Professional Documents
Culture Documents
Aspek Ke-Soeharto-An Dalam Kumpulan Cerpen
Aspek Ke-Soeharto-An Dalam Kumpulan Cerpen
Burhan Nurgiyantoro
FBS Universitas Negeri Yogyakarta
Abstract
This research study aims to describe (1) the forms of Soeharto-related aspects
and (2) ways of expressing those aspects in the anthology of short stories entitled
Suharto claim Cerpen Indonesia.
The source of the research data was Soeharto dalam cerpen Indonesia (2001), an
anthology of short stories edited by M. Shoim Anwar. All of the short stories (17)
were selected. The data were collected through reading and recording techniques and
were analyzed by the descriptive qualitative technique involving data comparison,
categorization, tabulation, and inference. Data trustworthiness was assessed through
the semantic and referential validities and data consistency through the intrarater
technique.
Research findings show that 15 short stories clearly contain Soeharto-related
aspects, and two short stories do not reveal these aspects clearly. Soeharto-related
aspects are shown through: (1) personification in the form of physical appearance,
character, verbal and nonverbal behaviors, (ii) governance and economic strategies,
(iii) society’s condition and attitude under his reign, approaching his fall and after his
fall, (iv) spatial and temporal settings related to his reign, (v) the party functioning as
his power apparatus, and (vi) government officials’ life style and attitude. In general
the short stories do not mention Soeharto directly, but only through certain aspects
or symbols easily identified as Soeharto’s characteristics. Soeharto-related aspects
are expressed through various ways, such as parody, irony, cynicism, and dialectics.
The expressions through particular characters parodying Soeharto are the most
apparent, simultaneously using irony and cynicism. The expressions through irony
are the most dominant in the short stories, and in this way the criticisms sound more
subtle and “polite”. This is different from cynicism, which criticizes and defames
ones in a vulgar manner. This is a reflection of control imposed on the writers in the
past, who now feel free to express anything without any fear of being arrested. The
expressions through dialectics are made more intellectually and invite readers to
think.
22
23
kritik sosial. Sastra yang berisi kritik dan lain-lam. Namun, setting cerita dan
sosial memiliki fungsi “mengingatkan” saat penulisannya sudah dilakukan se-
akan adanya berbagai bentuk perilaku jak Suharto masih berkuasa, bukan han-
yang tidak sesuai dengan sifat-sifat ke- ya setelah kejatuhannya, sehingga ten-
manusiaan. Hal itu merupakan salah tunya dapat memperkaya personifikasi
satu pertanggungjawaban moral karya tokoh itu dan tafsir yang diberikan ter-
sastra bagi masyarakat. hadapnya.
Salah satu ikon masyarakat Indone- Pengumpulan cerpen-cerpen yang
sia yang amat fenomenal adalah tokoh semula tersebar dalam berbagai me-
Suharto, mantan presiden Republik In- dia massa ke dalam sebuah buku yang
donesia, yang berkuasa selama kurang khusus berdasarkan salah seorang to-
lebih 32 tahun, yaitu sejak tahun 1966 koh nyata merupakan fenomena baru.
hingga 1998. Selama pemerintahannya, Bahwa dewasa ini banyak tokoh pen-
yang kini dikenal sebagai “diktator”, ting, mulai dari kalangan politikus, se-
terdapat berbagai bentuk kontroversi lebritis, sampai olahragawan, beramai-
yang mencakup berbagai aspek kehidu- ramai membukukan biodatanya sendiri,
pan. Orangorang yang semula tidak be- pengumpulan cerpen-cerpen dengan
rani bersuara karena takut keselamatan- “sumber bahan” yang sama sehingga
nya terancam, setelah kejatuhannya be- mirip dengan buku biografi ke dalam
ramai-ramai berteriak menghujat lewat sebuah buku tetap saja menarik untuk
berbagai kesempatan dan media. Misal- ditanggapi. Apalagi tokoh yang diang-
nya, lewat demonstrasi, pidato di muka kat adalah seorang yang amat dikenal
umum, tulisan di media massa, dan hu- di masyarakat dunia. Kehadiran buku
jatan-hujatan lain yang sering disiarkan tersebut dapat saja dipandang sebagai
televisi. Demikian juga dalam wacana ikut menyemarakkan dan semakin me-
kesastraan, Suharto banyak dijadikan mopulerkan Soeharto lewat tulisan rag-
sumber inspirasi untuk dieksplorasi dan am sastra dalam berbagai genre terlepas
dieksploitasi secara kreatif-literer oleh dari konotasi makna yang ditawarkan.
para penulis. Eksplorasi dan eksploitasi Terlepas apakah karya-karya itu ber-
Soeharto dalam teks-teks sastra bersifat nada menanjung, memuji, menyindir,
khas kesastraan: misalnya dimunculkan mengritik, atau menghujat dengan cara-
sebagai tokoh imajiner, simbolistik, iro- cara yang bagaimanapun tetap saja ber-
ni, untuk sasaran “bulan-bulanan” baik fokus pada tokoh nyata Soeharto. Hal
secara “sembunyi-sembunyi” maupun itu merupakan salah satu alasan yang
terang-terangan. cukup menarik untuk menjadikan kum-
Salah satu tulisan yang berangkat pulan cerpen tersebut sebagai bahan ka-
dari ikon Suharto itu adalah karya sas- jian.
tra yang bergenre cerita pendek yang
dimuat di berbagai media massa. Se- 2. Tujuan Penelitian
bagian dari cerpen tersebut kemudian Sesuai dengan permasalahan yang
dikumpulkan dalam buku kumpulan diteliti, penelitian ini bertujuan untuk
cerpen Soeharto dalam Cerpen Indonesia (i) mendeskripsikan wujud penampilan
(M. Shoim Anwar, 2001). Buku ini me- aspek ke-Suharto-an dalam kumpulan
nampilkan dua puluh buah cerpen yang cerpen Soeharto dalam Cerpen Indone-
ditulis oleh sejumlah pengarang, seperti sia, dan (ii) mendeskripsikan cara pen-
Y.B. Mangunwijaya, Seno Gumira Aji- gungkapan aspek ke-Suharto-an dalam
darma, Agus Noor, Bonari Nabonenar, kumpulan cerpen Soeharto dalam Cerpen
Indonesia.
tuk dilakukan. Hasil penafsiran tersebut dimasukkan dalam buku ini. Adanya
boleh jadi berbeda dengan penafsiran perbedaan penafsiran dalam sebuah
orang lain, misalnya editor kumpulan teks kesastraan haruslah disikapi seba-
cerpen ini yang mengatakan ada aspek gai sesuatu yang wajar.
ke-Soeharto-an di dalamnya sehingga
an, tepatnya 1996, saat ulang tahun atau pemerintahan Soeharto secara te-
Negara Republik Indonesia yang ke- gas, terutama pada karya-karya yang
51, Presiden Soeharto meminta kepada ditulis sebelum kejatuhannya. Tetapi,
para dalang untuk menciptakan lakon pembaca akan segera mengerti bahwa
wayang kulit dengan cerita Semar Babar kondisi yang dimaksud adalah kondisi
Jati Diri (Nurgiyantoro, 1998:200). Jadi, pemerintahan Soeharto karena terdapat
peristiwa nyata tersebutlah yang diang- sejumlah “tanda” yang menunjukkan
kat ke dalam cerpen dengan mengganti ke arah itu secara jelas. Cerpen-cerpen
tokoh Soeharto menjadi Kepala Desa yang menampilkan hal-hal tersebut aan-
Kadhungmakmur. tara lain adalah “Menembak Banteng”,
Di samping tokoh Kepala Desa “Diam”, “Bukan Titisan Semar”, “Kaki
Kadhungmakmur tersebut, tokoh Kaki Druhun”, “Paman Gober”, “Monolog
Druhun dalam cerpen “Kaki Druhun” Kesunyian”, “Orang Besar”, dan lain-
(Bonari Nabonenar) juga merupakan lain.
personifikasi Soeharto baik dilihat dari Pada cerpen “Diam” (Moes Loin-
deskripsi fisik, karakter, maupun ling- dong) dikisahkan bahwa pada masa
kungan (la tar) yang digambarkannya. pemerintahan wayang, simbolisme
Misalnya, adanya kata-kata: “Gelar baru Soeharto, rakyat dipaksa untuk diam
pun diperolehnya: Pelopor Pembangunan menyaksikan kiprah pemerintahannya
Desa Kerebabar! Dan jangan lupa, sejak itu- dan tabu melontarkan kritik, dan jika
lah buki yang angker itu diberi nama: Bukit tidak diam tentu akan berakibat kurang
Druhun” (Soeharto dalam Cerpen Indone- menyenangkan. Maka, “diam menjadi
sia, 2001:67). Gelar itu analogi dengan kepatuhan sosial yang merata, disebar rata,
gelar yang diberikan kepada Soeharto, menjadi pemerataan keresahan.... Stabilitas
yaitu Bapak Pembangunan, sedang pe- kediaman harus dipertahankan demi keber-
namaan “Bukit Druhun” tersebut analo- hasilan dalang, melaksanakan pembangunan
gi dengan nama salah sebuah bukit di lakon” (Soeharto dalam Cerpen Indonesia,
Indonesia yang diberi nama Bukit Soe- 2001:27). Strategi politik “mendiamkan”
harto. rakyat adalah salah cara yang ditempuh
Aspek ke-Soeharto-an kedua yang oleh Soeharto untuk mencapai stabilitas
justru paling banyak ditemukan dalam nasional. Rakyat tidak diberi hak untuk
cerpen-cerpen yang diteliti adalah unsur bersuara secara berbeda, semua harus
strategi terutama yang berwujud strate- seragam demi keberhasilan pembangu-
gi politik, pemerintahan, dan manage- nan. Kemungkinan adanya perubahan
men ekonomi. Masa pemerintahan Soe- haruslah menunggu sekali dalam lima
harto yang selama 32 tahun dan penuh tahun, itu pun pada kenyataannya tidak
dengan langkah-langkah represif, oto- terjadi.
riter, pelaksanaan pemilu hanya bersifat Pemilu di Indonesia dilaksanakan
simbolistis daripada sebagai ekspresi lima tahun sekali, tetapi pelaksanaan
demokratis (Mcbeth & Vatikiotis, via pemilu sebagaimana dikemukakan
Baehaqi, 1999:5) yang hanya demi ke- di atas hanyalah purapra demokratis,
langsungan kekuasaan saja. Demikian bersifat simbolistik, dan hanya bertu-
juga masalah ekonomi yang hanya di- juan untuk melanggengkan kekuasaan.
kuasai oleh segelintir orang, yaitu kelu- Strategi politik untuk mempertahankan
arga dan kroninya. Kondisi tersebut di- kekuatan itu diungkap dan dipertan-
ungkap dalam cerpen-cerpen pada um- yakan dalam cerpen “Paman Gober”
umnya tidak menyebut nama Soeharto (Seno Gumira Adjidarma). “Memang,
Paman Gober adalah ketua terlama per- kan segenap unggas? Terus terang,
kumpulan Unggas Kaya. Entah mengapa sebenarnya, sih, aku lebih suka
ia selalu terpilih kembali, meski pemilihan mengurus peternakan.
selalu berlangsung seolah-olah demokratis. (Soeharto dalam Cerpen Indonesia,
Begitu seringnya ia terpilih, sampai-sampai 2001:24)
seperti tidak ada talon yang lain lagi” (Soe-
harto dalam Cerpen Indonesia, 2001:22). Soeharto memang memiliki usaha
Pemilu yang menjadi sarana ekspresi pertanian, perkebunan, dan peternakan
demokratis rakyat tetapi dimanipulasi yang sering dibanggakannya, terutama
oleh Soeharto -yang diparodikan den- adalah peternakan sapi di Tapos. Tamu-
gan tokoh dunia bebek-kartun Paman tamu negara yang berkunjung ke Indo-
Gober ciptaan Walt Disney- merupakan nesia tidak jarang diajak untuk melihat
salah satu hal yang menarik dan banyak usaha peternakannya tersebut. Setelah
digugat di dunia nyata dan dijadikan Soeharto jatuh tanah yang dikuasai-
sindiran dan sinisme di dunia fiksi. nya untuk peternakan tersebut diminta
Soeharto sendiri bukannya tidak kembali oleh warga, para pemilik tanah
mengerti jika terdapat banyak orang sebelumnya, yang mengaku bahwa ta-
yang tidak lagi menyukai kepemimpi- nahnya diminta dengan paksa.
nannya dan menghendaki mundur Jati diri Seharto juga diungkap da-
dari kedudukan presiden, tetapi orang- lam strategi ekonomi terutama strate-
orang yang bersikap demikian akan gi untuk memperkaya keluarga dan
disingkirkannya. Sebaliknya, ia sering kroninya. Misalnya, masalah monopoli
berkelit bahwa dirinya masih dibutuh- perniagaan cengkeh (BPPC, Badan Pe-
kan rakyat, dan hasil pemilu itu yang di- nyangga Pemasaran Cengkeh) yang
jadikan bukti konkret legitimasi dirinya. dikelola oleh anak kesayangannya,
la bersikap munafik dengan merendah Tomy Soeharto. Para petani dibujuk
bahwa seandainya ada tokoh lain yang dan dipaksa hanya menjual cengkeh ke-
dapat menggantikannya, ia pun lebih pada BPPC dengan harga yang sangat
suka melakukan aktivitas lain. Hal ini murah, dan selanjutnya BPPC-lah yang
disindir secara sinis oleh Seno dalam menjual ke pabrik-pabrik rokok dengan
“Paman Gober”. harga yang tetap saja tinggi. Kebijakan
itu sangat merugikan petani, dan se-
“Paman Gober,” kata Donal baliknya semakin memperkaya Tomy,
suatu hari. “Mengapa Paman tidak tetapi rakyat tidak berani protes. Petani
mengundurkan diri saja, pergi ke yang tidak tahu dibujuk, seolah-olah
pertanian seperti Nenek, menyepi ditolong dan diberi jalan keluar yang
dan merenungkan arti hidup? Su- bagus dan menguntungkan. Hal itu di-
dah Waktunya Paman tidak terlibat ungkap dalam cerpen “Kaki Druhun”
lagi dengan urusan duniawi.” (Bonari Nabonenar): “... Tetapi jika nanti
“Lho, aku mau saja Donal. Aku benar-benar berhasil, dan kita panen, jangan
mau hidup jauh dari Kota Bebek jual Ice mana-mana basil panen kita. Hanya
ini. Memancing, main golf, makan itu syaratnya. Mengerti?” (Soeharto dalam
sayur asem, dan membuka butir- Cerpen Indonesia, 2001:66).
butir falsafah hidup bangsa bebek. Aspek ke-Soeharto-an selanjutnya
Tapi, apa mungkin aku menolak un- terlihat dalam hal situasi dan kondisi
tuk dicalonkan? Apa mungkin aku masyarakat baik semasa berkuasa, keti-
menolak kehormatan yang diberi- ka jatuh, maupun sesudah kejatuhannya.
Artinya, eksistensi Soeharto dalam karena itu, orang yang sudah jenuh
cerpencerpen yang bersangkutan dilihat dengan kondisi pemerintahan hanya
dari tanda-tanda yang terdapat di dalam menginginkan satu berita: kapan Paman
masyarakat. Tanda-tanda yang dimak- Gober (baca: Soeharto) meninggal. Beri-
sud dapat berwujud keadaan, sikap, pe- ta itu selalu ditunggu setiap pagi begitu
rilaku, dan tindakan masyarakat yang begitu mereka bangun tidur dan mem-
secara langsung atau tidak langsung baca koran.
berkaitan atau dapat dikaitkan dengan Kondisi diam dan tertekan terse-
Soeharto, baik semasa berkuasa, menje- but sangat kontras dengan keadaan
lang dan saat jatuh, serta masa sesudah masyarakat menjelang dan sesudah
kejatuhannya. Ada dua hal yang secara kejatuhan Soeharto. Masyarakat yang
mencolok menunjukkan perbedaan amat marah kepada Soeharto dan pe-
keadaan dan sikap masyarakat di antara merintahannya seolaholah melakukan
ketiga masa tersebut yang berwujud balas dendam dengan berbuat apa saja
sikap, reaksi, perilaku, dan tindakan termasuk perilaku negatif. Keadaan
masyarakat. Keadaan itu pada umum- masyarakat itu ibarat bendungan jebol
nya juga terkait langsung dengan waktu yang kemudian melanda apa saja yang
penulisan cerpen tersebut, yaitu sebelum menghalangi. Pada intinya masyarakat
atau sesudah kejatuhan Soeharto. Cer- menginginkan kebebasan yang selama
pen-cerpen yang mengandung aspek- tiga dekade tersumbat, menginginkan
aspek tersebut antara lain “Bapak Presi- perubahan, dan reformasi di segala bi-
den yang Terhormat”, “Diam”, “Paman dang. Keadaan masyarakat yang paling
Gober”, “Celeng”, “Saran ‘Groot Ma- mencolok adalah adanya demonstrasi
joor’ Prakosa”, “Senotapium”, “Orang besar-besaran yang dipelopori oleh
Besar”, dan lain-lain. mahasiswa, demonstrasi yang semula
Keadaan masyarakat ketika Soehar- menuntut pengunduran Soeharto se-
to masih berkuasa digambarkan sebagai bagai presiden kemudian berkembang
sangat tertekan, tidak berani berbicara menjadi penuntutan dan pengadilan
sebab jika berbicara takut dituduh se- presiden Soeharto.
bagai subversif, hanya mampu menon- Aspek ke-Soeharto-an berikut yang
ton sang dalam pembangunan dengan terungkap dalam cerpen-cerpen itu
tidak berdaya, dan hanya bisa diam adalah latar baik latar tempat maupun
karena diam dianggap dapat mencip- waktu. Latar tempat adalah tempat
takan stabilitas diungkap dalam cerpen yang menunjukkan tempat kediaman
“Diam” (Moes Loindong). Masyarakat Soeharto baik secara eksplisit maupun
lebih memilih diam demi keselamatan implisit, sedang latar waktu adalah saat
diri, walau hal itu bertentangan de- yang menunjukkan atau dapat diidenti-
ngan kata hati, sambil menunggu ke- fikasi sebagai menunjukkan keberadaan
mungkinan adanya perubahan dalam Soeharto. Cerpen-cerpen yang men-
lima tahun sekali. Tetapi, perubahan itu gandung aspek ke-Soeharto-an kondisi
tidak pernah terjadi. Hal itu disebabkan, masyarakat baik sebelum, semasa, mau-
sebagaimana diungkap dalam cerpen pun setelah kejatuhan Soeharto diatas
“Paman Gober”, pemilu hanya bersifat dapat dipandang sebagai menunjuk-
pura-pura daripada betul-betul sebagai kan latar waktu keberadaan Soeharto.
pesta demokratis dalam arti yang sebe- Misalnya, cerpen-cerpen “Bapak Presi-
narnya dan lebih bertujuan untuk me- den yang Terhormat”, “Diam”, “Paman
langgengkan kekuasaan presiden. Oleh Gober”, “Celeng”, “Saran ‘Groot Ma-
orang yang berani mengritik, telah me- berwarna dasar kuning; para dhemit
nyiapkan kuburan, dan lain-lain adalah yang bertekad mengangkat Kaki Dru-
sebagian jati diri Soeharto. Jadi, walau hun adalah suara sebagian masyarakat
Paman Gober adalah tokoh unggas yang waktu itu yang berkebulatan tekad
bermain di dunia unggas, ia adalah per- mengangkat kembali Soeharto sebagai
sonifikasi dan sekaligus parodinya Soe- presiden yang kesekian.
harto. Cerpen ini syarat kritik, namun Tokoh Paman Gober dan Kaki Dru-
dengan mengambil tokoh binatang kri- hun, juga Kepala Desa Kadhungmak-
tik yang disampaikan terasa menjadi mur, memiliki kesamaan karakter dan
tidak terlalu vulgar walau masih mudah tingkah laku yang secara jelas dipar-
dikenali dan sasaran yang dituju. Hal ini odikan dari Soeharto. Ketiga tokoh ini
mengingat cerpen tersebut ditulis (1996) sama-sama seorang kepala, yaitu kepala
ketika Soeharto masih amat berkuasa. negara dan kepala desa. Ketiganya sa-
Jadi, unsur kehati-hatian masih dilaku- ma-sama ditakuti dan dibenci rakyat,
kan, dan Seno sendiri pada tulisan lain antikritik, dan selalu terpilih kembali
mengatakan bahwa ketika hati pers dan menjadi kepala pemerintahan. Paman
nurani dibungkam, maka cerita meru- Gober ditulis sebelum Soeharto jatuh,
pakan pilihan untuk berekspresi. sedang Kaki Druhun dan Kepala Desa
Tokoh Kaki Druhun juga merupa- Kadhungmakmur setelah kejatuhan
kan parodinya Soeharto. Kaki Druhun Soeharto, namun dalam hal parodi, iro-
dikisahkan sebagai tokoh yang sangat ni, dan nada sinisme yang dikandung-
terpandang di desa Kerebabar. Di desa nya kurang lebih sama.
itu terdapat bukit Druhun, sebuah nama Pengungkapan aspek ke-Soeharto-
yang diambil dari nama Kaki Druhun. an lewat ironi adalah cara yang paling
Ketika harga cengkeh naik, Kaki Dru- banyak ditemukan selain cara parodial
hun mengajak warga desa untuk mena- dan sinisme. Dalam banyak cerpen ketiga
nam cengkeh, tetapi hasil cengkehnya cara tersebut atau cara ironi dan sinisme
nanti harus dijual kepadanya. Suatu ditemukan secara bersamaan. Artinya,
ketika bukit itu terbakar habis dan yang dalam satu cerpen mengandung ketiga
tersisa tinggal pohon kemuning. Kaki atau kedua cara itu sekaligus. Cara par-
Druhun terkejut dan mencoba meman- odial yang memparodikan aspek ke-
jat bukit itu, tetapi jatuh dan tersangkut Soeharto-an dari segi yang negatif, pada
dahan pohon itu. Kini ia tinggal men- umumnya sekaligus terkandung unsur
jadi manusia tua yang rapuh. Orang- ironi dan bahkan sinisme sekaligus. Hal
orang yang semula membenci mulai itu misalnya terlihat dalam kutipan dari
berani bersuara dan menentang. Tetapi, cerpen “Bukan Titisan Semar” berikut.
para dhemit di bukit itu telah bertekad
bulat untuk mengangkat Kaki Druhun Maka Kepala Desa Kadhun-
menjadi raja dhemit. Gambaran jati gmakmur itu jadilah seorang
diri Kaki Druhun tersebut secara mu- pemimpim berwajah dewa; na-
dah dikenali sebagai sebagian dari jati mun sayangnya: berhati setan. Di
diri Soeharto. Penamaan Bukit Druhun mimbarmimbar resmi, dia bisa
misalnya, adalah analogi dengan nama berkhotbah bak para dai. Di hada-
Bukit Soeharto; Kaki Druhun yang jatuh pan warga desa yang sedang ber-
tersangkut pohon kemuning adalah sedih, dia bisa menjadi penghibur.
simbolisasi kejatuhan Soeharto yang Dia bisa menjadi sangat dermawan,
masih terselamatkan oleh Golkar yang seperti halnya gembong lintah darat
yang tiba-tiba juga bisa menjadi yang ingin mereka ketahui Cuma
sangat dermawan, di hadapan para satu: apakah hari ini Paman Gober
wartawan dan kamera televisi. Pa- sudah mati. Setiap pagi mereka ber-
dahal, dia itu, tak kurang dan tak harap akan membaca berita kema-
lebih adalah bangsat! tian Paman Gober di halaman per-
Dengan otot-ototnya yang tama.
kekar, sesungguhnya dia teramat (Soeharto dalam Cerpen Indonesia,
lemah di hadapan wanita, terlebih 2001:25)
jika wanita itu adalah istrinya send-
iri. Dan di balik kedermawanannya, Pengungkapan dengan cara ironi
dia adalah seorang mahabajingan, dilakukan dengan menuturkan sesuatu
yang kadang membagikan secuil yang maknanya bertentangan atau tidak
dari hasil jarahannya kepada para ada kesesuaian antara apa yang dilaku-
korbannya. kan dan dikatakan dengan keadaan
Banyak warga desa yang me- yang sebenamya. Cara ini banyak diper-
nyadarinya, namun mereka masih gunakan dalam pengungkapan sesuatu
juga memaafkannya, karena se- dalam teks-teks kesastraan untuk men-
bagian besar di antara mereka telah dialogkan sesuatu dengan pembaca dan
pula termakan keyakinan bahwa dia pembaca pun dapat menerimanya den-
itu, Kepala Desa Kadhungmakmur, gan senyum-paham. Dengan demikian,
tak lain dan tak bukan adalah titisan dalam sebuah penuturan yang ironis
Kiai Semar. sekaligus terkandung kritik, kritik yang
(Soeharto dalam Cerpen disampaikan dengancara yang halus.
Indonesia,2001:56-7) Hal itu berbeda dengan cara sinisme,
yang dapat dipandang sebagai kelan-
Sinisme masyarakat akan “keaba- jutan ironi, yang mengandung kritik
dian” kepemimpinan Paman Gober, vulgar dan sarkastis sebagaimana di-
sedang mereka tidak berani bersuara, contohkan di atas. Dengan cara ironi
mengritik, apalagi menggugat, diwu- sesuatu yang dikritik terkesan lebih
judkan dengan penantian akan datang- “sopan” karena tidak secara langsung
nya kematiannya. Kematian paman menunjuk hidung. Namun, justru den-
Gober merupakan berita yang paling gan cara itu sesuatu yang sebenamya
ditunggu setiap hari. Hal itu adalah dimaksudkan akan memberikan kesan
bentuk sinisme yang paling memuncak yang lebih mendalam.
karena ekspresi yang lain dari warga Cerpen yang secara kuat mengung-
yang amat membenci tetapi tak berdaya kapkan sesuatu secara ironi adalah “Ba-
tidak lagi dimungkinkan. Jadi, yang ada pak Presiden yang Terhormat” (Agus
hanyalah menunggu, menunggu berita Noor) dan “Orang Besar” (Jujur Pranan-
kematian. Berita kematian adalah berita to). “Bapak Presiden yang Terhormat”
yang paling ditunggu. Sungguh, sebuah mengisahkan tokoh rakyat jelata, Peang,
ironi yang amat sinis. yang ingin mengadukan nasibnya yang
kena gusur di kampungnya kepada Ba-
Semua bebek menunggu kema- pak Presiden. Peang memperoleh gam-
tian paman Gober. Tiada lagi yang baran presiden sebagaimana yang ser-
bisa dilakukan selain menunggu- ing dilihatnya di televisi tetangga: tokoh
nunggu saat itu. Setiap kali pen- yang amat ramah, senyum yang me-
duduk Kota Bebek membuka koran, nyejukkan, kebapakan, yang mau men-
jawab berbagai pertanyaan dan keluhan “Groot Majoor” Prakosa, seorang veter-
petani seperti dalam Klompencapir, an perang kemerdekaan. Mbah Prakosa
yang mempertemukan presiden den- kemudian bercerita seputar perang ke-
gan para petani seluruh tanah air, dan merdekaan yang intinya adalah perjuan-
lain-lain yang serba baik. Dengan citra gan yang akan dicapai harus dilakukan
seperti yang diperolehnya itu, Peang ya- berdasarkan cara-cara konstitusional,
kin Bapak Presiden pasti mau menerima bukan dengan cara liar. Segala sesuatu
aduannya lewat surat yang dibawanya. dapat dibicarakan, dimusyawarahkan
Tetapi, fakta menunjukkan lain. Ia mus- lewat sidang parlemen sehingga se-
tahil dapat menemuinya untuk mem- galanya mempunyai kerangka kerja
berikan surat. Semua orang sebenarnya yang jelas. Cerita Mbah Prakosa tersebut
sudah tahu hal itu, namun di sinilah sebenarnya berupa sindiran kepada para
letak ironinya. Gambaran yang tentang demonstran yang lebih mengutamakan
presiden yang diperolehnya lewat tele- gerakan “liar” dan mengesampingkan
visi itu sama sekali menyesatkan, tak cara-cara konstitusional, misalnya lewat
ada sama sekali senyum keramahan dan sidang istimewa DPR/MPR. Pada prin-
sikap kebapakan. Artinya, keadaan itu sipnya cara damai yang konstitusional
ironis sekali. mestinya yang diutamakan, bukan den-
Pengungkapan aspek keSoeharto- gan cara demonstrasi yang amat marak
an yang berikutnya adalah dengan cara saat menjelang kejatuhan Soeharto. Ma-
dialektis. Cara pengungkapan sesuatu hasiswa pendemo yang mendengarkan
lewat dialektis adalah cara yang intelek- cerita Mbah Prakosa pun mau mengerti.
tual, yaitu dengan menyodorkan per- Jadi, dengan berpikir secara dialektis itu
masalahan untuk dikemudian dipecah- berbagai persoalan dipikirkan penyele-
kan. Permasalahan yang dimaksud saiannya, termasuk penyelesaian peris-
diungkapkan lewat dialog atau cerita, tiwa Soeharto yang panen demonstrasi
lewat penalaran, dan kemudian menga- kala itu.
jak kita untuk memikirkan bagaimana
seharusnya menyikapi persoalan terse- D. Kesimpulan
but. Cara berpikir dialektis menurut (1) Dari ke-17 buah cerpen yang dimuat
Hegel misalnya, berpandangan bahwa dalam buku kumpulan cerpen Soe-
selalu ada pertentangan dari dua per- harto dalam Cerpen Indonesia, editor
soalan yang menimbulkan adanya hal M. Shoim Anwar (2001), ke-15 di
lain. Jadi, cara berpikir dialektis men- antaranya secara jelas mengandung
gandaikan adanya dua persoalan yang aspek ke-Soeharto-an, sedang dua
bertentangan untuk kemudian ditemu- buah yang lain kurang secara jelas
kan sesuatu yang dua hal tersebut. mengandung aspek tersebut. Pen-
Cerpen yang menampilkan cara gungkapan aspek ke-Soeharto-an,
dialektis hanya ditemukan dalam yang dimaksudkan sebagai halhal
“Saran ‘Groot Majoor’ Prakosa” (YB. yang menunjukkan jati diri Soehar-
Mangunwijaya). Cerpen ini mengisah- to, dalam cerpen-cerpen itu ditemu-
kan perjuangan para mahasiswa yang kan lewat berbagai hal, yaitu lewat:
berdemonstrasi menuntut turunnya (i) bentuk personifikasi baik secara
Soeharto dari kekuasaannya dan mer- fisik, karakter, maupun tingkah laku
eka dikejar-kejar aparat keamanan. Da- verbal dan nonverbal, (ii) strategi
lam pelarian menghindari aparat para pemerintahan dan perekonomian,
demonstran bersembunyi di rumah atau berbagai kebijakan semasa