Professional Documents
Culture Documents
Luthfi Khairul Insan - 190722638027 - Hidrometerologi - Acara 1
Luthfi Khairul Insan - 190722638027 - Hidrometerologi - Acara 1
Abstract
The Mahakam Watershed is one of the areas in East Kalimantan which has an area of 8.2 million hectares
or about 41% of the total area of East Kalimantan Province. The Mahakam Watershed covers an area of
7.816.327 ha, the catchment area of which is not only in the province of East Kalimantan, but also in the
province of Central Kalimantan and presumably a small part in Sarawak, which is the state of Malaysia.
Mahakam River has a length of 920 km with an area of 149,227 km2 and has a width of between 300-500
meters. However, in addition to the large area of the watershed, it is not matched by the ability to monitor
the area. There are only two stations that present weather data in a watershed area of this size. In testing the
consistency of rain data, the double mass curve method is used where this method will compare the
cumulative annual rain at two stations. Stations that can be used as a reference usually have an average
value from several surrounding stations. The cumulative value is plotted on a Cartesian coordinate system,
and the curve that is formed is checked for changes in the slope (trend). This research was carried out by
taking rainfall data from two stations, namely the Temidung station on the banks of the Mahakam River
and the BMKG Station at APT Pranoto Airport in the Northern Samarinda area. The distance between the
two stations is around 22 km with both of them effectively monitoring the Mahakam watershed area which
is the center point of East Kalimantan. The Mahakam River has a rectangular flow pattern, which has a
tendency to erosion, at a very young stage shown by the shape of a valley that resembles the letter "V" and
is increasingly tapered at the bottom. Monitoring capabilities in the Mahakam watershed with monitoring
stations still need to improve effectiveness. As it is known that data monitoring capabilities are also limited,
better station management is needed, especially not focusing on the estuary area. In this case, the Mahakam
watershed area still needs one more station.
Keywords: Mahakam watershed, rainfall, weather, rectangular drainage
Abstrak
Daerah Aliran Sungai (DAS) Mahakam merupakan salah satu kawasan di Kalimantan Timur yang
memiliki luas 8,2 juta hektar atau sekitar 41% dari luas wilayah Propinsi Kalimantan Timur. Daerah
Aliran Sungai (DAS) Mahakam dangan luas 7,816,327 ha, yang kawasan tangkapan airnya tidak
hanya di propinsi Kalimantan Timur, namun juga di propinsi Kalimantan Tengah dan diduga sebagian
kecil di Serawak yang merupakan Negara Bagian Malaysia. Sungai Mahakam memiliki panjang
mencapai 920 km dengan luasnya 149.227 km2 serta memiliki lebar antara 300-500 meter. Namun,
disamping luasan DAS yang sedemikian besar, tidak diimbangi dengan kemampuan pemantauan
kawasanya. Tercatat hanya terdapat dua stasiun yang menghadirkan pendataan cuaca pada kawasan
DAS sebesar ini. Dalam pengujian konsistensi data hujan, dilakukan metode kurva massa ganda
dimana metode ini akan membandingkan hujan tahunan kumulatif di dua stasiun. Stasiun yang
mampu digunakan sebagai referensi biasanya memiliki nilai rerata dari beberapa stasiun disekitarnya.
Nilai kumulatif tersebut digambarkan pada sistem koordinat kartesian, dan kurva yang terbentuk
diperiksa untuk melihat perubahan kemiringan (trend). Penelitian ini dilkakukan dengan mengambil
data curah hujan dari dua stasiun yakni stasiun Temidung di tepi Sungai Mahakam dan Stasiun BMKG
di Bandar Udara APT Pranoto di kawasan samarinda Bagian Utara. Jarak kedua stasiun berkisar 22
km dengan keduanya secara efektif memantau kawasan DAS Mahakam yang menjadi titik pusat
Kalimantan Timur. Sungai Mahakam ini memiliki pola pengaliran rectangular, dimana memilki
kecenderungan erosi, pada tahap sangat muda diperlihatkan oleh bentuk lembah yang menyerupai
huruf "V" dan semakin meruncing di bagian dasarnya Kemampuan pemantauan dalam DAS Mahakam
dengan stasiun pemantauan masih diperlukan peninkatan efektifitas. Seperti yang diketahui bahwa
kemampuan pengawasan data juga terbatas maka diperlukan manajemen stasiun yang lebih baik
terutama tidak terfokus pada kawasan muara. Dalam hal ini kawasan DAS Mahakam masih diperlukan
tambahan satu stasiun lagi.
1. Pendahuluan
Daerah Aliran Sungai (DAS) Mahakam merupakan salah satu kawasan di
Kalimantan Timur yang memiliki luas 8,2 juta hektar atau sekitar 41% dari luas wilayah
Propinsi Kalimantan Timur. Daerah Aliran Sungai (DAS) Mahakam dangan luas
7,816,327 ha, yang kawasan tangkapan airnya tidak hanya di propinsi Kalimantan Timur,
namun juga di propinsi Kalimantan Tengah dan diduga sebagian kecil di Serawak yang
merupakan Negara Bagian Malaysia. Sungai Mahakam memiliki panjang mencapai 920
km dengan luasnya 149.227 km2 serta memiliki lebar antara 300-500 meter. Namun,
disamping luasan DAS yang sedemikian besar, tidak diimbangi dengan kemampuan
pemantauan kawasanya. Tercatat hanya terdapat dua stasiun yang menghadirkan pendataan
cuaca pada kawasan DAS sebesar ini. Oleh karena hal ini, perlu adanya evaluasi dalam
efektifitas pemantauan curah hujan kawasan DAS, khususnya dalam DAS Mahakam di
Kalimantan Timur ini.
Informasi tentang curah hujan sangat penting untuk perencanaan dan
pembangunan, khususnya untuk perencanaan irigasi, bendungan, pelabuhan, dermaga,
drainase perkotaan dan lain-lain. Hal ini menjadi faktor yang perlu diperhatikan sebagai
pola acuan pengontrol terjadinya banjir. Karena itu data curah hujan perlu dicatat terus
menerus untuk memperhitungkan perencanaan dan evaluasi pembangunan yang akan
dilakukan. Pencatatan data informasi curah hujan yang dilakukan pada suatu Daerah Aliran
Sungai (DAS) biasanya dilakukan di beberapa titik stasiun. Pencatatan curah hujan
bertujuan untuk mengetahui sebaran hujan yang turun pada suatu DAS apakah merata atau
tidak. Beberapa titik stasiun pencatat information curah hujan terdapat information yang
hilang. Hilangnya information tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya
kelalaian pencatatan dari petugas, rusaknya alat pencatat curah hujan, ataupun terjadi
kecelakaan/kejadian tidak terduga yang terjadi saat pengambilan data berlangsung.
Mempertimbangkan ketersedian data, maka perlu dilakukan perencanan jaringan
stasiun pengukuran hujan yang perlu dipasang dalam suatu DAS. Hal ini bertujuan untuk
memantau data besaran (takaran/jumlah) hujan yang jatuh di kawasan DAS serta membuat
data statistic optimumnya stasiun hujan dalam sebuah kawasan DAS. Dasar dari analisis
statistik tersebut bahwa sejumlah tertentu dari stasiun hujan yang diperlukan untuk
memberikan hujan rerata dengan persentase kesalahan tertentu. Maka dari Hal ini perlu
dilakukan adanya peninjauan dengan perbaikan data hujan yang tidak tercatat, serta
perubahan kondisi lokasi pencatatan sepeti pemindahan atau perbaikan stasiun, perubahan
prosedur pengukuran, penyebab lainya yang tidak terduga.
2. Metode
Penggunaan data stasiun curah hujan dalam sebuah kawasan DAS harus dievaluasi
penempatannya. Untuk menentukan jumlah optimum stasiun hujan berdasarkan data hujan
dan juga luasan kawasan yang dipantau biasanya menggunakan jarring pengukuran hujan,
dengan toleransi kesalahan 10%.
Cv 2
N =( )
E
100𝜎
Cv =
ṕ
𝑛
𝜎 =[ {ṕ2 − (ṕ)2 }]2
𝑛−1
∑𝑝
ṕ =
𝑛
N = jumlah stasiun Hujan
Cv = Koefesien variasi hujan pada stasiun curah hujan
E = Presentase Kesalahan
p = hujan rerata tahunan
ṕ = Hujan rarata dari n stasiun
n = jumlah stasiun hujan
σ = Standart deviasi
Data yang baik dalam penelitian adalah data yang lengkap dan sesuai dengan apa
yang dibutuhkan. Tetapi dalam kenyataannya sangat sering dijumpai data yang tidak
lengkap (incomplete record) hal ini dapat disebabkan beberapa hal, antara lain yaitu
kerusakan alat, kelalaian petugas, penggantian alat, bencana (pengrusakan) dan hal lain
yang tidak terduga. Keadaan tersebut menyebabkan bagian-bagian tertentu dari data yang
tercatat secara runtun waktu (berkala) terdapat data yang kosong (missing record). Dalam
memperkirakan besarnya data yang hilang pada stasiun hujan, harus diperhatikan pula pola
penyebaran hujan pada stasiun yang bersangkutan maupun stasiun-stasiun sekitarnya. Data
hujan yang hilang dapat diestimasi apabila di sekitarnya ada stasiun penakar hujan
(minimal 2 stasiun) yang memiliki data yang lengkap atau pada stasiun penakar tersebut
diketahui hujan rata-rata tahunannya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah
metode perbandingan normal, dengan memeprhatikan besarnya rentanan data yang
digunakan.
Metode Perbandingan Normal:
PX = 1/n (P1/N1×PA+P2/N2×PB+P3/N3×PC+...+Pn/Nn×PN)
PX = hujan yang hilang di stasiun X
P1, P2,…,Pn = hujan tahunan di stasiun X pada periode tersebut
PA, PB,…,PN = data hujan di stasiun lainnya pada periode yang sama
N1, N2,…,Nn = hujan tahunan di stasiun sekitar X
N = jumlah stasiun hujan di sekitar X
Dalam pengujian konsistensi data hujan, dilakukan metode kurva massa ganda
dimana metode ini akan membandingkan hujan tahunan kumulatif di dua stasiun. Stasiun
yang mampu digunakan sebagai referensi biasanya memiliki nilai rerata dari beberapa
stasiun disekitarnya. Nilai kumulatif tersebut digambarkan pada sistem koordinat
kartesian, dan kurva yang terbentuk diperiksa untuk melihat perubahan kemiringan (trend).
Apabila garis yang terbentuk lurus berarti pencatatan di stasiun y sudah konsisten,
sebaliknya jika kurva patah/berubah, maka pencatatan tidak konsisten dan perlu diubah.
Koreksi dilakukan dengan mengalikan data setelah kurva berubah dengan perbandingan
kemiringan setelah dan sebelum kurva patah.
2. Desember 2003
1 1007
𝑃𝑋 = ( × 120) = 56,28
1 2147
3. Agustus 2004
1 1021
𝑃𝑋 = ( × 14) = 7,83
1 1824
Pencarian data yang hilang pada Stasiun Bandara APT Pranoto
1. Oktober 1987
1 1801
𝑃𝑋 = ( × 15) = 18,98
1 1423
2. September 1994
1 1684
𝑃𝑋 = ( × 48) = 65,77
1 1229
3. Agustus 1995
1 1568
𝑃𝑋 = ( × 76) = 79,07
1 1507
4. Desember 1999
1 1415
𝑃𝑋 = ( × 4) = 2,91
1 1942
Dengan adanya perbaikan data ini, kelengkapan data hujan selama 30 tahun sudah
diperbaiki. Untuk mencari konsistensi maka perlu ditentukan jumlah akumulatif selama 30
tahun dari kedua stasiun yang kemudian dibuatkan kurva dalam penyajianya.
Gambar 2. Grafik Konsistensi Data Kumulatif 30 Tahun
50663
1820
3986
6109
7760
8750
10112
11878
13628
15275
16784
19684
21102
23157
25011
26758
28906
30729
32441
34431
36310
38791
40408
42504
44616
46777
48827
52182
53878
Stasiun A
Tabel 1. Tabel perbandingan akumulatif stasiun
𝑡𝑔 𝛼
𝐻 =
𝑡𝑔 𝛼°
0.76
𝐻 = = 0.86
0.88
Tabel 2. Data hujan Asli
Data Stasiun Data sesudah
Tahun Temindung Koreksi
1987 1423 1224
1988 1636 1407
1989 1780 1531
1990 1989 1711
1991 1738 1495
1992 1252 1077
1993 919.09 790
1994 1229 1057
1995 1507 1296
1996 1101 947
1997 813 699
1998 744 640
1999 1942 1670
2000 2418 2079
2001 1891 1626
2002 1201 1033
2003 1063.28 914
2004 1028.83 885
2005 1701 1463
2006 1816 1562
2007 1572 1352
2008 1837 1580
2009 1800 1548
2010 1779 1530
2011 1699 1461
2012 1717 1477
2013 1318 1133
2014 1105 950
2015 1282 1103
2016 1535 1320
40000
35000
30000
25000
20000
15000
10000
5000
0
1997
2014
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2015
2016
Stasiun A
4. Simpulan
Kemampuan pemantauan pada DAS Mahakam berdasarkan stasiun pemantauan
yang telah ada ternyata masih kurang efektif, sehingga diperlukan peningkatan efektifitas.
Seperti yang diketahui bahwa kemampuan pengawasan data juga terbatas maka diperlukan
manajemen stasiun yang lebih baik terutama agar tidak hanya terfokus pada kawasan
muara. Dalam hal ini kawasan DAS Mahakam masih diperlukan tambahan satu stasiun
lagi. Disamping itu pengkoreksian data, serta kelengkapan data mampu digunakan sebagai
penentu konsistensi dalam analisis kawasan penelitian. Hasilnya data dari sebuah stasiun
mampu secara efektif mempresentasikan kawasan penelitian, dengan sedikit kekurangan
yang ada pada data.
Daftar Pustaka
Butar Butar, Erni, dkk. 2015. Hydrological Regime of Mahakam River Basin Upstream.
Procedia Environmental Science. 1-12. Malaysia.
Data BMKG Online (https://dataonline.bmkg.go.id)
Martha, W & Adidarma, W. (1983). Mengenal Dasar-Dasar Hidrologi. Bandung: Nova
Soewarno. (2000). Hidrologi Operasional Jilid Kesatu. Bandung: PT. Aditya Bakti
Triatmodjo, B. (2008). Hidrologi Terapan. Yogyakarta: Beta Offset.
Watiningsih, R. 2009. Daerah Aliran Sungai Mahakam. Fakultas MIPA Universitas Indonesia.
Jakarta.
Wei, T. C., McGuiness, J. L., 1973, Reciprocal distance squared, a computer technique for
estimating area precipitation, Technical Report ARS-Nc-8. US Agricultural Research
Service, North CentralRegion, Ohio.