PPPK adalah pekerjaan atau profesi bagi WNI tugas-tugas tertentu dalam rangka melaksanakan
yang memenuhi syarat tertentu sehingga diangkat perannya sebagai pemangku kewajiban untuk
oleh instansi pemerintah untuk berprofesi merealisasikan hak atas pekerjaan tersebut.
melaksanakan pekerjaan sesuai dengan tugas yang Konkritnya, dalam rangka merealisasikan hak atas
diatur dalam perjanjian kerja dan memiliki jangka pekerjaan tersebut, negara harus mengikuti prinsip
waktu tertentu. HAM dan karakteristik hak ekososbud, serta
mengaplikasikannya dalam peraturan perundang-
Pekerjaan adalah salah satu jenis HAM.
undangannnya.
Setiap orang berhak atas pekerjaan. UUD 1945
menyebutkannya dalam Pasal 28D Ayat (2). Di antara prinsip HAM yang paling umum
Memang komitmen mengeksplisitkan hak atas dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
pekerjaan dalam Konstitusi tersebut baru terjadi yang nantinya relevan untuk menganalisis isu hak
sejak perubahan UUD RI 1945 pada tahun 2000. pekerjaan adalah prinsip saling bergantung
Walaupun kesannya terlambat, keberadaan redaksi (interdependent) dan saling terkait (interrelated)19
jaminan atas pekerjaan dalam konstitusi tersebut sebagai prinsip yang dibutuhkan setiap individu
bukanlah barang yang baru, serba kebetulan atau dalam menjalani relasi fungsi sosial
bahkan paksaan dari internasional. Eksistensinya kemasyarakatannya20. Prinsip lain yang merupakan
terlahir atas kesadaran bangsa Indonesia sendiri turunan yang terkandung dalam KIHESB adalah
karena sebenarnya embrio semangat penghormatan tanggungjawab negara (state’s responsibility)
hak atas pekerjaan sebagai HAM tersebut sudah untuk mencapai hasil (obligation of result),
terjadi sejak penyusunan dasar negara Indonesia kesetaraan (equality), non-diskriminasi (non-
yang akan merdeka, tepatnya pada pembukaan discrimination), dan pemenuhan maju (progressive
UUD 1945. Semangat itu ditemukan dalam tujuan realization)21. Prinsip terakhir ini merupakan
pendirian negara Indonesia, yang di antaranya prinsip yang khas dalam hak ekososbud, yang
adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. mana negara diwajibkan memenuhi hak ekososbud
Perjuangan bangsa Indonesia untuk memerdekakan secara progresif22. Dengan menggunakan prinsip
dan mendirikan Negara Kesatuan Republik ini, negara Indonesia berkewajiban
Indonesia bertujuan agar negara menjamin hak menginternalisasikannya dalam setiap rumusan
setiap warga negara untuk mendapatkan pekerjaan peraturan perundang-undangan, terlebih isu
dan penghidupan layak serta bermartabat dalam pekerjaan dalam kasus regulasi PPPK. Jika
rangka memajukan kesejahteraan umum17. ternyata terdapat peraturan perundang-undangan
yang tidak mengakomodasi spirit tersebut, negara
Dengan mengakui hak atas pekerjaan
bisa dianggap telah sengaja mengabaikan
sebagai HAM, negara dengan sendirinya
kewajibannya sebagai pemangku kewajiban hak
mengikatkan diri kepada prinsip HAM sesuai
atas pekerjaan.
dengan instrumen HAM internasional. Hak
pekerjaan adalah bagian dari hak ekonomi yang Dalam UU ASN sebagai regulasi PPPK,
tergabung dalam kategori hak ekonomi-sosial- negara membagi ASN menjadi PNS dan PPPK
budaya (hak ekososbud), yang mana telah sekaligus memberikan kesamaan perlakuan dalam
ditegaskan dalam KIHESB, yang telah diratifikasi beberapa hal, tetapi juga sekaligus memberikan
oleh Negara Indonesia menjadi Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2005. Sebagai konsekuensi dari 19 Eko Riyadi, Hukum Hak Asasi Manusia: Perspektif
ratifikasi tersebut, negara menjadi pihak yang Internasional, Regional Dan Nasional (Jakarta: Rajawali
berkewajiban melaksanakan isi kovenan tersebut18. Press, 2018), 25-28.
20 Reko Dwi Salfutra, “Hak Asasi Manusia Dalam Perspektif
Sesuai dengan semangat kehadiran Kovenan
Filsafat Hukum,” Jurnal Hukum Progresif: XII, no. 2
tersebut, pengakuan negara atas hak pekerjaan (2018): 2146–2158.
21 Riyadi, Hukum Hak Asasi Manusia: Perspektif
17 Subiakto Tjakrawerdaja, Sistem Ekonomi Pancasila Internasional, Regional Dan Nasional..106-107.
(Depok: Rajawali Press, 2020), 47. 22 Katie Boyle and Edel Hughes, “Identifying Routes to
18 Sabrina Nadilla, “Pelokalan Hak Asasi Manusia Melalui Remedy for Violations of Economic, Social and Cultural
Partisipasi Publik Dalam Kebijakan Berbasis Hak Asasi Rights,” The International Journal of Human Rights 22,
Manusia,” Jurnal HAM 10, no. 1 (2019): 85–98. no. 1 (2018): 43-69.
224
Tinjauan HAM Dalam Regulasi PPPK Dengan Intertekstualitas Teks Hukum
Faiq Tobroni

pembedaan perlakuan dalam beberapa hal. Jika dilihat dari prinsip HAM, perlakuan
Kesamaan perlakuan antara PNS dan PPPK bisa yang berbeda antara PNS dan PPPK dalam
dipahami dari kesamaan kewajibannya (UU ASN pemberian hak dan sistem masa kerja
Pasal 23) dan peluang jabatan yang bisa diisi oleh menyebabkan keadaan yang tidak memenuhi
ASN (UU ASN Pasal 13-20). Tetapi pada saat prinsip setara (equality principle) dan non
yang sama, terjadi pembedaan perlakuan antara diskriminasi (non discrimination principle) sebagai
PNS dan PPPK dalam hak dan perihal prinsip HAM yang seharusnya dipenuhi. Selain itu,
keberlanjutan waktu kerja sebagai implikasi pembedaan sistem masa kerja menandakan
pembedaan status. Status PNS adalah pegawai kecenderungan untuk tidak memenuhi jaminan
tetap, sementara status PPPK adalah pegawai keamanan atas keberlanjutan pekerjaan bagi PPPK.
kontrak (UU ASN Pasal 7). Walaupun terdapat ketentuan yang mengatur
mereka mendapat kesempatan jabatan yang sama,
Sebenarnya tidak apa-apa jika pembedaan
tetapi sistem masa kerja yang diberlakukan bagi
status tersebut tidak berkonsekuensi apa-apa.
PPPK tidak menjamin mereka bisa mempunyai
Masalahnya pembedaan status tersebut
kesempatan yang sama dengan PNS untuk
berkonsekuensi kepada pembedaan hak (UU ASN
mencapai jabatan tertinggi yang disediakan aturan
Pasal 21-22) sekaligus pembedaan sistem relasi
tersebut. Sehingga, sistem kerja yang seperti itu
serta perjanjian ikatan kerja (Pasal 87 dan Pasal
belum sepenuhnya memenuhi hak PPPK atas
98-99 UU ASN). Ketika pembedaan status buatan
pekerjaan. Jaminan keamanan atas keberlanjutan
negara telah berdampak seperti itu, bisa dikatakan
pekerjaan merupakan hak yang tidak bisa
regulasi ini justru menunjukkan negara tidak
dilepaskan (saling berkaitan/interrelated principle)
mampu melakukan positive obligation. Sesuai
dengan hak atas pekerjaan. Begitujuga sebaliknya
prinsip ini, negara mempunyai kewajiban secara
hak atas pekerjaan tidak bisa dirasakan
aktif atau positif untuk tidak hanya menciptakan
pemenuhannya secara optimal tanpa ada jaminan
keseteraan melalui prosedur-prosedur ataupun
keamanan atas keberlanjutan pekerjaan karena
menjamin perlakuan nondiskriminatif.23 Tetapi,
optimalnya seseorang menikmati pekerjaan
negara juga harus melaksanakan nilai dasar hak
bergantung (saling bergantung/interdependent
ekososbud dalam bidang pekerjaan seperti
principle) terhadap jaminan keamanan tersebut.
menjamin kemerdekaan setiap pekerja atas hak-
Dengan kecenderungan PPPK yang mengabaikan
haknya dalam bidang pekerjaan24, yang dalam hal
prinsip HAM tersebut, jika dianalisis sesuai
ini penulis memaknainya sebagai kewajiban negara
dengan prinsip hak ekososbud, bisa dikatakan
untuk tidak hanya memberikan perlakuan setara
negara belum sepenuhnya hadir sebagai pemangku
dan non diskriminasi kepada PNS dan PPPK, tetapi
kewajiban untuk memenuhi hak PPPK atas
juga memberikan jaminan keamanan atas
pekerjaannya.
keberlanjutan pekerjaan bagi PPPK. Pembedaan
hak dan status perjanjian kerja tersebut Keberadaan regulasi PPPK yang tidak sesuai
menunjukkan negara bukan hanya tidak mampu dengan prinsip HAM tersebut tidak seharusnya
melakukan penghormatan dan perlindungan hak terjadi, mengingat penghormatan hak atas
PPPK untuk memberi perlakuan setara dan non pekerjaan telah menjadi kepribadian hukum
diskriminatif, tetapi juga tidak mampu memenuhi Indonesia. Kepribadian hukum sebagaimana
jaminan keamanan atas keberlanjutan pekerjaan tertanam dalam Konstitusi Indonesia tersebut
sebagai bagian pemenuhan hak optimal atas sudah berisikan mengenai aspek HAM yang
pekerjaan. seharusnya bisa digunakan untuk regulasi
manajemen PPPK. Oleh sebab itu, untuk
menginternalisasikan amanat Konstitusi dan
produk hukum HAM lain ke dalam regulasi PPPK,
23 Sabine C Carey, Mark Gibney, and Steven P Poe, The penelitian ini menggunakan pendekatan
Politics of Human Rights The Quest of Dignity (New
York: Cambridge University Press, 2010), 49.
intertekstualitas teks hukum. Secara redaksional,
24 Diane F. Frey and Gillian MacNaughton, “A Human intertekstualitas mengandung makna bahwa istilah
Rights Lens on Full Employment and Decent Work in the atau wacana akan senantiasa terkait dengan
2030 Sustainable Development Agenda,” Journal of istilah/teks/wacana lain yang telah tertulis
Workplace Rights, no. 1 (2016): 1–13.
225
JURNAL HAM
Volume 11, Nomor 2, Agustus 2020

sebelumnya25. Satu teks hukum selalu membawa ditempuh dengan melakukan pembandingan atas
misi untuk menyampaikan konsepsi dari berbagai teks hukum lain yang satu tema.28 Sembari
aspek yang berkaitan dengan segala hal yang melakukan pembandingan antar teks hukum,
berkaitan dengan tema teks tersebut, mulai dari penulis sekaligus melakukan penafsiran hukum.
keadaan aktivitas yang dibahasakan dalam teks Secara teknis, penafsiran atau interpretasi hukum
tersebut sampai kepada apa-apa yang harus bisa dimaknai sebagai kegiatan untuk menentukan
dilakukan atau dilarang yang terbahasakan dalam arti atau makna suatu Pasal dalam suatu peraturan
teks tersebut26. Sementara itu, intertekstualitas teks perundang-undangan29. Dalam kasus PPPK ini,
hukum di sini dimaknai sebagai kerangka berfikir setelah regulasi PPPK dilakukan intertekstualitas
tentang keberkaitan antara satu teks hukum dengan dengan UU Ketenagakerjaan, penulis menemukan
teks hukum lain. Intertektualitas teks hukum dalam makna yang tidak terkatakan di balik regulasi
proyek ini adalah mengkorelasikan tema PPPK PPPK tersebut. Makna tersebut adalah adanya
yang terbahasakan dalam regulasi terkait PPPK ketertinggalan pada semangat regulasi PPPK
dan tema tentang pegawai kontrak yang dibanding UU Ketenagakerjaan untuk menyiapkan
terbahasakan dalam instrumen HAM serta UU sistem yang menguntungkan bagi pegawai kategori
Ketenagakerjaan. tidak tetap. Sehingga, praktik spirit baik yang perlu
ditransformasi adalah praktik baik perlakuan yang
Beberapa hal yang telah teridentifikasi harus
seharusnya dilakukan kepada pegawai kontrak
diperhatikan dalam proyek peninjauan HAM
sebagaimana diatur dalam UU Ketenagakerjaan.
terhadap regulasi PPPK dengan pendekatan
Undang-undang itu memperkenalkan konsep
intertekstualitas hukum ini adalah sebagai berikut.
maksimal bolehnya melakukan perpanjangan
Pertama berkaitan tentang nalar mekanis di balik
kontrak bagi pegawai kontrak. Konsep ini bisa
perumusan regulasi PPPK. Dengan meminjam
digunakan oleh pekerja untuk menuntut
pembacaan dekonstruktif (sebagai pijakan
perusahaan agar mengangkatnya menjadi pegawai
intertekstualitas teks hukum) tentang kebiasaan
tetap apabila perpanjangan kontrak yang
produk hukum digunakan sebagai alat mekanis,27
dilakukannya telah melebihi batas maksimal
penulis menemukan regulasi PPPK telah
perpanjangan kontrak.
digunakan rezim pemerintah sebagai alat mekanis
untuk menghindari kewajiban yang seharusnya Ketiga, berkaitan dengan progresifitas posisi
dilakukan untuk melindungi setiap negara dalam memenuhi prinsip HAM terutama
pekerja/pegawai melalui regulasi masing-masing. terhadap isu pekerjaan, yang dikaitkan dengan
Temuan ini didapat setelah melakukan keberadaan PPPK. Dalam hal ini, pendekatan
intertekstualitas antara teks hukum dalam regulasi intertekstualitas teks hukum membantu untuk
PPPK dan prinsip HAM dalam KIHESB. Temuan mengkritisi sampai sejauh mana negara telah
ini juga terkonfirmasi dengan kesimpulan memenuhi prinsip pemenuhan berkemajuan
sebelumnya bahwa regulasi manajemen PPPK sebagai salah satu prinsip hak ekosobud. Hak dan
telah digunakan rezim pemerintah justru setengah kewajiban bagi PPPK yang dikonsepsikan dalam
hati dalam melindungi hak PPPK itu sendiri. rumusan peraturan buatan negara tersebut
merefleksikan pencapaian yang ditargetkan negara
Kedua, berkaitan dengan makna tidak
dalam memenuhi hak ekososbud bagi pekerja
terkatakan di balik teks hukum dalam regulasi
kategori tidak tetap. Pendekatan intertekstualitas
PPPK. Walaupun tidak terkatakan, makna tersebut
teks hukum digunakan untuk menempatkan bahasa
mempunyai kekuatan implikatif yang menentukan.
sebagai alat transformasi dalam rangka
Penemuan makna tidak terkatakan tersebut
merumuskan indikator pemenuhan hak

25 Anthon F Susanto, Filsafat Dan Teori Hukum: Dinamika


Tafsir Pemikiran Hukum Di Indonesia (Jakarta:
Prenadamedia Group, 2019), 146. 28 Faiq Tobroni, “Penafsiran Hukum Dekonstruksi Untuk
26 Andrei Marmor, Social Convention from Language to Law Pelanggaran Poligami (Kajian Putusan Nomor 937
(New Jersey: Princeton University Press, 2009), 95. K/Pid/2013),” Jurnal Yudisial 9, no. 3 (2016): 281–301.
27 Anthon F Susanto, Ilmu Hukum Non Sistematik; Fondasi 29 Enju Juanda, “Konstruksi Hukum Dan Metode Interpretasi
Filsafat Pengembangan Ilmu Hukum Indonesia Hukum,” Jurnal Ilmiah Galuh Justisi 4, no. 2 (2016):
(Yogyakarta: Genta Publishing, 2010), 89. 154–166.
226
Tinjauan HAM Dalam Regulasi PPPK Dengan Intertekstualitas Teks Hukum
Faiq Tobroni

ekososbud30. Analisis terhadap hak ekososbud regulasi PPPK justru menunjukkan kemunduran
tidak bisa dilepaskan dari analisis bagaimana negara dalam melaksanakan kewajibannya untuk
seharusnya untuk melihat pemenuhan indikator memenuhi hak PPPK; hanya sekedar menjamin
hak ekosobud tersebut. Keberadaan indikator ketersediaan dan keteraksesan pekerjaan, tetapi
diperlukan untuk melihat bagaimana negara telah tidak menjamin ketersesuaian dan keberlanjutan
efektif melaksanakan instrumen hak ekososbud pekerjaan bagi PPPK. Pemenuhan yang berlaku
tersebut. Sehingga ketika ada indikator tidak mundur tersebut tentunya tidak sesuai dengan
terpenuhi, bisa mudah memberikan rekomendasi prinsip ekososbud, yang mengharuskan negara
dan saran atas apa-apa yang harus dilakukan menerapkan prinsip pemenuhan maju (progressive
negara tersebut31. realization).
Berbicara mengenai perumusan indikator
pemenuhan hak ekososbud, memang pada setiap B. Tinjauan HAM dalam Regulasi PPPK
jenis hak ekososbud membutuhkan bahasa sendiri-
Dalam UU ASN dan PP PPPK sebagai
sendiri yang khas dengan hak tersebut. Hal ini
contoh regulasi PPPK, pada aspek tertentu, negara
sebagaimana contoh kreatifitas pengukuran
menyamakan perlakuan antara PNS dan PPPK.
indikator pemenuhan hak ekososbud dalam bidang
Tetapi dalam beberapa hal, regulasinya melakukan
perumahan yang dikembangkan oleh Firdaus.
pembedaan antara PNS dan PPPK. Ketentuan yang
Dalam hal ini Firdaus mengembangkan
memberikan perlakuan sama antara PNS dan PPPK
indikatornya adalah jaminan kepastian hukum atas
adalah dalam hal kewajiban dan peluang pengisian
kepemilikan tanah; ketersediaan; keterjangkauan;
jabatan. Sesuai bunyi UU ASN Pasal 23,
layak huni; aksesibilitas; sebuah lokasi yang layak,
kewajiban ASN adalah “sebagai berikut: a) setia
dan kecukupan/layak secara budaya. Tentunya
dan taat pada Pancasila, Undang-Undang Dasar
berbeda dengan hunian, hak atas pekerjaan tersebut
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara
mempunyai indikator dengan bahasa yang berbeda
Kesatuan Republik Indonesia, dan pemerintah
tetapi paling tidak berkutat kepada prinsip
yang sah; b) menjaga persatuan dan kesatuan
aksesibilitas sebagai indikator dasar hak
bangsa; c) melaksanakan kebijakan yang
ekososbud32.
dirumuskan pejabat pemerintah yang berwenang;
Sementara itu dalam temuan penulis, adanya d) menaati ketentuan peraturan perundang-
kemunduran indikator oleh negara dalam undangan; e) melaksanakan tugas kedinasan
memenuhi hak ekososbud pada urusan penanganan dengan penuh pengabdian, kejujuran, kesadaran,
pegawai kontrak bagi kasus PPPK. Dalam UU dan tanggung jawab; f) menunjukkan integritas dan
Ketenagakerjaan, negara telah menetapkan keteladanan dalam sikap, perilaku, ucapan dan
indikator pemenuhan hak pegawai kontrak terdiri tindakan kepada setiap orang, baik di dalam
dari ketersediaan pekerjaan, keteraksesan maupun di luar kedinasan; g) menyimpan rahasia
pekerjaan, ketersesuaian imbalan dan kewajiban jabatan dan hanya dapat mengemukakan rahasia
pekerja, sekaligus menambahi indikator berupa jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan
pemenuhan keberlanjutan pekerjaan, yakni perundang-undangan; dan h) bersedia ditempatkan
keharusan mengangkat pegawai kontrak menjadi di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
pegawai tetap bagi perusahaan yang memperbarui Indonesia”. Perlu diketahui bahwa dalam PP
kontrak lebih dari batas maksimal. Sementara, PPPK, tidak ada pasal khusus yang membahas
tentang kewajiban PPPK. Penulis menyimpulkan
30 James Reinaldo Rumpia and H.S. Tisnanta, “Hukum Dan adanya pemberian kewajiban yang sama antara
Bahasa: Refleksi Dan Transformasi Pemenuhan Hak PNS dan PPPK tersebut sekedar berdasarkan bunyi
Ekonomi, Sosial Dan Budaya,” Jurnal Lentera Hukum 5,
kewajiban ASN dalam UU ASN, karena ASN
no. 2 (2018): 230–247.
31 A Cahill Ripley and D Hendrick, Economic, Social and terdiri dari PNS dan PPPK.
Cultural Rights and Sustaining Peace: An Introduction
Mengenai pemaknaan peluang jabatan yang
(Friedrich-Ebert-Stiftung, Quaker United Nations Office,
and Lancaster University, 2018), 38. sama, hal ini merujuk kepada UU ASN Pasal 13,
32 Firdaus, “Pemenuhan Hak Atas Perumahan Yang Layak 14, 15, 16, 17, 18, 19 dan 20. Berdasarkan pasal
Bagi Masyarakat Miskin Kota Dalam Perspektif HAM,” tersebut, jabatan yang tersedia bagi ASN adalah
Jurnal HAM 7, no. 2 (2016): 85–97.
227
JURNAL HAM
Volume 11, Nomor 2, Agustus 2020

jabatan administrasi, jabatan fungsional dan perpanjangan perjanjian kerja nanti, terdapat
jabatan pimpinan tinggi. Jabatan administrasi kemungkinan PPPK mengalami perpanjangan
terdiri atas administrator, pengawas, dan perjanjian kerja selama beberapa kali setelah
pelaksana. Jabatan fungsional terdiri atas beberapa kali pula periode masa perjanjian kerja
fungsional keahlian (terdiri atas ahli utama, ahli berakhir. Bisa berkemungkinan juga seorang PPPK
madya, ahli muda, dan ahli pertama) dan berstatus tenaga kontrak abadi di instansi tersebut.
fungsional keterampilan (terdiri atas penyelia, Dengan sistem perjanjian kerja (sistem kontrak
mahir, terampil dan pemula). Selanjutnya, jabatan tersebut), bisa dikatakan posisi PPPK dalam
pimpinan tinggi terdiri atas pimpinan tinggi utama, keadaaan yang dilematis. Kalau perjanjian
pimpinan tinggi madya, dan pimpinan tinggi kerjanya tidak diperpanjang dengan demikian
pratama. Walaupun UU ASN menyatakan tiga mengalami kerugian tidak bisa bekerja lagi,
jabatan tersebut berlaku untuk ASN, ternyata PP kalaupun perjanjian kerjanya diperpanjang, PPPK
PPPK Pasal 2 Ayat (1) menyatakan bahwa dari juga tidak bisa menerima hak yang sama dengan
jabatan yang tersedia bagi ASN dalam UU ASN, PNS sebagai tetap karena perbedaan status.
jabatan yang dapat diisi PPPK hanyalah jabatan
Relasi yang berlaku bagi PPPK sebagaimana
fungsional dan jabatan pimpinan tinggi.
tersebut di atas belum sepenuhnya mengikuti
Berdasarkan pengkorelasian UU ASN dengan PP
prinsip HAM. Pembedaan hak dalam regulasi
PPPK tersebut, bisa disimpulkan bahwa peluang
tersebut telah menciptakan keadaan yang
jabatan sama yang bisa diisi PPPK sebagaimana
bertentanggan dengan prinsip HAM berupa prinsip
PNS hanyalah jabatan fungsional dan jabatan
kesetaraan (equality) dan non diskriminasi (non
pimpinan tinggi.
discrimination). Prinsip kesetaraan ini digunakan
Dengan adanya penyamaan antara PNS dan untuk meletakkan bahwa semua orang terlahir
PPPK untuk menempati jabatan tersebut, regulasi bebas dan mempunyai kesetaraan dalam HAM.
ini seolah-olah ingin membuka peluang dan akses Dalam melaksanakan keseteraan, negara harus
yang sama. Tetapi dengan pembedaan beberapa hal memperlakukan semua orang secara setara dalam
selanjutnya, regulasi tersebut menunjukkan pengertian memperlakukan secara sama pada
pemerintah belum sepenuhnya mengikuti prinsip situasi yang sama dan memperlakukan berbeda
HAM dalam mengatur relasi yang berlaku bagi pada situasi yang berbeda33, dengan titik tekan
PPPK. Justru dengan melakukan penyamaan dalam memberikan kesempatan yang sama kepada semua
aspek tertentu, kemudian melakukan pembedaan orang sesuai dengan keberadaannya34.
dalam beberapa hal, relasi yang berlaku bagi PPPK
Dalam kasus ini, terdapat kesengajaan
justru tidak sesuai dengan prinsip HAM. Beberapa
negara untuk memperlakukan tidak sama padahal
ketentuan selanjutnya mengenai pembedaan antara
dalam kondisi yang sama. Sesuai dengan prinsip
PNS dan PPPK adalah tentang hak, status dan
kesetaraan, ketika negara memberikan satu jenis
keberlanjutan pekerjaan. Dalam pembedaan hak,
pekerjaan, maka terhadap lebih dari satu orang
regulasinya mengatur tidak memberikan fasilitas
yang melaksanakan jenis pekerjaan yang sama
dan jaminan pensiun serta hari tua bagi PPPK (UU
tersebut, negara harus memberi perlakuan yang
ASN Pasal 21-22). Sementara mengenai status,
sama, memberi hak sama karena memang
PPPK berstatus kontrak sementara PNS berstatus
kewajiban mereka sama. Tetapi ketika terhadap
tetap (UU ASN Pasal 7). Mengenai keberlanjutan
satu jenis pekerjaan, sebagai contoh PPPK dengan
pekerjaan, yang mana sebagai konsekuensi status
jabatan fungsional asisten ahli pada jabatan dosen,
kontrak pada PPPK, keberlanjutan kerja bagi
pemerintah tidak memberikan fasilitas kepadanya
PPPK tergantung kepada perpanjangan kontrak
tetapi memberikan fasilitas kepada pegawai lain
dan yang menyeramkan adalah masa kerja dan
dengan jabatan fungsional yang sama karena PNS-
prestasi PPPK tidak bisa dijadikan keharusan agar
dia diperpanjang kontraknya atau diangkat menjadi 33 Riyadi, Hukum Hak Asasi Manusia: Perspektif
pegawai tetap. Kalaupun PPPK masih dipekerjakan Internasional, Regional Dan Nasional...27-29.
setelah berakhirnya masa perjanjian kerja awal, hal 34 Md Kamruzzaman and Shashi Kanto Das, “The
itu ditempuh dengan mekanisme yang bernama Evaluation of Human Rights: An Overview in Historical
perpanjangan kontrak. Jadi dalam pelaksanaan Perspective,” American Journal of Service Science and
Management 3, no. 2 (2016): 5–12.
228
Tinjauan HAM Dalam Regulasi PPPK Dengan Intertekstualitas Teks Hukum
Faiq Tobroni

nya, maka sebenarnya pemerintah sedang negara dalam melaksanakan kewajibannya sebagai
melakukan pemberlakuan kebijakan yang tidak pemangku kewajiban belum berjalan maksimal.
setara. Negara telah sengaja menciptakan kelas
Hal-hal yang mempengaruhi perasaan aman
dalam jenis pekerjaan yang sebenarnya
tersebut, salah satunya jika dihubungkan dengan
mempunyai kelas jabatan yang sama. Apa yang
kasus PPPK tersebut, adalah jaminan sistem masa
perlu diperbaiki dari sistem regulasi PPPK ini
perjanjian kerja yang berlaku bagi PPPK terhadap
adalah seharusnya negara melalui pemerintah
kesempatan PPPK untuk menapaki jenjang jabatan
memperlakukan sama kepada beberapa orang yang
yang tertinggi. Jabatan yang disediakan bagi PPPK
melakukan tugas yang sama. Sesuai dengan prinsip
dan PNS berbentuk model penjenjangan.
kesetaraan, kondisi sama yang mengharuskan
Tingginya kedudukan seseorang dalam satu jenis
perlakuan sama, maka seharusnya kewajiban yang
jabatan adalah bergantung kepada lamanya
sama mengharuskan hak yang sama. Ketika negara
seseorang berkarier dalam satu jenis jabatan
tidak memberlakukan prinsip kesetaraan, maka
tersebut. Sebagai contoh, jabatan fungsional dosen
negara telah melakukan kebijakan yang
mempunyai penjenjangan dari asisten ahli, lektor,
diskriminatif.
lektor kepala, sampai dengan guru besar. Untuk
Perihal sistem masa perjanjian kerja juga ditetapkan menjadi asisten ahli saja biasanya butuh
menjadi faktor utama tidak terpenuhinya jaminan waktu dua tahun dari pengangkatan pertama
keamanan atas keberlanjutan pekerjaan sebagai sebagai tenaga pengajar. Begitu pula untuk
bagian dari hak yang tidak terpisahkan kenaikan menuju jenjang jabatan fungsional yang
(interdependent) dan saling berpengaruh lebih tinggi, minimal membutuhkan waktu dua
(interrelated) pada hak menikmati pekerjaan. tahun. Bahkan dalam prakteknya, untuk menuju
Prinsip kesalingtergantungan (interdependent kenaikan dari satu jabatan ke jabatan berikutnya,
principle) menyatakan bahwa terpenuhinya satu seorang dosen butuh lebih dari dua tahun yang
kategori hak tertentu akan selalu tergantung mana hal ini tergantung kepada kapasitas dosen
dengan terpenuhinya hak yang lain. Sementara itu, serta yang tidak boleh diabaikan adalah lingkungan
prinsip kesalingterkaitan (interrelated principle) birokrasi administrasi pada lembaga pendidikan
tersebut menyatakan bahwa keseluruhan hak asasi yang bersangkutan. Terkadang ada birokrasi yang
manusia adalah merupakan bagian tak terpisahkan cepat sesuai standar peraturan, tetapi tidak sedikit
dari yang lain35. Dalam kaitannya dengan hak atas pula birokrasi yang lama serta cenderung
pekerjaan ini, bahwasannya pemenuhan hak mengabaikan standar peraturan.
seseorang untuk menikmati pekerjaannya secara
Ilustrasi di atas menunjukkan bahwa untuk
layak adalah tidak hanya kalau sudah tersedianya
menapaki jenjang jabatan pada satu jenis jabatan
lapangan pekerjaan, kemudian dia mendapatkan
fungsional saja sebagai contohnya, ada keadaan
akses untuk mengisi pekerjaan tersebut; tetapi juga
yang tidak menjamin keamanan atas keberlanjutan
yang tidak kalah pentingnya adalah dia
pekerjaan bagi PPPK untuk bisa menapaki sampai
mendapatkan imbalan yang adil seperti imbalan
jenjang jabatan fungsional tertinggi (dalam kasus
yang diterima oleh rekannya sesama pekerja dalam
dosen PPPK). Hal ini dikarenakan tidak adanya
kelas yang sama, serta mendapatkan kesempatan
jaminan keamanan bagi PPPK atas perpanjangan
pengembangan dirinya, dan jaminan keberlanjutan
perjanjian kerjanya pada setiap tahunnya (kalau
atas pekerjaan tersebut. Hak seseorang untuk
perjanjian kerjanya setiap tahun). Bisa saja pada
menikmati pekerjaan tersebut juga mempunyai
periode tertentu, instansi tidak memperpanjang
sifat saling tergantung (interdependent) dan saling
perjanjian kerja, karena memang tidak ada
berkaitan (interrelated) dengan jaminan keamanan
keharusan dalam regulasi tersebut untuk
atas keberlanjutan pekerjaan. Kalau para pekerja
mengharuskan instansi agar memperpanjang
selama melaksanakan pekerjaannya tersebut,
perjanjian kerja bagi pegawai bersangkutan
terdapat sistem pekerjaan yang menyebabkannya
walaupun produktivitasnya semakin bagus. Alih-
dalam tekanan dan kerisauan, sebenarnya peran
alih memberi keberpihakan mengharuskan
perpanjangan perjanjian kerja karena pertimbangan
35 Riyadi, Hukum Hak Asasi Manusia: Perspektif
produktifitas, regulasinya justru memberi
Internasional, Regional Dan Nasional...27. kelonggaran bagi instansi atas opsi kemungkinan
229
JURNAL HAM
Volume 11, Nomor 2, Agustus 2020

tidak memperpanjang perjanjian kerja kalau satu produk hukum positif membutuhkan produk
instansi merasa perlu melakukan perampingan hukum positif lain dan bahkan dengan produk
organisasi atau kalau jumlah pegawai tidak hukum di luar hukum positif. Pengkorelasian satu
sebanding dengan jumlah pekerjaan. Untuk hal teks dengan teks lainnya dilakukan dengan
yang terakhir ini, proporsionalitas pegawai bisa pertimbangan bahwa setiap teks lain sering
mungkin sekali menjadi pemicu bagi instansi untuk mendasari satu sama lain. Cara berpikir
tidak memperpanjang perjanjian kerja karena intertekstualitas memandang bahwa sebuah teks
instansi juga diberi jatah perekrutan pegawai bisa menjadi tulisan sisipan atau cangkokan pada
negeri sipil setiap periodenya sesuai dengan kerangka teks-teks lain. Proses seperti itu bisa
kebijakan pemerintah pusat. Terhadap diserupakan sebagai proses tenunan yang bertujuan
kemungkinan sewaktu-waktu terjadinya untuk membentuk sebuah teks baru yang lebih
pemberhentian perjanjian kerja bagi PPPK kokoh37. Antar teks hukum terjadi interelasi teks.
tersebut, hal ini sudah jelas tidak memenuhi Terjadinya interelasi teks tidak dalam rangka
jaminan keamanan atas keberlanjutan pekerjaan melemahkan keorisinalan masing-masing teks,
sebagai bagian dari hak yang tidak terpisahkan justru bertujuan untuk mengembangkan makna
(interdependent) dan saling berpengaruh teks agar menghasilkan kreatifitas makna yang
(interrelated) pada hak menikmati pekerjaan bagi semakin menegaskan karakteristik makna masing-
PPPK. masing teks. Artinya, terjadinya interelasi dalam
teks hukum antara regulasi PPPK dengan regulasi
Dengan demikian jika dianalisis sesuai
lain tentang pegawai kontrak melalui
dengan prinsip hak ekososbud, keberadaan regulasi
intertekstualitas bukanlah untuk melemahkan
PPPK tersebut belum sepenuhnya
masing-masing regulasi, tetapi sebaliknya memacu
merepresentasikan kehadiran negara melalui
agar penerapan setiap regulasi tersebut agar
pemerintah sebagai pemangku kewajiban HAM.
melahirkan keadaan yang bermanfaat bagi
Sesuai dengan prinsip ini, negara adalah pemangku
masyarakat. Ilustrasi penggunaan intertekstualitas
kewajiban untuk melakukan penghormatan,
dalam peninjauan ulang regulasi PPPK sebagai
perlindungan dan penghormatan terhadap HAM36.
berikut.
Kaitannya dengan kasus ini, maka negara melalui
pemerintah-lah yang mempunyai tanggungjawab Terdapat kesadaran bahwa sebenarnya
untuk melakukan penghormatan terhadap PPPK, penghormatan terhadap hak pekerjaan sudah
melakukan perlindungan terhadap PPPK dari tersedia dalam narasi besar teks hukum Indonesia.
perlakuan tidak setara dan diskriminasi dengan Hal ini bisa dilihat dari semangat konstitusi
pegawai lainnya, dan melakukan pemenuhan maupun instrumen HAM yang telah diratifikasi
terhadap PPPK agar mendapatkan jaminan negara Indonesia. Namun di tengah narasi besar
keamanan atas keberlanjutan pekerjaan teks hukum yang melindungi hak atas pekerjaan
sebagaimana berlaku pada PNS. tersebut, terdapat satu teks hukum yang berwujud
regulasi PPPK yang ternyata tidak sesuai dengan
C. Internalisasi HAM dengan
narasi besar tersebut. Ibarat tenunan pakaian,
Intertekstualisasi Teks Hukum
penyimpangan motif yang terjadi pada regulasi
Bagian ini akan mengulas faktor penyebab PPPK tersebut perlu dikembalikan kepada motif
regulasi PPPK perlu ditinjau ulang dengan HAM semula yang sesuai dengan motif pada narasi besar
melalui pendekatan intertekstualitas teks hukum. teks hukum Indonesia. Untuk mengembalikan
Secara teoritis, intertekstualitas teks hukum bisa motif semula tersebut, langkah yang digunakan
dipahami sebagai kegiatan menempatkan satu teks adalah melalui intertekstualitas teks hukum. Upaya
di tengah-tengah teks-teks lain. Dengan melakukan internalisasi HAM dalam regulasi
membangun premis bahwa satu teks hukum manajemen PPPK tersebut ibaratnya hanya sekedar
membutuhkan satu teks hukum lain, menjalin kembali teks hukum yang berpihak
intertesktualitas dalam teks hukum beranggapan kepada hak atas pekerjaan dan yang telah tersedia

36 Muhammad Ashri, Hak Asasi Manusia; Filosofi, Teori 37 Faiq Tobroni, “Putusan Nomor 74/PUU-XII/2014 Dan
Dan Instrumen Dasar (Makassar: Social Politic Genius, Standar Konstitusional Dispensasi Perkawinan,” Jurnal
2018), 84-92. Konstitusi 14, no. 3 (2017): 573–600.
230
Tinjauan HAM Dalam Regulasi PPPK Dengan Intertekstualitas Teks Hukum
Faiq Tobroni

dalam narasi besar teks hukum Indonesia. Jalinan sistem masa perjanjian kerja yang berlaku bagi
tersebut akan digunakan untuk memberikan PPPK dibanding PNS. Teks hukum dalam regulasi
tawaran perbaikan kepada regulasi manajemen manajemen PPPK tersebut telah melakukan
PPPK dengan perspektif HAM. Proyek pembedaan hak antara PNS dan PPPK. Hak yang
intertekstualitas teks hukum tersebut dilaksanakan berlaku bagi PPPK dibedakan dengan hak yang
dengan memberi masukan perbaikan atas regulasi berlaku bagi PNS dalam bidang pemberian fasilitas
manajemen PPPK untuk melaksanakan pemenuhan dan jaminan pensiun serta hari tua. Regulasi
hak bagi pekerja kontrak (dalam hal ini adalah pembedaan hak tersebut menandakan adanya
PPPK) berdasarkan hasil pembacaan kesengajaan dari negara untuk menciptakan
penghubungan dengan teks hukum lain seperti keadaan yang tidak setara antara individu yang
KIHESB dan UU Ketenagakerjaan. Setelah bernasib menjadi PPPK dengan individu yang
menggunakan pendekatan intertekstualitas teks beruntung diterima menjadi PNS, selain itu juga
hukum dalam membaca regulasi manajemen sengaja menciptakan keadaan yang menempatkan
PPPK, penulis mendapatkan beberapa argument individu yang bernasib menjadi PPPK untuk terus-
mengapa perlu melakukan internalisasi HAM terusan terdiskriminasi haknya. Teks hukum
dalam regulasi manajemen PPPK. tentang hak PPPK tersebut menunjukkan nalar
negara untuk menggunakan regulasi manajemen
Pertama, penulis menemukan adanya nalar
PPPK sebagai alat mekanis yang justru melepaskan
mekanis negatif yang digunakan negara di balik
diri dari tanggung jawab untuk memberikan
perumusan regulasi manajemen PPPK. Penulis
jaminan sistem yang terbaik untuk melindungi hak
tidak menepis keniscayaan bahwa memang hukum
PPPK sebagai pekerja. Dengan dihubungkan
adalah alat mekanis negara dalam rangka
dengan teks hukum HAM tentang prinsip
menyelenggarakan urusan negara. Regulasi
kesetaraan dan non diskriminasi dalam KIHESB,
manajemen PPPK tersebut adalah alat mekanis
regulasi PPPK sebagai representasi alat mekanis
negara dalam rangka menyelenggarakan urusan
negara seharusnya melakukan pembenahan untuk
negara berkaitan dengan eksistensi PPPK, baik
menghilangkan sistem kerja yang timpang dan
berkaitan dengan hak maupun kewajibannya
diskriminatif menjadi sistem kerja yang setara dan
sebagai salah satu jenis pekerja yang berurusan
bebas diskriminasi antara PPPK dan PNS.
dengan instansi pemerintah sebagai pihak pemberi
kerja. Dengan relasi seperti ini, tidak dapat ditepis Selanjutnya, temuan teks hukum lain dengan
lagi bahwa PPPK sebagai individu penerima nalar yang tidak sehat dalam regulasi manajemen
hubungan kerja mempunyai kedudukan sub ordinat PPPK adalah berkaitan dengan pembedaan sistem
terhadap instansi pemerintah (melalui pejabatnya) masa perjanjian kerja antara PNS dan PPPK.
sebagai pemberi kerja. Dengan relasi tersebut, para Regulasi tersebut menciptakan sistem bahwa PPPK
pekerja tersebut perlu dilindungi hak-haknya di bisa dikontrak berkali-kali dan dengan penegasan
hadapan para pemberi kerja yang memiliki tidak ada kesempatan diangkat menjadi pegawai
kedudukan lebih tinggi daripada penerima kerja. tetap walaupun terdapat prestasi atas lamanya dia
Dalam mengatur relasi tersebut, hukum seharusnya pernah dikontrak. Nalar yang berada di balik
menjadi alat negara untuk menyelenggarakan relasi regulasi pengaturan sistem perjanjian kerja yang
antara pemberi dan penerima kerja tersebut sesuai berlaku bagi PPPK tersebut hanya mengakomodasi
dengan prinsip HAM. Menjadi masalah ketika kepentingan penguasa sebagai pihak pemberi kerja,
ternyata produk hukum yang diciptakan negara dan bahkan sebagai konsekuensinya telah
justru menyelenggarakan relasi yang tidak mengalienasi kebutuhan hak PPPK sebagai pihak
menguntungkan bagi pihak penerima hubungan penerima kerja. Adanya sistem perpanjangan
kerja. Inilah yang sekarang dialami PPPK melalui kontrak yang tidak mengenal batasan jumlah
regulasi manajemen PPPK tersebut. perpanjangan kontrak tersebut menunjukkan
adanya dominasi kepentingan penguasa untuk
Penulis menemukan terdapat nalar mekanis
tidak mau repot mengangkat PPPK menjadi
tidak sehat yang digunakan negara di balik
pegawai tetap walaupun mereka sudah lama
perumusan regulasi manajemen PPPK. Beberapa
bekerja. Konsep kontrak yang berlaku pada kasus
teks hukum yang tidak sehat tersebut adalah
PPPK tersebut bertentangan dengan prinsip hukum
pembedaan hak PPPK dari PNS dan pembedaan
231
JURNAL HAM
Volume 11, Nomor 2, Agustus 2020

HAM modern yang memang mempunyai ciri khas yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga)
menempatkan negara sebagai pemegang tahun; pekerjaan yang bersifat musiman; dan
pertanggungjawaban untuk memenuhi HAM; pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru,
walaupun itu berat. Dengan kewenangan yang kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih
dimiliki negara untuk membuat regulasi berkaitan dalam percobaan atau penjajakan. Bahkan UU
dengan pekerjaan, negara maupun instansi Ketenagakerjaan Pasal 59 Ayat (2) tidak
pemerintah tidak boleh mempunyai pilihan tidak memberbolehkan memberlakukan perjanjian kerja
mau repot untuk memikul beban memberikan yang bersifat kontrak kepada pekerjaan yang
jaminan sistem yang terbaik untuk melindungi hak bersifat tetap.
para pekerja. Dengan dihubungkan dengan teks
Sementara jika melihat jenis pekerjaan yang
hukum prinsip HAM dalam KIHESB, regulasi
dijadikan objek perjanjian kerja terhadap PPPK,
PPPK sebagai alat hukum negara seharusnya
yang minimal dilihat dari jabatan yang bisa diisi
melakukan perbaikan untuk menghilangkan sistem
mereka, adalah jenis pekerjaan yang bersifat
perjanjian kerja yang penuh ketidakpastian dan
rutinitas, tetap dan selalu tersedia sepanjang
ancaman menjadi sistem perjanjian kerja yang
beroperasinya instansi pemerintah tersebut. Di
penuh jaminan keamanan atas keberlanjutan kerja
antara yang masuk kategori permanen dan rutinitas
bagi PPPK. Jaminan keamanan atas keberlanjutan
tersebut adalah jabatan fungsional. Pekerjaan-
tersebut merupakan bagian hak yang tidak
pekerjaan ini tidak mungkin selesai dalam waktu
terpisahkan (interrelated) dan saling bergantungan
tiga tahun. Selama masih ada instansi pemerintah
(interdependent) dengan hak PPPK atas
tersebut, dan selama instansi tersebut masih
pekerjaannya sebagaimana jaminan tersebut
melayani masyarakat, tentu pekerjaan tersebut
dimiliki oleh PNS yang akan terjamin tidak
akan terus berjalan. Sebagai contoh fungsional
diberhentikan karena berakhirnya perjanjian kerja.
dosen di Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Selama
Faktor kedua yang penulis temukan setelah PTN tersebut masih ada, dan selama PTN tersebut
melakukan intertekstualitas teks hukum antara masih mengerjakan kegiatan belajar mengajar,
regulasi manajemen PPPK dengan teks hukum maka selama itu pula masih selalu dibutuhkan
lain, penulis menemukan adanya makna negatif dosen (baik PNS maupun PPPK). Pekerjaan seperti
yang tidak terkatakan dari teks hukum yang ini pada dasarnya merupakan rutinitias dan tetap
tersedia dalam regulasi manajemen PPPK. Dalam yang seperti biasanya juga dikerjakan oleh para
hal ini penulis menemukan ada makna PNS.
ketertinggalan regulasi manajemen PPPK dari UU
Dengan melihat perbedaan jenis pekerjaan
Ketenagakerjaan dalam perlindungan pegawai
yang bisa dikontrakkan, antara UU
kontrak. Pegawai kontrak dalam UU
Ketenagakerjaan dan regulasi manajemen PPPK,
Ketenagakerjaan dikenal dengan istilah Pegawai
terdapat desaign dari negara seolah sengaja
dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).
menempatkan PPPK sebagai partner di saat susah
Ketertinggalan dalam penghormatan hak pegawai
saja. Seperti pemerintah membuat konsep
kontrak tersebut bisa dilihat dalam dua ketentuan,
pekerjaan yang para pekerjanya itu nanti dengan
yakni tentang jenis pekerjaan yang dijadikan objek
mudah bisa disingkirkan atas nama keadaan
kontrak dan tentang ketersediaan peluang
perampingan organisasi. Sebagai informasi,
pengangkatan pegawai kontrak sebagai pegawai
perampingan adalah salah satu alasan yang bisa
tetap ketika telah melewati batas maksimal jumlah
digunakan instansi untuk tidak memperpanjang
perpanjangan kontrak. UU Ketenagakerjaan Pasal
kontrak PPPK (UU ASN Pasal 105). Ilustrasinya
59 Ayat (1) menyatakan bahwa “pekerjaan yang
begini, ketika ada seleksi Calon Pegawai Negeri
bisa dikontrakkan kepada Pegawai Kontrak atau
Sipil (CPNS), PPPK ini tidak bisa terjaring untuk
PKWT adalah pekerjaan yang menurut jenis dan
menjadi CPNS. Kemudian lantaran pada kelas dan
sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam
jenis jabatan yang sama dengan yang sekarang
waktu tertentu”. Jenis pekerjaan tersebut adalah
diemban oleh PPPK ini kemudian ada orang baru
pekerjaan yang sekali selesai atau yang bersifat
bernama CPNS, maka berbarengan karena
sementara; pekerjaan yang diperkirakan
kontraknya PPPK sudah selesai, berbarengan pula
penyelesaiannya hanya berlangsung dalam waktu
dengan alasan instansi tersebut telah mendapatkan
232
Tinjauan HAM Dalam Regulasi PPPK Dengan Intertekstualitas Teks Hukum
Faiq Tobroni

CPNS dengan kualifikasi pada jabatan yang selama berakhir. Selanjutnya, Pasal 59 Ayat (6)
ini dikerjakan PPPK, maka dengan sendirinya menyatakan bahwa pembaruan PKWT hanya dapat
instansi bisa memilih opsi untuk tidak dilakukan 1 kali dan paling lama 2 tahun. Jika
memperpanjang PPPK dengan alasan perampingan PKWT dilaksanakan tidak memenuhi Pasal 59
organisasi dan juga formasi sudah terisi. Alasan Ayat (1-6) tersebut, maka demi hukum PKWT
perampingan organisasi membuka peluang yang berubah menjadi PKWTT atau menjadi pegawai
besar akan pemberhentian PPPK berdasarkan studi tetap. Jika dikaitkan regulasi manajemen PPPK,
terakhir yang menyatakan salah satu kendala sistem perjanjian kerja PPPK tidak mengenal dan
pengelolaan PPPK adalah minimnya kontribusi bahkan melarang tegas pengangkatan pegawai
pemerintah Pusat terhadap keberadaan PPPK38. kontrak tersebut menjadi pegawai tetap. Walaupun
Kedaaan ini seperti pemerintah sengaja dengan prestasi kerjanya nanti PPPK bisa
memperlakukan PPPK hanya untuk jadi pendorong mendapatkan perpanjangan masa perjanjian kerja
mobil mogok. Jadi ketika instansi tersebut berkali-kali, hal itu tidak sama sekali membuka
kekurangan tenaga (seperti mobil mogok), maka peluang mereka untuk diangkat menjadi pegawai
dia butuh ada kekuatan baru untuk mendorongnya tetap seperti PNS.
(mengangkat pegawai kontrak), kemudian ketika
Memang Pasca Putusan Mahkamah
instansi tersebut telah mendapatkan PNS yang
Konstitusi (MK) Nomor 96/PUU-XI/2013,
otomatis tenaganya sudah power full lagi
pengangkatan pegawai kontrak menjadi pegawai
(mobilnya udah bisa jalan sendiri), maka instansi
tetap setelah melewati batas maksimal
tersebut tidak memperpanjang kontrak pegawai
perpanjangan kontrak tersebut mengalami
yang tadi diangkat dengan model kontrak
perubahan mekanisme. Sebelum ada putusan MK,
(meninggalkan mereka sendirian yang dulunya ikut
pengangkatan tersebut terjadi otomatis demi
membantu di saat susah).
hukum. Tetapi, dalam pelaksanaannya tidak bisa
Kelebihan lain dalam perlindungan pegawai dilakukan seperti itu. Tetap harus ada mekanisme
kontrak pada UU Ketenagakerjaan jika hukum tertentu. MK menetapkan ketentuan UU
dibandingkan dengan regulasi PPPK adalah Ketenagakerjaan Pasal 59 Ayat (7) tetap bisa
peluang pengangkatan pegawai kontrak menjadi diberlakukan dengan syarat pengajuan oleh
pegawai tetap diatur dalam Pasal selanjutnya. UU pegawai kontrak kepada pemberi kerja untuk
Ketenagakerjaan Pasal 59 Ayat (3) mengatur mengangkatnya menjadi pegawai tetap tersebut
bahwa PKWT telah didukung melalui putusan pengadilan.
dapat diperpanjang atau diperbaharui. Selanjutnya Mekanismenya adalah pekerja/buruh dapat
Pasal 59 Ayat (4) menyatakan bahwa PKWT ini meminta pengesahan nota pemeriksaan pegawai
hanya boleh dilakukan paling lama 2 (dua) tahun pengawas ketenagakerjaan kepada Pengadilan
dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk Negeri setempat dengan syarat: telah dilaksanakan
jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun. Hal ini perundingan bipartit namun perundingan bipartit
ditegaskan pula dalam Pasal 3 Ayat (2) Keputusan tersebut tidak mencapai kesepakatan atau salah
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor satu pihak menolak untuk berunding; dan telah
Kep-100/Men/VI/2004 Tahun 2004 tentang dilakukan pemeriksaan oleh pegawai pengawas
Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu ketenagakerjaan berdasarkan peraturan perundang-
Tertentu bahwa PKWT hanya dibuat untuk paling undangan. Kemudian, penetapan pegawai kontrak
lama 3 tahun. Selanjutnya, Pasal 59 Ayat (5) menjadi pegawai tetap dengan PKWTT melalui
mengharuskan pengusaha untuk memberitahukan prosedur yang ditetapkan oleh putusan tersebut.
maksudnya secara tertulis kepada pekerja/buruh Terlepas dari perbedaan sebelum dan sesudah
(perihal perpanjangan kontrak) paling lama 7 putusan MK, yang pasti patut diapresiasi adanya
(tujuh) hari sebelum perjanjian kerja waktu tertentu kemajuan semangat dalam UU Ketenagakerjaan
untuk memfasilitasi perjuangan hak pegawai
38 Rudi Kurniawan and Fidhia Aruni, “Upaya Pemerintah
kontrak agar menjadi pegawai tetap. Hal ini sangat
Dalam Menerapkan Peraturan Pemerintah No. 49 Tahun berbeda dengan regulasi manajemen PPPK yang
2018 Tentang Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian sama sekali menutup fasilitas tersebut. Semangat
Kerja ( P3K ) DI Kabupaten Aceh Utara,” Jurnal Public positif utama yang bisa diambil dari perjalanan
Policy 6, no. 1 (2020): 42–44.
233
JURNAL HAM
Volume 11, Nomor 2, Agustus 2020

undang-undang tersebut adalah tidak adil bagi Sistem yang dibuat negara sengaja menciptakan
PPPK diperlakukan model kontrak seperti kondisi yang menyebabkan apa yang dilakukan
peraturan sekarang. Kalau terhadap pegawai pekerja tidak sesuai dengan imbalan yang
kontrak swasta yang mana pihak pemberi kerjanya diperoleh sebagaimana yang berlaku kepada jenis
adalah swasta, negara bisa merumuskan peraturan pekerja lainnya. Selanjutnya, dengan menerapkan
yang begitu kuat aroma pelaksanaan prinsip HAM- model perpanjangan kontrak sebagaimana
nya, seharusnya pelaksanaan prinsip HAM yang diuraikan di depan, negara sengaja menciptakan
lebih kuat diterapkan kepada peraturan yang keadaan yang tidak menjamin keberlanjutan bagi
melibatkan negara sebagai pemberi kerja dalam pekerja. Sistem yang dianggap sengaja tidak
kasus PPPK. memenuhi hak keberlanjutan bagi PPPK tersebut
adalah kemungkinan instansi tidak memperpanjang
Selanjutnya, setelah mengintertektualitaskan
kontrak. Dalam pelaksananya nanti, alasan
teks hukum regulasi PPPK dengan UU
perampingan organisasi untuk tidak
Ketenagakerjaan, faktor ketiga yang ditemukan
memperpanjang perjanjian kerja itu tidak hanya
sebagai urgensi pembenahan regulasi manajemen
berkemungkinan ditafsirkan untuk menghemat
PPPK adalah karena adanya kemunduran negara
pengeluaran instansi saja, tetapi sesuai dengan
dalam memenuhi hak pekerja, dalam hal ini
kebijakan masing bisa diperluas dengan alasan
kasusnya PPPK. Penulis mendapati kemunduran
formasi yang dihuni oleh PPPK tersebut telah terisi
indikator yang harus dipenuhi oleh negara dalam
oleh PNS baru, atau tidak memperpanjang kontrak
melaksanakan tugasnya sebagai pemangku
karena jumlah pegawai telah terpenuhi. Selama
kewajiban HAM, terutama dalam kasus hak PPPK
regulasi manajemen PPPK tidak ada ketentuan
tersebut sebagai kategori hak ekososbud. Dengan
mengenai jaminan akan selalu (keharusan)
melihat hak yang dimiliki oleh PPPK dalam
diperpanjangnya perjanjian kerja PPPK jika sesuai
regulasi peraturan yang tersedia sekarang ini,
dengan target capaian kerja, hal ini menempatkan
tampaknya indikator yang sengaja dicapai negara
kondisi yang riskan bagi PPPK untuk tidak
hanya pada tahapan ketersediaan dan keteraksesan.
diperpanjang sewaktu-waktu. Dengan melihat
Dalam hal ini, pelaksanaan indikator ketersediaan
kondisi regulasi yang sekarang ini, internalisasi
ini ditunjukkan dengan komitmen negara
prinsip HAM dalam manajemen PPPK ini harus
membuka lowongan pekerjaan sebagai PPPK
bergerak menambah indikator yang seharusnya
secara periodik. Dengan membuka lowongan
dipenuhi negara dalam kaitannya dengan tugasnya
pekerjaan tersebut, negara dikatakan telah
sebagai pemangku kewajiban HAM. Indikator
memenuhi indikator pelaksanaan tugasnya sebagai
yang diciptakan harus bergerak dalam pengertian
pemangku kewajiban hak ekososbud, yakni
mengalami kemajuan dan bukan mengalami
menjamin ketersediaan lowongan pekerjaan.
kemunduran.
Selanjutnya, pelaksanaan indikator keteraksesan
ini ditunjukkan dengan komitmen negara untuk Sebagai hasil proyek intertekstualitas teks
mempersilahkan seluruh warga negara Indonesia hukum regulasi PPPK dengan teks hukum dalam
(dengan ketentuan memenuhi persyaratan UU Ketenagakerjaam, sudah saatnya negara
kualifikasi pada formasi) mengikuti seleksi meninjau ulang pelaksanaan semangat reformasi
tersebut secara terbuka. Penegasan transparansi birokrasi pada profesionalisasi abdi negara tersebut
dalam perekrutan tersebut untuk menjamin tidak dengan mengkaji ulang pembedaan antara PNS dan
adanya diskriminasi maupun kecurangan dalam PPPK. Kalau memang semangat keberadaan UU
proses seleksi, sehingga menunjukkan negara telah ASN tersebut untuk meningkatkan kinerja para
memenuhi indikator keteraksesan. Tetapi yang abdi negara, opsi yang dipilih negara justru
menjadi masalah adalah pemenuhan indikator seharusnya bukan melakukan pembedaan status
selanjutnya yakni kebersesuaian dan keberlanjutan. dan hak ASN. Kalau memang mau fair melakukan
pengawasan kinerja ASN secara ketat, negara bisa
Ketika negara memberi kewajiban yang
memilih opsi pelaksanaan sistem evaluasi kinerja
sama antara PNS dan PPPK dalam satu jenis
yang berkemungkinan pemberhentian atas pegawai
jabatan yang sama, tetapi memberikan hak yang
yang bersangkutan apabila tidak memenuhi target
berbeda, sama saja hal ini menunjukkan negara
kerja. Hal itu berlaku bagi PNS maupun PPPK.
sengaja tidak memenuhi indikator ketersesuaian.
234
Tinjauan HAM Dalam Regulasi PPPK Dengan Intertekstualitas Teks Hukum
Faiq Tobroni

Semangat peningkatan kinerja yang didasarkan pekerjaan bagi PPPK. Padalah, jaminan keamanan
kepada pembedaan status pekerja seolah-olah atas keberlanjutan ini bagian dari hak yang tidak
negara hanya ingin memperketat PPPK, kemudian terpisahkan dari hak atas pekerjaan, begitu pula
menempatkan PPPK bekerja dalam tekanan dan pelaksanaan hak atas pekerjaan juga bergantung
bayang-bayang tidak diperpanjang kontraknya. Itu kepadanya. Dengan demikian, masih dilihat dari
pun kemungkinan tidak diperpanjang kontraknya prinsip HAM, regulasi PPPK tersebut
bukanlah karena penilaian capaian target kinerja, menunjukkan negara masih tidak melaksanakan
justru didasarkan pada faktor diluar produktifiitas secara optimal atas keharusan perannya sebagai
pekerja, seperti perampingan organisasi atau pemangku kewajiban HAM untuk memberikan
kebanyakan jumlah pegawai, dll. Selain sistem yang baik bagi kategori pegawai/pekerja
pembedaan tidak menguntungkan bagi PPPK yang seperti PPPK ini.
terbaca secara eksplisit dari regulasi PPPK
Setelah dilakukan intertekstualitas teks
tersebut, masih ada pembedaan yang secara
hukum, dibandingkan dengan teks hukum lain
implisit juga pasti dirasakan bagi PPPK, yakni
yang berkaitan dengan tema pekerjaan, regulasi
ketiadaan kebebasan dan kesempatan bagi PPPK
tersebut perlu ditinjau ulang dengan alasan sebagai
untuk melakukan mutasi ke instansi lain39
berikut. Pertama, regulasi tersebut menunjukkan
sebagaimana hal ini bisa dilakukan oleh PNS.
nalar mekanis negatif yang digunakan negara
untuk tidak menggunakan regulasi tersebut sebagai
media melaksanakan tanggungjawabnya berkaitan
KESIMPULAN dengan HAM dengan memberi sistem yang baik
Beberapa ketentuan dalam regulasi PPPK bagi PPPK, tetapi justru digunakan untuk
memang bermasalah secara prinsip HAM. Dilihat menghindari tanggungjawabnya berkaitan dengan
dari prinsip kesetaraan dan non diskriminatif, HAM sehingga menciptakan sistem yang setengah
pembedaan hak seperti PPPK tidak mendapatkan hati bagi PPPK. Kedua, regulasi PPPK tersebut
fasilitas merupakan problem tersendiri dari prinsip menunjukkan ketertinggalan regulasi tersebut
HAM. Ketentuan lain yang juga bermasalah secara dibanding dengan UU Ketenagakerjaan dalam
prinsip HAM adalah hubungan jabatan yang bisa melakukan pemenuhan hak bagi pegawai kontrak.
diisi oleh PPPK dengan sistem kerja yang berlaku UU Ketenagakerjaan saja memperkenalkan konsep
bagi PPPK. Walaupun PPPK bisa menempati batasan jenis pekerjaan kontrak dan jumlah
jabatan fungsional dan jabatan pimpinan tinggi, maksimal perpanjangan kontrak. Regulasi PPPK
tetapi sistem perjanjian kerja yang berlaku bagi ini justru memberlakukan kontrak bagi pekerjaan
mereka justru menjadi penyebab mereka tidak yang sebenarnya oleh UU Ketenagakerjaan harus
setara dan mengalami keadaan non diskriminatif. dihindari untuk diberlakukan kontrak, sekaligus
Sistem perjanjian kerja bersifat kontrak dan regulasi PPPK ini juga membuka kesempatan
walaupun dapat diperbarui, hal ini tidak menjamin memperlakukan PPPK sebagai pegawai kontrak
mereka untuk bisa mencapai jabatan tertinggi abadi. Ketiga, regulasi PPPK ini menunjukkan
(sebagai contoh dalam fungsional tertentu) karena kemunduran semangat negara untuk memenuhi
mereka sangat tergantung dengan diperpanjang hak pekerja/pegawai (terutama kategori kontrak).
atau tidaknya perjanjian kerja mereka. Sementara Bayangkan saja pada tahun 2003, melalui UU
di sisi lain, produktifitas mereka tidak menjadikan Ketenagakerjaan, negara sudah menyiapkan
instansi terbebani untuk harus memperpanjang indikator pemenuhan hak kerja dari mulai
kontrak. Urusan perpanjangan kontrak tersebut ketersediaan, keteraksesan, kebersesuaian sampai
nantinya menyesuaikan dengan keadaan instansi, dengan keberlanjutan. Tetapi dengan model sistem
dan bisa terkendala seperti problem perampingan perjanjian kerja pada regulasi PPPK ini, negara
organisasi, proporsionalitas pegawai dan kerjaan justru memundurkannya hanya dengan memenuhi
serta faktor lain. Sistem perjanjian kerja demikian indikator ketersediaan dan keteraksesan.
tidak menjamin keamanan atas keberlanjutan
39 Muhammad Yassin, “Perlindungan Hukum Bagi Warga
Negara Dalam Pelaksanaan Mutasi Pegawai Negeri Sipil,”
Jurnal Yuridika 31, no. 2 (2016): 254–272.
235
JURNAL HAM
Volume 11, Nomor 2, Agustus 2020

SARAN
Sebagai saran, penelitian ini baru tahap awal DAFTAR PUSTAKA
mengkaji bagaimana sebenarnya negara telah
menyediakan regulasi yang justru mengancam Amalia, Apri, Budiman Ginting, Agusmidah, and
pemenuhan hak ekososbud bagi tipe Yefrizawati. “Analisis Yuridis Perjanjian
pekerja/pegawai walaupun masuk kategori Kerja Waktu Tertentu Berdasarkan Undang-
Aparatur Sipil Negara. Kini, mereka yang bekerja Undang Ketenagakerjaan Dan Hukum
dengan pemerintah juga berkemungkinan Perjanjian.” USU LAW Journal 5, no. 1
mengalami problem pemenuhan hak ekososbud. (2017): 66–76.
Problem hak tersebut tidak hanya menimpa kepada Ashri, Muhammad. Hak Asasi Manusia; Filosofi,
mereka yang bekerja dengan swasta. Untuk itu, Teori Dan Instrumen Dasar. Makassar:
penelitian selanjutnya bisa memperbanyak kajian Social Politic Genius, 2018.
lebih lanjut diskriminasi yang dialami pegawai non
Boyle, Katie, and Edel Hughes. “Identifying
PNS dibanding dengan PNS pada instansi negeri.
Routes to Remedy for Violations of
Selain itu, fokus penelitian lain yang bisa digarap
Economic, Social and Cultural Rights.” The
adalah untuk membuktikan hipotesis adanya
International Journal of Human Rights 22,
pembedaan status PNS dan PPPK sebagai ASN
no. 1 (2018): 43-69.
yang katanya untuk meningkatkan kinerja
birokrasi. Peneliti menduga, terjadinya Carey, Sabine C, Mark Gibney, and Steven P Poe.
peningkatan kinerja birokrasi tidak disebabkan The Politics of Human Rights The Quest of
karena pembedaan status tersebut. Sebab dengan Dignity. New York: Cambridge University
pembedaan status tersebut, pihak ASN yang Press, 2010.
diuntungkan hanyalah PNS yang tidak mengalami
problem peninjauan perpanjangan kontrak setiap
periodenya. Semangat peningkatan kinerja harus Citrawan, Harison. “Analisis Dampak Hak Asasi
diletakkan kepada perlakuan yang sama. Artinya, Manusia Atas Regulasi: Sebuah Tinjauan
dalam rangka meningkat kinerja birokrasi, negara Metodologi.” Jurnal HAM 8, no. 1 (2017):
seharusnya memberlakukan evaluasi dan 13–24.
konsekuensi yang sama dalam tubuh ASN Citrawan, Harison, and Sabrina Nadilla. “Hukum,
tersebut. Potensi pemutusan perjanjian kerja juga Hak Asasi Manusia, Dan Struktur
harus diberlakukan kepada PNS yang tidak Pengetahuan: Refleksi Metodologis Tentang
memenuhi kinerja. Dengan penyamaan tersebutlah Studi Kekerasan Massal.” Jurnal HAM 11,
maka semangat peningkatan kinerja ini bisa no. 1 (2020): 151.
berjalan dengan setara, tidak membebani satu
pihak, tetapi menyamankan satu pihak lain. Firdaus. “Pemenuhan Hak Atas Perumahan Yang
Layak Bagi Masyarakat Miskin Kota Dalam
Perspektif HAM.” Jurnal HAM 7, no. 2
(2016): 85–97.
UCAPAN TERIMA KASIH
Frey, Diane F., and Gillian MacNaughton. “A
Penulis mengucapkan terimakasih kepada
Human Rights Lens on Full Employment and
Tim Reviewer dan Editor Jurnal HAM
Decent Work in the 2030 Sustainable
Kementerian Hukum dan HAM Republik
Development Agenda.” Journal of Workplace
Indonesia atas masukan dalam penyempurnaan
Rights, no. 1 (2016): 1–13.
tulisan ini. Selain itu, penulis mengucapkan
terimakasih kepada Rektor Universitas Islam HidAyat, HidAyat. “Perlindungan Hak Tenaga
Negeri Sunan Kalijaga 2016-2020 (Prof. Drs. K.H. Kerja Indonesia Di Taiwan Dan Malaysia
Yudian Wahyudi, B.A., B.A., M.A., Ph.D) dan Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia.”
Rektor Institut Agama Islam Negeri Tulungagung Jurnal HAM 8, no. 2 (2017): 105–115.
2014-2018 dan 2018-2022 (Prof. Dr. K.H. Hoecke, M.V. “Legal Doctrine: Which Method(s)
Maftukhin, M.Ag.). for What Kind of Discipline?” In European
236
Tinjauan HAM Dalam Regulasi PPPK Dengan Intertekstualitas Teks Hukum
Faiq Tobroni

Academy of Legal Theory of Monograph Stiftung, Quaker United Nations Office, and
Series., edited by M.V. Hoecke, 4. Oxford: Lancaster University, 2018.
HART Publishing, 2011.
Riyadi, Eko. Hukum Hak Asasi Manusia:
Izzaty, Risdiana. “Urgensi Ketentuan Carry-Over Perspektif Internasional, Regional Dan
Dalam Pembentukan Undang-Undang Di Nasional. Jakarta: Rajawali Press, 2018.
Indonesia.” Jurnal HAM 11, no. 1 (2020): 85.
Rumpia, James Reinaldo, and H.S. Tisnanta.
Juanda, Enju. “Konstruksi Hukum Dan Metode “Hukum Dan Bahasa: Refleksi Dan
Interpretasi Hukum.” Jurnal Ilmiah Galuh Transformasi Pemenuhan Hak Ekonomi,
Justisi 4, no. 2 (2016): 154–166. Sosial Dan Budaya.” Jurnal Lentera Hukum
5, no. 2 (2018): 230–247.
Juliani, Henny. “Diskresi Dalam Rekrutmen
Pegawai Non Pegawai Negeri Sipil Setelah Sainkadir, Dewi. “Kajian Hukum Tenaga Harian
Pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor Lepas Pada Organisasi Perangkat Daerah Di
49 Tahun 2018 Tentang Manajemen Pegawai Lingkungan Kabupaten Kepulauan Sangihe.”
Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja.” Lex Crimen 6, no. 10 (2018): 106–114.
Administrative Law & Governance Journal 2,
Salfutra, Reko Dwi. “Hak Asasi Manusia Dalam
no. 2 (2019): 314–325.
Perspektif Filsafat Hukum.” Jurnal Hukum
Kamruzzaman, Md, and Shashi Kanto Das. “The Progresif: XII, no. 2 (2018): 2146–2158.
Evaluation of Human Rights: An Overview
Shalihah, Fithriatus. “Perjanjian Kerja Waktu
in Historical Perspective.” American Journal
Tertentu (PKWT) Dalam Hubungan Kerja
of Service Science and Management 3, no. 2
Menurut Hukum Ketenagakerjaan Indonesia
(2016): 5–12.
Dalam Perspektif HAM.” UIR Law Review 1,
Kurniawan, Rudi, and Fidhia Aruni. “Upaya no. 2 (2017): 149–160.
Pemerintah Dalam Menerapkan Peraturan
Sumardi, Fauzi, and Ridho Mubarak. “Tinjauan
Pemerintah No. 49 Tahun 2018 Tentang
Yuridis Terhadap Perjanjian Kerja Yang
Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja
Dibuat Secara Lisan.” Jurnal Ilmiah
( P3K ) DI Kabupaten Aceh Utara.” Jurnal
Penegakan Hukum 5, no. 2 (2019): 8–13.
Public Policy 6, no. 1 (2020): 42–44.
Sumiyati. “Kedudukan Hukum Dosen Tetap Non
Marmor, Andrei. Social Convention from
PNS Pada Perguruan Tinggi Negeri Satuan
Language to Law. New Jersey: Princeton
Kerja Menurut Perundang-Undangan Di
University Press, 2009.
Indonesia.” Jurnal Sigma-Mu 11, no. 1
Marzuki, P.M. Penelitian Hukum. Jakarta: (2019): 22–32.
Kencana Prenada, 2014.
Susanto, Anthon F. Filsafat Dan Teori Hukum:
Mcleod, T.I. Legal Theory. London: Macmillan, Dinamika Tafsir Pemikiran Hukum Di
1999. Indonesia. Jakarta: Prenadamedia Group,
2019.
Muvariz, Fitri Rahmadhani. “Analisis Aspek
Keadilan Dari Pemberhentian Tidak Dengan ———. Ilmu Hukum Non Sistematik; Fondasi
Hormat Sebagai Pegawai Negeri Sipil Di Filsafat Pengembangan Ilmu Hukum
Indonesia.” Jurnal Legislasi Indonesia 16, Indonesia. Yogyakarta: Genta Publishing,
no. 2 (2013): 190–202. 2010.
Nadilla, Sabrina. “Pelokalan Hak Asasi Manusia Tan, Winsherly, and Dyah Putri Ramadhani.
Melalui Partisipasi Publik Dalam Kebijakan “Pemenuhan Hak Bekerja Bagi Penyandang
Berbasis Hak Asasi Manusia.” Jurnal HAM Disabilitas Fisik Di Kota Batam.” Jurnal
10, no. 1 (2019): 85–98. HAM 11, no. 1 (2020): 27–37.
Ripley, A Cahill, and D Hendrick. Economic, Taufik, Azhari Yahya, and Mahdi Syahbandir.
Social and Cultural Rights and Sustaining “Perlindungan Hukum Terhadap Jaminan
Peace: An Introduction. Friedrich-Ebert- Kecelakaan Kerja Dan Kematian Tenaga
237
JURNAL HAM
Volume 11, Nomor 2, Agustus 2020

Kontrak Pada Sekretariat Daerah Aceh.”


Syiah Kuala Law Journal 3, no. 2 (2019):
167–183.
Tjakrawerdaja, Subiakto. Sistem Ekonomi
Pancasila. Depok: Rajawali Press, 2020.
Tobroni, Faiq. “Penafsiran Hukum Dekonstruksi
Untuk Pelanggaran Poligami (Kajian Putusan
Nomor 937 K/Pid/2013).” Jurnal Yudisial 9,
no. 3 (2016): 281–301.
———. “Putusan Nomor 74/PUU-XII/2014 Dan
Standar Konstitusional Dispensasi
Perkawinan.” Jurnal Konstitusi 14, no. 3
(2017): 573–600.
Yassin, Muhammad. “Perlindungan Hukum Bagi
Warga Negara Dalam Pelaksanaan Mutasi
Pegawai Negeri Sipil.” Jurnal Yuridika 31,
no. 2 (2016): 254–272.

238

You might also like