Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 10

ANALISIS DATA CURAH HUJAN YANG HILANG

DAN PENGUJIAN KONSISTENSI DATA HUJAN

Moh. Rendra Magandhi Arizal, Muh. Hanif Hasbulloh, Luthfi Khairul


Universitas Negeri Malang, Jl. Semarang No. 5 Malang, Jawa Timur, Indonesia
E-Mail: Rendra23r@gmail.com

Abstract

The Mahakam Watershed is one of the areas in East Kalimantan which has an area of 8.2 million hectares
or about 41% of the total area of East Kalimantan Province. The Mahakam Watershed covers an area of
7.816.327 ha, the catchment area of which is not only in the province of East Kalimantan, but also in the
province of Central Kalimantan and presumably a small part in Sarawak, which is the state of Malaysia.
Mahakam River has a length of 920 km with an area of 149,227 km2 and has a width of between 300-500
meters. However, in addition to the large area of the watershed, it is not matched by the ability to monitor
the area. There are only two stations that present weather data in a watershed area of this size. In testing the
consistency of rain data, the double mass curve method is used where this method will compare the
cumulative annual rain at two stations. Stations that can be used as a reference usually have an average
value from several surrounding stations. The cumulative value is plotted on a Cartesian coordinate system,
and the curve that is formed is checked for changes in the slope (trend). This research was carried out by
taking rainfall data from two stations, namely the Temidung station on the banks of the Mahakam River
and the BMKG Station at APT Pranoto Airport in the Northern Samarinda area. The distance between the
two stations is around 22 km with both of them effectively monitoring the Mahakam watershed area which
is the center point of East Kalimantan. The Mahakam River has a rectangular flow pattern, which has a
tendency to erosion, at a very young stage shown by the shape of a valley that resembles the letter "V" and
is increasingly tapered at the bottom. Monitoring capabilities in the Mahakam watershed with monitoring
stations still need to improve effectiveness. As it is known that data monitoring capabilities are also limited,
better station management is needed, especially not focusing on the estuary area. In this case, the Mahakam
watershed area still needs one more station.
Keywords: Mahakam watershed, rainfall, weather, rectangular drainage
Abstrak
Daerah Aliran Sungai (DAS) Mahakam merupakan salah satu kawasan di Kalimantan Timur yang
memiliki luas 8,2 juta hektar atau sekitar 41% dari luas wilayah Propinsi Kalimantan Timur. Daerah
Aliran Sungai (DAS) Mahakam dangan luas 7,816,327 ha, yang kawasan tangkapan airnya tidak
hanya di propinsi Kalimantan Timur, namun juga di propinsi Kalimantan Tengah dan diduga sebagian
kecil di Serawak yang merupakan Negara Bagian Malaysia. Sungai Mahakam memiliki panjang
mencapai 920 km dengan luasnya 149.227 km2 serta memiliki lebar antara 300-500 meter. Namun,
disamping luasan DAS yang sedemikian besar, tidak diimbangi dengan kemampuan pemantauan
kawasanya. Tercatat hanya terdapat dua stasiun yang menghadirkan pendataan cuaca pada kawasan
DAS sebesar ini. Dalam pengujian konsistensi data hujan, dilakukan metode kurva massa ganda
dimana metode ini akan membandingkan hujan tahunan kumulatif di dua stasiun. Stasiun yang
mampu digunakan sebagai referensi biasanya memiliki nilai rerata dari beberapa stasiun disekitarnya.
Nilai kumulatif tersebut digambarkan pada sistem koordinat kartesian, dan kurva yang terbentuk
diperiksa untuk melihat perubahan kemiringan (trend). Penelitian ini dilkakukan dengan mengambil
data curah hujan dari dua stasiun yakni stasiun Temidung di tepi Sungai Mahakam dan Stasiun BMKG
di Bandar Udara APT Pranoto di kawasan samarinda Bagian Utara. Jarak kedua stasiun berkisar 22
km dengan keduanya secara efektif memantau kawasan DAS Mahakam yang menjadi titik pusat
Kalimantan Timur. Sungai Mahakam ini memiliki pola pengaliran rectangular, dimana memilki
kecenderungan erosi, pada tahap sangat muda diperlihatkan oleh bentuk lembah yang menyerupai
huruf "V" dan semakin meruncing di bagian dasarnya Kemampuan pemantauan dalam DAS Mahakam
dengan stasiun pemantauan masih diperlukan peninkatan efektifitas. Seperti yang diketahui bahwa
kemampuan pengawasan data juga terbatas maka diperlukan manajemen stasiun yang lebih baik
terutama tidak terfokus pada kawasan muara. Dalam hal ini kawasan DAS Mahakam masih diperlukan
tambahan satu stasiun lagi.

Kata kunci: DAS Mahakam, curah hujan, cuaca, pengaliran rectangular

1. Pendahuluan
Daerah Aliran Sungai (DAS) Mahakam merupakan salah satu kawasan di
Kalimantan Timur yang memiliki luas 8,2 juta hektar atau sekitar 41% dari luas wilayah
Propinsi Kalimantan Timur. Daerah Aliran Sungai (DAS) Mahakam dangan luas
7,816,327 ha, yang kawasan tangkapan airnya tidak hanya di propinsi Kalimantan Timur,
namun juga di propinsi Kalimantan Tengah dan diduga sebagian kecil di Serawak yang
merupakan Negara Bagian Malaysia. Sungai Mahakam memiliki panjang mencapai 920
km dengan luasnya 149.227 km2 serta memiliki lebar antara 300-500 meter. Namun,
disamping luasan DAS yang sedemikian besar, tidak diimbangi dengan kemampuan
pemantauan kawasanya. Tercatat hanya terdapat dua stasiun yang menghadirkan pendataan
cuaca pada kawasan DAS sebesar ini. Oleh karena hal ini, perlu adanya evaluasi dalam
efektifitas pemantauan curah hujan kawasan DAS, khususnya dalam DAS Mahakam di
Kalimantan Timur ini.
Informasi tentang curah hujan sangat penting untuk perencanaan dan
pembangunan, khususnya untuk perencanaan irigasi, bendungan, pelabuhan, dermaga,
drainase perkotaan dan lain-lain. Hal ini menjadi faktor yang perlu diperhatikan sebagai
pola acuan pengontrol terjadinya banjir. Karena itu data curah hujan perlu dicatat terus
menerus untuk memperhitungkan perencanaan dan evaluasi pembangunan yang akan
dilakukan. Pencatatan data informasi curah hujan yang dilakukan pada suatu Daerah Aliran
Sungai (DAS) biasanya dilakukan di beberapa titik stasiun. Pencatatan curah hujan
bertujuan untuk mengetahui sebaran hujan yang turun pada suatu DAS apakah merata atau
tidak. Beberapa titik stasiun pencatat information curah hujan terdapat information yang
hilang. Hilangnya information tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya
kelalaian pencatatan dari petugas, rusaknya alat pencatat curah hujan, ataupun terjadi
kecelakaan/kejadian tidak terduga yang terjadi saat pengambilan data berlangsung.
Mempertimbangkan ketersedian data, maka perlu dilakukan perencanan jaringan
stasiun pengukuran hujan yang perlu dipasang dalam suatu DAS. Hal ini bertujuan untuk
memantau data besaran (takaran/jumlah) hujan yang jatuh di kawasan DAS serta membuat
data statistic optimumnya stasiun hujan dalam sebuah kawasan DAS. Dasar dari analisis
statistik tersebut bahwa sejumlah tertentu dari stasiun hujan yang diperlukan untuk
memberikan hujan rerata dengan persentase kesalahan tertentu. Maka dari Hal ini perlu
dilakukan adanya peninjauan dengan perbaikan data hujan yang tidak tercatat, serta
perubahan kondisi lokasi pencatatan sepeti pemindahan atau perbaikan stasiun, perubahan
prosedur pengukuran, penyebab lainya yang tidak terduga.

2. Metode
Penggunaan data stasiun curah hujan dalam sebuah kawasan DAS harus dievaluasi
penempatannya. Untuk menentukan jumlah optimum stasiun hujan berdasarkan data hujan
dan juga luasan kawasan yang dipantau biasanya menggunakan jarring pengukuran hujan,
dengan toleransi kesalahan 10%.
Cv 2
N =( )
E
100𝜎
Cv =

𝑛
𝜎 =[ {ṕ2 − (ṕ)2 }]2
𝑛−1
∑𝑝
ṕ =
𝑛
N = jumlah stasiun Hujan
Cv = Koefesien variasi hujan pada stasiun curah hujan
E = Presentase Kesalahan
p = hujan rerata tahunan
ṕ = Hujan rarata dari n stasiun
n = jumlah stasiun hujan
σ = Standart deviasi

Data yang baik dalam penelitian adalah data yang lengkap dan sesuai dengan apa
yang dibutuhkan. Tetapi dalam kenyataannya sangat sering dijumpai data yang tidak
lengkap (incomplete record) hal ini dapat disebabkan beberapa hal, antara lain yaitu
kerusakan alat, kelalaian petugas, penggantian alat, bencana (pengrusakan) dan hal lain
yang tidak terduga. Keadaan tersebut menyebabkan bagian-bagian tertentu dari data yang
tercatat secara runtun waktu (berkala) terdapat data yang kosong (missing record). Dalam
memperkirakan besarnya data yang hilang pada stasiun hujan, harus diperhatikan pula pola
penyebaran hujan pada stasiun yang bersangkutan maupun stasiun-stasiun sekitarnya. Data
hujan yang hilang dapat diestimasi apabila di sekitarnya ada stasiun penakar hujan
(minimal 2 stasiun) yang memiliki data yang lengkap atau pada stasiun penakar tersebut
diketahui hujan rata-rata tahunannya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah
metode perbandingan normal, dengan memeprhatikan besarnya rentanan data yang
digunakan.
Metode Perbandingan Normal:
PX = 1/n (P1/N1×PA+P2/N2×PB+P3/N3×PC+...+Pn/Nn×PN)
PX = hujan yang hilang di stasiun X
P1, P2,…,Pn = hujan tahunan di stasiun X pada periode tersebut
PA, PB,…,PN = data hujan di stasiun lainnya pada periode yang sama
N1, N2,…,Nn = hujan tahunan di stasiun sekitar X
N = jumlah stasiun hujan di sekitar X

Dalam pengujian konsistensi data hujan, dilakukan metode kurva massa ganda
dimana metode ini akan membandingkan hujan tahunan kumulatif di dua stasiun. Stasiun
yang mampu digunakan sebagai referensi biasanya memiliki nilai rerata dari beberapa
stasiun disekitarnya. Nilai kumulatif tersebut digambarkan pada sistem koordinat
kartesian, dan kurva yang terbentuk diperiksa untuk melihat perubahan kemiringan (trend).
Apabila garis yang terbentuk lurus berarti pencatatan di stasiun y sudah konsisten,
sebaliknya jika kurva patah/berubah, maka pencatatan tidak konsisten dan perlu diubah.
Koreksi dilakukan dengan mengalikan data setelah kurva berubah dengan perbandingan
kemiringan setelah dan sebelum kurva patah.

3. Hasil dan Pembahasan


Penelitian ini dilkakukan dengan mengambil data curah hujan dari dua stasiun
yakni stasiun Temidung di tepi Sungai Mahakam dan Stasiun BMKG di Bandar Udara
APT Pranoto di kawasan samarinda Bagian Utara. Jarak kedua stasiun berkisar 22 km
dengan keduanya secara efektif memantau kawasan DAS Mahakam yang menjadi titik
pusat Kalimantan Timur. Sungai Mahakam ini memiliki pola pengaliran rectangular,
dimana memilki kecenderungan erosi, pada tahap sangat muda diperlihatkan oleh bentuk
lembah yang menyerupai huruf "V" dan semakin meruncing di bagian dasarnya.
Gambar 1. Kawasan Penelitian DAS Mahakam
Efektifitas jumlah stasiun hujan yang diperlukan dalam DAS Mahakam, mampu
diperkirakan dengan menggunakan jaring pengukuran hujan. Metode ini dikalkulasi,
menggunakan dua stasiun, yang masing masing memilki rerata tiga puluh tahunan masing
masing 3736 mm dan 4490 mm. dengan presentase kesalahan sebesar 10%.
3736 + 4490
ṕ = = 4113
2
2 1
𝜎 =[ {17058898 − (4113)2 }]2 = 377
2−1
100. 377
Cv = = 9.166
4113
9.166 2
N =( ) = 0.841 => 1
10
Dalam efektifitas pemantauan di kawasan DAS Mahakam ini, lebih banyak berpusat pada
kawasan dekat dengan muara sungai. Sedangkan di kawasan hulu dan daerah tengah belum
ada pemantauan yang efektif. Karakteristik DAS ini yang cenderung masih alami, juga
menjadi prioritas dimana berdasar efektifitas hanya dibutuhkan setidaknya satu stasiun
tambahan yang berada pada kawasan tengah DAS Mahakam. Ini lebih bertujuan untuk
pemerataan pengambilan data yang didapatkan pada wilayah DAS Mahakam.
Dengan adanya fenomena seperti hujan yang cenderung sangat fleksibel terjadinya,
ada waktu saat alat terjadi kerusakan dan tidak dapat menerima data secara efektif.
Kejadian ini membuat data yang seharusnya dicatat mengalami kekosongan, yang biasanya
sering dijumpai di data bulanan hujan. Kekosongan data ini mampu memberikan perbedaan
dalam kumulatif data yang akan digunakan untuk melakukan uji konsistensi. Maka data
sebelum dilakuakn uji konsistensi perlu diperbaiki, yang akan mengacu pada data
perbandingan data dari lebih dari satu stasiun. Metode yang digunakan dalam penelitian
ini dalam mencar data yang hilang menggunakan model perbandingan normal. Seperti pada
data Stasiun Temidung terdapat 3 data yang hilang, yakni tahun 1993 di bulan Juli; tahun
2004 bulan Agustus dan 2003 bulan Desember. Cara yang efektif dalam mencari data yang
hilang ini dengan menggunakan metode perhitungan normal, dengan perbandingan dengan
satsiun didekatnya. Begitupun sebaliknya stasiun di dekat stasiun temidung juga mampu
melengkapai data yang hilang denga data dari Stasiun Temidung.
Pencarian data yang hilang pada Stasiun Temindung
1. Juni 1993
1 875
𝑃𝑋 = ( × 89) = 44,09
1 1766

2. Desember 2003
1 1007
𝑃𝑋 = ( × 120) = 56,28
1 2147
3. Agustus 2004
1 1021
𝑃𝑋 = ( × 14) = 7,83
1 1824
Pencarian data yang hilang pada Stasiun Bandara APT Pranoto
1. Oktober 1987
1 1801
𝑃𝑋 = ( × 15) = 18,98
1 1423

2. September 1994
1 1684
𝑃𝑋 = ( × 48) = 65,77
1 1229

3. Agustus 1995
1 1568
𝑃𝑋 = ( × 76) = 79,07
1 1507

4. Desember 1999
1 1415
𝑃𝑋 = ( × 4) = 2,91
1 1942

Dengan adanya perbaikan data ini, kelengkapan data hujan selama 30 tahun sudah
diperbaiki. Untuk mencari konsistensi maka perlu ditentukan jumlah akumulatif selama 30
tahun dari kedua stasiun yang kemudian dibuatkan kurva dalam penyajianya.
Gambar 2. Grafik Konsistensi Data Kumulatif 30 Tahun

Konsistensi Data Stasiun Temindung


50000
45000
40000
35000
30000
25000
20000
15000
10000
5000
0
18061

50663
1820
3986
6109
7760
8750
10112
11878
13628
15275
16784

19684
21102
23157
25011
26758
28906
30729
32441
34431
36310
38791
40408
42504
44616
46777
48827

52182
53878

Stasiun A
Tabel 1. Tabel perbandingan akumulatif stasiun

Hujan Tahunan Jumlah kumulatif


Tahun
Stasiun A Stasiun B Stasiun A Stasiun B
1987 1423 1820.28 1423 1820
1988 1636 2165.4 3059 3986
1989 1780 2123 4839 6109
1990 1989 1651.2 6828 7760
1991 1738 990.5 8566 8750
1992 1252 1361.4 9818 10112
1993 919.09 1766.3 10737 11878
1994 1229 1749.97 11966 13628
1995 1507 1647.37 13473 15275
1996 1101 1508.7 14574 16784
1997 813 1276.8 15387 18061
1998 744 1623 16131 19684
1999 1942 1418.11 18073 21102
2000 2418 2055 20491 23157
2001 1891 1854.1 22382 25011
2002 1201 1747.3 23583 26758
2003 1063.28 2147.3 24646 28906
2004 1028.83 1823.5 25675 30729
2005 1701 1711.5 27376 32441
2006 1816 1990.3 29192 34431
2007 1572 1879.4 30764 36310
2008 1837 2480.4 32601 38791
2009 1800 1617.4 34401 40408
2010 1779 2096 36180 42504
2011 1699 2111.8 37879 44616
2012 1717 2161.3 39596 46777
2013 1318 2049.4 40914 48827
2014 1105 1836.7 42019 50663
2015 1282 1518.3 43301 52182
2016 1535 1696.4 44836 53878
𝑦2 − 𝑦1
𝑡𝑔 𝛼 =
𝑥2 − 𝑥1
50000 − 41000 9000
𝑡𝑔 𝛼 = = = 0.76
48827 − 37000 11827
𝑦2 − 𝑦1
𝑡𝑔 𝛼° =
𝑥2 − 𝑥1
18000 − 10000 8000
𝑡𝑔 𝛼° = = = 0.88
10112 − 1000 9112

𝑡𝑔 𝛼
𝐻 =
𝑡𝑔 𝛼°
0.76
𝐻 = = 0.86
0.88
Tabel 2. Data hujan Asli
Data Stasiun Data sesudah
Tahun Temindung Koreksi
1987 1423 1224
1988 1636 1407
1989 1780 1531
1990 1989 1711
1991 1738 1495
1992 1252 1077
1993 919.09 790
1994 1229 1057
1995 1507 1296
1996 1101 947
1997 813 699
1998 744 640
1999 1942 1670
2000 2418 2079
2001 1891 1626
2002 1201 1033
2003 1063.28 914
2004 1028.83 885
2005 1701 1463
2006 1816 1562
2007 1572 1352
2008 1837 1580
2009 1800 1548
2010 1779 1530
2011 1699 1461
2012 1717 1477
2013 1318 1133
2014 1105 950
2015 1282 1103
2016 1535 1320

Gambar 3. Garfik Konsistensi Seteleah Koreksi

Konsistensi Data Stasiun Temindung


45000

40000

35000

30000

25000

20000

15000

10000

5000

0
1997

2014
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996

1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013

2015
2016
Stasiun A

Adanya perbedaan yang signifikan antara kumulatif stasiun A (temindung) dengan


sesudah koreksi dimana ada selisih 215 mm. Maka dalam pembadingan konsistensi akan
digunakan model menggunakan tangen ini dengan data kumulatif, didapatkan grafik yang
dimiliki stasiun A (Temindung) mengalami kenaikan yang konsisten, walaupun pada
kurung waktu sepuluh tahunan mengalami fluktuatif kenaikan yang lumayan signifikan.
Seperti pada tahun 1992, 2002 dan 2012 cenderung mengalami peningkatan pada grafik
walaupun masih dalam kategori stabil. Sedangkan stasiun pembanding (secondary station)
memiliki fluktuatif peningkatan yang sangat stabil. Dengan menggunakan asumsi bahwa
perbedaan morfologis yang dimana pada Stasiun Temidung cenderung berada pada
kawasan muara Sungai Mahakam yang dipengaruhi oleh iklim perairan disekitarnya,
seperti sungai dan kipas Delta Mahakam. Sedangkan kawasan Bandar Udara APT Pranoto,
cenderung pada kawasan perbukitan yang rentan akan hutan dan lembah, ditambah lagi
letak lintang yang lebih mendekati 0 membuat intensitas hujanya cenderung tinggi pada
kawasan APT Pranoto dibandingkan kawasan Temidung.

4. Simpulan
Kemampuan pemantauan pada DAS Mahakam berdasarkan stasiun pemantauan
yang telah ada ternyata masih kurang efektif, sehingga diperlukan peningkatan efektifitas.
Seperti yang diketahui bahwa kemampuan pengawasan data juga terbatas maka diperlukan
manajemen stasiun yang lebih baik terutama agar tidak hanya terfokus pada kawasan
muara. Dalam hal ini kawasan DAS Mahakam masih diperlukan tambahan satu stasiun
lagi. Disamping itu pengkoreksian data, serta kelengkapan data mampu digunakan sebagai
penentu konsistensi dalam analisis kawasan penelitian. Hasilnya data dari sebuah stasiun
mampu secara efektif mempresentasikan kawasan penelitian, dengan sedikit kekurangan
yang ada pada data.

Daftar Pustaka
Butar Butar, Erni, dkk. 2015. Hydrological Regime of Mahakam River Basin Upstream.
Procedia Environmental Science. 1-12. Malaysia.
Data BMKG Online (https://dataonline.bmkg.go.id)
Martha, W & Adidarma, W. (1983). Mengenal Dasar-Dasar Hidrologi. Bandung: Nova
Soewarno. (2000). Hidrologi Operasional Jilid Kesatu. Bandung: PT. Aditya Bakti
Triatmodjo, B. (2008). Hidrologi Terapan. Yogyakarta: Beta Offset.
Watiningsih, R. 2009. Daerah Aliran Sungai Mahakam. Fakultas MIPA Universitas Indonesia.
Jakarta.

Wei, T. C., McGuiness, J. L., 1973, Reciprocal distance squared, a computer technique for
estimating area precipitation, Technical Report ARS-Nc-8. US Agricultural Research
Service, North CentralRegion, Ohio.

You might also like