Contoh Artikel Jurnal

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 19

Kontruksi ldentitas melalui Stories Highlight Instagram

Kalangan Kelas Menengah

Rama Kertamukti1, Heru Nugroho2, S. Bayu Wahyono3


1
Mahasiswa Program Studi S3 Kajian Budaya dan Media Universitas Gadjah Mada,
1
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga,
2
Program Studi Sosiologi Universitas Gadjah Mada,
3
Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta
No.Hp +62085647530998
Email: rama.mukti@uin-suka.ac.id, heru.slg@ugm.ac.id, sugeng_bw@uny.ac.id

Abstract
Instagram as a cyber commodity wants to unite and become an entity in the community lifestyle. Inter-human
communication on Instagram can occur at any time during online connection, almost every user activity can
be captured and published on Instagram in seconds. The production and consumption of messages happening
on Instagram is done on Instagram Stories as a production of middle class status messages. This study aims to
find identity construction through stories highlight Instagram. This study uses a qualitative method, examining
how identity construction through Instagram Stories owned by Instagram by the middle class with informant
accounts @putrilellyana, @rosakusumaazhar, @herni_maryuliani, @taufik.mbantul, @fajarmantoo. This
research was conducted using virtual ethnography and independent interviews to explore data in order to get
answers to research problems. Middle-class informants show that Instagram as a visual media is able to present
certain symbols as a tool to produce meaning from an identity to be conveyed. The self presented by informants
on Instagram Stories reflects leisure informants in carrying out activities freely in life such as hobbies, recreation,
increasing knowledge about art and culture and also filling in actual activities for leisure time. Continuous
research on codes, values, and beliefs about culture as a whole on Instagram needs to be explored to show the
results of technology that is acculturated with economic, social and cultural factors.

Keywords: Instagram, Identity Construction, Instagram Stories

Abstrak
Instagram sebagai komoditi dunia siber ingin menyatukan dan menjadi entitas bagian gaya hidup
masyarakat. Komunikasi antar manusia dalam Instagram dapat terjadi setiap saat selama terhubung-
online, hampir setiap aktivitas pengguna dapat diabadikan dan dipublikasikan ke dalam instagram
dalam hitungan detik. Produksi maupun konsumsi pesan terjadi di Instagram dilakukan dalam
Instagram Stories sebagai produksi pesan status kelas menengah. Penelitian ini bertujuan untuk
menemukan konstruksi identitas melalui stories highlight Instagram. Penelitian ini menggunakan metode
kualitatif, meneliti bagaimana kontruksi identitas melalui Instagram Stories yang dimiliki Instagram
oleh kelas menengah dengan akun informan @putrilellyana, @rosakusumaazhar, @herni_maryuliani,
@taufik.mbantul, @fajarmantoo. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan virtual etnografi dan
indepth interview untuk menggali data agar dapat mendapatkan jawaban-jawaban atas permasalahan
penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa informan kelas menengah menggunakan Instagram
sebagai media visual yang mampu menghadirkan simbol-simbol sebagai alat memproduksi makna
dari suatu identitas yang ingin disampaikan. Diri yang dihadirkan informan di Instagram Stories
merefleksikan leisure informan dalam melakukan aktivitas secara bebas dalam hidup seperti hobi,
rekreasi, menambah pengetahuan tentang seni dan budaya dan juga mengisi kegiatan-kegiatan aktual
untuk mengisi waktu luang. Substansi penelitian ini yaitu menemukan metode virtual etnografi yang
belum banyak dikaji. Penelitian berkelanjutan mengenai kode-kode, nilai-nilai, dan keyakinan atas
kebudayaan secara keseluruhan atas Instagram perlu digali untuk memperlihatkan hasil teknologi
yang berakulturasi dengan faktor-faktor ekonomi, sosial dan budaya.

Kata Kunci: Instagram, Kontruksi Identitas, Instagram Stories

26
Rama Kertamukti et al. Kontruksi ldentitas ... 27

Pendahuluan simple, dengan berbagi gambar atau foto


Media sosial menggunakan teknologi sebenarnya tidak hanya menunjukkan apa
berbasis web mengubah komunikasi yang sedang dilihat, kerjakan atau rasakan
menjadi sebuah ruang dialogis tanpa henti namun lebih dari itu bisa menyampaikan
selama tersambung server, tiap entitas pesan di dalamnya. Di dalam Instagram foto
dapat membuat, menyunting, publikasi, dilekati tanda yang dapat berfungsi sebagai
berpromosi, dan mengunggah foto petanda dan penanda sekaligus dalam narasi
maupun video yang dikehendaki, dengan foto pengguna dan dimaknai oleh si pengikut
pengembangan aplikasi yang menghadirkan merekanarasi dalam ruang yang dihadirkan,
keefektifan, efisiensi, cepat, interaktif dan sehingga ruang artikulasi makna keduanya
variatif. Media sosial membuka ruang dalam dapat melebur dalam ruang offline-online.
berhubungan berinteraksi antar pemilik Sadar ataupun tidak, realitas virtual yang
komputer, membuka ruang berbagi offline dihadirkan dalam Instagram ini membuat
menjadi berjejaring online, dan menciptakan semakin mudah dan murah memberikan
praktik konsumsi-produksi pesan. kontribusi yang signifikan bagi realitas
Instagram sebagai komoditi dunia siber virtual. Seolah-olah dapat dikatakan bahwa
ingin menyatukan dan menjadi entitas ini entitas menjadi terikat dalam dunia virtual.
sebagai bagian gaya hidup masyarakat, Entitas ini menjadikan dunia offline-online
keterhubungan antar Instagramers tidak hanya terhubung secara parallel,
(pengguna Instagram). Komunikasi antar tetapi melebur dan menyatu (Boellstorff,
manusia dalam Instagram dapat terjadi Nardi, Pearce, & Taylor, 2012:1). Instagram
setiap saat selama terhubung-online, hampir menjadi ruang pamer foto, menjadi semacam
setiap aktivitas pengguna dapat diabadikan ruang pribadi karena galeri pengguna bisa
dan dipublikasikan ke dalam instagram didesain sedemikian rupa sesuai kehendak
dalam hitungan detik. Keefektifan, efisiensi, pengguna, pengguna mengunggah apa
cepat, interaktif dan variatif menjadi andalan saja yang terjadi di sekitar pengguna, yang
Instagram. Media sosial ini mengejar dianggap mewakili aktivitas pengguna.
para pesaing seperti Facebook, maupun Kadangkala motif untuk mengunggah teks
Twitter sebelumnya telah hadir mengisi berupa caption, foto atau gambar, suara
ruang online untuk berinteraksi. Instagram tidak secara jelas ditujukan kepada siapa.
memacu aplikasinya menghadirkan berbagi Komunikasi menjadi tidak bisa dijelaskan
foto (photo sharing) di aktivitas kendali kepada siapa yang terlibat di dalamnya atau
aplikasi interaksi ini. Instagram mulai kepada siapa teks berupa caption, foto atau
menjadi primadona seiring makin mudahnya gambar, dan suara itu ditujukan.
menangkap momen-momen dengan berbagai Pengguna Instagram adalah bagian dari
perangkat fotografi yang disediakan dalam masyarakat yang ingin berbagi dan memiliki
gadget milik pengguna yang menanam konsep diri untuk memerankan peran-peran
aplikasi Instagram. Selain mudah dan tertentu dalam masyarakat. Harapan yang
28 Jurnal ASPIKOM, Volume 4 Nomor 1, Juli 2019, hlm 26-44

dipengaruhi lingkungan dihadirkan dengan yang diharapkan memantapkan aktivitas,


intepretasi melalui identitas. Intepretasi itu dimana fungsi ini tidak dipisahkan dari
dengan cara mencitrakan sesuatu, perilaku, kuasa manusia atas masyarakatnya.
gaya bicara, gaya busana, serta tindakan- Proses ini tidak berasal dari suatu hukum,
tindakan yang melekat pada dirinya melainkan dilandasi oleh sifat manusia
sebagai mood of production yang sanggup untuk memikirkan keadaan dan tujuannya
membentuk dan menciptakan diri ketika dan mengadaptasikan diri dengan baik.
melakukan interaksi. Instagram sebagai Proses perubahan sosial ini pun berlaku
media visual mampu menghadirkan simbol- dalam dunia siber seperti Instagram yang
simbol tertentu sebagai alat memproduksi notabene media sosial.
makna dari suatu identitas yang ingin Foto dalam Instagram mempratikkan
disampaikan. Foto yang dihadirkan di leisure dan juga bentuk intepretasi yang
Instagram merefleksikan kode-kode, nilai- dimaksudkan dapat dikonsumsi khalayak.
nilai, dan keyakinan atas kebudayaan secara Bila dilihat dari aspek sosial, foto yang
keseluruhan (Albertazzi, 2013:1). Instagram dihasilkan mempunyai makna sosial seperti
sebagai hasil teknologi yang berakulturasi Bourdieu kemukakan dalam “the sosial
dengan faktor-faktor ekonomi, sosial dan definition of Photography” pola perilaku
budaya menghadirkan leisure untuk para masyarakat dalam menghasilkan foto
pengguna melakukan aktivitas secara terhegomoni oleh estetika popular yang
bebas dalam hidup seperti hobi, rekreasi, sesungguhnya dibentuk sesuai dengan
menambah pengetahuan tentang seni kategori norma-norma yang mengatur dunia
dan budaya dan juga mengisi kegiatan- secara umum. Bahkan, economicus symbol
kegiatan aktual untuk mengisi waktu luang dihadirkan, seakan tubuh adalah sebuah
(Deaton, 1992:35). (Solikatun, Kartono, tontonan (body as spectacle). Leisure
& Demartoto, 2015:101), mengemukakan yang dimaksud oleh Veblen adalah segala
bahwa manusia berpraktik seperti dalam sesuatu atau aktivitas yang bukan milik
Instagram sebagai dunia sehari-hari seperti kerja produktif dan
“man is agent, he is, in his own apprehension, a dari kebiasaan pikiran yang workmanlike
center of unfolding impulsive activity; teleolog- (Reynard & Veblen, 1925:xxi), berarti waktu
ical activity. By force of his being such an agent,
he is possessed of a taste for effective work and tidak produktif, pantang dari kerja (Veblen
a distance for futile effort”.
& Banta, 2007:44-45).
Pemikiran ini menjadikan manusia selalu Uniknya dalam dunia siber seperti pada
berinteraksi, menariknya pada kenyaataan Instagram, pengguna secara bersamaan
sehari-hari manusia dihadirkan mengikuti bisa menjadi produsen sekaligus sebagai
pranata sosial. Pranata sebagai pola-pola konsumen dari apa yang mereka hasilkan
perilaku yang telah diciptakan, disepakati, seperti halnya mengabadikan segala
dan kemudian diwajibkan oleh masyarakat. aktivitasnya melalui Instagram Stories.
Semua pranata berfungsi sebagai sarana Fitur Instagram Stories adalah penambahan
Rama Kertamukti et al. Kontruksi ldentitas... 29

kepada profil pengguna mengenai fitur Pengguna Instagram dalam kalangan


yang dapat merekam momen dalam kelas menengah yang kerap kali menebar
aktivitas keseharian membuat rangkuman unggahan Instagram Stories dalam feed
yang menunjukkan beberapa aktivitas dengan ingin memperlihatkan seperti apa
menjadi satu cuplikan. Instagram stories yang dimiliki, Instagram Stories adalah fitur
menjadi ruang berkomunikasi visual yang dimiliki Instagram dalam ruang-ruang
yang sangat efektif untuk menceritakan media sosialnya. Dalam istilah Bourdieu,
aktifitas pemilik Instagram, sekaligus kelas menengah dalam beraktivitas di
menggambarkan kehidupan penggunanya. Instagram ingin memperlihatkan distinction
Penggunaan Instagram stories yang lebih berupaya mencari basis sistem klasifikasi
mengarah kepada gejala-gejala untuk yang menstruktur persepsi bagaimana dunia
menunjukkan status sosial serta gaya hidup sosial dan menentukan objek kesenangan
pengguna. Penampilan Instagram Stories estetis dalam struktur kelas sosial seperti
yang diunggah ada nilai lebih, momen pada kalangan kelas menengah (Bourdieu
yang dihadirkan memperlihatkan praktek & Passeron, 1990: 66). Kelas terbentuk
pengguna dalam mengkonsumsi sesuatu karena akumulasi golongan-golongan sosial
seperti tempat-tempat tertentu (café, dalam sebuah pranata dalam masyarakat
restoran, tempat wisata), fashion dengan yang ditentukan oleh posisi tertentu dalam
berbagai macam desain, aktifitas pengguna, suatu proses produksi. Kelas menengah
bahkan makanan yang mereka konsumsi. sepertinya menikmati apa yang mereka
Hal-hal itu ditampilkan dalam feed pengguna produksi yang mereka unggah di Instagram
untuk dikonsumsi oleh pengikutnya. Pemilik Stories mereka di Instagram. Praktik gaya
akun di Instagram ingin memperlihatkan hidup yang ditawarkan dalam produk
kelasnya, dan bagian dari aktifitasnya sehari-hari yang biasa mereka kerjakan
sehari-hari. Instagram menghasilkan antara lain kuliner, spa-salon kecantikan,
representasi pada penggunanya. Fenomena fotografi, pertunjukkan, travelling, dll lalu
menampilkan tampilan Instagram Stories diunggah di feed Instagram mereka. Lalu
di ruang feed yang mereka miliki dapat bagaimana kontruksi identitas melalui
dianggap representasi identitas menjadikan Instagram Stories yang dimiliki Instagram
media yang mereka gunakan sebagai citra oleh kelas menengah ini, menjadi sebuah
visual yang bisa mereka dapatkan. Pierre kajian yang menarik. Instagram Stories
Bourdieu menekankan dalam “The Sosial hadir dalam ruang diri pengguna di siber
Definition of Photography” bahwa pola karena bagian manusia adalah aktor yang
perilaku masyarakat dalam menghasilkan kreatif dari realitas sosialnya (Bungin,
visual terhegomoni oleh “estetika popular” 2011:11). Manusia ingin mengkontruksi
yang sesungguhnya sudah dibentuk sesuai dirinya sesuai dengan keinginannya agar
dengan norma-norma yang mengatur secara diterima secara sosial. Berger dalam
umum (Bourdieu, 1996). tesisnya memperkenalkan mengenai
30 Jurnal ASPIKOM, Volume 4 Nomor 1, Juli 2019, hlm 26-44

kontruksi identitas yang smenggambarkan konsep diri sebagai suatu kesatuan.


proses sosial melalui tindakan dan interaksi, Seseorang yang mempunyai perasaan
dimana individu menciptakan secara terus identitas diri yang kuat akan memandang
menerus suatu realitas yang dimilikinya dirinya berbeda dengan orang lain. Individu
dan dialami bersama secara subjektif yang memiliki identitas diri yang kuat akan
(Berger & Luckmann, 1966: 29). Manusia memandang dirinya sebagai suatu kesatuan
dalam banyak hal memiliki kebebasan yang utuh dan terpisah dari orang lain
untuk bertindak, manusia secara aktif dan selalu menjaga identitas diri dalam
mengembangkan dirinya melalui respon- kondisi apapun walau sulit dan seringkali
respon terhadap stimulus dalam dunia mengorbankan harga diri. Konstruksi
kognitifnya. Individu manusia dipandang identitas dapat dipahami sebagai persepsi
sebagai pencipta realitas sosial yang relatif orang lain dalam menilai diri seseorang
bebas di dalam dunia sosialnya (Hirsch, melalui catatan atau tulisan. Kontruksi itu
1982:142). Manusia mengembangkan membentuk konsep diri self concept yang
seleranya dalam memutuskan sesuatu, dapat diartikan sebagai Persepsi, keyakinan,
Selera menurut Bourdieu, perasaan, atau sikap seseorang tentang
“Taste is what brings together things and people dirinya, Kualitas pemberian makna individu
that go together” (Bourdieu, 1984: 241). tentang dirinya, dan sistem pemaknaan
Stuart Hall menjelaskan bahwa identitas individu dan pandangan orang lain tentang
dapat dilihat dalam dua pandangan, identitas dirinya (Woodward, 2002:45)
budaya sebagai sebuah wujud (identity is Tujuan penelitian ini adalah
being) dan identitas budaya sebagai sebuah memfokuskan pada praktik Instagram
proses yang dijalani (identity as becoming), Stories dalam posisi kontruksi identitas
identitas budaya dilihat sebagai satu kesatuan dalam bingkai budaya siber di Instagram.
yang dimiliki bersama sebagai bentuk dasar Penelitian ini dalam lingkup kajian siber
atau asli individu dan berada dalam diri banyak yang merupakan media yang sangat intens
orang yang mempunyai kesamaan sejarah dan memasuki aktivitas manusia saat ini.
leluhur (Hall, 1996:16). Barker mengutarakan Kajian mengenai budaya siber telah banyak
identitas adalah soal kesamaan dan perbedaan dilakukan, seperti penelitian-penelitian
tentang aspek personal dan sosial, tentang sebelumnya yang bersumber pada digital,
kesamaan individu dengan sejumlah orang dan percepatan waktu inter aktivitas, sedangkan
apa yang membedakan individu dengan orang kontruksi identitas yang terbangun di media
lain, sosial, identitas budaya yang terbangun
“identity is a cultural construction because the dalam dunia siber seperti hipertekstual,
discursive resources that form the material for
identity formation are cultural in character" dispersal, virtualitas, dengan non-linearity,
(Barker, 2012:93). dan pemanfaatan jarak, modularity, re-
Jadi, kontruksi identitas adalah mediasi, demasifikasi, asynchronicity, dan
kesadaran diri akan observasi dan penilaian konvergensi (Hájek, 2013: 69-17) belum
Rama Kertamukti et al. Kontruksi ldentitas... 31

banyak diteliti lebih jauh. Budaya siber perempuan. Penelitian praktek penggunaan
Digital yang dimaksudkan bagaimana dan pemaknaan smartphone oleh perempuan
bentuk data digital ini dapat menjadi lebih urban menghasilkan bahwa praktik budaya
baik penggunaannya dari data analog dalam di dalam smartphone memiliki konsekuensi
segi kecepatan dan dunia seakan nyata yang dan logika sendiri dalam pengoperasiannya
berbasis digital dan hanya dapat dilakukan dan pemaknaanya dalam aktivitas yang
dengan media komputer. Meski saat ini mereka jalani, subjek diposisikan sebagai
media siber juga sudah dapat diakses dengan pengguna.
teknologi mobile seperti smartphone sebagai Internet turut membentuk budaya
pengembangan media komputer. Penelitian baru, dalam kaitannya mengubah relasi
sebelumnya dalam bingkai budaya siber pada konsumen yaitu mengkonsumsi dan
digital dalam smartphone (Setiansah & pada saat yang sama memproduksi apa
Udasmoro, 2015), kehadiran smartphone yang dikonsumsi. Sistem kapitalis mampu
dalam kehidupan sehari-hari bertransformasi untuk menggali peluang dari tenaga kerja
dalam dunia digital menghadirkan gratis dari prosumer dalam Web 2.0 ini.
perempuan urban dalam kultur baru yang Kapitalisme mampu mengeksploitasi
berbeda dengan kultur bermedia sebelumnya. konsumen dan pada proses ini bahkan
Kultur tersebut tidak hanya terkait dengan dapat menghasilkan profit yang lebih besar.
perangkat smartphone sendiri secara teknis Penelitian yang membahas tentang itu adalah
sebagai sebuah artefak budaya, namun juga penelitian “Sosial media, prosumption,
tentang proses pemaknaan dan serangkaian and dispositives: New mechanisms of the
praktek penggunaannya. Analisis kritis construction of subjectivity” dari Melita
dilakukan terhadap praktek penggunaan dan Zajc (Zajc, 2015) yang mengungkapkan
pemaknaan smartphone oleh perempuan masalah media sosial dari perspektif
urban beserta interseksi gender, kelas, dan prosumtion. Konsep prosumption dalam
agama yang terlibat di dalamnya yang dunia digital telah menyatukan produksi
menghasilkan smartphone sebagai media dan konsumsi, dan menghasilkan kekhasan
baru memiliki karakteristik yang khas dan media sosial. Eksplorasi penelitian ini
berbeda dengan media komunikasi dan memperlihatkan harapan tentang potensi
informasi sebelumnya. Smartphone telah sosial penggabungan produksi dan
menghadapkan perempuan pada beragam konsumsi di media sosial dengan berfokus
situasi yang mendua (ambivalence). pada isu partisipasi pengguna dalam
Perempuan pengguna smartphone konsep komunikasi bermedia dalam dunia
menyadari bahwa di samping memberikan digital. Potensi yang diharapkan bagaimana
peluang pemberdayaan, smartphone juga konsumsi tidak terlalu diperhatikan, karena
berpeluang melanggengkan konstruksi nilai hanya mengeksplorasi produksi makna
dominan tentang perempuan. Smartphone dalam berkomunikasi menggunakan media
dapat menjadi alat represi baru bagi sosial, media sosialnya pun secara khusus
32 Jurnal ASPIKOM, Volume 4 Nomor 1, Juli 2019, hlm 26-44

tidak disebutkan secara spesifik. Oleh menggunakan Virtual etnografi melalui


karena itu penelitian mengenai kontruksi screenshot tiap informan mengunggah di
identitas dalam media sosial (Instagram) instagram dan indepth interview bila ada
dalam fitur Instagram stories adalah upaya unggahan dari informan yang perlu digali
untuk menentukan identitas “dalam gerak” lebih agar dapat mendapatkan jawaban-
individu dalam dunia siber. jawaban atas permasalahan penelitian,
Metode Penelitian sejak pengumpulan data pertama dilakukan
secara bersamaan peneliti juga melakukan
Penelitian di ruang siber memerlukan
analisa dengan data-data yang sudah
metode kualitatif yang khusus, ini
diambil, “in ethnography, however, data
dikarenakan banyaknya kekhasan dalam
and interpretation evolve together. Each
ruang siber yang membedakannya dengan
informing the other” (Wolcott, 1990).
praktik di ruang offline. Informan penelitian
Penelitian dilakukan menganalisa unggahan-
ini dipilih secara purposive dengan
unggahan informan di ruang instagram
akun @putrilellyana (Atiqah Putri), @
karena kontruksi diri, liyan, dan struktur
rosakusumaazhar (Rosa Kusuma Azhar),
sosial yang dimediasi komputer menjadi
@herni_maryuliani (Herni maryuliani),
sebuah fenomena yang unik bagi penelitian
@taufik.mbantul (Taufik Ridwan), @
(Caliandro, 2018: 165).
fajarmantoo (Fajarmanto). Informan ini
Analisis data pada teknologi ruang siber
adalah kelas menengah yang melakukan
mempunyai konsekuensi tersendiri, dalam
praktik konsumsi-produksi di ruang
ruang siber memungkinkan seseorang untuk
instagram. Kriteria pendidikan lulus
mempraktikan budaya lama dengan cara-
perguruan Tinggi dan memiliki pekerjaan
cara baru. Ruang siber sebagai sebuah bagian
dan rata-rata pengeluaran untuk pribadi 1
dari konteks budaya juga memungkinkan
juta keatas. Penelitian ini dilakukan mulai
untuk dikaji dengan menggunakan etnografi.
bulan Juli 2018 hingga April 2019 dengan
Tabel.1 Informan Penelitian

Nama Usia Pekerjaan Domisili Akun


Atiqah Putri
26 thn PNS Yogyakarta @putrilellyana
Lellyana
Herni Maryuliani Pengusaha
40 thn Yogyakarta @herni_maryuliani
Property
Rosa Kusuma
40 thn Broadcaster Yogyakarta @rosakusumaazhar
Azhar
Fajarmanto Model,Brand
30 thn Communication Jakarta @fajarmantoo
Executive
Taufik Ridwan CEO Advertising
50 thn Yogyakarta @taufik.mbantul
Agency

Sumber: Olahan Peneliti, 2019


Rama Kertamukti et al. Kontruksi ldentitas... 33

Dengan etnografi maka peneliti bisa melihat agar dikenali adalah penciptaan diskursus,
suatu wacana dari sudut pandang subjek entah dalam bentuk kata-kata, gambar
yang diteliti (Saukko, 2003: 57). Etnografi grafis, suara (Markham & Baym, 2011:
juga akan berusaha melihat secara lebih 165). Sebagian besar lingkungan yang di
luas mengenai realitas subjek yang dikaji. mediasi komputer, proses ini membutuhkan
Etnografi bisa memberikan cara pandang pertukaran informasi yang lebih sadar
baru mengenai pelabelan praktik budaya karena manusia tidak hadir bersama di
sesuatu, misalnya mengenai konsep dalam ruang fisik yang sama, sedangkan
resistensi (Saukko, 2003: 56). aspek-aspek nonverbal proses tersebut
Di lingkungan yang dimediasi secara sebagian besar, hilang. Prosesnya rumit
teknologis, diri, other, dan struktur sosial dan kabur karena kita lazimnya didapatkan
sesungguhnya terbentuk melalui interaksi, pengetahuan tentang diri secara otomatis
yang dinegosiasikan secara bersama-sama tanpa banyak mempertimbangkan proses
dengan orang lain. Sejauh mana teknologi sosial dan interaktif yang menjadi alat untuk
informasi dan komunikasi bisa memediasi merundingkan diri dengan other di dalam
identitas diri dengan relasi-relasi sosial konteks. Teks dipandang sebagai sarana
seyogianya mengalihkan kita pada perhatian yang ampuh untuk mengontrol, melalui
epistemology. Teknologi komunikasi yang penyuntingan, dan penghapusan mundur,
baru ternyata menekankan ciri-ciri dialogis cara mempresentasikan diri kepada liyan.
realitas sosial, dengan mengkaji ulang Teks sangat penting bagi pemahaman oleh
berbagai asumsi tradisional dan kategori peneliti tentang persona online (Denzin,
penelitian sosial yang sebelumnya diterima 2017). Konteks dunia siber yang diteliti
bulat-bulat, bahkan Markham menyebutkan ruang-ruang adalah di dalamnya, peneliti
”The researcher has to conduct a multi-layered akan memakai metode etnografi virtual.
investigation of self and others while also col-
lecting statistical and other kinds of data as are Pendekatan etnografi virtual akan dilakukan
relevant to the particular context being exam- karena penelitian ini obyeknya dalam ruang
ined” (Markham & Baym, 2009: 67).
siber, sehingga cukup dapat memahami cara
Kontruksi diri, other, dan struktur sosial
subjek berinteraksi dan bekerjasama melalui
yang dimediasi komputer menjadi sebuah
fenomena yang teramati dalam kehidupan
fenomena unik, dalam dunia online,
sehari-hari baik dalam keseharian maupun
kontruksi identitas merupakan sebuah
dalam penggunaan instagram.
proses yang harus dirintis secara lebih
sengaja atau sadar. Fenomena offline Hasil Penelitian dan Pembahasan

menjadikan tubuh bisa berjalan-jalan Stories Instagram memberikan Identitas


dan direspon oleh orang lain, dan dapat Status Sosial
memberikan kacamata bagi pengguna untuk Instagram Stories adalah fitur yang
mengetahui diri atau self. Seperti yang diperuntukkan untuk pengguna Instagram
diungkap Markham bahwa online adalah agar lebih melekat dalam menggunakan
langkah pertama menuju eksistensi atau Instagram diaktivitas kesehariannya.
34 Jurnal ASPIKOM, Volume 4 Nomor 1, Juli 2019, hlm 26-44

tampil di ruang jejaring Instagram. Stories


Archive disajikan dalam urutan berdasarkan
waktu postingan, dengan cerita terbaru di
bagian atas, ditandai dengan tanggal (sesuai
waktu unggahan). Setelah itu pengguna
dapat memilih dan membagikan kembali
ke bagian profil sebagai sebuah postingan,
dikemudian hari.
Pada Stories Highlights, Instagram
memberikan layanan memungkinkan
pengguna untuk menyimpan Stories yang
telah dibuat dan menyusunnya secara
menarik sesuai keinginan dengan nama
dan tema tertentu, seperti liburan, untuk
Gambar 1. Instagram Stories yang muncul diatas
ditampilkan pengguna di bagian bawah
Sumber: olahan peneliti, 2019
biografi profil pengguna di galeri Instagram.
Instagram stories membagikan aktivitas yang
Konsep Karl Marx mengenai “means of
“menarik” pengguna untuk diberitahukan
production” dapat dikenali di sini (Fornas,
pada pengguna lain. Fitur ini memungkinkan
Becker, Bjurstrom, & Ganetz, 2007: 5),
pengguna mengunggah foto dan video di
konsep ini terbentuk dalam pola di Instagram
Instagram dan ditempatkan dalam ruang
stories yang berfungsi sebagai alat untuk
sendiri (di sudut kiri display galeri pengguna
memproduksi interaksi dan penggunanya
Instagram).
dapat mengkontrol atas proses tersebut.
Foto dan video yang dirasa memberikan
Informan melakukan “means of cultural
kesan bermakna bagi pemilik akun production” sendiri, dengan cara Instagram
dibagikan untuk dikomentari, walau betul-betul dipahami aturan dan fitur-fiturnya
unggahan itu hanyalah sesuatu yang agar mereka dapat berstrategi mendapatkan
sepele. Unggahan itu adalah bukti aktivitas respon dari pengguna Instagram lain berupa
mereka dalam keseharian, walaupun like, informan sebagai kelas menengah dapat
unggahan bisa merupakan foto dan video mengontrolnya dengan selalu menjaga hasil
yang diambil sebelumnya. Fitur stories ini unggahan.
mengembangkan kenikmatannya dengan Pengembang Instagram dalam hal
“Stories Highlights” dan “Stories Archive”, ini Facebook Inc telah mempelajari kelas
keduanya berfungsi untuk menyimpan menengah di Indonesia. Kelas menengah
Stories yang telah diunggah. Stories Archive di Indonesia memiliki konektivitas, dan
berfungsi untuk menyimpan seluruh stories pengetahuan dan ini menciptakan mentalitas
yang telah dibuat dan semua stories yang baru pada sebagian besar penduduk
diunggah akan secara otomatis tersimpan Indonesia, yaitu mentalitas kelas menengah
dalam arsip diprofilmu setelah 24 jam sebagai pasar yang potensial. Dari sisi
Rama Kertamukti et al. Kontruksi ldentitas... 35

Gambar 2. Fasilitas Stories: Stories Archive dan Stories Highlight


Sumber: instagram.com/stories, 2019
positif, mentalitas ini membentuk seseorang dalam keseharian seringkali mengunggah
lebih beradab, rasional, dan peduli terhadap aktivitasnya dalam stories Instagram.
lingkungan. Adapun dari sisi negatif, Taufik mengungkapkan mengapa ia sering
mentalitas ini membentuk seseorang menjadi mengunggah aktivitasnya karena ia ingin
cerewet, egois (selfish), dan penuntut (PEW diperhatikan.
Research Middle Class Institute, 2015). “Mengunggah foto di Instagram stories, perta-
Relasi sosial siber yang ditawarkan dalam ma karena ada kepuasannya… ada yang lihat,
saya sedih misal berhari-hari yang nge-like
ruang Instagram adalah cuma 5 orang, ini gila!”, ujar Taufik. Bagi Tau-
fik (wawancara 1 Juli 2019).
“my feed- If there aren't any photos in your
Feed, it's possible that you either aren't follow- Berkenalan dengan stories sebagai hal
ing anyone on Instagram or the people you're
currently following”.
yang baru bagi, sebelumnya Taufik hanya
Dimulai dari “kepemilikan pribadi” yang sibuk bermain Facebook, Taufik merasakan
bisa dibanggakan berupa baru kemudian ada kepuasan secara emosional, bertemu
dibagikan ke orang lain, relasi ada dengan orang-orang yang satu selera,
digengamannya termediasi oleh perangkat menjaga hubungan bahkan mendapatkan
seluler ditangan dan aplikasi yang ditanam. prestise sosial. Menurut Bourdieu, Taufik
Instagram menghadirkan sebuah relasi dan merasa mendapatkan “cultural capital”
di dalamnya termuat sistem simbolik, I and (Boudieu, 1993:7) dalam tiap unggahannya
Other yang ditata dalam dalam bentuk my yang direspon. Taufik merasa ada hal-hal
feed dan follower. yang menarik dari unggahannya hingga
Kemampuan bagi kelas menengah direspon, ada kepuasan atas mobilitas
tidaklah berujung pada keinginan untuk sosial dalam masyarakat siber. Taufik
barang komersil untuk dijual, tetapi mereka merasa bila unggahannya banyak yang
lebih suka orang lain memperhatikan merespon ia seperti memiliki kawan banyak
mereka. Seperti yang oleh informan yang dan merasa apa yang diunggah mampu
36 Jurnal ASPIKOM, Volume 4 Nomor 1, Juli 2019, hlm 26-44

memberikan pengetahuan bagi teman-


teman Instagramnya.
“saya sangat suka unggahan saya di-copy paste,
dan disebarkan ulang”, ujar Taufik (wawancara
1 Juli 2019), merasa puas dan menikmati.
Begitupula Dedi, masih ingin
memperlihatkan dunianya sebagai pekerja
swasta (DJ) dan juga kehidupan nyata
menyibukkan dirinya untuk mendalami
agama, sesekali dalam stories tetap
memperkenalkan Dedi yang lain yang
keren dan bergaya dengan dandanan
stylish juga unggah-unggahannya ketika Gambar 3.Stories Akun @Herni_maryuliani
Sumber: Olahan Peneliti, 2019
memakai gamis dalam aktivitas di Pondok
Pesantren. Informan memberikan kelasnya Putri dan Herni juga selalu
dalam ruang stories walau menahannya menyempatkan untuk mengunggah stories di
sedemikian rupa, consumer goods as akun Instagram. Unggahan stories dilakukan
ketika berjalan-jalan dan di hari dan jam kerja.
communicators, as ‘symbols of class benda-
Herni menyatakan bahwa ketika unggahan
benda konsumen menjadi komunikator,
ditanya peneliti memberitahu bahwa Heni
sebagai symbol status kelas (Featherstone,
seorang pengusaha dan seringkali kumpul
Hepworth, & Turner, 2017: 27). Informan
dengan relasi di tempat-tempat semisal café,
ingin memberitahu pada followernya bahwa
“tapi itu sebenarnya kerja”, Herni beralasan.
masih bisa “selow” atau santai dalam
kesibukannya mengurus pesantren. Dedi Putri pun menggunakan storiesnya
ingin menunjukkan dirinya itu pribadi yang untuk berkabar bahwa sedang menikmati
santai dalam aktivitas keseharian walau hari dan santai, bahkan pun dapat membuat
juga belajar agama dengan memperlihatkan kata-kata mutiara dalam stories karena
apa yang dikonsumsi berupa hal-hal yang memang fitur ini dapat membuat teks yang
mendukung kelas menengah. Hasrat untuk terhias sedemikan rupa tak hanya Video
menunjukkan suatu posisi atau status sosial pendek saja ataupun foto. Alasan Putri
yang lebih terpandang dalam suatu kelas dengan mengunggah hal-hal yang bijak
dan pelarian bagi rutinitas Dedi karena dalam storiesnya adalah:
merasa butuh untuk berekreasi, dalam hal “kalo yang di stories instagram tuh aku sukanya
kayak gini harus menampilkan hal-hal yang bi-
ini Stories Instagram menjadi pemenuhan jak” ujarnya (wawancara 20 Juli 2019).
berselancar dan juga memproduksi konten Selera membawa kepada kelas sosial di
di stories miliknya, leisure ‘has become an ranahnya masing-masing. Sehingga menurut
escape from the pressures of the competitive Haryatmoko, kelas akan menempati posisinya
'(Stebbins, 2009:3). masing masing yang ditentukan oleh dua
Rama Kertamukti et al. Kontruksi ldentitas... 37

Gambar 4. Stories Akun @putrilellyana Gambar 5. Instagram Stories Rosa

Sumber: Olahan Peneliti, 2019 Sumber: Olahan Peneliti, 2019

dimensi: pertama, menurut besarnya modal dengan tanda like. Foto yang diunggah pun
yang dimiliki dan kedua, sesuai dengan ini masalah selera yang bagi Bourdieu adalah
bobot komposisi keseluruhan modal mereka penanda status sosial. Selera adalah sesuatu
(Haryatmoko, n.d.), dan dalam ruang-ruang yang tidak alamiah dan bukan pilihan bebas.
siber. Selera produksi kontruksi sosial yang
Rosa sebagai publik figur juga merasa dibentuk melalui kontruksi pendidikan dan
Instagram memberikan pengalaman berelasi pengasuhan,
yang semakin luas, dan Rosa menikmatinya “Taste is the basis of the mutual adjustment of
all the features associated with a person, which
terlihat dari unggahannya hingga 29 Maret the old aesthetic recommended for the sake of
2019 tercatat 368 postingan (peneliti the mutual reinforcement they give one anoth-
er”, Bourdieu menegaskan selera adalah dasar
mencatat hampir dalam seminggu sekali penyesuaian kontruksi bersama, “Taste is what
menghapus foto), brings together things” (Bourdieu, 1984: 174).

“Dulu saya ke medsos ngga terlalu gimana ya,


Kelas menengah berkeinginan memper­
terus lagi hobi, kalau kadang lagi suka terus lihatkan segala aktivitasnya mempunyai
ada sesuatu hal yang pengen saya publish, tapi
kadang-kadang juga memberikan pesan juga perbedaan dengan kelas lainnya dan
sih ke beberapa kegiatan yang sifatnya siapa Bouerdieu ini adalah “selera”. Selera adalah
tahu memberi motivasi gitu”, ujar Rosa (waw-
ancara 12 November 2019). putusan estetis dari pebedaan kelas tidak
Informan Dedi juga sependapat, sekedar kualitas yang dikonsumsi. Putusan
“saya upload saya make jubah, agar ada te- estetis ini adalah kepentingan simbolik
men-temen atau orang lain yang melihat itu kelas menengah dalam memperlihatkan
adem ayem atine, siapa tau seperti itu sebagai
media dakwah, membuat orang tuh terinspirasi aktivitasnya.
mendapat hidayah dari Allah juga, harapannya Nilai estetis ini dirawat Instagram dengan
kayak gitu”, ujarnya (wawancara 16 November
2019). menampilkan fitur-fitur yang mendukung
Foto-foto yang diunggah berdua pun nilai selera. Informan merasa ahli dalam
sebenarnya hasil seleksi yang secara sadar membuat konten dalam Instagram stories
mereka memiliki follower dan butuh respon (semua aplikasi dibuat human user sekali
38 Jurnal ASPIKOM, Volume 4 Nomor 1, Juli 2019, hlm 26-44

sehingga mudah) mengerti dan merasa


paham tentang platform digital sehingga
yakin dapat menampilkan gaya ekspresi
dan komunikasi yang berselera. Aktivitas
ini dilakukan informan Herni dan Fajar
yang menceritakan aktivitasnya dalam
Instagram stories live dalam arti secara real
time, informan memproduksi bagaimana
menikmati semua waktu yang mereka
hasilkan dan tidak lupa untuk bersenang-
Gambar 6. Instagram Stories live Fajar dan Herni
senang dalam pekerjaannya karena dalam
Sumber: Olahan Peneliti, 2019
bekerja yang diperlihatkan dalam “stories
berestetika” (masyarakat barang dan
live” bercerita bahwa memiliki kelas yang
layanan konsumen yang canggih secara
pekerjaan tidak semua orang memiliki.
estetika). Dalam masyarakat estetika,
Seperti halnya di Perancis di tahun 1899,
produksi dan penyajian gambar-gambar
bagaimana kelas elite memperkenalkan status
indah, pengalaman, gaya, dan desain
sosialnya dengan menggunakan korset dan
interaksi pengguna merupakan pusat fungsi
sendok perak yang menggambarkan status
ekonomi dan sosialnya. Masyarakat estetika
posisi sosial dalam tiap-tiap pertemuan, bila
menghargai desainer ruang, desainer
sekarang cukup dengan memperlihatkan
pengalaman pengguna, arsitek, fotografer,
secara mudah dan live melalui stories yang
model, stylist dan profesional desain
dimiliki Instagram.
dan media lainnya, serta individu yang
Informan dalam Instagram seperti terampil menggunakan Instagram, jejaring
pekerja pengetahuan dalam masyarakat sosial lainnya dan platform blog, dan
pengetahuan yang dikemukakan Peter pengeditan media, kreasi, dan alat analisis.
Drucker (Bolisani & Bratianu, 2017), "Menggunakan" dalam konteks ini mengacu
menyebutkan bahwa dalam masyarakat baru pada menciptakan konten yang sukses,
faktor-faktor produksi yang dominan dan mempromosikan konten ini, berkomunikasi
menentukan bukan lagi modal, tanah, atau dengan pengikut, dan mencapai tujuan
tenaga kerja, tetapi pengetahuan (Raharso, yang diinginkan. Masyarakat estetika juga
2011). Oleh karena itu, kapabilitas untuk merupakan tempat di mana masyarakat
mencipta, menyimpan, menyebarkan, media sosial muncul dan mempertahankan
mengelola, dan mengendalikan akses pada diri melalui pilihan dan pengalaman
pengetahuan akan menjadi sesuatu yang estetika. Seperti yang diutarakan Michel
krusial bagi kinerja seseorang. Informan Maffesoli masyarakat urban adalah
yang menjadi pengguna dan memiliki masyarakat yang itu mengacu pada suasana
akun di Instagram, ketika beraktivitas tertentu, keadaan pikiran, yang diungkapkan
menjadi pekerja estetika dalam “masyarakat melalui gaya hidup dengan penampilan dan
Rama Kertamukti et al. Kontruksi ldentitas... 39

bentuk (Maffesoli, 1996: 25). Instagram dalam dunia siber secara bebas dapat
membekali pengguna yang menggunakan membuat informasi yang benar-benar baru
aplikasinya dengan estetika yang dapay mengenai dirinya di dunia ini. Bahkan
digunakan dalam fitur yang disertakan di menurut Monika Bakke,
“Instagram Stories”, dan banyak filter yang “Disregarding anatomy, humans have the pos-
memperindah penggunanya yang dapat sibility to embody various cultural genders, By
doing so they gain a multiple sosial identity. The
menjadikan masyarakat urban. Ada pesan assumption that one body corresponds to one
cultural...” (Ensslin & Muse, 2011b: 81).
yang dilepas dalam unggahan-unggahan di
Instagram oleh Instagramism: Individu sudah dapat membuat identitas
baru tentang dirinya kepada dunia baru,
“If in the modern societies carefully construct-
ed aesthetic lifestyles were the privilege of the Identitas tersebut tentunya sulit untuk
rich, today they are available to all who use Ins- dibuktikan kenyataannya (Green, 2010:
tagram”(Maffesoli, 1996:138),
130). Walau sulit dibuktikkan tapi mampu
lifestyle dapat disajikan dengan Informan
mengkonstruksi identitas sosial, bagaimana
melalui foto-foto dan cerita yang diunggahnya
orang lain memahami diri yang membagi
dengan Instagram. Penunjukkan apa
identitasnya di dunia siber karena dalam
yang diproduksi berupa pilihan selera
dunia siber akun dengan akun bagaikan
bagi Fajar dan Herni yang dipertunjukkan
sebuah jaring saling mengkait, bukan hanya
di stories adalah selera sebagai senjata
tubuh dan keadaan fisik tetapi lingkungan
dalam berkompetisi, Fajar sebagai pekerja
sekitarnya juga. European Data Protection
swasta di bidang kreatif dan Herni sebagai
Directive menjelaskan bahwa,
pengusaha property memperlihatkan
bahwa dalam bekerja ada selera “senang- Any information relating to an identified or
identifiable natural person (‘data subject’); an
senang”. Informan menikmati hidup dengan identifiable person is one who can be identified,
directly or indirectly, in particular by reference
mengonsumsi waktu luang yang selalu to an identification number or to one or more
ada dalam aktivitas. Kompetisi tersebut factors specific to his physical, physiological,
mental, economic, cultural or sosial identity
berlangsung antar pribadi, antara seseorang (Dahan & Gelb, 2016:91)
dengan orang lain. Jika dalam masyarakat Diri dalam dunia siber adalah “personal
tradisional, keperkasaan seseorang sangat data” semua jenis kelamin, ciri fisik,
dihargai, sedangkan dalam masyarakat pengalaman diri, latar belakang budaya,
modern, penghargaan diletakkan atas dasar pendidikan dan semua atribut yang melekat
selera yang konsumsi dan di dunia siber pada diri seseorang. Informan Herni, Rosa,
bisa mereka produksi secara visual. Putri, Nana, Fajar, Taufik, melakukan
Instagram Stories, Identitas Sosial yang itu semua, ingin menjadikan diri dalam
Ditanam kategori kelas yang memang diharapkan.
Foto yang dihadirkan di Instagram Peneliti mencatat unggahan yang ada di
merefleksikan kode-kode, nilai-nilai, stories informan dimulai di awal September
dan keyakinan atas kebudayaan secara 2018, benar-benar memperhatikan siapa dan
keseluruhan (Lukac et al., 2012). Pengguna lingkungan yang menyatu dengan dirinya.
40 Jurnal ASPIKOM, Volume 4 Nomor 1, Juli 2019, hlm 26-44

Chris Barker menjelaskan bahwa, identitas Herni perjalanan ia ke Bangkok dan juga
ini harus berdasarkan pada pemahaman Umrohnya, stories highlight ini pun berganti
tindakan dalam konteks sosialnya, “soal karena sebelumnya ada yang berupa foto
apa yang kamu miliki secara bersama- hobi Informan berjalan-jalan naik sepeda,
sama dengan beberapa orang dan apa yang kumpul-kumpul dengan teman-temannya,
membedakan kita dengan orang lain” keluarga di berbagai tempat. Putri pun
(Barker, 2012:93) demikian, banyak menampilkan jalan-
Dalam stories highlight yang simpan jalannya di berbagai café dan ruang-ruang
di ruang stories berupa rekaman-rekaman wisata. Taufik menampilkan perjalanan
aktivitas dalam kegiatan informan karier dan aktivitas agama tampilkan di
berupa hal-hal yang menarik bagian dari stories highlight yang ditampilkan khusus.
conspicuous consumption (konsumsi Di dalam stories highlight
yang mencolok) pertontonkan kepada informan menanam atribut berada di
orang lain. Visual-visual yang disimpan ruang sosial mana mereka merupakan cara
itu untuk menegaskan gengsi dan status melanggengkan di ruang kelas mana berada
informanyang memiliki gaya hidup sebagai yang semakin memperkuat identitas sosial
kelas menengah punya keleluasan waktu mereka. Follower yang menjadi teman-
untuk dihabiskan. teman informan mengetahui dan “merasa”
Mahfud menambahkan menanam mengetahui latar belakang informan
stories highlight berupa perjalan ia dilihat dari sajian visual yang informan
dalam menelusuri alam Indonesia dalam tanam di stories highlight, apa yang
bahasanya perjalanan sufi, stories highlight Informan konsumsi, di mana informan,
miliknya sudah ditanam ketika peneliti apa yang dikenakan bisa Follower akses
menelusuri jejak digital Mahfud dan selalu secara video maupun unggahan foto
ada yang baru diganti. Stories highlight kapanpun ketika follower menyambangi

Gambar 7. Instagram Stories Highlight herni_maryuliani,@putrilellyana@taufikmbantul


Sumber: Olahan Peneliti, 2019
Rama Kertamukti et al. Kontruksi ldentitas... 41

akun Informan. Conspicuous consumption yang disimpan, dihapus, ditanam atau


maupun leisure Informan tanam dengan ditampilkan dalam kurun waktu tertentu
mudah untuk identitas sosial yang bagikan menyesuaikan keinginan Informan dalam
tidak hanya mengkonsumsi tetapi juga membagi stories highlight. Misalnya saja
memproduksi yang dapat dikonsumsi oleh Taufik membagikan stories mengenai
follower. Aktivitas yang ditanam dan dapat pekerjaan yang menyangkut relasi dan
dikonsumsi follower menjadi hal yang unik agama untuk menjadi titik fokus yang ingin
dan dapat mengikatkan Informan dengan dihadirkan di stories highlight,
kelas sosialnya, “saya ingin mempengaruhi orang lain… juga
orang lain sering mengikuti dakwah saya, saya
“Setiap orang berusaha membangun identitas dulu disebut Ustad Blacberry loh mas” ujar Tau-
sosial (sosial Identity), sebuah representasi diri fik (wawancara 1 Juli 2019),
yang membantu mengkonseptualisasikan dan
mengevaluasi diri, sehingga mengetahui siapa sehingga unggahan yang ia tanam dalam
diri (self) dan siapa orang lain (others)”(Baron
& Branscombe, 2012: 116). stories highlight pun selalu relasi dan
Bahkan, Tajfel menambahkan, keagamaan. Begitupula Fajar, menampilkan
pekerjaan dan kesibukan ia beraktivitas,
“we can perceive ourselves differently at any
given moment in time, depending on where we alasannya
are on” (Baron & Branscombe, 2012:114).
”Aku pengen kasih tahu aku kerja apa sekarang
Dalam ruang siber seperti Instagram mas ke teman-teman, sama… kali-kali aja ada
Informan dapat dengan mudah mengubah kolega yang ngajakin bisnis” (wawancara 12
Juli 2019).
apa yang diletakan-tanam di stories highlight
Identitas sosial yang ditanam informan
karena identitas yang Informan hadirkan
dalam stories highlight yang terbaca dalam
disadari Informan memberi konstruk jejaring sosial yang Informan miliki, dalam
terhadap bagaimana memandang diri dan kurun waktu tertentu sering dihapus dan
respon orang lain terhadap Informan. Jadi, diunggah yang baru, ini berlaku pada semua
jika Informan adalah wanita maka unggahan informan. Menurut Robert A. Baron ini
foto atau video memperlihatkan atribut yang adalah identitas yang kesemuanya dapat
Informan yakini memperlihatkan berbeda dibenarkan sebagai alasan “selves” dapat
dari wanita lain, misal hangat dan penuh diterima dalam kelas sosial yang diharapkan,
perhatian. Atribut diyakini membedakan
“All of these could be correct portraits of the
dari wanita lain. Demikian juga, jika laki- self and accurately predict behavior, depend-
ing on the context and comparison dimension”
laki, gaya dalam memperlihatkan mandiri (Baron & Branscombe, 2012:115).
dan kuat akan diyakini dibedakan oleh Identitas sosial bisa saja dicitrakan
Informan Taufik, Fajar, Dedi dengan secara koheren dengan diri Informan karena
gaya sendiri dan juga kelas sosial berada. yang mendefinisikan adalah Informan
Seberapa penting konten yang ingin sesuai keinginannya, sambil mengakui
informan bagikan, mengubah cara informan bahwa Informan dapat mendefinisikan diri
mendefinisikan diri. Hal ini terlihat dalam sendiri dengan mendefinisikan perilaku
sering berubah-ubah stories highlight yang berbeda dalam situasi berbeda pula.
42 Jurnal ASPIKOM, Volume 4 Nomor 1, Juli 2019, hlm 26-44

Ini dapat terjadi baik karena domain di mana Mengutip istilah “Instinct of workmanship”
kita melihat diri kita sebagai tidak konsisten (Suyanto, 2017: 258), sehingga yang terjadi
dianggap relatif tidak penting, atau tidak walau Informan melakukan conspicuous
menonjol ketika kita menganggap diri kita consumption maupun leisure, Informan
dalam hal identitas tertentu. Menampilkan mempunyai naluri untuk bekerja dalam
diri di ruang stories highlight tidak hanya ruang Instagram untuk menghasilkan
sebagai bagian ingin diterima secara kepuasan bagi diri, menambah penghasilan
sosial, tetapi juga Informan memaknai dan menyadari keberhasilan adalah alat
ini adalah perayaan rekreatif sekaligus ukur dihormati secara sosial oleh kelas
mempertegas perbedaan kelas sosial menengah. Konsumsi adalah bagian yang
Informan. Cara Informan memilih foto atau memang selalu menjadi aktivitas di dunia
video yang ditampilkan di stories highlight nyata, dan memang juga diperlihatkan dalam
merefleksikan gaya hidup Informan dari dunia online. Aktivitas itu memberikan
kelas mana mereka berasal, dengan tidak dan menekankan bahwa kelas menengah
membiarkan momen atau peristiwa yang memiliki selera dalam membagi kehidupan
Informan jalani berlalu begitu saja. dan aktivitasnya, lebih-lebih di media sosial
Seperti gaya hidup kelas borjuis di seperti instagram.
Amerika Serikat yang dianggap borjuis, Simpulan
konsumtif, dan sama sekali tidak produktif, Informan sebagai kelas menengah
di era siber ini Informan memperlihatkan hidup dalam kehidupan yang sangat
bahwa mereka bisa produktif di ruang mengkonsumsi nilai kebutuhan duniawi
Instagram. Fajar menampilkan diri di yang lebih mengedepankan pada kesenangan
stories highlight dengan bersenang- dan kenikmatan, mengarah pada melakukan
senang tetapi juga dapat membangun konsumsi yang berlebih (perilaku konsumtif)
relasi dan pekerjaan. Taufik dengan usaha diperlihatkan dalam presentasi di instagram
umroh hajinya ditampilkan dalam stories stories informan. Praktik bersenang-senang
highlight untuk menjaring relasi dan klien. dan ditampilkan pada follower instagram
Herni dengan usaha propertinya yang informan merupakan bagian dari kontruksi
sesekali ia tampilkan dalam latar belakang identitas Informan yang memperlihatkan
aktivitasnya, dan kesemua itu menjaring roh animalistik dan memperkuat hasrat
relasi dan bisnis tidak hanya sekedar barbarian untuk mendominasi sehingga
memanfaatkan waktu luang dan berekreasi menjadikan definisi bahwa beda dari teman-
dengan fitur-fitur di Instagram yang teman lain, ada nilai yang ingin dibedakan
menghabiskan waktu. Kelas menengah dalam instagram stories. Gaya hidup yang
berinteraksi dalam Instagram tak hanya Informan perlihatkan sebenarnya sedang
memperlihatkan identitas sosial mereka saja mempertunjukkan nilai-nilai tersendiri
tetapi sadar relasi yang mereka miliki dapat yang berhubungan dengan waktu dan
mereka sentuh dalam ruang Instagram. uang. Menghabiskan waktu dengan
Rama Kertamukti et al. Kontruksi ldentitas... 43

bersenang-senang (leisure) adalah bagian Bolisani, E., & Bratianu, C. (2017). The
mempertotonkan kelas informan dengan Emergence of Knowledge Management.
The age of discontinuity: Guidelines to
mengeluarkan uang yang tidak sedikit.
our changing society (pp. 23–47). https://
Kelompok yang dikategorikan dalam kelas doi.org/10.1007/978-3-319-60657-6_7
menengah menjadikan gaya hidup bagian
Boudieu, P. (1993). The Field of Cultural
dari diri di dalam aktivitas. Informan Production. Columbia University Press.
berkegiatan demi meningkatkan status
Boudieu, P. (1996). Photography: A Middle
sosial, entah itu sadar ataupun tidak sadar, Brow Art. Cambridge: Blackwell
berlomba-lomba di dalam memanfaatkan Publishing Ltd.
barang yang dinilai bernilai tinggi. Aktivitas Bourdieu, P. (1984). Distinction, A Social
memperlihatkan kepada orang lain sangat Critique of the Judgement of Taste. USA:
difasilitasi oleh instagram dengan fitur- Harvard University Press.
fitur yang yang diciptakan untuk tetap Bourdieu, P., & Passeron, J. C. (1990). Theory,
menggunakan instagram. Fitur-fitur itu Culture and Society. London: SAGE
menjadi ruang perayaan memperlihatkan Publications.
bahwa kelas menengah pun memiliki selera Bungin, B. (2011). Kontruksi Sosial Media
dalam menentukan apa yang dijkonsumsi Massa. Jakarta: Prenada Media Grup.

dan selera apa yang mereka sehingga dapat Caliandro, A. (2018). Digital Methods for
membuktikkan mereka berada di kelas yang Ethnography: Analytical Concepts for
Ethnographers Exploring Social Media
memilik perbedaan tersendiri.
Environments. Journal of Contemporary
Daftar Pustaka Ethnography, 47(5), 551–578. https://
doi.org/10.1177/0891241617702960
Albertazzi, Liliana. (2013). Shape of Forms.
Dordrecht: Kluwer Academic Publishers. Dahan, M., & Gelb, A. (2016). Digital identity.

Barker, C. (2012). The SAGE Dictionary of Deaton, A. (1992). Understanding


Cultural Studies. The SAGE Dictionary Consumption. New York: Oxford
of Cultural Studies. https://doi. University Press.
org/10.4135/9781446221280 Denzin, N. K. (2017). Critical
Qualitative Inquiry. https://doi.
Baron, R. A., & Branscombe, N. R. (2012).
org/10.1177/1077800416681864
Social Psychology. Boston: Pearson.
Ensslin, A., & Muse, E. (2011).
Berger, P. L., & Luckmann, T. (1966). The
Creating Second Lives. https://doi.
Social Construction of Reality. New
org/10.4324/9780203828571
York: Penguin Books.
Featherstone, M., Hepworth, M., & Turner, B.
Boellstorff, T., Nardi, B., Pearce, C., &
S. (2017). The Body: Social Process and
Taylor, T. L. (2012). Ethnography Cultural Theory. In SAGE Publications.
and virtual worlds: A handbook of London: Sage Publicatio Inc.
method. Journal of Broadcasting and
Electronic Media (Vol. 40). https://doi. Fornas, J., Becker, K., Bjurstrom, E., &
org/10.1080/08838159609364336 Ganetz, H. (2007). Consuming Media:
Communication, Shopping and Everyday
44 Jurnal ASPIKOM, Volume 4 Nomor 1, Juli 2019, hlm 26-44

Life. Oxford: Berg Publishers. Smartphone : Negosiasi , Apropriasi


Hájek, R. (2013). James Curran, Natalie Fenton, dan Resistensi Perempuan Dalam
and Des Freedman, Misunderstanding Dunia Serba Ambivalen. Jurnal Ilmu
the Internet. 7, 2012–2014. Komunikasi, 13(2), 183–192.

Hall, S. (1996). Cultural Identity and Diaspora. Shapiro, A. (1999). The Internet.
https://doi.org/10.1186/1475-925X-8-28 In Foreign Policy. https://doi.
org/10.1097/00000542-199810000-
Haryatmoko. (n.d.). Menyingkap Kepalsuan
00024
Budaya Penguasa. Basis No. 11-12.
Solikatun, Kartono, D. T., & Demartoto, A.
Hirsch, E. (1982). The Concept of Identity.
(2015). Perilaku Konsumsi Kopi Sebagai
New York: Oxford University Press.
Budaya Masyarakat Konsumsi: Studi
Lukac, R., Stanco, F., Battiato, S., Gallo, G., Fenomenologi Pada Peminum Kopi
Lezoray, O., & Grady, L. (2012). Digital Di Kedai Kopi Kota Semarang. Jurnal
Imaging and Computer Vision Series Analisa Sosiologi, 4(1), 60–74. https://
Digital Imaging for Cultural Heritage doi.org/10.20961/JAS.V4I1.17410
Preservation: Analysis, Restoration,
and Reconstruction of Ancient Artworks, Stebbins, R. A. (2009). Leisure and
Image Processing and Analysis with Consumption Common Ground/
Graphs: Theory and Practice. Separate Worlds. New York: Palgrave
Macmillan.
Maffesoli, M. (1996). THE TIME OF THE
TRIBES: The Decline of Individualism in Suyanto, B. (2017). Sosiologi Ekonomi:
Mass Society. London: Sage Publication. Kapitalisme dan Konsumsi di Era
Masyarakat Post-Modernisme. Jakarta:
Markham, A. N., & Baym, N. K. (2009).
Prenada Media.
Internet Inquiry. Singapore.
PEW Research Middle Class Institute, 2015 Veblen, T., & Banta, M. (2007). The Theory of
The Leisure Class.
Raharso, S. (2011). Mengelola Pekerja
Pengetahuan. Jurnal Administrasi Wolcott, H. F. (1990). Making A Study “More
Bisnis, 7(1), 38–48. Ethnographic.” Journal of Contemporary
Ethnography, 19(1), 44–72.
Reynard, H., & Veblen, T. (1925). The Theory
of the Leisure Class. The Economic Woodward, K. (2002). Understanding
Journal, 35(139), 445. https://doi. Identity. London: Arnold Publishers.
org/10.2307/2223225 Zajc, M. (2015). Social media, prosumption,
Saukko, P. (2003). Doing Research in Cultural and dispositives: New mechanisms of the
Studies. London: SAGE Publications. construction of subjectivity. Journal of
Consumer Culture, 15(1), 28–47. https://
Setiansah, M., & Udasmoro, W. (2015).
Politik Identitas Perempuan Pengguna doi.org/10.1177/1469540513493201

You might also like