Professional Documents
Culture Documents
Contoh Artikel Jurnal
Contoh Artikel Jurnal
Contoh Artikel Jurnal
Abstract
Instagram as a cyber commodity wants to unite and become an entity in the community lifestyle. Inter-human
communication on Instagram can occur at any time during online connection, almost every user activity can
be captured and published on Instagram in seconds. The production and consumption of messages happening
on Instagram is done on Instagram Stories as a production of middle class status messages. This study aims to
find identity construction through stories highlight Instagram. This study uses a qualitative method, examining
how identity construction through Instagram Stories owned by Instagram by the middle class with informant
accounts @putrilellyana, @rosakusumaazhar, @herni_maryuliani, @taufik.mbantul, @fajarmantoo. This
research was conducted using virtual ethnography and independent interviews to explore data in order to get
answers to research problems. Middle-class informants show that Instagram as a visual media is able to present
certain symbols as a tool to produce meaning from an identity to be conveyed. The self presented by informants
on Instagram Stories reflects leisure informants in carrying out activities freely in life such as hobbies, recreation,
increasing knowledge about art and culture and also filling in actual activities for leisure time. Continuous
research on codes, values, and beliefs about culture as a whole on Instagram needs to be explored to show the
results of technology that is acculturated with economic, social and cultural factors.
Abstrak
Instagram sebagai komoditi dunia siber ingin menyatukan dan menjadi entitas bagian gaya hidup
masyarakat. Komunikasi antar manusia dalam Instagram dapat terjadi setiap saat selama terhubung-
online, hampir setiap aktivitas pengguna dapat diabadikan dan dipublikasikan ke dalam instagram
dalam hitungan detik. Produksi maupun konsumsi pesan terjadi di Instagram dilakukan dalam
Instagram Stories sebagai produksi pesan status kelas menengah. Penelitian ini bertujuan untuk
menemukan konstruksi identitas melalui stories highlight Instagram. Penelitian ini menggunakan metode
kualitatif, meneliti bagaimana kontruksi identitas melalui Instagram Stories yang dimiliki Instagram
oleh kelas menengah dengan akun informan @putrilellyana, @rosakusumaazhar, @herni_maryuliani,
@taufik.mbantul, @fajarmantoo. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan virtual etnografi dan
indepth interview untuk menggali data agar dapat mendapatkan jawaban-jawaban atas permasalahan
penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa informan kelas menengah menggunakan Instagram
sebagai media visual yang mampu menghadirkan simbol-simbol sebagai alat memproduksi makna
dari suatu identitas yang ingin disampaikan. Diri yang dihadirkan informan di Instagram Stories
merefleksikan leisure informan dalam melakukan aktivitas secara bebas dalam hidup seperti hobi,
rekreasi, menambah pengetahuan tentang seni dan budaya dan juga mengisi kegiatan-kegiatan aktual
untuk mengisi waktu luang. Substansi penelitian ini yaitu menemukan metode virtual etnografi yang
belum banyak dikaji. Penelitian berkelanjutan mengenai kode-kode, nilai-nilai, dan keyakinan atas
kebudayaan secara keseluruhan atas Instagram perlu digali untuk memperlihatkan hasil teknologi
yang berakulturasi dengan faktor-faktor ekonomi, sosial dan budaya.
26
Rama Kertamukti et al. Kontruksi ldentitas ... 27
banyak diteliti lebih jauh. Budaya siber perempuan. Penelitian praktek penggunaan
Digital yang dimaksudkan bagaimana dan pemaknaan smartphone oleh perempuan
bentuk data digital ini dapat menjadi lebih urban menghasilkan bahwa praktik budaya
baik penggunaannya dari data analog dalam di dalam smartphone memiliki konsekuensi
segi kecepatan dan dunia seakan nyata yang dan logika sendiri dalam pengoperasiannya
berbasis digital dan hanya dapat dilakukan dan pemaknaanya dalam aktivitas yang
dengan media komputer. Meski saat ini mereka jalani, subjek diposisikan sebagai
media siber juga sudah dapat diakses dengan pengguna.
teknologi mobile seperti smartphone sebagai Internet turut membentuk budaya
pengembangan media komputer. Penelitian baru, dalam kaitannya mengubah relasi
sebelumnya dalam bingkai budaya siber pada konsumen yaitu mengkonsumsi dan
digital dalam smartphone (Setiansah & pada saat yang sama memproduksi apa
Udasmoro, 2015), kehadiran smartphone yang dikonsumsi. Sistem kapitalis mampu
dalam kehidupan sehari-hari bertransformasi untuk menggali peluang dari tenaga kerja
dalam dunia digital menghadirkan gratis dari prosumer dalam Web 2.0 ini.
perempuan urban dalam kultur baru yang Kapitalisme mampu mengeksploitasi
berbeda dengan kultur bermedia sebelumnya. konsumen dan pada proses ini bahkan
Kultur tersebut tidak hanya terkait dengan dapat menghasilkan profit yang lebih besar.
perangkat smartphone sendiri secara teknis Penelitian yang membahas tentang itu adalah
sebagai sebuah artefak budaya, namun juga penelitian “Sosial media, prosumption,
tentang proses pemaknaan dan serangkaian and dispositives: New mechanisms of the
praktek penggunaannya. Analisis kritis construction of subjectivity” dari Melita
dilakukan terhadap praktek penggunaan dan Zajc (Zajc, 2015) yang mengungkapkan
pemaknaan smartphone oleh perempuan masalah media sosial dari perspektif
urban beserta interseksi gender, kelas, dan prosumtion. Konsep prosumption dalam
agama yang terlibat di dalamnya yang dunia digital telah menyatukan produksi
menghasilkan smartphone sebagai media dan konsumsi, dan menghasilkan kekhasan
baru memiliki karakteristik yang khas dan media sosial. Eksplorasi penelitian ini
berbeda dengan media komunikasi dan memperlihatkan harapan tentang potensi
informasi sebelumnya. Smartphone telah sosial penggabungan produksi dan
menghadapkan perempuan pada beragam konsumsi di media sosial dengan berfokus
situasi yang mendua (ambivalence). pada isu partisipasi pengguna dalam
Perempuan pengguna smartphone konsep komunikasi bermedia dalam dunia
menyadari bahwa di samping memberikan digital. Potensi yang diharapkan bagaimana
peluang pemberdayaan, smartphone juga konsumsi tidak terlalu diperhatikan, karena
berpeluang melanggengkan konstruksi nilai hanya mengeksplorasi produksi makna
dominan tentang perempuan. Smartphone dalam berkomunikasi menggunakan media
dapat menjadi alat represi baru bagi sosial, media sosialnya pun secara khusus
32 Jurnal ASPIKOM, Volume 4 Nomor 1, Juli 2019, hlm 26-44
Dengan etnografi maka peneliti bisa melihat agar dikenali adalah penciptaan diskursus,
suatu wacana dari sudut pandang subjek entah dalam bentuk kata-kata, gambar
yang diteliti (Saukko, 2003: 57). Etnografi grafis, suara (Markham & Baym, 2011:
juga akan berusaha melihat secara lebih 165). Sebagian besar lingkungan yang di
luas mengenai realitas subjek yang dikaji. mediasi komputer, proses ini membutuhkan
Etnografi bisa memberikan cara pandang pertukaran informasi yang lebih sadar
baru mengenai pelabelan praktik budaya karena manusia tidak hadir bersama di
sesuatu, misalnya mengenai konsep dalam ruang fisik yang sama, sedangkan
resistensi (Saukko, 2003: 56). aspek-aspek nonverbal proses tersebut
Di lingkungan yang dimediasi secara sebagian besar, hilang. Prosesnya rumit
teknologis, diri, other, dan struktur sosial dan kabur karena kita lazimnya didapatkan
sesungguhnya terbentuk melalui interaksi, pengetahuan tentang diri secara otomatis
yang dinegosiasikan secara bersama-sama tanpa banyak mempertimbangkan proses
dengan orang lain. Sejauh mana teknologi sosial dan interaktif yang menjadi alat untuk
informasi dan komunikasi bisa memediasi merundingkan diri dengan other di dalam
identitas diri dengan relasi-relasi sosial konteks. Teks dipandang sebagai sarana
seyogianya mengalihkan kita pada perhatian yang ampuh untuk mengontrol, melalui
epistemology. Teknologi komunikasi yang penyuntingan, dan penghapusan mundur,
baru ternyata menekankan ciri-ciri dialogis cara mempresentasikan diri kepada liyan.
realitas sosial, dengan mengkaji ulang Teks sangat penting bagi pemahaman oleh
berbagai asumsi tradisional dan kategori peneliti tentang persona online (Denzin,
penelitian sosial yang sebelumnya diterima 2017). Konteks dunia siber yang diteliti
bulat-bulat, bahkan Markham menyebutkan ruang-ruang adalah di dalamnya, peneliti
”The researcher has to conduct a multi-layered akan memakai metode etnografi virtual.
investigation of self and others while also col-
lecting statistical and other kinds of data as are Pendekatan etnografi virtual akan dilakukan
relevant to the particular context being exam- karena penelitian ini obyeknya dalam ruang
ined” (Markham & Baym, 2009: 67).
siber, sehingga cukup dapat memahami cara
Kontruksi diri, other, dan struktur sosial
subjek berinteraksi dan bekerjasama melalui
yang dimediasi komputer menjadi sebuah
fenomena yang teramati dalam kehidupan
fenomena unik, dalam dunia online,
sehari-hari baik dalam keseharian maupun
kontruksi identitas merupakan sebuah
dalam penggunaan instagram.
proses yang harus dirintis secara lebih
sengaja atau sadar. Fenomena offline Hasil Penelitian dan Pembahasan
dimensi: pertama, menurut besarnya modal dengan tanda like. Foto yang diunggah pun
yang dimiliki dan kedua, sesuai dengan ini masalah selera yang bagi Bourdieu adalah
bobot komposisi keseluruhan modal mereka penanda status sosial. Selera adalah sesuatu
(Haryatmoko, n.d.), dan dalam ruang-ruang yang tidak alamiah dan bukan pilihan bebas.
siber. Selera produksi kontruksi sosial yang
Rosa sebagai publik figur juga merasa dibentuk melalui kontruksi pendidikan dan
Instagram memberikan pengalaman berelasi pengasuhan,
yang semakin luas, dan Rosa menikmatinya “Taste is the basis of the mutual adjustment of
all the features associated with a person, which
terlihat dari unggahannya hingga 29 Maret the old aesthetic recommended for the sake of
2019 tercatat 368 postingan (peneliti the mutual reinforcement they give one anoth-
er”, Bourdieu menegaskan selera adalah dasar
mencatat hampir dalam seminggu sekali penyesuaian kontruksi bersama, “Taste is what
menghapus foto), brings together things” (Bourdieu, 1984: 174).
bentuk (Maffesoli, 1996: 25). Instagram dalam dunia siber secara bebas dapat
membekali pengguna yang menggunakan membuat informasi yang benar-benar baru
aplikasinya dengan estetika yang dapay mengenai dirinya di dunia ini. Bahkan
digunakan dalam fitur yang disertakan di menurut Monika Bakke,
“Instagram Stories”, dan banyak filter yang “Disregarding anatomy, humans have the pos-
memperindah penggunanya yang dapat sibility to embody various cultural genders, By
doing so they gain a multiple sosial identity. The
menjadikan masyarakat urban. Ada pesan assumption that one body corresponds to one
cultural...” (Ensslin & Muse, 2011b: 81).
yang dilepas dalam unggahan-unggahan di
Instagram oleh Instagramism: Individu sudah dapat membuat identitas
baru tentang dirinya kepada dunia baru,
“If in the modern societies carefully construct-
ed aesthetic lifestyles were the privilege of the Identitas tersebut tentunya sulit untuk
rich, today they are available to all who use Ins- dibuktikan kenyataannya (Green, 2010:
tagram”(Maffesoli, 1996:138),
130). Walau sulit dibuktikkan tapi mampu
lifestyle dapat disajikan dengan Informan
mengkonstruksi identitas sosial, bagaimana
melalui foto-foto dan cerita yang diunggahnya
orang lain memahami diri yang membagi
dengan Instagram. Penunjukkan apa
identitasnya di dunia siber karena dalam
yang diproduksi berupa pilihan selera
dunia siber akun dengan akun bagaikan
bagi Fajar dan Herni yang dipertunjukkan
sebuah jaring saling mengkait, bukan hanya
di stories adalah selera sebagai senjata
tubuh dan keadaan fisik tetapi lingkungan
dalam berkompetisi, Fajar sebagai pekerja
sekitarnya juga. European Data Protection
swasta di bidang kreatif dan Herni sebagai
Directive menjelaskan bahwa,
pengusaha property memperlihatkan
bahwa dalam bekerja ada selera “senang- Any information relating to an identified or
identifiable natural person (‘data subject’); an
senang”. Informan menikmati hidup dengan identifiable person is one who can be identified,
directly or indirectly, in particular by reference
mengonsumsi waktu luang yang selalu to an identification number or to one or more
ada dalam aktivitas. Kompetisi tersebut factors specific to his physical, physiological,
mental, economic, cultural or sosial identity
berlangsung antar pribadi, antara seseorang (Dahan & Gelb, 2016:91)
dengan orang lain. Jika dalam masyarakat Diri dalam dunia siber adalah “personal
tradisional, keperkasaan seseorang sangat data” semua jenis kelamin, ciri fisik,
dihargai, sedangkan dalam masyarakat pengalaman diri, latar belakang budaya,
modern, penghargaan diletakkan atas dasar pendidikan dan semua atribut yang melekat
selera yang konsumsi dan di dunia siber pada diri seseorang. Informan Herni, Rosa,
bisa mereka produksi secara visual. Putri, Nana, Fajar, Taufik, melakukan
Instagram Stories, Identitas Sosial yang itu semua, ingin menjadikan diri dalam
Ditanam kategori kelas yang memang diharapkan.
Foto yang dihadirkan di Instagram Peneliti mencatat unggahan yang ada di
merefleksikan kode-kode, nilai-nilai, stories informan dimulai di awal September
dan keyakinan atas kebudayaan secara 2018, benar-benar memperhatikan siapa dan
keseluruhan (Lukac et al., 2012). Pengguna lingkungan yang menyatu dengan dirinya.
40 Jurnal ASPIKOM, Volume 4 Nomor 1, Juli 2019, hlm 26-44
Chris Barker menjelaskan bahwa, identitas Herni perjalanan ia ke Bangkok dan juga
ini harus berdasarkan pada pemahaman Umrohnya, stories highlight ini pun berganti
tindakan dalam konteks sosialnya, “soal karena sebelumnya ada yang berupa foto
apa yang kamu miliki secara bersama- hobi Informan berjalan-jalan naik sepeda,
sama dengan beberapa orang dan apa yang kumpul-kumpul dengan teman-temannya,
membedakan kita dengan orang lain” keluarga di berbagai tempat. Putri pun
(Barker, 2012:93) demikian, banyak menampilkan jalan-
Dalam stories highlight yang simpan jalannya di berbagai café dan ruang-ruang
di ruang stories berupa rekaman-rekaman wisata. Taufik menampilkan perjalanan
aktivitas dalam kegiatan informan karier dan aktivitas agama tampilkan di
berupa hal-hal yang menarik bagian dari stories highlight yang ditampilkan khusus.
conspicuous consumption (konsumsi Di dalam stories highlight
yang mencolok) pertontonkan kepada informan menanam atribut berada di
orang lain. Visual-visual yang disimpan ruang sosial mana mereka merupakan cara
itu untuk menegaskan gengsi dan status melanggengkan di ruang kelas mana berada
informanyang memiliki gaya hidup sebagai yang semakin memperkuat identitas sosial
kelas menengah punya keleluasan waktu mereka. Follower yang menjadi teman-
untuk dihabiskan. teman informan mengetahui dan “merasa”
Mahfud menambahkan menanam mengetahui latar belakang informan
stories highlight berupa perjalan ia dilihat dari sajian visual yang informan
dalam menelusuri alam Indonesia dalam tanam di stories highlight, apa yang
bahasanya perjalanan sufi, stories highlight Informan konsumsi, di mana informan,
miliknya sudah ditanam ketika peneliti apa yang dikenakan bisa Follower akses
menelusuri jejak digital Mahfud dan selalu secara video maupun unggahan foto
ada yang baru diganti. Stories highlight kapanpun ketika follower menyambangi
Ini dapat terjadi baik karena domain di mana Mengutip istilah “Instinct of workmanship”
kita melihat diri kita sebagai tidak konsisten (Suyanto, 2017: 258), sehingga yang terjadi
dianggap relatif tidak penting, atau tidak walau Informan melakukan conspicuous
menonjol ketika kita menganggap diri kita consumption maupun leisure, Informan
dalam hal identitas tertentu. Menampilkan mempunyai naluri untuk bekerja dalam
diri di ruang stories highlight tidak hanya ruang Instagram untuk menghasilkan
sebagai bagian ingin diterima secara kepuasan bagi diri, menambah penghasilan
sosial, tetapi juga Informan memaknai dan menyadari keberhasilan adalah alat
ini adalah perayaan rekreatif sekaligus ukur dihormati secara sosial oleh kelas
mempertegas perbedaan kelas sosial menengah. Konsumsi adalah bagian yang
Informan. Cara Informan memilih foto atau memang selalu menjadi aktivitas di dunia
video yang ditampilkan di stories highlight nyata, dan memang juga diperlihatkan dalam
merefleksikan gaya hidup Informan dari dunia online. Aktivitas itu memberikan
kelas mana mereka berasal, dengan tidak dan menekankan bahwa kelas menengah
membiarkan momen atau peristiwa yang memiliki selera dalam membagi kehidupan
Informan jalani berlalu begitu saja. dan aktivitasnya, lebih-lebih di media sosial
Seperti gaya hidup kelas borjuis di seperti instagram.
Amerika Serikat yang dianggap borjuis, Simpulan
konsumtif, dan sama sekali tidak produktif, Informan sebagai kelas menengah
di era siber ini Informan memperlihatkan hidup dalam kehidupan yang sangat
bahwa mereka bisa produktif di ruang mengkonsumsi nilai kebutuhan duniawi
Instagram. Fajar menampilkan diri di yang lebih mengedepankan pada kesenangan
stories highlight dengan bersenang- dan kenikmatan, mengarah pada melakukan
senang tetapi juga dapat membangun konsumsi yang berlebih (perilaku konsumtif)
relasi dan pekerjaan. Taufik dengan usaha diperlihatkan dalam presentasi di instagram
umroh hajinya ditampilkan dalam stories stories informan. Praktik bersenang-senang
highlight untuk menjaring relasi dan klien. dan ditampilkan pada follower instagram
Herni dengan usaha propertinya yang informan merupakan bagian dari kontruksi
sesekali ia tampilkan dalam latar belakang identitas Informan yang memperlihatkan
aktivitasnya, dan kesemua itu menjaring roh animalistik dan memperkuat hasrat
relasi dan bisnis tidak hanya sekedar barbarian untuk mendominasi sehingga
memanfaatkan waktu luang dan berekreasi menjadikan definisi bahwa beda dari teman-
dengan fitur-fitur di Instagram yang teman lain, ada nilai yang ingin dibedakan
menghabiskan waktu. Kelas menengah dalam instagram stories. Gaya hidup yang
berinteraksi dalam Instagram tak hanya Informan perlihatkan sebenarnya sedang
memperlihatkan identitas sosial mereka saja mempertunjukkan nilai-nilai tersendiri
tetapi sadar relasi yang mereka miliki dapat yang berhubungan dengan waktu dan
mereka sentuh dalam ruang Instagram. uang. Menghabiskan waktu dengan
Rama Kertamukti et al. Kontruksi ldentitas... 43
bersenang-senang (leisure) adalah bagian Bolisani, E., & Bratianu, C. (2017). The
mempertotonkan kelas informan dengan Emergence of Knowledge Management.
The age of discontinuity: Guidelines to
mengeluarkan uang yang tidak sedikit.
our changing society (pp. 23–47). https://
Kelompok yang dikategorikan dalam kelas doi.org/10.1007/978-3-319-60657-6_7
menengah menjadikan gaya hidup bagian
Boudieu, P. (1993). The Field of Cultural
dari diri di dalam aktivitas. Informan Production. Columbia University Press.
berkegiatan demi meningkatkan status
Boudieu, P. (1996). Photography: A Middle
sosial, entah itu sadar ataupun tidak sadar, Brow Art. Cambridge: Blackwell
berlomba-lomba di dalam memanfaatkan Publishing Ltd.
barang yang dinilai bernilai tinggi. Aktivitas Bourdieu, P. (1984). Distinction, A Social
memperlihatkan kepada orang lain sangat Critique of the Judgement of Taste. USA:
difasilitasi oleh instagram dengan fitur- Harvard University Press.
fitur yang yang diciptakan untuk tetap Bourdieu, P., & Passeron, J. C. (1990). Theory,
menggunakan instagram. Fitur-fitur itu Culture and Society. London: SAGE
menjadi ruang perayaan memperlihatkan Publications.
bahwa kelas menengah pun memiliki selera Bungin, B. (2011). Kontruksi Sosial Media
dalam menentukan apa yang dijkonsumsi Massa. Jakarta: Prenada Media Grup.
dan selera apa yang mereka sehingga dapat Caliandro, A. (2018). Digital Methods for
membuktikkan mereka berada di kelas yang Ethnography: Analytical Concepts for
Ethnographers Exploring Social Media
memilik perbedaan tersendiri.
Environments. Journal of Contemporary
Daftar Pustaka Ethnography, 47(5), 551–578. https://
doi.org/10.1177/0891241617702960
Albertazzi, Liliana. (2013). Shape of Forms.
Dordrecht: Kluwer Academic Publishers. Dahan, M., & Gelb, A. (2016). Digital identity.
Hall, S. (1996). Cultural Identity and Diaspora. Shapiro, A. (1999). The Internet.
https://doi.org/10.1186/1475-925X-8-28 In Foreign Policy. https://doi.
org/10.1097/00000542-199810000-
Haryatmoko. (n.d.). Menyingkap Kepalsuan
00024
Budaya Penguasa. Basis No. 11-12.
Solikatun, Kartono, D. T., & Demartoto, A.
Hirsch, E. (1982). The Concept of Identity.
(2015). Perilaku Konsumsi Kopi Sebagai
New York: Oxford University Press.
Budaya Masyarakat Konsumsi: Studi
Lukac, R., Stanco, F., Battiato, S., Gallo, G., Fenomenologi Pada Peminum Kopi
Lezoray, O., & Grady, L. (2012). Digital Di Kedai Kopi Kota Semarang. Jurnal
Imaging and Computer Vision Series Analisa Sosiologi, 4(1), 60–74. https://
Digital Imaging for Cultural Heritage doi.org/10.20961/JAS.V4I1.17410
Preservation: Analysis, Restoration,
and Reconstruction of Ancient Artworks, Stebbins, R. A. (2009). Leisure and
Image Processing and Analysis with Consumption Common Ground/
Graphs: Theory and Practice. Separate Worlds. New York: Palgrave
Macmillan.
Maffesoli, M. (1996). THE TIME OF THE
TRIBES: The Decline of Individualism in Suyanto, B. (2017). Sosiologi Ekonomi:
Mass Society. London: Sage Publication. Kapitalisme dan Konsumsi di Era
Masyarakat Post-Modernisme. Jakarta:
Markham, A. N., & Baym, N. K. (2009).
Prenada Media.
Internet Inquiry. Singapore.
PEW Research Middle Class Institute, 2015 Veblen, T., & Banta, M. (2007). The Theory of
The Leisure Class.
Raharso, S. (2011). Mengelola Pekerja
Pengetahuan. Jurnal Administrasi Wolcott, H. F. (1990). Making A Study “More
Bisnis, 7(1), 38–48. Ethnographic.” Journal of Contemporary
Ethnography, 19(1), 44–72.
Reynard, H., & Veblen, T. (1925). The Theory
of the Leisure Class. The Economic Woodward, K. (2002). Understanding
Journal, 35(139), 445. https://doi. Identity. London: Arnold Publishers.
org/10.2307/2223225 Zajc, M. (2015). Social media, prosumption,
Saukko, P. (2003). Doing Research in Cultural and dispositives: New mechanisms of the
Studies. London: SAGE Publications. construction of subjectivity. Journal of
Consumer Culture, 15(1), 28–47. https://
Setiansah, M., & Udasmoro, W. (2015).
Politik Identitas Perempuan Pengguna doi.org/10.1177/1469540513493201