ID Analisis Penentuan Rafaksi Dan Pengaruhn

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 16

ANALISIS PENENTUAN RAFAKSI DAN PENGARUHNYA

TERHADAP PILIHAN SALURAN PEMASARAN PETANI


UBI KAYU DI KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

Kusmaria1), Ratna Winandi Asmarantaka2), dan Harianto2)


1)
Program Magister Sains Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen,
Institut Pertanian Bogor
2)
Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
1)
ndukncus@gmail.com

ABSTRACT
Cassava becomes an important commodity in Indonesia because Indonesia is one of the major
producer of cassava in the world. Besides exporting cassava, in fact Indonesia also imported
cassava in large quantities. Altough the price of cassava was increasing in Lampung but the
production and harvested area were decreasing, moreover factory and trader also set rafaksi
on cassavas sold by farmers. Rafaksi is a penalties quantity to assess the quality of cassava
farmers. Cassava marketing channels play role in determining the price and rafaksi that
received by farmers. The aims of this research are (1) to analyze mechanism of determining
rafaksi (2) to analyze price received by farmers’ after obtained rafaksi (3) analyze influence
rafaksi to choice of marketing channels cassava farmers in Central Lampung Regency. Primary
data were collected rendomly from 74 respondents. Data were analyzed by describe, correlation
and binary logistic regression. The results showed that in the perception of farmers,
determination of cassava rafaksi determined by several criteria such as the age of harvest,
varieties, aci levels and the amount of dirt but not obtained a measure to ensure that criteria
and only use the visual observation. The results of correlation analysis showed that there was
no statistically significant connection between harvest time and the varieties of cassava with
rafaksi of cassava which received by farmers. The result of binary logistic regression analysis
showed that rafaksi loan significantly affected the choice of marketing channels.
Keyword(s): cassava, rafaksi, choice of marketing channels

ABSTRAK
Ubi kayu menjadi komoditas penting di Indonesia mengingat Indonesia merupakan salah satu
produsen utama ubi kayu di dunia. Selain mengekspor ubi kayu, kenyataanya Indonesia juga
mengimpor ubi kayu dalam jumlah yang besar. Meskipun harga ubi kayu yang meningkat di
Provinsi Lampung tetapi produksi dan luas areal panen ubi kayu justru menurun, mengingat
pabrik dan pedagang juga menetapkan rafaksi pada hasil panen yang dijual petani. Rafaksi
merupakan potongan berat atau penalti kuantitas untuk menilai kualitas ubi kayu petani. Saluran
pemasaran ubi kayu berperan dalam menentukan harga dan rafaksi yang diterima oleh petani.
Tujuan penelitian ini adalah (1) menganalisis penentuan rafaksi ubi kayu (2) harga ubi kayu
yang diterima petani setelah adanya rafaksi (3) menganalisis pengaruh rafaksi pada pilihan
saluran pemasaran petani ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah. Data primer diperoleh dari
74 responden yang ditentukan secara random. Data dianalisis dengan analisis deskriptif, korelasi
dan regresi logistik biner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa menurut persepsi petani,
penentuan rafaksi ubi kayu ditentukan melalui beberapa kriteria seperti usia panen, varietas,
kadar aci dan banyaknya kotoran namun tidak diperoleh alat ukur untuk memastikan kriteria
tersebut dan hanya menggunkan pengamatan secara visual. Analisis korelasi menunjukkan

129
Kusmaria, Ratna Winandi Asmarantaka, dan Harianto

bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata antara usia panen dan varietas ubi kayu dengan
rafaksi ubi kayu yang diterima petani. Analisis regresi logistik biner menunjukkan bahwa
terdapat pengaruh yang nyata antara rafaksi dengan pilihan saluran pemasaran petani ubi kayu.
Kata Kunci: ubi kayu, rafaksi, pilihan saluran pemasaran

PENDAHULUAN Sementara itu produksi ubi kayu


Ubi kayu merupakan tanaman lokal Indonesia cukup fluktuatif, mengalami
daerah tropis yang merupakan sumber peningkatan dan penurunan selama lima
pangan alternatif dengan kandungan gizi tahun terakhir, bahkan tahun 2013, 2014
relatif sama dengan beras atau gandum. dan 2015 produksi ubi kayu Indonesia
Ubi kayu berperan cukup besar dalam terus mengalami penurunan (BPS, 2016).
mencukupi pangan nasional, bahan pakan Hal ini tentu mengancam ketersediaan ubi
(ransum) ternak dan bahan baku berbagai kayu di dalam negeri.
industri seperti tekstil, kertas, perekat dan Provinsi Lampung merupakan
farmasi. Beberapa negara bahkan telah pengahasil ubi kayu utama di Indonesia
mengembangkan ubi kayu sebagai yang menjadi andalan pemasok ubi kayu
sumber bahan bakar energi alternatif nasional dan ekspor. Dari lima provinsi
(biofuel). penghasil utama ubi kayu yaitu, Jawa
Indonesia menjadi produsen utama Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah dan
ubi kayu di dunia dengan produksi Sumatra Utara, Lampung memiliki luas
mencapai 23 juta ton pada tahun 2014 dan panen dan produksi ubi kayu terbesar
produktivitas mencapai 23.36 ton/ha (BPS, 2016). Sebagian besar ubi kayu di
(BPS, 2016). Bersama Negara-negara Lampung diolah menjadi tepung tapioka
lain seperti Nigeria (produksi 54 juta ton), dengan pengguna utama produk ubi kayu
Kongo (produksi 15 juta ton), Brazil segar adalah industri tapioka. Zakaria
(produksi 23 juta ton), Thailand (produksi (2000) dan Sugino et al (2009)
30 juta ton) dan menguasai 95 persen luas menyebutkan bahwa struktur pasar ubi
panen (FAO, 2016) dengan jenis produk kayu di tingkat pabrik dan tapioka di
ubi kayu yang diekspor ke luar negeri Lampung memiliki struktur yang
adalah gaplek dan pati ubi kayu (Saliem cenderung oligopsoni dengan monopsony
dan Sri, 2011). Selain menjadi power yang lemah. Kondisi pasar yang
pengekspor, pada kenyataannya Indone- demikian menyebabkan pabrik ubi kayu
sia juga mengimpor ubi kayu dalam mempunyai kelebihan dalam price
bentuk pati ubi kayu dengan Negara control dan menetukan harga.
pengimpor utama pada tahun 2015 adalah Selama sepuluh tahun terkahir dari
Thailand dan Vietnam (Kementan, 2016). tahun 2003 sampai 2013, harga ubi kayu
Konsumsi ubi kayu di Indonesia masih di Lampung meningkat dari Rp 306/kg
cukup tinggi, yaitu 24.044.000 ton pada menjadi Rp 1.001/kg (Dinas Pertanian
tahun 2011 dan angka ini terus meningkat Provinsi Lampung, 2014) namun
setiap tahunnya (Pusdatin, 2012). ironisnya dalam lima tahun terakhir
130
Analisis Penentuan Rafaksi dan Pengaruhnya…

produksi dan luas lahan ubi kayu di pedagang. Rafaksi sangat subyektif
Lampung justru menurun (BPS, 2016). ketika petani tidak dapat menduga nilai
Hal ini menunjukkan bahwa harga ubi rafaksi karena penentuan rafaksi
kayu belum mampu menjadi insentif bagi sebaiknya menjadi kesepakatan kedua
petani untuk meningkatkan produksinya belah pihak dan kedua belah pihak
atau beralih pada komoditas lain yang memiliki pengatahuan yang sama tentang
dianggap lebih menguntungkan. cara penentuannya. Jika hal ini tidak
Harga yang diterima petani masih dilakukan secara transparan, dikhawatir-
tergolong rendah bila mempertimbang- kan petani ubi kayu terus merasa
kan adanya rafaksi kuantitas yang dirugikan seperti pada penentuan
nilainya cukup besar pada hasil panen rendemen petani tebu oleh pabrik yang
yang dijual petani sehingga membuat juga dianggap merugikan petani.
sistem pemasaran ubi kayu tidak efisien. Keputusan memilih saluran pe-
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa masaran merupakan keputusan penting
Indonesia, rafaksi berarti pemotongan dalam manajemen pemasaran (Kotler
(pengurangan) terhadap harga barang 1997). Lebih lanjut Kotler dan Keller
yang diserahkan karena mutunya lebih (2009) menyebutkan bahwa saluran yang
rendah daripada, namun pada ubi kayu dipilih mempengaruhi keputusan pe-
merupakan pemotongan terhadap berat masaran lainnya, seperti keputusan
barang. Sehingga pada ubi kayu rafaksi terhadap harga. Pada ubi kayu saluran
merupakan sistem potongan berat atau pemasaran tidak hanya berperan terhadap
penalti kuantitas untuk menilai kualitas harga yang diterima tetapi juga terhadap
ubi kayu petani. Rafaksi menjadi loss rafaksi yang diperoleh petani. Chirwa
(kerugian) yang menyebabkan ber- (2009) menyatakan bahwa setiap saluran
kurangnya berat timbangan hasil panen pemasaran menawarkan pilihan harga
ubi kayu petani yang dijual. Akiyama dan yang berbeda dan pelayanan penjualan
Akihiko (1996) menyebutkan bahwa yang berbeda pula, yang menentukan
dalam penentuan rafaksi ubi kayu di petani dalam memilih saluran pemasaran.
Lampung, petani tidak diizinkan untuk Penelitian ini bertujuan untuk meng-
melihat proses penentuannya, seperti analisis mekanisme penentuan rafaksi,
kadar aci dan kemurnian ubi, termsuk harga ubi kayu yang diterima petani
juga proses penimbangan. setelah adanya rafaksi dan pengaruh
Sagala (2011) menyebutkan bahwa rafaksi terhadap pilihan saluran
pabrik melihat kualitas ubi kayu dari pemasaran yang digunakan oleh petani
kadar aci ubi kayu, jenis varietas ubi ubi kayu, dan di Kabupaten Lampung
kayu, usia panen dan banyaknya kotoran Tengah.
atau materi lain yang terbawa pada saat
panen ubi kayu. Permasalahannya adalah METODE PENELITIAN
selama ini petani tidak memiliki Penelitian ini dilakukan di
pengetahuan yang baik mengenai Kabupaten Lampung Tengah. Pemilihan
penentuan rafaksi oleh pabrik atau lokasi dilakukan dengan sengaja

131
Kusmaria, Ratna Winandi Asmarantaka, dan Harianto

𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 =
(purposive) dengan pertimbangan bahwa
Kabupaten Lampung Tengah merupakan ℎ𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 × ((100% − 𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟) × 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 )
𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡
sentra produksi ubi kayu di Lampung.
dimana :
Kemudian dipilih kecamatan yang Rafaksi = persen (%)
memiliki produksi dan luas lahan terbesar
yaitu Kecamatan Bandar Mataram, Analisis regresi logistik biner
selanjutnya dipilih Desa Mataram Udik, digunakan untuk melihat pengaruh
Desa Terbanggi Ilir dan Desa Mataram rafaksi terhadap pilihan saluran
Jaya sebagai lokasi pengambilan sampel. pemasaran karena variabel dependen
Pelaksanaan penelitian dilakukan bulan yang dihadapi adalah variabel kategorik
Maret sampai Juni 2015. yang berjumlah dua. Adapun pilihan
Jenis data yang digunakan adalah saluran pemasaran yang dihadapi oleh
data primer berupa data cross section petani ubi kayu meliputi saluran
yang diperoleh melalui wawancara pemasaran melalui pabrik dan lembaga
langsung dengan responden ubikayu lain selain pabrik. Selain itu dimasukkan
menggunakan kuisioner. Data sekunder juga faktor-faktor lain yang juga
diperoleh dari Badan Pusat Statistik, dianggap mempengaruhi petani dalam
Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan memilih saluran pemasaran. Persamaan
Hortikultura Provinsi Lampung, Balai yang dibentuk adalah sebagai berikut :
Penyuluhan Partanian Kecamatan Bandar
Mataram, dan berbagi tesis, disertasi, g (x) = β 0 + β 1 X 1 + β 2 X 2 + β 3 X 3 +
serta jurnal yang relevan dengan β4X4+ β5X5+ β6X6+ β7X7
penelitian. Metode pengambilan sampel Keterangan :
dilakukan dengan cara simple random g (x) = saluran pemasaran, 1 untuk saluran pemasaran
pabrik dan 0 untuk saluran lembaga pemasaran
sampling, dengan jumlah total responden selain pabrik.
adalah 74 responden. β = konstanta
X 1 = Harga jual (Rp/kg)
Pada penelitian ini informasi X 2 = Jumlah hasil panen (Kg)
kualitas ubi kayu hanya melalui persepsi X 3 = Jarak ladang ke pembeli (km)
X 4 = Lama pendidikan (Tahun)
petani dan tidak menghimpun informasi X 5 = Rafaksi (persen)
dari pabrik atau pedagang karena sulitnya X 6 = Usia panen (bulan)
X 7 = Ada pinjaman modal (dummy, 1 = ya, 0 = tidak)
akses memperoleh data. Mekanisme
penentuan rafaksi akan dijawab melalui
HASIL DAN PEMBAHASAN
analisis deskriptif. Selain itu untuk
Karakteristik Responden Petani Ubi
mempertajam dalam pendeskripsian,
Kayu
dilakukan analisis korelasi untuk melihat
Rata-rata responden memiliki usia
hubungan antara varietas ubi kayu dengan
antara 15 – 64 tahun yang menunjukkan
rafaksi dan usia panen dengan rafaksi.
bahwa responden berada pada usia
Perhitungan harga yang diterima petani
produktif. Sebagian besar responden
setelah adanya rafaksi menggunakan
memiliki tingkat pendidikan sekolah
rumus:
dasar yang menunjukkan bahwa tingkat

132
Analisis Penentuan Rafaksi dan Pengaruhnya…

pendidikan petani ubi kayu masih rendah. kayu yang lebih baik daripada yang
Tingkat pendidikan akan berpengaruh berpengalaman lebih sedikit. Rata-rata
pada respon inovasi teknologi serta pengalaman bertani responden antara 10
penguasaan informasi. – 20 tahun. Rata-rata responden memiliki
Selain tingkat pendidikan, penga- jumlah tanggungan keluarga antara 4 – 6
laman juga memiliki pengaruh, orang. Pada petani kecil jumlah
pengalaman yang lebih banyak dan lebih tanggungan keluarga menunjukkan
lama mengusahakan ubi kayu diharapkan ketersediaan tenaga kerja dalam keluarga
memberikan tambahan pengetahuan dan dan juga banyaknya alokasi anggaran
informasi mengenai pengusahaan ubi

Tabel 1. Karakteristik Petani Ubi Kayu di Kabupaten Lampung Tengah Tahun


2015
No Karakteristik Responden Jumlah (jiwa) Persentase (%)
1. Berdasarkan Usia (tahun)
a. <15 0 0,00
b. 15 – 64 69 93,24
c. >64 5 6,75
2. Berdasarkan Pendidikan
a. Tidak Sekolah ( 4 5,40
b. SD 39 52,71
c. SMP 11 14,86
d. SMA/SMK 19 25,67
e. S1 1 1,35
3. Berdasarkan Bertani (tahun)
a. <10 7 9,45
b. 10 – 20 38 51,35
c. 21 – 30 17 22,97
d. 31 – 40 7 9,45
e. >40 5 6,75
4 Jumlah Tanggungan Keluarga (Orang)
a. ≤ 3 27 36,48
b. 4 - 6 44 59,45
c. ≥ 7 3 4,05

5 Pekerjaan Utama
a. Petani 64 86,48
b. Bukan Petani 10 13,51

6 Luas Lahan (m2)


a. ≤5.000 26 35,13
b. 5.001 – 10.000 21 28,37
c. ≥10.000 27 36,84
7 Status Kepemilikan Lahan
a. Milik sendiri 64 86,48
b. Sewa 1 1,35
c. Milik sendiri&sewa 9 12,16

133
Kusmaria, Ratna Winandi Asmarantaka, dan Harianto

yang diberikan untuk keluarga dari pada komoditas beras yang tertuang
kegiatan berusahatani. dalam tabel rafaksi harga pembelian
Sebagian besar responden bermata gabah dan beras yang dikeluarkan oleh
pencaharian sebagai petani, yang me- Kemeterian Pertanian. Sementara untuk
nunjukkan bahwa petani akan mem- komoditas yang lainnya belum ada aturan
fokuskan pekerjaan atau sumberdayanya standar yang tepat untuk pengukuran
untuk berusaha tani ubi kayu. Sementara kualitas komoditas-komoditas tersebut,
itu jumlah responden berdasarkan luas termasuk ubi kayu.
lahan memiliki komposisi yang hampir Selama ini penentuan rafaksi lebih
berimbang antara berlahan sempit, didominasi oleh keputusan pabrik dan
sedang dan luas. Semakin luas lahan yang pedagang dengan melihat varietas, usia
dimiliki, diduga petani akan semakin panen, kadar aci dan kotoran atau materi
komersial dala mengusahakan lahannya. lain yang terbawa pada saat panen yang
Dan berdasarkan status kepemilikan sangat sedikit adanya keterbukaan dalam
lahan, sebagian besar petani memiliki penetapannya. Cara penentuan rafaksi
sendiri lahan yang digunakannya untuk bagi petani menjadi sesuatu yang di-
berusahatani. Dengan demikian keun- rahasiakan oleh pabrik atau pedagang dan
tungan dalam kegiatan usahatani lebih tidak bisa diprediksikan oleh petani serta
dapat dimaksimalkan. terkesan sangat subyektif. Penentuan
rafaksi seharusnya menjadi kesepakatan
Mekanisme Penentuan Rafaksi kedua belah pihak, dan kedua belah pihak
Rafaksi berarti pemotongan (pe- memiliki pengatahuan yang sama tentang
ngurangan) terhadap harga barang yang cara penentuannya.
diserahkan karena mutunya lebih rendah Perbedaan persepsi terhadap kualitas
daripada contohnya atau karena meng- ubi kayu dalam proses jual beli ubi kayu
alami kerusakan dalam pengirimannya. menyebabkan pendataan mengenai
Pada ubi kayu rafaksi diberlakukan dalam kualitas ubi kayu yang ditransaksikan
bentuk potongan (pengurangan) terhadap menjadi sulit. Petani ubi kayu tidak
berat ubi kayu petani yang dijual kepada memiliki pengetahuan yang baik
pembeli. Misalkan petani menjual hasil mengenai bagaimana penentuan rafaksi
panen sebanyak 7.260 kg, lalu pabrik oleh pabrik atau pedagang. Antara petani,
menetapkan rafaksi sebesar 14 persen, pedagang dan pabrik juga memiliki
sehingga berat yang dibayarkan oleh persepsi yang berbeda dalam menilai
pabrik hanya sebanyak 6.240 kg ubi kayu kualitas ubi kayu. Kriteria yang menjadi
dan sisanya sebanyak 1.020 kg dianggap nilai kualitas ubi kayu terkadang tidak
sebagai rafraksi. Beberapa komoditas bisa dijelaskan secara terukur oleh pabrik,
pertanian, istilah rafaksi sering digunakan pedagang, maupun petani, dan hanya
untuk menilai kualitas beras, jagung, tebu diperoleh kriteria yang pasti yaitu dalam
dan ubi kayu. Namun penilaian kualitas hal varietas dan usia panen. Sementara itu
yang telah memiliki acuan standarisasi untuk kriteria kotoran dan materi lain
dengan baik untuk rafaksi hanya terdapat yang terbawa saat panen, seperti bonggol,

134
Analisis Penentuan Rafaksi dan Pengaruhnya…

Tabel 2. Kriteria Penentuan Kualitas Ubi kayu secara Visual Berdasarkan


Persepsi Petani
No Kriteria Derajat Kualitas
1 Usia panen >8 bulan
2 Varietas Casesart
3 Bonggol atau batang Terpotong rapi
4 Tanah atau kotoran Sedikit

tidak diperoleh alat ukur untuk pedagang dan pabrik memiliki persepsi
mengukurnya dan hanya menggunakan yang berbeda-beda dalam menafsirkan
pengamatan dengan menggunakan kriteria “banyak”, “sedang” ataupun
penglihatan (secara visual). Kriteria kadar “sedikit” nya. Bahkan bila panen ubi kayu
aci diklaim diukur melalui alat yang dilakukan di musim kemarau nilai rafaksi
dimiliki oleh pabrik, namun bagaimana bisa turun karena kotoran pada ubi kayu
pengukuran dan cara mengetesnya tidak dianggap lebih sedikit, dan sebaliknya
pernah diketahui oleh petani. Sementara pada musim hujan rafaksi bisa naik
pedagang tidak memiliki kemampuan karena dianggap kotoran pada ubi kayu
dalam mengukur kriteria kadar aci. Pada lebih banyak.
level pabrik beberapa sumber menyebut- Hasil pengujian secara statistik
kan adanya penambahan penilaian mengenai hubungan antara usia panen
kualitas ubi kayu yaitu diameter ubi kayu dan rafaksi. Diperoleh nilai r (korelasi)
dan kadar kelayuan atau kebusukan. Hasil sebesar 0,186 dan tanda pada nilai r
kajian menunjukkan kriteria visual yang menunjukkan negatif, serta tidak
digunakan untuk menentukan kualitas diperoleh hasil secara nyata (Tabel 3).
(Tabel 2). Nilai ini berarti bahwa hubungan antara
Baik petani, pedagang dan pabrik usia panen dan rafaksi sangat lemah
hanya memiliki kesamaan dalam karena nilai r kurang dari 0,200 (Pratisto,
pengukuran kualitas usia panen yaitu ubi 2009). Koefisien korelasi bertanda
kayu berusia diatas 8 bulan. Begitu juga negatif (-) yang berarti terdapat hubungan
dengan varietas ubi kayu. Petani, negatif antara usia panen dan rafaksi,
pedagang dan pabrik memiliki persamaan yaitu semakin tinggi usia maka rafaksi
pengetahuan bahwa varietas casesart akan semakin kecil dan sebaliknya.
dinilai memiliki kadar aci yang lebih Namun nilai peluang pada hasil pengujian
tinggi dibandingkan ubi kayu varietas lain ini sebesar 0,138 yang berarti tidak
seperti BW atau Adira. Sementara untuk signifikan. Hubungan antara varietas ubi
kotoran dan bonggol, baik petani, kayu dan rafaksi diperoleh nilai r

Tabel 3. Korelasi Antara Rafaksi dengan Usia Panen dan Rafaksi dengan Varietas
Usia Varietas
Rafaksi Pearson correlation -0.186 -0.073
P value 0.138 0.565

135
Kusmaria, Ratna Winandi Asmarantaka, dan Harianto

(korelasi) sebesar 0,073 dan tanda pada Petani dengan luas lahan dan hasil panen
nilai r menunjukkan negatif, serta hasil besar bisa melakukan tawar menawar
pengujian yang tidak nyata. Nilai r pada dengan pabrik terkait jumlah rafaksi yang
hasil pengujian berarti bahwa hubungan akan diberikan pabrik pada hasil panen
antara varietas dan rafaksi adalah sangat mereka, namun hal ini tidak berlaku pada
lemah, karena nilai r kurang dari 0,200. petani dengan luas lahan dan hasil panen
Koefisien korelasi bertanda negatif (-) kecil. Hal ini semakin menunjukkan
yang berarti terdapat hubungan negatif bahwa penentuan rafaksi sangat subyektif
antara varietas ubi kayu dan rafaksi, yaitu dan tidak bergantung pada kondisi
rafaksi akan semakin kecil apabila obyektif sesuai kualitas ubi kayu petani.
varietas ubi kayu yang dijual petani Apabila kondisi praktik pasar yang tidak
adalah jenis casesart dan semakin besar transparan ini terus berlangsung, dan
bila varietas ubi kayu yang dijual petani tidak ada tindak lanjut dari pemerintah,
bukan casesart. Varietas ubi kayu maka dikhawatirkan dikemudian hari
dinyatakan dengan dummy, dimana petani ubi kayu akan beralih pada
dummy =1 adalah varietas ubi kayu komoditas lain yang dianggap lebih
casesart, dan dummy = 0 adalah varietas menguntungkan dan mengancam keter-
ubi kayu selain casesart. Hasil ini sediaan ubi kayu di dalam negeri hingga
menegaskan bahwa hubungan antara ketergantungan pada impor lebih tinggi.
varietas dan rafaksi tidak diperoleh hasil
secara nyata. Harga Ubi Kayu yang Diterima Petani
Adanya perbedaan kualitas dan Setelah Adanya Rafaksi
kriterianya berdasarkan persepsi petani, Harga ubi kayu di Lampung tidak
pedagang maupun pabrik, menunjukkan menjadi satu-satunya sinyal keuntungan
adanya informasi yang asimetris antara bagi petani, tetapi juga rafaksi. Ketika
ketiganya dan cenderung merugikan harga tinggi tetapi rafaksi yang diperoleh
petani dalam bertransaksi. Keterbatasan juga tinggi, maka petani akan merasa
informasi yang dimiliki petani mengenai dirugikan, terlebih lagi pada saat harga
penentuan rafaksi menyebabkan rasio- rendah. Perhitungan mengenai harga ubi
nalitas petani menjadi terbatas (bounded kayu yang diterima oleh petani sangat
rationality) dan pasrah menghadapi penting guna mengetahui harga ubi kayu
lingkungan pemasaran ubi kayu yang yang sebenarnya, bukan harga yang
demikian. Meminjam istilah Hayami dan dijanjikan oleh pabrik atau pedagang
Kikuchi (1981) dalam Sisfahyuni (2011) sebelum mereka memberikan rafaksi
kepasrahan tersebut masih dalam lingkup pada hasil panen yang dijual petani.
rasionalitas (yang terbatas), rasional ala Petani ubi kayu di Kabupaten Lampung
petani. Tengah menjual ubi kayu melalui
Selama ini hanya sedikit petani yang beberapa saluran pemasaran yang
bisa melakukan upaya negoisasi terkait menawarkan harga yang berbeda-beda
dengan penentuan rafaksi terutama petani juga. Setelah dilakukan perhitungan
dengan luas lahan dan hasi panen besar. terhadap harga ubi kayu yang diterima

136
Analisis Penentuan Rafaksi dan Pengaruhnya…

Tabel 4. Harga yang Diterima Petani Setelah Adanya Rafaksi


Lembaga pemasaran Harga yang dijanjikan Harga yang diterima
Pabrik 1.097 947
Lapak 1.018 843
Pemborong 900 900
Supir truk 1.008 837
Mitra 973 861

petani, maka diperolehlah harga petani untuk beralih pada komoditas lain
sebenarnya seperti yang tercantum pada yang dinggap lebih menguntungkan.
Tabel 4.
Dari tabel 4 diperoleh harga yang Pengaruh Rafaksi pada Pilihan
diterima oleh petani dibawah dari harga Saluran Pemasaran
yang dijanjikan oleh pembeli akibat Rafaksi menjadi salah satu hal yang
adanya rafaksi. Hal ini menunjukkan mempengaruhi petani dalam memilih
bahwa adanya rafaksi memberikan saluran pemasaran hasil panennya.
pengurangan terhadap harga yang dijanji- Informasi rafaksi yang diperoleh petani
kan. Sehingga harga yang diterima petani lain dalam menjual ubi kayu pada suatu
ini seharusnya yang menjadi harga yang lembaga pemasaran menjadi sinyal bagi
sebenarnya untuk menjadi informasi petani untuk memilih saluran pemasaran
pasar mengenai harga ubi kayu di meskipun petani belum mengetahui
Kabupaten Lampung Tengah. Harga yang berapa rafaksi yang akan diperolehnya
diterima petani ini akan menggambarkan saat menjual ubi kayu nanti. Dengan
keuntungan petani ubi kayu yang demikian risiko ketidak-pastian masih
sesungguhnya, bahwa ternyata harga ubi dihadapi petani sebelum menjual ubi
kayu masih di bawah Rp 1.000/kg kayu karena nilai rafaksi yang diperoleh
sehingga keuntungan yang diterima juga diketahui setelah menjual ubi kayu.
relatif kecil. Meskipun petani tidak Namun demikian infornasi rafaksi di awal
melakukan perhitungan ini, namun petani sebelum menjual ubi kayu yang diperoleh
dapat merasakan bahwa adanya rafaksi petani dari petani lain atau pedagang
membuat keuntungan berkurang diban- mampu membuat petani mempertim-
dingkan dengan keuntungan yang bangkan kemana ubi kayu yang
diharapkan ketika menaruh ekspektasi dimilikinya akan dijual.
pada harga yang dijanjikan oleh pembeli Dalam menjual hasil panennya,
sebelum ada rafaksi. Hal ini kemudian petani ubi kayu di Kabupaten Lampung
diduga membuat petani enggan untuk Tengah memiliki empat lembaga pe-
meningkatkan produktivitas ubi kayunya masaran sebagai alternatif dalam
mengingat penentuan rafaksi ubi kayu menyalurkan produknya, yaitu pabrik,
oleh pembeli juga tidak dilakukan dengan lapak, pemborong, supir truk dan mitra.
benar, bahkan dapat menjadi penyebab Pada penelitian ini pilihan lembaga
pemasaran hanya dibedakan menjadi dua,

137
Kusmaria, Ratna Winandi Asmarantaka, dan Harianto

yaitu pabrik dan selain pabrik. Hal ini saluran pemasaran secara signifikan pada
untuk membedakan perilaku lembaga taraf nyata hingga 10 persen. Sedangkan
pemasaran yang melakukan fungsi lama jarak, pendidikan dan usia panen
utamanya dalam kegiatan fungsi tidak signifikan dalam mempengaruhi
pengolahan ubi kayu (pabrik) dan fungsi pilihan saluran pemasaran yang
jual beli (lapak, pemborong, supir truk dilakukan oleh petani ubi kayu di
dan mitra). Hasil analisis regresi logistik Kabupaten Lampung Tengah. Model
biner mengenai faktor-faktor yang yang dihasilkan memiliki R-square
mempengaruhi pilihan saluran pemasaran sebesar 73,2 persen yang ditunjukkan
petani ubi kayu di Kabupaten Lampung oleh nilai Negalkerke R square, yang
Tengah ditunjukkan pada tabel 5. tergolong cukup tinggi untuk data cross
Petani ubi kayu di Kabupaten section. Angka ini berarti, sebesar 73,2
Lampung Tengah dalam memilih saluran persen keragaman data tujuan pilihan
pemasaran, diduga dipengaruhi oleh saluran pemasaran ubi kayu dapat
faktor-faktor seperti harga, jumlah hasil dijelaskan oleh faktor-faktor yang
panen, jarak, usia panen, tingkat mempengaruhi petani ubi kayu,
pendidikan, rafaksi atau potongan berat sedangkan sisanya dipengaruhi oleh hal-
sampai adanya pinjaman modal yang hal yang tidak dijelaskan oleh model.
diberikan oleh lembaga saluran Variabel rafaksi memiliki nilai
pemasaran. Hasil pendugaan koefisien koefisien bertanda positif dan odds ratio
model regresi logistik faktor-faktor yang sebesar 8.742,012. Nilai ini bermakna
mempengaruhi pilihan saluran pemasaran bahwa setiap kenaikan atau perbedaan
petani ubi kayu di Kabupaten Lampung satu persen rafaksi, maka peluang petani
Tengah didapatkan bahwa variabel harga, untuk memilih tujuan penjualan ke pabrik
jumlah panen, rafaksi dan adanya pin- lebih besar 8.742,012 kalinya dari
jaman modal mempengaruhi pemilihan peluang untuk memilih tujuan penjualan

Tabel 5. Uji Wald (Parsial) Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Pilihan


Saluran Pemasaran
Variabel Parameter P value Exp (B) atau
Dugaan Odds Ratio
Rafaksi 9.076* .089 8742.012
Harga .012** .010 1.012
Jumlah Panen .000* .040 1.000
Jarak .238 .119 1.268
Pendidikan .086 .584 1.089
Usia -.031 .921 0.970
Pinjaman modal -22.670* .069 0.000
(1=ada 0=tidak ada)
Intersep -16.052 .010 0.000
Negalkerke R square 0.732
**berpengaruh nyata pada α = 0.01, *berpengaruh nyata pada α = 0.1

138
Analisis Penentuan Rafaksi dan Pengaruhnya…

ubi kayu ke lembaga selain pabrik. memilih tujuan penjualan ubi kayu ke
Peluang ini sangat besar bila lembaga selain pabrik. Semakin tinggi
dibandingkan dengan peluang pada harga jual ubi kayu yang ditetapkan oleh
variabel lain, yang berarti rafaksi sangat pabrik maka petani akan cenderung untuk
berperan penting dalam mempengaruhi memilih menjual ubi kayu pada pabrik.
pilihan saluran pemasaran petani. Harga bagi sebagian petani merupakan
Nilai rafaksi yang semakin tinggi sinyal utama untuk memilih saluran
akan membuat petani lebih memilih pemasaran ubi kayunya. Pabrik
untuk menyalurkan produknya pabrik memberikan harga yang lebih baik jika
dibandingkan dengan lembaga pemasaran dibandingkan dengan lembaga lain,
selain pabrik. Kondisi ini dimungkinkan seperti tercantum pada Tabel 4.
karena lembaga lain selain pabrik (dalam Pabrik tidak jarang juga memberikan
hal ini lapak) tidak memberikan alternatif harga yang dinilai rendah oleh petani
rafaksi yang lebih baik dalam artian lebih terutama pada saat keadaan ubi kayu
rendah nilai rafaksinya. Tingkat rafaksi melimpah atau panen raya. Namun
yang tinggi di level pabrik justru akan lembaga pemasaran yang lain juga
diikuti dengan rafaksi yang lebih tinggi ternyata tidak mampu memberikan
lagi di level pedagang karena pedagang alternatif harga yang lebih baik dari
merupakan bagian perpanjangan tangan pabrik mengingat terkadang mereka juga
dari pabrik. merupakan bagian perpanjangan tangan
Menjual ubi kayu ke pabrik lebih dari pabrik. Hal ini membuat petani
menguntungkan menurut petani karena merasa dirugikan. Sebaliknya pada saat
lebih memberikan kepastian dalam hal stok ubi kayu berkurang dan hanya
penentuan rafaksi yang lebih baik. sedikit petani yang panen ubi kayu maka
Mengingat pada level pedagang, akurasi pabrik akan menaikkan harga ubi kayu.
pengukuran rafaksi lebih meragukan Bahkan bisa juga diikuti dengan perang
dibandingkan dengan penentuan rafaksi harga dan rafaksi antar pabrik ubi kayu,
oleh pabrik. Meskipun selama ini sehingga mampu menarik petani untuk
mekanisme penentuan rafaksi tidak dapat menjual ubi kayu ke pabriknya.
ditentukan secara pasti dan pembeli Kemampuan pabrik untuk mengontrol
memiliki power yang lebih kuat dalam harga dan rafaksi terjadi mengingat
menentukan rafaksi namun petani lebih struktur pasar ubi kayu di Lampung
memilih untuk menjual ke pabrik. Tengah yang tidak efisien dengan struktur
Variabel harga memiliki nilai yang cenderung oligopsoni dengan
koefisien bertanda positif dan odds ratio monopsony power yang lemah.
sebesar 1,012. Hasil statistik ini memiliki Lembaga pemasaran yang berupa
makna bahwa setiap kenaikan atau agen seperti supir truk dan mitra tidak
perbedaan satu satuan harga jual ubi kayu memberikan perbedaan dalam harga,
maka peluang petani untuk memilih artinya petani mendapatkan harga pada
tujuan penjualan ubi kayu ke pabrik kedua lembaga ini sama sesuai dengan
adalah 1,012 kalinya dari peluang untuk harga pabrik dimana agen tersebut

139
Kusmaria, Ratna Winandi Asmarantaka, dan Harianto

menjualkan ubi kayu petani. Menjual main (kontrak) dalam kelembagaan


melalui agen memiliki arti bahwa agen principal agent antara petani dengan
tersebutlah yang memilihkan kemana ubi supir truk atau mitra.
kayu tersebut akan dijual dan petani Variabel ketiga yaitu jumlah hasil
mengikuti keputusan agen. Ini artinya panen memiliki nilai koefisien bertanda
keputusan mengenai harga yang diterima positif dan odds ratio sebesar 1,000. Nilai
ada di tangan agen. supir truk dan mitra. ini bermakna bahwa setiap kenaikan atau
Hubungan antara petani dan agen ini perbedaan satu kilogram kuantitas hasil
menurut Salvatore (2007) merupakan panen petani, maka peluang untuk
suatu hubungan agensi principal agent. memilih tujuan penjualan hasil panen ke
Petani sebagai pemilik produk disebut pabrik lebih besar 1,000 kalinya dari
sebagai principal, dan agen yang peluang untuk memilih tujuan penjualan
menjualkan produk kepada pembeli ubi kayu ke lembaga selain pabrik atau
disebut sebagai agent, dimana agen bisa dikatakan peluang antara ke pabrik
menyelenggarakan beberapa jasa dengan dengan ke selain parik adalah sama.
pendelegasian wewenang pengambilan Jumlah hasil panen juga memiliki
keputusan telah diberikan principal keterkaitan dengan rafaksi. Dalam jumlah
kepada agen. besar, petani dapat melakukan tawar
Sebanyak 29,73 persen atau 22 menawar mengenai rafaksi yang akan
responden petani ubi kayu di Kabupaten dikenakan pada hasil panen ubi kayunya.
Lampung Tengah terlibat dalam Sementara petani yang memiliki jumlah
kelembagaan principal agent. Suatu panen sedikit tidak bisa mempengaruhi
permasalahan principal agent muncul rafaksi dengan cara tawar menawar. Oleh
ketika para agen mencari cara untuk karena itu hasil panen membuat lembaga
memaksimalkan keuntungan mereka pemasaran menjadi lebih fleksibel dan hal
sendiri dibandingkan keinginan petani ini cenderung merugikan petani yang
sebagai pemilik produk atau principal memiliki jumlah hasil panen sedikit.
(Malmir et al, 2014). Kenyataannya, agen Variabel yang terakhir yaitu
supir truk atau mitra tidak jarang pinjaman modal memiliki nilai koefisien
bertindak opportunis dimana dia akan bertanda negatif dan odds ratio sebesar
berusaha memaksimalkan keuntungan 0,0001. Nilai ini bermakna bahwa
yang diperolehnya dengan menyetorkan peluang petani yang ada pinjaman modal
ubi kayu di pabrik tempatnya melakukan untuk memilih menjual hasil panen ke
kerjasama dan mengesampingkan pabrik adalah 0,0001 lebih kecil dari
kepentingan petani untuk memperoleh peluang petani yang tidak ada pinjaman
harga yang paling baik. Di sisi lain, modal. Ketika petani menginginkan
menjual melalui agen yang berupa mitra pinjaman modal, maka ia harus memilih
atau supir truk akan membuat petani untuk menjual ubi kayu melalui lembaga
mendapatkan bagi hasil atas fee yang pemasaran selain pabrik, yaitu mitra.
diberikan pabrik kepada agen sebesar Rp Dalam rangka mendapatkan modal
10/kg. Fee merupakan bagian dari aturan inilah petani terlibat kelembagaan agent

140
Analisis Penentuan Rafaksi dan Pengaruhnya…

principal dengan mitra, yang memiliki 3. Rafaksi memiliki pengaruh nyata


keterikatan kontrak sangat kuat meskipun terhadap pilihan saluran pemasaran
tidak dilakukan perjanjian tertulis. petani ubi kayu dan memiliki nilai
Kesepakatan-kesepakatan yang terjadi peluang paling tinggi dibandingkan
antara petani dan mitra hanya atas dasar dengan variabel-variabel lainnya.
kepercayaan. Petani yang mendapatkan Saluran pemasaran pabrik memberi-
modal dari mitra maka secara otomatis kan nilai rafaksi yang lebih baik
saat panen harus menjual ubi kayunya menurut petani dibandingkan dengan
melalui mitra. Modal yang diberikan oleh saluran pemasaran lainnya meskipun
mitra bisa berupa uang, pupuk, bibit dan semuanya berada pada kondisi
obat-obatan yang memiliki perbedaan ketidakpastian didalam menentukan
harga rata-rata Rp 20.000 per sak pupuk rafaksi ubi kayu.
atau botol obat dibandingkan dengan
harga normal dipasaran. Dengan Saran
demikian meminjam modal melalui mitra 1. Pembeli (pabrik dan lapak) diharap-
menyebabkan berkurangnya keuntungan kan lebih transparan dalam penentuan
yang diterima petani nantinya. rafaksi ubi kayu petani agar potongan
berat sesuai dengan kondisi obyektif
SIMPULAN DAN SARAN ubi kayu. Perlu dibenahi sistem
Simpulan pengukuran yang hanya berdasarkan
1. Penentuan rafaksi ubi kayu ditentukan pengamatan secara visual agar
melalui beberapa kriteria seperti usia menggunakan alat yang lebih terukur
panen, varietas, kadar aci dan banyak- dan sesuai dengan kondisi obyektif ubi
nya kotoran namun tidak diperoleh kayu petani.
alat ukur untuk memastikan kriteria 2. Peran pemerintah dibutuhkan untuk
tersebut saat transaksi, dan hanya mengatur regulasi mengenai bagai-
menggunakan pengamatan secara mana penentuan rafaksi ubi kayu
visual. Pembeli memiliki power lebih sehingga membuat pasar lebih adil
kuat dalam menentukan kualitas ubi bagi petani ubi kayu.
kayu yang diperjual belikan dan 3. Antara pabrik dan petani diharapkan
cenderung merugikan petani karena dapat terjalin suatu hubungan kemitra-
penentuan rafaksi terkesan subyektif. an untuk menjamin kepastian pe-
Hasil analisis korelasi menunjukkan masaran ubi kayu bagi petani dan
tidak terdapat hubungan yang nyata menghindari anjloknya harga yang
antara usia panen dan varietas ubi sering terjadi saat panen raya.
kayu dengan rafaksi ubi kayu yang
diterima petani. DAFTAR PUSTAKA
2. Harga yang diterima petani ubi kayu
Akiyama, Takamasa dan Akihiko Nishio.
setelah adanya rafaksi lebih rendah
1996. Indonesia’s Cocoa Boom
dibandingkan dengan harga sebelum Hands-off Policy Encourages
adanya rafaksi. Smallholder Dynamism. Policy
141
Kusmaria, Ratna Winandi Asmarantaka, dan Harianto

Research Working Paper. The Malmir, Ameneh, Alireza Shirvani, Ali


World Bank : International Rashidpour and Iraj Soltani. 2014.
Economics Department Citizen Relationship Management
Commodity Policy and Analysis and Principal/Agent Theory.
Unit and Country Department II. International Journal of Managing
Value and Supply Chains
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2016. Luas
(IJMVSC). 5 (3) : 83 – 90.
panen, produksi, dan produktivitas
ubi kayu di Indonesia tahun 2009- Pratisto, Arif. 2009. Statistik Menjadi
2015. [internet]. [diunduh 2016 Jan Mudah dengan SPSS 17. Jakarta
1]. Tersedia pada : (ID) :PT Elex Media Komputindo.
http://www.bps.go.id/linktTableDinamis/ Sagala, Elizabet. 2011. Manajemen
view/id/880 Panen dan Pascapanen Ubi Kayu
(Manihot esculenta Crantz) di PT
Chirwa, EW. 2009. Determinants of
Pematang Agri Lestari untuk
Marketing Channels among
Bahan Baku Industi Tapioka PT
Smallholder Maize Farmers in
Sinar Pematang Mulia I [skripsi].
Malawi. Working Paper. No
Bogor : Institut Pertanian Bogor.
2009/03. Malawi : University of
Malawi. Saliem, HP dan Sri Nuryanti. 2011.
Perspektif Ekonomi Global
[FAO] Food and Agriculture
Kedelai dan Ubi Kayu Mendukung
Organization. Harvested area,
Swasembada. Analisis Kebijakan
production and productivity of
Pertanian. Jakarta : Pusat Sosial
cassava. [internet]. [diunduh 2016
Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.
Jan 1]. Tersedia pada :
Salvatore, Dominick. 2007.
http://faostat3.fao.org/download/Q/QC/E
Mikroekonomi. Jakarta (ID):
Kementerian Pertanian. Ekspor Impor Erlangga.
Komoditi Pertanian Per Sub Sektor
Sisfahyuni, MS Saleh, dan MR Yantu.
tahun 2009 s.d 2015. [internet].
2011. Kelembagaan Pemasaran
[diunduh 2016 Jan 1]. Tersedia
Kakao Biji di Tingkat Petani
pada :
Kabupaten Parigi Moutong
http://aplikasi.deptan.go.id/eksim2
Provinsi Sulawesi Tengah. Jurnal
012/imporSubsek.asp
Agro Ekonomi. 29 (2) : 191 – 216.
Kotler P. 1997. Manajemen Pemasaran:
Sugino, Tomohide dan Henny
Analisis, Perencanaan,
Mayrowani. 2009. The
Implementasi dan Pengendalian.
Determinants of Cassava
Edisi ketujuh. Jakarta (ID):
Productivity and Price Under The
Fakultas Ekonomi UI.
Farmers’ Collaboration with The
Kotler P, Keller KL. 2009. Manajemen Emerging Cassava Processors: A
Pemasaran Edisi ke 13. Jakarta (ID Case Study in East Lampung,
: Erlangga. Indonesia. Journal of Development
and Agricultural Economics. 1(5) :
114-120.

142
Analisis Penentuan Rafaksi dan Pengaruhnya…

Zakaria, WA. 2000. Analisis Penawaran


dan Permintaan produk Ubi Kayu
Lampung serta Kaitannya dengan
Pasar Domestik dan Dunia
[disertasi]. Bogor : Institut
Pertanian Bogor.

143
Kusmaria, Ratna Winandi Asmarantaka, dan Harianto

Lampiran 1. Hasil Estimasi Fungsi Regresi Logistik Faktor-faktor yang


Mempengaruhi Pilihan Saluran Pemasaran Petani Ubi Kayu di
Kabupaten Lampung Tengah

B
Bias Std. Error Sig. (2- 95% Confidence
tailed) Interval
Lower Upper
Harga .012 .034 .154 .010 .005 .663
Panen .000 .000 .002 .040 .000 .006
Jarak .238 .317 1.958 .119 -.584 5.158
Pendidikan .086 .828 3.798 .584 -.354 18.904
Step 1
Pinjaman -22.670 -5.095 17.784 .069 -90.607 -19.919
Rafaksi 9.076 8.602 52.613 .089 -17.927 240.757
Usia -.031 -1.005 7.754 .921 -13.614 1.412
Constant -16.052 -41.286 172.180 .010 -745.351 -8.575

Hosmer and Lemeshow Test


Step Chi-square df Sig.
1 8.535 8 .383

Model Summary
Step -2 Log Cox & Snell R Nagelkerke R
likelihood Square Square
a
1 43.330 .548 .732

Omnibus Tests of Model Coefficients


Chi-square df Sig.
Step 58.768 7 .000
Step 1 Block 58.768 7 .000
Model 58.768 7 .000

144

You might also like